Referat Kipi
Referat Kipi
PENDAHULUAN
Masalah keamanan vaksin sebetulnya sudah sejak lama menjadi perhatian para klinis
tetapi tampaknya pada masa belakangan ini menjadi lebih menonjol karena sering kali sering
kali di hubungkan dengan mordibitas berbagai penyakit tertentu. Sampai akhir tahun 1980an
di Indonesia tidak banyak terdengar laporan kejadian yang terhubung dengan vaksin tetapi
semakin lama hal itu semakin sering ditemukan dengan semakin luasnya cakupan program
imunisasi, terlebih lagi dengan adanya program Pekan Imunisasi Nasional (PIN) dengan
cakupan dan publikasi yang begitu luas pada pertengahan tahun 1990 maka masalah
mordibitas yang dihubungkan dengan imunisasi semakin menjadi perhatian masyarakat
luas.1,2
Faktor terpenting yang harus dipertimbangkan dalam pembuatan vaksin adalah
keseimbangan antara imunogenitas (daya pembentuk kekebalan) dan reaktogenitas (reaksi
simpang vaksin). Untuk mencapai imunogenitas yang tinggi vaksin harus berisi antigen yang
efektif untuk merangsang respons imun resipien sehingga tercapai nilai antibody diatas
ambang pencegahan untuk jangka waktu yang cukup panjang. Vaksin harus diupayakan agar
tidak menimbulkan efek simpang yang berat, dan jauh lebih ringan dibandingkan dengan
gejala klinis penyakit secara alami. Pada kenyataannya tidak ada vaksin yang benar-benar
ideal, namun dengan kemajuan bioteknologi saat ini telah dapat dibuat vaksin yang efektif
dan relative aman.2
Karena faktor kekurangtahuan serta informasi yang tidak memadai maka mulai
timbul berbagai kekhawatitran serta keengganan orang tua untuk mengikut serta kan anak
nya dalam program imunisasi. kekhawatiran tersebut akhirnya tidak saja ditujukan pada efek
samping vaksin yang memang merupakan bagian dari mekanisme kerja vaksin tetapi telah
meluas pada semua morbiditas serta kejadian yang terjadi pada imunisasi yang sangat
mungkin sebetulnya tidak terhubung dengan vaksin dan tindakan imunisasi. Dalam
menghadapi hal tersebut penting diketahui apakah kejadian tersebut berhubungan dengan
vaksin yang diberikan ataukah secara kebetulan.
Reaksi simpang yang dikenal sebagai Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) adalah
semua kejadian medik yang berhubungan dengan imunisasi baik berupa efek vaksin ataupun
efek samping, toksisitas, reaksi sensitivitas, efek farmakologis, atau akibat kesalahan
program, koinsidensi, reaksi suntikan, atau hubungan kausal yang tidak dapat ditentukan.1
Perlu juga dipertimbangkan adanya efek tidak langsung dari vaksin yang disebabkan
kesalahan teknik pembuatan, pengadaan dan distribusi vaksin kesalahan prosedur, kesalahan
teknik imunisasi, atau kebetulan.
Untuk mengetahui hubungan antara imunisasi dengan KIPI diperlukan pencatatan dan
pelaporan dari semua reaksi simpang yang timbul setelah pemberian imunisasi (yang
merupakan kegiatan dari surveilans KIPI). Surveilans KIPI tersebut sangat membantu
program imunisasi, khususnya untuk memperkuat keyakinan masyarakat akan pentingnya
imunisasi sebagai upaya pencegahan penyakit yang paling efektif.1,3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi KIPI
Menurut Komite Nasional Pengkajian dan Penanggulangan KIPI (KN PP KIPI), KIPI
adalah semua kejadian semua kejadian medik yang berhubungan dengan imunisasi yang
terjadi dalam masa 1 bulan setelah imunisasi, baik berupa efek vaksin ataupun efek samping,
toksisitas, reaksi sensitivitas, efek farmakologis, atau akibat kesalahan program, koinsidensi,
reaksi suntikan, atau hubungan kausal yang tidak dapat ditentukan. Pada keadaan tertentu
lama pengamatan KIPI dapat mencapai masa 42 hari (arthritis kronik pasca vaksinasi
rubella), atau bahkan 42 hari (infeksi virus campak vaccine-strain pada pasien
imunodefisiensi pasca vaksinasi campak, dan polio paralitik serta infeksi virus polio vaccinestrain pada resipien non imunodefisiensi atau resipien imunodefisiensi pasca vaksinasi
polio).
