Anda di halaman 1dari 7

ARTIKEL

TAHAP ANESTESI
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Anestesi I

Disusun Oleh :
Amila Hanifa P07120213004
Karunia Indriyati S P07120213025
Nuraini Maghfuroh P07120213027
Shilmah Wahyuningsih P07120213041

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA
JURUSAN KEPERAWATAN
2016
Tahapan Anestesi Umum

Tahapan anestesi sangat penting untuk diketahui terutama dalam


menentukan tahapan terbaik untuk melakukan pembedahan, memelihara tahapan
tersebut sampai batas waktu tertentu, dan mencegah terjadinya kelebihan dosis
anestetikum. Tahapan anestesi dapat dibagi dalam beberapa langkah, yaitu:
preanestesi, induksi, pemeliharaan, dan pemulihan (McKelvey dan Hollingshead
2003).
Tahap preanestesi merupakan tahapan yang dilakukan segera sebelum
dilakukan anestesi, dimana data tentang pasien dikumpulkan, pasien dipuasakan,
serta dilakukan pemberian preanestetikum. Induksi adalah proses dimana akan
melewati tahap sadar yang normal atau conscious menuju tahap tidak sadar atau
unconscious. Agen induksi dapat diberikan secara injeksi atau inhalasi. Apabila
agen induksi diberikan secara injeksi maka akan diikuti dengan intubasi
endotracheal tube untuk pemberian anestetikum inhalasi atau gas menggunakan
mesin anestesi. Waktu minimum periode induksi biasanya 10 menit apabila
diberikan secara intramuskular (IM) dan sekitar 20 menit apabila diberikan secara
subkutan (SC). Tahap induksi ditandai dengan gerakan tidak terkoordinasi, gelisah
dan diikuti dengan relaksasi yang cepat serta kehilangan kesadaran. Idealnya,
keadaan gelisah dan tidak tenang dihindarkan pada tahap induksi, karena
menyebabkan terjadinya aritmia jantung.
Preanestesi dan induksi anestesi dapat diberikan secara bersamaan, seperti
pemberian acepromazin, atropine, dan ketamine dicampur dalam satu alat suntik
dan diberikan secara intravena (IV) pada anjing. (Adams 2001; McKelvey dan
Hollingshead 2003; Tranquilli et al. 2007).
Tahap pemeliharaan ini, status teranestesi akan terjaga selama masa
tertentu dan pada tahap inilah pembedahan atau prosedur medis dapat dilakukan.
Tahap pemeliharaan dapat dilihat dari tanda-tanda hilangnya rasa sakit atau
analgesia, relaksasi otot rangka, berhenti bergerak, dilanjutkan dengan hilangnya
refleks palpebral, spingter ani longgar, serta respirasi dan kardiovaskuler tertekan
secara ringan. Begitu mulai memasuki tahap pemeliharaan, respirasi kembali
teratur dan gerakan tanpa sengaja anggota tubuh berhenti. Bola mata akan
bergerak menuju ventral, pupil mengalami konstriksi, dan respon pupil sangat
ringan. Refleks menelan sangat tertekan sehingga endotracheal tube sangat mudah
dimasukkan, refleks palpebral mulai hilang, dan kesadaran mulai hilang. Anestesi
semakin dalam sehingga sangat nyata menekan sirkulasi dan respirasi. Kecepatan
respirasi kurang dari 12 kali per menit dan respirasi semakin dangkal. Denyut
jantung sangan rendah dan pulsasi sangat menurun karena terjadi penurunan
seluruh tekanan darah. Nilai CRT akan meningkat menjadi 2 atau 3 detik. Semua
refleks tertekan secara total dan terjadi relaksasi otot secara sempurna serta refleks
rahang bawah sangat kendor. Apabila anestesi dilanjutkan lebih dalam, pasien
akan menunjukkan respirasi dan kardiovaskuler lebih tertekan dan pada keadaan
dosis anestetikum berlebih akan menyebabkan respirasi dan jantung berhenti.
Dengan demikian, pada tahap pemeliharaan sangat diperlukan pemantauan dan
pengawasan status teranestesi terhadap sistim kardiovaskuler dan respirasi
(McKelvey dan Hollingshead 2003; Tranquilli et al. 2007 ).
Ketika tahap pemeliharaan berakhir yang menunjukkan konsentrasi
anestetikum di dalam otak mulai menurun. Metode atau mekanisme bagaimana
anestetikum dikeluarkan dari otak dan sistem sirkulasi adalah bervariasi
tergantung pada anestetikum yang digunakan. Sebagian besar anestetikum injeksi
dikeluarkan dari darah melalui hati dan dimetabolisme oleh enzim di hati dan
metabolitnya dikeluarkan melalui sistem urinari. Kadar anestetikum golongan
tiobarbiturat di dalam otak dapat dengan cepat menurun karena dengan cepat
disebarkan ke jaringan terutama otot dan lemak, sehingga akan sadar dan
terbangun dengan cepat mendahului ekskresi anestetikum dari dalam tubuh.
Anestetikum golongan inhalasi akan dikeluarkan dari tubuh pasien melalui sistem
respirasi, molekul anestetikum akan keluar dari otak memasuki peredaran darah,
alveoli paru-paru, dan akhirnya dikeluarkan melalui nafas. Tanda tanda adanya
aktivitas refleks, ketegangan otot, sensitivitas terhadap nyeri pada periode
pemulihan dinyatakan sebagai kesadaran kembali (McKelvey dan Hollingshead
2003).
Durasi atau lama waktu kerja anestetikum dan kualitas anestesi dapat dilihat
dari pengamatan perubahan fisiologis selama stadium teranestesi. Dikenal dua
waktu induksi pada durasi anestesi. Waktu induksi 1 adalah waktu antara
anestetikum diinjeksikan sampai keadaan tidak dapat berdiri. Waktu induksi 2
adalah waktu antara anestetikum diinjeksikan sampai keadaan tidak ada refleks
pedal atau sudah tidak merasakan sakit (stadium operasi). Durasi adalah waktu
ketika memasuki stadium operasi sampai sadar kembali dan merasakan sakit jika
daerah disekitar bantalan jari ditekan. Waktu siuman atau recovery adalah waktu
antara ketika memiliki kemampuan merasakan nyeri bila syaraf disekitar jari kaki
ditekan atau mengeluarkan suara sampai memiliki kemampuan untuk duduk
sternal, berdiri atau jalan (Moens dan Fargetton 1990; Verstegen dan Petcho 1993;
McKelvey dan Hollingshead 2003).
McKelvey dan Hollingshead (2003) dan Tranquilli et al. (2007) menyatakan
bahwa untuk memonitor anestesi dilakukan pengamatan tahap-tahap anestesi
umum. Kualitas status teranestesi dapat dilihat dari perubahan fisiologis sebagai
tanda kedalaman anestesi, seperti disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Tahapan dan indikasi status teranestesi oleh anestetikum umum
Fase/Tahapan I II III Plane 1 III Plane III Plane III Plane IV
Indikator 2 3 4
Tingkah laku Tidak Eksitasi: Teranestesi Teraneste Teraneste Teraneste Hampir
terkontrol kuat, si si si mati
bersuara,
anggora
gerak,
mengunya
hternganga
.
Respirasi Normal, Tidak Teratur: Teratur, Dangkal: Putus- Apnea
cepat 20-teratur, 12-20x/mnt dangkal: <12x/mnt putus (berhenti
30x/mnt tertahan 12- (ada )
atau hiper- 16x/mnt berhenti)
ventilasi

