Anda di halaman 1dari 9

PEMERIKSAAN FISIK DAN PENGKAJIAN PADA SISTEM

PERSYARAFAN
PEMERIKSAAN FISIK DAN PENGKAJIAN
PADA SISTEM PERSYARAFAN
1.1

Pengertian Pemeriksaan Fisik Persyarafan


Tubuh manusia akan berada dalam kondisi sehat jika mampu berespon dengan
tepat terhadap perubahan-perubahan lingkungan secara terkoordinasi. Tubuh memerlukan
koordinasi yang baik . Salah satu sistem komunikasi dalam tubuh adalah sistem saraf.
Pengkajian system persarafan merupakan salah satu aspek yang sangat penting untuk
dilakukan dalam rangka menentukan diagnosa keperawatan tepat dan melakukan tindakan
perawatan yang sesuai. Pada akhirnya perawat dapat mempertahankan dan meningkatkan
status kesehatan klien.
Pemeriksaan persarafan terdiri dari dua tahapan penting yaitu pengkajian yang
berupa wawancara yang berhubungan dengan riwayat kesehatan klien yang berhubungan
dengan system persarafan seperti riwayat hiopertensi, stroke, radang otak, atau selaput otak,
penggunaan obat-obatan dan alcohol, dan penggunaan obat yang diminum secara teratur.
Tahapan selanjutnya adalah pemeriksaan fisik

meliputi pemeriksaan status mental,

pemeriksaan saraf cranial, pemeriksaan motorik, pemeriksaan sensorik, dan pemeriksaan


reflex. Dalam melakukan pemeriksaan fisik diperhatikan prinsip-prinsip head to toe,
chepalocaudal dan proximodistal. Harus pula diperhatikan keamanan klien dan privacy klien.
1.2

Tujuan Pemeriksaan Fisik Persyarafan


Pada pemeriksaan fisik klien dengan gangguan sistem persarafan secara umum
biasanya menggunakan teknik pengkajian persistem sama seperti pemeriksaan medikal bedah
lainnya. Pemeriksaan fisik ini dilakukan sebagaimana pemeriksaan fisik lainnya dan
bertujuan untuk mengevaluasi keadaan fisik klien secara umum dan juga menilai apakah ada
indikasi penyakit lainnya selain kelainan neurologis. Dalam melakukan pemeriksaan fisik
sistem persyarafan seorang perawat memerlukan pengetahuan tentang anatomi, fisiologi, dan
patofisiologi dari sistem persyarafan. Pengalaman dan keterampilan perawat diperlukan
dalam pengkajian dasar kemampuan fungsional sampai manuver pemeriksaan diagnostik
cangih yang dapat menegakkan diagnosis kelainan pada sistem persyarafan.

1.3

Persiapan Alat Pemeriksaan Fisik Persyarafan

1.3.1 Siapkan peralatan yang diperlukan:


a.

Refleks hammer

b. Garputala
c.

Kapas dan lidi

d. Penlight atau senter kecil


e.

Opthalmoskop

f.

Jarum steril

g. Spatel tongue
h. 2 tabung berisi air hangat dan air dingin
i.

Objek yang dapat disentuh seperti peniti atau uang receh

j.

Bahan-bahan beraroma tajam seperti kopi, vanilla atau parfum

k. Bahan-bahan yang berasa asin, manis atau asam seperti garam, gula, atau cuka
l.

Baju periksa

m. Sarung tangan
1.3.2 Untuk Pemeriksa
Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan, sesuaikan urutan pemeriksaan dengan keadaan
umum klien, mulailah pemeriksaan fisik sejak awal kontak dengan klien dan gunakan general
precaution, metode yang digunakan cepalo kadral atau distal ke proksimal.
1.4

Prosedur Pemeriksaan Fisik Persyarafan


Atur posisi klien, mintalah klien untuk duduk disisi tempat tidur. Amati cara
berpakaian klien, postur tubuh klien, ekspresi wajah dan kemampuan bicara, intonasi, keras
lembut, pemilihan kata dan kemudahan berespon terhadap pertanyaan. Nilai kesadara dengan
menggunakan patokan Glasgow Coma Scale (GCS). Tanyakan waktu, tanggal, tempat dan
alasan berkunjung, kaji kemampuan klien dalam berhitung dan mulailah dengan perhitungan
yang sederhana. Kaji kemampuan klien untuk berfikir abstrak.

