Anda di halaman 1dari 63

OBAT OBAT

KARDIOVASKULAR
Dibuat untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah Farmakologi

Disusun oleh :
Efi Octaviany
4111111028

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2013
OBAT OBAT KARDIOVASKULAR

1.Obat Gagal Jantung


1.1. Penghambat ACE
A. Mekanisme Kerja
Penghambat ACE menghambat konversi angiotensin I
(Ang I) menjadi angiotensin II (Ang II). Kebanyakan efek
biologik Ang II diperantarai oleh reseptor angiotensin tipe 1
(AT1). Stimulasi reseptor AT1 menyebabkan vasokontriksi,
stimulasi dan pelepasan aldosterone, peningkatan aktivitas
simpatis, dan hipertrofi miokard. Penghambat ACE dengan
mengurangi pembentukan Ang II akan menghambat aktivitas
Ang II di reseptor AT1 maupun AT2, sehingga terjadi
pengurangan hipertrofi miokard dan penurunan preload
jantung yang akan menhambat progresi remodelling jantung.
Di Samping itu, penurunan aktivitas neurohormonal endogen
(Ang II, aldosteron, norepinefrin) akan mengurangi efek
langsugnya dalam menstimulasi remodelling jantung. Enzim
ACE juga merupakan kininase II, maka penghambat ACE akan
menghambat degradasi bradikinin sehingga kadar bradikinin
yang terbentuk lokal di endotel vaskuler akan meningkat.
Bradikinin bekerja lokal pada reseptor BK 2 di sel endotel dan
menghasilkan nitric oxide (NO) dan prostasiklin (PGI 2),
keduanya merupakan vasodilator, antiagregasi trombosit dan
antiproliferasi.
B. Kontraindikasi
Penghambat ACE tidak dianjurkan untuk diberikan kepada
wanita hamil dan menyusui, pasien dengan stenosis arteri
ginjal bilateral, atau angioedema pada terapi dengan
penghambat ACE sebelumnya.
C. Dosis
Penghambat ACE harus selalu dimulai dengan dosis
rendah dan dititrasi sampai dosis target. Dosis target adalah
dosis pemeliharaan yang telah terbukti efektif untuk
mengurangi mortalitas/hospitalisasi dalam uji klinik yang
besar.

Obat Dosis awal Dosis pemeliharaan


Kaptopril 6,25 mg tid 25 - 50 mg tid
Enalapril 2,5 mg od 10 - 20 mg bid
Lisinopril 2,5 mg od 5 - 20 mg od
Ramipril 1,25 mg od/bid 2,5 - 5 mg bid
Trandolapril 1 mg od 4 mg od
Kuinapril 2,5 mg od 5 - 10 mg bid
Fosinopril 5 - 10 mg od 20 - 40 mg od
Perindopril 2 mg od 4 mg od
od = sekali sehari ; bid = 2 x sehari ; tid = 3x sehari

D. Efek Samping
Batuk, hipotensi, gangguan fungsi ginjal, hyperkalemia,
dan angioedema.

1.2. Antagonis Angiotensin II (AT1-Bloker)


A. Mekanisme Kerja
Antagonis angiotensin II (Ang II) menghambat aktivitas
Ang II hanya di reseptor AT1 dan tidak di reseptor AT2, maka
disebut juga AT1-Bloker. Tidak adanya hambatan kininase II
menyebabkan bradikinin dipecah menjadi kinin inaktif,
sehingga vasodilator NO dan PGI2 tidak terbentuk. Dalam hal
ini diduga mekanismenya juga sama, yakni akumulasi
bradikinin karena terjadi reaksi saling antara penghambat
ACE dan AT1-Bloker.
B. Dosis

Obat Dosis Awal Dosis Maksimal


Kandesartan 4 8 mg od 32 mg od
Losartan 25 50 mg od 50 100 mg od
Valsartan 20 40 mg od 160 bid
C. Efek Samping
Pusing dan batuk kering.

1.3. Diuretik
A. Mekanisme Kerja
a. Farmakodinamik
Diuretik kuat terutama bekerja dengan cara menghambat
reabsorpsi elektrolit Na+/K+/2CI- di ansa Henle asendens
bagian epitel tebal; tempat kedanya di permukaan sel epitel
bagian lumina) (yang menghadap ke lumen tubuh). Pada
pemberian secara IV obat ini cenderung meningkatkan aliran
darah ginjal tanpa disertai peningkatan filtrasi glomerulus.
Perubahan hemodinamik ginjal ini mengakibatkan
menurunnya reabsorpsi cairan dan elektrolit di tubuh
proksimal Serta meningkatnya efek awal diuresis. Peningkatan
aliran darah ginjal ini relatif hanya berlangsung sebentar.
Dengan berkurangnya cairan ekstrasel akibat diuresis, maka
aliran darah ginjal menurun dan hal ini akan mengakibatkan
meningkatnya reabsorpsi cairan dan elektrolit di tubuh
proksimal. Hal yang terakhir ini agaknya merupakan suatu
mekanisme kompensasi yang membatasi jumlah zat terlarut
yang mencapai bagian epitel tebal Henle asendens, dengan
demikian akan mengurangi diuresis.
Masih dipertentangkan apakah diuretik kuat juga bekerja
di tubuh proksimal. Furosemid dan bumetanid mempunyai
days hambat enzim karbonik anhidrase karena keduanya
merupakan derivat sulfonamid, seperti juga tiazid dan
asetazolamid, tetapi aktivitasnya terlalu lemah untuk
menyebabkan diuresis di tubuh proksimal. Asametakrinat
tidak menghambat enzim karbonik anhidrase. Efek diuretik
kuat terhadap segmen yang lebih distal dari ansa henle
asendens epitel tebal belum dapat dipastikan, tetapi dari
besarnya diuresis yang terjadi, diduga obat ini bekerja juga di
segmen tubuh lain.
Diuretik kuat juga menyebabkan meningkatnya ekskresi
K+ dan kadar asam urat plasma, mekanismenya kemungkinan
besar sama dengan tiazid. Ekskresi Ca ++ dan Mg++ juga
ditingkatkan sebanding dengan peningkatan ekskresi Na +.
Berbeda dengan tiazid, golongan ini tidak meningkatkan re-
absorpsi Ca++ di tubuh distal. Berdasarkan atas efek kalsiuria
ini, golongan diuretik kuat digunakan untuk pengobatan
simptomatik hiperkalsemia.
Diuretik kuat meningkatkan ekskresi asam yang dapat
dititrasi (fitrable acid) dan ammonia. Fenomena yang diduga
terjadi karena efeknya di nefron distal ini merupakan salah
sate faktor penyebab terjadinya alkalosis metabolik.
Bila mobilisasi cairan edema terlalu cepat, alkalosis
metabolik oleh diuretik kuat ini terutama terjadi akibat
penyusutan volume cairan ekstrasel. Sebaliknya pada
penggunaan yang kronik, faktor utama penyebab alkalosis
ialah besarnya asupan garam dan ekskresi H + dan K+.
Alkalosis ini seringkali disertai dengan hiponatremia, tetapi
masing-masing disebabkan oleh mekanisme yang berbeda.

b. Farmakokinetik
Diuretik kuat mudah diserap melalui saluran cema,
dengan derajat yang agak berbeda-beda. Bioavailabilitas
furosemid 65% sedangkan bumetenid hampir 100%. Obat
golongan ini terikat pada protein plasma secara ekstensif,
sehingga tidak difiltrasi di glomerulus tetapi cepat sekali
disekresi melalui sistem transpor asam organik di tubuh
proksimal. Dengan cara ini obat terakumulasi di cairar tubuh
dan mungkin sekali ditempat kerja di daerah yang lebih distal
lagi. Probenesid dapat menghambat sekresi furosemid, dan
interaksi antara keduanya ini hanya terbatas pada tingkat
sekresi tubuh, dan tidak pada tempat kerja diuretik. Torsemid
memiliki mass kerja seclikit lebih panjang dad furosemid.
Kira-kira 2/3 clad asam etakrinat yang diberikan secara IV
diekskresi melalui ginjal dalam bentuk utuh dan dalam
konjugasi dengan senyawa sulfhidril terutama sistein dan N-
asetil sistein. Sebagian lagi diekskresi melalui hati. Sebagian
besar furosemid diekskresi dengan cara yang sama, hanya
Sebagian kecil dalam bentuk glukoronid. Kira-kira 50%
bumetanid diekskresi dalam bentuk asal, selebihnya sebagai
metabolit.

B. Kontraindikasi
Oleh karena penurunan curah jantung akibat deplesi
cairan akan meningkatkan aktivasi neurohormonal yang akan
memacu progresi gagal jantung, maka diuretik tidak boleh
diberikan pada gagal jantung yang asimtomatik maupun yang
tidak ada overload cairan, maka itu diuretic harus selalu
diberikan dalam kombinasi dengan penghambat ACE.
C. Dosis
D. Efek Samping
a. Gangguan cairan dan elektrolit
b. Ototoksisitas
c. Hipotensi
d. Efek metabolik
e. Reaksi alergi
f. Nefritis interstisialis alergik
E. Interaksi
Seperti diuretik tiazid, hipopkalemia akibat pemberian
diuretik kuat dapat meningkatkan risiko aritmia pada pasien
yang juga mendapat digitalis atau obat antiaritmia.
Pemberian bersama obat yang bersifat nefrotoksik seperti
aminoglikosida dan antikanker sisplatin akan meningkatkan
risiko nefrotoksisitas.
Probenesid mengurangi sekresi diuretik ke lumen tubulus
sehingga efek diuresisnya berkurang.
Diuretik kuat dapat berinteraksi dengan warfarin dan
klofibrat melalui penggeseran ikatannya dengan protein. Pada
penggunaan kronis, diuretik kuat ini dapat menurunkan
klirens litium. Penggunaan bersama dengan sefalosporin dapat
meningkatkan nefrotoksisitas sefalosporin. Anti-inflamasi non-
steroid terutama indometasin dan kortikosteroid melawan
kerja furosemid.

1.4. Antagonis Aldosteron


A. Mekanisme Kerja
Pada pasien gagal jantung, kadar plasma aldosteron
meningkat (akibat aktivasi sistem reninangiotensin-
aldosteron), bisa sampai 20x kadar normal. Aldosteron
menyebabkan retensi Na dan air serta ekskresi K dan Mg.
Retensi Na dan air menyebabkan edema dan peningkatan
preload jantung. Aldosteron memacu remodelling dan
disfungsi ventrikel melalui peningkatan preload dan efek
langsung yang menyebabkan fibrosis miokard dan proliferasi
fibroblas (lihat Gambar 19-1 dan 19-2). Karena itu antagonisasi
efek aldosteron akan mengurangi progresi remodelling
jantung sehingga dapat mengurangi mortalitas dan morbiditas
akibat gagal jantung. Pada saat ini ada 2 antagonis aldosteron,
yakni spironolakton dan eplerenon.
B. Dosis
Sebelum pemberian obat, periksa dulu kadar K serum
(harus 5,0 mmol/L) dan kreatinin (harus 2,0-2,5 mg/dL)
atau klirens kreatinin > 30 mL/menit. Obat diberikan dengan
dosis awal yang rendah : spironolakton 12,5 mg, eplerenon 25
mg sehari, kemudian dosis dapat ditingkatkan menjadi
spironolakton 25 mg, eplerenon 50 mg, jika diperlukan. Risiko
hiperkalemia meningkat dengan dosis penghambat ACE yang
lebih tinggi (kaptopril 75 mg/hari, enalapril atau lisinopril
10 mg/hari). Penggunaan obat AINS dan coxib harus dihindari.
Kadar K dan fungsi ginjal harus dimonitor dengan ketat:
periksa dalam 3 had dan pada 1 minggu setelah awal terapi
dan sedikitnya sebulan sekali selama 3 bulan pertama. Jika
kadar K 5,0-5,5 mmol/L, kurangi dosis obat dengan 50%,
hentikan obat jika kadar K > 5,5 mmol/L. Setelah 1 bulan, jika
gejala-gejala gagal jantung belum membaik dan kadar K
normal, dosis obat dinaikkan. Periksa lagi kadar K dan
kreatinin setelah 1 minggu. Jika terjadi diare atau penyebab
dehidrasi lainnya, harus segera ditangani.
C. Interaksi
Antagonis aldosteron direkomendasikan untuk ditambahkan
pada :
a. Penghambat ACE dan diuretik kuat pada gagal jantung
lanjut (NYHA kelas III-IV) dengan disfungsi sistolik
(fraksi ejeksi 35%) untuk mengurangi mortalias dan
morbiditas (terbukti untuk spironolakton).
b. Penghambat ACE dan -bloker pada gagal bantuan
setelah infark miokard dengan disfungsi sistolik ventrikel
kid (fraksi ejeksi 40%) dan tanda-tanda gagal jantung
atau diabetes untuk mengurangi mortalitas dan
morbiditas (terbukti untuk eplerenon).

