Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH PERITONITIS

Puji serta syukur kami panjatkan Kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan kami

nikmat sehat jasmani dan rohani sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini .

Rasa terima kasih juga kami ucapkan kepada bapak Ns. Supadi, M.Kep, SP.MB dosen
mata

kuliah keperawatan dewasa yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk
menambah

Dalam Makalah ini berisikan tentang PERITONITIS, kami mengharapkan kritik dan
saran

agar kami dapat lebih baik. Semoga makalah ini dapat berguna bagi pembaca dan
khususnya bagi

Cirebon, 30 Oktober 2010

Tim penyusun

DAFTAR ISI

Kata Pengantar........................................................................................ i

Daftar Isi

ii

1.1.Latar Belakang................................................................................ .... 1

1.2.Tujuan Penulisan............................................................................. .... 2

2.1 Peritonitis........................................................................................ .... 3

2.2 Etiologi........................................................................................... .... 3

2.3 Patofisiologi.................................................................................... .... 5

2.4 Klasifikasi....................................................................................... .... 8

2.5 Tanda dan Gejala............................................................................ .. 10

2.6 Komplikasi...................................................................................... .. 11

2.7 Pemeriksaan Penunjang.................................................................. .. 11

2.8 Diagnosa Keperawatan yang Muncul............................................. .. 11

2.9 Intervensi........................................................................................ .. 11

2.10 Penatalaksanaan Medis................................................................. .. 13

2.11 Dampak KDM.............................................................................. .. 13

2.12 Pengobatan................................................................................... .. 14

2.13 Prognosis...................................................................................... .. 15

3.1. Kesimpulan....................................................................................... 16

3.2. Saran................................................................................................. 17

BAB I

PENDAHULUAN

Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan di rongga perut


yang

biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini
memerlukan

penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya pada perforasi,
perdarahan

intraabdomen, infeksi, obstruksi dan strangulasi jalan cerna dapat menyebabkan


perforasi yang

mengakibatkan kontaminasi rongga perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah
peritonitis.

Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat


penyebaran

infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis, perforasi ulkus


gastroduodenal),

ruptura saluran cerna, komplikasi post operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka tembus
abdomen.

Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri (secara inokulasi
kecil-

kecilan); kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen, resistensi yang
menurun, dan adanya

benda asing atau enzim pencerna aktif, merupakan faktor-faktor yang memudahkan
terjadinya

Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap
keterlambatan

akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan morbiditas dan mortalitas.


Ketepatan

diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari kemampuan melakukan analisis

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

Dalam penulisan referat ini akan dibahas mengenai penanganan peritonitis. Peritonitis
selain

disebabkan oleh kelainan di dalam abdomen yang berupa inflamasi dan penyulitnya,
juga oleh ileus

obstruktif, iskemia dan perdarahan. Sebagian kelainan disebabkan oleh cidera


langsung atau tidak

langsung yang mengakibatkan perforasi saluran cerna atau perdarahan.

Tujuan dari penulisan ini adalah mahasiswa dapat memahami penyakit yang terjadi
pada organ

abdomen terutama pada peritoneum, dan penulis berharap mahasiswa tidak hanya
memahami penyakit

tersebut tapi mahasiswa juga dapat mengetahui penyebab gejala pengobatan dan
pencegahan dari

penyakit yang di alami khususnya penyakit peritonitis.

BAB II

PEMBAHASAN

Peritonitis adalah inflamasi peritoneum- lapisan membrane serosa rongga abdomen


dan

meliputi visera merupakan penyulit berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut
maupun kronis /

kumpulan tanda dan gejala, diantaranya nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi,
defans muscular, dan

Peritonitis merupakan sebuah proses peradangan pada membrane serosa yang


melingkupi

kavitas abdomen dan organ yang terletak didalamnyah. Peritonitis sering disebabkan
oleh infeksi

peradangan lingkungan sekitarnyah melalui perforasi usus seperti rupture appendiks


atau divertikulum

karena awalnya peritonitis merupakan lingkungan yang steril. Selain itu juga dapat
diakibatkan oleh

materi kimia yang irritan seperti asam lambung dari perforasi ulkus atau empedu dari
perforasi kantung

empeduatau laserasi hepar. Pada wanita sangat dimungkinkan peritonitis terlokalisasi


pada rongga

pelvis dari infeksi tuba falopi atau rupturnya kista ovari. Kasus peritonitis akut yang tidak
tertangani

