Anda di halaman 1dari 10

Maghfiroh Gesty Maharani

150342600207/ G

EKSPLORASI
Herbarium, Agar suatu tumbuhan dapat terus dilihat keberadaannya, maka
pengawetan tumbuhan menjadi alternative cara untuk melindungi keberadaan tumbuhan.
Salah satu pengawetan dengan herbarium. Herbarium yang baik tumbuhan yang diawetkan
utuh, lengkap dengan organ vegetatif (akar, abatang, daun ) dan generatif (bunga, buah dan
biji). Herbarium dibuat untuk tumbuhan yang berukuran kecil hingga sedang. Kegunaan
herbarium, sebagai alat peraga dalam pembelajaran, media penelitian, alat bantu identifikasi,
bukti adanya keanekaragaman, tujuan herbarium mengidentifikasi seluruh jenis tumbuhan
yang dijumpai, menyusun kunci identifikasi seluruh jenis tumbuhan.
Hal yang perlu diperhatikan dalam membuat herbarium
1. Pengumpulan
Dengan cara eksplorasi di lapangan, masukkan tumbuhan pada halaman buku yang tebal,
ambilah terutama dari bagian yang berbunga atau yang berbuah, buat sedikitnya dua sampel
yang lengkap pada tiap jenis, bagian dari tumbuhan yang besar sedikitnya 30-40 cm, dan
sedikitnya ada satu daun dan satu inflorescentia yang lengkap, sediakan buku untuk mencatat
kekhususan misalnya : warna, bau, tempat, banyaknya tanaman tersebut
2. Cara mengeringkan
Tumbuhan diatur diatas kertas kasar dan kering, misalnya kertas koran, tumbuhan yang
berdaging tebal direndam beberapa detik dalam air yang mendidih, letakkan ditempat
kelembapannya tinggi, tanaman disebut kering ketika sudah tak terasa dingin lagi dan juga
terasa kaku.
3. Pengawetan
Usahakan penyimpanan di tempat kering, dan sesekali di jemur dibawah sinar matahari, dan
menggunakan bubukan belerang, naphtaline, atau paradichloorbenzol.
4. Penyelesaian
Tuliskan data mengenai herbarium yaitu : tanggal, tempat ditemukan, tempat tumbuh, nama
penemu, catatan khusus, nama familia dan nama species.

Agihan dan pemencaran


Agihan adalah bagian permukaan bumi yang dihuni atau ditempati oleh suatu jenis takson
tertentu. Contoh : durian daerah distribusinya di asia tenggara, menunjukkan daerah distribusi
yang berbeda beda luasnya.
Pemencaran,
merupakan salah satu mekanisme perluasan wilayah penyebaran individu tersebut. Sehingga
tidak sedikit jenis tanaman yang bisa di jumpai hampir di seluruh benua. Pemencaran
tumbuhan tidak hanya membuat tumbuhan memiliki daerah persebaran yang luas tetapi juga
sebagai bentuk upaya dalam menjaga kelesatarian tumbuhan tersebut. Melalui mekanisme
pemencaran ini tumbuhan dikelompokan menjadi tumbuhan yang tersebar luas (kosmopolit)
dan hanya berada di daerah tertentu saja (endemik). Pemencaran dengan bantuan faktor luar
biasanya melibatkan alat pemencaran yang sudah termodifikasi sesuai dengan perantara
penyebarannya semisal jika di bantu angin maka biji kecil-kecil, jumlahnya banyak, dan
sangat ringan
1. Anemokori
Pemencaran biji dengan bantuan angin. Biji dapat terpencar jauh dari induknya.
Ciri tumbuhan yang pemencarannya dibantu angin adalah sebagai berikut :
-biji kecil dan ringan, contoh : biji anggrek dan spora jamur
-biji berbulu atau berambut, contoh : alang-alang (Imperata cylindrica) dan kapok (Ceiba
pentandra)
2.Hidrokori

Pemencaran biji dengan bantuan air. Bijinya mempunyai ciri ringan dan embrio/lembaganya
mempunyai pelindung yang baik.Contohnya : kelapa (Cocos nucifera
3. Zookori
Pemencaran dengan perantaraan hewan
Ornitokori : pemencaran dengan perantaraan burung. Biasanya bij tanaman ini tidak dapat
dicerna dan akan keluar bersama kotoran burung. Contoh : beringin (Ficus benjamina)
Kiroptorokori : pemencaran dengan perantaraan kelelawar. Contoh : jambu biji (Psidium
guajava)
Entomokori : pemencaran dengan perantaraan serangga. Contoh : wijen (Sesamum sp)
Mammokori : pemencaran dengan perantara mamalia. Contoh : kopi (Cofea tanaman sp)
4.Antropokori
Pemencaran dengan perantaraan manusia.
Pemencaran secara sengaja.
Contoh : kelapa sawit dari Afrika ke Indonesia

LUMUT
Penggolongan lumut :
1) Lumut hati : Riccicia, Marchantia
2) Lumut tanduk
3) Lumut daun : Spaghnum

1. Riccicia
a. Sistematika
Divisi : Bryophyta
Klas : Hepaticopsida
Bangsa : Marchantiales
Suku : Ricciaciae
Marga : Riccia
Distribusi paling luas penyebarannya. Struktur luar pada periode gametofit : tubuh
tersusun atas talus yang berwarna hijau, kecil, pipih, bercabang dikotom. Keseluruhan
gametofit membentuk roset. Percabangan talus disebut lobus, diujungnya terdapat takik yang
tersusun atas sel sel apikal sebagai titik tumbuh. Pada ventral talus terdapat rhizod, untuk
perlektan substrat dan penyerapan unsur hara, juga terdapat sisik yang melindungi titik
tumbuh.
Berikut strukturnya :
Sedangkan struktur dalam terdapat daerah fotosintesis dan daerah penyimpanan makanan.
Berikut gambarnya :

Reproduksi vegetatif : fragmentasi, cabang-cabang adventif, persistent apices, pembentukan


tuber

Sedangkan untuk reproduksi seksual, dapat bersifat monoecus dimana arkegonium dan
anteridium pada talus yang sama atau dioecus pada talus yang berbeda.
(skema daur hidup riccia)
2. Marchantia
Sistematika
Divisi : Bryophyta
Klas : Hepaticopsida
Bangsa : Marchantiales
Suku : Marchantiaceae
Marga : Marchantia
Beranggotakan 65 spesies, tumbuh di tebing-tebing, dinding sumur dan rawa.
Beberapa spesies seperti Marchantia palmata memiliki garis hitam pada bagian tengah
permukaan dorsal talus. Susunan luar periode gametofit : tersusun atas talus yang berwarna
hijau gelap, pipih, bercabang olkotom. Talus tidak menunjukkan percabangan tertentu.
Bagian tengah talus menebal membentuk rusuk. Permukaan dorsal tersusun atas ruang-ruang
udara (aerole) berbentuk trapesium. Tiap aerole ini memiliki pori untuk meminimalisir
penguapan. Bagian ventral muncul banyak rhizoid.
struktur talus Marchantia.

Struktur dalam marchantia terdapat daerah epidermis, daerah fotosintesis, daerah


penyimpanan cadangan makanan dan daerah erpidermis bawah.
Reproduksi aseksual dengan :fragmentasi, pembentukan cabang adventif, pembentukan
gemmae ( stuktur khas berbentuk seperti mangkok yang dalamnya terdapat gemmae atau
tumbuhan lumut kecil yang bila terlepas dan terpelanting oleh air hujan akan tumbuh menjadi
lumut baru).Reproduksi seksual terjadi sekali pada musim pertumbuhan, alat kelamin baik
jantan atau betina tumbuh diujung gametangiofor, tepatnya pada reseptakel. Struktur sporofit
marchantia yang telah masak tersusun atas : kaki, seta, dan kupsula (kotak spora).
daur hidup marchantia.

3. Anthoceros
Sistematika
Divisi : Bryophyta
Klas : Anthecerotopsida
Bangsa : Anthocerotales
Suku : Anthocerotaceae
Marga : Anthoceros
Penyebarannya kosmopolitan. Habitatnya tanah liat yang lembab atau batu-batuan
yang sangat lembab dan teduh. Struktur luar periode gametofit : talus kecil, berwarna hijau
gelap atau hijau kekuningan. Percabangan talus tidak teratur. Pada bagian ventral tidak
ditemukan sisik, rhizoid bersekat tidak sempurna, terdapat bulu bulu mucilage. Terdapat
bintil-bintil hijau kebiruan yang berisi nostoc.

struktur luar anthoceros


Struktur dalam, tersusun atas banyak lapis sel tanpa adanya rusuk. Daerah fotosintesis dan
daerah penyimpanan makanan tidak jelas batasnya. Beberapa memiliki lubang di bagian
ventral talus seperti stomata dan disebut slime pore. Keunikan lumut tanduk dibandingkan
lumut lain yaitu masaknya kapsul spora pada sporogonium tidak bersamaan, melainkan
dimulai dari atas dan berturut-turut sampai bagian bawah.

struktur dalam anthoceros.


Reproduksi vegetatif dengan fragmentasi, gemmae, tuber, peristem apikal , dan apospori.
Sedangkan reproduksi seksual ada yang bersifat monoecus dan dioecus. Struktur fase sporofit
: terdapat kaki, daerah intermediet, dan kapsula yang kompleks.

Daur hidup antoceros


4.Spaghnum
Sistematika
Divisi : Bryophyta
Klas : Bryopsida
Bangsa : Spaghnidae
Suku : Sphanaceae
Marga : Sphagnum
Ditemukan 336 spesies. Habitatnya adalah tempat yang sangat basah (sebagai
tumbuhan semi-aquatik) atau tumbuh di tepi perairan (subnerged aquatik). Struktur
gametofit : tahap protonema, berbentuk awal seperti filamen kemudian tumbuh menjadi pipih
dengan penjuluran tak teratur. Spaghnum dewasa tidak memiliki rhizoid. Tahap berdaun,
tersusun dari sumbu (kauloid) dan filoida daun. Sumbu membentuk percabangan cabang
mendatar dan cabang menjuntai.

sumbu.
Filoida tumbuh baik pada suhu tegak maupun percabangan. Sel penyusun filoida : sel hialin
(sel mati, tidak berwarna) dan sel asimilatori (panjang, sempit, berisi kloroplas)

Filodia spgahnum.
Reproduksi vegetatif dengan pemisahan sumbu tegak dari berkas dan menjadi tumbuhan
sendiri, dengan inovasi cabang tegak kemudian berkembang menjadi talus baru, daya
regenerasi, dan pembentukan protonema sekunder. Reproduksi seksual, alat kelamin tumbuh
pada coma (sumbu bawah). Struktur fase sporofit : kaki (menyerap makanan), kontriksi,
kapsula, dinding kapsula, dan operkulum (penutup kapsula.
Daur hidup spaghnum.
Sumber :
Prasetyo, Fatcurrahman. 1992. Botani Tumbuhan Lumut. Malang : IKIP Malang
Widhy, P. 2012. Herbarium. Sumatera Utara : USU
Nurhadi. 2015. Pengantar Geografi Tumbuhan. Yogyakarta : Fakultas Ilmu Sosial UNY

Pertanyaan :
1) Mengenai persebaran, bagaimana persebaran tumbuhan lumut? Faktor seperti apa yang dapat
mempengaruhi persebarannya?
Persebaran lumut sangat tergantung pada kondisi lingkungan. Faktor iklim seperti
suhu udara, kelembaban udara dan intensitas cahaya akan mempengaruhi persebaran,
komposisi dan kemelimpahan lumut. Lumut ditemukan pada area yang terkena cahaya sedikit
dan lembab. Peningkatan elevasi akan mempengaruhi persebaran lumut, karena peningkatan
elevasi akan menyebabkan penurunan dari suhu lingkungan tersebut tipis. Lumut hidup pada
lingkungan yang lembab dan akan tumbuh optimal pada suhu berkisar 1525 oC, serta
dengan kelembaban udara di atas 50%. Kelembaban udara lingkungan lumut sangat
mempengaruhi persebarannya dikarenakan lapisan kutikula lumut sangat tipis
Pada daerah kota atau daerah yang dekat dengan sumber polusi dengan konsentrasi
asap yang tinggi sudah tidak ditemukan keragaman lumut yang sempurna lagi, itu di
karenakan lumut dapat menyerap polutan melalui permukaan daun dan mengakumulasinya di
dalam sel. Selain itu lumut tersebar di lingkungan bersih dan tingkat kerapatan pohon tinggi.
2. Bagaimana tumbuhan lumut dapat dijadikan sebagai indikator pencemaran udara ?
Tumbuhan lumut digunakan sebagai parameter Index of atmospheric purity (IAP).
Lumut dipilih karena memiliki keanekaragaman bentuk habitat, struktur yang sederhana,
kemampuan totipotensi, rapid rate of multiplication yang tinggi, dan kemampuan akumulasi
logam berat yang tinggi. Gametofit dari lumut daun (moss) memiliki kemampuan akumulasi
logam berat 5-10 kali lebih tinggi daripada jaringan tumbuhan berpembuluh. Salah satu jenis
yang sering dijadikan parameter kuantitatif akumulasi logam berat adalah Atrichum
undulatum. Sensitivitas lumut dalam merespon paparan polutan di udara berbeda-beda.
Polutan seperti hidrokarbon folatil, logam berat, dan senyawa halogen akan menghambat
pembentukan gamet, perkembangan organ reproduksi, dan mereduksi kemampuan
fotosintesis dengan mendegradasi senyawa klorofil.
Lumut yang sangat sensitif terhadap paparan polutan tertentu akan memberikan gejala
visual seperti plasmolisis, klorosis, dan nekrosis. Lumut ini digunakan untuk mengestimasi
paparan polutan yang phytotoxic (seperti NH3) dalam kadar yang rendah. Lumut yang
memiliki kemampuan akumulasi polutan akan mengumpulkan polutan sehingga kadar
polutan dalam jaringan lumut dapat merefleksikan jumlah polutan di udara. Dalam kadar
yang di ambang batas, lumut tidak akan ditemukan.
Metode klasik yang digunakan, melihat perubahan komposisi suatu komunitas lumut
dan membandingkannya, karena tiap-tiap jenis lumut memiliki kemampuan respon yang
berbeda terhadap kadar polutan tertentu. Metode transplantasi secara sederhana mengukur
paparan polutan pada waktu tertentu dengan menyimpan medium tumbuh lumut pada
lingkungan terpapar kemudian dilihat tingkat kolonialisasi lumutnya. Semakin tercemar
medium tumbuh tersebut semakin sulit dikolonialisasi. Metode yang dikenal diantaranya
metode soil, moss bag method, dan bryometer. Metode fitososiologi mengukur paparan
polutan dalam berbagai tingkat aktivitas manusia. Keberadaan suatu lumut dikorelasikan
dengan Index of Atmospheric Purity (IAP).
Govindapyari, H., Leleeka, M., Nivedita, M., Uniyal, PL. 2010. Bryophytes. Indicators
and monitoring agents of pollution. NeBIO 1(1) 34-41

Anda mungkin juga menyukai