Anda di halaman 1dari 25

PROPOSAL METODOLOGI PENELITIAN

PENERAPAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN


KONTEKSTUAL PADA MATERI STATISTIKA DIKELAS XI
SMA ETHIKA PALEMBANG

Disusun Oleh :
Pobi Anzar (12 221 076)

Dosen Pembimbing :
M. Win Afgani, M.Si

PRODI MATEMATIKA
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVErSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
2015

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pendidikan merupakan sumber daya insani yang sepatutnya mendapat
perhatian terus menerus dalam upaya peningkatan mutunya. Dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, maka peningkatan mutu pendidikan
merupakan suatu hal yang sangat penting bagi pembangunan berkelanjutan
di segala aspek kehidupan manusia. Sistem pendidikan nasional senantiasa
harus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan zaman
(Mulyasa, 2006: 4).
Matematika merupakan salah satu ilmu dasar yang mempunyai
peranan yang cukup besar, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam
pengembangan ilmu dan teknologi (Akib, 2001: 143). Menurut Soedjadi
(Akib, 2001: 143) dewasa ini matematika sering dipandang sebagai bahasa
ilmu, alat komunikasi antara ilmu dan ilmuwan serta merupakan alat
analisis. Dengan demikian matematika menempatkan diri sebagai sarana
strategis dalam mengembangkan kemampuan dan keterampilan intelektual.
Banyak upaya yang telah dilakukan Pemerintah untuk meningkatkan
hasil belajar matematika. Seperti penyempurnaan kurikulum, pengadaan
buku paket, peningkatan pengetahuan guru-guru melalui penataran, dan
lain-lain. Namun kenyataan menunjukkan bahwa hasil belajar matematika
masih jauh dari yang diharapkan.
Dari hasil pengamatan pengajaran matematika di SMA
Muhammadiyah 6 Palembang di temukan beberapa kelemahan diantaranya
adalah hasil belajar matematika yang dicapai siswa masih rendah. Fakta
tersebut ditunjukkan oleh nilai hasil ulangan harian matematika siswa SMA
Muhammadiyah 6 Palembang yang rata-ratanya hanya mencapai 60. Hal ini
di pengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: 1) keaktifan siswa kelas
X dalam mengikuti pembelajaran masih belum tampak, 2) siswa jarang
mengajukan pertanyaan, meskipun guru sering memberi kesempatan kepada
siswa untuk bertanya tentang hal-hal yang belum dipahami, 3) keaktifan
dalam mengerjakan soal-soal latihan pada proses pembelajaran yang masih
kurang, 4) siswa kelas X juga kurang mampu menuliskan apa yang
diketahui, ditanyakan dan menentukan rumus yang tepat untuk
menyelesaikan masalah dan yang tidak kalah penting adalah model
pembelajaran yang digunakan oleh guru. Faktor-faktor tersebut terlihat jelas
saat penulis melakukan observasi alat evaluasi pembelajaran.
Mengingat dalam proses pembelajaran melibatkan aktifitas
mendengar, menulis, membaca merepresentasi dan diskusi untuk
mengkomunikasikan suatu masalah khususnya matematika maka diskusi
kelompok perlu dikembangkan. Dengan menerapkan diskusi kelompok
diharapkan aspek aspek komunikasi bisa dikembangkan sehingga bisa
meningkatkan hasil belajar siswa.
Salah salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan di atas
adalah Penggunaan strategi mengajar, pemilihan strategi pembelajaran yang
menarik dan dapat memicu siswa untuk ikut serta secara aktif dalam
kegiatan belajar mengajar yaitu model pembelajaran aktif. Pada dasarnya
pembelajaran aktif adalah suatu pembelajaran yang mengajak peserta didik
untuk belajar secara aktif. Dimana peserta didik di ajak untuk turut serta
dalam proses pembelajaran, tidak hanya mental akan tetapi juga melibatkan
fisik. Salah satu model pembelajaran aktif yang dapat mengatasi
permasalahan tersebut yaitu strategi Two Stay Two Stray (TSTS).
Strategi pembelajaran Two Stay-Two Stray (TSTS) merupakan suatu
model pembelajaran yang memberi kesempatan kepada kelompok untuk
membagikan hasil dan informasi dengan kelompok lainnya (Lie, 2007).
Penerapan model Two Stay Two Stray (TSTS) ini dalam pembelajaran
matematika melibatkan siswa untuk dapat berperan aktif dengan bimbingan
guru, agar peningkatan kemampuan siswa dalam memahami konsep dapat
terarah lebih baik.
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, penulis bermaksud
meneliti tentang Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Two Stay Two Stray (TSTS) Terhadap Peningkatan Hasil Belajar
Matematika Siswa Kelas X di SMA Muhammadiyah 6 Palembang.
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dikemukakan
rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apakah terdapat pengaruh penerapan model pembelajaran Two Stay-Two
Stray dalam meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas X di
SMA Muhammadiyah 6 Palembang?