Bentuk peritonitis yang paling sering ialah Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP) dan

peritonitis sekunder. SBP terjadi bukan karena ninfeksi intra abdomen,tetapi biasanya
terjadi pada

pasien yang asites terjadi kontaminasi hingga kerongga peritoneal sehinggan menjadi
translokasi

bakteri munuju dinding perut atau pembuluh limfe mesenterium, kadang terjadi
penyebaran hematogen

jika terjadi bakterimia dan akibat penyakit hati yang kronik. Semakin rendah kadar
protein cairan

asites, semakin tinggi risiko terjadinya peritonitis dan abses. Ini terjadi karena ikatan
opsonisasi yang

rendah antar molekul komponen asites pathogen yang paling sering menyebabkan
infeksi adalah

bakteri gram negative E. Coli 40%, Klebsiella pneumoniae 7%, spesies Pseudomonas,
Proteus dan

gram lainnya 20% dan bakteri gram positif yaitu Streptococcus pnemuminae 15%, jenis
Streptococcus

lain 15%, dan golongan Staphylococcus 3%, selain itu juga terdapat anaerob dan
infeksi campur

bakteri. Peritonitis sekunder yang paling sering terjadi disebabkan oleh perforasi atau
nekrosis (infeksi

transmural) organ-organ dalam dengan inokulasi bakteri rongga peritoneal terutama


disebabkan bakteri

gram positif yang berasal dari saluran cerna bagian atas. Peritonitis tersier terjadi
karena infeksi

peritoneal berulang setelah mendapatkan terapi SBP atau peritonitis sekunder yang
adekuat, bukan

berasal dari kelainan organ, pada pasien peritonisis tersier biasanya timbul abses atau
flagmon dengan

atau tanpa fistula. Selain itu juga terdapat peritonitis TB, peritonitis steril atau kimiawi
terjadi karena

iritasi bahan-bahan kimia, misalnya cairan empedu, barium, dan substansi kimia lain
atau prses

inflamasi transmural dari organ-organ dalam (Misalnya penyakit Crohn).

Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat
fibrinosa.

Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk di antara perlekatan fibrinosa, yang


menempel menjadi satu

dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. Perlekatan biasanya


menghilang bila infeksi

menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrosa, yang kelak dapat
mengakibatkan obstuksi

Peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membran mengalami


kebocoran.

Jika defisit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat menimbulkan
kematian sel.

Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interleukin, dapat memulai respon


hiperinflamatorius,

sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ.


Karena tubuh

mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal,
produk buangan

juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera
gagal begitu

Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami


oedem. Oedem

disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut meninggi.


Pengumpulan

cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ
intra peritoneal

dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan


hipovolemia.

Hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta

muntah.Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut


meningkatkan tekana

intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan
penurunan perfusi.

Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila
infeksi

menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum,


aktivitas peristaltik

berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang.
Cairan dan

elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan


sirkulasi dan oliguria.

Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat
mengganggu

pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus.

Sumbatan yang lama pada usus atau obstruksi usus dapat menimbulkan ileus karena
adanya

gangguan mekanik (sumbatan) maka terjadi peningkatan peristaltik usus sebagai usaha
untuk

mengatasi hambatan. Ileus ini dapat berupa ileus sederhana yaitu obstruksi usus yang
tidak disertai

terjepitnya pembuluh darah dan dapat bersifat total atau parsial, pada ileus stangulasi
obstruksi disertai

terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemi yang akan berakhir dengan nekrosis
atau ganggren

dan akhirnya terjadi perforasi usus dan karena penyebaran bakteri pada rongga
abdomen sehingga

Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan kuman S.
Typhi

yang masuk tubuh manusia melalui mulut dari makan dan air yang tercemar. Sebagian
kuman

dimusnahkan oleh asam lambung, sebagian lagi masuk keusus halus dan mencapai
jaringan limfoid

plaque peyeri di ileum terminalis yang mengalami hipertropi ditempat ini komplikasi
perdarahan dan

perforasi intestinal dapat terjadi, perforasi ileum pada tifus biasanya terjadi pada
penderita yang demam

selama kurang lebih 2 minggu yang disertai nyeri kepala, batuk dan malaise yang
disusul oleh nyeri

perut, nyeri tekan, defans muskuler, dan keadaan umum yang merosot karena
toksemia.

