Pemeriksaan Fisik Dan Pengkajian Pada Sistem Persyarafan
Pemeriksaan Fisik Dan Pengkajian Pada Sistem Persyarafan
PERSYARAFAN
PEMERIKSAAN FISIK DAN PENGKAJIAN
PADA SISTEM PERSYARAFAN
1.1
1.3
Refleks hammer
b. Garputala
c.
Opthalmoskop
f.
Jarum steril
g. Spatel tongue
h. 2 tabung berisi air hangat dan air dingin
i.
j.
k. Bahan-bahan yang berasa asin, manis atau asam seperti garam, gula, atau cuka
l.
Baju periksa
m. Sarung tangan
1.3.2 Untuk Pemeriksa
Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan, sesuaikan urutan pemeriksaan dengan keadaan
umum klien, mulailah pemeriksaan fisik sejak awal kontak dengan klien dan gunakan general
precaution, metode yang digunakan cepalo kadral atau distal ke proksimal.
1.4
mata tertutup klien diminta menebak bau tersebut. Lakukan untuk lubang hidung yang
satunya.
b. Fungsi saraf kranial II (N. Optikus)
Catat kelainan pada mata seperti katarak dan infeksi sebelum pemeriksaan. Periksa ketajaman
dengan membaca, perhatikan jarak baca atau menggunakan snellenchart untuk jarak jauh.
Periksa lapang pandang: Klien berhadapan dengan pemeriksa 60-100 cm, minta untuk
menutup sebelah mata dan pemeriksa juga menutup sebelah mata dengan mata yang
berlawanan dengan mata klien. Gunakan benda yang berasal dari arah luar klien dank lien
diminta ,mengucapkan ya bila pertama melihat benda tersebut. Ulangi pemeriksaan yang
sama dengan mata yang sebelahnya. Ukur berapa derajat kemampuan klien saat pertama kali
melihat objek. Gunakan opthalmoskop untuk melihat fundus dan optic disk (warna dan
bentuk)
c.
Fungsi saraf kranial III, IV, VI (N. Okulomotoris, Troklear dan Abdusen)
Pada mata diobservasi apakah ada odema palpebra, hiperemi konjungtiva, dan ptosis kelopak
mata
Pada pupil diperiksa reaksi terhadap cahaya, ukuran pupil, dan adanya perdarahan pupil
Pada gerakan bola mata diperiksa enam lapang pandang (enam posisi cardinal) yaitu lateral,
lateral ke atas, medial atas, medial bawah lateral bawah. Minta klien mengikuti arah telunjuk
pemeriksa dengan bolamatanya
Pemeriksaan motorik dengan mengatupkan rahang dan merapatkan gigi periksa otot maseter
dan temporalis kiri dan kanan periksa kekuatan ototnya, minta klien melakukan gerakan
mengunyah dan lihat kesimetrisan gerakan mandibula.
e.
f.
i.
a.
Biseps: Klien diminta duduk dengan rilekx dan meletakkan kedua lengan diatas paha,
dukung lengan bawah klien dengan tangan non dominan, letakkan ibujari lengan non
dominan diatas tendon bisep, pukulkan refleks hammer pada ibu jari, observasi kontraksi otot
biseps (fleksi siku)
b.
Triseps: Minta klien duduk, dukung siku dengan tangan non dominan, pukulkan refleks
hammer pada prosesus olekranon, observasi kontraksi otot triseps (ekstensi siku).
c.
Brachioradialis: Minta klien duduk dan meletakkan kedua tangan di atas paha dengan posisi
pronasi, pukulkan hammer diatas tendon (2-3 inchi dari pergelangan tangan), observasi fleksi
dan supinasi telapak tangan.
d. Patelar: Minta klien duduk dengan lulut digantung fleksi, palpasi lokasi patella (interior dari
patella), pukulkan reflek hammer, perhatikan ekstensi otot quadriceps.
e.
Tendon archiles: Pegang telapak kaki klien dengan tangan non dominant, pukul tendon
archiles dengan mengguanakan bagian lebar refleks hammer, obsvasi plantar leksi telapak
kaki.
f.
Plantar: Minta klien tidur terlentang dengan kedua tungkai sedikit eksternal rotasi, stimulasi
telapak kaki klien dengan ujung tajam refleks hammer mulai dari tumit kearah bagain sisi
luar telapak kaki, observasi gerakan telapak kaki (normal jika gerakan plantar fleksi dan jarijari kaki fleksi).
g. abdomen: minta klien tidur terlentang, sentuhkan ujung aplikator ke kulit di bagian abdomen
mulai dari arah lateral ke umbilical, observasi kontraksi otot abdomen, lakuakan prosedur
tersebut pada keempat area abdomen.
1.5
1.5.1 Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab
semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya..
1.5.2 Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya
acuh tak acuh.
1.5.3 Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak,
berhalusinasi, kadang berhayal.
1.5.4 Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat,
mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi
jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
1.5.5 Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.
1.5.6 Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan
apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil
terhadap cahaya).
Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai faktor, termasuk
perubahan dalam lingkungan kimia otak seperti keracunan, kekurangan oksigen karena
berkurangnya aliran darah ke otak, dan tekanan berlebihan di dalam rongga tulang kepala.
Adanya defisit tingkat kesadaran memberi kesan adanya hemiparese serebral atau
sistem aktivitas reticular mengalami injuri. Penurunan tingkat kesadaran berhubungan dengan
peningkatan angka morbiditas (kecacatan) dan mortalitas (kematian).
1.6
1.6.1
Penyebab
Penurunan
Kesadaran
Penurunan tingkat kesadaran mengindikasikan difisit fungsi otak. Tingkat kesadaran dapat
menurun ketika otak mengalami kekurangan oksigen (hipoksia); kekurangan aliran darah
(seperti pada keadaan syok); penyakit metabolic seperti diabetes mellitus (koma ketoasidosis)
; pada keadaan hipo atau hipernatremia ; dehidrasi; asidosis, alkalosis; pengaruh obat-obatan,
alkohol, keracunan: hipertermia, hipotermia; peningkatan tekanan intrakranial (karena
perdarahan, stroke, tomor otak); infeksi (encephalitis); epilepsi.
1.6.2
Mengukur
Tingkat
Kesadaran
Salah satu cara untuk mengukur tingkat kesadaran dengan hasil seobjektif mungkin adalah
menggunakan GCS (Glasgow Coma Scale). GCS dipakai untuk menentukan derajat cidera
kepala. Reflek membuka mata, respon verbal, dan motorik diukur dan hasil pengukuran
dijumlahkan jika kurang dari 13, makan dikatakan seseorang mengalami cidera kepala, yang
menunjukan adanya penurunan kesadaran. Metoda lain adalah menggunakan sistem AVPU,
dimana pasien diperiksa apakah sadar baik (alert), berespon dengan kata-kata (verbal), hanya
berespon jika dirangsang nyeri (pain), atau pasien tidak sadar sehingga tidak berespon baik
verbal
maupun
diberi
rangsang
nyeri
(unresponsive).
Ada metoda lain yang lebih sederhana dan lebih mudah dari GCS dengan hasil yang kurang
lebih sama akuratnya, yaitu skala ACDU, pasien diperiksa kesadarannya apakah baik
(alertness), bingung / kacau (confusion), mudah tertidur (drowsiness), dan tidak ada respon
(unresponsiveness).
1.7
nilai
nilai
nilai
nilai
nilai
nilai
Fleksi (menarik)
nilai
nilai
nilai
niali
nilai
nilai
nilai
Berguman
nilai
nilai
Jika klien menggunakan ETT atau tracheostomi maka tulis E untuk ETT dan T
untuk tracheostomy.
a. Tanyakan waktu, tanggal, tempat, dan alas an berkunjung ke rumah sakit