1.4.1 Saraf Kranial


a. Fungsi saraf kranial I (N Olvaktorius)
Pastikan rongga hidung tidak tersumbat oleh apapun dan cukup bersih. Lakukan pemeriksaan
dengan menutup sebelah lubang hidung klien dan dekatkan bau-bauan seperti kopi dengan

mata tertutup klien diminta menebak bau tersebut. Lakukan untuk lubang hidung yang
satunya.
b. Fungsi saraf kranial II (N. Optikus)
Catat kelainan pada mata seperti katarak dan infeksi sebelum pemeriksaan. Periksa ketajaman
dengan membaca, perhatikan jarak baca atau menggunakan snellenchart untuk jarak jauh.
Periksa lapang pandang: Klien berhadapan dengan pemeriksa 60-100 cm, minta untuk
menutup sebelah mata dan pemeriksa juga menutup sebelah mata dengan mata yang
berlawanan dengan mata klien. Gunakan benda yang berasal dari arah luar klien dank lien
diminta ,mengucapkan ya bila pertama melihat benda tersebut. Ulangi pemeriksaan yang
sama dengan mata yang sebelahnya. Ukur berapa derajat kemampuan klien saat pertama kali
melihat objek. Gunakan opthalmoskop untuk melihat fundus dan optic disk (warna dan
bentuk)
c.

Fungsi saraf kranial III, IV, VI (N. Okulomotoris, Troklear dan Abdusen)
Pada mata diobservasi apakah ada odema palpebra, hiperemi konjungtiva, dan ptosis kelopak
mata
Pada pupil diperiksa reaksi terhadap cahaya, ukuran pupil, dan adanya perdarahan pupil
Pada gerakan bola mata diperiksa enam lapang pandang (enam posisi cardinal) yaitu lateral,
lateral ke atas, medial atas, medial bawah lateral bawah. Minta klien mengikuti arah telunjuk
pemeriksa dengan bolamatanya

d. Fungsi saraf kranial V (N. Trigeminus)


Fungsi sensorik diperiksa dengan menyentuh kilit wajah daerah maxilla, mandibula dan
frontal dengan mengguanakan kapas. Minta klien mengucapkan ya bila merasakan sentuhan,
lakukan kanan dan kiri.
Dengan menggunakan sensori nyeri menggunakan ujung jarum atau peniti di ketiga area
wajah tadi dan minta membedakan benda tajam dan tumpul.
Dengan mengguanakan suhu panas dan dingin juag dapat dilakukan diketiga area wajah
tersebut. Minta klien menyebutkan area mana yang merasakan sentuhan. Jangan lupa mata
klien ditutup sebelum pemeriksaan.
Dengan rasa getar dapat pukla dilakukan dengan menggunakan garputala yang digetarkan
dan disentuhkan ke ketiga daerah wajah tadi dan minta klien mengatakan getaran tersebut
terasa atau tidak
Pemerikasaan corneal dapat dilakukan dengan meminta klien melihat lurus ke depan,
dekatkan gulungan kapas kecil dari samping kea rah mata dan lihat refleks menutup mata.

Pemeriksaan motorik dengan mengatupkan rahang dan merapatkan gigi periksa otot maseter
dan temporalis kiri dan kanan periksa kekuatan ototnya, minta klien melakukan gerakan
mengunyah dan lihat kesimetrisan gerakan mandibula.
e.

Fungsi saraf kranial VII (N. Fasialis)


Fungsi sensorik dengan mencelupkan lidi kapas ke air garam dan sentuhkan ke ujung lidah,
minta klien mengidentifikasi rasa ulangi untuk gula dan asam
Fungsi mootorik dengan meminta klien tersenyum, bersiul, mengangkat kedua al;is
berbarengan, menggembungkan pipi. Lihat kesimetrisan kanan dan kiri. Periksa kekuatan
otot bagian atas dan bawah, minta klien memejampan mata kuat-kuat dan coba untuk
membukanya, minta pula klien utnuk menggembungkan pipi dan tekan dengan kedua jari.

f.

