Anda di halaman 1dari 4

Validasi Metode

8:36 PM No Comments

Metode validasi, menurut USP 32,adalah proses yang ditetapkan, dengan studi
laboratorium, untuk menjamin karakteristik kinerja prosedur memenuhi persyaratanyang telah
ditetapkan untuk aplikasi analisis yang dimaksudkan. Karakteristik yang harus diuji pada validasi
metode meliputi akurasi, presisi, spesifisitas, batas deteksi, batas kuantitasi,
linearitas,range, robustness (Demuth, et al, 2009).
Pada validasi metode terdapat parameter yang harus diukur. Penentuan parameter validasi
yang akan dilakukan bervariasi bergantung pada tipe analisis yang akan dilakukan. Terdapat
empat kategori metode analisis yaitu (Demuth, et al, 2009) :
a. Kategori I
Metode analitikal untuk kuantitasi komponen maupun substansi bahan baku obat atau bahan aktif
(termasuk pengawet) pada hasil akhir farmasetika.
b. Kategori II
Metode analitik untuk menentukan impurities dalam substansi bahan baku atau komponen sisa
pada produk akhir farmasetika. Metode ini termasuk perhitungan kembali secara kuantitatif dan
uji batas.
c. Kategori III
Metode analitik ini untuk menentukan performa karakteristik (contoh: disolusi, pelepasan obat)
d. Kategori IV
Metode analitik untuk identifikasi suatu substansi tertentu

Tabel 2.1 Data yang diperlukan untuk validasi (USP 32)


Karakteristik Kategori II Kategori Kategori
Kategori I
analisis Kuantitatif Limit Tes III IV
Akurasi Ya Ya * * Tidak
Presisi Ya Ya Tidak Ya Tidak
Spesifisitas Ya Ya Ya * Ya
LOD Tidak Tidak Ya * Tidak
LOQ Tidak Ya Tidak * Tidak
Linearitas Ya Ya Tidak * Tidak
Range Ya Ya * * Tidak
*mungkin diperlukan, bergantung pada spesifikasi tes yang dilakukan

2.4.1 Spesifisitas/Selektifitas
Spesifisitas atau selektifitas suatu metode adalah kemampuan suatu metode untuk hanya
mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang
mungkin ada dalam matriks sampel. Selektifitas seringkali dapat dinyatakan sebagai derajat
penyimpangan (degree of bias) metode yang dilakukan terhadap sampel yang mengandung
bahan yang ditambahkan berupa cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya,
dan dibandingkan terhadap hasil analisis sampel yang tidak mengandung bahan lain yang
ditambahkan (Harmita, 2004).
International Conference on Harmonization (ICH)membagispesifisitas/selektifitasdalam dua
kategori terpisah yaituidentifikasi dan ujiimpurities. Untuk tujuan identifikasi, spesifisitas
ditunjukkan oleh kemampuan untuk membedakan antara senyawa dengan struktur yang hampir
sama, atau dengan perbandingan terhadap bahan yang diketahui. Untuk uji impurities, pada
metode kromatografi (HPLC, TLC, GC) spesifisitas ditunjukkan dengan resolusi dua senyawa
terdekat. Senyawa ini biasanya merupakan komponen utama atau bahan aktif dan impurities.
Jika terdapat impurities, maka harus menunjukkan bahwa impurities ataupun bahan lain seperti
eksipien tidak akan mengganggu analisis (Swartz and Krull, 1997).

2.4.2 Linearitas dan Range


Linearitas adalah kemampuan metode analisis memberikan respon secara langsung atau
dengan bantuan transformasi matematik yang baik, proporsional terhadap konsentrasi analit
dalam sampel. Range adalah interval antara batas terendah dan tertinggi analit yang sudah
ditunjukkan dapat ditetapkan dengan presisi, akurasi, dan linearitas yang dapat diterima.
(Harmita, 2004).
Linearitas umumnya dilaporkan sebagai varians dari kemiringan
garis regresi. Pedoman ICH menentukan minimal lima tingkat konsentrasi, bersama dengan
beberapa rentang minimum spesifikasi. Untuk tes pengujian, rentang minimum spesifikasi adalah
80-120% dari konsentrasi target. Untuktes pengotor, rentang minimum dari tingkat pelaporan
masing-masingpengotor hingga 120% dari spesifikasi (Swartz and Krull, 1997).
Sebagai parameter adanya hubungan linier digunakan koefisien korelasi r pada analisis
regresi linier Y = a + bX. Hubungan linier yang ideal dicapai jika nilai a = 0 dan r = +1 atau 1
bergantung pada arah garis. Parameter lain yang harus dihitung adalah simpangan baku residual
(Sy). Dengan menggunakan kalkulator atau perangkat lunak komputer, semua perhitungan
matematik tersebut dapat diukur (Harmita, 2004).