3. Tujuan Penelitian

Melakukan penelitian perlu adanya tujuan agar penelitian tersebut


lebih terarah. Tujuan penelitian ini adalah untuk :
1. Mengetahui Apakah terdapat pengaruh penerapan model
pembelajaran Two Stay-Two Stray dalam meningkatkan hasil belajar
matematika siswa kelas X di SMA Muhammadiyah 6 Palembang.

4. Manfaat Manfaat Penelitian


a. Bagi Sekolah: Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan
dalam meningkatkan kualitas pembelajaran matematika kelas X di SMA
Muhammadiyag 6 Palembang.

b. Bagi Guru: Memberi sumbangan bagi guru matematika dalam upaya


meningkatkan hasil belajar siswa kelas X SMA Muhammadiyah 6
Palembang.

c. Bagi siswa: Dapat Mengembangkan kemampuan berpikir dan emosional


untuk bekerja sama dalam proses pembelajaran di kelas.

d. Bagi peneliti: Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan


dan wawasan serta pengalaman peneliti tentang model pembelajaran
kooperatif tipe TSTS dalam proses pembelajaran dikelas.

B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Model Pembelajaran
Model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang digunakan
sebagai pedoman dalam merancanakan pembelajaran di kelas atau
pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat pembelajaran
termasuk didalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum dan lain lain
(Rusman, 2009: 5).
Menurut Suprijono (2009: 96) model pembelajaran adalah kerangka
konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar
tertentu dalam merencanakan dan melaksanaakan aktivitas belajar. Menurut
Sudrajat (Huda, 2011: 102) model pembelajaran memberikan kerangka dan
arah bagi guru untuk mengajar,dengan kata lain model pembelajaran
merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan,metode
dan teknik pembelajaran.
Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa model
pembelajaran adalah suatu cara yang digunakan dalam proses pembelajaran
unruk melakukan variasi cara mengajar agar pembelajaran tidak kaku dan
membosankan.

2. Model Pembelajaran Kooperatif


a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif dapat diartikan sebagai suatu
struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan diantara sesama
anggota kelompok. Hal ini senada yang dikemukakan oleh Supriyanto
(2010: 37) bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pendekatan
pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa
untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk
mencapai tujuan belajar.
Slavin dikutip Solihatin (2007: 4) mengatakan bahwa Model
pembelajaran kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau
kelompok kerja, karena belajar dangan Model pembelajaran kooperatif
harus ada struktur dorongan dan tugas yang bersifat kooperatif sehingga
memungkinkan terjadinya interaksi secara terbuka dan hubungan-
hubungan yang bersifat interdependensi yang efektif diantara anggota
kelompok. Sejalan dengan hal tersebut, Lie (2007: 18) mengungkapkan
bahwa model pembelajaran kooperatif atau disebut juga dengan model
pembalajaran gotong royong merupakan sistem pembelajaran yang
memberikan kesempatan pada anak didik untuk bekerja sama dengan
sesama siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas terstuktur.
Berdasarkan pendapat pendapat diatas bahwa model pembelajaran
kooperatif ialah model pembelajaran yang kegiatan belajarnya dilakukan
bersama-sama secara kelompok yang terstruktur dengan baik untuk
mencapai hasil belajar yang optimal.

b. Unsur-unsur Model Pembelajaran Kooperatif


Tidak semua kelompok belajar bisa dianggap pembelajaran model
pembelajaran kooperatif, karena dalam pembelajaran model
pembelajaran kooperatif terdapat unsur-unsur yang membedakan dengan
kerja kelompok biasa. Menurut Jhonson (Lie, 2007: 30) untuk mencapai
hasil yang maksimal terdapat lima unsur pembelajaran model
pembelajaran kooperatif yang harus diterapkan yaitu:
1. Saling ketergantungan positif
Keberhasilan kelompok sangat tergantung pada usaha setiap
anggotanya umtuk menciptakan kelompok kerja yang efektif.
2. Tanggungjawab perorangan
Jika tugas dan pola penilaian dibuat menurut prosedur model
pembelajaran model pembelajaran kooperatif, setiap siswa akan
merasa bertanggung jawab untuk melakukan yang tarbaik.
3. Tatap muka
Satiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka
dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberikan para
pembelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua
anggota.
4. Komunikasi antar anggota
Keberhasilan kelompok tergantung juga pada kesediaan anggotanya
untuk saling mendengar dan menuntut kemampuan untuk
mengemukakan pendapat.
5. Evaluasi proses kelompok
Pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk
mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja mereka agar
selanjutnya dapat bekerja sama denagn lebih efektif.