Fungsi saraf kranial VIII (N. Vestibulokoklear)


cabang vestibulo dengan menggunakan test pendengaran mengguanakan weber test dan
rhinne test
Cabang choclear dengan rombreng test dengan cara meminta klien berdiri tegak, kedua kaki
rapat, kedua lengan disisi tubuh, lalu observasi adanya ayunan tubuh, minta klien menutup
mata tanpa mengubah posisi, lihat apakah klien dapat mempertahankan posisi

g. Fungsi saraf kranial IX dan X (N. Glosovaringeus dan Vagus)


Minta klien mengucapkan aa lihat gerakan ovula dan palatum, normal bila uvula terletak di
tengan dan palatum sedikit terangkat.
Periksa gag refleks dengan menyentuh bagian dinding belakang faring menggunakan
aplikator dan observasi gerakan faring.
Periksa aktifitas motorik faring dengan meminta klien menel;an air sedikit, observasi gerakan
meelan dan kesulitan menelan. Periksa getaran pita suara saat klien berbicara.
h. Fungsi saraf kranial XI(N. Asesoris)
Periksa fungsi trapezius dengan meminta klien menggerakkan kedua bahu secara bersamaan
dan observasi kesimetrisan gerakan.
Periksa fungsi otot sternocleidomastoideus dengan meminta klien menoleh ke kanan dank e
kiri, minta klien mendekatkan telinga ke bahu kanan dan kiri bergantian tanpa mengangkat
bahu lalu observasi rentang pergerakan sendi
Periksa kekuatanotottrapezius dengan menahan kedua bahu klien dengan kedua telapak
tangan danminta klien mendorong telapak tangan pemeriksa sekuat-kuatnya ke atas,
perhatikan kekuatan daya dorong.
Periksa kekuatan otot sternocleidomastoideus dengan meminta klien untuk menoleh kesatu
sisi melawan tahanan telapak tangan pemeriksa, perhatikan kekuatan daya dorong

i.

Fugsi saraf kranial XII (N. Hipoglosus)


Periksa pergerakan lidah, menggerakkan lidah kekiri dan ke kanan, observasi kesimetrisan
gerakan lidah
Periksa kekuatan lidah dengan meminta klien mendorong salah satu pipi dengan ujung lidah,
dorong bagian luar pipi dengan ujung lidah, dorong kedua pipi dengan kedua jari, observasi
kekuatan lidah, ulangi pemeriksaan sisi yang lain

1.4.2 Fungsi Motorik


Kaji cara berjalan dan keseimbangan dengan mengobservasi cara berjalan, kemudahan
berjalan, dan koordinasi gerakan tangan dan kaki. Minta klien berjalan dengan menyentuhkan
ibujari pada tumit kaki yang lain (heel to toe), minta klien jalan jinjit dan minta klien berjalan
dengan bertumpu pada tumit.
Lakukan romberg test
Lakukan pemeriksaan jari hidung dengan mata terbuka dan tertutup, evaluasi perbedaan yang
terjadi.
Tes pronasi dan supinasi dengan meminta klien duduk dan meletakan telapak tangan di paha,
minta untuk melakukan pronasi dan supinasi bergantian dengan cepat. Observasi kecepatan,
irama, dan kehalusan gerakan.
Melakukan pemeriksaan heel to shin test dengan meminta klien tidur pada posisi supine,
minta klien menggesekkan tuimit telapak kaki kiri sepanjang tulang tibia tungkai kanan dari
bawah lutut sampai ke pergelangan kaki. Ulangi pada kaki kanan. Observasi kemudahan
klien menggerakkan tumit pada garis lurus
1.4.3 Fungsi Sensorik
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengevaluasi respon klien terhadap beberapa stimulus.
Pemeriksaan harus selalu menanyakan kepada klien jenis stimulus. Pemeriksaan dilakukan
dengan memberikan stimulus secara acak pada bagian tubuh klien dan dapat berupa sentuhan
ringan seperti kapas, tumpul dan tajam, suhu, getaran, identifikasi objek tanpa melihat objek
(stereognosis test), merasakan tulisan di tangan (graphesthesia test), kemampuan
membedakan dua titik, kemampuan mengidentifikasi bagian tubuh yang diberi sentuhan
dengan menutup mata (topognosis test)
1.4.4 Fungsi Refleks

a.

