Anda di halaman 1dari 7

TENDINITIS BICIPITALIS

E.

Pemeriksaan

1. Anamnesis
Dari anamnesis, dapat diketahui bahwa pasien tendinitis bicipitalis datang ke
Fisioterapi karena keluhan utama nyeri bahu di daerah anterior, yang menjalar ke lengan
bagian bawah. Pada umumnya terjadi akibat aktivitas berulang-ulang yang berlebihan selama
hidupnya, dan dapat juga pada atlet misalnya, angkat besi, bisbol, renang dan beberapa
olahraga yang berulang-ulang. Pasien sering kali melaporkan bahwa timbulnya nyeri ketika
mengangkat benda (Flatt:2008).
Onset gejala biasanya timbul nyeri ketika malam hari dan saat posisi tidur
yang salah. Tendon menjadi merah dan bengkak, lama-kelamaan tendon akan menjadi gelap.
(Post, 1989). Pasien mengeluhkan nyeri pada tendinitis bicipitalis akan semakin memburuk
ketika pasien beraktivitas dan membaik setelah pasien beristirahat. Pasien juga merasakan
kondisi yang mengganggu saat melakukan aktivitas tertentu seperti ketika pasien melakukan
memanjat, mencangkul, dan menggkat benda (Flatt:2008).
Tendinitis Bicipitalis, ditandai dengan adanya keterbatasan gerakan adduksi dan flexi
lengan atas dan dibedakan dengan tes yargason.
2. Inspeksi
Biasanya tidak ada riwayat cedera, namun, jika ada riwayat cedera, kemungkinan
tendon pecah. Dengan pecahnya kepala panjang biseps pasien tendon dapat melaporkan
sensasi popping tiba-tiba dan menyakitkan dengan munculnya "Popeye" cacat di lengan atas
anterior (menggembung otot ditarik) (Post, 1989)
Saat datang ke fisioterapis, daerah bahu di sekitar tendon tampak merah dan bengkak.
3. Palpasi
Tujuan : Palpasi adalah pemeriksaan terhadap anggota gerak dengan menggunakan tangan
dan membedakan antara kedua anggota gerak yang kanan dan kiri. Dilakukan untuk
mengetahui temperatur, oedem, spasme, dan lain sebagainya (Post, 1989).
Teknik : pasien dalam posisi sitting dan fisioterapi mempalpasi otot Rotator Cuff (M. Supra
spinatus, infraspinatus teres minor, subscapularis) biceps brachii dan deltoideus kanan
Hasil : ada spasme pada otot supraspinatus biceps brachii dan deltoideus kanan
4. Pemeriksaan Spesifik

a.

Yergesson test
Tujuan : mengetahui adanya tendinitis bicepitalis
Teknik : Pasien memfleksikan elbow 90 dan supinasi lengan bawah, kemudian pasien
melakukan gerakan ekso rotasi lengan melawan tahanan.
Hasil : positif (pasien sulit melakukannya dengan baik karna timbul nyeri)

b. Speed test
Tujuan : mengetahui adanya tendinitis bicepitalis
Teknik : pemeriksa memberikan tahanan pada sholder dalam posisi
fleksi dan pasien melakukan gerakan pronasi dan ekstensi elbow
Hasil : positif (pasien sulit melakukannya dengan baik karna nyeri)
c.

Apley Scratch test


Tujuan : untuk mengetahui kapsulitis adhesive dan tendinitis bicipitalis pada bahu
Teknik : Pasien dalam posisi sitting dan diminta memegang daerah disekitar angulus medialis
scapula dengan tangan sisi kontra lateral melewati belakang kepala.
Hasil : positif (pasien sulit melakukan dengan baik karena timbul nyeri)

d.

Drop-arm test / Test Moseley


Tes ini dilakukan untuk mengungkapkan ada tidaknya kerusakan pada otot otot serta tendon
yang menyusun rotator cuff dari bahu. Pemeriksa mengabduksikan shoulder pasien sampai 90
dan meminta pasien menurunkan lengannya secara perlahan-lahan atau timbul nyeri pada saat
mencoba melakukan gerakan tersebut. Hasil tes positif indikasi cidera pada rotator cuff
complex (Holtby et al., 2004).

e.