Fungsi Kardio-Tetap denyut Pulse kuat,denyut Denyut Denyut Kollap


vaskuler jantung denyut jantung jantung jantung
meningkat jantung >90x/mnt 60- <60x/mnt
>90x/mnt 90/mnt, , CRT
CRT lama,
meningka membran
t, Pulsepucat.
lemah
Respon bedah/ Kuat Kuat Ada responDenyut Tidak ada Tidak ada Tidak
insisi dengan jantung ada
gerakan dan
respirasi
meningka
t
Kedalaman Tidak Tidak Dangkal Sedang Dalam Over Mati
anestesi teranestesi teranestesi dosis
Posisi BolaTengah Tengah, Tengah, Sering Ditengah, Tengah Tengah
mata tidak tetap rotasi, tidakrotasi dirotasi di
tetap ventral ventral
Ukuran Pupil Normal Mungkin Normal Dilatasi Dilatasi Dilatasi Dilatasi
berdilatasi ringan sedang lebar lebar
Respon Pupil (+) (+) (+) Lambat Sangat (-) (-)
lambat,
(-).
Kejangan Otot Baik Baik Baik Relaksasi Sangat Lembek Lembek
menurun
Refleks Ada Ada, Ringan, Ada Semua Tidak ada Tidak
mungkin hilang (patella, minimal, ada
berlebih telinga, hilang
palpebral,
kornea),
yang lain
hilang

Menurut Munaf (2008), stadium anestesi dibagi dalam 4 yaitu:

1. Stadium I (stadium induksi atau eksitasi volunter), dimulai dari pemberian


agen anestesi sampai menimbulkan hilangnya kesadaran. Rasa takut dapat
meningkatkan frekuensi nafas dan pulsus, dilatasi pupil, dapat terjadi urinasi
dan defekasi.
2. Stadium II (stadium eksitasi involunter), dimulai dari hilangnya kesadaran
sampai permulaan stadium pembedahan. Pada stadium II terjadi eksitasi dan
gerakan yang tidak menurut kehendak, pernafasan tidak teratur, inkontinensia
urin, muntah, midriasis, hipertensi, dan takikardia.
3. Stadium III (pembedahan/operasi), terbagi dalam 3 bagian yaitu:
a. Plane I yang ditandai dengan pernafasan yang teratur dan terhentinya
anggota gerak. Tipe pernafasan thoraco-abdominal, refleks pedal masih ada,
bola mata bergerak-gerak, palpebra, konjuctiva dan kornea terdepresi.
b. Plane II, ditandai dengan respirasi thoraco-abdominal dan bola mata ventro
medial semua otot mengalami relaksasi kecuali otot perut.
c. Plane III, ditandai dengan respirasi regular, abdominal, bola mata kembali
ke tengah dan otot perut relaksasi.
4. Stadium IV (paralisis medulla oblongata atau overdosis),ditandai dengan
paralisis otot dada, pulsus cepat dan pupil dilatasi. Bola mata menunjukkan
gambaran seperti mata ikan karena terhentinya sekresi lakrimal.
Tabel tahap anestesi
Sumber: E, B, C, et al., 2008. Anestesiologi. Edisi 10. Jakarta: EGC.

Tahap Nama Keterangan

1 Analgesia Dimulai dengan keadaan sadar dan diakhiri


dengan hilangnya kesadaran. Sulit untuk bicara;
indra penciuman dan rasa nyeri hilang. Mimpi
serta halusinasi pendengaran dan penglihatan
mungkin terjadi. Tahap ini dikenal juga sebagai
tahap induksi
2 Eksitasi atau delirium Terjadi kehilangan kesadaran akibat penekananan
korteks serebri. Kekacauan mental, eksitasi, atau
delirium dapat terjadi. Waktu induksi singkat.

3 Surgical Prosedur pembedahan biasanya dilakukan pada


tahap ini

4 Paralisis medular Tahap toksik dari anestesi. Pernapasan hilang dan


terjadi kolaps sirkular. Perlu diberikan bantuan
ventilasi.

DAFTAR PUSTAKA

E, B, C et all. 2008. Anestesiologi Edisi 10. Jakarta: EGC.

Munaf. 2008. Buku Ajar Ilmu Anestesi dan Reanimasi. Jakarta: EGC.

McKelvey dan Hollingshead. 2003 Veterinery Anesthesia and Analgesia, Edisi 3.


Jakarta: EGC.

Adams, .McKelvey dan Hollingshea, Tranquilli et al. 2007). Buku Sistem


Ekskresi Manusia. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai