Anda di halaman 1dari 30

Bahan Seminar Proposal

Departemen Kimia

ANALISA KANDUNGAN MINYAK ATSIRI DAN UJI AKTIVITAS PESTISIDA


NABATI DARI RIMPANG LENGKUAS (Alpinia galanga)
TERHADAP LALAT BUAH (Bactrocera carambolae)

PROPOSAL

OLEH :
YUNITA FLORENSIA SARAGIH
NIM : 150822021

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2015
1

ANALISA KANDUNGAN MINYAK ATSIRI DAN UJI AKTIVITAS PESTISIDA


NABATI DARI RIMPANG LENGKUAS (Alpinia galanga)
TERHADAP LALAT BUAH (Bactrocera carambolae)

OLEH :
YUNITA FLORENSIA SARAGIH
150822021

Pembimbing II Pembimbing I

Dr. Mimpin Ginting, M.S Drs. Darwis Surbakti, M.S


NIP. 195510131986011001 NIP.195307071983031001

Diketahui Ketua Departemen Kimia

Dr. Rumondang Bulan Nst, MS


NIP. 195408301985032001
2

A. Judul Penelitian : ANALISA KANDUNGAN MINYAK ATSIRI DAN UJI


AKTIVITAS PESTISIDA NABATI DARI RIMPANG
LENGKUAS (Alpinia galanga) TERHADAP LALAT
BUAH (Bactrocera carambolae)

B. Bidang Ilmu : Kimia Organik

C. Latar Belakang :

D. Permasalahan : 1. Komponen senyawa kimia utama apakah yang terkandung


dalam minyak atsiri rimpang lengkuas (Alpinia galanga)
yang telah di hidrodestilasi dengan metode analisa GC-
MS?
2. Bagaimanakah potensi minyak atsiri rimpang lengkuas
sebagai pestisida nabati terhadap lalat buah (Bactrocera
carambolae) ?
3

E. Tujuan Penelitian : 1. Untuk mengetahui komponen senyawa kimia utama yang


terkandung dalam minyak atsiri rimpang lengkuas
(Alpinia galanga) yang telah dihidrodestilasi dengan
metode analisa GC-MS.
2. Untuk mengetahui potensi minyak atsiri rimpang lengkuas
sebagai pestisida nabati terhadap lalat buah (Bactrocera
carambolae).

F. Manfaat Penelitian : Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi di


bidang kimia organik mengenai komponen kimia yang
terdapat dalam minyak atsiri dan potensi minyak atsiri
rimpang lengkuas sebagai pestisida nabati.

G. Lokasi Penelitian : Uji penyulingan minyak atsiri rimpang lengkuas dilakukan di


Laboratorium Kimia Organik FMIPA USU Medan, untuk uji
analisa spektroskopi GC-MS dilakukan di Laboratorium
FMIPA-UGM, dan untuk uji pestisida nabati dilakukan di
Laboratorium Hama Penyakit Tanaman (HPT) Departemen
Pertanian Medan.

H. Metodologi : Penelitian ini dilakukan secara eksperimen laboratorium dan


Percobaan sebagai objek penelitian adalah rimpang lengkuas yang
diperoleh dari Pancur Batu. Rimpang lengkuas dipotong-
potong kecil-kecil, kemudian dimasukkan kedalam labu Stahl.
Minyak atsiri yang diperoleh dipisahkan dari lapisan airnya
kemudian ditambahkan Na2S04 anhidrous untuk
menghilangkan kandungan airnya, kemudian didekantasi.
Minyak atsiri yang diperoleh dianalisa dengan metode GC-
MS untuk mengetahui komponen kimianya, serta uji potensi
minyak atsiri sebagai pestisida nabati dengan metode
perbandingan konsentrasi.

1. Lengkuas (Alpinia galanga)


I. Tinjauan Pustaka
Lengkuas termasuk ke dalam famili Zingiberacceae.
Lengkuas atau laos (Alpinia galanga) adalah rempah-rempah
4

populer dalam tradisi boga dan pengobatan tradisional


Indonesia maupun daerah Asia Tenggara lainnya. Bagian
yang dimanfaatkan adalah rimpangnya yang beraroma khas.
Pemanfaat lengkuas biasanya mememarkan rimpang
kemudian dicelupkan begitu saja ke dalam campuran
masakan. Tanaman ini berasal dari Asia Tenggara,
kemungkinan Cina bagian Selatan; kini dibiakkan di
Thailand, Malaysia, dan Indonesia.

Adapun klasifikasi tanaman lengkuas adalah sebagai berikut :


Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida

Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Alpinia
Species : Alpinia galanga

Lengkuas termasuk tumbuhan tegak yang tinggi


batangnya mencapai 2-2,5 meter. Rimpangnya agak tegak,
berdiameter 2-4 cm, keras, berserat, berkilau, berwarna merah
cerah dan kuning pucat, serta harum. Umbi akar yang seperti
akar jahe (rhizoma). Terdiri dari sub unit silindris (potongan
melintang sirkuler), bagian permukaannya berwarna pucat
kemerahan dengan ciri khas garis-garis melintang berwarna
coklat kemerahan, yang berbentuk seperti cincin kecil. Bagian
dalamnya mempunyai warna yang sama dengan kulitnya dan
mempunyai tekstur yang keras dan berkayu.

Lengkuas mempunyai batang pohon yang terdiri dari


susunan pelepah-pelepah daun. Daun-daunnya berbentuk
bulat panjang, pangkalnya berbentuk pasak dan ujungnya
sedikit meruncing, berwarna hijau mengkilap. Di antara daun
5

yang terdapat pada bagian bawah terdiri dari pelepah-pelepah


saja, sedangkan bagian atas batang terdiri dari pelepah-
pelepah lengkap dengan helaian daun. Pelepah daun berbulu
halus dan rapat di bagian ujung. Panjang tangkai daun 1-1,5
cm dan berbulu. Bunganya muncul pada bagian ujung
tumbuhan yang tersussun dalam tandan, panjang 10-30 cm
dan lebar 5-7 cm. Bunganya berbau harum dengan panjang 3-
4 cm dan berwarna putih.

Berdasarkan warna rimpang, dikenal dua jenis


lengkuas, yaitu lengkuas berimpang putih dan lengkuas
berimpang merah. Lengkuas berimpang putih memiliki tinggi
batang 3 m, dimeter batang 2,5 cm, dan diameter rimpang 3-4
cm, sedangkan lengkuas berimpang merah memiliki tinggi
batang 1-1,5 m dengan diameter batang 1 cm dan dameter
rimpang 2 cm.

2. Manfaat Daun Sirih Hutan ( Piper aduncum L)


Piper aduncum salah satu famili Piperaceae yang
menghasilkan minyak atsiri. Secara tradisional digunakan
untuk mengatasi sakit perut, kencing nanah (gonorhoea) dan
penolak serangga. Dilaporkan bahwa minyak atsiri yang
didestilasi dari daun sirih hutan memiliki kandungan turunan
fenil propana seperti dillapiol, miristin, 5-metoksi-6-2-
propeni, 1,3- benzodioksol, dan safrol, disamping piperitol, -
pinen, limonene, 4-karena, piperitone, longisiklena, kopaena,
isokariotilena, -kariofilena dan patculana (Agusta, 2000).

3. Lalat Buah (Bactrocela Carambolae)


Bactrocera carambolae merupakan spesies lalat buah yang
paling melimpah di Bogor, Depok dan Jakarta selain B .
papayae. Lalat buah ini selalu ada dan melimpah karena
keberadaan tanaman inangnya. Selain menyerang jambu biji,
6

lalat buah ini menyerang berbagai macam buah-buahan antara


lain belimbing, kluwih, cabai, nangka, jambu bol, tomat,
mangga, papaya (Siwi et al. 2006).
Klasifikasi dari lalat buah (Bactrocela carambolae)
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Famili : Tephritidae
Genus : Batrocera
Spesies : Batrocera spp.

2. a 2.b
(Gambar 2.a Foto Bactrocela Carambolae hinggap pada buah jambu biji
dan Gambar 2.b Foto daur hidup Bactrocela Carambolae)

3. Minyak Atsiri
Minyak atsiri adalah salah satu kandungan tanaman yang
sering disebut minyak terbang. Minyak atsiri dinamakan
demikian karena minyak tersebut mudah menguap. Selain itu,
minyak atsiri juga disebut essential oil (dari kata essence)
karena minyak tersebut memberikan bau pada tanaman
(Koensoemardiyah, 2010).
Minyak atsiri bukan merupakan senyawa tunggal, tetapi
tersusun dari berbagai komponen kimia, seperti alkohol,
fenol, keton, ester, aldehida, dan terpena (Gunawan dan
Mulyadi, S. 2007).
Minyak atsiri dapat dibagi menjadi dua kelompok.
Pertama, minyak atsiri yang dengan mudah dapat dipisahkan
menjadi komponen-komponen atau penyusunan murninya.
Biasanya komponen utama yang terdapat dalam minyak atsiri
tersebut dipisahkan atau diisolasi dengan penyulingan
7

bertingkat atau dengan proses kimia yang sederhana.


(Sastrohamidjojo, 2004).
Informasi aktivitas tumbuhan P. Aduncum juga sudah
dilaporkan, antara lain terhadap Ostrinia nubilalis (Bernard
et al.1995), Aedes aegypti (Fazolin et al. 2005), Cerotona
tingomerianus (Estreal et al. 2006) dan S. Zeamais (Rafael et
al. 2008 ). Hasil skrining tumbuhan yang berasal dari
Sumatera Barat Piper aduncum bersifat insektisida terhadap
C. pavonana (Arneti et al. 2009). Selain aktivitasnya sebagai
insektisida tumbuhan P. aduncum juga banyak terdapat di
sekitar lahan pertanian dan tumbuh secara liar serta belum
dimanfaatkan sehingga potensial dikembangkan sebagai
insektisida nabati.
Minyak atsiri dapat diproduksi melalui tiga model
penyulingan, yaitu penyulingan dengan air, penyulingan
dengan uap, dan penyulingan dengan air dan uap.

1. Penyulingan dengan air


Pada metode ini, bahan tanaman yang akan
disulingkan akan kontak langsung dengan air
mendidih. Bahan dapat mengapung diatas air atau
terendam secara sempurna tergantung, pada jenis
dan jumlah bahan yang disuling. Ciri khas model
ini adanya kontak langusung antara bahan dan air
mendidih.
2. Penyulingan dengan uap
Model ini disebut juga penyulingan uap atau
penyulingan tak langsung. Pada prinsipnya, model
ini sama dengan penyulingan langsung. Hanya saja,
air penghasil uap tidak diisikan bersama-sama
dalam ketel penyulingan. Uap yang digunakan
berupa uap jenuh atau uap yang kelewat panas
dengan tekanan lebih dari 1 atmosfer.
3. Penyulingan dengan air dan uap
Pada model ini, bahan tanaman yang akan disuling
diletakkan diatas rak-rak atau saringan berlubang.
Kemudian ketel penyulingan diisi dengan air
8

sampai permukaannya tidak jauh dari bagian.

4. Komponen Kimia Minyak Atsiri


Minyak atsiri biasanya terdiri dari berbagai campuran
persenyawaan kimia yang terbentuk dari unsur karbon (C),
Hidrogen (H), dan oksigen (O). pada umumnya komponen
kimia minyak atsiri dibagi menjadi dua golongan, yaitu:
1. Hidrokarbon yang terutama terdiri dari persenyawaan
terpen

Persenyawaan yang termasuk golongan ini terbentuk


dari unsur karbon (C), dan hidrogen (H). Jenis
Hidrokarbon yang terdapat dalam minyak atsiri
sebagian besar terdiri dari monoterpen (2 unit
isopren), dan politerpen.
2. Hidrokarbon teroksigenasi

Komponen kimia dari golongan ini terbentuk dari


unsur karbon (C), Hidrogen (H), dan oksigen (O).
persenyawaan yang tewrmasuk dari golongan ini
adalah persenyawaan alkohol, aldehid, ester, fenol.
Ikatan karbon yang terdapat dalam molekulnya dapat
terdiri dari ikatan tunggal, dan ikatan rangkap dua dan
ikatan rangkap tiga. Terpen mengandung ikatan
tunggal dan ikatan rangkap dua. Senyawa terpen
memiliki aroma kurang wangi, sukar larut dalam
alkohol encer dan jika disimpan dalam waktu lama
akan terbentuk resin. Golongan hidrokarbon
teroksigenasi merupakan senyawa yang penting dalam
minyak atsiri karena umumnya aroma yang lebih
wangi. Fraksi terpen perlu dipisahkan untuk tujuan
tertentu, misalnya untuk pembuatan parfum, sehingga
didapatkan minyak atsiri yang bebas terpen (Ketaren,
1985).
9

: 5. Biosintesis minyak atsiri


Berdasarkan proses biosintesinya atau pembentukan
komponen minyak atsiri di dalam tumbuhan,minyak atsiri
dapat dibedakan menjadi dua golongan, Golongan pertama
adalah turunan terpena yang terbentuk dari asam asetat
melalui jalur biosintesis asam mevalonat. Golongan kedua
adalah senyawa aromatik yang terbentuk dari biosintesis asam
siklamat melalui jalur fenil propanoid (Agusta,2000).
Mekanisme dari tahap-tahap reaksi biosintesis terpenoid yaitu
asam asetat yang telah diaktifkan oleh koenzim A melakukan
kondensasi jenis Clasein menghasilkan asam asetoasetat.
Senyawa yang dihasilkan ini dengan asetil koenzim A
melakukan kondensasi jenis aldol menghasilkan rantai karbon
bercabang sebagaimana ditemukan pada asam mevalonat.
Reaksi-reaksi berikutnya ialah Fosforilasi,eliminasi asam
fosfat dan dekarboksolasi menghasilkan IPP (isopentenil
pirofosfat) yang selanjutnya berisomerisasi menjadi DMAPP
oleh enzim isomerase. IPP sebagai unit merupakan langkah
pertama dari polimerisasi isoterpen untuk menghasilkan
terpenoid. Penggabungan ini terjadi karena serangan elekron
diikuti oleh penyingkiran ion pirofosfat. Serangan ini
menghasilkan geranil pirofosfat (GPP) yakni senyawa antara
bagi semua senyawa monoterpen.
Sintesa terpenoid sangat sederhana sifatnya. Ditinjau
dari segi teori reaksi organik sintesa ini hanya menggunakan
beberapa jenis reaksi dasar. Reaksi-reaksi selanjutnya dari
senyawa antara GPP, FPP, GGPP untuk menghasilkan
senyawa-senyawa terpenoid satu per satu hanya melibatkan
beberapa jenis reaksi sekunder pula. Reaksi-reaksi sekunder
ini lazimnya adalah hidrolisa,siklisasi, oksidasi, reduksi, dan
reaksi-reaksi spontan yang dapat berlangsung dengan mudah
dalam suasana netral dan pada suhu kamar, seperti
isomerisasi, dehidrasi ,dekarbosilasi dan sebagainya, dapat
dilihat pada gambar 2.2.
10

Gambar 2.2 Biosintesisa Terpenoid (Achmad, 1986).

Untuk menjelaskan dapat diambil beberapa contoh


monoterpen. Dari segi biogenetik, perubahan geraniol, nerol
dan linalool dari yang satu menjadi yang lain berlangsung
sebagai akibat reaksi isomerisasi. Ketiga alkohol ini, yang
berasal dari hidrolisa geranil pirofosfat (GPP) dapat menjalani
reaksi-reaksi sekunder berikut, misalnya dehidrasi
menghasilkan mirsena, oksidasi menjadi sitral dan oksidasi
11

reduksi menghasilkan sitronelal. Berikut ini adalah contoh


perubahan senyawa monoterpen, dapat dilihat pada gambar
2.3

Gambar 2.3. Perubahan Senyawa Monoterpen (Achmad,


1986).

Senyawa- senyawa seskuiterpen diturunkan dari cis-farnesil


pirofosfat dan trans- farnesil pirofosfat melalui reaksi siklisasi
dan reaksi sekunder lainnya. Kedua isomer farnesil pirofosfat
ini dihasilkan in vivo melalui mekanisme yang sama seperti
isomerisasi antara geraniol dan nerol.
Perubahan farnesil pirofosfat menjadi seskuiterpen terlihat
pada gambar 2.4
12

Gambar 2.4. Reaksi Biogenetik Beberapa Seskuiterpena


(Achmad, 1986)

6. Isolasi Minyak Atsiri dengan destilasi Stahl

Minyak atsiri perlu dirajang terlebih dahulu sebelum disuling.


Hal ini untuk memudahkan proses penguapan minyak yang
terdapat didalamnya karena perajangan ini menyebabkan
kelenjar minyak dapat terbuka selebar mungkin. Tujuan
lainnya yaitu agar rendemen minyak menjadi lebih tinggi dan
waktu penyulingan lebih singkat (Lutony, 2000).
13

Ukuran rajangan juga berpengaruh terhadap rendemen minyak


sirih. Semakin kecil ukuran rajangan maka rendemennya
cenderung semakin meningkat (Novalny, 2006)

Penyulingan suatu campuran yang berwujud cairan yang


tidak saling bercampur, hingga membentuk dua fasa atau dua
lapisan. Keadaan ini terjadi pada pemisahaan minyak atsiri
dengan uap air. Penyulingan dengan uap air sering disebut juga
hidrodestilasi. Pengertian umum ini memberikan gambaran
bahwa tanaman atau minyak atsiri dengan air. Pada proses ini
akan dihasilkan uap air yang dibutuhkan oleh alat penyulingan.
Destilat yang diperoleh merupakan campuran minyak dengan
air yang selanjutnya dipisahkan dalam corong pisah. Untuk
pemisahan sempurna, destilat ditambahkan natrium sulfat
(Na2SO4) agar minyak yang teremulsi terpisah. Fase air
ditampung dengan erlenmeyer, untuk dipisahkan lagi karena
kemungkinan masih mengandung sedikit minyak yang
teremulasi. Fase air ini ditambahkan lagi dengan natrium
klorida kemudian dipisahkan dalam corong pisah. Pekerjaan
ini dilakukan berulang-ulang sampai semua minyak
terpisahkan.

6.1 Analisa Komponen Minyak Atsiri dengan GC-MS


Minyak Atsiri yang diperoleh di analisis komponen-
komponen yang dikandungnya dengan GC-MS yang mana
dalam hal ini akan diperoleh spektra GC yang merupakan
total ion kromatogram atau puncak-puncak kromatogram dari
komponen senyawa yang ada dalam minyak atsiri sedangkan
spektra MS akan diperoleh Massa Molekul Relatif dari
komponen-komponen senyawa dalam minyak atsiri serta
fragmentasi ion-ionnya (Silverstein, 1981).
Pada penggunaan GC, efek penguapan dapat di hindari
bahkan dihilangkan sama sekali. Perkembangan teknologi
instrumentasi yang pesat akhirnya dapat menghasilkan suatu
alat yang merupakan gabungan dua sistem dengan prinsip
14

dasar yang berbeda satu sama lain tetapi saling melengkapi,


yaitu gabungan antara kromatografi gas dan spektrometer
massa. Kromatografi gas berfungsi sebagai alat pemisah
berbagai campuran komponen dalam sampel sedangkan
spektrometer massa berfungsi untuk mendeteksi masing-
masing komponen yang telah dipisahkan pada kromatografi
gas (Agusta, 2000).

6.1.1 Analisa Kromatografi Gas


Kromatografi gas digunakan untuk memisahkan komponen
campuran kimia dalam suatu bahan berdasarkan perbedaan
polaritas campuran. Fase gerak akan membawa campuran
sampel menuju kolom. Campuran dalam fase gerak akan
berinteraksi dengan kecepatan yang berbeda dimana interaksi
komponen dengan fase diam dengan waktu yang paling akhir
(Eaton, 1989). Pemisahan tercapai dengan partisi sampel
antara fase gas bergerak dan fase diam berupa cairan dengan
titik didih tinggi (tidak mudah menguap) yang terikat pada zat
padat penunjangnya (Khopkar, 2003).
Komponen utama dalam Kromatografi Gas
6.1.1.1 Gas pembawa

Pemilihan gas pembawa sampai taraf tertentu bergantung


pada detektor yangdipakaihantar hambang, ionisasi nyala,
tangkap elektron, atau khas terhadap unsur. Nitrogen, Helium,
Argon, Hidrogen, dan Karbon dioksida adalah gas yang
paling sering dipakai sebagai gas pembawa karena mereka
tidak reaktif serta dapat dibeli dalam keadaan murni dan
kering dalam kemasan tangki bervolume besar dan
bertekanan tinggi. Hal yang menentukan ialah bahwa kita
harus memakai gas paling murni (Gritter, 1991)
15

6.1.1.2 Sistem Injeksi


Lubang injeksi didesain untuk memasukkan sampel secara
cepat dan efesien. Pada dasarnya, ada 4 jenis injektor pada
kromatografi gas, yaitu :
1. Injeksi langsung (direct injection), yang mana sampel yang
diinjeksikan akan diuapkan dalam injektor yang panas dan
100% masuk menju kolom.

2. Injeksi terpecah (split injection), yang mana sampel yang


diinjeksikan diuapkan dalam injektor yang panas dan
selanjutnya dilakukan pemecahan.

3. Injeksi tanpa pemecahan (splitness injection), yang mana


hampir semua sampel diuapkan dalam injektor yang
panas dan dibawa ke dalam kolom karena katup pemecah
ditutup.

4. Injeksi langsung ke kolom (on coloum injection), yang


mana ujung semprit dimasukkan langsung ke dalam
kolom.
Teknik injeksi langsung ke dalam kolom digunakan untuk
senyawa-senyawa yang mudah menguap, karena kalau
penyuntikkannya melalui lubang suntik, dikwatirkan akan
terjadi peruraian senyawa tersebut karena suhu yang tinggi
(Rohman, 2009).
6.1.1.3 Kolom
Kolom merupakan tempat terjadinya proses pemisahaan
karena didalamnya terdapat fase diam. Oleh karena itu, kolom
merupakan komponen sentral pada kromatografi gas
(Rohman, 2009).
6.1.1.4 Fase diam
Fase diam dibedakan berdasarkan kepolarannya, yaitu
nonpolar, semi polar dan polar. Berdasarkan minyak atsiri
yang nonpolar sampai sedikit polar, maka untuk keperluan
analisis sebaiknya digunakan kolom fase diam yang bersifat
nonpolar (Agusta, 2000).
16

6.1.1.5 Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor utama yang menentukan
hasil analisis Kromatografi Gas dan Spektrometri Massa.
Umumnya yang sangat menentukan adalah pengaturan suhu
injektor dan kolom (Agusta, 2000).

6.1.1.6 Detektor
Detektor yang digunakan pada sistem GC-MS harus stabil
dan tidak merusak senyawa yang dideteksi. Pada sistem
GC-MS ini, yang berfungsi sebagai detektor adalah
spektrometer massa itu sendiri yang terdiri atas sistem
ionisasi dan sistem analisis (Agusta, 2000).

6.1.1.7 Analisis Spektrometri Massa

Spektrometer massa adalah suatu alat berfungsi untuk


mendeteksi masing-masing molekul komponen yang telah
dipisahkan pada sistem kromatografi gas yang terdiri dari
sistem analisis dan sistem ionisasi dan sistem molekul.
Prinsip spektrometri massa (MS) ialah senyawa organik
(sampel) ditembak dengan berkas elektron dan menghasilkan
ion bermuatan positif yang mempunyai energi yang tinggi
karena lepasnya elektron dari molekul yang dapat pecah
menjadi ion positif yang lebih kecil (ion fragmen). Spektrum
massa merupakan grafik antara limpahan relatif lawan
perbandingan massa/muatan (m/z). Terpisah fragmen ion
positif didasarkan pada massanya. Kejadian tersederhana
adalah tercampaknya satu elektron dari molekul dalam fasa
gas oleh sebuah elektron dalam berkas elektron dan
membentuk suatu kation radikal (M+ )
M + e M+ + 2e

Satu proses yang disebabkan oleh tabrakan elektron pada


kamar pengion spektrometer massa adalah ionisasi dari
17

molekul yang berupa uap dengan kehilangan satu elektron


dan terbentuk ion molekul bermuatan positif, karena molekul
senyawa organik mempunyai elektron berjumlah genap maka
proses pelepasan satu elektron menghasilkan ion radikal yang
mengandung satu elektron tidak berpasangan.
M - 1e M+
Proses lain molekul yang berupa uap tersebut menangkap
sebuah elektron membentuk ion radikal bermuatan negatif
dengan kemudian terjadi jauh lebih kecil (10-2) dari padaion
radikal bermuatan positif (Sudjadi, 1983).

Gambar 2.5. Skema alat Spektroskopi Massa

Pada sistem GC-MS ini, yang berfungsi sebagai detektor


adalah spektrometer massa itu sendiri yang terdiri dari sistem
analisis dan sistem ionisasi, dimana Electron Impact
ionization (EI) adalah metode ionisasi yang umum digunakan
(Agusta, 2000).
Spektrometer massa pada umumnya digunakan untuk :
1. Menentukan massa suatu molekul

2. Menentukan rumus molekul dengan menggunakan


Spektrum Massa Beresolusi Tinggi (High
Resolution Mass Spectra)

3. Mengetahui informasi dari struktur dengan melihat


pola frakmentasinya.

7. Pestisida Nabati
18

Pestisida nabati merupakan salah satu alternatif yang dapat


digunakan untuk menekan penggunaaan insektisida kimia.
Penggunaan insektisida nabati merupakan cara aman dalam
mengendalikan hama tanaman tanpa menimbulkan
pencemaran lingkungan, keracunan pada manusia dan
organisme-organisme lain yang mengguntungkan (Novizan,
2002).
Aplikasi ekstrak daun sirih hutan pada konsentrasi 100g/l air
dapat menyebabkan mortalitas larva Spodoptera litura F
sebesar 85%. Kemampuan ekstrak daun sirih hutan dalam
mengendalikan hama ulat grayak (Spodoptera litura F). Lebih
baik dibandingkan serangga uji ulat api pada konsentrasi yang
sama. Pendapat ini sesuai pernyataan Dadang dan Prijono
(2008) yang menyatakan bahwa ekstrak pestisida nabati
dikatakan efektif apabila perlakuan dengan ekstrak tersebut
dapat mengakibatkan tingkat kematian lebih besar dari 80%.

7.1 Lalat Buah (Bactrocera carambolae)


Lalat buah genus Bactrocera (diptrea
tephiritidae)merupakan spesies lalat buah yang hidup di
daerah tropis dan telah tersebar hampir di seluruh kawasan
Asia- Pasifik. Salah satu kawasan dengan penyebaran lalat
buah paling banyak ada di Asia Tenggara termasuk Indonesia
(Direktorat Bina Perlindungan Tanaman, 1995).
Menurut Ginting (2009) salah satu lalat jenis buah
Bactrocera yang dengan persebaran luas di Indonesia adalah
Bactrocera carambolae, karena memiliki jenis tanaman inang
yang sangat beragam dan hampir tersedia di sepanjang waktu.
Bactrocera carambolaeadalah jenis lalat buah yang
mempunyai sifat polifag yaitu spesies yang memiliki banyak
tanaman inang antara lain belimbing manis, belimbing wuluh,
pepaya, jambu air, jambu biji, jambu wol, dan mangga
(Pujiastuti dan Adam, 2009).
1. Alat-alat
19

J. Metode Penelitian Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi :

Alat Stahl
Alumunium foil
Beaker Glass 100 ml Pyrex
Botol vial
GC-MS Shimadzu
Gelas Erlenmeyer 250 ml Pyrex
Gelas Ukur 100 ml Pyrex
Gunting
Hotplate cimarec2
Kain kasa
Kertaslabel
Kompor
Labu destilasi 1000 ml Pyrex
Lemari pendingin Toshiba
Neraca analitis Mettler AE 2000
Panci
Pinset
Pipetvolume Pyrex
Pipet mikro Eppendrof
Pisau
Spatula
Selang
Tabungreaksi Pyrex
Tissue

2. Bahan- bahan
Aquadest
Daun siri blow-blow (Piper aduncum L)
Na2SO4 anhidrous p.a Merck
Twinn 80 p.a Merck
3. Prosedur Penelitian
3.1 Penyediaan Sampel
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun
blow-blow yang telah di angin-anginkan, dan buah jambu
yang telah terserang hama lalat buah.
3.2 Isolasi Minyak Atsiri Daun blow-blow dengan Alat
Destilasi Stahl

Sebanyak 150 gram daun sirih merah segar dipotong kecil-


kecil dan dimasukkan kedalam labu ukur 1000 mL
20

ditambahkan aquadest sebanyak 500 mL, dihubungkan


dengan alat penyuling Stahl, dan dididihkan selama 4-5 jam
hingga menghasilkan minyak atsiri yang mana destilat yang
dihasilkan jernih. Kemudian dipisahkan dengan corong pisah
Destilat yang diperoleh merupakan campuran minyak dengan
air. Kemudian lapisan minyak ditambahkan Na2SO4 anhidrous
untuk mengikat air yang mungkin masih tercampur dengan
minyak atsiri, lapisan minyak didekantasi dan dimasukkan
kedalam botol vial, disimpan dilemari pendingindalam botol
dan ditutup rapat. Minyak yang diperoleh dianalisis
kandungan kimianya menggunakan alat GC-MS dan diuji
pestisida nabati.

3.3 Analisis Minyak Atsiri Daun Blow-blow dengan GC-


MS

Cuplikan dimasukkan kedalam gerbang suntik pada sebuah


alat GC-MS. Selanjutnya kondisi disesuaikan dengan kondisi
masing-masing bagian peralatan seperti dibawah ini
kemudian diamati kromatogram yang dihasilkan oleh recorder
dan mass recorder serta mass spektra masing-masing
senyawa.
3.4 Pengumpulan Lalat Buah (Bactrocera carambolae)
Lalat buah ini diambil secara langsung dari buah yang
terkena hama seperti dari jambu biji, lalu dikumpulkan dalam
kotak penyimpanan, sebelum dibawa ke laboratorium,
didiamkan selama satu sampai tiga hari, hal ini dilakukan
agar lalat buah bisa beradaptasi dengan lingkungan
laboratorium, serta diberi makan agar tidak mati sebelum
pengaplikasian minyak atsiri.

3.5 Persiapan Media Percobaan


Kotak plastik dilubangi dan ditempelkan kain kasa. Hal
ini dilakukan agar ulat yang ada di dalamnya mendapat
21

sirkulasi udara, tisu dan makanan


3.6 Cara Pembuatan Konsentrasi
Minyak atsiri yang diperoleh dari hasil penyulingan
dengan uap air dicampur dengan aquades + tween 80 sebagai
agen pengemulsi. Untuk mendapatkan konsentrasi-
konsentrasi tersebut maka digunakan perhitungan
pengenceran, agar mendapatkan konsentrasi yang sesuai,
maka digunakan rumus pengenceran menurut Baroroh (2004)
m1.V1 = m2. V2
keterangan
m1 : Konsentrasi larutan sebelum diencerkan
v1 : Volume larutan sebelum
diencerkan
m2 : Konsentrasi larutan setelah
diencerkan
v2 : Volume larutan setelah
diencerkan

3.7 Pelaksanaan Penelitian dan Analisis Data

Penelitian untuk mengetahui kemampuan daya bunuh


minyak atsiri terhadap lalat buah, menggunakan metode
Perbandingan konsentrasi, dimana setiap wadah
penampungan lalat buah memiliki perbedaan jumlah larutan
konsentrasi adalah sebagai berikut.
Perlakuan A1 :daun sirih hutan dengan konsentrasi 1%
Perlakuan A2 : daun sirih hutan dengan konsentrasi 2%
Perlakuan A3 : daun sirih hutan dengan konsentrasi 3%
Perlakuan A4 : daun sirih hutan dengan konsentrasi 4%
Perlakuan A5 : daun sirih hutan dengan konsentrasi 5%
Perlakuan A6 : daun sirih hutan dengan konsentrasi 6%
Perlakuan A7 : daun sirih hutan dengan konsentrasi 7%

2.7 Persentase Mortalitas Bactrocela Carambolae


Pengamatan yang dilakukan setiap setelah aplikasi.
Persentase mortalitas Bactrocela Carambolae dihitung
dengan menggunakanb rumus
22

a
x 100
P= a+b

Keterangan :
P = Persentase mortalitas Bactrocera Carambolae
a = Jumlah Bactrocela carambolae yang mati
b = Jumlah Bactrocela carambolae yang sehat / masih hidup
(Ginting, 2009).

2.7 Aplikasi Minyak Atsiri


Lalat buah dimasukkan kedalam kotak plastik. Lalat buah
yang berada di dalam kotak plastik disemprot dengan
minyak atsiri yang di aplikasikan sesuai dengan perlakuan
konsentrasi yang diujikan secara merata mengenai tubuh
lalat buah. Selanjutnya lalat buah yang sudah disemprot
dengan minyak atsiri dimasukkan kedalam kotak plastik,
ditutup dengan tutup plastik yang diatasnya sudah dilubangi
dan ditempelkan kain kasa. Pengamatan dilakukan 24 jam
setelah aplikasi.
23

3.3. Bagan Penelitian


1.4.1 Isolasi Minyak Atsiri Daun Sirih Blow-blow
Dengan Stahl

Setiap 150 gram Daun Sirih hutan yang telah dikeringkan


pada suhu kamar
Dimasukkan kedalam labu Stahl1000 mL
Ditambah aquadest secukupnya
Dirangkai alat Sthal
Dipanaskan selama 4-5 jam pada suhu 1100 C
Hingga menghasilkan minyak atsiri

Lapisan Minyak Lapisan Air

Dimasukkan kedalam botol vial


Diekstraksi dengan pelarut eter
Ditambahkan Na2SO4 Anhidrous
Didekantasi
Minyak Atsiri

Diukur volumenya

Analisa GC-MS Uji Pestisida nabati


24
25

DAFTAR PUSTAKA

Achmad, S. 1985. Kimia Organik Bahan Alam. Jakarta. Universitas Terbuka.

Agusta, A. 2000. Minyak Atsiri Tumbuhan Tropika Indonesia. Jakarta: Penerbit ITB.

Aminah, S. N. 1995. Evaluasi Tiga Jenis Tumbuhan Sebagai Insektisida dan Repelen
Terhadap Nyamuk di Laboratorium. Tesis Program Pascasarjana. Institut Pertanian
Bogor.

Arnason J.T, Mackinnon S, Durst A, Philogene BJR, Hasbun C, Sanchez P, Poveda L, San
Roman L, Isman MB, Satasook C. 1993. Insecticides in tropical plants with non-
neurotoxic modes of action. Di dalam Downum K.R dkk, Phytochemical Potential of
Tropical Plants. New York.

Arneti, Santoni A, Lina E.C. 2009. Produksi Insektisida Botani Ramah Lingkungan Berbahan
Baku Tumbuhan Lokal Untuk Pengendalian Hama Pada Pertanian Organik di
Sumatera Barat. Laporan Penelitian Hibah Strategis Nasional. Fakultas Pertanian
Universitas Andalas. Padang

Bernard C. B, Krishnamurty HG, Chaurent D, Durst T, Philogene BJR. 1995. Insecticidal


Defenses of Piperaceae From The Neotropic. J of Cem Ecol 21 (6) : 801-808
Dadang dan Prijono. 2008. Insektisida nabati Prinsip, Pemanfaatan, dan Pengembangan.
Departement Proteksi Tanaman Institu Pertanian Bogor. Bogor
Direktorat Bina Perlindungan Tanaman, 1995. Petunjuk Praktis Pengendalian Lalat Buah.
Jakarta: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Holtikultural.

Eaton, D. C .1989. Laboratory Investigations In Organic Chemistry. USA: Mc Graw-Hill

Estrela J.L.V, Fazolin M, Catani V, Alecio MR, Lima MS. 2006. Toxicity of Essential oils
Of Piper Aduncum and Piper Hispidinervum Against Sitophilus Zeamais. Pesq
Agropec brac 41 (2) :217-222.

Fazolin M, et al. 2005. Toxicity Of Piper aduncum Oil to adult Of Ceratoma Tingomarianus
Bechyane (Coleoptera : Chrysomelidae). Neotrop Entomol 34(3) : 485-489
Ginting. 2009. Keanekaragaman Lalat Buah (Diptera) di Jakarta, Depok dan Bogor Sebagai
Bahan Kajian Penyusunan Analisis Resiko Hama. Tesis. Bogor IPB
Grainge M, Achmed S. 1987. Handbook Of Plants With Pest Control Properties. Jhon Wiley
and Sons. New York
Gritter, R. J. 1991. Pengantar Kromatografi. Terjemahan Kosasih Padmawinata. Bandung:
Penerbit ITB
26

Gunawan D dan Mulyadi S. 2007. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi), Jilid I. Penebar
Swadaya. Jakarta

Ketaren, S. 1985. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Press. Khopkar, S. M. 2003.
Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-Press

Khotimah. 2009 . Pengaruh Dosis Minyak Atsiri Dari Beberapa Jenis Ocimum Sebagai
Attractant Lalat Buah (Bactrocerasp).[Skripsi]. Malang: UIN

Khopar, S. M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI- Press. Jakarta

Koensoemardiyah. 2010. Minyak Atsiri untuk Industri Makanan, Kosmetik, dan Aromaterapi
Yogyakarta : Penerbit Andi

Lutony, T. L, 1994. Produksi dan Perdagangan Minyak Atsiri. Bandung: PT. Penebit
Swadaya.

Novalyn D. 2006. Pengaruh Ukuran Rajangan Buah dan Lama Penyulingan Terhadap
Rendement dan Karakteristik Minyak Atsiri (Piper bettle L). IPB. Bogor

Novizan. 2004. Membuat dan Memanfaatkan Pestisida Ramah Lingkungan. Agromedia


Pustaka. Tanggerang

Oka, 1995. Pengendalian Hama Terpadu, Yogyakarta: UGM Press.


Pracaya, 2008. Pengendalian Hama Dan Penyakit Tanaman Organik. Yogyakarta:
Kanisius.

Priono. 1999. Prospek dan Strategi Pemanfaatan Insektisida Alami dalam PHT. Pusat Kaian
PHT, Bogor.

Pujiastuti Y dan Adam T. 2009. Keandalan Minyak Selasih (Ocidum sp) Dalam
Mengendalikan Lalat Buah (Diptera : Tepritidae). Jurnal Agritrop, 28(3) :139-146

Putra NS, 1997. Hama Lalat Buah dan Pengendaliannya. Yogyakarta: Kanisius.

Rafael MS, Rojas H, Roper JJ, Nunomura SM, Tadei WP. 2008. Potential Control of Aedes
Aegypti (Diptera : Culicidae) With Piper Aduncum L (Piperaceae) Extracts
Demonstrant by Chromosomal Biomarkers and Toxic Effects on Interphase Nuclei. Gen
and Molec Res 7(3) : 721-781.

Rohman, A. 2009. Kimia Farmasi Analis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar


Rukmana, R dan Oesman, Y. Y. 2002. Nimba Tanaman Penghasil Pestisida Alami.
Kanisius.Yogyakarta. Halaman 9-15.

Sastrohamidjojo, H. 2004. Kimia Minyak Atsiri. Jakarta : Gadjah Mada University Press
.
Scott , I. M, Jensen H, Philogene B. J. R, Arnason J.T. 2008. A Review of Pipereceae
Phytochemistry, Insecticidal Activity and Mode of Action. Phytochem Rev 7: 65-75
27

Silverstein, R. M. 1981. Spectrometric indentification of Organis Compound. Fouth Edition.


Jhon Wiley and Sons. New York

Siwi S.S, Hidayat P, Suputa. 2006. Taksonomi dan Bioekologi Lalat Buah Penting di
Indonesia (Diptera: Tephritidae). Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan
Bioteknologi dan Sumber daya Genetik Pertanian.

Sudaryanti, dan Sugiharti. 1990. Budidaya dan Penyulingan Nilam. Jakarta: Penebar
Swadaya

Sudjadi, M.S. 1983. Penentuan Struktur Senyawa Organik. Jakarta : Ghalia Indonesia
Syamsuhidayat, S.S dan Hutapea. J.R. 1991. Innventaris Tanaman Obat Indonesia (I).
Departement Kesehatan RI. Jakarta. Hal 452-453
28

K. Jadwal Penelitian

Kegiatan I II III IV V

Persiapan

Pelaksanaan

Analisa data

Penulisan Laporan

L. Organisasi Penelitian
1. Pelaksana Penelitian
Nama : Elprida Nababan
NIM : 130822018

2. Pembimbing I Penelitian
Nama : Drs. Darwis Surbakti, M.Si
NIP : 195307071983031001

3 .Pembimbing II Penelitian
Nama : Dr. Mimpin Ginting, M.Si
NIP : 195510131986011001
29

Anda mungkin juga menyukai