1.5. Blocker
A. Mekanisme Kerja
Pada Gambar 19-3 terlihat bahwa aktivasi simpatis akan
mengaktifkan sistem renin-angiotensinaldosteron (RAA). Renin
disekresi oleh sel jukstaglomerular di ginjal melalui stimulasi
reseptor adrenergik Pl. Selanjutnya aktivitas sistem simpatis
maupun sistem RAA akan mengakibatkan hipertrofi miokard
melalui efek vasokonstriksi perifer (arteri dan vena) dan
retensi Na dan air oleh ginjal. Sedangkan vasokonstriksi
koroner akan mengurangi pasokan darah pada Binding
ventrikel yang hipertrofi sehingga terjadi iskemia miokard.
Peningkatan denyut jantung dan kontraktilitas miokard juga
akan menyebabkan iskemia miokard relatif karena
peningkatan kebutuhan O2 miokard disertai dengan
berkurangnya pasokan O2 miokard. Iskernia miokard akan
menyebabkan perlambatan konduksi jantung, yang akan
memicu terjadinya aritmia jantung. Norepinefrin juga
meningkatkan automatisitas sel-sel automatik jantung
sehingga terbentuk fokus-fokus ektopik yang akan
menimbulkan aritmia jantung. Angiotensin II juga bekerja
langsung pada jantung untuk menstimulasi pertumbuhan
sehingga terjadi hipertrofi miokard. Selanjutnya, hipertrofi
miokard yang terjadi akibat styes hemodinamik maupun yang
terjadi secara langsung akan memicu apoptosis dan fibrosis
miokard sehingga terjadi remodelling miokard, yang
berlangsung secara progresif, dan dengan demikian terjadi
progresi gagal jantung.
Pemberian -bloker pada gagal jantung sistolik (lihat
Gambar 19-3) akan mengurangi kejadian iskemia miokard,
mengurangi stimulasi sel-sel automatik jantung dan efek
antiaritmia lainnya, sehingga mengurangi risiko terjadinya
aritmia jantung, dan dengan demikian mengurangi risiko
terjadinya kematian mendadak (kematian kardiovaskular). -
bloker juga menghambat penglepasan renin sehingga
menghambat aktivasi sistem RAA. Akibatnya terjadi penurunan
hipertrofi miokard, apoptosis & fibrosis miokard, dan
remodelling miokard, sehingga progresi gagal jantung akan
terhambat, dan dengan demikian memburuknya kondisi klinik
juga akan terhambat.
B. Dosis

Peningkatan
Dosis Dosis Periode
dosis
Bloker awal target titrasi
(mg/hari)
Bisoprol 1,25 mg 2,5; 3,75; 5; Minggu -
10 mg od
ol od 7.5; 10 bulan
Metoprol
ol 12,5/25 25; 50; 100; 200 mg
Idem
suksinat mg od 200 od
CR
Karvedil 3,125 mg 6,25; 12,5; 25 mg od Idem
ol dib 25; 50

C. Efek Samping
Pada awal terapi dengan -bloker dapat terjadi :
a. Retensi cairan dan memburuknya gejala-gejala,
maka tingkatkan dosis diuretik.
b. Hipotensi, maka kurangi dosis penghambat ACE
atau -bloker.
c. Bradikardia, maka kurangi dosis -bloker.
d. Rasa lelah, maka kurangi dosis -bloker.

1.6. Vasodilatasor Lain


A. Hidralazin-Isosorbid Dinitrat
Kombinasi ini dapat diberikan pada pasien gagal jantung
sistolik yang tidak dapat mentoleransi penghambat ACE dan
antagonis All, untuk mengurangi mortalitas dan morbiditas
dan memperbaiki kualitas hidup. Hidralazin merupakan
vasodilator arteri sehingga menurunkan afterload, sedangkan
isosorbid dinitrat merupakan venodilator sehingga
menurunkan preload jantung.
B. NA Nitroprusid I.V.
Merupakan prodrug dari nitric oxide (NO), suatu
vasodilator kuat, kerjanya di arteri maupun vena, sehingga
menurunkan after-load maupun preload jantung. Mule
kerjanya cepat (2-5 menit) karena cepat dimetabolisme
membentuk, NO yang aktif. Mesa kerjanya singkat sehingga
dosisnya dapat dititrasi dengan cepat untuk mencapai efek
hemodinamik yang diinginkan. Karena itu obat ini biasa
dipakai untuk mengatasi gagal jantung akut di IGD.
C. Nitrogliserin I.V.
Obat ini juga prodrug dari NO. Pada kecepatan infus yang
rendah, obat ini hanya mendilatasi vena dan dengan demikian
hanya menurunkan preload jantung. Pada pasien gagal
jantung, obat ini digunakan untuk pengobatan gagal jantung
kiri akibat iskemia miokard akut, gagal jantung kiri non-
iskemik yang memerlukan penurunan preload dengan cepat,
dan pada pasien dengan overload cairan yang simtomatik dan
belum mencapai diuresis yang cukup. Pada kecepatan infus
yang lebih tinggi, obat ini juga mendilatasi arteri sehingga
menurunkan afterload jantung. Jika terjadi toleransi, dapat
diatasi dengan meningkatkan dosisnya.
Efek samping : sakit kepala.
D. Nesiritid I.V.
Merupakan rekombinan dari peptide natriuretik otak
(BNP) manusia, dan diindikasikan untuk gagal jantung akut
dengan sesak napas saat istirahat atau dengan aktivitas
minimal. Pada pasien ini, nesiritid yang diberikan sebagai infus
selama 24-48 jam menurunkan tekanan kapiler pare (PCWP)
dan mengurangi sesak napas. Mekanisme kerjanya melalui
peningkatan siklik GMP menyebabkan dilatasi vena dan arteri.
Pada pasien gagal jantung, nesiritid mengantagonisasi efek
angiotensin dan norepinefrin dengan menimbulkan
vasodilatasi, natriuresis dan diuresis.

1.7. Digoksin
Beberapa efek digoksin pada pengobatan gagal jantung, yaitu :
a. Inotropik positif
b. Kronotropik negatif
c. Mengurangi aktivasi saraf simpatis
A. Mekanisme Kerja
a. Inotropik positif
Digoksin menghambat pompa Na-K-ATPase pada
membran sel otot jantung sehingga meningkatkan kadar
Na+ intrasel, dan ini menyebabkan berkurangnya
pertukaran Na+ - Ca++ selama repolarisasi dan relaksasi
otot jantung sehingga Ca2+ tertahan dalam sel, kadar Ca2+
intrasel meningkat, dan ambilan Ca2+ ke dalam retikulum
sarkoplasmik (SR) meningkat. Dengan demikian, Ca 2+
yang tersedia dalam SR untuk dilepaskan ke dalam sitosol
untuk kontraksi meningkat, sehingga kontraktilitas sel
otot jantung meningkat.
b. Kronotropik negatif & mengurangi aktivasi saraf simpatis
Pada kadar terapi (1-2 mg/mL), digoksin
meningkatkan tones vagal dan mengurangi aktivitas
simpatis di nodus SA maupun AV, sehingga dapat
menimbulkan bradikardia sinus sampai henti jantung
dan/atau perpanjangan konduksi AV sampai meningkatnya
blok AV. Efek pada nodus AV inilah yang mendasari
penggunaan digoksin pada pengobatan fibrilasi atrium.
B. Indikasi
a. Pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrium, karena
digoksin dapat memperlambat kecepatan ventrikel
(akibat hambatan pada nodus AV).
b. Pasien gagal jantung dengan ritme sinus yang masih
simtomatik, terutama yang disertai takikardia meskipun
telah mendapat terapi maksimal dengan penghambat
ACE dan -bloker, karena digoksin tidak mengurangi
mortalitas sehingga tidak lagi dipakai sebagai obat lini
pertama, tetapi dapat memperbaiki gejala-gejala dan
mengurangi hospitalisasi, terutama hospitalisasi karena
memburuknya gagal jantung. Sebaiknya kadar digoksin
dipertahankan <1 ng/mL karena pada kadar yang lebih
tinggi, risiko kematian meningkat.
C. Kontraindikasi
Kontraindikasi penggunaan digoksin meliputi bradikardia,
blok AV derajat 2 dan 3, sindroma sick sinus, sindroma Wolff-
Parkinson-White, kardiomiopati obstruktif hipertrofik,
hipokalemia.
D. Dosis
Dosis digoksin biasanya 0,125-0,25 mg sehari jika fungsi
ginjal normal (pada lansia 0,06250-125 mg, kadang-kadang
0,25 mg). Digoksin tersedia dalam bentuk tablet 0,25 mg.
E. Efek Samping
Efek toksik digoksin berupa :
a. Efek proaritmik, yakni :
i. Penurunan potensial istirahat (akibat hambatan
pompa Na), menyebabkan after potential yang
mencapai ambang rangsang, dan penurunan
konduksi AV.
ii. Peningkatan automatisitas.
b. Efek samping gastrointestinal : anoreksia, mual, muntah,
nyeri lambung.
c. Efek samping visual: penglihatan berwarna kuning.
d. Lain-lain : delirium, rasa lelah, malaise, bingung, mimpi
buruk
F. Interaksi
a. Kuinidin, verapamil, amiodaron akan menghambat P-
glikoprotein, yakni transporter di usus dan di tubulus
ginjal, sehingga terjadi peningkatan absorpsi dan
penurunan sekresi digoksin, akibatnya kadar plasma
digoksin meningkat 70-100%.
b. Rifampisin menginduksi transporter P-glikoprotein di
usus sehingga terjadi penurunan kadar plasma digoksin.
c. Aminoglikosida, siklosporin, amfoterisin B menyebabkan
gangguan fungsi ginjal, sehingga ekskresi digoksin
melalui ginjal terganggu, akibatnya terjadi peningkatan
kadar plasma digoksin.
d. Kolestiramin, kaolin-pektin, antasida akan mengadsorpsi
digoksin, sehingga absorpsi digoksin menurun.
e. Diuretik tiazid, furosemid menyebabkan hipokalemia
sehingga meningkatkan toksisitas digoksin.
f. -bloker, verapamil, diltiazem: aditif dengan digoksin
dalam memperlambat konduksi AV; dan mengurangi efek
inotropik digoksin.

1.8. Obat Inotropik Lain


A. Dopamin dan Dobutamin I.V.
Merupakan obat inotropik yang paling sering digunakan
untuk menunjang sirkulasi dalam jangka pendek pada gagal
jantung yang parch. Kerjanya melalui stimulasi reseptor
dopamin D, dan reseptor adrenergik di sel otot jantung.
Dopamin mempunyai penggunaan yang terbatas pada
pengobatan pasien dengan kegagalan sirkulasi kardiogenik.
Dobutamin merupakan agonis yang terpilih untuk pasien
gagal jantung dengan disfungsi sistolik. Dobutamin merupakan
campuran rasemik yang menstimulasi reseptor P1 dan P2. Di
samping itu enansiomer (-) adalah suatu a agonis. Dobutamin
tidak menstimulasi reseptor dopamin. Dobutamin diberikan
sebagai infus sampai beberapa hari, dengan dosis awal 2-3
mg/kg/menit, dan ditingkatkan sampai efek hemodinamik yang
diinginkan. Efek samping utama adalah takikardia berlebihan
dan aritmia, yang memerlukan penurunan dosis. Pada pasien
yang mendapat -bloker, respons awal terhadap dobutamin
mungkin lebih kecil. Penggunaan jangka panjang dapat
menimbulkan toleransi, sehingga memerlukan substitusi
dengan obat alternatif, misalnya penghambat fosfodiesterase
kelas III.
B. Penghambat Fosfodiesterase
Inamrinon (dulu disebut amrinon) dan milrinon
merupakan penghambat fosfodiesterase kelas III (PDE3) yang
digunakan sebagai penunjang sirkulasi jangka pendek pada
gagal jantung yang parch. Mekanisme kerjanya dapat dilihat
pada Gambar 19-4. Akan tetapi, pada penggunaan jangka
panjang obat-obat ini meningkatkan mortalitas (mempercepat
kematian). Karena itu indikasinya hanya untuk penggunaan
jangka pendek pada gagal jantung tahap akhir dengan gejala-
gejala yang refrakter terhadap obat-obat lain.
1.9. Antitrombotik
Warfarin (antikoagulan oral) diindikasikan pada gagal
jantung dengan fibrilasi atrial, riwayat kejadian tromboembolik
sebelumnya, atau adanya trombus di ventrikel kiri, untuk
mencegah stroke atau tromboembolisme.
Setelah infark miokard, aspirin atau warfarin direkomendasikan
sebagai profilaksis sekunder.

1.10.Antiaritmia
Antiaritmia yang digunakan pada gagal jantung hanyalah -
bloker dan amiodaron. -bloker mengurangi kematian mendadak
pada gagal jantung. Penggunaan -bloker pada gagal jantung
dapat dilihat pada butir 2.5.
Amiodaron digunakan pada gagal jantung hanya jika disertai
dengan fibrilasi atrial dan dikehendaki ritme sinus. Amiodaron
adalah satu-satunya obat antiaritmia yang tidak disertai dengan
efek inotropik negatif.

2.Obat Antiaritmia
2.1. Kelas I
2.1.1. IA
Mekanisme Kerja : Menghambat arus masuk ion NA + dengan
cara depresi sedang fase 0 dan konduksi lambat (2+),
memnajangkan repolarisasi.
A. Kuinidin
a. Farmakokinetik
Bila diberikan per oral, kuinidin sulfat diabsorpsi dengan
cepat. kadar puncak dalam plasma tercapai dalam waktu 60-90
menit, namun penyerapan kuinidin kadar puncak dalam
plasmanya baru tercapai setelah 3-4 jam. Dapat juga diberikan
secara intramuscular, namun menimbulkan rasa sakit pada
tempat penyuntikan dan meningkatkan kreatin kinase plasma.
Obat ini didistribusikan dengan cepat hampir ke semua jaringan
kecuali ke otak. Kuinidin sebagian besar dimetabolisme di hati,
kira-kira 20% senyawaan asal diekskresikan lewat urin. Waktu
paruhnya adalah 6 jam. Kuinidin difiltrasi diglomeruli dan
diekskresi oleh tubuli proksimal.
b. Dosis
Dosis oral biasanya 200-300 mg yang diberikan 3 atau 4
kali sehari. Selama terapi pemeliharaan, kuinidin biasanya
mencapai kadar mantap dalam waktu 24 jam dan kadar dalam
plasma akan berfluktuasi kurang dari 50% diantara 2 dosis.
c. Indikasi
Untuk pasien dengan kontraksi atrium dan ventrikel
prematur atau terapi pemeliharaan. Sedangkan dosis yang lebih
tinggi terbatas untuk takikardia vebtrikel proksismal.
d. Kontraindikasi
Tidak digunakan untuk pengobatan takikardia ventrikulat
menetap dan aritmia yang disebabkan digitalis.
e. Efek Samping
Efek toksik kardiovaskular, pada kadar obat yang tinggi,
efek toksik terhadap jantung menjadi berat, sehingga dapat
menyebabkan blokade atau henti SA, blokade AV derajat tinggi,
aritmia ventrikel atau asistol. Selain itu juga dapat
menyebabkan takikardia ventrikel pleomorfik pada individu
yang sensitif pada kadar kuinidin yang rendah atau dalam
rentang kadar terapi. Kadang-kadang menyebabkan sinkop
atau kematian mendadak. Efek antikolinergik menyebabkan
pasien fibrilasi atau flutter atrium, kuinidin juga dapat
menyebabkan hipotensi terutama bila diberikan secara
intravena. Kemungkinan emboli juga bisa terjadi setelah
perubahan fibrilasi atrium ke irama sinus. Efek samping lain
dapat menimbulkan cinchonism ringan yang gejalanya meliputi
tinitus, penglihatan kabur, tuli keluhan saluran pencernaan.
Pada keracunan berat dapat timbul sakit kepala diplopia
fotofobia, perubahan persepsi warna, disertai gejala bingung,
delirium, psikosis. Kulit terasa panas dan merah, mual, muntah,
diare dan nyeri abdominal. Pada hipersensitivitas kuinidin juga
dapat terjadi trombositopenia.
B. Prokainamid
a. Farmakokinetik
Diberikan per oral diabsorpsi dengan cepat dan hampir
sempurna dalam waktu 45-70 menit setelah minum kapsul tapi
sedikit lebih lambat bila diminum dalam bentuk tablet. Obat ini
didistribusikan dengan cepat hampir ke semua jaringan kecuali
ke otak. Prokinamid dieliminasi melalui ekskresi ginjal dan
metabolisme di hati. Sampai sekitar 70% dari dosis prokinamid
dieliminasi dalam bentuk yang tak berubah dalam urin. Waktu
paruh eliminasi pendek (3 jam pada orang nrmal, 5-8 jam pada
pasien penyakit jantung).
b. Dosis
Prokinamid hidroklorida ( Pronestyl) tersedia dalam
bentuk tablet dan kapsul (250-500 mg) dan tablet lepas lambat
(250-1000 mg). Bila diberikan secara intramuskular atau
intravena berisi 100 atau 500 mg/mL.