OBrien test
Tes

kompresi

aktif

O'Brien

terutama

dikembangkan

untuk

penilaian

Acromioclavicular bersama patologi setelah demonstrasi pasien yang direproduksi nyeri bahu
mereka. O'Brien mencatat dalam serangkaian pasien itu juga sangat baik untuk mendeteksi
patologi labral. Pasien duduk dengan bahu tes di 90 derajat dari depan fleksi , 40 derajat
adduksi horisontal, dan rotasi internal maksimal. Pemeriksa berdiri dengan satu tangan
menggenggam pergelangan tangan subjek. Pasien horizontal adduct dan flexes bahu uji
terhadap resistensi pengguna pemeriksa. Tes ini kemudian diulang dengan lengan subjek
dalam posisi eksternal diputar. Nyeri atau muncul dalam posisi diputar secara internal (tapi
tidak di luar diputar Potition) adalah tes positif (Holtby et al., 2004).
F.

Penatalaksanaan Fisioterapi
Perencanaan jangka pendek penderita tendinitis biceps caput longum meliputi pengurangan
rasa nyeri, spasme dan menambah ROM. Perencanaan jangka panjang yaitu untuk

mengembalikan aktifitas fungsional pasien. Berdasarkan pembahasan diatas, untuk


mengurangi problematika yang ada maka penulis menggunakan modalitas fisioterapi berupa
MWD, US dan Terapi latihan.
1. MWD (Microwave Diathermy)
Adalah suatu aplikasi terapeutik dengan menggunakan gelombang mikrodlm bentuk radiasi
elektromagnetik yang akan di konversi dalam bentuk panas, dengan frekuansi 2456 MHz dan
915 MHz, dengan panjang gelombang 12,25.
a.

Kontra indikasi
Adanya logam

TBC, DM

Alat elektromagnetik

Gangguan sensibilitas

Gangguan pembuluh darah

Kehamilan

Pakaian nylon

CA

Jaringan yang banyak cairan

Saat menstruasi

b.

Indikasi

1)

Jaringan kolagen, spasme otot, nodus myofibrositik

2) Muskuloskleletal disorder: sprain, strain, tendinitis atau lesi kapsul sendi


3) Infeksi dan inflamasi: synovitis, bursitis, atau tenosynovitis
c.

Tujuan

1) Relaksasi otot
2) Melancarkan sirkulasi darah
3) Perbaikan sistem metabolisme
4) Mengurangi proses kontraktur jaringan
5) Perbaikan konduktifitas jaringan syaraf
6) Meningkatkan metabolisme jaringan lokal dan meningkatkan elastisitas pembungkus
jaringan saraf.
d.

Persiapan alat

1) Lakukan pengecekan kabel


2) Timer pada posisi 0
3) Lakukan pemanasan alat kurang lebih 10 menit
e.

Persiapan pasien

1) Siapkan bed yang bersih dan nyaman


2) Posisikan pasien senyaman mungkin (posisi terlentang)
3) Area yang diterapi bebas dari benda logam dan penghalang lainnya
f.