Pada umumnya reaksi terhadap obat dan vaksin dapat merupakan reaksi simpang
(adverse events), atau kejadian lain yang bukan terjadi akibat efek langsung vaksin. Reaksi
simpang vaksin antara lain dapat berupa efek farmakologi, efek samping (side-effects),
interaksi obat, intoleransi, reaksi idoisinkrasi, dan reaksi alergi yang umumnya secara klinis
sulit dibedakan.efek farmakologi, efek samping, serta reaksi idiosinkrasi umumnya terjadi
karena potensi vaksin sendiri, sedangkan reaksi alergi merupakan kepekaan seseorang
terhadap unsur vaksin dengan latar belakang genetic. Reaksi alergi dapat terjadi terhadap
protein telur (vaksin campak, gondong, influenza, dan demam kuning), antibiotik, bahan
preservatif (neomisin, merkuri), atau unsure lain yang terkandung dalam vaksin.
Kejadian yang bukan disebabkan efek langsung vaksin dapat terjadi karena kesalahan
teknik pembuatan, pengadaan dan distribusi serta penyimpanan vaksin, kesalahan prosedur
dan teknik pelaksanaan imunisasi, atau semata-mata kejadian yang timbul secara kebetulan.
Sesuai telaah laporan KIPI oleh Vaccine Safety Committee, Institute of Medikine (IOM) USA
menyatakan bahwa sebagian besar KIPI terjadi karena kebetulan saja. Kejadian yang
memang akibat imunisasi tersering adalah akibat kesalahan prosedur dan teknik pelaksanaan
(pragmatic errors).1,2
2.2 Epidemiologi1,2
Kejadian ikutan pasca imunisasi akan timbul setelah pemberian vaksin dalam jumlah
besar. Penelitian efikasi dan keamanan vaksin dihasilkan melalui fase uji klinis yang lazim,
yaitu fase 1,2,3 dan 4. Uji klinis fase 1 dilakukan pada binatang percobaan sedangkan fase
selanjutnya pada manusia. Uji klinis fase 2 untuk mengetahui kemanan vaksin
(reactogenicity dan safety), sedangkan pada fase 3 selain keamanan juga dilakukan uji
efektivitas (imunogenitas) vaksin.
Pada jumlah penerima vaksin yang terbatas mungkin KIPI belum tampak, maka untuk
menilai KIPI diperlukan uji klinis fase 4 dengan sampel besar yang dikenal sebagai post
marketing surveillance (PMS), tujuan PMS adalah untuk memonitor dan mengetahui
keamanan vaksin setelah pemakaian yang cukup luas di masyarakat. Data PMS dapat
memberikan keuntungan bagi program apabila semua KIPI dilaporkan, dan masalahnya
segera diselesaikan. Sebaliknya akan merugikan apabila program tidak segera tanggap
terhadap masalah KIPI yang timbul sehingga terjadi keresahan masyarakat terhadap efek
samping vaksin dengan segala akibatnya.
Menurut National Childhood Vaccine Injury dari Committee of the Institute of
Medikine (IOM) di USA sangat sulit mendapatkan data KIPI oleh karena :
Mengingat hal tersebut, makan sangat sulit menentukan jumlah kasus KIPI yang
sebenarnya. Kejadian ikutan pasca imunisasi dapat ringan sampai berat, terutama pada
imunisasi masal atau setelah penggunaan lebih dari 10.000 dosis.
