P UMUR 27 TAHUN DI
PUSKESMAS TAWANGHARJO KABUPATEN GROBOGAN
Disusun Oleh:
RONA SYINTIA RIHHADATUL AISY
NIM: P1337424416154
Disusun Oleh:
RONA SYINTIA RIHHADATUL AISY
NIM: P1337424416154
2
3
NIM : P17424113076
Kebidanan Semarang
HALAMAN PERSEMBAHAN
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia yang telah
diberikan, sehingga Laporan Praktik Klinik ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
1. Ayahanda tercinta Bapak Mahfud Junaedi dan ibunda tercinta Ibu Anis Rifaatun, yang
telah memberikan kasih sayang, dorongan moral, material dan spiritual serta rela
Aghna) yang juga membantu serta memberikan semangat dan dukungan dalam
atas bimbingannya sehingga Laporan Praktik Klinik ini dapat terselesaikan dengan baik
4. Seluruh dosen, staf dan karyawan Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Semarang.
5. Teman-teman bidan angkatan 2016/2017, Sahabatku tercinta kost Tanjungsari,
memberikan semangat satu sama lain, semoga kita semua dapat menjadi bidan yang
professional dan memiliki etika yang baik, serta bermanfaat bagi lingkungan sekitar.
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Praktik Klinik yang berjudul Asuhan
Grobogan yang diajukan guna memenuhi salah satu tugas pada Program Studi Diploma IV
Kebidanan.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Laporan Praktik Klinik ini tidak lepas dari
dorongan dan bantuan berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih
kepada :
memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan Laporan Praktik Klinik ini.
5. Seluruh Dosen D IV Kebidanan yang telah membekali ilmu kepada penulis yang sangat
bermanfaat.
6. Seluruh staf dan karyawan Jurusan Kebidanan yang telah membantu dalam penyusunan
7. Ayah, Mamah dan kakak-adikku tercinta yang telah memberikan semua kasih sayangnya
untuk penulis yang tiada batasnya dan tanpa pamrih, semoga Allah SWT memberikan
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penulisan Laporan
Praktik Klinik yang baik. Semoga Laporan Praktik Klinik ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul....................................................................................................................... i
Halaman Pengesahan Penguji dan Ketua Program Studi..................................................... ii
Riwayat Hidup........................................................................................................................ iii
Halaman Persembahan.......................................................................................................... iv
Kata Pengantar...................................................................................................................... v
Daftar Isi................................................................................................................................. vii
Daftar Tabel............................................................................................................................ ix
Daftar Lampiran...................................................................................................................... x
Abstrak................................................................................................................................... xi
Abstract.................................................................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................................... 1
7
B. Tujuan...................................................................................................................... 8
C. Ruang Lingkup......................................................................................................... 9
D. Manfaat.................................................................................................................... 9
E. Metode Pengambilan Data...................................................................................... 10
F. Sistematika Penulisan.............................................................................................. 10
A. Rancangan Penelitian.............................................................................................. 68
B. Subjek Penelitian..................................................................................................... 68
C. Metode Pengumpulan Data dan Analisis Data........................................................ 69
D. Masalah Etika.......................................................................................................... 72
A. Studi Kasus.............................................................................................................. 74
B. Pembahasan............................................................................................................ 113
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.............................................................................................................. 137
B. Saran....................................................................................................................... 138
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman
8
DAFTAR LAMPIRAN
ABSTRAK
Proses kehamilan, persalinan, nifas, dan bayi baru lahir merupakan hal yang seharusnya
fisiologis bagi seorang wanita dan bayi. Namun dalam prosesnya terdapat kemungkinan keadaan
tersebut dapat mengancam jiwa ibu dan bayi bahkan mengakibatkan kematian. Oleh karena itu,
pemberian asuhan kebidanan secara komprehensif sangat dibutuhkan ibu oleh tenaga kesehatan
terlatih dan profesional, sehingga diharapkan mampu menurunkan angka kesakitan dan kematian
ibu dan bayi.
Penulisan Laporan Praktik Klinik ini dalam bentuk studi kasus dengan menggunakan
pendekatan proses kebidanan menggunakan 7 langkah varney.
Hasil penelitian ini diperoleh diagnosa Ny. P usia 27 tahun G2P1A0 selama hamil
dilakukan kunjungan 1 kali pada usia kehamilan 38 minggu 2 hari dengan keluhan adanya his
palsu, dengan persalinan fisiologis yang diikuti nifas fisiologis.
Pada kehamilan tidak didapatkan kesenjangan dalam pemberian asuhan kehamilan. Pada
persalinan tidak didapatkan kesenjangan karena pertolongan persalinan sesuai standar 58
langkah APN dan telah dilakukan IMD pada bayi segera setelah lahir. Pada masa nifas sudah
diberikan asuhan dan tidak terdapat kesenjangan antara teori dan praktik. Asuhan pada bayi baru
lahir tidak terdapat kesenjangan antara teori dan praktik.
Kesimpulan dari hasil penelitian ini bahwa telah dilakukan asuhan komprehensif dari
kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir, dan keluarga berencana dan tidak ditemukan
kesenjangan. Penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan mutu pelayanan kebidanan pada ibu
hamil, bersalin, nifas, bayi baru lahir dan keluarga berencana.
ABSTRACT
Pregnancy, delivery and postpartum is a physiological process. In this process, not a few
women experience health problems which can increase the amount of morbidity and mortality of
the mother or the baby. Therefore, the provision of comprehensive obstetric care is needed mother
by trained health personnel and professionals, which is expected to reduce morbidity and maternal
and infant mortality.
Writing of scientific papers in the form of case studies using the approach of using a 7 step
process obstetrics varney.
The research results obtained Ny. P diagnosis age of 27 years G2P1A0 during pregnancy
do visit 1 times at 38 weeks gestation 2 days with complaints of fake contraction with physiological
childbirth followed by postnatal physiological.
In pregnancy do not found the differences on the pregnancy care with the theory. In labor
no gaps found that aid deliveries do comform to the standars 58 steps APN for doing IMD in infants
after birth. At post partum period, mother has given post partum care and do not differences
between theory and practice. The care of newborn is not a gap between theory and practice.
The conclusion of this study that has been conducted a comprehensive care from
pregnancy, childbirth, postpartum, newborn, and family planning and found some gaps. This study
is expected to improve the quality of obstetric care in pregnancy, childbirth, postpartum, newborn,
and family planning.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan salah satu komponen utama dalam Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) yang dapat mendukung terciptanya Sumber Daya Manusia (SDM) yang sehat,
cerdas, terampil, dan ahli menuju keberhasilan pembangunan kesehatan. Untuk mendukung
sumber daya manusia Indonesia yang sehat dimulai dari komponen kecil yaitu keluarga.
Keluarga memiliki fungsi yang sangat strategis dalam mempengaruhi status kesehatan
11
anggotanya. Ibu dan anak merupakan anggota keluarga yang perlu mendapatkan prioritas
dalam penyelenggaraan upaya kesehatan, karena ibu dan anak merupakan kelompok rentan
terhadap keadaan keluarga dan sekitarnya secara umum (Kemenkes RI, 2015).
Dalam menilai derajat kesehatan keluarga dan masyarakat, terdapat beberapa
indikator yang dapat digunakan. Indikator-indikator tersebut pada umumnya tercermin dalam
kondisi angka kematian, angka kesakitan dan status gizi. Derajat kesehatan masyarakat di
Indonesia digambarkan melalui Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI)
fasilitas pelayanan kesehatan. Keseluruhan AKI di negara anggota MDGs di dunia pada tahun
2015 yang terdiri dari 10 kelompok negara yaitu Afrika Utara, Afrika Sub-Sahara, Asia Timur,
Asia Selatan, Asia Tenggara, Asia Barat, Eropa dan Asia Tengah, Amerika Latin, Caribia, dan
Oceania yaitu 216 per 100.000 kelahiran hidup. Sedangkan AKI di negara berkembang yaitu
239 per 100.000 KH yang 20 kali lebih tinggi dari AKI di negara maju yang hanya 12 per
100.000 KH. Kelompok negara Afrika Sub-Sahara memiliki AKI paling tinggi mencapai 546 per
100.000 KH dengan jumlah kematian ibu mencapai 201.000 kematian. Kelompok tiga negara
yaitu Oceania 187 per 100.000 KH, Asia Selatan 176 per 100.000 KH dan Asia Tenggara 110
per 100.000 KH menjadi kelompok negara dengan AKI sedang. Sisa 6 kelompok negara yang
Goals (SDGs) masuk pada tujuan ketiga dalam 17 tujuan yang ditetapkan, dengan target
penurunan AKI yaitu 70 per 100.000 kelahiran hidup dan penurunan AKB 12 per 1000
per 100.000 kelahiran hidup berdasarkan hasil Survey Penduduk Antar Sensus (SUPAS)
2015, namun belum dapat mencapai target MDG 2015 yaitu 102 per 100.000 kelahiran hidup.
Sedangkan menurut sumber yang sama AKB di Indonesia tahun 2015 sebesar 22,23 per
12
1.000 kelahiran hidup, yang artinya sudah mencapai target MDG 2015 sebesar 23 per 1.000
kelahiran hidup.
Dalam rangka menurunkan angka kematian ibu dan neonatal pada tahun 2012-2016
(EMAS) yang diharapkan AKI dan AKB dapat menurun sebesar 25%. Program EMAS
dilakukan dengan cara meningkatkan kualitas pelayanan emergensi obstetri dan bayi baru
lahir minimal di 150 rumah sakit PONEK dan 300 puskesmas PONED dan memperkuat sistem
rujukan yang efisien dan efektif antar puskesmas dan rumah sakit. Program ini dilaksanakan di
provinsi dan kabupaten dengan jumlah kematian ibu dan neonatal yang besar salah satunya
kesehatan pada periode 2015-2019 melalui Program Indonesia Sehat yang dilaksanakan
dengan 3 pilar utama yaitu paradigma sehat, penguatan pelayanan kesehatan dan jaminan
risiko kesehatan. Sementara itu jaminan kesehatan nasional dilakukan dengan strategi
perluasan sasaran dan manfaat serta kendali mutu dan kendali biaya (Kemenkes RI, 2015).
Angka kematian ibu Provinsi Jawa Tengah tahun 2015 sebesar 111,16 per 100.000
kelahiran hidup, mengalami penurunan bila dibandingkan dengan AKI pada tahun 2014
sebesar 126,55 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini masih jauh dari target SDGs yaitu 70
per 100.000 kelahiran hidup. Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah kematian bayi (0-11
bulan) per 1000 kelahiran hidup dalam kurun waktu satu tahun. AKB di Provinsi Jawa Tengah
tahun 2015 sebesar 10 per 1000 kelahiran hidup, terjadi sedikit penurunan bila dibandingkan
dengan tahun 2014 sebesar 10,08/1.000 kelahiran hidup sedangkan sesuai target SDGs tahun
13
2015 sebesar 12/1.000 kelahiran hidup maka AKB di Provinsi Jawa Tengah tahun 2015 sudah
24,22%, infeksi 2,76%, gangguan system peredaran darah 8,52%, dan penyebab lain
menyumbang paling besar yaitu 40,49% (Dinkes Provinsi Jawa Tengah, 2015).