Pelaksanaan

1) Posisi pasien tidur terlentang


2) Atur waktu 10 menit
3) Atur intensitas sesuai batas toleransi pasien yaitu pasien merasakan hangat
4) Atur jaraknya kurang lebih 6 cm
5) Jelaskan kepada pasien, yang dirasakan hanya sebatas rasa hangat
6) Setelah selesai terapi rapikan alat dan bersihkan bed
7) Kontrol efek-efek samping yang mungkin timbul
2. TENS (Transelectrical Nerve Stimulation)
TENS merupakan suatu cara penggunaan energi listrik untuk mengurangi nyeri dengan
merangsang system saraf melalui permukaan kulit dan terbukti secara efektif untuk
merangsang berbagai tipe nyeri karena mampu menstimulasi baik syaraf berdiameter kecil
yaitu A gamma dan tipe C mapun berdiameter besar yaitu A alpha dan A betha. Aktifnya
syaraf berdiameter besar ini akan mempermudah interneuron pada substansia gelatinosa
untuk menghalangi input syaraf yang berdiameter kecil ke sel-sel transmisi melalui inhibisi
pre-sinaps, sehingga nyeri dihambat oleh stimulasi elektrik dengan menutup gerbang bagi
input nyeri.
3. Ultra Sound
Adalah terapi dengan menggunakan gelombang suara tinggi dengan frekuensi >
20.000 Hz. Untuk injuri yang masih baru dan pada kondisi yang masih akut dianjurkan untuk
memberikan dosis ringan dalam waktu pendek, misalnya 0,25 wattscm2 untuk lama waktu 3
menit satu kali sehari namun dapat diberikan dua kali sehari.
Untuk kondisi kronis dapat dimulai dengan 0,5 wattscm2 dalam waktu 5 menit diberikan tiap
hari atau setiap dua hari sekali. Perasaan hangat akan terasa pada penggunaan kontinue.
Apabila gejala bertambah berat berarti dosis berlebihan. Dosis maximal yang dianggap
aman mencapai 10 menit untuk daerah yang sempit, sedangkan untuk daerah yang luas lama
pengobatannya dapat mencapai 15 menit.
Efek Mekanik
Gelombang US masuk ke dalam tubuh, maka efek pertama yang terjadi di dalam tubuh
adalah efek mekanik. Gelombang US menimbulkan adanya perenggangan dan pemampatan
di dalam jaringan dengan frekuensi dari US. Oleh karena itu adanya variasi tekanan inilah
timbul efek mekanik yang lebih dikenal dengan istilah micromassage.
Efek Thermal
Micromassage yang ditimbulkan oleh US akan menimbulkan efek panas dalam jaringan.
Panas yang dihasilkan untuk tiap jaringan tidak sama, hal ini tergantung pada pemilihan

bentuk gelombang (intermetten atau kontinue), intensitas atau durasi pemakaian. Yang paling
besar mendapat panas adalah jaringan interfaces dibanding kulit dan otot serta periosteum.
Panas yang dihasilkan dapat berpengaruh pada jaringan otot, kartilago, tendon dan kulit.
Pengaruh panas dari US dapat memberikan pengaruh seperti pada pemanasan yang lain yaitu
bertambahnya akitvitas sel, vasodilatasi yang mengakibatkan penambahan sari makanan,
oksigen dan memperlancar pengangkutan sisa metabolisme.
Efek Biologis
Efek biologis yang dihasilkan merupakan hasil gabungan dari pengaruh mekanik dan thermal
diantaranya : meningkatkan sirkulasi darah, relaksasi otot, meningkatkan kemampuan
regenerasi jaringan, pengaruh terhadap saraf perifer dan mengurangi nyeri. Sangat
bermanfaat dalam terapi gangguan musculoskeletal, menghancurkan jaringan parut dan
membantu mengulur tendon. Penggunaan ultrasound dalam terapi panas dapat
dikombinasikan dengan stimulasi elektrik pada otot. Kombinasi ini dapat
meningkatkan kemampuan pembersihan sisa metabolisme, mengurangi
spasme otot serta perlengketan jaringan. Ultrasound terapetik juga memiliki
efek anti peradangan yang dapat mengurangi nyeri dan kekakuan
sendi.Terapi ini dapat digunakan untuk memperbaiki impingement (jepitan)
akar syaraf dan beberapa jenis neuritis (peradanagn saraf) dan juga
bermanfaat untuk penyembuhan paska cedera.
a. Persiapan alat
Sebelum alat digunakan periksa keadaan mesin US, kabel, tranduser dan tombol dalam
keadaan baik atau rusak, serta sediakan handuk dan gel. Untuk mengetahui mesin berfungsi
dengan baik lakukan tes dengan cara meneteskan air di tranduser yang menghadap ke atas.
Kemudian mesin dihidupkan maka air tadi akan bergetar, ini menandakan mesin dalam
keadaan baik. Selanjutnya pilih jenis tranduser yang sesuai dengan luas daerah yang akan
diterapi. Pastikan sebelum terapi dilaksanakan semua control tombol diposisikan nol.
b. Persiapan pasien
1) Posisikan pasien senyaman mungkin (tidur terelentang)
2) Area yang diterapi bebas dari benda logam
3) Setelah itu kontak medium gel dioleskan di kulit yang akan diterapi. Sebelum mesin US
dihidupkan tranduser sudah menempel di daerah yang akan diterapi. Dan terapis
memberitahukan kepada pasien rasa yang akan timbul saat diterapi adalah hangat dan apabila