2.3 Etiologi
Tidak semua kejadian KIPI disebabkan oleh imunisasi karena sebagian besar ternyata
tidak ada hubungannya dengan imunisasi. Oleh karena itu unutk menentukan KIPI
diperlukan keterangan mengenai:
1. besar frekuensi kejadian KIPI pada pemberian vaksin tertentu
2. sifat kelainan tersebut lokal atau sistemik
3. derajat sakit resipien
4. apakah penyebab dapat dipastikan, diduga, atau tidak terbukti
5. apakah dapat disimpulkan bahwa KIPI berhubungan dengan vaksin, kesalahan produksi,
atau kesalahan prosedur.
Penyimpanan vaksin
b. Reaksi suntikan1,2
Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusuk jarum suntik baik langsung
maupun tidak langsung harus dicatat sebagai reaksi KIPI. Reaksi suntikan langsung
misalnya rasa sakit, bengkak dan kemerahan pada tempat suntikan, sedangkan reaksi
suntikan tidak langsung misalnya rasa takut, pusing, mual, sampai sinkope. Reaksi ini
tidak berhubungan dengan kandungan yang terdapat pada vaksin, sering terjadi pada
vaksinasi masal :
Syncope/fainting
- Sering kali pada anak > 5 tahun
- Terjadi beberapa menit post imunisasi
- Tidak perlu penangan khusus
- Hindari stress saat anak menunggu
- Hindari trauma akibat jatuh/posisi sebaiknya duduk
Hiperventilasi akibat ketakutan
- Beberapa anak kecil terjadi muntah, breath holding spell, pingsan
- Kadang menjerit, lari bahkan reaksi seperti kejang (pasien tersebut perlu
diperiksa)
Beberapa anak takut jarum, gemetar, dan hysteria
Penting penjelasan dan penenangan
c. Induksi Vaksin
Gejala KIPI yang disebabkan induksi vaksin umumnya sudah dapat diprediksi
terlebih dahulu karena merupakan reaksi simpang vaksin dan secara klinis biasanya
ringan. Walaupun demikian dapat saja terjadi gejala klinis hebat seperti reaksi anafilaksis
sistemik dengan resiko kematian. Reaksi simpang ini sudah teridentifikasi dengan baik
dan tercantum dalam petunjuk pemakaian tertulis oleh produsen sebagai kontra indikasi,
indikasi khusus, perhatian khusus, atauberbagai tindakan dan perhatian spesifik lainnya
termasuk kemungkinan interaksi obat atau vaksin lain. Petunjuk ini harus diperhatikan
dan ditanggapi dengan baik oleh pelaksana imunisasi.
Reaksi lokal
- Rasa nyeri si tempat suntikan
- Bengkak kemerahan di tempat suntikan sekitar 10%
- Bengakk pada suntikan DPT dan tetanus sekitar 50%
- BCG scar terjadi minimal setelah 2 minggu kemudian ulserasi dan sembuh setelah
beberapa bulan.
Reaksi sistemik
- Demam pada sekitar 10%, kecuali DPT hamper 50%, juga reaksi lain seperti
-
panjang
Ensefalopati akibat imunisasi campak atau DTP
Parasetamol dapat diberikan 4x sehari untuk mengurangi gejala ruam dan rasa nyeri
Mengenal dan mampu mengatasi reaksi anafilaksis
Lainnya disesuaikan dengan reaksi ringan/berat yang terjadi atau harus dirujuk ke
rumah sakit dengan fasilitas lengkap.
Very likely
Vaccine reaction
Probable
Injection reaction
possible
Proggamatic error
Unlikely
unrelated
Coincidental events
unclassifable
Tidak
kasusal (unrelated)
Bukti tidak cukup untuk menerima Meningitis aseptic
atau
menolak
hubungan
(unlikely)
Bukti
Trombositopenia
penolakan Spasme infantile
memperkuat
memperkuat
Sindrom Reye
SIDS
penerimaan Ensefalopati akut
Menangis
terus
dan
tidak
dapat
dibujuk
(inconsolable crying)
Dikutip dengan modifikasi dari laporan Committee Institute of Medikine, National Academy of Science
USA (1991), dalam Stratton KR, Howe CJ, Johnston RB Jr, 1994.