2.4.3 Batas Deteksi (Limit of Detection, LOD)


Batas deteksi (LOD) didefinisikan sebagai konsentrasi terendah dari analit dalam sampel
yang dapat dideteksi, walaupun belum tentu dapat dikuantifikasi. Ini adalah tes batas yang
menentukan apakah analit berada di atas atau di bawah nilai tertentu. (Swartz and Krull, 1997)
LOD dapat dihitung berdasarkan standar deviasi (SD) dari respon danslope (S) dari kurva
kalibrasi pada tingkat mendekati LOD dengan rumus sebagai berikut: LOD = 3,3 (SD / S).
Standar deviasi dari respon dapat ditentukan berdasarkan standar deviasi dari blanko maupun
standar deviasi residual dari kurva kalibrasi (Sy) (Yuwono M & Indrajatno G, 2005).

2.4.4 Batas Kuantitasi (Limit of Quantitation, LOQ)


Batas kuantifikasi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah dalam sampel yang
dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima pada kondisi operasional
metode yang digunakan. Sebagaimana LOD, LOQ juga diekspresikan sebagai konsentrasi
(dengan akurasi dan presisi juga dilaporkan).
Perhitungan LOQ didasarkan pada standar deviasi respon (SD) dan slope (S) kurva
kalibrasi sesuai dengan rumus: LOQ = 10 (SD/S). Standar deviasi dari respon dapat ditentukan
berdasarkan standar deviasi dari blanko maupun standar deviasi residual dari kurva kalibrasi (S y)
(Yuwono M & Indrajatno G, 2005, 2005).

2.4.5 Akurasi
Akurasi adalah ukuran dari ketepatan metode analitis, atau kedekatanhasil antara nilai
terukur dan nilai yang diterima baik sebagai nilai, konvensional benar atau nilai referensi yang
bisa diterima (Swartz and Krull, 1997)
Akurasi biasa dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang
ditambahkan. Kecermatan hasil analis sangat tergantung kepada sebaran galat sistematik di
dalam keseluruhan tahapan analisis. Oleh karena itu untuk mencapai kecermatan yang tinggi
hanya dapat dilakukan dengan cara mengurangi galat sistematik tersebut seperti menggunakan
peralatan yang telah dikalibrasi, menggunakan pereaksi dan pelarut yang baik, pengontrolan
suhu, dan pelaksanaannya yang cermat, taat asas sesuai prosedur (Harmita, 2004).
Akurasi dapat ditentukan dengan cara membandingkan hasil aplikasi analisis dengan
standar analit yang telah diketahui kemurniannya, membandingkan hasil analisis dengan hasil
dari prosedur standar yang telah ada, dengan metode simulasi (spiked-placebo recovery) atau
metode penambahan baku (standard addition method) (Demuth, et al, 2009).
Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan murni ditambahkan ke dalam campuran
bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo) lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya
dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya). Dalam metode
penambahan baku, sampel dianalisis lalu sejumlah tertentu analit yang dianalisis ditambahkan ke
dalam sampel untuk kemudian dicampur dan dianalisis kembali. Selisih kedua hasil
dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya (hasil yang diharapkan) (Harmita, 2004).
Baku akurasi pada dapat dihitung sebagai berikut:
Keterangan :
CF = konsentrasi total sampel yang diperoleh dari pengukuran
CA = konsentrasi sampel sebenarnya
C*A = konsentrasi analit yang ditambahkan
Perhitungan perolehan kembali dapat juga ditetapkan dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:
CF = konsentrasi total sampel yang diperoleh dari pengukuran
CA = konsentrasi sampel sebenarnya
C*A = konsentrasi analit yang ditambahkan
Persen perolehan kembali seharusnya tidak melebihi nilai presisi RSD. Rentang
kesalahan yang diijinkan pada setiap konsentrasi analit pada matriks dapat dilihat pada tabel di
bawah ini (Harmita, 2004)

Tabel 2.2 Hubungan kadar analit dengan recovery (Harmita, 2004)


Analit Pada Matrik Sampel Rata-rata yang Diperoleh
(%) (%)
100 98 102
> 10 98 102
> 1 97 103
> 0,1 95 105
0,01 90 107
0,001 90 107
0,0001 (1 ppm) 80 110
0,00001 (100 ppb) 80 110
0,000001 (10 ppb) 60 115
0,0000001 (1 ppb) 40 120

Anda mungkin juga menyukai