selama

terapi

berlangsung

ada

perasaan

tidak

enak,

pasien

diminta

untuk

memberitahukannya.
c. Pelaksanaan
1) Letakaan tranduser kearea yang akan diterapi
2) Atur frekuensi 1MHz
3) tentukan jenis energi yang diberikan (kontinue atau intermitten), berapa intensitas yang
diberikan.
4) Sebelum mesin dihidupkan tranduser harus sudah menempel pada daerah yang akan diterapi.
Selama terpi berlangsung tranduser harus selalu digerakkan dengan irama yang teratur
dengan pelan-pelan termasuk juga pada metode semi statis. Selama terapi berlangsung,
terapis harus selalu menanyakan kepada pasien tentang apa yang dirasakan.
5) Setelah selesai terapi bersihkan area terapi dengan handuk
6) Kontrol efek-efek samping yang mungkin timbul
7) Dosis:
F

: 3 x seminggu

T : kontak langsung
I

: 2,0 W/cm2

T : 2 menit

: 1,5 W/cm2

M : 20% (akut) atau 80% (kronis)

4. Terapi latihan
a. Free active movement
Gerakan dilakukan sendiri oleh pasien, hal ini dapat meningkatkan sirkulasi darah sehingga
spasme akan berkurang, jika spasme berkurang maka nyeri juga dapat berkurang. Gerakan ini
dapat menjaga lingkup gerak sendi dan memelihara kekuatan otot.
1) Posisi pasien: duduk di kursi, badan tegak lurus
2) Posisi terapis: didepan pasien
3) Pelaksanaan: terapis menginstruksikan kepada pasien untuk bergerak aktif fleksi, ekstensi,
abduksi, adduksi, eksorotasi, dan endorotasi shoulder. Setiap gerakan delapan kali
pengulangan.
b. Ressisted Active Exercise
Ressisted active exercise merupakan gerakan yang dilakukan oleh pasien itu sendiri, namun
ada tahanan yang diberikan oleh terapis saat otot berkontraksi. Tahanan diberikan secara
bertahap dari minimal sampai maksimal. Latihan ini dapat meningkatkan kekuatan otot.
1) Posisi pasien: Duduk di kursi, dan badak tegak lurus
2) Posisi terapis: Di sebelah bahu kiri pasien, satu tangan pasien fiksasi pada proksimal humeri
dan satu tangan nya lagi di distal humeri.

3) Pelaksanaan: Terapis menginstruksikan kepada pasien untuk bergerak aktif fleksi, ekstensi,
abduksi, adduksi, eksorotasi dan endorotasi. Kemudian terapis memberikan tahanan
berlawanan dengan arah gerakan pasien. Setiap gerakan delapan kali pengulangan.
c. Hold Relax
Hold

relax

merupakan

salah

satu

teknik

propioceptor

neuro

muscular fascilitation (PNF), yaitu suatu teknik yang menggunakan kontraksi isometrik yang
optimal dari kelompok otot antagonis yang memendek, dengan melawan tahanan dari
fisioterapis kearah berlawanan (agonis) dan dilanjutkan dengan rileksasi grup otot tersebut.
Kemudian dilakukan penguluran pada kelompok otot antagonis. Gerakan ini dilakukan
dengan tujuan untuk menambah LGS sedangkan untuk mengurangi nyeri setelah kontraksi
maksimal maka membutuhkan suplay darah yang besar dan darah yang mengalir ke jaringan
semakin besar (Kisner, 2002).
1) Posisi pasien: Duduk di kursi, badan tegak lurus
2) Posisi terapis: Di sebelah bahu kiri pasien, satu tangan fiksasi pada proksimal humeri, dan
satu tangannya lagi pada distal humeri.\
3) Pelaksanaan: Terapis menginstruksikan kepada pasien untuk bergerak aktif fleksi, ekstensi,
abduksi, adduksi, eksorotasi dan endorotasi shoulder. Terapis memberikan tahanan sampai
batas nyeri di gerakan tersebut kemudian tahan lalu rilex dan terapis mengarahkan tangan kiri
pasien kearah yang berlawanan dari gerakan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai