Anda di halaman 1dari 19

BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

LAPORAN KASUS
SEPTEMBER 2015

KUSTA TIPE BORDERLINE LEPROMATOUS (BL)

Disusun Oleh:
Risma Ayu Soraya
105420325 11
Pembimbing:
DR. dr. Hj. Sitti Musafirah, Sp.KK
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
MAKASSAR

2015

LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:
Nama
: Risma Ayu Soraya
NIM
: 105420325 11
Judul Lapsus : Kusta tipe borderline lepromatous (BL)
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu
Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah
Makassar.
Makassar, September 2015

Pembimbing

Mahasiswa

DR. dr. Hj. Sitti Musafirah, Sp.KKRisma Ayu Soraya

KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur penulis panjatkan kepada

Allah SWT atas karunia, rahmat,

kesehatan, dan keselamatan kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan laporan


kasusini dengan judul Kusta tipe Borderline Lepromatous.Tugas ini ditulis sebagai
salah satu syarat dalam menyelesaikan Kepanitraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin.
Berbagai hambatan dialami dalam penyusunan tugas laporan kasus ini. Namun
berkat bantuan, saran, kritikan, dan motivasi dari pembimbing serta teman-teman
sehingga tugas ini dapat terselesaikan.
Secara khusus penulis sampaikan rasa hormat dan terima kasih yang
mendalam kepada DR. dr. Hj. Sitti Musafirah, Sp.KK selaku pembimbing yang telah
banyak meluangkan waktu dengan tekun dan sabar dalam membimbing, memberikan
arahan dan koreksi selama proses penyusunan tugas ini hingga selesai.

Penulis menyadari bahwa laporan kasusini masih memiliki kekurangan dan


jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun untuk menyempurnakan laporan kasus ini.Akhir kata, penulis berharap
agar laporan kasus ini dapat memberi manfaat kepada semua orang.
Makassar, September2015

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
Kusta dikenal juga dengan namaLeprosy atau Morbus Hansen (MH). Kusta
merupakan penyakit infeksi yang kronik.Kuman penyebab adalah Mycobacterium
leprae yang bersifat intraseluler obligat ditemukan oleh G.A.Hansen pada tahun 1874
di Norwegia, yang sampai sekarang belum juga dapat dibiakkan dalam media
artifisial.M.Leprae merupakan mikroorganisme yang memiliki kecenderungan
menyerang kulit dan saraf.M. leprae berbentuk kuman dengan ukuran 3-8 m x 0,5
m, tahan asam dan alkohol serta positif Gram. Sebenarnya, M. leprae mempunyai
patogenitas dan daya invasi yang rendah, sebab penderita yang mengandung kuman
lebih banyak belum tentu memberikan gejala yang lebih berat, bahkan dapat
sebaliknya. Ketidakseimbangan antara derajat infeksi dengan derajat penyakit tidak
lain disebabkan oleh respons imun yang berbeda, yang menggugah timbulnya reaksi
granuloma setempat atau menyeluruh yang dapat sembuh sendiri atau progresif. Oleh

karena itu penyakit kusta dapat disebut sebagai penyakit imunologik. Gejala klinisnya
lebih sebanding dengan tingkat reaksi selularnya daripada intensitas infeksinya.1,2,3
Diagnosis penyakit kusta didasarkan gambaran klinis, bakterioskopis, dan
histopatologis.Ridley dan Jopling memperkenalkan istilah spektrum determinate pada
penyakit kusta yang terdiri atas berbagai tipe atau bentuk, yaitu Tuberculoid polar,
Borderline tuberculoid, Mid Borderline, Borderline lepromatous, Lepromatosa
indefinite, Lepromatous polar.1
Menurut WHO, kusta dibagi mejadi tipe multibasilar dan pausibasilar. Yang
termasuk dalam multibasilar adalah tipe LL, BL dan BB.Sedangkan tipe pausibasiler
adalah tipe I, TT dan BT. Banyak penyakit yang menjadi diagnosis banding dari
kusta.Untuk diagnosis banding tersebut di nilai dari bentuk kesamaan lesi. Untuk lesi
makula hipopigmentasi vitiligo, pityriasis alba, dan pityriasis versikolor dapat
menjadi diagnosis banding. Granuloma multiformis, sarkoidosis dan tuberkulosis
kutaneus merupakan diferensial diagnosis untuk lesi berbentuk plak.Untuk lesi
berbentuk papul dan nodul dermatofibroma, limfoma, dan sarkoidosis.4
Awal mulanya penyakit kusta ini tidak dapat diketahui dengan pasti, tetapi ada
yang berpendapat bahwa penyakit ini berasal dari Asia Tengah kemudian menyebar ke
Mesir, Eropa, Afrika, dan Amerika.Pemerintah Belanda membangun perkampungan
kusta di Sulawesi Selatan pada berbagai kabupaten sekitar tahun 1936.Badan
Kesehatan Dunia World Health Organization (WHO, 2013) melaporkan jumlah kasus
penderita kusta di dunia pada tiga bulan pertama di tahun 2013 terdaftar sebanyak
189.018 kasus sementara jumlah kasus baru yang terdeteksi pada tahun 2012
sebanyak 232.857 kasus.2 Pada tahun 2012 Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (Ditjen PP&PL) Kemenkes RI melaporkan di

Indonesia terdapat jumlah kasus baru kusta sebanyak 23.169 kasus. Sulawesi Selatan
pada tahun 2013 dilaporkan terdapat 746 kasus, serta data Kota Makassar sendiri
terdapat 128 kasus baru pada tahun 2013.5,14

BAB II
LAPORAN KASUS
Resume :
Seorang wanita umur 34 tahun datang ke Balai Penyakit Kulit dan Kelamin
dengan keluhan timbul bercak kemerahan yang banyak tanpa disertai rasa gatal
didaerah tangan dan hampir seluruh badan, penyebaran hampir simetris dengan
permukaan bercak yang berbatas jelas. Awal mula bercak muncul pertama kali di
lutut sekitar 10 bulan yang lalu dan memberat sejak sekitar 15 hari pertama puasa
ramadhan. Pasien juga mengeluh adanya nyeri tulang yang disertai demam.Riwayat
penyakit sebelumnya (-).Riwayat penyakit keluarga (-).Riwayat alergi (-).Riwayat
pengobatan (-).Riwayat lingkungan (-).
Status Presens :
Pemeriksaan klinis : Keadaan umum : sakit (ringan/sedang/berat) Kesadaran
(komposmentis/uncomposmentis)

Status Dermatology
Lokasi

: Seluruh badan (generalisata)

Ukuran

: Numular, plakat

Efloresensi

: Makula Eritema sirkumskrip, Plakat ukuran lentikular hingga

numular dengan penyebaran generalisata.


Pemeriksaan fisik
-

Ditemukan lesi kulit eritematous hampir seluruh badan disertai dengan anestesi pada

lesi.
Penebalan saraf perifer pada nervus ulnaris kiri dan kanan dan nervus tibialis posterior
kiri dan kanan.
Pemeriksaan Lab
BTA (-)
Diagnosis banding
1. Erisipelas
2. Psoriasis
3. Dermatitis Seboroik

Diagnosis
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan yang dilakukan maka
pasien didiagnosis dengan :
Kusta/Morbus Hansen/Leprae tipe BL (Borderline Lepromatous)
Terapi yang diberikan pada pasien :
1. Terapi sistemik
Dosis bulanan
R/ Rifampicin tab 300 mg No.II
1 dd II

R/ Clofazimine tab 100 mg No.III


1 dd III

R/ Dapsone tab 100 mg No.I


1 dd I
hari berikutnya,
R/Clofazimine 50 mg No.XXX
1 dd 1
R/ Dapsone tab 100 mg No.XXX
1 dd I
Prognosis :
-

Qou ad vitam
Quo ad function
Quo ad sanationam

: bonam
: bonam
: bonam

BAB III
PEMBAHASAN
Umtuk menetapkan diagnosis penyakit kusta perlu dicari tanda-tanda utama
atau Cardinal Sign, yaitu :7
1.

2.

Lesi (kelainan) kulit yang mati rasa.


Kelainan kulit /lesi dapat berbentuk bercak keputihan (hipopigmentasi)
atau kemerahan (erithematous) yang mati rasa (anestesi).
Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf.
Gangguan fungsi saraf imi merupakan akibat dari peradangan kronis saraf
tepi (neuritis perifer).
Gangguan fungsi saraf ini berupa :
a. Gangguan fungsi sensoris : mati rasa
b. Gangguan fungsi motoris : kelemahan otot (parese) atau kelumpuhan

3.

(paralisis).
c. Gangguan fungsi otonom : kulit kering dan retak retak.
Adanya kuman tahan asam di dalam kerokan jaringan kulit (BTA Positif).

Pemeriksaan kerokan kulit hanya dilakukan pada kasus yang meragukan.Seseorang


dinyatakan sebagai penderita kusta bilamana terdapat satu dari tanda-tanda diatas.7
Pada pasien inidilakukan perabaan pada daerah lesi dan ternyata lesi
tersebut merupakan lesi kulit yang anestesi.Terdapat juga penebalan saraf-saraf perifer
yaitu pada saraf ulnaris kiri dan kanan serta saraf tibialis posterior kiri dan kanan.
Sesuai dengan kepustakaan bahwa keterlibatan saraf pada kusta
merupakan salah satu bentuk neuropati perifer.Faktor yang berkontribusi pada
neuropati ini diperantarai sel inflamasi, disfungsi sel schwandan fibrosis pasca
inflamasi.Mycobacterium

leprae

merupakan

satu-satunya

basil

yang

dapat

menginfeksi sistem saraf tepi dan merupakan penyebab infeksi tersering neuropati
perifer.Perubahan patologis pada saraf disebabkan oleh invasi M.leprae pada sel
Schwann. Inflamasi dengan infiltrasi selular dan edema menyebabkan pembengkakan
pada saraf dan penekanan serabut saraf.Kerusakan saraf pada kusta mengenai
peripheral nerve trunk dan small dermal nerve. Saraf tepi yang terlibat yaitu pada
fibro-osseus tunnel dekat permukaan kulit meliputi Nervus (N.) auricularis magnus,
ulnaris, medianus, radiculocutaneus, poplitea lateralis,dan tibialis posterior.
Keterlibatan pada saraf ini menyebabkan pembesaran saraf, dengan atau tanpa nyeri
dengan pola penurunan fungsi sensoris dan motoris regional. Kerusakan small dermal
nerve menyebabkan keluhan anestesi parsial pada kusta tipe tuberkuloid dan borderline
tuberculoid, serta glove and stocking sensory loss pada tipe lepromatosa.5,14
Diagnosis penyakit kusta dapat ditegakkan jika dijumpai salah satu dari ketiga
tanda kardinal.Pemeriksaan bakterioskopik digunakan untuk membantu menegakkan
diagnosis dan pengamatan pengobatan. Sediaan dibuat dari kerokan/lesi kulit atau
usapan dan kerokan mukosa hidung yang diwarnai dengan pewarnaan terhadap basil
tahan asam (BTA), antara lain dengan Zhiel-Neelsen. 6,9
Pemeriksaan BTA pada kasus ini menunjukkan hasil yang negatif. Namun
gejala klinis dari pasien sangat mendukung untuk diagnosis kusta yaitu terdapat
beberapa lesi makula eritematous yang anestesi dan juga terdapat penebalan pada saraf
ulnaris kiri dan kanan serta saraf tibialis posterior kiri dan kanan yang sesuai dengan
tanda-tanda utama atau cardinal sign, hanya saja BTA memberikan hasil negatif.
Bakterioskopik negatif pada seorang penderita bukan berarti orang tersebut tidak
mengandung kuman M.Leprae.Hal ini bisa saja disebabkan karena adanya
kesalahandalam pengambilan apusan kulit. Selain itu juga, banyak pasien kusta yang
memiliki apusan kulit negatif , ini berarti bahwa meskipun mereka memiliki kusta basil

dalam tubuh mereka, ternyata kendalanya terlalu sedikit untuk dilihat di apusan
tersebut. Oleh karena itu, pasien ini dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan BTA
kembali 1 bulan kemudian.Jika BTA masih menunjukkan hasil yang negatif maka
dilakukan pemeriksaan histopatologik (biopsi kulit). Pemeriksaan ini dilakukan apabila
manifestasi klinis dan bakteriologik tidak jelas.5,8
Melihat jumlah lesi eritematous hampir di seluruh badan namun masih terdapat
bagian yang sehat dan distribusi lesi hampir simetris kiri dan kanan dimana permukaan
lesi halus mengkilat, batas jelas maka menurut Ridley dan Jompling termasuk kusta
dalam golongan borderline lepromatous (BL).
Berdasarkan kepustakaan bahwa kusta tipe BL secara klasik lesi dimulai
dengan makula.Awalnya hanya dalam jumlah sedikit dan dengan cepat menyebar ke
seluruh badan.Makula lebih jelas dan lebih bervariasi bentuknya.Bentuk lesi dapat
berupa makula, plakat, papul dengan jumlah yang sukar dihitung namun masih
terdapat kulit yang sehat.Distribusi lesi hampir simetris kiri dan kanan, permukaan
halus berkilat dengan batas yang jelas dan anestesia tidak jelas. Pada pemeriksaan
BTA yang diambil dari lesi kulit ditemukan banyak namun pada sekret hidung
biasanya negatif.5,6
Berdasarkan diagnosis pasien kusta dengan tipe BL maka terdapat beberapa
diagnosis banding yaitu erisipelas, psoriasis dan dermatitis seboroik.
Erisipelas merupakan peradangan akut pada kulit yang disebabkan oleh
Streptococcus dengan gejala utama kemerahan kulit.Perjalanan penyakit termasuk
keluhan utama dan keluhan tambahan seperti demam dan malaise.Lesi dimulai
dengan luka-luka kecil di kulit selanjutnya menjadi merah cerah, berbatas tegas,
edema dan nyeri tekan.Terasa panas pada perbaan, di bagian tengah terkadang
ditemukan vesikel atau bula, pada tempat masuknya kuman. Daerah predileksinya
pada kaki, tangan dan wajah.10

Gambar Penyakit Erisipelas


Psoriasi merupakan penyakit autoimun yang terjadi akibat sel T yang
merangsang secara berlebihan respon imun sehingga terjadi inflamasi dan
pembentukan sepat sel-sel kulit.Bentuk klasik psoriasis adalah terbentuknya sisik
yang tebal berwarna perak pada kulit yang berwarna merah akibat terjadinya
radang.Sisik biasanya terasa gatal dan panas. Daerah kulit yang sering menunjukkan
gejala psoriasis ialah di bagian permukaan ekstensor kulit daerah siku, tumit, kilit
kepala, punggung bagian bawah dan telapak kaki.11

Gambar Penyakit Psoriasis


Dermatitis seboroik adalah kelainan kulit yang kronis dengan predileksi di
daerah kaya

kelenjar sebasea. Dermatitis seboroik dapat merupakan tanda awal

infeksi HIV. Lokasi yang terkena seringkali di daerah kulit kepala berambut, wajah,
alis, lipat naasobial, lipatan telinga dan liang telinga, bagian atas tengah, dada dan

punggung, lipat gluteus, inguinal, genital, ketiak. Dapat ditemukan skuama kuning
berminyak, eksematosa ringan, kadang disertai rasa gatal dan menyengat. Dapat
dijumpai kemerahan perifolikular pada tahap lanjut menjadi plak ertitematosa
berkonfluens, bahkan dapat membentuk rangkaian plak di sepanjang batas rambut
frontal dan disebut sebagai korona seboroika.6,15

Gambar Dermatitis Seboroik


Penderita kusta harus diobati dengan kombinasi obat, kombinasi obat ini
dikenal sebagai Multi Drug Therapy atau MDT.Pada pasien ini (Kusta tipe BL)
diberikan terapi MDT dengan tiga jenis obat yaitu Rifampicin, Dapson dan
Klofazimin yang telah diterapkan sejak tahun 1981.Pengobatan kusta tipe MB
diberikan selama 12 bulan.Ini harus diselesaikan dalam waktu 18 bulan atau kurang.
Setelah minum dosis ini dinyatakan RFT (Release From Treatment) yaitu berhenti
minum obat.8,12MDT untuk multibasilar (BB, BL, LL, atau semua tipe dengan BTA
positif) adalah rifampisin 600 mg setiap bulan, dalam pengawasan, DDS 100 mg
setiap hari, dan klofazimin 300 mg setiap bulan, dalam pengawasan, diteruskan 50 mg
sehari atau 100 mg selama sehari atau 3 kali 100 mg setiap minggu. Apabila
bakterioskopis masih positif, pengobatan harus dilanjutkan sampai bakterioskopis
negatif.Selama pengobatan dilakukan pemeriksaan secara klinis setiap bulan dan

secara bakterioskopis minimal setiap 3 bulan.Jadi besar kemungkinan pengobatan


kusta multibasilar ini hanya selama 2 sampai 3 tahun.Setelah RFT dilakukan tindak
lanjut (tanpa pengobatan) secara klinis dan bakterioskopis minimal setiap tahun
selama 5 tahun.
Komplikasi kusta, sebagai kontras dengan cedera akibat langsung dari respon
host M.leprae, muncul cedera saraf perifer atau insufisiensi vena. Sekitar seperempat
sampai sepertiga dari pasien yang baru didiagnosis kusta memiliki, atau pada akhirnya
akan memiliki beberapa kecacatan kronis sekunder untuk cedera saraf ireversibel,
biasanya pada tangan atau kaki, atau dari keterlibatan mata. Keruntuhan hidung
(saddle nose) pada tipe LL adalah akibat kontraktur jaringan parut yang telah
menggantikan tulang dan tulan rawan.4
Sebagai seorang dokter, kita harus memberikan edukasi kepada penderita
kusta.Pengobatan pada penyakit ini lama dan mesti teratur demi penyembuhan dan
prognosis pasien, menghindari faktor penyebab, melakukan proteksi dini dengan
menggunakan alas kaki, pelindung kulit dikarenakan penyakit ini banyak
menimbulkan ulkus akibat luka yang tidak dirasakan oleh pasien dan segera konsultai
ke dokter apabila terdapat reaksi pada penyakit kusta.

Lampiran Status
Identitas Pasien
Nama

: Ny. R

Umur

: 29 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Agama

: Islam

Pekerjaan

: IRT

Pendidikan

: SMP

Status Perkawinan

: Kawin

Tanggal Masuk Poli

: 14 Agustus 2015

Anamnesis

: Autoanamnesis

Keluhan utama

: Bercak kemerahan pada tubuh

Anamnesis terpimpin :
Seorang wanita umur 34 tahun datang ke Balai Penyakit Kulit dan Kelamin
dengan keluhan timbul bercak kemerahan yang banyak tanpa disertai rasa gatal
didaerah tangan dan hampir seluruh badan, penyebaran hampir simetris dengan

permukaan bercak yang berbatas jelas. Awal mula bercak muncul pertama kali di
lutut sekitar 10 bulan yang lalu dan memberat sejak sekitar 15 hari pertama puasa
ramadhan. Pasien juga mengeluh adanya nyeri tulang yang disertai demam.Riwayat
penyakit sebelumnya (-).Riwayat penyakit keluarga (-).Riwayat alergi (-).Riwayat
pengobatan (-).Riwayat lingkungan (-).

DAFTAR PUSTAKA
1. Budimulja U. Mikosis. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S editors. Ilmu Penyakit
Kulit Dan Kelamin.5th Ed.Jakarta: Balai Penerbit FKUI. p. 89-105.
2. Rea TH., Modlin RL. Leprosy, In: Wolff K, Goldsmith AL, Katz IS, Gilchrest AB,
Paller SA, Leffel JD editors. Fitzpatricks Dermatology In General Medecine. 7th Ed.
New York: Mc Grew Hill Medical;2008.p. 1786-96.
3. Bhat M R, Prakash C. July 2012. Leprosy: An overview of pathopysiology. Eliete
Cal Romero. Department of Dermatology, Father Medical College, Karnataka,
Mangalore 572002, India. Volume: 2012. Available on http://downloads.hindawi.com/
jurnal/ipid/2012/181089.pdf. Diakses pada tanggal 30 Agustus 2015.
4. Lockwood DNJ. Leprosy, In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C editors.
Rooks Textbook of Dermatology. 8th Ed.Willey-Blackwell;2010. p. 32.1-32.19.
5. Amiruddin, M.D. Klasifikasi kusta dalam : Penyakit kusta, sebuah pendekatan klinis.
Wijaya, A. (Editor), Edisi 1, Surabaya 2012. Hal:1-3,29-37.
6. Menaldi SW Linuwi Sri, Bramono K, Indriatmi w, Editor. Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Edisi ke-7. Jakarta : 2015. Balai Penerbit: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Hal: 87-102.

7. Musafirah, Sitti. Program pengendalian penyakit kusta untuk kepaniteraan klinik.


2013. Hal: 1-38.
8. The International Leprae of Anti-Leprosy Association (ILEP). How to diagnose and
treat leprosy. England : 2001.
9. William D, James WD, Berger TG, Elston DM, Gabbedy R editor. Hansens Disease.
Andrews Disease of The Skin Clinical Dermatology. 11th Edition. USA. Hal: 343-351
10. Siregar, R.S. Atlas berwarna saripati penyakit kulit. Hartanto,H (Editor), Edisi
2.Jakarta : EGC, 2004. Hal: 156-9
11. Soedarto. Alergi dan penyakit sistem imun. Jakarta : Sagung Seto, 2012. Hal: 187-191
12. World Health Organization. A guide to elimintating leprosy as a public health
problem. Edisi ke-1. Geneva. WHO 1995.
13. Lisdawati A, Rismayanti, Wahiduddin. Faktor resiko kondisi hunian terhadap kejadian
penyakit

kusta

di

kota

Makassar.

Availabe

on

http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/10649/LISDAWATI
%20ADWAN%20K11110915.pdf?sequence=1 . Diakses pada tanggal 2 September
2015.
14. Sagita C, Siswati AS. Pure Neural Leprosy. Bagian/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin

FK

UGM/RS

Dr.Sardjito.

Yogyakarta.

Availble

http://perdoski.org/doc/mdvi/fulltext/13/61/Dr._Catharina_S_(LKasus).doc.

on

Diakses

pada tanggal 2 September 2015.


15. Luigi Naldi M.D, Alfredo Rebora M.D. Seborrheic Dermatitis. The New England
Journal

of

Medicine.

January

22,

2009.

Availabe

on

file:///C:/Users/Iis/Desktop/nejmcp0806464.pdf. Diakses pada tanggal 2 september


2015

Anda mungkin juga menyukai