Biseps: Klien diminta duduk dengan rilekx dan meletakkan kedua lengan diatas paha,
dukung lengan bawah klien dengan tangan non dominan, letakkan ibujari lengan non
dominan diatas tendon bisep, pukulkan refleks hammer pada ibu jari, observasi kontraksi otot
biseps (fleksi siku)

b.

Triseps: Minta klien duduk, dukung siku dengan tangan non dominan, pukulkan refleks
hammer pada prosesus olekranon, observasi kontraksi otot triseps (ekstensi siku).

c.

Brachioradialis: Minta klien duduk dan meletakkan kedua tangan di atas paha dengan posisi
pronasi, pukulkan hammer diatas tendon (2-3 inchi dari pergelangan tangan), observasi fleksi
dan supinasi telapak tangan.

d. Patelar: Minta klien duduk dengan lulut digantung fleksi, palpasi lokasi patella (interior dari
patella), pukulkan reflek hammer, perhatikan ekstensi otot quadriceps.
e.

Tendon archiles: Pegang telapak kaki klien dengan tangan non dominant, pukul tendon
archiles dengan mengguanakan bagian lebar refleks hammer, obsvasi plantar leksi telapak
kaki.

f.

Plantar: Minta klien tidur terlentang dengan kedua tungkai sedikit eksternal rotasi, stimulasi
telapak kaki klien dengan ujung tajam refleks hammer mulai dari tumit kearah bagain sisi
luar telapak kaki, observasi gerakan telapak kaki (normal jika gerakan plantar fleksi dan jarijari kaki fleksi).

g. abdomen: minta klien tidur terlentang, sentuhkan ujung aplikator ke kulit di bagian abdomen
mulai dari arah lateral ke umbilical, observasi kontraksi otot abdomen, lakuakan prosedur
tersebut pada keempat area abdomen.
1.5

Indikasi Pemeriksaan GCS dan Refleks


Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon seseorang terhadap
rangsangan dari lingkungan, tingkat kesadaran dibedakan menjadi :

1.5.1 Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat menjawab
semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya..
1.5.2 Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya
acuh tak acuh.
1.5.3 Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriak-teriak,
berhalusinasi, kadang berhayal.
1.5.4 Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang lambat,
mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi
jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.

1.5.5 Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.
1.5.6 Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan
apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil
terhadap cahaya).
Perubahan tingkat kesadaran dapat diakibatkan dari berbagai faktor, termasuk
perubahan dalam lingkungan kimia otak seperti keracunan, kekurangan oksigen karena
berkurangnya aliran darah ke otak, dan tekanan berlebihan di dalam rongga tulang kepala.
Adanya defisit tingkat kesadaran memberi kesan adanya hemiparese serebral atau
sistem aktivitas reticular mengalami injuri. Penurunan tingkat kesadaran berhubungan dengan
peningkatan angka morbiditas (kecacatan) dan mortalitas (kematian).
1.6

Tujuan Pemeriksaan GCS dan Refleks


Pemeriksaan GCS dan Refleks ini bisa dijadikan salah satu bagian dari vital sign.

