STEP 1
1. Pemeriksaan AVPU :
A : alert, sadar atau nggak?. Ada skala 1-4, ditanyain orietasi tempat,
orang, waktu, event.
V : verbal , dipanggil2 aja.
P : pain, dikasi rangsangan nyeri, di area sternum
U : unresponsive
Termasuk pemeriksaan neurologi untuk mengukur tingkat kesadran.
Biasa dilakuin selama transport ke RS.
STEP 2
1) Apa penyebab sumbatan jalan napas?
2) Mengapa pada px didapatkan pasien tampak sianosis dan
mengeluarkan snoring dan gurgling?
3) Mengapa dari rongga mulut didapatkan banyak darah?
4) Bagaimana interpretasi dari pulse oxymetri, tampak SpO2 90%,
RR 32x, GCS E2M3V2?
5) Apa akibat dari fraktur impresi os. frontal dan tandanya?
6) Mengapa dokter memasang oksigen non-breathing mask 10
L/menit?
7) Kenapa kondisi pasien semakin memburuk, masih tidak
sadarkan diri, masih terdengar gurgling, saturasi 87 %?
8) Perbedaan GCS dan AVPU?
9) Bagaimana cara melakukan AVPU?
10) Bagaimana langkah Primary survey, Secondary survey?
11) Bagaimana penanganan pertama pada kecelakaan?
12) Bagaimana pengelolaan jalan napas dengan triple airway
maneuver?
13) Bagaimana penilaian jalan napas?
14) Bagaimana pemasangan dari definitive airway?
15) Apa komplikasi jika pemasangan definitive airway gagal?
STEP 3
1) Apa penyebab sumbatan jalan napas?
Penyebab sumbatan jalan nafas yang sering kita jumpai adalah dasar
lidah, palatum mole, darah atau benda asing yang lain Dasar lidah
sering menyumbat jalan nafas pada penderita koma otot lidah dan leher
lemas tidak mampu mengangkat dasar lidah dari dinding belakang
farings. Hal ini sering terjadi bila kepala penderita dalam posisi fleksi.
Benda asing, seperti tumpahan atau darah di jalan nafas atas yang tidak
dapat ditelan atau dibatukkan oleh penderita yang tidak sadar dapat
menyumbat jalan nafas. Penderita yang mendapat anestesi atau tidak,
dapat terjadi laringospasme dan ini biasanya terjadi oleh karena
rangsangan jalan nafas atas pada penderita stupor atau koma yang
dangkal.
Sumbatan pada jalan nafas bagian bawah, dan ini terjadi sebagai
akibat bronkospasme, sembab mukosa, sekresi bronkus, masuknya isi
lambung atau benda asing ke dalam paru.
SNORING
PROSES SNORING
Mendengkur terjadi akibat pergerakan udara dari mulut atau hidung
menuju paru-paru membuat jaringan tenggorokan bergetar. Proses
snoring akibat turbulensi aliran udara pada saluran nafas atas
akibat sumbatan. Tempat terjadinya sumbatan biasanya di basis lidah
atau palatum.
Tidak sadar Otot-otot pada bagian belakang atap mulut, lidah dan
tenggorokan akan menjadi lebih lemas. Jika otot berada dalam
keadaan lemas yang berlebihan otot akan menghadang saluran
napas Saat pernapasan terjadi, langit-langit lunak dan uvula akan
bergetar dan menyentuh bagian belakang tenggorokan Getaran
mempersempit saluran pernapasan Semakin sempit saluran napas
aliran udara menjadi lebih besar dan meningkatkan getaran
jaringan. Inilah yang menyebabkan terjadinya suara keras saat
mendengkur.
Snoring ditandai dengan kolaps berulang dari saluran nafas atas, baik
komplet maupun parsial hipopneu apneu sehingga terjadi
desaturasi oksigen (hipoksemia)
Prasenohadi. Manajemen Jalan Napas; Pulmonologi Intervensi dan
Gawat Darurat Napas. FK UI, Jakarta, 2010.
DEFINISI SIANOSIS
Sianosis merupakan warna kebiruan pada kulit dan membran mukosa
sebagai akibat dari peningkatan jumlah Hb yang tereduksi (lebih dari
50 g/L atau 5 g/dL) atau derivat Hb pada pembuluh darah kecil di
daerah tertentu (berkurangnya SaO2 darah kapiler).
Sianosis terutama terlihat jelas di bibir, dasar kuku, daun telinga, dan
tonjolan tulang pipi PADA ORANG HITAM rongga mulut dan
konjungtiva
E2M3V2:
E2 : membuka mata karena rangsangan nyeri
M3 : ada fleksi ringan dan absduksi bahu
V2 : ada suara mengerang
Total 7 berat
5) Apa akibat dari fraktur impresi os. frontal dan tandanya? Apakah
sampai perdarahan?
Fraktur impresi : Hal ini umumnya terjadi setelah bertabrakan dengan
kekuatan besar dengan benda tumpul seperti : palu, batu, atau benda
berat lainnya. Trauma ini dapat menyebabkan lekukan pada tulang
tengkorak dan menekan jaringan otak. apabila kedalaman dari fraktur
impresi ini sama dengan ketebalan tulang tengkorak ( - inchi ),
operasi selalu dilakukan untuk mengangkat potongan tulang dan untuk
melihat kerusakan otak yang diakibatkan oleh trauma ini. Fraktur impresi
yang minimal lebih tipis dari ketebalan tulang. Fraktur ini umumnya tidak
perlu dioperasi kecuali dijumpai kerusakan lain. Fraktur ini dapat merobek
dura mater dan merusak jaringan otak dibawahnya serta menimbulkan
perdarahan.
4. Mencegah hipoksia
Indikasi
Efektif diberikan yang mengalami :
1. Gagal nafas
Ketidakmampuan tubuh dalam mempertahankan tekanan parsial
normal O2 dan CO2 di dalam darah, disebabkan oleh gangguan
pertukaran O2 dan CO2 sehingga sistem pernapasan tidak mampu
memenuhi metabolisme tubuh.
2. Gangguan jantung (gagal jantung)
Ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap nutrien dan
oksigen.
3. Kelumpuhan alat pernafasan
Suatu keadaan dimana terjadi kelumpuhan pada alat pernapasan
untuk memenuhi kebutuhan oksigen karena kehilangan kemampuan
ventilasi secara adekuat sehingga terjadi kegagalan pertukaran gas
O2 dan CO2.
4. Perubahan pola napas.
Hipoksia (kekurangan oksigen dalam jaringan), dyspnea (kesulitan
bernapas, misal pada pasien asma),sianosis (perubahan warna
menjadi kebiru-biruan pada permukaan kulit karena kekurangan
oksigen), apnea (tidak bernapas/ berhenti bernapas), bradipnea
(pernapasan lebih lambat dari normal dengan frekuensi kurang dari
16x/menit), takipnea (pernapasan lebih cepat dari normal dengan
frekuensi lebih dari 24x/menit (Tarwoto&Wartonah, 2010:35)
5. Keadaan gawat (misalnya : koma)
Pada keadaan gawat, misal pada pasien koma tidak dapat
mempertahankan sendiri jalan napas yang adekuat sehingga
mengalami penurunan oksigenasi.
6. Trauma paru
Paru-paru sebagai alat penapasan, jika terjadi benturan atau cedera
akan mengalami gangguan untuk melakukan inspirasi dan ekspirasi.
7. Metabolisme yang meningkat : luka bakar
Pada luka bakar, konsumsi oksigen oleh jaringan akan meningkat dua
kali lipat sebagai akibat dari keadaan hipermetabolisme.
8. Post operasi
Setelah operasi, tubuh akan kehilangan banyak darah dan pengaruh
dari obat bius akan mempengaruhi aliran darah ke seluruh tubuh,
sehingga sel tidak mendapat asupan oksigen yang cukup.
9. Keracunan karbon monoksida
Keberadaan CO di dalam tubuh akan sangat berbahaya jika dihirup
karena akan menggantikan posisi O2 yang berikatan dengan
hemoglobin dalam darah.
(Aryani, 2009:53)
Kontraindikasi
Tidak ada konsentrasi pada pemberian terapi oksigen dengan syarat
pemberian jenis dan jumlah aliran yang tepat. Namun demikan,
perhatikan pada khusus berikut ini
1. Pada klien dengan PPOM (Penyakit Paru Obstruktif Menahun) yang
mulai bernafas spontan maka pemasangan masker partial rebreathing
dan non rebreathing dapat menimbulkan tanda dan gejala keracunan
oksigen. Hal ini dikarenakan jenis masker rebreathing dan non-
rebreathing dapat mengalirkan oksigen dengan konsentrasi yang
tinggi yaitu sekitar 90-95%
Pada klien dengan masalah febris dan diaforesis, maka perawat perlu
melakukan perawatan kulit dan mulut secara extra karena
pemasangan masker tersebut dapat menyebabkan efek kekeringan di
sekitar area tersebut.
Jika terdapat luka lecet pada bagian telinga klien karena pemasangan
ikatan tali nasal kanul dan masker. Maka perawat dapat memakaikan
kassa berukuran 4x4cm di area tempat penekanan tersebut.
Jika terapi oksigen tidak dipakai lagi, posisikan flow meter dalam
posisi OFF
(Aryani, 2009:53)
Tujuan
a. Memberikan oksigen dengan konsentrasi relatif rendah saat
kebutuhan oksigen minimal.
b. Memberikan oksigen yang tidak terputus saat klien makan atau
minum.
(Aryani, 2009:54)
Indikasi
Klien yang bernapas spontan tetapi membutuhkan alat bantu nasal
kanula untuk memenuhi kebutuhan oksigen (keadaan sesak atau tidak
sesak). (Suparmi, 2008:67)
Prinsip
a. Nasal kanula untuk mengalirkan oksigen dengan aliran ringan atau
rendah, biasanya hanya 2-3 L/menit.
b. Membutuhkan pernapasan hidung
c. Tidak dapat mengalirkan oksigen dengan konsentrasi >40 %.
(Suparmi, 2008:67)
PEMBERIAN OKSIGEN MELALUI MASKER OKSIGEN
Pengertian
Pemberian oksigen kepada klien dengan menggunakan masker yang
dialiri oksigen dengan posisi menutupi hidung dan mulut klien. Masker
oksigen umumnya berwarna bening dan mempunyai tali sehingga
dapat mengikat kuat mengelilingi wajah klien. Bentuk dari face mask
bermacam-macam. Perbedaan antara rebreathing dan non-
rebreathing mask terletak pada adanya vulve yang mencegah udara
ekspirasi terinhalasi kembali. (Aryani, 2009:54)
Macam Bentuk Masker :
Tujuan
Memberikan tambahan oksigen dengan kadar sedang dengan
konsentrasi dan kelembaban yang lebih tinggi dibandingkan dengan
kanul. (Suparmi, 2008:68)
Prinsip
Mengalirkan oksigen tingkat sedang dari hidung ke mulut, dengan
aliran 5-6 liter/menit dengan konsentrasi 40 - 60%. (Suparmi, 2008:68)
b. Breathing (Ventilasi)
Airway (jalan napas) yang baik tidak menjamin breathing (dan
ventilasi) yang baik. Breathing artinya pernapasan atau proses
pertukaran oksigen dan karbon dioksida. Airway yang baik tidak
menjamin ventilasi yang baik. Ventilasi yang baik menggambarkan
fungsi baik dari paru, dinding thoraks dan diafragma. Pada saat
pemeriksaan breathing dada korban harus dibuka untuk melihat
pernapasan yang baik. Dalam pemeriksaan breathing berpedoman
pada :
1) Inspeksi
Inspeksi breathing berupa observasi dada, yang dinilai :
- Keadaan umum pasien tampak sesak dengan tangan menopang
pada tempat tidur dengan maksud supaya otot-otot bantu
pernapasan dapat membantu ekspirasi, pernapasan cuping hidung,
tachypneu dan sianosis. Selain itu juga mungkin dapat didengar
wheezing (ekspirasi yang memanjang) dan bentuk dada barrel chest
(terjadi pemanjangan diameter antero-posterior disertai sela iga yang
melebar dan sudut epigastrium yang tumpul). Keadaan ini bisa
dijumpai pada keadaan saluran napas yang menyempit seperti
asma. Yang dapat dilakukan memposisikan pasien pada posisi
senyaman mungkin, biasanya posisi setengah duduk dan diberi
oksigen pada asma ringan. Sedangkan pada asma berat diberi
bronkhodilator. Pada kasus trauma stabilisasi penderita dilakukan
pada posisi stabil dengan menggunakan bantuan oksigen baik itu
dengan endotracheal tube ataupun dengan ventilator. Indikasi
pemberian oksigen antara lain :
Pada saat RJP.
Setiap penderiat trauma berat.
Setiap nyeri prekardial.
Gangguan paru seperti asma, COPD, dan sebagainya.
Gangguan jantung.
- Pergerakan dada apakah simetris antara dinding thoraks kiri dan
kanan pada saat inspirasi dan ekspirasi. Ketidaksimetrisan ini salah
satunya disebabkan oleh trauma pada thoraks sehingga terdapat
udara dan darah dalam cavum pleura. Terdapatnya udara dalam
cavum pleura disebut pneumothorax dan gejalanya disertai dengan
nyeri dada, sesak napas dan dugaan diperkuat lagi jika terdapat luka
terbuka di daerah dada (dx : Pneumothorax terbuka). Jika terdapat
darah pada cavum pleura disebut hemothorax dan gejalanya pun
disertai sesak napas dan nyeri dada. Pada kedua kasus tersebut
kadang dijumpai deviasi trachea dan pergeseran mediastinum pada
stadium yang berat. Untuk pneumothorax terbuka bisa memasang
kasa tiga sisi.
- Frekwensi napas dan iramanya.
2) Palpasi
Palpasi dilakukan untuk memperlihatkan kelainan dinding
dada yang mungkin mengganggu ventilasi berupa adanya ekspansi
dada dan posisi apex jantung. Apex jantung berubah dapat
disebabkan dorongan oleh kelainan mediastinum, efusi pleura dan
lain-lain. Yang dinilai pada palpasi :
- Nyeri Tekan dan Krepitasi
Hal ini mungkin mengarah pada fraktur kosta. Nyeri timbul akibat
penekanan kosta ke pleura parietalis sedang krepitasi adalah bunyi
tulang kosta yang patah.
- Vocal Fremitus atau Tctil Fremitus
Hal ini dilakukan untuk mengetahui perambatan suara ke dinding
dada yang dirasakan oleh kedua tangan yang dirapatkan, tepatnya di
sela-sela kosta.
Peningkatan fremitus menandakan adanya konsolidasi paru
misalnya pada Pneumonia (kelainan infiltrat)
Penurunan fremitus hampir selalu disebabkan oleh kelainan non
infiltrat. Misalnya Pneumothorax, Hemotrax.
- Deviasi Trachea
Artinya terjadi penyimpangan trachea akibat pendorongan di dalam
mediastinum. Pada pneumothorax misalnya : deviasi trachea akan
mengarah ke arah sehat. Hal ini akan membantu dalam melakukan
NTS (Needle Thoracocintesis) jika tidak ada foto. NTS dilakukan
pada ICS dengan menggunakan ABBOCATH.
- DVS (Desakan Vena Sentralis)
Peningkatan DVS yang menyertai sesak biasanya mengarah pada
sesak yang disebabkan oleh kelainan jantung.
3) Perkusi
Perkusi dilakukan untuk menilai adanya udara atau darah
dalam rongga pleura. Suara perkusi yang normal adalah sonor.
Suara perkusi redup, pekak, hipersonor atau timpani menandakan
adanya kelainan pleura atau paru.
Perkusi yang pekak (dullness percussion, stone dullness)
misalnya pada hemothorax. Penanganannya dengan WSD (Water
Seal Drainage) pada ICS V atau VI.
Perkusi yang hipersonor ditemukan misalnya pada
Pneumothorax.
Perkusi inilah yang biasanya membantu membedakan
Pneumothorax dan Hemotrax selain foto thorax. Dalam melakukan
perkusi hendaknya selalu membandingkan tempat yang sehat dan
lesi (dari atas ke bawah; dari medial ke lateral).
4) Auskultasi
Auskulatasi dilakukan untuk memastikan masuknya udara ke
dalam paru. Pada keadaan normal didapatkan napas bronchial pada
trachea, napas bronchovesikuler di daerah intraclaviculer,
suprasternal dan interscapular. Sedangkan suara napas vesikuler di
luar lokasi diatas. Bila didapatkan suara napas bronchial/
bronchovesikuler pada lokasi yang seharusnya vesikuler,
menandakan adanya suatu kelainan pada tempat tersebut.
Suara napas vesikuler yang melemah menandakan adanya
halangan hantaran suara ke dinding dada misalnya efusi pleura,
pneumothorax dan hemotrax.
Suara wheezing, menciut (highed pitch) misalnya pada asma
dan gagal jantung.
Ronchi halus dan sedang dapat disebabkan oleh cairan
misalnya pada pneumonia dan edema paru.
Bunyi berkurang/menghilang menunjukkan adanya cairan/udara
dalam rongga pleura/ kolaps paru.
Bunyi napas bernada tinggi misalnya pada Tension
Pneumothorax.
Bunyi rub misalnya pada peluritis, infark paru dan lain-lain.
Setelah evaluasi breathing dan hasilnya baik, harus periksa
kembali Airway sebelum melanjutkan ke Circulation. Bila tiba-tiba
pasien henti napas maka pernapasan buatan bisa dengan :
1. Mouth to mouth ventilation/Mouth to nose.
2. Mouth to mask ventilation
Bila dipasang saluran oksigen pada fase mask maka konsentrasi
oksigen dapat mencapai 55%.
3. Ambu-Bag
Dipakai alat yang ada bag dan mask dengan diantaranya ada katup.
4. Jackson-REES.
5. Ventilator.
c. Circulation
Hal yang dinilai pada pemeriksaan sirkulasi adalah status
hemodinamik dari pasien. Pemeriksaan tersebut dilakukan dengan
melihat ada tidak perdarahan, pemeriksaan tekanan darah dan nadi
(tanda vital). Juga perhatikan ada tidak tanda-tanda syok seperti
hipotensi, pucat, berkeringat, akral dingin, dan perubahan status
mental.
Bila ada tanda-tanda syok tersebut maka segera posisikan
pasien dengan posisi Trendelenberg untuk menjamin sirukulasi ke
otak. Kemudian segera pasang infus untuk memasukkan cairan
intravena sesuai dengan indikasi. Bila ada perdarahan eksternal
yang nyata maka segera hentikan perdarahan tersebut dengan
kompresi atau penekanan langsung di tempat perdarahan atau bebat
tekan. Kontrol perdarahan ini diperlukan agar status hemodinamik
pasien tidak semakin memburuk.
Setelah tindakan tersebut dilakukan maka evaluasi kembali
keadaan pasien mulai dari tindakan yang pertama yaitu Airway atau
jalan napas, Breathing atau pernapasan dan Circulation atau
sirkulasi. Juga evaluasi tindakan yang telah kita lakukan.
Pada skenario kasus tampak nadi pasien lemah dan pucat.
Keadaan ini menunjukkan bahwa pasien mengalami gejala awal dari
syok. Untuk itu tindakan sirkulasi perlu kita lakukan. Tindakan yang
dilakukan adalah membaringkan pasien dengan posisi kaki lebih
tinggi dari kepala untuk menjamin sirkulasi ke otak tetap baik.
Kemudian masukkan cairan intravena/infus. Cairan yang dapat
diberikan adalah kristalloid dimana cairan ini relatif mudah ditemukan
di puskesmas dan relatif murah.
Respon Spontan 4
Jaw thrust: Jari indeks dan lainnya ditempatkan pada kedua sisi
antara sudut rahang dan telinga serta rahang di tarik ke depan.
Saat udara melewati jalan nafas maka terjadi penghangatan oleh dinding
mukosa yang banyak mengandung kapiler, humidifikasi (pelembaban)
dan filterisasi (penyaringan) oleh bulu hidung, mukus dan silia.