Perforasi tukak peptik khas ditandai oleh perangsangan peritoneum yang mulai di
epigastrium

dan meluas keseluruh peritonium akibat peritonitis generalisata. Perforasi lambung dan
duodenum

bagian depan menyebabkan peritonitis akut. Penderita yang mengalami perforasi ini
tampak kesakitan

hebat seperti ditikam di perut. Nyeri ini timbul mendadak terutama dirasakan di daerah
epigastrium

karena rangsangan peritonium oleh asam lambung, empedu dan atau enzim pankreas.
Kemudian

menyebar keseluruh perut menimbulkan nyeri seluruh perut pada awal perforasi, belum
ada infeksi

bakteria, kadang fase ini disebut fase peritonitis kimia, adanya nyeri di bahu
menunjukkan rangsangan

peritoneum berupa mengenceran zat asam garam yang merangsang, ini akan
mengurangi keluhan untuk

sementara sampai kemudian terjadi peritonitis bakteria.

Pada apendisitis biasanya biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks


oleh

hiperplasi folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis dan neoplasma.
Obstruksi

tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan,makin


lama mukus

tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan


sehingga

menyebabkan peningkatan tekanan intralumen dan menghambat aliran limfe yang


mengakibatkan

oedem, diapedesis bakteri, ulserasi mukosa, dan obstruksi vena sehingga udem
bertambah kemudian

aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan nekrosis
atau ganggren

dinding apendiks sehingga menimbulkan perforasi dan akhirnya mengakibatkan


peritonitis baik lokal

Pada trauma abdomen baik trauma tembus abdomen dan trauma tumpul abdomen
dapat

mengakibatkan peritonitis sampai dengan sepsis bila mengenai organ yang berongga
intra peritonial.

Rangsangan peritonial yang timbul sesuai dengan isi dari organ berongga tersebut,
mulai dari gaster

yang bersifat kimia sampai dengan kolon yang berisi feses. Rangsangan kimia
onsetnya paling cepat

dan feses paling lambat. Bila perforasi terjadi dibagian atas, misalnya didaerah lambung
maka akan

terjadi perangsangan segera sesudah trauma dan akan terjadi gejala peritonitis hebat
sedangkan bila

bagian bawah seperti kolon, mula-mula tidak terjadi gejala karena mikroorganisme
membutuhkan

waktu untuk berkembang biak baru setelah 24 jam timbul gejala akut abdomen karena
perangsangan

Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1.
Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen pada cavum
peritoneum

dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen.

Penyebabnya bersifat
Pneumococus.

monomikrobial,

biasanya

E.

Coli,

Sreptococus

atau

Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi dua, yaitu:

Spesifik : misalnya Tuberculosis

2.

Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis an Tonsilitis.

Faktor resiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi, keganasan
intraabdomen,

Kelompok resiko tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik,
lupus eritematosus

sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.

B. Peritonitis Bakterial Akut Sekunder (Supurativa)

Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi tractusi gastrointestinal atau
tractus

urinarius. Pada umumnya organism tunggal tidak akan menyebabkan peritonitis yang
fatal. Sinergisme

dari multipel organisme dapat memperberat terjadinya infeksi ini. Bakterii anaerob,
khususnya spesies

Bacteroides, dapat memperbesar pengaruh bakteri aerob dalam menimbulkan infeksi.

Selain itu luas dan lama kontaminasi suatu bakteri juga dapat memperberat suatu
peritonitis. Kuman

L
uka/trauma penetrasi, yang membawa kuman dari luar masuk ke dalam cavum
peritoneal.

Perforasi organ-organ dalam perut, contohnya peritonitis yang disebabkan oleh


bahan kimia, perforasi

usus sehingga feces keluar dari usus.

Komplikasi dari proses inflamasi organ-organ intra abdominal, misalnya appendisitis.

Peritonitis yang disebabkan oleh jamur

Peritonitis yang sumber kumannya tidak dapat ditemukan.

Merupakan peritonitis yang disebabkan oleh iritan langsung, sepertii misalnya empedu,
getah lambung,

D. Peritonitis Bentuk lain dari peritonitis:

Tanda-tanda peritonitis relative sama dengan infeksi berat yaitu demam tinggi atau
pasien yang

sepsis bisa menjadi hipotermia, tatikardi, dehidrasi hingga menjadi hipotensi. Nyeri
abdomen yang

hebat biasanya memiliki punctum maximum ditempat tertentu sebagai sumber infeksi.
Dinding perut

akan terasa tegang karena mekanisme antisipasi penderita secara tidak sadar untuk
menghindari

palpasinya yang menyakinkan atau tegang karena iritasi peritoneum. Pada wanita
dilakukan

pemeriksaan vagina bimanual untuk membedakan nyeri akibat pelvic inflammatoru


disease.

Pemeriksaan-pemeriksaan klinis ini bisa jadi positif palsu pada penderita dalam
keadaan imunosupresi

(misalnya diabetes berat, penggunaan steroid, pascatransplantasi, atau HIV), penderita


dengan

penurunan kesadaran (misalnya trauma cranial, ensefalopati toksik, syok sepsis, atau
penggunaan

analgesic), penderita dnegan paraplegia dan penderita geriatric.

Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan :

Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis.

Usus halus dan usus besar dilatasi.

Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.

2.8 Diagnosa Keperawatan yang Muncul

1. Nyeri bd proses inflamasi, demam dan kerusakan jaringan.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh bd muntah dan penghisapan usus.

Nyeri bd proses inflamasi, demam dan kerusakan jaringan

Persepsi klien tentang nyeri menurun, ditandai penurunan skala nyeri, dan tidak
meringis.

Kaji dan catat karakter dan beratnya nyeri setiap 1-2 jam

Setelah diagnosis, berikan narkotik, analgetik dan sedatif sesuai program untuk
meningkatkan

kenyamanan dan istirahat.

Pertahankan tirah baring ; istirahat, lingkungan yang tenang.

Pertahankan posisi nyaman ; semifowler.

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh bd muntah dan penghisapan usus.

Nutrisi pasien adekuat, ditandai BB stabil, albumin serum 3,5 s/d 5,5 g/dl.

Pertahankan pasien puasa sesuai program selama fase akut.

Bila mengalami ileus, selang NG akan dipasang untuk dekompresi abdomen.

Berikan cairan secara bertahap bila motilitas telah kembali, dibuktikan bising usus,
penurunan

distensi dan pasase flatus.

Bila diprogramkan dukung pasien dengan nutrisi parenteral.

Berikan pengganti cairan, elektrolit dan vitamin sesuai program.

1. Bila peritonitis meluas dan pembedahan dikontraindikasikan karena syok dan


kegagalan

sirkulasi, maka cairan oral dihindari dan diberikan cairan vena untuk mengganti
elektrolit dan

kehilangan protein. Biasanya selang usus dimasukkan melalui hidung ke dalam usus
untuk

mengurangi tekanan dalam usus.

2. Bila infeksi mulai reda dan kondisi pasien membaik, drainase bedah dan perbaikan
dapat

3. Pembedahan mungkin dilakukan untuk mencegah peritonitis, seperti apendiktomi.


Bila

perforasi tidak dicegah, intervensi pembedahan mayor adalah insisi dan drainase
terhadap abses.

Ruptur perineu Luka Terputusnya kontinuitas jaringan memudahkan


mikroorganisme masuk

kedalam tubuh Pengeluaran zat-zat mediator kimia kuman berkembang biak


Bradikinin,

histamine, serotonin menyebabkan infeksi Rangsangan ujung saraf(nociseptor)


Saraf afferent

Thalamus Cortex cerebri Saraf afferent Nyeri dipersepsikan Nyeri

Prinsip umum terapi pada peritonitis adalah :

a)

Penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena.

b)
Terapi antibiotika memegang peranan yang sangat penting dalam pengobatan
infeksi nifas.

Karena pemeriksaan-pemeriksaan ini memerlukan waktu, maka pengobatan perlu


dimulai tanpa

menunggu hasilnya. Dalam hal ini dapat diberikan penicillin dalam dosis tinggi atau
antibiotika dengan

spectrum luas, seperti ampicillin dan lain-lain.

c)

Terapi analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri.

Antiemetik dapat diberikan sebagai terapi untuk mual dan muntah. Intubasi usus dan

pengisapan membantu dalam menghilangkan distensi abdomen dan meningkatkan


fungsi usus. Cairan

dalam rongga abdomen dapat menyebabkan tekanan yang membatasi ekspansi paru
dan menyebabkan

Terapi oksigen dengan kanula nasal atau masker akan meningkatkan oksigenasi
secara adekuat,

tetapi kadang-kadang intubasi jalan napas dan bantuan ventilasi diperlukan.

d)
Tindakan bedah mencakup mengangkat materi terinfeksi dan memperbaiki
penyebab.

Tindakan pembedahan diarahkan kepada eksisi terutama bila terdapat


apendisitis, reseksi

dengan atau tanpa anastomosis (usus), memperbaiki pada ulkus peptikum yang
mengalami perforasi

atau divertikulitis dan drainase pada abses. Pada peradangan pankreas (pankreatitis
akut) atau penyakit

radang panggul pada wanita, pembedahan darurat biasanya tidak dilakukan. Diberikan
antibiotik yang

tepat, bila perlu beberapa macam antibiotik diberikan bersamaan.

Disamping pengobatan dengan antibiotika, tindakan-tindakan untuk mempertinggi daya


tahan

badan tetap perlu dilakukan. Perawatan baik sangat penting, makanan yang
mengandung zat-zat yang

diperlukan hendaknya diberikan dengan cara yang cocok dengan keadaan penderita,
dan bila perlu

14

Pada sellulitis pelvika dan pelvioperitonitis perlu diamat-amati dengan seksama apakah
terjadi

abses atau tidak. Jika terjadi abses, abses harus dibuka dengan menjaga supaya
nanah tidak masuk

kedalam rongga peritoneum dan pembuluh darah yang agak besar tidak sampai dilukai.

Prognosis untuk peritonitis lokal dan ringan adalah baik, sedangkan pada peritonitis
umum

prognosisnya mematikan akibat organisme virulen.

BAB III

PENUTUP

Peritonitis adalah peradangan pada peritonium yang merupakan pembungkus visera


dalam

rongga perut. Peritoneum adalah selaput tipis dan jernih yang membungkus organ perut
dan dinding

perut sebelah dalam. Peritonitis yang terlokalisir hanya dalam rongga pelvis disebut
pelvioperitonitis.

Penyebab peritonitis antara lain : penyebaran infeksi dari organ perut yang terinfeksi,
penyakit

radang panggul pada wanita yang masih aktif melakukan kegiatan seksual, infeksi dari
rahim dan

saluran telur, kelainan hati atau gagal jantung, peritonitis dapat terjadi setelah suatu
pembedahan,

dialisa peritoneal (pengobatan gagal ginjal), iritasi tanpa infeksi.

Patofisologi peritonitis adalah reaksi awal peritoneum terhadap invasi bakteri adalah
keluarnya

eksudat fibrinosa. Terbentuk kantong-kantong nanah (abses) diantara perlekatan


fibrinosa, yang

menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi.


Perlekatan biasanya

menghilang bila infeksi menghilang, tetapi dapat menetap sebagai pita-pita fibrinosa,
yang kelak dapat

menyebabkan terjadinya obstruksi usus.

Prinsip umum terapi pada peritonitis adalah :

a)

Penggantian cairan dan elektrolit yang hilang yang dilakukan secara intravena.

b)
Terapi antibiotika memegang peranan yang sangat penting dalam pengobatan
infeksi nifas.

c)

Terapi analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri.

d)
Tindakan bedah mencakup mengangkat materi terinfeksi dan memperbaiki
penyebab.

Kita sebagai seorang perawat dalam mengatasi masalah peritonitis di masyarakat


dapat

memberikan berbagai cara untuk mencegah peritonitis dan diharapkan mahasiswa/i


dapat memberikan

asuhan keperawatan khususnya pada klien yang mengalami peritonitis yang sesuai
dengan apa yang

Daftar Pustaka

1. Silvia A. Price. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, ECG ;


Jakarta Diagnosa

2. Keperawatan NANDA 2005-2006 Prima Medika : Jakarta

3. Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta

4. Peritonitis,http://www.medikastore.com/med/peritonitis_pyk.php?
dktg=7&UID 200705.

5. Bahan kuliah System Gastroenterohepatologi, Makassar: 2005

6. Subanada, Supadmi, Aryasa, dan Sudaryat. 2007. Beberapa Kelainan


Gastrointestinal yang
http://www.docfoc.com/makalah-peritonitis-2doc

http://www.docfoc.com/download/documents/makalah-peritonitis-2013-dr-drkoernia-swa-oetomo-spb-peritonitis

Anda mungkin juga menyukai