c. Indikasi
Untuk pengobatan jangka pendek atau jangka panjang
aritmia supraventrikel dan ventrikel, untuk pengobatan
takikardia supraventrikel ke proksimal (PSVT). Selain itu juga
dapat digunakan untuk pencegahan fibrilasi ventrikel.
d. Kontraindikasi
Tidak digunakan untuk pengobatan takikardia ventrikulat
menetap dan aritmia yang disebabkan digitalis.
e. Efek Samping
Efek samping kardiovaskular mirip seperti kuinidin. Bila
diberikan intravena dapat menyebabkan hipotensi. Selain itu
bila diberikan peroral dapat menyebabkan anoreksia, mual,
muntah, diare. Efek samping SSP dapat menyebabkan
pusing,psikosis, halusinasi, dan depresi. Dalam beberapa
minggu dpaat terjadi agranulositosis diikuti infeksi fetal, kelhan
nyeri tenggorokan. Mialgia, angioedema, rash, vaskuliti jari,
Prokinamid juga dapat menyebabkan gejala menyerupai lupus
eritematosus sistemik (SLE). Yang paling berat dapat terjadi
perdarahan perikardial yang disertai tamponade.
C. Disopiramid
a. Farmakokinetik
Sekitar 90% dosis oral diabsorpsi dalam waktu 1-2 jam
setelah diminum. Sebagian kecil mengalai metabolisme lintas
pertama di hati. Sekitar 50% dosis disopiramid diekskresikan
oleh ginjal dalam keadaan utuh, 20% dalam bentuk metabolit
dealkilasi, dan 10% dalam bentuk lain. Waktu paruh eliminasi
adlah 5-7 jam, dan nilai ini memanjang pada gagal ginjal yang
dapat mencapai 20 jam atau lebih.
b. Dosis
Tersedia dalam bentuk tablet (100-150 mg basa). Dosis
total harian adalah 400-800 mg yang pemberiannya terbagi atas
4 dosis.
c. Indikasi
Untuk pengobatan jangka pendek atau jangka panjang
aritmia supraventrikel dan ventrikel, untuk pengobatan
takikardia supraventrikel ke proksimal (PSVT). Selain itu juga
dapat digunakan untuk pencegahan fibrilasi ventrikel.

d. Kontraindikasi
Tidak digunakan untuk pengobatan takikardia ventrikular
menetap dan aritmia yang disebabkan digitalis.
e. Efek Samping
Efek samping antikolinergik berupa mulut kering,
konstipasi, penglihatan kabur, dan hambatan miksi. Selain itu
juga dapat menyebabkan mual, nyeri abdomen, muntah atau
diare. Efek kardiovaskular lebih menonjol dibanding obat kelas
IA lain, tekanan darah biasanya meningkat sementara setelah
pemberian secara intravena.
2.1.2. IB
Mekanisme kerja : Mengubah sedikit depolarisasi fase 0 dan
memperlambat konduksi (0-1+). Mempersingkat repolarisasi.
A. Lidokain
a. Farmakokinetik
Walaupun lidokain diserap dengan baik setelah pemberian
peroral, obat ini mengalami metabolism yang ekstensif sewaktu
melewati hati dan hanya 1/3 yang dapat mencapai sirkulasi
sistemik. Obat ini hampir sempurna diserap setelah pemberian
intramuscular. Waktu paruh eliminasi sekitar 100 menit.
b. Dosis
Tersedia untuk pemberian intravena dalam larutan infus,
diberikan dosis 0,7 1,4 mg/kgBB. Dosis berikutnya diperlukan
5 menit kemudian, tetapi jumlahnya tak lebih dari 200-300 mg
dalam waktu 1 jam.
c. Efek Samping
Pada kadar plasma mendekati 5 g/ml. gejala SSP seperti
disosiasi, parestesia, mengantuk dan agitasi, tidak terlihat. Pada
dosis lebih tinggi, menyebabkan pendengaran berkurang,
disorientasi, kedutan otot, kejang, dan henti napas.
B. Meksiletin
a. Farmakokinetik
Pada pemberian peroral, meksiletin diabsorpsi dengan
baik dan bioavailabilitas sistemiknya adalah sekitar 90%. Obat
ini dieliminasi melalui metabolism hati, sekitar 10% dosis
ditemui dalam bentuk yang tak berubah dalam urin. Waktu
paruhnya sekitar 10 jam.
b. Dosis
Tersedia dalam kapsul 150, 200, dan 250 mg. Dosis oral
biasa 200-300 mg (maksimal 400 mg) yang diberikan tiap 8 jam
dengan makanan atau antacid.
c. Efek Samping
Pusing, ringan kepala dan tremor, mual, muntah, dan
anoreksia.
C. Fenitoin
a. Farmakokinetik
Absorpsi setelah suntikan intramuscular lambat dan tak
sempurna. Setelah pemberian intravena, fenitoin disebar
dengan cepat ke jaringan. Obat ini dieliminasi melalui
hidroksilasi di hati, karenanya waktu paruh eliminasi
tergantung dosis.
b. Dosis
Dapat diberikan secara peroral atau intravena secara
intermiten. Rancangan waktu untuk suntikan intravena
intermiten adalah 100 mg yang diberikan tiap 5 menit sampai
aritmia terkendali. Pengobatan peroral hari pertama diberi 15
mg/kgBB, hari kedua 7,5 mg/kgBB, dan selanjutnya diberi dosis
pemeliharaan 4-6 mg/kgBB.
c. Efek Samping
Mengantuk, nistagmus, vertigo, ataksia, dan mual.
D. Tokainid
a. Farmakokinetik
Tokanoid diabsorpsi dengan sempurna setelah pemberian
peroral, kadar puncak dalam plasma muncul dalam waktu 1-2
jam. Sekitar 40% diekskresi dalam urin dalam bentuk utuh.
Waktu paruh dalam plasma adalah 11-15 jam dan nilai ini naik
dua kali lipat pada pasien gagal ginjal atau gagal hari.
b. Dosis
Tersedia tablet 400 mg dan 600 mg. Dosis oral biasanya
400-600 mg tiap 8 jam, tak boleh melebihi 2.400 mg/hari.
c. Efek Samping
Pusing, ringan kepala dan tremor, mual, muntah, dan
anoreksia.
2.1.3. IC
Mekanisme kerja : Berafinitas tinggi terhadap kanal Na + dengan
depresi kuat pada fase 0, konduksi lambat (3+-4+), efek ringan
terhadap repolarisasi.

A. Enkainid
a. Farmakokinetik
Enkainid diabsorpsi hampir sempurna setelah pemberian
peroral, tetapi bioavailabilitasnya turun menjadi 30% melalui
metabolism lintas pertama di hati. Kadar puncak dalam plasma
tercapai dalam waktu 30-90 menit. Enkainid memiliki waktu
paruh 2-3 jam. Diperlukan 3-5 hari untuk menilai pada setiap
pemberian dosis tertentu efek farmakologik dan metabolitnya.
b. Dosis
Tersedia untuk pemberian peroral sebagai kapsul 25, 35,
dan 50 mg. Dosis awal adalah 25 mg, diberikan 3x sehari. Dosis
dapat dinaikan tiap 3-5 hari hingga 4x 50 mg/hari.
c. Kontraindikasi
Aritmia ventrikel benigna atau belum menjadi maligna.
d. Efek Samping
Meningkatkan resiko kematian mendadak dan henti
jantung pada pasien yang pernah mengalami infark miokard dan
aritmia ventrikel asimptomatik. Menyebabkan gangguan
penglihatan pada 10-15% pasien, granulositopenia dan SLE.
B. Flekainid
a. Farmakokinetik
Flekainid dimetabolisme oleh hati, sekitar 40%
diekskresikan dalam urin dalam bentuk tak berubah. Waktu
paruh eliminasi rata-rata 11 jam.
b. Dosis
Tersedia untuk pemberian peroral sebagai tablet 50, 100,
dan 150 mg. Dosis awal adalah 2 kali 100 mg/hari. Dosis dapat
dinaikan tiap 4 hari dengan menambahkan 100 mg/hari yang
diberikan 2 atau 3 kali sehari.
c. Kontraindikasi
Aritmia ventrikel benigna atau belum menjadi maligna.
d. Efek Samping
Meningkatkan resiko kematian mendadak dan henti
jantung pada pasien yang pernah mengalami infark miokard dan
aritmia ventrikel asimptomatik. Menyebabkan gangguan
penglihatan pada 10-15% pasien, granulositopenia dan SLE.

2.2. Kelas II
A. Propanolol
a. Efek elektrofisiologik: meningkatkan arus masuk ion K+ di
serabut Purkinje dan menekan arus masuk ion Na+. Propanolol
memblok adrenoseptor-1 dan 2, berefek anestetik lokal, tidak
memperlihatkan aktivitas simpatomimetik intrinsik.
b. Automatisitas: arus masuk ion K+ menurunkan automatisitas.
c. Kesigapan dan konduksi: kadar 1.000-3.000 ng/ml menekan
kesigapan membrane serabut Purkinje. Respon premature yang
beramplitudo rendah ditiadakan oleh propanolol.
d. Lama potensial aksi dan refractoriness: meningkatkan masa
refrakter.
e. Absorpsi: per oral, diabsorpsi sangat baik.
f. Distribusi: bioavailabilitas 25%.
g. Metabolisme: metabolisme tingkat pertama menurunkan
bioavailabilitas menjadi 25%. Waktu paruh 4 jam.
h. Ekskresi: eliminasi berkurang bila aliran darah ke hati menurun.
Propanolol dapat menurunkan eliminasi sendiri dengan
menurunkan curah jantung dan aliran darah ke hati.
i. Dosis: oral 30-320 mg/hari (bagi yang sensitif) atau 1.000 mg/hari
(beberapa aritmia ventrikel). Intravena 1-3 mg (darurat, bias
diulangi setelah beberapa menit bila perlu).
j. Cara pemberian: oral 3-4 kali sehari.
k. Indikasi: takiaritmia supraventrikel seperti fibrilasi atrium, flutter
atrium, takikardia supraventrikel paroksismal, pencegahan
aritmia oleh gerak badan dan emosi (8-160 mg/hari), penyakit
jantung iskemik, aritmia ventrikel (500-1.000 mg/hari)
B. Asebutolol
a. Efek elektrofisiologik: asebutolol merupakan antagonis
adrenoseptor-1. Asebutolol memperlihatkan aktivitas
simpatomimetik intrinsik dan stabilisasi membran.
b. Lama potensial aksi dan refractoriness: meningkatkan masa
refrakter.
c. Kesigapan dan konduksi: menyerupai kuinidin.
d. Absorpsi: per oral, diabsorpsi baik.
e. Distribusi: bioavailabilitas kurang dari 50%.
f. Metabolisme: metabolit utamanya adalah N-asetil asebutolo
(diasetolol). Waktu paruh asebutolol: 3 jam. Waktu paruh
diasetolol: 8-12 jam.
g. Ekskresi: oleh ginjal melalui urin.
h. Dosis: awal 2 x 200 mg, dinaikan perlahan hingga 600-1.200 mg.
i. Cara pemberian: oral, terbagi dalam 2 dosis.
j. Indikasi: kompleks premature ventrikel.
C. Esmolol
a. Efek elektrofisiologik: esmolol merupakan antagonis
adrenoseptor-1. Esmolol tidak memperlihatkan aktivitas
simpatomimetik intrinsic dan stabilisasi membran.
b. Lama potensial aksi dan refractoriness: meningkatkan masa
refrakter.
c. Absorpsi: hanya intravena.
d. Distribusi: waktu paruh 2 menit.
e. Metabolisme: ikatan ester dihidrolisis dalam darah dengan cepat
oleh esterase sel darah merah. Metabolit esmolol tidak aktif.
Waktu paruh: 8 menit.
f. Ekskresi: melalui urin.
g. Cara pemberian: intravena.
h. Indikasi: pengobatan jangka pendek mengontrol fibrilasi dan
flutter atrium pasca bedah dan keadaan gawat yang memerlukan
obat dengan masa kerja singkat seperti takikardia
supraventrikuler.

2.3. Kelas III

Obat-obatan dalam kelas III ini memunyai sifat farmakologik yang


berlainan, tapi sama-sama mempunyai kemampuan memperpanjang
lama potensial aksi dan refractoriness serabut purkinje dan serabut
otot ventrikel. Obat-obat ini menghambat aktivitas sistem saraf otonom
secara nyat.

EFEK ELEKTROFISIOLOGIK JANTUNG


Semua obat kelas III memperpanjang lama potensial aksi dan
masa refakter efektif serabut purkinje dan otot ventrikel. Kecuali
bretilium, efek kedua obat lain terhadap nodus AV kurang kuat.

Automatisitas. Efek langsung obat kelas II terhadap automatisitas


nodus SA dan serabut purkinje hanya sedikit. Pada pemberian
parenteral, bretilium meningkatkan automatisitas selintas dengan cara
melepaskan norepinefrin dari ujung saraf simpatis. Secara
eksperimenta efek ini dapat dicegah dengan mengosongkan cadangan

katekolamin dengan reserpin atau dengan -bloker. Amiodaron

menurunkan secara nyat automatisitas nodus sinatrial dan sistem his-


purkinje melalui mekanisme yang belum diketahui. Sotalol menurunkan

automatisitas, karana obat ini merupakan -bloker. Obat kelas III

mempunyai efek lemah terhadap ambang potensial diastolik, tetapi


meninggikan secara nyata ambang fibrilasi ventrikel.

Kesigapan dan konduksi. Bretilium dan sotalol tidak memiliki efek


yang nyata terhadap kesigapan membran dan konduksi serabut
purkinje. Amiodaron berkaitan dengan kanal Na + yang dalam keadaan
inaktif, menurunkan kesigapan membran dan konduksi di serabut
purkinje. Konduksi melalui nodus AV ditekan secara nyata oleh sotalol
dan amiodaron, tetapi hanya sedikit oleh bretilium.

Efek terhadap aritmia re-entry. Obat kelas III diduga meniadakan


arus-balik dengan cara memperpanjang masa refrakter, tanpa
mempengaruhi penjalaran impuls. Di samping itu bretilium dapat
menyebabkan repolarisasi dan peningkatan kecepatan konduksi pada
daerah yang terdepolarisasi dengan cara melepaskan katekolamin.

Efek elektrokardiografik. Pada kadar terapi, amiodaron dan


sotalol menurunkan frekuensi denyut janting, tetapi bretilium hanya
sedikit efeknya. Pada pengobatan jangka lma dengan amiodaron terjadi
sinus bradikardi simtomatik. Amiodaron dan sotalol memperpanjang
interval P-R,sedangkan bretilium tidak. Semua obat memperpanjang
interval Q-Tc, J-T, P-A, dan A-V. Amiodaron memperpanjang interval H-V
dan lama kompleks QRS.

EFEK TERHADAP SISTEM SARAF OTONOM

Sotalol adalah suatu -bloker, sedangkan amiodaron

mempunyai khasiat penghambatan adrenoseptor- dan non


kompetitif. Bretilium(seperti guanetidin) diambil dan dikonsentrasikan
ke dalam ujung saraf simpatis. Mula-mula bretilium melepaskan
norepinefrin dari ujung-ujung saraf simpatis tetapi kemudian mencegah
pelepasannya. Ketiga obat kelas III ini tidak mempunyai efek terhadap
aktivitas vagal.

Efek hemodinamik. Ketiga obat kelas III ini tidak mempengaruhi


kontraktilitas. Akan tetapi penghambatan adrenoseptor- oleh sotalol
dapat menurunkan fungsi jantung pada pasien yang curh jantungnya
dipertahankan oleh aktivias simpatis. Bretilium dapat meningkatkan
kontraktilitas miokard pada awal pemerian, tetapi obat ini dapat
menimbulkan hipotensi ortostatik. Amiodaron menurunkan kebutuhan
oksigen dan meningkatkan kinerja jantung karena menyebabkan
relaksasi otot polos vaskular dan menurunkan resistensi vaskular
sistemik serta koroner.

ABSORPSI, DISTRIBUSI DAN ELIMINASI

BRETILIUM. Absorpsi oral bretilium adalah buruk, karena


merupakan amonium kwaterner. Setelah pemberian IM, bretilium
dieliminasi hampir semuanya melalui ginjal, tanpa dimetabolisme.
Waktu paruh adalah sekitar 9jam, dan naik menjadi 15-30 jam pada
pasien gagal ginjal.
AMIODARON. Amiodaron diabsorbsi secara lambat dan tidak
sempurna pada pemberian per oral; bioavailabilitasnya adalah sekitar
30%, dan berbeda antara individu. Pada pemberian per oral, kadar
puncak tercapai setelah 5-6jam. Amiodaron terikat pada jaringan dan
dimetabolisme secara lambat di hati. Waktu paruhnya panjang. Yaitu
25-60 hari. Pada pengobatan jangka panjang, metabolit desetilnya yang
aktif berakumulasi dalam plasma melebihi kadar senyawaan induk.

SOTALOL. Sotalol diabsorpsi dengan cepat pada pemberian per


oral dan bioavailabilitasnya hampir 100%. Kadar maksimum plasma
dicapai 2-3 jam sesudah pemberian, dan hanya sedikit yang terikat
protein plasma. Ewaktu paruhnya adalah sekitar 10-11 jam.
Eliminasinya adalah melalui urine dalam bentuk tak berubah sehingga
dosisnya perlu disesuaikan pada gagal ginja.

SEDIAAN, DOSIS DAN CARA PEMBERIAN

BRETILIUM. Tersedia dalam larutan 50mg/ml. Obat ini perlu


diencerkan menjadi 10 mg/ml, dan dosisnya 5-10 mg/kgBB yang
diberikan per infus selama 10-30 menit. Dosis berikutnya diberikan 1-2
jam kemudian bila aritmia belum teratasi atau setiap 6 jam sekali untuk
pemeliharaan. Interval dosis harus diperpanjang pada pasien gagal
ginjal. Untuk pemberian IM dosisnya adalah 5-10 mg/kgBB tanpa
pengenceran, dan diulangi tiap 1-2 jam bila aritmia belum teratasi atau
dilanjutkan dengan pemberian tiap 6-8 jam untuk pemeliharaan.

AMIODARON. Amiodaron HCL tersedia sebagai tablet 200mg.


Karena memerlukan waktu beberapa bulan untuk mencapai efek
penuh, diperlukan dosis muat 600-800 mg/hari (selama 4 minggu),
sebelum dosis pemeliharaan dimulai denagan 400-800 mg/hari.
Pengobatan dinilai setelah 2-8 minggu; biasanya hanya simulasi
terprogram.pengobatan diteruskan bila aritmia ventrikel tidak dapat
dibangkitkan lagi atau bila aritmia tidak lagi simpatomatik. Kadar
terapi efektif pada pengobatan jangka lama adalah 1-2,5 g/mL.

SOTALOL. Sotalol masih dikembangkan formulasinya, untuk


pengibatan aritmia ventrikel, dosisnya adalah 2 kali 80-320 mg. Dosis
awal adalah 2 kali 80 mg/hari dan bila perlu dosis ditambah tiap 3-4
hari. Keberhasilan terapi dinilai dengan pencatatan EKG selama 24 jam
atau dengan stimulasi ventrikel terprogram.

PENGGUNAAN TERAPI

Bretilium hanya diindikasikan untuk pengobatan aritmia ventrikel


yang mengancam jiwa, yang gagal diobati dengan obat-obat antiaritmia
lini pertama seperti lidokain atau prokainamid. Pemberian bretilium
harus dilakukan dalam ruangan perawatan intesif. Fibrilasi ventrikel
yang refrakter damn berat memberikan respon sangat baik. Takikardia
ventrikel biasanya memberikan respon setelah beberapa waktu ( 6 jam
atau lebih) setelah pemberian satu dosis.

Amiodaron dapat digunakan untuk fibrilasi atrium berulang dan


untuk takikardia ventrikel yang tak stabil dan berkelanjutan.
Pengobatan harus dinulai di rumah sakit dan dinilai dengan test
provokasi yang dipantau secara cermat dengan EKG dan peralatan
elektrofisiologik lainnya.

Sotalol mungkin merupakan obat yang lebih aman daripada


amiodaron, dan mungkin menjadi obat pilihan pertama pada aritmia
ventrikel yang maligna. Sotalol agaknya efektif pada pengobatan
takikardia supraventrikuler paroksimal dan fibrilasi atrium.

EFEK SAMPING

Hipotensi adalah efek samping utama bretilium bila diberikan IV


untuk pengobatan aritmia akut. Pemberian IV dapat menimbulkan mual
dan muntah. Obat anti depressan trisiklik dapat mencegah ambilan
bretilium oleh ujung saraf adrenoseptor.

Efek samping amiodaron sering terjadi dan meningkat secara


nyata pada 1 tahun setelah pengobatan; dapat mengenai berbagai
organ, dan dapat membawa kematian. Lebih dari 75% pasien yang
diobati selama 1-2 tahun mengalami efek samping, dan sebanyak 25-
33% pasien menghentikan pengobatan karena efek samping.

Pengobatan dengan sotalol dilaporkan dapat menimbulkan gagal


jantung (1%), proaritmia(2,5%),dan bradikardia(3%). Torsades de
pointes muncul pada 2% pasien yang diobati untuk aritmia ventrikel
maligna, biasanya dalam munggu pertama pengobatan, dan setelah
interval Q-Tc memanjang dengan jelas. Oleh karena itu dosis sotalol
perlu diturunkan bila interval Q-Tc melebihi 0,5 detik.

INTERAKSI OBAT

amiodaron meningkatkan kadar dan efek digoksin, warfarin,


kuinidin, prokainamid, fenitoin, enkainid, fenkainid, dan diltiazem.
Amiodaron meningkatkan kecenderungan bradikardia, henti sinus, dan
penghambatan AV bila diberikan bersama beta-blocker dan atau
penghambat kanal Ca++. Karena eliminasinya lambat, gejala interaksi
dapat bertahan selama beberapa minggu setelah obat dihentikan.

2.4. Kelas IV

Merupakan penghambat kanal Ca ++. efek klinis yang penting dari


antagonis Ca++ untuk pengobatan aritmia adalah penekanan potensial
aksi yang Ca++ dependent dan perlambatan konduksi di nodus AV.

EFEK ELEKTROFISIOLOGIK JANTUNG


Verapamil dan diltiazem mempunyai efek langsung terhadap
elektrofisiologik dan mekanik otot jantung dan otot polos pembuluh
darah.

Pembentuka impuls. Verapamil menurunkan kecepatan


depolarisasi spontan fase 4 di serabut purkinje dan dapat menghambat
delayed afterdepolarization dan trigerd activity yang terihat pada
toksisitas digitalis eksperimental.

Efek terhadap aritmia arus-balik. Efek yang palng nyata dari


verapamil dan diltiazem adalah menurunkan kecepatan konduksi
melalui nodus AV dab memperpanjang masa refrakter fungsional nodus
AV. Efek ini diduga merupakan efek laangsung dari penyekatan kanal
Ca++. Depresi nodus AV menimbulkan penurunan respons ventrikel
pada fibrilasi atrium dan menghilangkan takikardia supraventrikuler
paroksismal.

Efek elektrokardiografik. Verapamil dan diltiazem meningkatkan


interval P-R pada irama sinus, dan memperlambat kecepatan ventrikel
pada fibrilasi atrium.

DOSIS DAN CARA PEMBERIAN

Untuk mengubah PSVT menjadi irama sinus, verapamil dengan


dosis 5-10 mg diberikan secara IV selama 2-3 menit. Untuk
pengendalian iram ventrikel pada fibrilasi arium, verapamil diberikan
dalam dosis 10 mg selama 2-5 menit, bila perlu diulangi dalam waktu
30 menit. Untuk mencegah kembalinya PSVT atau untuk mengontrol
irama ventrikel pada fibrilasi atrium, diberikan dosis oral 240-480
mg/hari dibagi dalam 3-4 dosis.

PENGGUNAAN TERAPI
Verapamil telah menjadi obat pilihan pertama untuk pengobatan
serangan akut takikardia supraventrikuler paroksismal yang
disebabkan oleh arus balik pada nodus AV atau karena anomali
hubungan nodus AV. Pemberian Verapamil via IV dengan dosis 75g/mL
memperlambat respon ventrikel sebanyak 30% pada pasien fibrilasi
atrium.

Verapamil dan diltiazem tidak digunakan pada pengobatan


aritmia ventrikel, kecuali jika penyebabnya adalah spasme arteri
koronaria. Dalam hal ini penggunaan antagonis Ca ++ tersebut adalah
untuk menghilangkan spasme koroner dan memperbaiki toleransi
jaringan ventrikel terhadap iskhemia dan bukan sebagai obat
antiaritmia.

EFEK SAMPING

Efek samping Verapamil dan diltiazem adalah pada jantung dan


saluran cerna. Penggunaan obat ini secara IV dikontraindikasikan pada
pasien hipertensi, gagal jantung berat, sindrom sinus sakit, blok AV,
sindrom wolfi-Parkinson-White, atau takikardia ventrikel. Verapamil
dapat juga menimbulkan hipotensi berat atau fibrilasi ventrikel pada
pasien dengan tekikardi ventrikel.efek samping saluran cerna pada
Verapamil terutama adalah konstipasi, tetapi keluhan saluran cerna
bagian atas dapat pula terjadi.

INTERAKSI OBAT

Pemberian Verapamil bersama -bloker atau digitalis secara aditif


dapat menimbulkan bradikardia atau blok AV yang nyata. Interaksi ini
dapat pula terjadi pada nosdus SA atau nodus AV. Di samping itu
Verapamil berinterakdi dengan digoksin dengan cara yang sama
dengan interaksi kuinidin digoksin. Pemberian Verapamil atau diltiazem
bersama reserpin atau metildopa yang dapat mendepresi sinus, akan
memperhebat bradikardia sinus.

2.5. Lain lain


1. Digitalis

Digitalis memperlihatkan khasiat vagotonik yang menyebabkan


penghambatan aliran kalsium di nodus AV dan aktivasi aliran kalium
yang diperantarai asetilkolin di atrium.
Efek elektrofisiologi: hiperpolarisasi, pemendekan aksi potensial
atrium, dan peningkatan masa refrakter di nodus AV.
Indikasi: fibrilasi atrium yang menyertai payah jantung bila
antagonis kalsium atau penyekat reseptor beta akan memperburuk
fungsi jantung.
2. Adenosin
Efek adenosin diperantarai melalui interaksinya dengan
reseptor adenosin yang berpasangan dengan protein G. Adenosin
mengaktifkan aliran ion kalium yang sensitive asetilkolin di atrium,
sinus, dan nodus AV sehingga terjadi pemendekan lama aksi
potensial, hiperpolarisasi, dan perlambatan automatisasi. Adenosin
menghambat efek elektrofisiologi dari AMP siklik yang meningkat
karena stimulasi simpatis selanjutnya menurunkan aliran ion
kalsium, penurunan aliran ion kalsium ini akan memperpanjang
masa refrakter nodus AV.
Cara pemberian: bolus intravena (cepat) menimbulkan
perlambatan irama sinus dan kondiksi AV dan meningkatkan masa
refrakter nodus AV, mengaktifkan saraf simpatis. Pemberian melalui
vena sentral.
Efek samping: hipotensi (infus), dada sesak pada dosis 6-12 mg,
bronkopasme, fibrilasi atrium.
Metabolisme: menjalani transport aktif ke dalam semua sel, dan
di dalam sel dimetabolisir oleh enzim deaminase menjadi metabolit
tidak aktif.
Ekskresi: waktu paruh dalam detik.
Interaksi obat: dipiridamol menghambat transportasi adenosine
ke dalam sel. Teofilin dan kafein menghambat reseptor adenosine.
Indikasi: pengobatan takikardia ventrikel yang diduga karena
delayed afterdepolarization.
3. Magnesium
Magnesium memberikan efek langsung dan tidak langsung
melalui efeknya terhadap homeostatis kalium dan kalsium.
Magnesium merupakan antagonis kanal kalsium fisiologik.
Kerja: memperpanjang siklus sinus, memperpanjang konduksi
AV, dan memperlambat konduksi intraatrial dan intravena, masa
refrakter efektif atrium, nodus AV, dan ventrikel.
Efek elektrokardiografi: memperpanjang interval P-R dan Q-T.
Efek samping: intoksikasi dengan gejala hipotensi,
perpanjangan interval P-R dan kompleks QRS, dan peninggian
puncak T. Jika kadar melebihi 5 mmol/l menimbulkan arefleksia,
paralisis pernapasan, dan henti jantung.
Indikasi: intoksikasi digitalis, takikardia ventricular polimorfik
yang disertai perpanjangan interval Q-T (torsades de pointes).

3.Obat Antihipertensi
3.1. Diuretik
Diuretik bekerja meningkatkan ekskresi natrium, air & klorida
sehingga menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler.
Selain mekanisme tersebut, beberapa diuretik juga menurunkan
resistensi perifer sehingga menambah efek hipotensinya.

GOLONGAN TIAZID
Golongan obat : hidroklorotiazid, bendroflumetiazid, klorotiazid
dan diuretik lain yang memiliki gugus aryl-sulfonamida
(indapamid dan klortalidon)

Mekanisme kerja : menghambat transport bersama


(symport) Na-Cl di tubulus distal ginjal, sehingga ekskresi
Na+ dan Cl- meningkat.
Hidroklorotiazid (HCT) merupakan prototipe golongan
tiazid dan dianjurkan untuk sebagian besar kasus hipertensi
ringan dan sedang dalam kombinasi dengan berbagai
antihipertensi lain. Indapamid memiliki kelebihan karena
efektif pada pasien gangguan fungsi ginjal, bersifat netral
pada metabolisme lemak dan efektif meregresi hipertrofi
ventrikel.
Masa kerja : bendroflumetiazid memiliki waktu paruh 3 jam,
hidroklorotiazid 10-12 jam dan indapamid 15-16 jam.
Kontraindikasi : gangguan fungsi ginjal
Efek samping :
- pada dosis tinggi dapat menyebabkan hipokalemia ydan
dapat berbahaya pada pasien yang mendapat digitalis.
- hiponatremi dan hipomagnesemia serta hiperkalemia
- menghambat ekskresi asam urat dari ginjal, dan pd
pasien hiperurisemia dapat mencetuskan serangan
gout akut
- hiperlipidemia (peningkatan kolesterol, LDL dan
trigliserida)
- pada penderita DM menyebabkan hiperglikemi karena
mengurangi sekresi insulin

DIURETIK KUAT (LOOP DIURETICS, CEILING DIURETICS)


Furosemid, torasemid, bumetanid dan asam etakrinat
Mekanisme kerja : diuretik kuat bekerja di ansa Henle
asenden bagian epitel tebal dengan cara menghambat
kontransport Na+ , K+ , Cl- dan menghambat resorpsi air
dan elektrolit.
Farmakodinamik : waktu paruh diuretik kuat umumnya
pendek sehingga diperlukan pemberian 2 atau 3 kali sehari
Indikasi : pasien hipertensi dengan gangguan funsgsi ginjal
(kreatinin serum >2,5 mg/dL)
Efek samping :
- menimbulkan hiperkalsiura
- menurunkan kalsium darah

DIURETIK HEMAT KALIUM


Amilorid , triamteren dan spironolakton
Indikasi :
Kontra indikasi :
- penggunaan harus dihindarkan bila kreatinin serum lebih
dari 2,5 mg/dL
- gagal ginjal
Efek samping :
- menimbulkan hiperkalemia pada pasien gagal ginjal atau
bila dikombinasi dengan penghambat ACE, ARB, B-blocker,
AINS atau dengan suplemen kalium
- penggunaan harus dihindarkan bila kreatinin serum lebih
dari 2,5 mg/dL
- spironolakton menyebabkan ginekomastia, mastodinia,
gangguan menstruasi dan penurunan libido pada pria
Interaksi:
- pemberian kortikosteroid,agonis -2, da amfoterisin B
memperkuat efek hipokalemia diuretik
- diuretik + kuinidin aritmia ventrikel polimorfik
- AINS mengurangi efek hipertensi diuretik karena
menghambat sintesis prostaglandin di ginjal
- AINS penghambat ACE dan -blocker dapat meningkatkan
risiko hiperkalemia bila diberikan bersama diuretik hemat
kalium

3.2. Penyekat reseptor beta adrenergik (-blocker)

Pemberian -blocker dapat dikaitkan dengan hambatan reseptor


-bloker dapat dikaitkan dengan hambatan reseptor 1 antara lain:

1. Penurunan frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas


miokard sehingga menurunkan curah jantung
2. Hambatan sekresi renin di sel-sel jukstaglomeruler ginjal
engan akibat penurunan produksi angiotensin II
3. Efek sentral yang mempengaruhi aktivitas saraf simpatis,
perubahan pada sensitivitas baroreseptor, perubahan
aktivitas neuron adrenergik perifer dan peningkatan
biosintesis prostasiklin
Dari berbagai -bloker, atenolol merupakan obat yang sering
dipilih. Bersifat kardioselektif dan penetrasinya ke SSP minimal,
cukup diberikan sekali sehari. Metropolol perlu diberikan dua kali
sehari dan kurang kardioselektif dibanding dengan atenolol. Labelatol
dan karvedilol memiliki efek vasodilatasi karena selain menghambat
reseptor , obat ini menghambat reseptor . Sehingga memperkuat
efek antihipertensi dan mengurangi efek samping seperti rasa dingin
pada ekstremitas.
Indikasi : hipertensi ringan sampai sedang terutama pada pasien
dengan penyakit jantung koroner (khususnya sesudah infark
miokard akut), pasien dengan aritmia supraventrikel dan ventrikel
tanpa kelainan konduksi, pada pasien muda dengan sirkulasi
hiperdinamik, dan pada pasien yang memerlukan antidepresan
trisiklik atau antipsikotik.
Efek samping : bradikardia, blokade AV, hambatan nodus SA dan
menurunkan kakuatan kontraksi miokard
Kontraindikasi : pada keadaan bradikardia, blokade AV derajat 2
dan 3, sick sinus syndrome dan gagal jantung yang belum stabil

PENGHAMBAT ADRENORESEPTOR ALFA (-BLOKER)


Hambatan reseptor 1 menyebabkan vasodilatasi di arteriol dan
venula sehingga menurunkan resistensi perifer. Venodilatasi
menyebabkan aliran balik vena berkurang yang selanjutnya menurunkan
curah jantung. Venodilatasi hipotensi ortostatik refleks takikardia
dan peningkatan aktivitas renin plasma

Indikasi : hipertensi dengan


- dislipidemia/diabetes melitus
- hipertrofi prostat
efek samping
- Efek lain : hipotensi ortostatik sering terjadi pada pemberian dosis
awal atau pada peningkatan dosis (fenomena dosis pertama).
Pasien dengan deplesi cairan (dehidrasi, puasa) dan usia lanjut
lebih mudah mengalami fenomena dosis pertama ini. Gejala,
pusing sampai sinkop.
sakit kepala, palpitasi, edema perifer, hidung tersumbat, mual dan
lain-lain

ADRENOLITIK SENTRAL
1. METILDOPA
Mekanisme kerja : dalam SSp menggantikan kedudukan DOPA
dalam sintesis katekolamin denga hasil akhir -metilnorepinefrin.
Stimulasi reseptor -2 di sentral mengurangi sinyal simpatis ke
perifer.
Indikasi : obat antihipertensi tahap kedua, efektif bila
dikombinasikan dengan diuretik. Dapat digunakan untuk
pengobatan hipertensi pada kehamilan.
Farmakokinetik : absorpsi melalui saluran cerna bervariasi dan
tidak lengkap. Bioavailabilitas oral rata-rata 20-50% diekskresi
melalui urim dalam konjugasi dengan sulfat dan 25% dalam bentuk
utuh. Pada insufisiensi ginjal terjadi akumulasi obat dan
metabolitnya. Waktu paruh obat sekitar 2 jam, tapi efek puncak
tercapai setelah 6-8 jam pemberian oral atau i.v., dan efektifitas
berlangsung sampai 24 jam. Perlambatan efek ini nampaknya
berkaitan dengan proses transport ke SSP, konversinya menjadi
metabolit aktif dan eliminasi yang lambat dari jaringan otak.
Efek samping : yang paling sering sedasi, hipotensi postural,
pusing, mulut kering dan sakit kepala. Depresi, gangguan tidur,
impotensi, kecemasan, penglihatan kabur, dan hidung tersumbat.
Jarang jarang terjadi anemia, hemolitik autoimun,
trombositopenia, leukopenia, demam obat (drug fever) dan sindrom
seperti lupus (lupus-like syndrome). Pemberhentian mendadak
dapat menimbulkan peningkatan TD mendadak (fenomena
rebound)

2. KLONIDIN
Bekerja pada reseptor -2 di susunan saraf pusat dengan efek
penurunan simpathetic outflow. Efek hipotensif klonidin terjadi karena
penurunan resistensi perifer dan curah jantung. Penurunan tonus
simpatis menyebabkan penurunan kontraktilitas miokard dan
frekuensi denyut jantung.
Farmakokinetik : absorpsi oral berlangsung cepat dan lengkap
dengan bioavailabilitas mencapai 95%. Dapat pula diberikan
transdermal dengan kadar plasma setara dengan pemberian
peroral. Farmakokinetiknya bersifat non linier dengan waktu paru
6 jam sampai 13 jam. Kira-kira 50% klonidin dieleminasi dalam
bentuk utuh melalui urin. Kadar plasma meningkat pada gangguan
fungsi ginjal atau pada usia lanjut.
Indikasi : sebagai obat ke-2 atau ke-3 bila penurunan diuretik
belum optimal. Untuk beberapa hipertensi darurat. Untuk
diagnosik feokromositoma.
Efek samping :
- Mulut kering dan sedasi setelah beberapa minggu pengobatan.
Kira-kira 10% pasien menghentikan pengobatan karena
menetapnya gejala sedasi, pusing, mulut kering, mual atau
impotensi. Gejala ortosatatik kadang-kadang terjadi terutama bila
ada deplesi cairan. Efek central berupa mimpi buruk, insomnia,
cemas dan depresi.
- Reaksi putus obat sering terjadi pada penghentian mendadak.
Ditandai dengan rasa gugup, tremor, sakit kepala, nyeri abdomen,
takikardia, berkeringat, akibat aktivasi simpatis yang berlebihan.

3. GUANFASIN DAN GUANABENZ


Sifat sifat farmakologik dan efek sampingnya mirip dengan klonidin.
Farmakokinetik :
- Guanabenz bioavailabilitasnya tinggi, waktu parah sekitar 6 jam
dan sebagian besar obat dimetabolisme.
- Guanfasin mempunyai waktu paruh relatif panjang (14-18 jam).
Dieliminasi terutama melalui ginjal dalam bentuk utuh dan
metabolik.

4. MOKSONIDIN DAN RILMEDIN


Mempunyai struktur yang mirip dengan klonidin, tapi 600 kali
lebih selektif terhadap reseptor imidazolin I1 dibandingkan dengan
klonidin.

PENGHAMBAT SARAF ADRENERGIK


Reserpin, guanetidin, guanadrel.

1. RESERPIN
Mekanisme kerja: menghambat sistem saraf simpatis
Farmakodinamik : reserpin teriket kuat pada vesikel di ujung saraf
sentral dan perifer dan menghambat proses penyimpanan (uptake)
katekolamin (epinefrin dan norepinefrin) ke dalam vesikel.
Selanjutnya katekolamin di pecah oleh enzim monoamin oksidase
di sitoplasma. Proses yang sama juga terjadi untuk 5-
hidroksitriptamin (serotonin).
Kontraindikasi : reserpin tidak dianjurkan dengan riwayat depresi.
Efek samping : SSP, bersifat sentral seperti letargi, mimpi buruk,
depresi mental. mengakibatkan penurunan curah jantung dan
resistensi perifer. Pada sistem kardiovaskular dapat terjadi
bradikardia, hipotensi ortostatik. Efek samping lain, kongesti nasal,
hiperasiditas lambung dan eksaserbasi ulkus peptikum, muntah.
Gangguan fungsi seksual (penurunan libido, impotensi dan
gangguan ejakulasi). Meningkatkan motilitas dan tonus saluran
pencernaan sehingga tidak boleh diberikan pada pasien kolitis
ulseratif.

2. GUANETEDIN DAN GUANADREL
Mekanisme kerja: bekerja pada neuron adrenergik perifer. Obat ini
di transport secara aktif ke dalam vesikel saraf dan menggeser
norepinefrin ke luar vesikel. Guanetedin diberikan secara intravena
dalam dosis besar, guanetedin akang menggeser noreprinefrin dari
vesikel dalam jumlah yang cukup untuk menyebabkan peningkatan
tekanan darah. Hal ini tidak terjadi pada pemberian oral, karena
penggeseran noreprinefrin terjadi perlahan-lahan dan mengalami
degradasi oleh monoamin oksidase sebelum mencapai sel sasaran.
Guanetedin menurunkan tekanan darah dengan cara menurunkan
curah jantung dan resistensi perifer. Efek venodilator yang kuat
dari obat ini disertai terhambatnya reflek kompensasi simpatis.
Indikasi : guanetedin digunakan untuk hipertensi berat yang tidak
responsif dengan obat lain.
Efek samping : hipotensi ortostatik atau diare
Guanadrel mempunyai mekanisme kerja, efek farmakodinamik dan
efek samping yang mirip dengan guanetedin, tapi lebih jarang
menimbulkan diare.

PENGHAMBAT GANGLION
1. Trimetafan
Indikasi : hipertensi darurat terutama aneurisma aorta disekan
akut, menghasilkan hipotensi yang terkendali seama operasi besar.
Efek samping : ileus paralitik dan paralisis kandung kemih, mulut
kering, penglihatan kabur dan hipotensi ortostatik. Selain itu
trimetafan dapat menyebabkan pembebasan histamin dari sel mast
sehingga dapat menimbulkan reaksi alergi.

3.3. Vasodilatasor
Hidralazin, minoksidil dan diazoksid
HIDRALAZIN
Mekanisme kerja : bekerja langsung merelaksasi oto polos arteriol.
Sedangkan otot polos vena hampir tidak dipengaruhi. Vasodilatasi
yang kuat berupa peningkatan kekuatan dan frekuensi denyut
jantung, peningkatan renin dan noreprinefrin plasma.
Indikasi : untuk hipertensi darurat seperti pada glomerulonefritis
akut dan eklampsia
Farmakokinetik : diabsorpsi baik melalui saluran cerna, tapi
bioavailabilitasnya relatif rendah karena adanya metabolisme lintas
pertama yang besar. Pada asetilator lambat dicapai kadar plasma
yang lebih tinggi, dengan efek hipotensi berlebihan dan efek
samping yang lebih sering.
Kontraindikasi : hipertensi dengan PJK dan tidak dianjurka pada
pasien diatas 40 tahun.
Efek samping : sakit kepala, mual, flushing, hipotensi, takikardia,
palpitasi angina pektoris. Iskemik miokard dapat terjadi pada
pasien PJK. Pemberhentian obat dapat terjadi setelah terapi lama
(6 bulan lebih) berupa demam, artralgia, splenomegali, sel E positif
di darah perifer. Efek samping lain neuritis perifer, diskrasia darah,
hepatotoksisitas dan kolangitis akut

MONOKSIDIL
Mekanisme kerja : bekerja dengan membuka kanal kalium sensitif
ATP (ATP-dependent potassium channel) dengan akibat terjadinya
refluks kalium dan hiperporalisasi membran yang diikuti oleh
relaksasi otot polos pembuluh darah dan vasodilatasi. Efeknya
lebih kuat pada arteriol daripada vena. Obat ini menurunkan
tekanan sistol dan diastol yang sebanding dengan tingginya
tekanan darah awal. Efek hipotensifnya minimal pada subjek yang
normotensif.
Farmakokinetik : diserap baik pad pemberian oral. Bioavailabilitas
mencapai 90% dan kadar puncak plasma tercapai dalam 1 jam.
Obat ini merupakan prodrug yang harus mengalami penambahan
gugus sulfat sebelum aktif sebagai vasolidator. Kadar plasma tidak
berkolerasi langsung dengan efek terapi. Waktu paruh 3-4 jam, tapi
efek terapi bertahan sampai 24 jam atau lebih. Metabolisme terjadi
di hati dengan cara konjugasi dengan glukuronida. Ekskersi
melalui urin, 20% terutama tidak berubah.
Indikasi : hipertensi berat akselerasi atau maligna dan pada pasien
dengan gagal ginjal lanjut.
Efek samping : retensi cairan dan garam, efek samping
kardiovaskular karena refleks simpatis dan hipertrikosis. Selain itu
terjadi gangguan toleransi glukosa dengan tendensi hiperglikemi;
sakit kepala, mual, erupsi obat, rasa leleh dan rasa nyeri tekan di
dada.
DIASOKZID
Obat ini merupakan derivat benzotiadiazid dengan struktur mirip
tiazid, tapi tidak memiliki efek diuresis.
Mekanisme kerja, farmakodinamik dan efek samping diasokzid mirip
dengan minoksidil.
Indikasi : diberikan secara intravena untuk mengatasi hipertensi
darurat. Hipertensi maligna, hipertensi ensefalopati, hipertensi
berat pada glomerulonefritis akut dan kronik.
Efek samping : retensi cairan dan hiperglikemi. Relaksasi uterus
sehingga dapat menggangu proses kelahiran bila digunakan pada
eklampsia. Jangka panjang juga dapat terjadi hipertrikosis.

NATRIUM NITROPRUSID
Mekanisme kerja: merupakan donor NO yang bekerja mengaktifkan
guanilat siklase dan meningkatka konversi GTP ,menjadi GMP-siklik
pada otot polos pembuluh darah. Selanjutnya terjadi penurunan
pembuluh kalsium intrasel dengan efek akhir vasodilatasi arteriol dan
venula.dnyut jantung karena reflek simpatis.
Indikasi : Efektif untuk mengatasi hipertensi darurat apapun
penyebabnya.
Efek samping : hipotensi, efek toksik perubahan konversi nitropusid
menjadi sianida dan tiosianat . dapat juga terjadi methemoglobinemia
dan asidosis. Hipertensi rebound.

3.4. Penghambat angiotensin-converting enzyme (ACE-


inhibitor) dan Penghambat reseptor angiotensin
(angiotensin-reseptor blocker, ARB)
PENGHAMBAT ANGIOTENSIN-CONVERTING ENZYME (ACE-
INHIBITOR)
ACE-Inhibitor dibedakan atas dua kelompok:
1. Yang bekerja langsung, kaptopril dab lisinopril
2. Prodrug, contohnya enalapril, kuinapril, perindopril,ramipril,
silazapril, benazepril, fosinoprildll.
Mekanisme : ACE-Inhibitor menghambat perubahan AI menjadi AII
sehingga terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron.
Menghambat degradasi bradikinin sehingga kadar bradikinin
dalam darah meningkat dan berperan dalam efek vasodilatasi ACE-
Inhinitor. Vasodilatasi seacara langsung akan menurunkan tekanan
darah, dan bekurangnya aldosteron akan menyebabkan sekresi air
dan natrium dan retensi kalium.
Farmakokinetik : kaptopril. Diabsorpsi dengan baik pada
pemberian oral dengan bioavailabilitas 70-75%. Pemberian
bersama makanan akan mengurangi absorpsi sekitar 30%, maka
dari itu obat ini harus diberikan 1 jam sebelum makan. Sebagian
besar ACE-Inhibitor mengalami metabolisme di hati, kecuali
lisinopril yang tidak dimetabolisme, eliminasi umunya melalui
ginjal, kecuali fosinopril yang mengalami eliminasi di ginjal dan
bilier.
Indikasi : efektif untuk hipertens ringan, sedang maupun berat.
Hipertensi dengan gagal jantung kongestif, adan hipertensi dengan
diabetes, disiplidemia dan obesitas.
Efek samping : hipotensi, batuk kering, hiperkalemia, rush, edema
angioneurotik, gagal ginjal akut, proteinuria dan efek teratogenik.
Kontraindikasi : wanita hamil karena bersifat teratogenik. Ibu
menyusui karena diekskresikan melalui ASI sehingga berakibat
buruk pada fungsi ginjal bayi. Stenosis arteri renalis bilateral atau
unilateral.
ANTAGONIS RESEPTOR ANGIOTENSIN II (Angiotensin receptor
blocker, ARB)
Reseptor AngII dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu reseptor AT1
dan AT2. Reseptor AT1 terutama otot polos pembuluh darah dan di otot
jantung. Selain itu terdapat juga di otak, ginjal dan kelenjar adrenal.
Reseptor AT1 memperantai semua efek fisiologis AngII terutama yang
berperan dengan homeostasis kardiovaskular. Reseptor AT2 terdapat
dimedula adrenal dan mungkin juga di SSP, tapi sampai sekarang
fungsinya belum jelas.
Mekanisme kerja : losartan merupakan prototipe obat golongan ARB
yang selektif pada reseptor AT1. Obat ini menghambat semua efek
AngII, seperti: vasokontriksi, sekresi aldosteron, rangsangan saraf
simpatis, efek sentral AngII (sekresi vasoperin, rangsangan haus),
stimulasi jantung, efek renal dan efek jangka panjang berupa
hipertrofi otot polos pembuluh darah dan miokard.
Farmakokinetik: losartan diabsorpsi dengan baik melalui saluran
cerna dengan bioavailabilitas sekitar 33%. Absorpsinya tidak
dipengaruhi oleh adanya makanan di lambung. Waktu paruh eliminasi
(t1/2) 1-2 jam, tapi obat ini cuku diberikan satu atau dua kali
sehari, karena kira-kira 15% losartan dalam tubuh diubah menjadi
metabolit (5-carboxylic acid) dengan potensi 10 sampai 40 kali
losartan dan masa paruh yang jauh lebih panjang (t1/2: 6-9 jam).
Losartan dan metabolitnya tudak dapat menembus sawar darah otak.
Sebagian besar diekskresi melalui feses sehingga tidak diperlukan
penyesuaian dosis pada gangguan fungsi ginjal termasuk pasien
hemodialisis dan pada usia lanjut. Tapi dosis harus disesuaikan pada
gangguan fungsi hepar.
Indikasi : hipertensi renovaskular dan hipertensi genetik
Kontraindikasi: kehamilan pada trimester 2 dan 3, wanita menyusui
dan stenosis arteri renalis bilateral atau stenosis pada satu-satunya
ginjal yang masih berfungsi.
Efek samping: hipotensi, hiperkalemia, fetotoksik

3.5. Antagonis kalsium


Antagonis kalsium menghambat influx kalsium pada sel otot polos
pembuluh darah dan miokard. Menimbulkan relaksasi arteriol.
Perbandingan sifat berbagai antagonis kalsium:
1. Golongan dihidropiridin (DHP, yakni nifedipin, nikardipin,
isradipin, felodipin, dan amlodipin) bersifat vaskuloselektif dan
generasi yang bru memiliki selektivitas yang tinggi. Sifat
vaskuloselektif ini menguntungkan karena: a) efek langsung pada
nodus AV dan SA minimal; b) menurunkan resistensi perifer tanpa
penurunan fungsi jantung yang berarti; c) relatif aman dalam
kombinasi dengan -blocker.
2. Bioavailabilitas oral relatif rendah. Eliminasi presistemik
(metabolisme lintas pertama) yang tinggi di hati. Amlodipin
memiliki bioavailabilitas yang relatif tinggi dibanding antagonis
kalsium lain.
3. Kadar puncak tercapai dengan cepat. Hal ini menyebabkan TD
turun dengan cepat, dan ini dapat mencetuskan iskemia miokard
atau serebral. Absorpsi amlodipin dan sedian lepas lambatlainnya
terjasi secara pelan-pelan sehingga dapat mencegah penurunan
tekanan darah yang mendadak.
4. Waktu paruh umumnya pendek/sedang sehingga harus diberikan
2 atau 3 kali sehari. Amlodipin memiliki waktu paruh yang
panjang sehingga cukup diberikan sehari sekali. Kadarnya pada
jam ke 24 masih 2/3 dari kadar puncak.
5. Semua antagonis kalsium di metabolisme di hati. Penggunaannya
pada pasien sirosis hati dan usia lanjut harus dilakukan dengan
sangat hati-hati.
6. Antagonis kalsium sangat sedikit sekali yang diekskresi dalam
bentuk utuh lewat ginjal sehingga tidak perlu penyesuaian dosis
pada hangguan fungsi ginjal.
7. Isradipin dan amlodipin tidak mempengaruhi kadar digoksin yang
diberikan bersama. Kadar verapamil dan amlodipin tidak
dipengaruhi oleh simetidin.
- Indikasi: hipertensi dengan kadar renin yang rendah seperti
pada usia lanjut. Nifedipin oral sangat bermanfaat untuk
mengatasi hipertensi darurat.
- Efek samping: nifedipin kerja singkat paling sering
menyebabkan iskemia miokard atau serebral, edema perifer.
Sakit kepala, muka merah terjadi karena vasodilatasi arteri
meningeal dan di daerah muka. Bardiaritmia dan gangguan
konduksi, efek inotropik negatif terutama terjadi akibat
verapamil dan dilitiazem. Konstipasi dan retensi urin.
Kadang-kadang terjadi refluks esofagus. Hiperplasia gusi
dapat terjadi dengan semua antagonis kalsium.
4.Obat Antiangina

1. Nitrat Organik

Mekanisme Kerja
Nitrat organikmerupakan pro drug yaitu menjadi aktif setelah
dimetabolisme dan mengeluarkan nitrogen monoksida (NO).
Biotransformasi nitrat organik yang berlangsung intraseluler
dipengaruhi oleh adanya reduktase ekstrasel dan reduced tiol
(glutation) intrasel. NO akan membentuk kompleks nitrosoheme
dengan guanilat siklase dan menstimulasi enzim ini sehingga kadar
cGMP meningkat. Selanjutnya cGMP akan menyebabkan defosforilasi
miosin, sehingga terjadi relaksasi otot polos. Efek vasodilatasi
pertama inni bersifat non-endothelium-dependent.
Mekanisme kedua nitrat organik adalah sifat endothelium-dependent,
dimana akibat pemberian obat ini akan dilepaskan prostasiklin (PGI 2)
dari endothelium yang bersifat vasodilator. Pada keeadaan dimana
endothelium mengalami kerusakan seperti aterosklerosis dan iskemia,
efek inni hilang.
Atas dasar kedua hal ini, nitrat organik dapat menimbulkan
vasodilatasi dan mempunyai efek antiagregasi trombosit.
Farmakokinetik
Nitrat organik diabsorpsi dengan baik lewat kulit, mukosa sublingual
dan oral. Metabolisme obat dilakukan oleh nitrat reduktase dalam hati
yang mengubah nitrat organik larut lemak menjadi metabolitnya yang
larut air yang tidak aktif atau memiliki efek vasodilatasi lemah. Efek
lintas pertama dalam hati ini menyebabkan bioavailabilitas nitrat
organik oral sangat kecil (nirtogliserin dan isosorbid dinitrat <20%).
Oleh karena itu, untuk meningkatkan kadar obat dalam darah secara
cepat, serangan akut angina diatasi dengan preparat sublingual. Pada
pemberian sublingual, kadar puncak plasma nitrogliserin tercapai
dalam 4 menit, waktu paruh 1-3 menit. Metabolit dinitrat nya yang
mempunyai efek vasodilatasi 10x kurang kuat, mempunyai waktu
paruh kira-kira 40 menit. Pemberian preparat inhalasi diabsoprsi lebih
cepat dan seperti preparat sublingual menghindari efek metabolisme
lintas pertama di hati.
Farmakodinamik
Efek Kardiovaskular: nitrat organik menurunkan kebutuhan dan
meningkatkan suplai oksigen dengan cara mempengaruhi tonus
vaskular. Nitrat organik menimbulkan vasodilatasi semua sistem
vaskular. Pada dosis rendah nitrat menimbulkan venodilatasi sehingga
terjadi pengumpulan darah pada vena perifer dan dalam splanknikus.
Venous pooling ini meyebabkan berkurangnya alir balik darah ke
dalam jantung, sehingga tekanan pengisian ventrikel kiri dan kanan
(preload) menurun. Dengan cara ini, maka kebutuhan oksigen
miokard akan menurun.
Tekanan vaskular paru menurun dan ukuran jantung mengecil.
Karena kapasitas vena meningkat, maka dapat terjadi hipotensi
ortostatik, dan sinkop. Dilatasi arteriol temporal dan meningeal
menimbulkan kemerahan di muka (flushing) dan sakit kepala
berdenyut. Pada dosis yang lebih tinggi, selain vena, nitrat organik
jugan menimbulkan dilatasi arteriol perifer sehingga tekanan darah
sistolik dan diastolik menurun (afterload). Nitrat organik
menyebabkan dilatasi pembuluh darah koroner yang besar di daerah
epikardial maka redistribusi aliran darah pada daerah iskemik mejadi
lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya. Dengan cara ini, nitrat
oksigen menurunkan kebutuhan oksigen otot jantung melalui
venodilatasi, menurunnya volume ventrikel dan curah jantung
sehingga beban hulu (preload) dan beban hilir (afterload) berkurang.
Suplai oksigen meningkat karena perbaikan aliran darah miokard ke
daerah iskemik dan karena berkurangnya beban hulu sehingga
perfusi subendokard membaik.
Efek lain: Nitrovasodilator menimbulkan relaksasi oto polos bronkus,
saluran empedu, saluran cerna dan saluran kemih. Tetapi karena
efeknya hanya selintas, maka tidak bermakna secara klinis.
Peningkatan cGMP oleh nitrat organik dapat menurunkan agregasi
trombosit tetapi jumlah studi prospektif tidak menunjukkan manfaat
dalam meningkatkan survival pasien dengan infark jantung akut.
Indikasi
Angina pektoris
Infark jantung
Gagal jantung kongestif
Kontraindikasi
Pasien yang mendapat sildenafil
Dosis

Lama
Sediaan Dosis Interval
Kerja

1. nitrat kerja singkat


0.18-0.3
a) amilnitrit inhalasi ml inhalasi 3-5 menit
b) preparat sublingual
0.15-0.6 sesuai 10-30
Nitrogliserin mg keperluan menit
sesuai 10-60
isosorbid dinitrat 2.5-5 mg keperluan menit
sesuai
eritril tetranitrat 5-10 mg keperluan

2. nitrat kerja lama


a) preparat oral
isosorbid dinitrat biasa 10-60 mg 4-6 jam 4-6 jam
isosorbid dinitrat lepas lambat 20-80 mg 12-24 jam
isosorbid mononitrat biasa 20 mg 12 jam 6-10 jam
isosorbid mononitrat lepas
lambat 30-240 mg 24 jam
nitrogliserin lepas lambat 6.5-13 mg 6-8 jam 6-8 jam
eritritol tetranitrat 10 mg
pentaeritritol tetranitrat 10-20 mg 4-6 jam
b) preparat salep
nitrogliserin 2% 4-8 jam 4-6 jam
c) preparat transdermal
nitrogliserin
lepas lambat (disc/path) 10-25 mg 24 jam 8-10 jam
d) preparat lepas lambat, bukal
nitrogliserin 1-2 mg 4 jam 3-6 jam
5-10
e) intravena nitrogliserin mcg/menit

Efek Samping
Umumnya berhubungan dengan efek vasodilatasinya. Pada awal
terapi sering ditemukan sakit kepala, flushing karena dilatasi arteri
serebral. Dapat pula terjadi hipotensi postural. Bila hipotensi berat
terjadi bersama refleks takikardi, hal ini dapat memperburuk angina.
Nirtat organik terutama pentaeritrol tetranitrat dapat menimbulkan
rash.

2. Penghambat Adrenoreseptor Beta (-Bloker)


Mekanisme Kerja
-bloker menurunkan kebutuhan oksigen otot jantung dengan cara
menurunkan frekuensi denyut jantung, tekanan darah dan
kontraktilitas. Suplai oksigen meningkat karena penurunan frekuensi
denyut jantung sehingga perfusi koroner mambaik saat diastol. Efek
yang kurang menguntungkan -bloker ialah peningkatan volume
diastolik akhir yang meningkatkan kebutuhan oksigen.

Farmakokinetik, Farmakodinamik dan Dosis

Kelaruta Elimina Kardioselekt


Obat Aktivitas Dosis
n si ivitas
dalam Simpatomi
(reseptor) antiangina
lemak metik
Intrinsik
asebutol rendah hati + + 200-600 mg
ol 2x sehari
atenolol rendah ginjal + - 50-100 mg
bisoprol 10-2- mg 1x
ol sehari
100-600
labetalol rendah
hati - - mg/hari
metoprol 50-100 mg 3x
ol sedang hati + - sehari
nadolol rendah ginjal - - 40-80 mg/hari
penbutol
ol tinggi hati - + 20mg/hari
ginjal& 5-20 mg 3x
pindolol sedang
hati - + sehari
propanol 60 mg 4x
ol tinggi hati - - sehari

Indikasi
Pengobatan serangan angina tidak stabil
Infark jantung
Angina stabil kronik
Kontraindikasi
Hipotensi
Bradikardia simptomatik
Blok AV derajat 2-3
Gagal janntung kongestif
Eksaserbasi seranngan asma
Diabetes melitus dengan episode hipoglikemi
Efek Samping
Terhadap sistem saraf otonom: menurunkan konduksi dan kontraksi
jantung sehingga dapat terjadi bradikardia dan blok AV.
-bloker dapat memperburuk penyakir Raynaud.
-bloker dapat mencetuskan bronkospasme peda pasien dengan
penyakit paru.
-bloker dapat menurunkan kadar HDL dan meningkatkan
trigliserida.

3. Penghambat Kanal Ca++


Mekanisme Kerja dan Farmakodinamik
Pada otot jantung dan otot polos vaskular, Ca ++ terutama berperan
dalam peristiwa kontraksi. Meningkatnya Ca++ dalam sitosol akan
meningkatkan kontraksi. Pada otot rangka relatif tidak tidak
memerlukan Ca++ ekstrasel karena sistem sarkoplasmik retikulum
yang telah berkembang baik. Penghambat kanal Ca ++ menghambat
masuknya Ca++ ke dalam sel, sehingga terjadi relaksasi otot polos
vaskular, menurunnya kontraksi otot jantung dan menurunnya
kecepatan nodua SA serta konduksi AV. Semua penghambat kanal Ca +
+
menyebabkan relaksasi otot polos arterial, tetapi efek hambatan ini
kurang terhadap pembuluh darah vena, sehingga kurang
mempengaruhu beban preload. Penghambat kanal Ca ++ meningkatkan
suplai oksigen otot jantung dengan cara: dilatasi koroner dan
penurunan tekanan darah dan denyut jantung yang mengakibatkan
perfusi endokard membaik.
Farmakokinetik
Walaupun absorpsi per oral hampir sempurna, tetapi
bioavailabilitasnya berkurang karena metabolisme lintas pertama
dalam hati. Efek obat tampak setelah 30-60 menit pemberian, kecuali
pada derivat yang mempunyai waktu paruh panjang. Pemberian
berulang meningkatkan bioavailabilitas obat karena enzim
metabolisme di hati menjadi jenuh/
Indikasi
Angina varian
Angina stabil kronik
Angina tidak stabil
Aritmia
Hipertensi
Kardiomiopati hipertrofik
Penyakit Raynaud
Spasme serebral
Kontraindikasi
Aritmia karena konnduksi antegrad seperti sindrom Wolff-Parkinson-
White atau fibrilasi atrium.
Dosis

dosis frekuensi/
Obat
(mg) hari
nifedipin 10 3-4x
mg
nifedipin (long
acting) 30-60 1x
2.5-
amlodipin 10 1x
2.5-
felodipin 20 1x
2.5-
isradipin 10 2x
20-30
nicardipin mg 1x
60-
120m
nicardipin SR g 2x
Okt-
nisoldipin 40 1x
80-
320
verapamil mg 2-3x
90-
diltiazem 180 3x
120-
diltiazem SR 540 1x
240-
verapamil SR 480 1-2x

Efek Samping
Efek samping yang ditimbulkan salah satu nya adalah vasodilatasi
berlebihan. Gejala yang tampak berupa pusing, sakit kepala,
hipotensi, reflex takikardia, flushing, mual, muntah, edema perifer,
batuk, edema paru, dll. Verapamil lebih sering menimbulkan
konstipasi dan hiperplasia gingiva. Kadang terjadi rash, somnolen dan
kenaikan enzim hati.

4. Terapi Kombinasi
Tujuan terapi kombinasi adalah meningkatkan efektivitasdan
mengurangi efek samping. Tetapi perlu diingat, bahwa kombinasi terutama
3 obat yang digunakan sekaligus, dapat menimbulkan bahaya efek samping
yang lebih nyata.
Nitrat organik dan -bloker
Kombinasi ini meningkatkan aktivitas terapi pada angina stabil
kronik. -bloker menghambat refleks takikardia dan inotropik positif
oleh nitrat organik, sedangkan nitrat organik dapat mengurangi
kenaikan volume diastolik dapat mengurangi kenaikan volume
diastolik akhir ventrikular kiri akibat -bloker dengan cara
menimbulkan venous pooling. Nitrat organik juga mengurangi
kenaikan resitensi koroner yang disebabkan oleh -bloker.
Penghambat kanal kalsium dan -bloker
Bila efek nitrat organik atau -bloker kurang memadai, maka kadang
perlu ditambahkan penghambat kanal kalsium, terutama bila
terdapat vasospasme koroner. Sebalikya refleks takikardia yang
terjadi karena penghambat kanal kalsium dapat dikurangi oleh -
bloker.
Penghambat kanal kalsium dan nitrat organik
Kombinasi ini bersifat aditif, karena penghambat kalsium
mengurangibeban hilir, sedangkan nitrat organik mengurangi beban
hulu.
Kombinasi penghambat kanal kalsium, -bloker dan nitrat organik
Digunakan apabila serangan angina tidak membaik pada pemberian
kombinasi 2 macam antiangina, maka dapat diberikan kombinasi 3
jenis obat. Tetapi kejadian efek samping akan meningkat secara
bermakna.

5.Hipolipidemik

1. ASAM FIBRAT
FARMAKODINAMIK
Bekerja dengan cara berikatan dengan reseptor peroxisome
proliferator activated receptors (PPARs) yang mengatur transkripi
gen. Akibat interaksi obat ini dengen PPAR isotipe (PPAR) maka
terjadilah peningkatan oksidasi asam lemak, sintesis LPL dan
penurunan ekspresi Apo C-III. Peninggian kadar LPL meningkatkan
klirens lipoprotein yang kaya trigliserida. Penurunan produksi Apo C-
III hati akan menurunkan VLDL. HDL meningkat secara moderat
karena peningkatan ekspresi Apo A-I dan Apo A-II. Pada umumnya
LDL hanya sedikit menurun. Pada pasien terutama dengan
hipertrigliseridemia, kadar LDL seringkali meningkat bersamaan
dengan menurunnya kadar trigliserida oleh gemfibrozil. Penurunan
LDL diduga disebebkan karena meningkatnya jumlah reseptor LDL
karena peningkatan produksi SREBP-1 (Sterol Regulatory Element
Binding Proteins-1) hati diinduksi oleh PPAR.
FARMAKOKINETIK
Semua derivat asam fibrat diabsorpsi lewat usus secara cepat dan
lengkap (>90%) terutama bila diberikan bersama makanan.
Pemecahan ikatan ester terjadi sewaktu absorpsi dan kadar puncak
plasma tercapai dalam 1-4 jam. Lebih dari 95% obat terikat pada
protein, terutama albumin. Waktu paruh fibrat bervariasi: gemfibrozil
dapat menembus sawar plasenta. Hasil metabolisme asam fibrat
diekskresi dalam urin (60%) dalam bentuk glukuronid dan 25% lewat
tinja.
INDIKASI
Merupakan obat pilihan utama pada pasien hiperlipoproteinemia tipe
III dan hipertrigliseridemia berat (kadar trigliseridemia >1000
mg/dL).
KONTRAINDIKASI
Pasien dengan gangguan hati dan ginjal, pada wanita hamil dan masa
menyusui.
DOSIS
Klofibrat tersedia sebagai kapsul 500 mg. Diberikan 2-4 kali sehari
dengan dosis total sampai 2 g. Dosis obat harus dikurangi pada pasien
hemodialisis. Fenofibrat diberikan tunggal 200-400 mg/hari.
Bezafibrat diberikan 1-3 kali 200 mg sehari. Gemfibrozil biasanya
diberikan 600 mg 2 x sehari jam sebelumnya makan pagi dan
makan malam.
EFEK SAMPING
Efek samping yang paling sering ditemukan adalah gangguan saluran
cerna (mual, mencret, perut kembung, dll) yang terjadi pada 10%
pasien. Efek samping lain yang dapat terjadi adalah ruam kulit,
alopesia, impotensi, leukopenia, anemia, berat badan bertambah,
gangguan irama jantung, dll. Derivat asam fibrat kadang-kadang
menyebabkan peningkatan CPK dan transaminase disertai miositis
(flu-like myositis); CPK dan transaminase dapat juga meningkat tanpa
gejala miositis. Risiko miositis meningkat bila digunakan bersama
statin.