Gejala KIPI
Abses pada tempat suntikan
10
Limfadenitis
Reaksi lokal lain yang berat, misalnya
SSP
selulitis, BCG-itis
Kelumpuhan akut
Ensefalopati
Ensefalitis
Meningitis
Lain-lain
Kejang
Reaksi alergi: urtikaria, dermatitis,
edema
Reaksi anafilaksis
Syok anafilaksis
Artralgia
Demam tinggi >38,5C
Episode hipotensif-hiporesponsif
Osteomielitis
Menangis menjerit yang terus menerus
(3jam)
Sindrom syok septik
Mengingat tidak ada satupun jenis vaksin yang aman tanpa efek samping, maka
apabila seorang anak telah mendapatkan imunisasi perlu diobsevasi beberapa saat, sehingga
dipastikan tidak terjadi KIPI (reaksi cepat). Berapa lama observasi sebenarnya sulit
ditentukan, tetapi pada umumnya setelah pemberian setiap jenis imunisasi harus dilakukan
observasi selama 15 menit. Untuk menghindarkan kerancuan maka gejala klinis yang
dianggap sebagai KIPI dibatasi dalam jangka waktu tertentu timbulnya gejala klinis.1,7,12
Tabel 3. Gejala Klinis menurut jenis vaksin dan saat timbulnya KIPI1,2
Jenis Vaksin
Toksoid Tetanus
Neuritis brakhial
2-28 hari
tidak tercatat
11
dan kematian
Syok anafilaksis
4 jam
(DPwT)
Ensefalopati
72 jam
tidak tercatat
dan kematian
Syok anafilaksis
4 jam
Ensefalopati
5-15 hari
tidak tercatat
dan kematian
7-30 hari
Trombositopenia
6 bulan
Campak
tidak tercatat
dan kematian
Polio hidup (OPV)
Polio paralisis
30 hari
6 bulan
imunokompromais
Komplikasi akut termasuk kecacatan
Hepatitis B
BCG
dan kematian
Syok anafilaksis
4 jam
tidak tercatat
dan kematian
BCG-itis
4-6 minggu
Reaksi
Limfadenitis supuratif
Kejadian
2-6 bulan
BCG osteitis
1-12 bulan
1-700
Hib
Hepatitis B
Measles
BCG-it is diseminata
Tidak diketahui
Anafilaktik
Kejang demam
1-12 bulan
0-4 jam
5-12 hari
2
1-2
333
OPV
trombositopenia
Anafilaktik
15-35 hari
1.1 jam
33
1-50
VAPP (vaccine
4-30 hari
1.4 3.4
poliomyelitis)
Neuritis brakialis
2-28 hari
5-10
Anafilaktik
0-4 jam
1-6
Abses steril
Sama dengan tetanus
Persistent-inconsolable
1-6 minggu
0-24 jam
6-10
1000-60.000
Kejang demam
0-3 hari
570
Episode hipotonik
0-24 jam
570
Anafilaktik
0-4 jam
20
Ensefalopati
0-3 hari
0-1
BCG
associated paralytic
Tetanus
TD
DTP
screaming (menangis
berkepanjangan lebih
dari 3 jam)
hiporesponsif (HHE)
Dikutip dari : Background rates of adverse events folloeing immunization, supplementary information on vaccine
safety. Part 2 tahun 2000; WHO
13
Pada dasarnya jadwal imunisasi bayi kurang bulan sama dengan bayi cukup bulan. Halhal yang perlu diperhatikan pada bayi kurang bulan adalah:
a) Titer imunitas pasif melalui transmisi maternal lebih rendah dar pada bayi cukup
bulab
b) Apabila berat badan bayi sangat kecil (<1000 gram) imunisasi ditunda dan
diberikan setelah bayi mencapai berat 2000 gram atau berumur 2 bulan; imunisasi
hepatitis B diberikan pada umur 2 bulan atau lebih kecuali bila ibu mengandung
HbsAg positif
c) Apabila bayi masih dirawat setelah umur 2 bulan, maka vaksin polio yang
diberikan adalah suntikan IPV bila vaksin tersedia, sehingga tidak menyebabkan
penyebaaran virus polio melaui tinja
3. Pasien imunokompromais
Keadaan imunokompromais dapat terjadi sebagai akibat penyakit dasar atau sebagai
akibat pengobatan imunosupresan (kemoterapi, kortikosteroid jangka panjang). Jenis
vaksin hidup merupakan kontra indikasi untuk pasien imunokompromais dapat diberikan
IVP bila vaksin tersedia. Imunisasi tetap diberikan pada pengobatan kortikosteroid dosis
kecil dan pemberian dalam waktu pendek. Tetapi imunisasi harus ditunda pada anak
dengan pengobatan kortikosteroid sistemik dosis 2 mg/kg berat badan/hari atau prednison
20 mg/ kg berat badan/hari selama 14 hari. Imunisasi dapat diberikan setelah 1 bulan
pengobatan kortikosteroid dihentikan atau 3 bulan setelah pemberian kemoterapi selesai.
