Makalah Farmakologi Obat Kardiovaskular
Makalah Farmakologi Obat Kardiovaskular
KARDIOVASKULAR
Dibuat untuk memenuhi salah satu tugas matakuliah Farmakologi
Disusun oleh :
Efi Octaviany
4111111028
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
2013
OBAT OBAT KARDIOVASKULAR
D. Efek Samping
Batuk, hipotensi, gangguan fungsi ginjal, hyperkalemia,
dan angioedema.
1.3. Diuretik
A. Mekanisme Kerja
a. Farmakodinamik
Diuretik kuat terutama bekerja dengan cara menghambat
reabsorpsi elektrolit Na+/K+/2CI- di ansa Henle asendens
bagian epitel tebal; tempat kedanya di permukaan sel epitel
bagian lumina) (yang menghadap ke lumen tubuh). Pada
pemberian secara IV obat ini cenderung meningkatkan aliran
darah ginjal tanpa disertai peningkatan filtrasi glomerulus.
Perubahan hemodinamik ginjal ini mengakibatkan
menurunnya reabsorpsi cairan dan elektrolit di tubuh
proksimal Serta meningkatnya efek awal diuresis. Peningkatan
aliran darah ginjal ini relatif hanya berlangsung sebentar.
Dengan berkurangnya cairan ekstrasel akibat diuresis, maka
aliran darah ginjal menurun dan hal ini akan mengakibatkan
meningkatnya reabsorpsi cairan dan elektrolit di tubuh
proksimal. Hal yang terakhir ini agaknya merupakan suatu
mekanisme kompensasi yang membatasi jumlah zat terlarut
yang mencapai bagian epitel tebal Henle asendens, dengan
demikian akan mengurangi diuresis.
Masih dipertentangkan apakah diuretik kuat juga bekerja
di tubuh proksimal. Furosemid dan bumetanid mempunyai
days hambat enzim karbonik anhidrase karena keduanya
merupakan derivat sulfonamid, seperti juga tiazid dan
asetazolamid, tetapi aktivitasnya terlalu lemah untuk
menyebabkan diuresis di tubuh proksimal. Asametakrinat
tidak menghambat enzim karbonik anhidrase. Efek diuretik
kuat terhadap segmen yang lebih distal dari ansa henle
asendens epitel tebal belum dapat dipastikan, tetapi dari
besarnya diuresis yang terjadi, diduga obat ini bekerja juga di
segmen tubuh lain.
Diuretik kuat juga menyebabkan meningkatnya ekskresi
K+ dan kadar asam urat plasma, mekanismenya kemungkinan
besar sama dengan tiazid. Ekskresi Ca ++ dan Mg++ juga
ditingkatkan sebanding dengan peningkatan ekskresi Na +.
Berbeda dengan tiazid, golongan ini tidak meningkatkan re-
absorpsi Ca++ di tubuh distal. Berdasarkan atas efek kalsiuria
ini, golongan diuretik kuat digunakan untuk pengobatan
simptomatik hiperkalsemia.
Diuretik kuat meningkatkan ekskresi asam yang dapat
dititrasi (fitrable acid) dan ammonia. Fenomena yang diduga
terjadi karena efeknya di nefron distal ini merupakan salah
sate faktor penyebab terjadinya alkalosis metabolik.
Bila mobilisasi cairan edema terlalu cepat, alkalosis
metabolik oleh diuretik kuat ini terutama terjadi akibat
penyusutan volume cairan ekstrasel. Sebaliknya pada
penggunaan yang kronik, faktor utama penyebab alkalosis
ialah besarnya asupan garam dan ekskresi H + dan K+.
Alkalosis ini seringkali disertai dengan hiponatremia, tetapi
masing-masing disebabkan oleh mekanisme yang berbeda.
b. Farmakokinetik
Diuretik kuat mudah diserap melalui saluran cema,
dengan derajat yang agak berbeda-beda. Bioavailabilitas
furosemid 65% sedangkan bumetenid hampir 100%. Obat
golongan ini terikat pada protein plasma secara ekstensif,
sehingga tidak difiltrasi di glomerulus tetapi cepat sekali
disekresi melalui sistem transpor asam organik di tubuh
proksimal. Dengan cara ini obat terakumulasi di cairar tubuh
dan mungkin sekali ditempat kerja di daerah yang lebih distal
lagi. Probenesid dapat menghambat sekresi furosemid, dan
interaksi antara keduanya ini hanya terbatas pada tingkat
sekresi tubuh, dan tidak pada tempat kerja diuretik. Torsemid
memiliki mass kerja seclikit lebih panjang dad furosemid.
Kira-kira 2/3 clad asam etakrinat yang diberikan secara IV
diekskresi melalui ginjal dalam bentuk utuh dan dalam
konjugasi dengan senyawa sulfhidril terutama sistein dan N-
asetil sistein. Sebagian lagi diekskresi melalui hati. Sebagian
besar furosemid diekskresi dengan cara yang sama, hanya
Sebagian kecil dalam bentuk glukoronid. Kira-kira 50%
bumetanid diekskresi dalam bentuk asal, selebihnya sebagai
metabolit.
B. Kontraindikasi
Oleh karena penurunan curah jantung akibat deplesi
cairan akan meningkatkan aktivasi neurohormonal yang akan
memacu progresi gagal jantung, maka diuretik tidak boleh
diberikan pada gagal jantung yang asimtomatik maupun yang
tidak ada overload cairan, maka itu diuretic harus selalu
diberikan dalam kombinasi dengan penghambat ACE.
C. Dosis
D. Efek Samping
a. Gangguan cairan dan elektrolit
b. Ototoksisitas
c. Hipotensi
d. Efek metabolik
e. Reaksi alergi
f. Nefritis interstisialis alergik
E. Interaksi
Seperti diuretik tiazid, hipopkalemia akibat pemberian
diuretik kuat dapat meningkatkan risiko aritmia pada pasien
yang juga mendapat digitalis atau obat antiaritmia.
Pemberian bersama obat yang bersifat nefrotoksik seperti
aminoglikosida dan antikanker sisplatin akan meningkatkan
risiko nefrotoksisitas.
Probenesid mengurangi sekresi diuretik ke lumen tubulus
sehingga efek diuresisnya berkurang.
Diuretik kuat dapat berinteraksi dengan warfarin dan
klofibrat melalui penggeseran ikatannya dengan protein. Pada
penggunaan kronis, diuretik kuat ini dapat menurunkan
klirens litium. Penggunaan bersama dengan sefalosporin dapat
meningkatkan nefrotoksisitas sefalosporin. Anti-inflamasi non-
steroid terutama indometasin dan kortikosteroid melawan
kerja furosemid.
1.5. Blocker
A. Mekanisme Kerja
Pada Gambar 19-3 terlihat bahwa aktivasi simpatis akan
mengaktifkan sistem renin-angiotensinaldosteron (RAA). Renin
disekresi oleh sel jukstaglomerular di ginjal melalui stimulasi
reseptor adrenergik Pl. Selanjutnya aktivitas sistem simpatis
maupun sistem RAA akan mengakibatkan hipertrofi miokard
melalui efek vasokonstriksi perifer (arteri dan vena) dan
retensi Na dan air oleh ginjal. Sedangkan vasokonstriksi
koroner akan mengurangi pasokan darah pada Binding
ventrikel yang hipertrofi sehingga terjadi iskemia miokard.
Peningkatan denyut jantung dan kontraktilitas miokard juga
akan menyebabkan iskemia miokard relatif karena
peningkatan kebutuhan O2 miokard disertai dengan
berkurangnya pasokan O2 miokard. Iskernia miokard akan
menyebabkan perlambatan konduksi jantung, yang akan
memicu terjadinya aritmia jantung. Norepinefrin juga
meningkatkan automatisitas sel-sel automatik jantung
sehingga terbentuk fokus-fokus ektopik yang akan
menimbulkan aritmia jantung. Angiotensin II juga bekerja
langsung pada jantung untuk menstimulasi pertumbuhan
sehingga terjadi hipertrofi miokard. Selanjutnya, hipertrofi
miokard yang terjadi akibat styes hemodinamik maupun yang
terjadi secara langsung akan memicu apoptosis dan fibrosis
miokard sehingga terjadi remodelling miokard, yang
berlangsung secara progresif, dan dengan demikian terjadi
progresi gagal jantung.
Pemberian -bloker pada gagal jantung sistolik (lihat
Gambar 19-3) akan mengurangi kejadian iskemia miokard,
mengurangi stimulasi sel-sel automatik jantung dan efek
antiaritmia lainnya, sehingga mengurangi risiko terjadinya
aritmia jantung, dan dengan demikian mengurangi risiko
terjadinya kematian mendadak (kematian kardiovaskular). -
bloker juga menghambat penglepasan renin sehingga
menghambat aktivasi sistem RAA. Akibatnya terjadi penurunan
hipertrofi miokard, apoptosis & fibrosis miokard, dan
remodelling miokard, sehingga progresi gagal jantung akan
terhambat, dan dengan demikian memburuknya kondisi klinik
juga akan terhambat.
B. Dosis
Peningkatan
Dosis Dosis Periode
dosis
Bloker awal target titrasi
(mg/hari)
Bisoprol 1,25 mg 2,5; 3,75; 5; Minggu -
10 mg od
ol od 7.5; 10 bulan
Metoprol
ol 12,5/25 25; 50; 100; 200 mg
Idem
suksinat mg od 200 od
CR
Karvedil 3,125 mg 6,25; 12,5; 25 mg od Idem
ol dib 25; 50
C. Efek Samping
Pada awal terapi dengan -bloker dapat terjadi :
a. Retensi cairan dan memburuknya gejala-gejala,
maka tingkatkan dosis diuretik.
b. Hipotensi, maka kurangi dosis penghambat ACE
atau -bloker.
c. Bradikardia, maka kurangi dosis -bloker.
d. Rasa lelah, maka kurangi dosis -bloker.
1.7. Digoksin
Beberapa efek digoksin pada pengobatan gagal jantung, yaitu :
a. Inotropik positif
b. Kronotropik negatif
c. Mengurangi aktivasi saraf simpatis
A. Mekanisme Kerja
a. Inotropik positif
Digoksin menghambat pompa Na-K-ATPase pada
membran sel otot jantung sehingga meningkatkan kadar
Na+ intrasel, dan ini menyebabkan berkurangnya
pertukaran Na+ - Ca++ selama repolarisasi dan relaksasi
otot jantung sehingga Ca2+ tertahan dalam sel, kadar Ca2+
intrasel meningkat, dan ambilan Ca2+ ke dalam retikulum
sarkoplasmik (SR) meningkat. Dengan demikian, Ca 2+
yang tersedia dalam SR untuk dilepaskan ke dalam sitosol
untuk kontraksi meningkat, sehingga kontraktilitas sel
otot jantung meningkat.
b. Kronotropik negatif & mengurangi aktivasi saraf simpatis
Pada kadar terapi (1-2 mg/mL), digoksin
meningkatkan tones vagal dan mengurangi aktivitas
simpatis di nodus SA maupun AV, sehingga dapat
menimbulkan bradikardia sinus sampai henti jantung
dan/atau perpanjangan konduksi AV sampai meningkatnya
blok AV. Efek pada nodus AV inilah yang mendasari
penggunaan digoksin pada pengobatan fibrilasi atrium.
B. Indikasi
a. Pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrium, karena
digoksin dapat memperlambat kecepatan ventrikel
(akibat hambatan pada nodus AV).
b. Pasien gagal jantung dengan ritme sinus yang masih
simtomatik, terutama yang disertai takikardia meskipun
telah mendapat terapi maksimal dengan penghambat
ACE dan -bloker, karena digoksin tidak mengurangi
mortalitas sehingga tidak lagi dipakai sebagai obat lini
pertama, tetapi dapat memperbaiki gejala-gejala dan
mengurangi hospitalisasi, terutama hospitalisasi karena
memburuknya gagal jantung. Sebaiknya kadar digoksin
dipertahankan <1 ng/mL karena pada kadar yang lebih
tinggi, risiko kematian meningkat.
C. Kontraindikasi
Kontraindikasi penggunaan digoksin meliputi bradikardia,
blok AV derajat 2 dan 3, sindroma sick sinus, sindroma Wolff-
Parkinson-White, kardiomiopati obstruktif hipertrofik,
hipokalemia.
D. Dosis
Dosis digoksin biasanya 0,125-0,25 mg sehari jika fungsi
ginjal normal (pada lansia 0,06250-125 mg, kadang-kadang
0,25 mg). Digoksin tersedia dalam bentuk tablet 0,25 mg.
E. Efek Samping
Efek toksik digoksin berupa :
a. Efek proaritmik, yakni :
i. Penurunan potensial istirahat (akibat hambatan
pompa Na), menyebabkan after potential yang
mencapai ambang rangsang, dan penurunan
konduksi AV.
ii. Peningkatan automatisitas.
b. Efek samping gastrointestinal : anoreksia, mual, muntah,
nyeri lambung.
c. Efek samping visual: penglihatan berwarna kuning.
d. Lain-lain : delirium, rasa lelah, malaise, bingung, mimpi
buruk
F. Interaksi
a. Kuinidin, verapamil, amiodaron akan menghambat P-
glikoprotein, yakni transporter di usus dan di tubulus
ginjal, sehingga terjadi peningkatan absorpsi dan
penurunan sekresi digoksin, akibatnya kadar plasma
digoksin meningkat 70-100%.
b. Rifampisin menginduksi transporter P-glikoprotein di
usus sehingga terjadi penurunan kadar plasma digoksin.
c. Aminoglikosida, siklosporin, amfoterisin B menyebabkan
gangguan fungsi ginjal, sehingga ekskresi digoksin
melalui ginjal terganggu, akibatnya terjadi peningkatan
kadar plasma digoksin.
d. Kolestiramin, kaolin-pektin, antasida akan mengadsorpsi
digoksin, sehingga absorpsi digoksin menurun.
e. Diuretik tiazid, furosemid menyebabkan hipokalemia
sehingga meningkatkan toksisitas digoksin.
f. -bloker, verapamil, diltiazem: aditif dengan digoksin
dalam memperlambat konduksi AV; dan mengurangi efek
inotropik digoksin.
1.10.Antiaritmia
Antiaritmia yang digunakan pada gagal jantung hanyalah -
bloker dan amiodaron. -bloker mengurangi kematian mendadak
pada gagal jantung. Penggunaan -bloker pada gagal jantung
dapat dilihat pada butir 2.5.
Amiodaron digunakan pada gagal jantung hanya jika disertai
dengan fibrilasi atrial dan dikehendaki ritme sinus. Amiodaron
adalah satu-satunya obat antiaritmia yang tidak disertai dengan
efek inotropik negatif.
2.Obat Antiaritmia
2.1. Kelas I
2.1.1. IA
Mekanisme Kerja : Menghambat arus masuk ion NA + dengan
cara depresi sedang fase 0 dan konduksi lambat (2+),
memnajangkan repolarisasi.
A. Kuinidin
a. Farmakokinetik
Bila diberikan per oral, kuinidin sulfat diabsorpsi dengan
cepat. kadar puncak dalam plasma tercapai dalam waktu 60-90
menit, namun penyerapan kuinidin kadar puncak dalam
plasmanya baru tercapai setelah 3-4 jam. Dapat juga diberikan
secara intramuscular, namun menimbulkan rasa sakit pada
tempat penyuntikan dan meningkatkan kreatin kinase plasma.
Obat ini didistribusikan dengan cepat hampir ke semua jaringan
kecuali ke otak. Kuinidin sebagian besar dimetabolisme di hati,
kira-kira 20% senyawaan asal diekskresikan lewat urin. Waktu
paruhnya adalah 6 jam. Kuinidin difiltrasi diglomeruli dan
diekskresi oleh tubuli proksimal.
b. Dosis
Dosis oral biasanya 200-300 mg yang diberikan 3 atau 4
kali sehari. Selama terapi pemeliharaan, kuinidin biasanya
mencapai kadar mantap dalam waktu 24 jam dan kadar dalam
plasma akan berfluktuasi kurang dari 50% diantara 2 dosis.
c. Indikasi
Untuk pasien dengan kontraksi atrium dan ventrikel
prematur atau terapi pemeliharaan. Sedangkan dosis yang lebih
tinggi terbatas untuk takikardia vebtrikel proksismal.
d. Kontraindikasi
Tidak digunakan untuk pengobatan takikardia ventrikulat
menetap dan aritmia yang disebabkan digitalis.
e. Efek Samping
Efek toksik kardiovaskular, pada kadar obat yang tinggi,
efek toksik terhadap jantung menjadi berat, sehingga dapat
menyebabkan blokade atau henti SA, blokade AV derajat tinggi,
aritmia ventrikel atau asistol. Selain itu juga dapat
menyebabkan takikardia ventrikel pleomorfik pada individu
yang sensitif pada kadar kuinidin yang rendah atau dalam
rentang kadar terapi. Kadang-kadang menyebabkan sinkop
atau kematian mendadak. Efek antikolinergik menyebabkan
pasien fibrilasi atau flutter atrium, kuinidin juga dapat
menyebabkan hipotensi terutama bila diberikan secara
intravena. Kemungkinan emboli juga bisa terjadi setelah
perubahan fibrilasi atrium ke irama sinus. Efek samping lain
dapat menimbulkan cinchonism ringan yang gejalanya meliputi
tinitus, penglihatan kabur, tuli keluhan saluran pencernaan.
Pada keracunan berat dapat timbul sakit kepala diplopia
fotofobia, perubahan persepsi warna, disertai gejala bingung,
delirium, psikosis. Kulit terasa panas dan merah, mual, muntah,
diare dan nyeri abdominal. Pada hipersensitivitas kuinidin juga
dapat terjadi trombositopenia.
B. Prokainamid
a. Farmakokinetik
Diberikan per oral diabsorpsi dengan cepat dan hampir
sempurna dalam waktu 45-70 menit setelah minum kapsul tapi
sedikit lebih lambat bila diminum dalam bentuk tablet. Obat ini
didistribusikan dengan cepat hampir ke semua jaringan kecuali
ke otak. Prokinamid dieliminasi melalui ekskresi ginjal dan
metabolisme di hati. Sampai sekitar 70% dari dosis prokinamid
dieliminasi dalam bentuk yang tak berubah dalam urin. Waktu
paruh eliminasi pendek (3 jam pada orang nrmal, 5-8 jam pada
pasien penyakit jantung).
b. Dosis
Prokinamid hidroklorida ( Pronestyl) tersedia dalam
bentuk tablet dan kapsul (250-500 mg) dan tablet lepas lambat
(250-1000 mg). Bila diberikan secara intramuskular atau
intravena berisi 100 atau 500 mg/mL.
c. Indikasi
Untuk pengobatan jangka pendek atau jangka panjang
aritmia supraventrikel dan ventrikel, untuk pengobatan
takikardia supraventrikel ke proksimal (PSVT). Selain itu juga
dapat digunakan untuk pencegahan fibrilasi ventrikel.
d. Kontraindikasi
Tidak digunakan untuk pengobatan takikardia ventrikulat
menetap dan aritmia yang disebabkan digitalis.
e. Efek Samping
Efek samping kardiovaskular mirip seperti kuinidin. Bila
diberikan intravena dapat menyebabkan hipotensi. Selain itu
bila diberikan peroral dapat menyebabkan anoreksia, mual,
muntah, diare. Efek samping SSP dapat menyebabkan
pusing,psikosis, halusinasi, dan depresi. Dalam beberapa
minggu dpaat terjadi agranulositosis diikuti infeksi fetal, kelhan
nyeri tenggorokan. Mialgia, angioedema, rash, vaskuliti jari,
Prokinamid juga dapat menyebabkan gejala menyerupai lupus
eritematosus sistemik (SLE). Yang paling berat dapat terjadi
perdarahan perikardial yang disertai tamponade.
C. Disopiramid
a. Farmakokinetik
Sekitar 90% dosis oral diabsorpsi dalam waktu 1-2 jam
setelah diminum. Sebagian kecil mengalai metabolisme lintas
pertama di hati. Sekitar 50% dosis disopiramid diekskresikan
oleh ginjal dalam keadaan utuh, 20% dalam bentuk metabolit
dealkilasi, dan 10% dalam bentuk lain. Waktu paruh eliminasi
adlah 5-7 jam, dan nilai ini memanjang pada gagal ginjal yang
dapat mencapai 20 jam atau lebih.
b. Dosis
Tersedia dalam bentuk tablet (100-150 mg basa). Dosis
total harian adalah 400-800 mg yang pemberiannya terbagi atas
4 dosis.
c. Indikasi
Untuk pengobatan jangka pendek atau jangka panjang
aritmia supraventrikel dan ventrikel, untuk pengobatan
takikardia supraventrikel ke proksimal (PSVT). Selain itu juga
dapat digunakan untuk pencegahan fibrilasi ventrikel.
d. Kontraindikasi
Tidak digunakan untuk pengobatan takikardia ventrikular
menetap dan aritmia yang disebabkan digitalis.
e. Efek Samping
Efek samping antikolinergik berupa mulut kering,
konstipasi, penglihatan kabur, dan hambatan miksi. Selain itu
juga dapat menyebabkan mual, nyeri abdomen, muntah atau
diare. Efek kardiovaskular lebih menonjol dibanding obat kelas
IA lain, tekanan darah biasanya meningkat sementara setelah
pemberian secara intravena.
2.1.2. IB
Mekanisme kerja : Mengubah sedikit depolarisasi fase 0 dan
memperlambat konduksi (0-1+). Mempersingkat repolarisasi.
A. Lidokain
a. Farmakokinetik
Walaupun lidokain diserap dengan baik setelah pemberian
peroral, obat ini mengalami metabolism yang ekstensif sewaktu
melewati hati dan hanya 1/3 yang dapat mencapai sirkulasi
sistemik. Obat ini hampir sempurna diserap setelah pemberian
intramuscular. Waktu paruh eliminasi sekitar 100 menit.
b. Dosis
Tersedia untuk pemberian intravena dalam larutan infus,
diberikan dosis 0,7 1,4 mg/kgBB. Dosis berikutnya diperlukan
5 menit kemudian, tetapi jumlahnya tak lebih dari 200-300 mg
dalam waktu 1 jam.
c. Efek Samping
Pada kadar plasma mendekati 5 g/ml. gejala SSP seperti
disosiasi, parestesia, mengantuk dan agitasi, tidak terlihat. Pada
dosis lebih tinggi, menyebabkan pendengaran berkurang,
disorientasi, kedutan otot, kejang, dan henti napas.
B. Meksiletin
a. Farmakokinetik
Pada pemberian peroral, meksiletin diabsorpsi dengan
baik dan bioavailabilitas sistemiknya adalah sekitar 90%. Obat
ini dieliminasi melalui metabolism hati, sekitar 10% dosis
ditemui dalam bentuk yang tak berubah dalam urin. Waktu
paruhnya sekitar 10 jam.
b. Dosis
Tersedia dalam kapsul 150, 200, dan 250 mg. Dosis oral
biasa 200-300 mg (maksimal 400 mg) yang diberikan tiap 8 jam
dengan makanan atau antacid.
c. Efek Samping
Pusing, ringan kepala dan tremor, mual, muntah, dan
anoreksia.
C. Fenitoin
a. Farmakokinetik
Absorpsi setelah suntikan intramuscular lambat dan tak
sempurna. Setelah pemberian intravena, fenitoin disebar
dengan cepat ke jaringan. Obat ini dieliminasi melalui
hidroksilasi di hati, karenanya waktu paruh eliminasi
tergantung dosis.
b. Dosis
Dapat diberikan secara peroral atau intravena secara
intermiten. Rancangan waktu untuk suntikan intravena
intermiten adalah 100 mg yang diberikan tiap 5 menit sampai
aritmia terkendali. Pengobatan peroral hari pertama diberi 15
mg/kgBB, hari kedua 7,5 mg/kgBB, dan selanjutnya diberi dosis
pemeliharaan 4-6 mg/kgBB.
c. Efek Samping
Mengantuk, nistagmus, vertigo, ataksia, dan mual.
D. Tokainid
a. Farmakokinetik
Tokanoid diabsorpsi dengan sempurna setelah pemberian
peroral, kadar puncak dalam plasma muncul dalam waktu 1-2
jam. Sekitar 40% diekskresi dalam urin dalam bentuk utuh.
Waktu paruh dalam plasma adalah 11-15 jam dan nilai ini naik
dua kali lipat pada pasien gagal ginjal atau gagal hari.
b. Dosis
Tersedia tablet 400 mg dan 600 mg. Dosis oral biasanya
400-600 mg tiap 8 jam, tak boleh melebihi 2.400 mg/hari.
c. Efek Samping
Pusing, ringan kepala dan tremor, mual, muntah, dan
anoreksia.
2.1.3. IC
Mekanisme kerja : Berafinitas tinggi terhadap kanal Na + dengan
depresi kuat pada fase 0, konduksi lambat (3+-4+), efek ringan
terhadap repolarisasi.
A. Enkainid
a. Farmakokinetik
Enkainid diabsorpsi hampir sempurna setelah pemberian
peroral, tetapi bioavailabilitasnya turun menjadi 30% melalui
metabolism lintas pertama di hati. Kadar puncak dalam plasma
tercapai dalam waktu 30-90 menit. Enkainid memiliki waktu
paruh 2-3 jam. Diperlukan 3-5 hari untuk menilai pada setiap
pemberian dosis tertentu efek farmakologik dan metabolitnya.
b. Dosis
Tersedia untuk pemberian peroral sebagai kapsul 25, 35,
dan 50 mg. Dosis awal adalah 25 mg, diberikan 3x sehari. Dosis
dapat dinaikan tiap 3-5 hari hingga 4x 50 mg/hari.
c. Kontraindikasi
Aritmia ventrikel benigna atau belum menjadi maligna.
d. Efek Samping
Meningkatkan resiko kematian mendadak dan henti
jantung pada pasien yang pernah mengalami infark miokard dan
aritmia ventrikel asimptomatik. Menyebabkan gangguan
penglihatan pada 10-15% pasien, granulositopenia dan SLE.
B. Flekainid
a. Farmakokinetik
Flekainid dimetabolisme oleh hati, sekitar 40%
diekskresikan dalam urin dalam bentuk tak berubah. Waktu
paruh eliminasi rata-rata 11 jam.
b. Dosis
Tersedia untuk pemberian peroral sebagai tablet 50, 100,
dan 150 mg. Dosis awal adalah 2 kali 100 mg/hari. Dosis dapat
dinaikan tiap 4 hari dengan menambahkan 100 mg/hari yang
diberikan 2 atau 3 kali sehari.
c. Kontraindikasi
Aritmia ventrikel benigna atau belum menjadi maligna.
d. Efek Samping
Meningkatkan resiko kematian mendadak dan henti
jantung pada pasien yang pernah mengalami infark miokard dan
aritmia ventrikel asimptomatik. Menyebabkan gangguan
penglihatan pada 10-15% pasien, granulositopenia dan SLE.
2.2. Kelas II
A. Propanolol
a. Efek elektrofisiologik: meningkatkan arus masuk ion K+ di
serabut Purkinje dan menekan arus masuk ion Na+. Propanolol
memblok adrenoseptor-1 dan 2, berefek anestetik lokal, tidak
memperlihatkan aktivitas simpatomimetik intrinsik.
b. Automatisitas: arus masuk ion K+ menurunkan automatisitas.
c. Kesigapan dan konduksi: kadar 1.000-3.000 ng/ml menekan
kesigapan membrane serabut Purkinje. Respon premature yang
beramplitudo rendah ditiadakan oleh propanolol.
d. Lama potensial aksi dan refractoriness: meningkatkan masa
refrakter.
e. Absorpsi: per oral, diabsorpsi sangat baik.
f. Distribusi: bioavailabilitas 25%.
g. Metabolisme: metabolisme tingkat pertama menurunkan
bioavailabilitas menjadi 25%. Waktu paruh 4 jam.
h. Ekskresi: eliminasi berkurang bila aliran darah ke hati menurun.
Propanolol dapat menurunkan eliminasi sendiri dengan
menurunkan curah jantung dan aliran darah ke hati.
i. Dosis: oral 30-320 mg/hari (bagi yang sensitif) atau 1.000 mg/hari
(beberapa aritmia ventrikel). Intravena 1-3 mg (darurat, bias
diulangi setelah beberapa menit bila perlu).
j. Cara pemberian: oral 3-4 kali sehari.
k. Indikasi: takiaritmia supraventrikel seperti fibrilasi atrium, flutter
atrium, takikardia supraventrikel paroksismal, pencegahan
aritmia oleh gerak badan dan emosi (8-160 mg/hari), penyakit
jantung iskemik, aritmia ventrikel (500-1.000 mg/hari)
B. Asebutolol
a. Efek elektrofisiologik: asebutolol merupakan antagonis
adrenoseptor-1. Asebutolol memperlihatkan aktivitas
simpatomimetik intrinsik dan stabilisasi membran.
b. Lama potensial aksi dan refractoriness: meningkatkan masa
refrakter.
c. Kesigapan dan konduksi: menyerupai kuinidin.
d. Absorpsi: per oral, diabsorpsi baik.
e. Distribusi: bioavailabilitas kurang dari 50%.
f. Metabolisme: metabolit utamanya adalah N-asetil asebutolo
(diasetolol). Waktu paruh asebutolol: 3 jam. Waktu paruh
diasetolol: 8-12 jam.
g. Ekskresi: oleh ginjal melalui urin.
h. Dosis: awal 2 x 200 mg, dinaikan perlahan hingga 600-1.200 mg.
i. Cara pemberian: oral, terbagi dalam 2 dosis.
j. Indikasi: kompleks premature ventrikel.
C. Esmolol
a. Efek elektrofisiologik: esmolol merupakan antagonis
adrenoseptor-1. Esmolol tidak memperlihatkan aktivitas
simpatomimetik intrinsic dan stabilisasi membran.
b. Lama potensial aksi dan refractoriness: meningkatkan masa
refrakter.
c. Absorpsi: hanya intravena.
d. Distribusi: waktu paruh 2 menit.
e. Metabolisme: ikatan ester dihidrolisis dalam darah dengan cepat
oleh esterase sel darah merah. Metabolit esmolol tidak aktif.
Waktu paruh: 8 menit.
f. Ekskresi: melalui urin.
g. Cara pemberian: intravena.
h. Indikasi: pengobatan jangka pendek mengontrol fibrilasi dan
flutter atrium pasca bedah dan keadaan gawat yang memerlukan
obat dengan masa kerja singkat seperti takikardia
supraventrikuler.
PENGGUNAAN TERAPI
EFEK SAMPING
INTERAKSI OBAT
2.4. Kelas IV
PENGGUNAAN TERAPI
Verapamil telah menjadi obat pilihan pertama untuk pengobatan
serangan akut takikardia supraventrikuler paroksismal yang
disebabkan oleh arus balik pada nodus AV atau karena anomali
hubungan nodus AV. Pemberian Verapamil via IV dengan dosis 75g/mL
memperlambat respon ventrikel sebanyak 30% pada pasien fibrilasi
atrium.
EFEK SAMPING
INTERAKSI OBAT
3.Obat Antihipertensi
3.1. Diuretik
Diuretik bekerja meningkatkan ekskresi natrium, air & klorida
sehingga menurunkan volume darah dan cairan ekstraseluler.
Selain mekanisme tersebut, beberapa diuretik juga menurunkan
resistensi perifer sehingga menambah efek hipotensinya.
GOLONGAN TIAZID
Golongan obat : hidroklorotiazid, bendroflumetiazid, klorotiazid
dan diuretik lain yang memiliki gugus aryl-sulfonamida
(indapamid dan klortalidon)
ADRENOLITIK SENTRAL
1. METILDOPA
Mekanisme kerja : dalam SSp menggantikan kedudukan DOPA
dalam sintesis katekolamin denga hasil akhir -metilnorepinefrin.
Stimulasi reseptor -2 di sentral mengurangi sinyal simpatis ke
perifer.
Indikasi : obat antihipertensi tahap kedua, efektif bila
dikombinasikan dengan diuretik. Dapat digunakan untuk
pengobatan hipertensi pada kehamilan.
Farmakokinetik : absorpsi melalui saluran cerna bervariasi dan
tidak lengkap. Bioavailabilitas oral rata-rata 20-50% diekskresi
melalui urim dalam konjugasi dengan sulfat dan 25% dalam bentuk
utuh. Pada insufisiensi ginjal terjadi akumulasi obat dan
metabolitnya. Waktu paruh obat sekitar 2 jam, tapi efek puncak
tercapai setelah 6-8 jam pemberian oral atau i.v., dan efektifitas
berlangsung sampai 24 jam. Perlambatan efek ini nampaknya
berkaitan dengan proses transport ke SSP, konversinya menjadi
metabolit aktif dan eliminasi yang lambat dari jaringan otak.
Efek samping : yang paling sering sedasi, hipotensi postural,
pusing, mulut kering dan sakit kepala. Depresi, gangguan tidur,
impotensi, kecemasan, penglihatan kabur, dan hidung tersumbat.
Jarang jarang terjadi anemia, hemolitik autoimun,
trombositopenia, leukopenia, demam obat (drug fever) dan sindrom
seperti lupus (lupus-like syndrome). Pemberhentian mendadak
dapat menimbulkan peningkatan TD mendadak (fenomena
rebound)
2. KLONIDIN
Bekerja pada reseptor -2 di susunan saraf pusat dengan efek
penurunan simpathetic outflow. Efek hipotensif klonidin terjadi karena
penurunan resistensi perifer dan curah jantung. Penurunan tonus
simpatis menyebabkan penurunan kontraktilitas miokard dan
frekuensi denyut jantung.
Farmakokinetik : absorpsi oral berlangsung cepat dan lengkap
dengan bioavailabilitas mencapai 95%. Dapat pula diberikan
transdermal dengan kadar plasma setara dengan pemberian
peroral. Farmakokinetiknya bersifat non linier dengan waktu paru
6 jam sampai 13 jam. Kira-kira 50% klonidin dieleminasi dalam
bentuk utuh melalui urin. Kadar plasma meningkat pada gangguan
fungsi ginjal atau pada usia lanjut.
Indikasi : sebagai obat ke-2 atau ke-3 bila penurunan diuretik
belum optimal. Untuk beberapa hipertensi darurat. Untuk
diagnosik feokromositoma.
Efek samping :
- Mulut kering dan sedasi setelah beberapa minggu pengobatan.
Kira-kira 10% pasien menghentikan pengobatan karena
menetapnya gejala sedasi, pusing, mulut kering, mual atau
impotensi. Gejala ortosatatik kadang-kadang terjadi terutama bila
ada deplesi cairan. Efek central berupa mimpi buruk, insomnia,
cemas dan depresi.
- Reaksi putus obat sering terjadi pada penghentian mendadak.
Ditandai dengan rasa gugup, tremor, sakit kepala, nyeri abdomen,
takikardia, berkeringat, akibat aktivasi simpatis yang berlebihan.
1. RESERPIN
Mekanisme kerja: menghambat sistem saraf simpatis
Farmakodinamik : reserpin teriket kuat pada vesikel di ujung saraf
sentral dan perifer dan menghambat proses penyimpanan (uptake)
katekolamin (epinefrin dan norepinefrin) ke dalam vesikel.
Selanjutnya katekolamin di pecah oleh enzim monoamin oksidase
di sitoplasma. Proses yang sama juga terjadi untuk 5-
hidroksitriptamin (serotonin).
Kontraindikasi : reserpin tidak dianjurkan dengan riwayat depresi.
Efek samping : SSP, bersifat sentral seperti letargi, mimpi buruk,
depresi mental. mengakibatkan penurunan curah jantung dan
resistensi perifer. Pada sistem kardiovaskular dapat terjadi
bradikardia, hipotensi ortostatik. Efek samping lain, kongesti nasal,
hiperasiditas lambung dan eksaserbasi ulkus peptikum, muntah.
Gangguan fungsi seksual (penurunan libido, impotensi dan
gangguan ejakulasi). Meningkatkan motilitas dan tonus saluran
pencernaan sehingga tidak boleh diberikan pada pasien kolitis
ulseratif.
2. GUANETEDIN DAN GUANADREL
Mekanisme kerja: bekerja pada neuron adrenergik perifer. Obat ini
di transport secara aktif ke dalam vesikel saraf dan menggeser
norepinefrin ke luar vesikel. Guanetedin diberikan secara intravena
dalam dosis besar, guanetedin akang menggeser noreprinefrin dari
vesikel dalam jumlah yang cukup untuk menyebabkan peningkatan
tekanan darah. Hal ini tidak terjadi pada pemberian oral, karena
penggeseran noreprinefrin terjadi perlahan-lahan dan mengalami
degradasi oleh monoamin oksidase sebelum mencapai sel sasaran.
Guanetedin menurunkan tekanan darah dengan cara menurunkan
curah jantung dan resistensi perifer. Efek venodilator yang kuat
dari obat ini disertai terhambatnya reflek kompensasi simpatis.
Indikasi : guanetedin digunakan untuk hipertensi berat yang tidak
responsif dengan obat lain.
Efek samping : hipotensi ortostatik atau diare
Guanadrel mempunyai mekanisme kerja, efek farmakodinamik dan
efek samping yang mirip dengan guanetedin, tapi lebih jarang
menimbulkan diare.
PENGHAMBAT GANGLION
1. Trimetafan
Indikasi : hipertensi darurat terutama aneurisma aorta disekan
akut, menghasilkan hipotensi yang terkendali seama operasi besar.
Efek samping : ileus paralitik dan paralisis kandung kemih, mulut
kering, penglihatan kabur dan hipotensi ortostatik. Selain itu
trimetafan dapat menyebabkan pembebasan histamin dari sel mast
sehingga dapat menimbulkan reaksi alergi.
3.3. Vasodilatasor
Hidralazin, minoksidil dan diazoksid
HIDRALAZIN
Mekanisme kerja : bekerja langsung merelaksasi oto polos arteriol.
Sedangkan otot polos vena hampir tidak dipengaruhi. Vasodilatasi
yang kuat berupa peningkatan kekuatan dan frekuensi denyut
jantung, peningkatan renin dan noreprinefrin plasma.
Indikasi : untuk hipertensi darurat seperti pada glomerulonefritis
akut dan eklampsia
Farmakokinetik : diabsorpsi baik melalui saluran cerna, tapi
bioavailabilitasnya relatif rendah karena adanya metabolisme lintas
pertama yang besar. Pada asetilator lambat dicapai kadar plasma
yang lebih tinggi, dengan efek hipotensi berlebihan dan efek
samping yang lebih sering.
Kontraindikasi : hipertensi dengan PJK dan tidak dianjurka pada
pasien diatas 40 tahun.
Efek samping : sakit kepala, mual, flushing, hipotensi, takikardia,
palpitasi angina pektoris. Iskemik miokard dapat terjadi pada
pasien PJK. Pemberhentian obat dapat terjadi setelah terapi lama
(6 bulan lebih) berupa demam, artralgia, splenomegali, sel E positif
di darah perifer. Efek samping lain neuritis perifer, diskrasia darah,
hepatotoksisitas dan kolangitis akut
MONOKSIDIL
Mekanisme kerja : bekerja dengan membuka kanal kalium sensitif
ATP (ATP-dependent potassium channel) dengan akibat terjadinya
refluks kalium dan hiperporalisasi membran yang diikuti oleh
relaksasi otot polos pembuluh darah dan vasodilatasi. Efeknya
lebih kuat pada arteriol daripada vena. Obat ini menurunkan
tekanan sistol dan diastol yang sebanding dengan tingginya
tekanan darah awal. Efek hipotensifnya minimal pada subjek yang
normotensif.
Farmakokinetik : diserap baik pad pemberian oral. Bioavailabilitas
mencapai 90% dan kadar puncak plasma tercapai dalam 1 jam.
Obat ini merupakan prodrug yang harus mengalami penambahan
gugus sulfat sebelum aktif sebagai vasolidator. Kadar plasma tidak
berkolerasi langsung dengan efek terapi. Waktu paruh 3-4 jam, tapi
efek terapi bertahan sampai 24 jam atau lebih. Metabolisme terjadi
di hati dengan cara konjugasi dengan glukuronida. Ekskersi
melalui urin, 20% terutama tidak berubah.
Indikasi : hipertensi berat akselerasi atau maligna dan pada pasien
dengan gagal ginjal lanjut.
Efek samping : retensi cairan dan garam, efek samping
kardiovaskular karena refleks simpatis dan hipertrikosis. Selain itu
terjadi gangguan toleransi glukosa dengan tendensi hiperglikemi;
sakit kepala, mual, erupsi obat, rasa leleh dan rasa nyeri tekan di
dada.
DIASOKZID
Obat ini merupakan derivat benzotiadiazid dengan struktur mirip
tiazid, tapi tidak memiliki efek diuresis.
Mekanisme kerja, farmakodinamik dan efek samping diasokzid mirip
dengan minoksidil.
Indikasi : diberikan secara intravena untuk mengatasi hipertensi
darurat. Hipertensi maligna, hipertensi ensefalopati, hipertensi
berat pada glomerulonefritis akut dan kronik.
Efek samping : retensi cairan dan hiperglikemi. Relaksasi uterus
sehingga dapat menggangu proses kelahiran bila digunakan pada
eklampsia. Jangka panjang juga dapat terjadi hipertrikosis.
NATRIUM NITROPRUSID
Mekanisme kerja: merupakan donor NO yang bekerja mengaktifkan
guanilat siklase dan meningkatka konversi GTP ,menjadi GMP-siklik
pada otot polos pembuluh darah. Selanjutnya terjadi penurunan
pembuluh kalsium intrasel dengan efek akhir vasodilatasi arteriol dan
venula.dnyut jantung karena reflek simpatis.
Indikasi : Efektif untuk mengatasi hipertensi darurat apapun
penyebabnya.
Efek samping : hipotensi, efek toksik perubahan konversi nitropusid
menjadi sianida dan tiosianat . dapat juga terjadi methemoglobinemia
dan asidosis. Hipertensi rebound.
1. Nitrat Organik
Mekanisme Kerja
Nitrat organikmerupakan pro drug yaitu menjadi aktif setelah
dimetabolisme dan mengeluarkan nitrogen monoksida (NO).
Biotransformasi nitrat organik yang berlangsung intraseluler
dipengaruhi oleh adanya reduktase ekstrasel dan reduced tiol
(glutation) intrasel. NO akan membentuk kompleks nitrosoheme
dengan guanilat siklase dan menstimulasi enzim ini sehingga kadar
cGMP meningkat. Selanjutnya cGMP akan menyebabkan defosforilasi
miosin, sehingga terjadi relaksasi otot polos. Efek vasodilatasi
pertama inni bersifat non-endothelium-dependent.
Mekanisme kedua nitrat organik adalah sifat endothelium-dependent,
dimana akibat pemberian obat ini akan dilepaskan prostasiklin (PGI 2)
dari endothelium yang bersifat vasodilator. Pada keeadaan dimana
endothelium mengalami kerusakan seperti aterosklerosis dan iskemia,
efek inni hilang.
Atas dasar kedua hal ini, nitrat organik dapat menimbulkan
vasodilatasi dan mempunyai efek antiagregasi trombosit.
Farmakokinetik
Nitrat organik diabsorpsi dengan baik lewat kulit, mukosa sublingual
dan oral. Metabolisme obat dilakukan oleh nitrat reduktase dalam hati
yang mengubah nitrat organik larut lemak menjadi metabolitnya yang
larut air yang tidak aktif atau memiliki efek vasodilatasi lemah. Efek
lintas pertama dalam hati ini menyebabkan bioavailabilitas nitrat
organik oral sangat kecil (nirtogliserin dan isosorbid dinitrat <20%).
Oleh karena itu, untuk meningkatkan kadar obat dalam darah secara
cepat, serangan akut angina diatasi dengan preparat sublingual. Pada
pemberian sublingual, kadar puncak plasma nitrogliserin tercapai
dalam 4 menit, waktu paruh 1-3 menit. Metabolit dinitrat nya yang
mempunyai efek vasodilatasi 10x kurang kuat, mempunyai waktu
paruh kira-kira 40 menit. Pemberian preparat inhalasi diabsoprsi lebih
cepat dan seperti preparat sublingual menghindari efek metabolisme
lintas pertama di hati.
Farmakodinamik
Efek Kardiovaskular: nitrat organik menurunkan kebutuhan dan
meningkatkan suplai oksigen dengan cara mempengaruhi tonus
vaskular. Nitrat organik menimbulkan vasodilatasi semua sistem
vaskular. Pada dosis rendah nitrat menimbulkan venodilatasi sehingga
terjadi pengumpulan darah pada vena perifer dan dalam splanknikus.
Venous pooling ini meyebabkan berkurangnya alir balik darah ke
dalam jantung, sehingga tekanan pengisian ventrikel kiri dan kanan
(preload) menurun. Dengan cara ini, maka kebutuhan oksigen
miokard akan menurun.
Tekanan vaskular paru menurun dan ukuran jantung mengecil.
Karena kapasitas vena meningkat, maka dapat terjadi hipotensi
ortostatik, dan sinkop. Dilatasi arteriol temporal dan meningeal
menimbulkan kemerahan di muka (flushing) dan sakit kepala
berdenyut. Pada dosis yang lebih tinggi, selain vena, nitrat organik
jugan menimbulkan dilatasi arteriol perifer sehingga tekanan darah
sistolik dan diastolik menurun (afterload). Nitrat organik
menyebabkan dilatasi pembuluh darah koroner yang besar di daerah
epikardial maka redistribusi aliran darah pada daerah iskemik mejadi
lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya. Dengan cara ini, nitrat
oksigen menurunkan kebutuhan oksigen otot jantung melalui
venodilatasi, menurunnya volume ventrikel dan curah jantung
sehingga beban hulu (preload) dan beban hilir (afterload) berkurang.
Suplai oksigen meningkat karena perbaikan aliran darah miokard ke
daerah iskemik dan karena berkurangnya beban hulu sehingga
perfusi subendokard membaik.
Efek lain: Nitrovasodilator menimbulkan relaksasi oto polos bronkus,
saluran empedu, saluran cerna dan saluran kemih. Tetapi karena
efeknya hanya selintas, maka tidak bermakna secara klinis.
Peningkatan cGMP oleh nitrat organik dapat menurunkan agregasi
trombosit tetapi jumlah studi prospektif tidak menunjukkan manfaat
dalam meningkatkan survival pasien dengan infark jantung akut.
Indikasi
Angina pektoris
Infark jantung
Gagal jantung kongestif
Kontraindikasi
Pasien yang mendapat sildenafil
Dosis
Lama
Sediaan Dosis Interval
Kerja
Efek Samping
Umumnya berhubungan dengan efek vasodilatasinya. Pada awal
terapi sering ditemukan sakit kepala, flushing karena dilatasi arteri
serebral. Dapat pula terjadi hipotensi postural. Bila hipotensi berat
terjadi bersama refleks takikardi, hal ini dapat memperburuk angina.
Nirtat organik terutama pentaeritrol tetranitrat dapat menimbulkan
rash.
Indikasi
Pengobatan serangan angina tidak stabil
Infark jantung
Angina stabil kronik
Kontraindikasi
Hipotensi
Bradikardia simptomatik
Blok AV derajat 2-3
Gagal janntung kongestif
Eksaserbasi seranngan asma
Diabetes melitus dengan episode hipoglikemi
Efek Samping
Terhadap sistem saraf otonom: menurunkan konduksi dan kontraksi
jantung sehingga dapat terjadi bradikardia dan blok AV.
-bloker dapat memperburuk penyakir Raynaud.
-bloker dapat mencetuskan bronkospasme peda pasien dengan
penyakit paru.
-bloker dapat menurunkan kadar HDL dan meningkatkan
trigliserida.
dosis frekuensi/
Obat
(mg) hari
nifedipin 10 3-4x
mg
nifedipin (long
acting) 30-60 1x
2.5-
amlodipin 10 1x
2.5-
felodipin 20 1x
2.5-
isradipin 10 2x
20-30
nicardipin mg 1x
60-
120m
nicardipin SR g 2x
Okt-
nisoldipin 40 1x
80-
320
verapamil mg 2-3x
90-
diltiazem 180 3x
120-
diltiazem SR 540 1x
240-
verapamil SR 480 1-2x
Efek Samping
Efek samping yang ditimbulkan salah satu nya adalah vasodilatasi
berlebihan. Gejala yang tampak berupa pusing, sakit kepala,
hipotensi, reflex takikardia, flushing, mual, muntah, edema perifer,
batuk, edema paru, dll. Verapamil lebih sering menimbulkan
konstipasi dan hiperplasia gingiva. Kadang terjadi rash, somnolen dan
kenaikan enzim hati.
4. Terapi Kombinasi
Tujuan terapi kombinasi adalah meningkatkan efektivitasdan
mengurangi efek samping. Tetapi perlu diingat, bahwa kombinasi terutama
3 obat yang digunakan sekaligus, dapat menimbulkan bahaya efek samping
yang lebih nyata.
Nitrat organik dan -bloker
Kombinasi ini meningkatkan aktivitas terapi pada angina stabil
kronik. -bloker menghambat refleks takikardia dan inotropik positif
oleh nitrat organik, sedangkan nitrat organik dapat mengurangi
kenaikan volume diastolik dapat mengurangi kenaikan volume
diastolik akhir ventrikular kiri akibat -bloker dengan cara
menimbulkan venous pooling. Nitrat organik juga mengurangi
kenaikan resitensi koroner yang disebabkan oleh -bloker.
Penghambat kanal kalsium dan -bloker
Bila efek nitrat organik atau -bloker kurang memadai, maka kadang
perlu ditambahkan penghambat kanal kalsium, terutama bila
terdapat vasospasme koroner. Sebalikya refleks takikardia yang
terjadi karena penghambat kanal kalsium dapat dikurangi oleh -
bloker.
Penghambat kanal kalsium dan nitrat organik
Kombinasi ini bersifat aditif, karena penghambat kalsium
mengurangibeban hilir, sedangkan nitrat organik mengurangi beban
hulu.
Kombinasi penghambat kanal kalsium, -bloker dan nitrat organik
Digunakan apabila serangan angina tidak membaik pada pemberian
kombinasi 2 macam antiangina, maka dapat diberikan kombinasi 3
jenis obat. Tetapi kejadian efek samping akan meningkat secara
bermakna.
5.Hipolipidemik
1. ASAM FIBRAT
FARMAKODINAMIK
Bekerja dengan cara berikatan dengan reseptor peroxisome
proliferator activated receptors (PPARs) yang mengatur transkripi
gen. Akibat interaksi obat ini dengen PPAR isotipe (PPAR) maka
terjadilah peningkatan oksidasi asam lemak, sintesis LPL dan
penurunan ekspresi Apo C-III. Peninggian kadar LPL meningkatkan
klirens lipoprotein yang kaya trigliserida. Penurunan produksi Apo C-
III hati akan menurunkan VLDL. HDL meningkat secara moderat
karena peningkatan ekspresi Apo A-I dan Apo A-II. Pada umumnya
LDL hanya sedikit menurun. Pada pasien terutama dengan
hipertrigliseridemia, kadar LDL seringkali meningkat bersamaan
dengan menurunnya kadar trigliserida oleh gemfibrozil. Penurunan
LDL diduga disebebkan karena meningkatnya jumlah reseptor LDL
karena peningkatan produksi SREBP-1 (Sterol Regulatory Element
Binding Proteins-1) hati diinduksi oleh PPAR.
FARMAKOKINETIK
Semua derivat asam fibrat diabsorpsi lewat usus secara cepat dan
lengkap (>90%) terutama bila diberikan bersama makanan.
Pemecahan ikatan ester terjadi sewaktu absorpsi dan kadar puncak
plasma tercapai dalam 1-4 jam. Lebih dari 95% obat terikat pada
protein, terutama albumin. Waktu paruh fibrat bervariasi: gemfibrozil
dapat menembus sawar plasenta. Hasil metabolisme asam fibrat
diekskresi dalam urin (60%) dalam bentuk glukuronid dan 25% lewat
tinja.
INDIKASI
Merupakan obat pilihan utama pada pasien hiperlipoproteinemia tipe
III dan hipertrigliseridemia berat (kadar trigliseridemia >1000
mg/dL).
KONTRAINDIKASI
Pasien dengan gangguan hati dan ginjal, pada wanita hamil dan masa
menyusui.
DOSIS
Klofibrat tersedia sebagai kapsul 500 mg. Diberikan 2-4 kali sehari
dengan dosis total sampai 2 g. Dosis obat harus dikurangi pada pasien
hemodialisis. Fenofibrat diberikan tunggal 200-400 mg/hari.
Bezafibrat diberikan 1-3 kali 200 mg sehari. Gemfibrozil biasanya
diberikan 600 mg 2 x sehari jam sebelumnya makan pagi dan
makan malam.
EFEK SAMPING
Efek samping yang paling sering ditemukan adalah gangguan saluran
cerna (mual, mencret, perut kembung, dll) yang terjadi pada 10%
pasien. Efek samping lain yang dapat terjadi adalah ruam kulit,
alopesia, impotensi, leukopenia, anemia, berat badan bertambah,
gangguan irama jantung, dll. Derivat asam fibrat kadang-kadang
menyebabkan peningkatan CPK dan transaminase disertai miositis
(flu-like myositis); CPK dan transaminase dapat juga meningkat tanpa
gejala miositis. Risiko miositis meningkat bila digunakan bersama
statin.
2. RESIN
FARMAKODINAMIK
Resin menurunkan kadar kolesterol dengan cara mengikat asam
empedu dalam saluran cerna, mengganggu sirkulasi enterohepatik
sehingga ekskresi steroid yang bersifat asam dalam tinja meningkat.
Penurunan kadar asam empedu ini oleh pemberian resin akan
menyebabkan meningkatnya produksi asam empedu yang berasal dari
kolesterol. Karena sirkulasi enterohepatik dihambat oleh resin maka
kolesterol yang diabsorpsi lewat saluran cerna akan terhambat dan
keluar bersama tinja. Kedua hal ini akan menyebabkan penurunan
kolesterol dalam hati. Selanjutnya penurunan kadar kolesterol dalaam
hati akan menyebabkan terjadinya 2 hal : pertama, meningkatnya
jumlah reseptor LDL sehingga katabolisme LDLD meningkat dan
meningkatnya aktivitas HMG CoA reduktase. Peningkatan aktivitas
HMG CoA akan mengurangi efek penurunan kolesterol oleh resin.
Dari sini tampak pula bahwa efek resin tergantung dari kemampuan
sel hati dalam meningkatkan jumlah reseptor LDL fungsional
sehingga tidak efektif untuk pasien dengen hiperkolesterolemia
familial homozigot dimana reseptor LDL fungsional tidak ada. Efek
resin akan meningkat bila diberikan bersama pengambat HMG CoA
reduktase. Peningkatan produksi asam empedu akan diikuti oleh
meningkatnya sintesis trigliserida dalam hati. Penurunan kolesterol
LDL oleh resin bersifat dose-dependent.