3. Model Pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS)


a. Pengertian Model Pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS)
Lie (2007: 61) mengemukakan bahwa model pembelajaran Two
Stay Two Stray (TSTS) dikembangkan oleh Spencer Kagen (1992) yang
biasa digunakan dengan tehnik kepala bernomor. Model ini bisa
digunakan dalam semua mata pelajaran dan tingkat usia anak didik.
Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS)
yaitu salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang memberikan
kesempatan kepada kelompok membagikan hasil dan informasi kepada
kelompok lain. (Huda, 2011).
Model pembelajaran ini merupakan suatu model pembelajaran
yang melatih siswa berpikir kritis, krestif dan efektif serta dengan adanya
model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) ini siswa tersebut
memiliki kesempatan untuk berinteraksi dengan kelompok lain dan
membandingkan hasil kerja mereka sehingga proses pembelajaran dapat
berjalan dengan efektif (Sari, 2011: 20)
Bedasarkan uraian diatas dapat dilihat bahwa model pembelajaran
Two Stay Two Stray (TSTS) merupakan model pembelajaran yang dapat
melatih siswa untuk berdiskusi dan bekerja sama dalam kelompok.
Model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) diharapkan dapat
mengupayakan peningkatan keterampilan berdiskusi siswa yaitu dengan
adanya siswa yang bertamu kekelompok lain, memacu siswa untuk
berbicara dan bertanya dan begitu pula dengan siswa yang tinggal
ditempat,terpacu untuk mengutarakan pendapatnya mengenai bahan
diskusi yang sebelumnya telah didiskusikan dengan kelompoknya serta
kegiatan tersebut mengharuskan terjadinya interaksi untuk saling
bertukar pendapat bahan diskusi yang sebelumnya telah didiskusikan
antara tinggal dan bertamu.

b. Ciri-ciri Model Pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS)


Menurut Wijaya (2011: 24) ciri-ciri model pembelajaran Two Stay
Two Stray (TSTS), yaitu:
1. siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan
materi belajarnya.
2. kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan
tinggi, sedang dan rendah.
3. bila mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis
kelamin yang berbeda.
4. penghargaan lebih berorientasi pada kelompok dari pada individu.
Menurut Kusri (2012: 10) Ciri-ciri model pembelajaran Two Stay
Two Stray (TSTS) antara lain :
1. Siswa bekerja secara kooperatif untuk mendiskusikan materi yang
diberikan.
2. Kelompok merupakan variasi dari siswa yang berkemampuan tinggi,
sedang dan rendah.
3. Penilaian difokuskan pada kerja kelompok

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa model


pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) ini memiliki ciri-ciri yaitu:
siswa belajar dalam kelompok, kelompok tersebut dibentuk berdasarkan
kemampuan yang heterogen agar bisa saling membantu dalam
menyelesaikan masalah dan sistem penilaiannya lebih menekankan pada
penilaian kelompok dari pada individu.

c. Langkah-langkah Model Pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS)


Lie (2007: 61) mengemukakan langkah-langkah model
pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) sebagai berikut:
1. Siswa bekerja sama dalam kelompok seperti biasa.
2. Setelah selesai dua orang dari masing-masing kelompok akan
maninggalkan kelompoknya dan masing-masing bertamu kedua
kelompok lainya.
3. Dua orang tinggal dalam kelompok bertugas membagi hasil kerja dan
informasi ke tamu mereka
4. Tamu mohon diri dan kembali kekelompok mereka sendiri dan
melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.
5. Kelompok membahas dan mencocokan hasil-hasil kerja mereka.

d. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Two Stay Two


Stray (TSTS)
Menurut (Santoso, 2011: 25) Suatu model pembelajaran pasti
memiliki kekurangan dan kelebihan. Adapun kelebihan dari model Two
Stay Two Stray (TSTS) adalah sebagai berikut:
1. Dapat diterapkan pada semua kelas/tingkatan
2. Kecenderungan belajar siswa menjadi lebih bermakna
3. Lebih berorientasi pada keaktifan.
4. Diharapkan siswa akan berani mengungkapkan pendapatnya
5. Menambah kekompakan dan rasa percaya diri siswa.
6. Kemampuan berbicara siswa dapat ditingkatkan.
7. Membantu meningkatkan minat dan prestasi belajar

Sedangkan kekurangan dari model Two Stay Two Stray (TSTS)


adalah:
1. Membutuhkan waktu yang lama
2. Siswa cenderung tidak mau belajar dalam kelompok
3. Bagi guru, membutuhkan banyak persiapan (materi, dana dan tenaga)
4. Guru cenderung kesulitan dalam pengelolaan kelas.

Untuk mengatasi kekurangan model pembelajaran


kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TSTS), maka sebelum pembelajaran
guru terlebih dahulu mempersiapkan dan membentuk kelompok-
kelompok belajar yang heterogen ditinjau dari segi jenis kelamin dan
kemampuan akademis.

4. Hasil Belajar
Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki
siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Kingsley
(dalam Sudjana, 2001: 22) membagi tiga macam hasil belajar, yaitu : (1)
keterampilan dan kebiasaan; (2) pengetahuan dan pengertian; (3) sikap dan
cita-cita yang masing-masing golongan dapat diisi dengan bahan yang ada
pada kurikulum sekolah.
Menurut Sudjana (2001: 22) hasil belajar adalah kemampuan yang
dimiliki peserta didik setelah menerima pengalaman belajarnya. Hasil
belajar pada hakikatnya ialah perubahan tingkah laku pada pengertian yang
luas mencangkup ranah kognotif, afektif,dan psikomotorik.
Menurut Widoyoko (2010: 25) menyatakan bahwa proses
pembelajaran melibatkan dua subjek, yaitu guru dan siswa akan
menghasilkan suatu perubahan pada diri siswa sebagai hasil dari kegiatan
pembelajaran. Perubahan yang terjadi pada diri siswa sebagai akibat
kegiatan pembelajaran bersifat non-fisik seperti perubahan sikap,
pengetahuan maupun kecakapan.
Dari beberapa uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa hasil
belajar dalah suatu akibat atau hasil dari kemampuan yang dimiliki oleh
siswa setelah mengikuti penglaman belajar, biasanya ditujukan dengan nilai
tes yang diberikan oleh guru.

5. Matematika
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia matematika diartikan sebagai:
ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan, dan prosedur bilangan
operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai
bilangan (Tim Penyusun KBBI, 2007: 723).
Sedangkan menurut Djati Kerami dan Sitanggang (2003: 158)
mengartikan matematika adalah: pengkajian logis mengenai bentuk,
susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berkaitan.
Matematika dikelompokan kedalam tiga bidang, yakni:
a. Aljabar, pada dasarnya aljabar melibatkan bilangan dan
pengabstrakannya.
b. Analisis, melibatkan kekontinuan dan limit.
c. Geometri, membahas bentuk-bentuk dan konsep-konsep yang berkaitan
(Djati Kerami dan Sitanggang, 2003: 158).

6. Kerangka Berfikir
Di dalam kegiatan belajar mengajar, peranan motivasi baik instrinsik
maupun ekstrinsik sangat diperlukan. Motivasi bagi pelajar dapat
mengembangkan kemampuan berproses, dapat mengarahkan dan
memelihara ketekunan dalam melakukan kegiatan belajar. Dengan
demikian, motivasi menentukan tingkat berhasil atau gagalnya perbuatan
belajar siswa.
Motivasi menurut Rooijakkers (1991: 14) merupakan faktor internal
yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa. Salah satu cara untuk
menumbuhkan motivasi adalah dengan model pembelajaran yang bervariatif
dan tidak monoton. Model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) adalah
salah satu model pembelajaran yang bercirikan belajar dalam kelompok,
kerja sama antar siswa dan berpikir, sehingga siswa akan termotivasi untuk
belajar dengan sungguh-sungguh dimana pada akhirnya hasil belajar siswa
pun akan meningkat.
7. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan pemaparan di atas, maka penulis merumuskan hipotesis
sebagai berikut:
a. Hipotesis H1
Terdapat Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two
Stay Two Stray (TSTS) Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Siswa Kelas
X di SMA Muhammadiyah 6 Palembang.
b. Hipotesis H0
Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two
Stray (TSTS) Terhadap Peningkatan Hasil Belajar Siswa Kelas X di
SMA Muhammadiyah 6 Palembang.

C. METODOLOGI PENELITIAN
1. Jenis Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai yaitu untuk
mengetahui apakah terdapat pengaruh penerapan model pembelajaran Two
Stay Two Stray (TSTS) dalam meningkatkan hasil belajar matematika, maka
dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode eksperimen dengan cara
membandingkan hasil belajar kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Metode eksperimen adalah suatu cara untuk mencari hubungan sebab akibat
(hubungan kausal) antara dua faktor yang sengaja ditimbulkan oleh peneliti
dengan mengeliminasi atau mengurangi atau menyisihkan faktor-faktor lain
yang menggangu (Arikunto, 1996: 3).

2. Populasi dan Sampel


a. Populasi
Populasi yang dipilih dalam penelitian ini adalah siswa kelas X
SMA Muhammadiyah 6 Palembang yang memiliki dua kelas paralel,
yaitu kelas X.A berjumlah 40 dan X.B berjumlah 35 siswa dan
kelas. Dengan demikian populasi dalam penelitian ini berjumlah
sebanyak 75 siswa.
b. Sampel
Karena populasi dalam penelitian ini hanya berjumlah sebanyak 75
siswa dan ini berarti subyeknya kurang dari 100, maka peneliti
menggunakan teknik total sampling atau sampel jenuh. Keputusan ini
berdasarkan apa yang dikemukakan oleh Arikunto (1996:120) bahwa,
Apabila subjeknya kurang dari 100 lebih baik diambil semua hingga
penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika jumlah
subjeknya besar dapat diambil antara 10-15 %, atau 20-25% atau lebih.
Dari kedua kelas tersebut peneliti melakukan pengundian dalam
rangka menetapkan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Setelah
dilakukan pengundian, maka yang terpilih sebagai kelompok eksperimen
adalah siswa kelas X.A sebanyak 40 siswa dan siswa kelas X.B sebanyak
35 siswa sebagai kelas kontrol.

3. Rancangan Penelitian
Dalam penelitian ini menggunakan desain eksperimen two group
posttest only design experiment (Arikunto, 2005: 212). Dalam
pelaksanaannya kelompok eksperimen mendapatkan treatment berupa
penggunaan model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) dan pos tes
sedangkan pada kelas kontrol tidak diberikan perlakuan, dalam arti
pembelajarannya menggunakan metode tradisional dan hanya mendapatkan
post tes.
Desain Penelitian
Kelas Perlakuan Posttest
Eksperimen X1 O2
Kontrol - O2
Keterangan:
O2 = Posttest
X1 = Perlakuan dengan menggunakan Model pembelajaran Two Stay Two
Stray TSTS.

4. Prosedur Penelitian
Selanjutnya adapun langkah-langkah eksperimen yang akan
dilaksanakan dalam penelitian adalah sebagai berikut:
a. Tahap Persiapan
1. Menyusun dan mempersiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP) sesuai dengan standar kompetensi, kompetensi dasar dan
indikator yang akan dicapai dalam pembelajaran.
2. Mempersiapkan instrumen yang sudah divalidasi.
3. Dilakukan pembelajaran sebanyak 4 kali pertemuan.
b. Tahap Pelaksanaan
1. Pendahuluan (10 menit)
a. Peneliti memberikan apersepsi.
b. Peneliti menjelaskan tujuan pembelajaran.
2. Kegiatan inti (55 menit)
a. Eksplorasi
1. Peneliti melibatkan siswa mencari informasi yang luas
tentang materi pembelajaran.
2. Menentukan langkah-langkah pembelajaran dengan Model
Pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS).
b. Elaborasi
1. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok dengan jumlah
anggota 4 siswa, 2 siswa bertugas di rumah (two stay dan 2
siswa bertamu (two stray).
2. Masing-masing kelompok bertugas untuk mengamati, mencari
dan menanya informasi tentang materi pembelajaran.
3. Masing-masing kelompok bertugas untuk menentukan data dan
mengumpulkan data melalui studi pustaka dan sumber lain yang
relevan tentang materi pembelajaran.
4. Masing-masing kelompok bertugas untuk melakukan klasifikasi,
menganalisis dan menghubungkan materi pelajaran
5. Masing-masing kelompok membuat laporan materi pelajaran
c. Konfirmasi
1. Peneliti memberikan klarifikasi tentang materi yang telah
dipelajari.
2. Peneliti memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam
bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap
keberhasilan siswa.
3. Peneliti memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan
elaborasi siswa melalui berbagai sumber.
4. Peneliti memfasilitasi siswa melakukan refleksi untuk
memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan.
5. Peneliti memfasilitasi siswa untuk lebih jauh/dalam/luas
memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap antara lain
dengan peneliti
6. Peneliti Memberikan Posttest
3. Penutup (25 menit)
a. Peneliti bersama siswa secara klasikal menyimpulkan hasil diskusi
b. Peneliti mengadakan evaluasi siswa secara individu
c. Peneliti memberikan tindak lanjut berupa PR
d. Peneliti menyampaikan rencana pembelajaran yang akan datang.
c. Tahap Penyelesaian
1. Pemberian Posttest pada pertemuan ke 5
2. Observasi dilakukan oleh guru mata pelajaran yang membantu
peneliti untuk mengetahui apakah pelaksanaan tindakan penerapan
model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) sesuai dengan
rencana yang telah disusun dan sejauh mana pelaksanaan tindakan
telah memperlihatkan indikator keberhasilan. Observasi dilakukan
pada saat proses pembelajaran berlangsung.
d. Pelaporan
1. Menganalisis data yang telah diperoleh pada saat penelitian
2. Menyimpulkan hasil penelitian berdasarkan data yang terkumpul di
kelas eksperimen
6. Variabel Penelitian
Variabel penelitian ini adalah:
1. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray
(Variabel Bebas = Variabel X)
2. Hasil Belajar Siswa (Variabel Terikat = Variabel Y)

7. Definisi Operasional Variabel


a. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray
(TSTS)
Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray
(TSTS) adalah pembelajaran yang mendorong siswa aktif dan saling
membantu dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray
(TSTS) ini akan diterapkan pada kelas X.A yang merupakan kelas
eksperimen pada mata pelajaran matematika dimana dilakukan dengan
lima kali pertemuan yaitu pertemuan pertama samapi pertemuan keempat
pemberian perlakuan Model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS)
serta pada pertemuan Kelima guru memberikan posttest.
Adapun langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe Two
Stay Two Stray (TSTS) adalah sebagai berikut: (1) guru membentuk siswa
bekerja sama dalam kelompok berempat yang tersiri dari kemampuan
yang heterogen, (2) didalam kelompok guru membagi sesuai dengan
kemampuan kognitif yaitu dua siswa yang bertugas tinggal di kelompok
dan dua siswa yang bertugas sebagai tamu, (3) guru memberikan soal
yang berkaitan dengan ketenagakerjaan dan meminta kelompok untuk
menjawab permasalahan yang disajikan dalam soal dengan menggunakan
berbagai sumber yang dimiliki siswa, (4) setelah selesai mendiskusikan
jawaban dengan kelompok maka siswa yang bertugas sebagai tamu di
minta bertamu ke kelompok lain untuk mencari informasi dari kelompok
lain tentang soal yng menyangkut ketenagakerjaan, (5) siswa yang
sebagai tamu kembali ke kelompok mereka dan melaporkan hasil
penemuan mereka dan membuat laporan hasil dari tugas yang diberikan.
b. Hasil Belajar Siswa pada Matapelajaran Ekonomi
Hasil belajar yang dimaksud disini adalah nilai posttest yang
dilakukan setelah memberikan perlakuan model Two Stay Two Stray
(TSTS) yang terdiri dari 10 item soal uraian (Essay) yang sudah diuji
validitas dan reliabilitasnya, yang diperoleh siswa SMA Muhammadiyah
6 Palembang kelas X.A setelah mengikuti proses pembelajaran
denganmenerapkan model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) pada
mata pelajaran matematika.
8. Teknik Pengumpulan Data
a. Tes
Tes dalam penelitian ini diadakan satu kali, yaitu :pada saat
posttest. Posttest dilakukan pada pertemuan ke-4 setelah di terapkan
model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) untuk mengetahui hasil
belajar matematika siswa. Sedangkan jenis tes yang akan digunakan
adalah tes harian (formatif) dalam bentuk instrumen soal uraian
(essay) yang dilakukan pada pokok bahasan sebanyak 10 butir soal.
b. Observasi
Kegiatan Observasi dilakukan oleh guru mata pelajaran yang
membantu peneliti untuk mengetahui apakah
pelaksanaan penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay
Two Stray (TSTS) sesuai dengan rencana yang telah disusun dan sejauh
mana pelaksanaan pembelajaran telah memperlihatkan indikator
keberhasilan. Kegiatan ini dilakukan selama proses pembelajaran
berlangsung dengan menggunakan lembar observasi yang terdiri dari
beberapa aspek yang diamati. Pada setiap observasi, pengamat atau
observer memberikan tanda check () pada aspek yang tampak saat
pembelajaran berlangsung. Lembar observasi mengenai pembelajaran di
kelas, dapat dilihat pada table berikut ini:

Lembar Observasi Aktivitas Peneliti


Pertemuan
No. Indikator dan deskriptor 1 2 3
Ya Tidak Ya Tidak Ya Tidak
1. Perencanaan Pembelajaran
Peneliti menyusun dan menyiapkan
rencana pelaksanaan pembelajaran
Peneliti menyiapkan sumber, bahan,
dan alat pembelajaran
2. Pengelolaan Kelas
a. Peneliti memberikan apersepsi
Peneliti menjelaskan tujuan
pembelajaran
Proses Pembelajaran
Peneliti membagi siswa dalam
kelompok yang terdiri dari 4 orang,
2 orang tinggal dikelompok, 2
orang bertugas sebagai tamu.
Peneliti meminta kelompok untuk
mengamati, menanyakan dan
mencari informasi tentang materi
yang dibahas
Peneliti meminta Masing-masing
kelompok bertugas untuk
3 menentukan data dan
mengumpulkan tentang materi yang
dibahas
Setelah kelompok selesai bediskusi,
maka peneliti meminta dua siswa
yang bertugas sebangai tamu untuk
bertamu kekelompok lain dan saling
bertukar informasi
Setelah selesai dua tamu kembali
kekelompok masing masing dan
peneliti meminta siswa membuat
laporan kerja mereka
Proses Penilaian
4 Peneliti mengadakan evaluasi secara
individu

Tabel 4 Lembar Observasi Aktivitas Siswa


Aspek yang diamati Jumlah
No Nama
1 2 3 4 5
1
2
3

40
N

Adapun beberapa aspek yang akan diamati adalah sebagai berikut :


1. Menyimak materi yang disampaikan oleh guru
2. Siswa menyimak pengarahan dari guru
3. Siswa berperan aktif dalam kelompok
4. Siswa mampu berinteraksi dengan kelompok lain dalam bertukar
informasi.
5. Siswa berani menyatakan pendapatnya

9. Teknik Analisis Data


a. Analisis Uji Instrumen Penelitian
1. Uji Validitas
Instrument dapat dikatakan valid jika dapat digunakan untuk
mengukur apa yang seharusnya diukur. Sebelum diberikan kepada
sampel, soal terlebih dahulu diuji tingkat validitasnya kepada 10 orang
responden yang bukan termasuk sampel. Untuk mencari validitas
digunakan rumus Korelasi Product Moment sebagai berikut:

Dimana:
rxy = koefisien validitas butir soal
N = banyak siswa peserta tes
X = jumlah skor item
Y = jumlak skor total

Dari rxy yang diperoleh tersebut kemudian dinandingkan dengan


tabel harga kritis produk moment. Item tersebut dikatakan valid jika
rhitung rtabel. (Arikunto, 1998:162).
Indeks Korelasi (r)
Antara 0,800 1,000 Sangat tinggi
Antara 0,600 0,799 Tinggi
Antara 0,400 0,599 Cukup tinggi
Antara 0,200 0,399 Rendah
Antara 0,00 0,199 Sangat rendah (tidak valid)

2. Uji Reliabilitas
Dalam penelitian ini, teknik analisis reliabilitas yang
digunakan adalah tes tunggal dengan teknik non belah dua dari Kuder
dan Richardson (K-R 20) dengan rumus sebagai berikut:
S 2 pq
( )(
r 11 =
n
n1 S2 )
Dimana:
r 11 =reliabilitas tes secara keseluruhan

p= proporsi subjek yang menjawabdengan benar

q= proporsisubjek yang menjawab dengan salah ( q=1 p )

pq= jumlah hasil perkalian antara p dan q


n=banyaknya item

2
S =standar deviasi yang dikuadratkan

r11 yang diperoleh dari hasil perhitungan kemudian


dibandingkandengan rtabel product moment dengan taraf signifikansi
5%. Apabila r11 > rtabel maka soal instrumen tersebut reliabel. (Arikunto,
1992; 155)
3. Uji Tingkat Kesukaran
Analisis tingkat kesukaran bertujuan untuk mengetahui item soal
yang akan diujikan. Dalam hal ini tingkat kesukaran yang baik adalah
pada interval 25% - 75% . Item yang mempunyai tingkat kesukaran
lebih dari 75% soal tersebut terlalu mudah. Item yang baik adalah item
yang tidak terlalu sukar dan tidak terlalu mudah. Soal yang terlalu
mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha dalam
menyelesaikannya. Sebaliknya soal yang terlalu sukar akan
menyebabkan siswa putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk
mencoba lagi, karena diluar jangkauannya (Arikunto 1998: 206).
Adapun rumus untuk menghitung tingkat kesukaran adalah sebagai
berikut:

Dengan:
P = Tingkat kesukaran soal
B = Banyak siswa yang menjawab dengan benar item tersebut
JS = Banyak siswa yang mengikuti tes
Dengan kriteria:
0,00 P < 0,30 : soal dikatakan sukar
0,30 P < 0,70 : soal dikatakan sedang
0,70 P 1,00 : soal dikatakan mudah
(Arikunto, 1998: 210)

4. Uji Daya Pembeda


Analisis daya pembeda digunakan untuk meninjau daya
pembeda soalnya. Item yang baik adalah item yang mempunyai daya
pembeda lebih dari 0,20. Item soal yang daya pembedanya di
bawah 0,20 tidak baikuntuk digunakan sebagai instrumen penelitian.
Dengan demikian soal harus direvisi, diganti atau tidak digunakan.
Rumus yang digunakan sebagai berikut:

Dengan:
DP = daya pembeda soal
JA = banyaknya peserta tes yang menjadi anggota kelompok atas
JB = banyaknya peserta tes yang menjadi anggota kelompok bawah
BA = banyaknya peserta tes yang menjadi anggota kelompok atas
menjawab item tertentu dengan benar
BB = banyaknya peserta tes yang menjadi anggota kelompok bawah
dan menjawab item tertentu dengan benar.
PA = proporsi peserta tes kelompok atas yang menjawab item tertentu
dengan benar
PB = proporsi peserta tes kelompok bawah yang menjawab item
tertenti dengan benar
Kategori yang digunakan adalah:
0,00 - 0,20 : jelek
0,20 - 0,40 : cukup
0,40 - 0,70 : baik
0, 70 - 1,00 : baik sekali
(Arikunto, 1998: 213)

b. Analisis Uji Data Hasil Penelitian


1. Uji Normalitas
Uji normalitas ini digunakan untuk menguji apakah data
berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas ini diberikan kepada
kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol setelah diberikan
pos tes. Peneliti menggukan statistik uji chi kuadrat dengan rumus
sebagai berikut:

Dengan:
x 2 : chi kuadrat
Oi : frekuensi yang diobservasi
Ei : frekuensi yang diharapkan
(Suharsimi Arikunto, 1996:290)
2 hitung yang telah diperoleh dari hasil perhitungan selanjutnya
dibandingkan dengan 2 tabel dengan derajat kebebasan dk = K 3 dan
taraf signifikansi = 5%. Data dikatakan normal apabila 2hitung < 2tabel.
(Arikunto, 1996:290).

c. Pengujian Hipotesis
Setelah melakukan uji normalitas, maka langkah berikutnya adalah
melakukan analisis uji-t untuk mengetahui pengaruh penerapan model
pembelajaran Snowball Throwing terhadap hasil belajar matematika
siswa.
Peneliti menggunakan uji statistik uji-t untuk satu pihak (pihak
kanan). Langkah-langkah dalam melakukan pengujian adalah sebagai
berikut:
Hipotesis yang akan diujikan adalah:
Ho : 1 2 , nilai rata-rata kelompok eksperimen lebih rendah dari
pada nilai rata-rata kelompok kontrol.
H1 : 1 > 2. nilai rata-rata kelompok ekperimen lebih tinggi dari
pada nilai rata-rata kelompok kontrol.
= 5%
Keterangan:
H0 = Tidak terdapat pengaruh penerapan model pembelajaran Two Stay
Two Stray (TSTS) dalam meningkatkan hasil belajar
matematika siswa kelas X SMA Muhammadiyah 6 palembang.
H1 = Terdapat pengaruh penerapan model pembelajaran Two Stay Two
Stray (TSTS) dalam meningkatkan hasil belajar matematika siswa
kelas X SMA Muhammadiyah 6 palembang.
Rumus uji-t yang digunakan yaitu sebagai berikut:

Dengan:
x 1 : rata-rata nilai kelompok eksperimen

x 2 : rata-rata nilai kelompok kontrol

r : korelasi antar dua sampel

S 1 : standar deviasi pada kelompok eksperimen

S 2 : standar deviasi pada kelompok kontrol

S 21 : varians kelompok eksperimen

S 22 : varians kelompok kontrol

(Sudjana, 2001:293)

Hasil yang diperoleh dari thitung selanjutnya dibandingkan dengan


ttabel yang memiliki derajat kebebasan dk = N1 + N2 - 2 dan taraf
signifikansi = 5%. Dalam hal ini tolak hipotesis nol jika thitung >
ttabel. Dengan demikian dapat dikatakan terdapat pengaruh penerapan
model pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS) terhadap hasil belajar
matematika siswa.

C. DAFTAR PUSTAKA
Akib, Irwan. 2001. Analisis Kesulitan Mahasiswa Matematika Dalam Memahami
Konsep-konsep Dalam Struktur Aljabar.. Jurusan Matematika FMIPA
UNM Makassar.
Arikunto, Suharsimi. 1996. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.
_______. 2005. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
_______. 1998. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
_______. 1992. Dasar-dasar Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

E.Mulyasa. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan; Sebuah Panduan


Praktis. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Huda, Miftahul. 2011. Cooperatif Learning Metode, Teknik, Struktur dan
Penerapan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kursi, Imaroh. 2012. Penggunaan Metode Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray
(TSTS) Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Mata Pelajaran
Ekonomi Kompetensi Dasar Mendeskripsikan Inflansi dan Indeks Harga
Pada Siswa Kelas X di SMA THERESIANA Salatiga. Jurnal Pendidikan.
Kerami, Djati dan Cormentyna Sitanggang. 2003. Kamus Matematik. Jakarta:
Balai Pustaka.
Lie, A. 2007. Pembelajaran Kooperatif. Jakarta: Grasindo.
Rooijakkers, Ad. 1991. Mengajar Dengan Sukses. Jakarta: PT. Grasindo.
Rusman. 2012. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme
Guru. Jakarta: PT. Grafindo Persada.
Sudjana, Nana. 1989. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar
Baru.
_______. 2001. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Syah, Muhibbin. 2010. Psikologi Belajar (Edisi Revisi). Jakarta: Rajawali Pres.
Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi Paikem.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Solihatin, Entin. 2007. Cooperative Learning Analisis Model Pembelajaran Ips.
Jakarta: Bumi Aksara.
Supriyanto. 2010. Model-model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Yuma Pustaka.
Sari, Sartika. 2011. Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Cooperative
Learning Tipe Dua Tinggal Dua Tamu Terhadap Hasil Belajar Siswa
Pada Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SMP N 17
Palembang. Skripsi. Indralaya: FKIP Universitas Sriwijaya.
Santoso, Ras Eko Budi. 2011. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay
Two Stray. Jurnal Pendidikan.
Widoyoko, Eko P. 2010. Evaluasi Program Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Wijaya, Ning. 2011. Penerapan Model Pembelajaran Model Two Stay Two
Stray Untuk Meningkatkan Pembelajaran IPA Siswa Kelas V SDN
Tanjung Rejo Malang. Jurnal IPA.
Tim Penyusun KBBI. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia (edisi ketiga).
Jakarta: Balai Pustaka.

Anda mungkin juga menyukai