4. Pada resipien yang mendapatkan human immunoglobulin
Imunisasi virus hidup diberikan setelah 3 bulan pengobatan utnuk menghindarkan
hambatan pembentukan respons imun.
5. Responnya terhadap imunisasi tidak optimal atau kurang tetapi kasus HIV memerlukan
imunisasi.
Ada pertimbangan bila diberikan terlambat mungkin tidak akan berguna karena penyakit
sudah lanjut dan efek imunisasi tidak ada atau kurang. Apabila diberikan terlalu dini,
vaksin hidup akan mengaktifkan system imun yang dapat meningkatkan replikasi virus
HIV sehingga memperberat penyakit HIV. Pasien HIV dapat diimunisasi dengan
mikroorganisme yang dilemahkan atau yang sudah mati, sesuai jadwal anak sehat.
Tabel 5. Rekomendasi imunisasi untuk pasien HIV anak2,6
Vaksin
IPV
DPT
Hib
Hepatitis B*
Hepatitis A
MMR**
Influenza
Pneumokok
BCG***
Rekomendasi
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Keterangan
Pasien dan sekeluarga serumah
Pasien dan sekeluarga serumah
Pasien dan sekeluarga serumah
Sesuai jadwal anak sehat
Sesuai jadwal anak sehat
Diberikan umur 12 bulan
Tiap tahun diulang
Secepat mungkin
Dianjurkan untuk Indonesai
14
Varisela
Tidak
Berlaku umum untuk semua vaksin DPT, Polio, Campak, dan Hepatitis B
Kontra indikasi
Bukan kontra indikasi
Ensefalopati dalam 7 hari pasca DPT Demam < 40.5 C pasca DPT sebelumnya
sebelumnya
Perhatian khusus
yang
tidak
berhubungan
Kontra indikasi
(keganasan
atau
padat,
tumor
imunodefisiensi
Kontra indikasi
bukan.
Mendeteksi, memperbaiki, dan mencegah kesalahan program imunisasi.
Memberi respon yang cepat dan tepat terhadap perhatian orang tua/masyarakat
tentang keamanan imunisasi, di tengah kepedulian (masyarakat dan professional)
tentang adanya resiko imunisasi.
Bagian yang terpenting dalam pemantauan KIPI adalah menyediakan informasi kasus KIPI
secara lengkap agar dapat dengan cepat dinilai dan dianalisis untuk mengidentifikasi dan
merespon suatu masalah. Respon merupakan suatu aspek tindak lanjut yang penting dalam
pemantauan KIPI.
Tabel 7. Kompensasi dan pelaporan akibat cedera vaksin pada anak
Vaksin
I.
Toksoid, tetanus,
DTaP, DTP, DT,
Td, TT
KIPI
Interval
antara
imunisasi
2-28 hari
Tak terbatas
diatas
D. Semua kontra indikasi yang telah
dicantumkan produsen dalam
kemasan vaksin
Tak terbatas
Belum dapat
diaplikasikan
17
II.
Pertusis,
DTaP, DT,
DTP/Hib
0-4 jam
2-72 jam
Tak terbatas
diatas
D. Semua kontra indikasi yang telah
dicantumkan produsen dalam
III. MMR, MR,
M, R
Tak terbatas
Belum dapat
kemasan vaksin
A. Anafilaskis atau syok anafilaksis
0-7 hari
B. Ensefalopati/ensefalitis
0-15 hari
C. Semua komplikasi akut atau sekuele
Tak terbatas
(termasuk kematian) akibat kejadian
diaplikasikan
0-4 jam
5-15 jam
Tak terbatas
diatas
D. Semua kontra indikasi yang telah
dicantumkan produsen dalam
IV.