FARMAKOKINETIK
Derivat resin merupakan hipolipidemik yang paling aman karena tidak
diabsorpsi saluran cerna. Obat-obat ini juga relatif aman digunakan
pada anak. Kolestiramin adalah garam klorida dari basic anion
exchange resin yang berbau dan berasa tidak enak. Kolestiramin dan
kolestipol bersifat hidrofilik, tetapi tidak larut dalan air, tidak dicerna
dan tidak diabsorpsi.
INDIKASI
Merupakan obat pilihan tipe IIa hiperkolesterolemia;
menurunkan sampai 25% kadar kolesterol plasma dan
menghilangkan santomata. Jika dikombinasikan dengan
niacin, efeknya makin kuat.
KONTRAINDIKASI
Tidak diberikan pada tipe IV dan V, karena makin meningkatkan
VLDL.
DOSIS
Dosis kolestiramin dan kolestipol yang dianjurkan adalah 12-16 g
sehari dibagi 2-4 bagian dan dapat ditingkatkan sampai maksimum 3
kali 8 g. Dosis pada anak adalah 10-20 g/hari. Ditelah sebagai larutan
atau dalam sari buah untuk mengurangi iritasi, bau dan rasa yang
mengganggu. Colesevelam diberikan 2x3 tablet @ 625 mg atau
sekaligus 6 tablet. Resin tidak bermanfaat dalam keadaan
hiperkilomikronemia, peninggian VLDL atau IDL dan bahkan dapat
meningkatkan kadar trigliserida. Untuk pasien hiperlipoproteinemia
dengan peningkatan VLDL (tipe IIb atau IV) perlu tambahan obat lain
(mis. asam nikotinat dan asam fibrat)
EFEK SAMPING
Obat ini mempunyai rasa tidak enak seperti pasir. Efek samping
tersering ialah mual, muntah dan konstipasi yang berkurang setelah
beberapa waktu. Colesevelam dalam saluran cerna membentuk gel
sehingga dapat mengurangi iritasi. Konstipasi dapat dikurangi dengan
makanan berserat. Klorida yang diabsorpsi dapat menyebabkan
terjadinya asidosis hiperkloremik terutama pada pasien muda yang
menerima dosis besar. Disamping meningkatkan trigliserida plasma,
resin juga meningkatkan aktivitas fosfatase alkali dan transaminase
sementara. Akibat gangguan absorpsi lemak atau steatore dapat
terjadi gangguan absorpsi vitamin A, D dan K serta
hipoprotrombinemia. Obat ini mengganggu absorpsi klorotiazid,
furosemid, propaolol, statin, tiroksin, digitalis, besi, fenilbutazon dan
warfarin sehingga obat-obat ini harus diberikan 1 jam sebelum atau 4
jam setelah pemberian kolestiramin.
4. ASAM NIKOTINAT
FARMAKODINAMIK
Untuk mendapatkan efek hipolipidemik, asam nikotinat (niasin) harus
diberikan dalam dosis yang lebih besar daripada yang diperlukan
untuk efeknya sebagai vitamin. Pada jaringan lemak, asam nikotinat
menghambat hidrolisis trigliserida oleh hormone-sensitive lipase,
sehingga mengurangi transport asam lemak bebas ke hati dan
mengurangi sintesis trigliserida hati. Penurunan sintesis trigliserida
akan menyebabkan berkurangnya produksi VLDL sehingga kadar LDL
menurun. Selain itu asam nikotinat juga meningkatkan aktivitas LPL
yang akan menurunkan kadar kilomikron dan trigliserida VLDL. Kadar
HDL meningkat sedikit sampai sedang karena menurunnya
katabolisme Apo AI oleh mekanisme yang belum diktehaui. Obat ini
tidak mempengaruhi katabolisme VLDL, sintesis kolesterol total atau
ekskresi asam empedu.
FARMAKOKINETIK
Niasin diberikan per oral. Zat ini diubah dalam tubuh menjadi
nikotinamid yang dimasukkan dalam kofaktor nikotinamid adenine
dinukleotida (NAD). Niasin adalah derivat nikotinamid dan metabolit
lain dikeluarkan dalam urin. Nikotinamid sendiri tidak menurunkan
kadar lipid dalam plasma.
INDIKASI
Berguna sebagai obat pilihan pertama untuk pengobatan semuia jenis
hipertrigliseridemia dan hiperkolesterolemia kecuali tipe I. Asam
nikotinat terutama bermanfaat pada pasien hiperlipoproteinemia tipe
IV yang tidak berhasil diobati dengan resin.
KONTRAINDIKASI
O b a t i n i dikontraindikasikan pada penderita penyakit hati, ulkus
peptikum dan diabetes mellitus.
DOSIS
Asam nikotinat biasa diberikan perotal 2-6 g sehari terbagi dalam 3
dosis bersama makanan; mula-mula dakam dosis rendah (3 kali 100-
200 mg sehari) lalu dinaikkan setelah 1-3 minggu.
EFEK SAMPING
Efek samping yang paling mengganggu adalah gatal dan kemerahan
kulit terutama di daerah wajah dan tengkuk yang timbul dalam
beberapa menit jam setelah makan obat. Efek ini dilangsungkan
lewat jalur prostaglandin karena pemberian aspirin dapat mencegah
tibulnya gangguan ini, tetapi efek ini akan cepat menghilang bila obat
diteruskan (takifilasis). Efek samping yang paling berbahaya adalah
gangguan fungsi hati ditandai dengan kenaikan kadar fosfatase alkali
dan transaminase terutama pada dosis tinggi (diatas 3 gr). Efek
samping lain adalah gangguan saluran cerna (muntah, diare, ulkus
lambung karena sekresi asam lambung meningkat, dll). Dapat terjadi
pula acanthosis nigricans dan pandangan kabur pada pemakaian
jangka lama, hiperurisemia dan hiperglikemia. Efek samping yang
jarang terjadi adalah ambliopia toksik dan makulopati toksik yang
bersifat reversibel. Asam nikotinat tidak dianjurkan pemberiannya
pada wanita hamil.
5. PROBUKOL
FARMAKODINAMIK
Probukol menurunkan kadar kolesterol serum dengan menurunkan
kadar LDL. Obat ini tidak menurunkan kadar trigliserida serum pada
kebanyakan pasien. Kadar HDL menurun lebih banyak daripada kadar
LDL sehingga menimbulkan rasio LDL : HDL yang kurang
menguntungkan. Probukol dapat meningkatkan kecepatan
katabolisme fraksi LDL pada pasien hiperkolesterolemia familial
heterozigot dan homozigot lewat jalur non-reseptor.
FARMAKOKINETIK
Obat ini diabsorpsi terbatas lewat saluran cerna (<10%) tetapi kadar
darah yang tinggi dapat dicapai bila obat ini diberikan bersama
makanan. Waktu paruh eliminasi adalah 23 hari tetapi akan
memanjang pada pemberian kronik. Obat ini perlahan-lahan
berkumpul dalam jaringan lemak dan bertahan selama 6 bulan atau
leih setelah dosis terakhir dimakan.
INDIKASI
Probukol dianggap sebagai obat pilihan kedua pada pengobatan
hiperkolesterolemia dengan peninggian LDL. Obat ini menurunkan
kadar LDL dan HDL tana perubahan kadar trigliserida. Efek
penurunan LDL obat ini kurang kuat dibandingkan resin. Probukol
menurunkan LDL pada pasien hiperkolesterolemia familial homozigot.
Pemberian obat ini bersama resin meningkatkan efek
hipolipidemiknya; probukol menimbulkan konsistensi tinja yang lunak
sehingga memperbaiki efek samping resin yang menimbulkan
konstipasi. Kombinasi probukol dengan klofibrat tidak boleh dilakukan
karena kadar HDL akan lebih rendah.
KONTRAINDIKASI
Probukol tidak boleh diberikan pada pasien infark jantung baru atau
dengan kelainan EKG.
DOSIS
Dosis dewasa 250-500 mg sebaiknya ditelan bersama makanan 2 kali
sehari. Biasanya dikombinasi dengan obat hipolipidemik yang lain
(mis. resin atau penghambat HMG coA reduktase.
EFEK SAMPING