Anda di halaman 1dari 9

Tugas Sejarah

UNAMET (United Nation Assistance Mission for East Timor)

DISUSUN OLEH :
1. RINI MIRASTUTI
2. SHINTA ELISA PUTRI

KELAS XII IPA. 3

SMA NEGERI 1 PEKALONGAN


LAMPUNG TIMUR
TP. 2016/2017
UNAMET (United Nation Assistance Mission for East Timor)

A. Latar Belakang UNAMET (United Nation Assistance Mission for East


Timor)
Sebelum berintegrasi dengan Indonesia pada tahun 1976, selama lebih
dari empat abad Timor Timur merupakan jajahan Portugal. Fretilin (Frente
Revolucionaria de Timor Leste Independence), partai yang anti integrasi,
memproklamirkan kemerdekaan Timor Timur pada tanggal 28 November
1977. Fretilin yang dulunya bernama ASDT (Associacao
Popular Democratica Timorense) merupakan partai revolusioner dan
radikal dalam memperjuangkan kemerdekaan Timor Timur. Dua hari
kemudian, pada tanggal 30 November 1977, suatu koalisi parta-partai pro
Indonesia terutama Uniao Democratica Timorense (UDT) dan Associacao
Popular Democratica (Apodeti) juga memproklamirkan kemerdekaan wilayah
tersebut dan menyatakan ingin berintegrasi dengan Indonesia.
Satu deklarasi ini kemudian dikenal dengan sebutan Deklarasi Balibo,
yang kemudian disahkan oleh DPR tanggal 15 Juli 1976 dan ditandatangani
oleh Presiden pada tanggal 17 Juli 1976, sebagai Undang-Undang No. 7 Tahun
1976, yang isinya menerima Timor Timur sebagai bagian dari kedaulatan
Indonesia, dan menjadikannya sebagai propinsi ke-27. Dalam
perkembangannya, MPR kemudian mengesahkannya melalui TAP MPR
VI/MPR/1978 pada tahun 1978. Semenjak itulah saga tentang Timor Timur
terus bergulir, agenda pembahasan masalah Timor Timur oleh Indonesia terus
masuk dalam Sidang Umum PBB.
Desakan dan simpati Internasional agar Indonesia memberikan
kesempatan kepada rakyat Timor Timur untuk menentukan nasib sendiri
(rights to self determination) menguat karenanya. Peristiwa ini menjadi
momentum strategis bagi perjuangan kelompok Fretilin yang telah lama
menginginkan kemerdekaan atas wilayah tersebut. Menyusul perubahan
politik drastis di Indonesia dan desakan dunia Internasional yang makin
menguat, pemerintahan Habibie mengambil terobosan kebijakan untuk
menyelenggarakan jajak pendapat yang akan menentukan masa depan Timor
Timur. Terdapat dua opsi yang dapat dipilih oleh rakyat Timor Timur, yaitu
otonomi khusus dengan tetap menjadi bagian dari Indonesia; atau merdeka.
Jajak pendapat yang menawarkan kedua opsi tersebut pun diselenggarakan
serentak di Timor Timur pada tanggal 30 Agustus 1999. Pada tanggal 4
September 1999 hasil jajak pendapat tersebut diumumkan : 94.388 (21,5%)
memilih usul otonomi khusus dan 344.580 (78,5%) memilih opsi untuk
merdeka. Semenjak itulah Timor Timur resmi lepas dari kedaulatan Indonesia.
Pasca pengumuman hasil jajak pendapat tersebut, kerusuhan dan
kekerasan berkobar di Timor Timur. Milisi pro integrasi yang merasa kecewa
dengan hasil jajak pendapat melakukan penyerangan terhadap kelompok anti
integrasi. Akibat kerusuhan ini, Dili dan kota-kota di Timor Timur rusak berat,
ratusan orang tewas, dan ratusan ribu orang mengungsi ke Nusa Tenggara
Barat.
Semua perubahan mendadak itu menimbulkan kegamangan, baik di
pihak pro integrasi maupun kelompok anti integrasi. Kekerasan yang bersifat
massif di Timor Timur pasca referendum, kemudian dikaitkan dengan
intervensi TNI sebagai pemegang otoritas keamanan di Timor Timur. PBB
kemudian membentuk UNAMET (United Nation Assistance Mission for East
Timor) demi memfasilitasi dan mengawasi pelaksanaan jajak pendapat.
UNAMET juga disinyalir kurang netral dalam perekrutan staf lokal di Timor
Timur dengan cenderung memilih dari kalangan anti integrasi dibanding dari
kalangan pro integrasi. Masalah keamanan menjadi batu sandungan bagi
pemerintah Indonesia. Netralitas aparat militer dan kepolisian Indonesia
dipertanyakan oleh banyak pihak, termasuk UNAMET.
Sesuai dengan kesepakatan New York, Indonesia, yang bertanggung
jawab atas keamanan menjelang dan selama jajak pendapat berlangsung,
dituntut untuk bersikap netral terhadap kelompok yang bertikai. Ini merupakan
hal yang sulit dilakukan. Selain kegagalan aparat keamanan Indonesia untuk
bersikap netral kebencian dan rasa dendam yang luar biasa diantara kedua
kelompok yang bertikai merupakan kendala besar dalam upaya menciptakan
keamanan di Timor Timur.
B. Misi PBB untuk Timor Timur (United Nations Mission in East Timor;
UNAMET)
Misi PBB untuk Timor Timur (United Nations Mission in East Timor;
UNAMET) adalah misi penjaga perdamaian yang diciptakan oleh Dewan
Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 11 Juni dari 1999 , melalui
Resolusi 1246, untuk melakukan realisasi referendum Timor Timur untuk
memutuskan masa depan wilayah tersebut terhadap tiga alternatif yaitu:
otonomi khusus, diintegrasikan ke dalam Republik Indonesia, atau pemisahan
dari negara Indonesia.

C. Kecurangan UNAMET dalam Referendum di Timor Timur


Karena pemerintah Indonesia terus-menerus mendapatkan tekanan dari
berbagai negara khususnya Australia karena kasus Timor Timur, Presiden
Baharuddin Jusuf Habibie memutuskan untuk mengadakan referendum. PM
Australia John Howard secara pribadi mendesak Presiden B. J. Habibie
melalui sebuah surat untuk segera mengadakan referendum di wilayah bekas
koloni Portugal tersebut.
Amerika Serikat sebagai salah satu sekutu Australia turut menjatuhkan
embargo militer kepada Indonesia. Tanggung jawab referendum tersebut
nantinya diserahkan kepada PBB. PBB segera membentuk tim misi dan
mengirimkan staf dan pasukan yang sebagian besar berasal dari Australia
untuk melaksanakan dan mengawasi referendum di Timor Timur.
Data-data kecurangan di bawah diperoleh dari situs milik UNTAS (Uni
Timor Aswa'in, organisasi yang menghimpun orang-orang Timor Timur pro
integrasi pasca referendum). Kecurangan dalam Referendum Misi PBB
tersebut diberi nama UNAMET (United Nations Mission in East Timor).
UNAMET dibentuk pada tanggal 11 Juni 1999 sebagai kelanjutan dari
Perjanjian Tri Partit tanggal 5 Mei 1999. UNAMET menyusun tahap kegiatan
referendum sebagai berikut :
1. Tahap pendaftaran (16 Juli hingga 10 Agustus 1999)
2. Tahap kampanye (11 hingga 27 Agustus 1999)
3. Periode tenang (28 hingga 29 Agustus 1999)
4. Tahap pemungutan suara (30 Agustus 1999) 5. Tahap penghitungan suara
(31 Agustus hingga 6 September 1999 tetapi kemudian dimajukan hingga
3 September 1999)
Kecurangan-kecurangan yang menonjol sebelum pelaksanaan jajak pendapat :
1. Perekrutan local staff hanya diambil dari kelompok pro kemerdekaan atau
masyarakat yang akan memilih opsi merdeka
2. Sebagian besar TPS dari 274 TPS dengan lebih dari 700 bilik suara
terletak di dekat pemukiman-pemukiman masyarakat pro kemerdekaan
3. Tanggal 16 Juli 1999 di desa Ritabo, kabupaten Bobonaro, tiga anggota
UNAMET memaksa masyarakat melepas baju-baju yang bertuliskan pro
otonomi dan menurunkan bendera Merah Putih yang masih berkibar di
rumah-rumah penduduk
4. Tanggal 20 Juli 1999 di desa Komoro, kabupaten Dili, anggota UNAMET
beserta para local staff-nya melakukan intimidasi dengan mengizinkan
masyarakat mendaftar dengan syarat memilih opsi 2 (opsi merdeka)
5. Tanggal 27 Juli 1999 di desa Bekoli, kabupaten Baukau, personel
UNAMET no. Ran 303 menjelaskan kepada masyarakat setempat :
"Kedatangan UNAMET ke Timor Timur adalah untuk memerdekakan
Timor Timur, perang saudara akan terjadi di Timor Timur dan itu adalah
biasa bagi negara-negara yang sedang dilanda konflik di dunia manapun."
6. Tanggal 5 Agustus 1999 di kabupaten Ainaro, UNAMET mengizinkan
pembentukan dewan mahasiswa tanpa terlebih dahulu mendapatkan izin
dari pemerintah daerah setempat
7. Tanggal 5 Agustus 1999 di kabupaten Bobonaro, seorang anggota
UNAMET yang sedang menerima pendaftaran mengatakan :"Kedatangan
UNAMET hanya untuk bekerjasama dengan FALINTIL, bukan dengan
Indonesia."
8. Tanggal 8 Agustus 1999 di surat kabar lokal Timor Timur diberitakan
tindakan-tindakan tidak terpuji para personel UNAMET yang memerkosa
wanita-wanita Timor Timur
9. Tanggal 14 Agustus 1999 di desa Paragua dan desa Gulolo, kabupaten
Bobonaro, seorang personel UNAMET bernama Smith bersama rekan-
rekannya menghentikan mobilnya di depan sebuah rumah masyarakat pro
otonomi danmengatakan : "Apabila masyarakat tidak menurunkan bendera
Merah Putih yang dikibarkan di rumah masing-masing, maka akan saya
sobek dan kalau tidak, akan ada rombongan CNRT di belakang yang akan
merobeknya."
10. Tanggal 28 Agustus 1999 di kabupaten Maliana, seorang anggota
UNAMET bernama Peter Bartu asal Australia memutarbalikkan berita-
berita mengenai kejadian-kejadian yang terjadi di Maliana hingga
menyebabkan ketegangan antara pihak pro kemerdekaan dan pro
otonomiAda banyak tindakan kecurangan yang terjadi secara terang-
terangan pada tanggal 30 Agustus 1999 (hari pemungutan suara).
Berdasarkan laporan berbagai pihak, ada 29 macam kecurangan yang
terjadi di 89 dari 274 TPS yang tersebar di 13 kabupaten di Timor Timur.
Macam-macam pelanggaran tersebut : Dilakukan oleh UNAMET :
1. Mengintimidasi masyarakat untuk memilik opsi 2 (tercatat 20 pengaduan
dari Dili, Suai, dan Ambeno)
2. Memercepat waktu pembukaan dan penutupan pemungutan suara (tercatat
5 pengaduan dari Dili dan Ermera)
3. Sejumlah kartu suara opsi 2 sudah dicoblos dan dipersiapkan tinggal
dimasukkan ke kotak suara (tercatat 2 pengaduan dari Dili)
4. Sebelum pemungutan suara dimulai kotak suara tidak dibuka (tercatat 1
pengaduan dari Aileu)
5. Kotak suara telah diisi kartu-kartu suara sebelum pencoblosan dimulai
(tercatat 2 pengaduan dari Los Palos)
6. Mengarahkan pemilih buta huruf dan lansia untuk memilih opsi 2 (tercatat
2 pengaduan dari Dili dan Los Palos)
7. Menolak POLRI mengawal kotak-kotak suara sebaliknya menggunakan
CNRT untuk mengawal kotak-kotak suara(tercatat 1 pengaduan dari Dili)
8. CIVPOL (Civilian Police) menahan seorang pemilih dengan alasan tidak
jelas (tercatat 1 pengaduan dari Dili)
9. Memersulit wartawan Indonesia sebaliknya memermudah wartawan asing
untuk meliput di TPS (tercatat 1 pengaduan dari Vikeke)
10. Tidak mengizinkan pemantau nasional sebaliknya pemantau internasional
dapat dengan mudah mengecek bilik-bilik suara (tercatat 1 pengaduan dari
Dili)
Dilakukan oleh local staff :
1. Memengaruhi bahkan memaksa para pemilih untuk mencoblos opsi 2
(tercatat 17 pengaduan dari Dili, Ermera, Aileu, Maliana, dan Ainaro)
2. Mencoblos kartu-kartu suara dengan opsi 2 tanpa seizin pemilih (tercatat 3
pengaduan dari Los Palos dan Ermera)
3. Mengantar dan menunjukkan kepada orang-orang tua ke kotak suara untuk
mencoblos opsi 2 (tercatat 1 pengaduan dari Dili)
4. Merampas kartu suara dan pemilih tidak diperbolehkan mencoblos
(tercatat 1 pengaduan dari Ermera)
5. Membagikan kartu suara dan membisikkan agar memilih opsi 2 (tercatat 3
pengaduan dari Maliana dan Ambeno)
Dilakukan oleh FALINTIL :
1. Menghadang serta mengintimidasi masyarakat pro otonomi yang akan
menuju ke TPS (tercatat 3 pengaduan dari Ermera dan Aileu)
2. Mengintimidasi dari belakang bilik suara untuk memilih opsi 2 (tercatat 2
pengaduan dari Ermera)
3. Show of force dengan menggunakan senjata di sekitar TPS untuk
menakuti masyarakat agar memilih opsi 2 (tercatat 1 pengaduan dari
Baukau)
Dilakukan oleh warga pro kemerdekaan :
1. Memblokade masyarakat pro otonomi menuju ke TPS (tercatat 1
pengaduan dari Dili)
2. Menjaga TPS dengan berseragam militer sambil membisikkan untuk
memilih opsi 2 (tercatat 1 pengaduan dari Dili)
3. Mengarahkan / mempengaruhi / memaksa memilih opsi 2 (tercatat 9
pengaduan dari Dili, Vikeke, dan Aileu)
4. Menyebarkan isu pelemparan granat agar masyarakat pro otonomi takut ke
TPS (tercatat 1 pengaduan dari Suai) 5. Menyerang masyarakat pro
otonomi sehingga mengungsi dan tidak memilih (tercatat 1 pengaduan dari
Aileu)
Dilakukan oleh mahasiswa pro kemerdekaan :
1. Membagikan kartu suara ke rumah-rumah untuk memilih opsi 2 (tercatat 1
pengaduan dari Dili)
2. Memengaruhi masyarakat untuk mencoblos opsi 2 (tercatat 3 pengaduan
dari Vikeke)
Dilakukan oleh turis / wartawan Australia :
1. Membawa satu bundel sampel suara yang opsi 2 telah dicoblos untuk
diberikan kepada masyarakat (tercatat 1 pengaduan dari Suai) Kartu suara
salah cetak : tercatat 1 pengaduan dari Baukau Aksi Protes terhadap PBB
Karena dianggap berpihak kepada pro kemerdekaan, empat kelompok
pengunjuk rasa dengan jumlah pengunjuk rasa sekitar 300 orang
mendatangi gedung PBB di Jalan M. H. Thamrin, Jakarta, untuk mendesak
agar UNAMET mundur. Keempat kelompok pengunjuk rasa tersebut
adalah PERKASA (Perjuangan Kedaulatan Rakyat), PERPENAS
(Persatuan Pemuda Nasionalis), FCBL (Forum Cinta Bumi Lorosae), serta
HUMANIKA. Di lain pihak, aparat keamanan dari POLRI sudah berjaga-
jaga di depan gedung sambil membawa pentung dan tameng untuk
mengantisipasi terjadinya kerusuhan. Mereka mengadakan aksi demo di
depan gedung PBB dengan membawa bunga anggrek dan poster
bertuliskan "Ingat!! UNAMET curang", "UNAMET go to hell",
"UNAMET war criminal in Indonesia", dll. Ada pula yang melampiaskan
kekesalan dengan melemparkan telur busuk ke arah gedung PBB.

D. Aksi Protes terhadap PBB


Karena dianggap berpihak kepada pro kemerdekaan, empat kelompok
pengunjuk rasa dengan jumlah pengunjuk rasa sekitar 300 orang mendatangi
gedung PBB di Jalan M. H. Thamrin, Jakarta, untuk mendesak agar UNAMET
mundur. Keempat kelompok pengunjuk rasa tersebut adalah PERKASA
(Perjuangan Kedaulatan Rakyat), PERPENAS (Persatuan Pemuda Nasionalis),
FCBL (Forum Cinta Bumi Lorosae), serta HUMANIKA. Di lain pihak, aparat
keamanan dari POLRI sudah berjaga-jaga di depan gedung sambil membawa
pentung dan tameng untuk mengantisipasi terjadinya kerusuhan. Mereka
mengadakan aksi demo di depan gedung PBB dengan membawa bunga
anggrek dan poster bertuliskan "Ingat!! UNAMET curang", "UNAMET go to
hell", "UNAMET war criminal in Indonesia", dll. Ada pula yang
melampiaskan kekesalan dengan melemparkan telur busuk ke arah gedung
PBB.
Beberapa karyawan yang berada di dalam pagar terkena cipratan telur
busuk. Para pengunjuk rasa dari kelompok PERKASA juga mengacung-
acungkan bambu runcing dengan bendera Merah Putih dipasang di ujungnya
sambil berteriak "Usir UNAMET!" Ketua umum PERKASA Zulkifli Idris
Tarigan berorasi di depan gedung PBB dan mengklaim bahwa ia memiliki
bukti-bukti kecurangan UNAMET.
Hal senada juga disampaikan oleh kelompok PERPENAS. Di lain pihak,
dalam unjuk rasa FCBL terdapat sejumlah tokoh pro integrasi seperti Armindo
Soares Mariano, Domingos Maria das Dores Soares, dan Fransisco Lopes de
Carvalho. Dalam kelompok ini ada beberapa pengunjuk rasa yang
menggunakan pakaian adat Timor Timur. "Orang UNAMET sengaja
mengalahkan pro otonomi," kata Armindo Soares Mariano sedangkan
Fransisco Lopes de Carvalho menuding UNAMET telah memrakarsai
berdirinya kantor-kantor CNRT di Timor Timur.

Anda mungkin juga menyukai