MM
R, MR, R
kemasan vaksin
A. Artritis kronik
B. Semua komplikasi akut atau sekuele
Tak terbatas
Belum dapat
0-42 hari
diaplikasikan
7 - 42 hari
Tak terbatas
Tak terbatas
Tak terbatas
Belum dapat
kemasan vaksin
A. Purpura trombositopenik
B. Infeksi virus campak vaccine-strain
diaplikasikan
0-30 hari
7-30 hari
0-6 bulan
0-6 bulan
Tak terbatas
Tak terbatas
Tak terbatas
Belum dapat
pada imunodefisiensi
C. Semua komplikasi akut atau sekuele
(termasuk kematian) akibat kejadian
diatas
D. Semua kontra indikasi yang telah
dicantumkan produsen dalam
kemasan vaksin
diaplikasikan
0-30 hari
0-30 hari
0-6 bulan
0-6 bulan
Tak terbatas
Tak terbatas
0-30 hari
0-6 bulan
18
0-6 bulan
Tak terbatas
Tak terbatas
Tak terbatas
Tak terbatas
Belum dapat
diaplikasikan
Polio,
inaktivasi,
IPV
Tak terbatas
A. Anafilaksis atau renjatan anafilaksis 0-7 hari
B. Semua kompliaksi akut atau
Tak terbatas
sekuele (termasuk kematian) akibat
Tak terbatas
0-4 jam
Tak terbatas
kejadian diatas
C. Semua kontra indikasi yang telah
dicantumkan produsen dalam
VIII.
Hepa
titis B
kemasan vaksin
A. Anafilaksis atau renjatan
anafilaksis
B. Semua komplikasi akut atau
Tak terbatas
Belum dapat
diaplikasikan
0-7 hari
0-4 jam
Tak terbatas
Tak terbatas
Tak terbatas
Belum dapat
diaplikasikan
0-7 hari
0-7 hari
Tak terbatas
Tak terbatas
Tak terbatas
Belum dapat
tidak
dikonyugasi
(PRP)
X.
kemasan vaksin
A. Penyakit Hib dini
B. Semua komplikasi akut atau
kejadian diatas
C. Semua kontra indikasi yang telah
dicantumkan produsen dalam
Hib,
polisakarida
konyugasi
kemasan vaksin
A. Tak ada kondisi spesifik untuk
kompensasi
B. Semua kontra indikasi yang telah
diaplikasikan
Belum dapat
Belum dapat
diaplikasikan
diaplikasikan
Tak terbatas
Belum dapat
Varis
ela
kemasan vaksin
A. Tak ada kondisi spesifik untuk
kompensasi
B. Semua kontra indikasi yang telah
diaplikasikan
Belum dapat
Belum dapat
diaplikasikan
diaplikasikan
Tak terbatas
Belum dapat
Rotavirus, hidup
kemasan vaksin
A. Tak ada kondisi spesifik untuk
kompensasi
B. Semua kontra indikasi yang telah
diaplikasikan
Belum dapat
Belum dapat
diaplikasikan
diaplikasikan
Tak terbatas
Belum dapat
XIII.
Semu
a vaksin
baru
direkomend
asi CDC
kemasan vaksin
A. Tak ada kondisi spesifik untuk
kompensasi
B. Semua kontra indikasi yang telah
Belum dapat
diaplikasikan
Belum dapat
diaplikasikan
diaplikasikan
Tak terbatas
Belum dapat
diaplikasikan
kemasan vaksin
(imunisasi
rutin)
Dikutip dari Reporting and Compensation Tables, National Childhood Vaccine Injury Act 1986, Committee dfrom
IOM, National Academy Science USA, dalam Atkinson W, Wolfe CS, Humiston S, Nelson 2000.