1.6.1

Penyebab

Penurunan

Kesadaran

Penurunan tingkat kesadaran mengindikasikan difisit fungsi otak. Tingkat kesadaran dapat
menurun ketika otak mengalami kekurangan oksigen (hipoksia); kekurangan aliran darah
(seperti pada keadaan syok); penyakit metabolic seperti diabetes mellitus (koma ketoasidosis)
; pada keadaan hipo atau hipernatremia ; dehidrasi; asidosis, alkalosis; pengaruh obat-obatan,
alkohol, keracunan: hipertermia, hipotermia; peningkatan tekanan intrakranial (karena
perdarahan, stroke, tomor otak); infeksi (encephalitis); epilepsi.
1.6.2

Mengukur

Tingkat

Kesadaran

Salah satu cara untuk mengukur tingkat kesadaran dengan hasil seobjektif mungkin adalah
menggunakan GCS (Glasgow Coma Scale). GCS dipakai untuk menentukan derajat cidera
kepala. Reflek membuka mata, respon verbal, dan motorik diukur dan hasil pengukuran
dijumlahkan jika kurang dari 13, makan dikatakan seseorang mengalami cidera kepala, yang
menunjukan adanya penurunan kesadaran. Metoda lain adalah menggunakan sistem AVPU,
dimana pasien diperiksa apakah sadar baik (alert), berespon dengan kata-kata (verbal), hanya
berespon jika dirangsang nyeri (pain), atau pasien tidak sadar sehingga tidak berespon baik
verbal

maupun

diberi

rangsang

nyeri

(unresponsive).

Ada metoda lain yang lebih sederhana dan lebih mudah dari GCS dengan hasil yang kurang
lebih sama akuratnya, yaitu skala ACDU, pasien diperiksa kesadarannya apakah baik
(alertness), bingung / kacau (confusion), mudah tertidur (drowsiness), dan tidak ada respon
(unresponsiveness).

1.7

Persiapan Alat Pemeriksaan GCS dan Refleks

1.7.1 Tahap Pra Interaksi


a. Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada
b. Mencuci tangan
c. Menempatkan alat di dekat pasien dengan benar
1.7.2 Tahap Orientasi
a. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik
b. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/pasien
c. Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan
d. Tahap Kerja
e. Mengatur posisi pasien: supinasi
f. Menempatkan diri di sebelah kanan pasien, bila mungkin
g. GCS (Glasgow Coma Scale)
h. Memeriksa reflex membuka mata dengan benar
i. Memeriksa reflex verbal dengan benar
j. Memeriksa reflex motorik dengan benar
k. Menilai hasil pemeriksaan
1.7.3 Tahap Terminasi
a. Melakukan evaluasi tindakan
b. Berpamitan dengan klien
c. Membereskan alat-alat
d. Mencuci tangan
e. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan perawatan
1.8

Prosedur Pemeriksaan GCS dan Refleks


GCS (Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk menilai tingkat
kesadaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai respon
pasien terhadap rangsangan yang diberikan.
Respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka
mata , bicara dan motorik. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score) dengan
rentang angka 1 6 tergantung responnya.
Pengkajian tingkat kesadaran dengan menggunakan GCS, rea pengkajian meliputi
: respon mata, respon motorik dan respon verbal. Total pengkajian bernilai 15, kondisi koma
apabila bernilai kurang dari 7

1.8.1 Pengkajian kondisi membuka mata


Spontan

nilai

Terhadap stimulus verbal

nilai

Terhadap stimulus nyeri

nilai

Tidak ada respon

nilai

1.8.2 Pengkajian respon motorik


Mengikuti perintah

nilai

Dapat melokalisasi nyeri

nilai

Fleksi (menarik)

nilai

Postur dekortikasi; bahu abduksi dan

nilai

nilai

niali

Orientasi waktu, tempat, dan orang baik

nilai

Berbicara dengan bingung

nilai

Berkata-kata dengan tidak jelas

nilai

Berguman

nilai

Tidak ada respon

nilai

Rotasi interna, fleksi pergelangan


Tangan dan tinju mengepal
Postur deserabrasi; bahu abduksi dan
Rotasi interna, ekstensi lengan bawah,
fleksi pergelangan tangan dan tinju
mengepal
Tidak berespon
1.8.3 Pengkajian respon verbal

Jika klien menggunakan ETT atau tracheostomi maka tulis E untuk ETT dan T
untuk tracheostomy.
a. Tanyakan waktu, tanggal, tempat, dan alas an berkunjung ke rumah sakit

Anda mungkin juga menyukai