2. RESIN
FARMAKODINAMIK
Resin menurunkan kadar kolesterol dengan cara mengikat asam
empedu dalam saluran cerna, mengganggu sirkulasi enterohepatik
sehingga ekskresi steroid yang bersifat asam dalam tinja meningkat.
Penurunan kadar asam empedu ini oleh pemberian resin akan
menyebabkan meningkatnya produksi asam empedu yang berasal dari
kolesterol. Karena sirkulasi enterohepatik dihambat oleh resin maka
kolesterol yang diabsorpsi lewat saluran cerna akan terhambat dan
keluar bersama tinja. Kedua hal ini akan menyebabkan penurunan
kolesterol dalam hati. Selanjutnya penurunan kadar kolesterol dalaam
hati akan menyebabkan terjadinya 2 hal : pertama, meningkatnya
jumlah reseptor LDL sehingga katabolisme LDLD meningkat dan
meningkatnya aktivitas HMG CoA reduktase. Peningkatan aktivitas
HMG CoA akan mengurangi efek penurunan kolesterol oleh resin.
Dari sini tampak pula bahwa efek resin tergantung dari kemampuan
sel hati dalam meningkatkan jumlah reseptor LDL fungsional
sehingga tidak efektif untuk pasien dengen hiperkolesterolemia
familial homozigot dimana reseptor LDL fungsional tidak ada. Efek
resin akan meningkat bila diberikan bersama pengambat HMG CoA
reduktase. Peningkatan produksi asam empedu akan diikuti oleh
meningkatnya sintesis trigliserida dalam hati. Penurunan kolesterol
LDL oleh resin bersifat dose-dependent.
FARMAKOKINETIK
Derivat resin merupakan hipolipidemik yang paling aman karena tidak
diabsorpsi saluran cerna. Obat-obat ini juga relatif aman digunakan
pada anak. Kolestiramin adalah garam klorida dari basic anion
exchange resin yang berbau dan berasa tidak enak. Kolestiramin dan
kolestipol bersifat hidrofilik, tetapi tidak larut dalan air, tidak dicerna
dan tidak diabsorpsi.
INDIKASI
Merupakan obat pilihan tipe IIa hiperkolesterolemia;
menurunkan sampai 25% kadar kolesterol plasma dan
menghilangkan santomata. Jika dikombinasikan dengan
niacin, efeknya makin kuat.
KONTRAINDIKASI
Tidak diberikan pada tipe IV dan V, karena makin meningkatkan
VLDL.
DOSIS
Dosis kolestiramin dan kolestipol yang dianjurkan adalah 12-16 g
sehari dibagi 2-4 bagian dan dapat ditingkatkan sampai maksimum 3
kali 8 g. Dosis pada anak adalah 10-20 g/hari. Ditelah sebagai larutan
atau dalam sari buah untuk mengurangi iritasi, bau dan rasa yang
mengganggu. Colesevelam diberikan 2x3 tablet @ 625 mg atau
sekaligus 6 tablet. Resin tidak bermanfaat dalam keadaan
hiperkilomikronemia, peninggian VLDL atau IDL dan bahkan dapat
meningkatkan kadar trigliserida. Untuk pasien hiperlipoproteinemia
dengan peningkatan VLDL (tipe IIb atau IV) perlu tambahan obat lain
(mis. asam nikotinat dan asam fibrat)
EFEK SAMPING
Obat ini mempunyai rasa tidak enak seperti pasir. Efek samping
tersering ialah mual, muntah dan konstipasi yang berkurang setelah
beberapa waktu. Colesevelam dalam saluran cerna membentuk gel
sehingga dapat mengurangi iritasi. Konstipasi dapat dikurangi dengan
makanan berserat. Klorida yang diabsorpsi dapat menyebabkan
terjadinya asidosis hiperkloremik terutama pada pasien muda yang
menerima dosis besar. Disamping meningkatkan trigliserida plasma,
resin juga meningkatkan aktivitas fosfatase alkali dan transaminase
sementara. Akibat gangguan absorpsi lemak atau steatore dapat
terjadi gangguan absorpsi vitamin A, D dan K serta
hipoprotrombinemia. Obat ini mengganggu absorpsi klorotiazid,
furosemid, propaolol, statin, tiroksin, digitalis, besi, fenilbutazon dan
warfarin sehingga obat-obat ini harus diberikan 1 jam sebelum atau 4
jam setelah pemberian kolestiramin.

3. PENGHAMBAT HMG CoA REDUKTASE


FARMAKODINAMIK
Statin bekerja dengan cara menghambat sintesis kolesterol dalam
hati, dengan menghambat enzim HMG CoA reduktase. Akibat
penurunan sintesis kolesterol ini maka SREBP yang tedapat pada
membran dipecah oleh protease lalu diangkut ke nukleus. Faktor-
faktor transkripsi kemudian akan berikatan dengan gen reseptor LDL
sehingga terjadi peningkatan sintesis reseptor LDL. Peningkatan
jumlah reseptor LDL pada membran sel hepatosit akan menurunkan
kadar kolesterol darah lebih besar lagi. Selain LDL, VLDL dan IDL
juga menurun sedangkan HDL meningkat. Statin menurunkan
kejadian penyakit jantun gkoroner fatal dan nonfatal, stroke dan
angka mortalitas totalnya.
FARMAKOKINETIK
Semua statin, kecusli lovastatin dan simvastatin berada dalam bentuk
asam -hidroksi. Kedua statin disebut diatas merupakan prodrug
dalam bentuk lakton dan harus dihidrolisis lebih dahulu menjadi
bentuk aktif asam -hidroksi. Statin diabsorpsi sekitar 40-75% kecuali
fluvastatin yang diabsorpsi hampir sempurna. Semua obat mengalami
metabolisme lintas pertama di hati. Waktu paruhnya berkisar 1-3 jam
kecuali atorvastatin (14 jam) dan rosuvastatin (19 jam). Obat-obat ini
sebagian besar terikat protein plasma. Sebagian besar diekskresi oleh
hati ke dalam cairan empedu dan sebagian kecil lewat ginjal.
INDIKASI
Hiperkolesterolemia primer, menurunkan kadar kolesterol pada
pasien hiperkolesterolemia dan hipertrigliseridemia.
KONTRAINDIKASI
Hamil, menyusui, pasien dengan penyakit hati aktif atau peningkatan
serum transaminase yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.
DOSIS
Lovastatin : Awal 20 mg/hari, diberikan bersamaan makan malam.
Dapat ditingkatkan sampai maksimal 80 mg 2x/hari dengan interval 4
minggu. Simvastatin : Awal 10 mg/hari dosis tunggal pada malam
hari. Dapat disesuaikan dengan interval kurang dari 4 minggu;
kisaran lazim 10-40 mg/hari. Penyakit jantung koroner, awal 20 mg
1x/hari malam hari. Pravastatin : Awal 10-20 mg/hari, sebelum tidur
malam. Fluvastatin : Awal 20 mg/hari sore hari, kisaran lazim 20-40
mg/hari. Dapat disesuaikan dengan interval 4 minggu sampai 40 mg
2x/hari. Atorvastatin : Awal 20 mg/hari, diberikan bersamaan makan
malam. Dapat ditingkatkan sampai maksimal 80 mg 2x/hari dengan
interval 4 minggu.
EFEK SAMPING
Umumnya statin ditoleransi baik oleh pasien. Pada kira-kira 1-2%
pasien terjadi peningkatan kadar transaminase hingga melebihi 3 x
nilai normal. Dalam segi keamanan perlu dilakukan pemeriksaan
transaminase pada awal pemberian dan 3-6 bulan setelahnya. Jika
normal, maka uji ulang dapat dilakukan setelah 6-12 bulan. Obat
harus dihentikan jika didapat kadar transaminase yang tetap tinggi
aatau bertambah tinggi. Efek samping statin yang potensial
berbahaya adalah miopati dan rabdomiolisis. Insidens miopati rendah
(<1 %) tetapi meningkat bila diberikan bersama obat-obat tertentu
seperti fibrat dan asam nikotinat dan mempengaruhi metabolisme
statin. Losartan, simvastatin, atorvastatin dan serivastatin terutama
dimetabolisme oleh CYP3A4 sedangkan fluvastatin dan rosuvastatin
lewat CYP2C9. Pravastatin dimetabolisme lewat cara lain termasuk
reaksi nonenzimatik dan enzimatik dalam saluran cerna dan hati.
Golongan statin yang dimetabolisme lewat CYP3A4 akan
berakumulasi dalam plasma bila diberikan bersama obat yang
menghambat atau berkompetisi untuk CYP3A4 seperti antibiotik,
makrolid, siklosporin, ketikenazol, penghambat protease HIV,
takrolinus, nefazodon, fibrat, dll. Peningkatan risiko miositis juga
terjadi bila digunakan bersama amiodaron atau verapamil. Sebaliknya
obat-obat yang mestimulasi CYP3A4 seperti fenitoin, barbiturat,
griseofulvin dan rifampin akan mengurangi kadar plasma statin. Hal
serupa juga terjadi pada penghambat CYP2C9 seperti ketokenazol,
metronidazol, sulfinpirazon, amiodaron dan simetidin yang akan
meningkatkan kadar plasma fluvastatin dan rosuvastatin bila
diberikan bersamaan. Pravastatin tampaknya merupakan obat terpilih
bila digunakan bersama verampamil, ketokenazol, makrolid dan
siklosporin. Kombinasi serivastatin dan gemfibrozil telah dilarang
karena sejumlah laporan mengenai miopati. Pada pasien dengan
miopati dapat terjadi mioglobinuria dan gagal ginjal dimana CPK
serum meningkat hingga 10x lebih. CPK harus diukur pada awal
terapi lalu tiap interval 2-4 sesudahnya. Perbedaan lipofilisitas
diantara statin tampaknya tidak bermakna secara klinis. Efek samping
lain yang dapa terjadi adalah gangguan saluran cerna, sakit kepala,
rash, neuropati perifer dan sindrom lupus. Belum diketahui keamanan
penggunaan statin pada kehamilan. Demikian pula statin sebaiknya
tidak digunakan ibu laktasi. Penggunaan pada anak dibatasi hanya
untuk hiperkolesterolemia familial homozigot dan kasus-kasus
tertentu yang heterozigot.

4. ASAM NIKOTINAT
FARMAKODINAMIK
Untuk mendapatkan efek hipolipidemik, asam nikotinat (niasin) harus
diberikan dalam dosis yang lebih besar daripada yang diperlukan
untuk efeknya sebagai vitamin. Pada jaringan lemak, asam nikotinat
menghambat hidrolisis trigliserida oleh hormone-sensitive lipase,
sehingga mengurangi transport asam lemak bebas ke hati dan
mengurangi sintesis trigliserida hati. Penurunan sintesis trigliserida
akan menyebabkan berkurangnya produksi VLDL sehingga kadar LDL
menurun. Selain itu asam nikotinat juga meningkatkan aktivitas LPL
yang akan menurunkan kadar kilomikron dan trigliserida VLDL. Kadar
HDL meningkat sedikit sampai sedang karena menurunnya
katabolisme Apo AI oleh mekanisme yang belum diktehaui. Obat ini
tidak mempengaruhi katabolisme VLDL, sintesis kolesterol total atau
ekskresi asam empedu.
FARMAKOKINETIK
Niasin diberikan per oral. Zat ini diubah dalam tubuh menjadi
nikotinamid yang dimasukkan dalam kofaktor nikotinamid adenine
dinukleotida (NAD). Niasin adalah derivat nikotinamid dan metabolit
lain dikeluarkan dalam urin. Nikotinamid sendiri tidak menurunkan
kadar lipid dalam plasma.
INDIKASI
Berguna sebagai obat pilihan pertama untuk pengobatan semuia jenis
hipertrigliseridemia dan hiperkolesterolemia kecuali tipe I. Asam
nikotinat terutama bermanfaat pada pasien hiperlipoproteinemia tipe
IV yang tidak berhasil diobati dengan resin.
KONTRAINDIKASI
O b a t i n i dikontraindikasikan pada penderita penyakit hati, ulkus
peptikum dan diabetes mellitus.
DOSIS
Asam nikotinat biasa diberikan perotal 2-6 g sehari terbagi dalam 3
dosis bersama makanan; mula-mula dakam dosis rendah (3 kali 100-
200 mg sehari) lalu dinaikkan setelah 1-3 minggu.
EFEK SAMPING
Efek samping yang paling mengganggu adalah gatal dan kemerahan
kulit terutama di daerah wajah dan tengkuk yang timbul dalam
beberapa menit jam setelah makan obat. Efek ini dilangsungkan
lewat jalur prostaglandin karena pemberian aspirin dapat mencegah
tibulnya gangguan ini, tetapi efek ini akan cepat menghilang bila obat
diteruskan (takifilasis). Efek samping yang paling berbahaya adalah
gangguan fungsi hati ditandai dengan kenaikan kadar fosfatase alkali
dan transaminase terutama pada dosis tinggi (diatas 3 gr). Efek
samping lain adalah gangguan saluran cerna (muntah, diare, ulkus
lambung karena sekresi asam lambung meningkat, dll). Dapat terjadi
pula acanthosis nigricans dan pandangan kabur pada pemakaian
jangka lama, hiperurisemia dan hiperglikemia. Efek samping yang
jarang terjadi adalah ambliopia toksik dan makulopati toksik yang
bersifat reversibel. Asam nikotinat tidak dianjurkan pemberiannya
pada wanita hamil.

5. PROBUKOL
FARMAKODINAMIK
Probukol menurunkan kadar kolesterol serum dengan menurunkan
kadar LDL. Obat ini tidak menurunkan kadar trigliserida serum pada
kebanyakan pasien. Kadar HDL menurun lebih banyak daripada kadar
LDL sehingga menimbulkan rasio LDL : HDL yang kurang
menguntungkan. Probukol dapat meningkatkan kecepatan
katabolisme fraksi LDL pada pasien hiperkolesterolemia familial
heterozigot dan homozigot lewat jalur non-reseptor.
FARMAKOKINETIK
Obat ini diabsorpsi terbatas lewat saluran cerna (<10%) tetapi kadar
darah yang tinggi dapat dicapai bila obat ini diberikan bersama
makanan. Waktu paruh eliminasi adalah 23 hari tetapi akan
memanjang pada pemberian kronik. Obat ini perlahan-lahan
berkumpul dalam jaringan lemak dan bertahan selama 6 bulan atau
leih setelah dosis terakhir dimakan.
INDIKASI
Probukol dianggap sebagai obat pilihan kedua pada pengobatan
hiperkolesterolemia dengan peninggian LDL. Obat ini menurunkan
kadar LDL dan HDL tana perubahan kadar trigliserida. Efek
penurunan LDL obat ini kurang kuat dibandingkan resin. Probukol
menurunkan LDL pada pasien hiperkolesterolemia familial homozigot.
Pemberian obat ini bersama resin meningkatkan efek
hipolipidemiknya; probukol menimbulkan konsistensi tinja yang lunak
sehingga memperbaiki efek samping resin yang menimbulkan
konstipasi. Kombinasi probukol dengan klofibrat tidak boleh dilakukan
karena kadar HDL akan lebih rendah.
KONTRAINDIKASI
Probukol tidak boleh diberikan pada pasien infark jantung baru atau
dengan kelainan EKG.
DOSIS
Dosis dewasa 250-500 mg sebaiknya ditelan bersama makanan 2 kali
sehari. Biasanya dikombinasi dengan obat hipolipidemik yang lain
(mis. resin atau penghambat HMG coA reduktase.
EFEK SAMPING

Reaksi yang sering terjadi berupa gangguan gastrointestinal ringan


(diare, flatus, nyeri perut dan mual). Kadang-kadang terjadi eosinofilia,
parestesia dan edema angioneurotik. Pada wanita yang merencanakan
untuk hamil dianjurkan agar menghentikan proukol 6 bulan sebelumnya.
Selama makan probukol dianjurkan agar pasien memeriksakan EKG
(pemanjangan interval QT) sebelum terapi, 6 bulan kemudian dan tiap
tahun setelahnya.

Anda mungkin juga menyukai