Gejala
Tindakan
Vaksin
Kompres hangat
Jika nyeri mengganggu dapat
diberikan parasentamol 10 mg
/kgBB/kali pemberian, < 6
bln : 60 mg/kali pemberian 612 bb 90 mg/kali pemberian
1-3 th : 120 mg/kali
pemberian
Kompres hangat
Parasetamol
Reaksi Arthus
Reaksi umum
(sistemik)
Kolaps / Keadaan
seperti syok
Kompres hangat
Parasetamol
Dirujuk dan dirawat di RS
Episode hipotonik-hiporesponsif
20
Reaksi Khusus :
Sindrom Guillain
Barre (jarang
terjadi)
Syok anafilaktik
Terjadi mendadak
Gejala klasik : kemerahan merata,
edem
Urtikaria, sembab pada kelompok
mata, sesak, nafas berbunyi
Jantung berdebar kencang
Tekanan darah menurun
Anak pingsan / tidak sadar
Dapat pula terjadi langsung
berupa tekanan darah menurun
dan pingsan tanpa didahului oleh
gejala lain
Parasetamol
Bila gejala menetap rujuk ke
RS untuk fisioterapi
Oksigen
Suntikan adrenalin 1:1.000,
dosis 0,1-0,3, sk/i, atau 0,01
ml/kgBB /x , max dosis 0,05
ml/kali
Segera pasang infus NaCI
0,9% / D 5% diguyur
Aminofilin 3-4 mg/BB IV
(pelan-pelan)
Hidrokortison 7-10 mg/BB
IV 5 mg/BB (tiap 6 jam)
Tatalaksana Program
Abses dingin
Kompres hangat
Parasetamol
Pembengkakan
Kompres hangat
Sepsis
Demam
Kompres hangat
Parasetamol
Rujuk ke RS terdekat
21
penyuntikan
Tetanus
Rujuk ke RS terdekat
Rujuk ke RS terdekat
untuk di fisioterapi
Ketakutan
Berteriak
Pingsan
Suntikan dexametason 1
ampul im/iv
Jika berlanjut pasang
infus NACI 0,9%
Tenangkan penderita
Beri minuman air
hangat
Beri wewanginan /
alkohol
Setelah sadar beri
minuman teh manis
hangat
Kelumpuhan /
kelemahan otot
Faktor Penerima
Alergi
Faktor
psikologis
Koinsidens
(factor
kebetulan)
Semua kematian yang diduga oleh petugas kesehatan atau masyarakat berhubungan
dengan imunisasi.
Semua kasus rawat inap, yang diduga oleh petugas kesehatan atau masyarakat
berhubungan dengan imunisasi.
22
Semua kecacatan, yang diduga oleh petugas kesehatan atau masyarakat berhubungan
dengan imunisasi.
Semua kejadian medik yang menimbulkan keresahan masyarakat karena diduga
berhubungan dengan imunisasi.
Pelapor KIPI
Apabila orang tua membawa anak sakit yang baru diimunisasi, petugas kesehatan
harus dapat mengenal KIPI dan menentukan apakah perlu dilaporkan dan perlu
definisi kasus.
Pada kasus ringan, petugas kesehatan harus tenang dan member nasehat pada
orang tua untuk mengobati pasien. Reaksi ringan, seperti limfadenitis BCG dan
abses kecil pada tempat suntikan, tidak perlu dilaporkan kecuali apabila tingkat
Pelaporan
23
24
25
26
Pelacakan harus dilakukan segera setelah laporan diserahkan tanpa ditunda . Pelacakan
dimulai oleh petugas kesehatan yang mendeteksi KIPI , atau oleh yang melihat pola tertentu di
binaannya . Di lain pihak , dalam beberapa keadaan untuk KIPI tertentu tidak perlu dilakukan
tindak lanjut , seperti penyakit yang tidak berhubungan dengan imunisasi , seperti pneumonia
setelah penyuntikan DPT . Meskipun demikian apabila orang tua pasien menganggap kejadian
tersebut berhubungan dengan imunisasi , berikan kesempatan kepada mereka untuk
mendiskusikan masalah tersebut dengan petugas kesehatan .
27