Program kesehatan Jawa Tengah sebagai upaya untuk menurunkan AKI dan AKB
pelayanan antenatal sesuai standar termasuk Antenatal Terpadu; pelaksanaan kelas ibu
standar, peningkatan pelayanan pencegahan komplikasi kebidanan dan neonatus, dan AMP
Kabupaten Grobogan, pada tahun 2015 angka kematian ibu yaitu 149,92 per 100.000
kelahiran hidup, bila dibandingkan dengan tahun 2014 yang mencapai 188,69 per 100.000
kelahiran hidup, maka di tahun 2015 angka kematian ibu mengalami penurunan yang
signifikan dan namun belum sesuai target MDGs. Angka kematian bayi di Kabupaten
Grobogan pada tahun 2015 sebesar 17,44 per 1000 kelahiran hidup, angka tersebut menurun
dibandingkan dengan tahun 2014 yaitu 17,82 per 1000 kelahiran hidup (Dinkes Kabupaten
Grobogan, 2015).
Kasus kematian maternal dapat terjadi selama masa kehamilan, persalinan, dan
nifas. Pada tahun 2016 di Puskesmas Tawangharjo tidak terdapat kasus kematian ibu namun
terdapat 27 kasus kematian bayi. Kematian bayi disebabkan oleh adanya kelainan dan
masalah pada bayi baru lahir antara lain karena BBLR, prematuritas, IUFD, dan suspect
kelainan kongenital pada jantung. Untuk menurunkan angka kematian bayi perlu dilakukan
kunjungan yang bertujuan untuk mendeteksi sedini mungkin masalah maupun kelainan yang
terjadi pada bayi sehingga lebih cepat ditangani. Kunjungan neonatus ini dilakukan sebanyak
14
3 kali yaitu pada 6 jam pertama sampai dengan hari ke 28 (Dinkes Kabupaten Grobogan,
seharusnya fisiologis bagi seorang wanita dan bayi. Namun dalam prosesnya terdapat
kemungkinan keadaan tersebut dapat mengancam jiwa ibu dan bayi bahkan mengakibatkan
kematian. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemeriksaan dari mulai awal kehamilan yaitu
antenatal care (ANC) yang bertujuan untuk mendeteksi adanya penyulit maupun komplikasi
pada kehamilan, untuk mempersiapkan persalinan serta untuk mengurangi morbiditas dan
mortalitas pada kehamilan. Setelah kehamilan berlangsung maka akan berakhir dengan
adanya permulaan persalinan dan berlanjut hingga janin lahir (Janiwarty dan Pieter, 2013).
Masalah keluarga berencana juga merupakan masalah penting yang masih menjadi
kesepakatan suami-istri karena situasi dan kondisi tertentu untuk kepentingan keluarga,
berencana serta membantu untuk mengambil keputusan yang terbaik untuk ber KB.
Berdasarkan pentingnya peran tenaga kesehatan pada setiap proses kehamilan, persalinan,
nifas, bayi baru lahir, dan keluarga berencana, diperlukan adanya pelayanan kebidanan
berkelanjutan dengan kelompok wanita yang tidak diberikan asuhan berkelanjutan (asuhan
secara umum oleh tenaga medis) ditemukan asuhan berkelanjutan berpengaruh besar ibu dan
Melihat pentingnya asuhan komprehensif pada ibu dan anak, diharapkan dengan
pada proses kehamilan, persalinan, nifas, bayi baru lahir, dan keluarga berencana.
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik mengadakan studi kasus yang
memberikan asuhan kebidanan pada ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas dan pelayanan KB
serta BBL.
2. Tujuan Khusus
Mampu melaksanakan asuhan kebidanan dari pengkajian sampai evaluasi
secara komprehensif.
d. Memberikan asuhan kebidanan pada bayi baru lahir pada bayi Ny. P secara
komprehensif.
C. Ruang Lingkup
1. Sasaran
Subjek yang akan diberikan asuhan kebidanan adalah ibu hamil Trimester III
minimal usia kehamilan 36 minggu dan akan di ikuti asuhan ibu bersalin, asuhan ibu nifas,
KB dan asuhan bayi baru lahir. Pada kasus ini yang menjadi sasaran adalah Ny. P usia 27
Kabupaten Grobogan.
3. Waktu
Waktu untuk memberikan asuhan kebidanan berkelanjutan akan dilaksanakan
D. Manfaat
1. Responden
Mendapatkan asuhan kebidanan secara komprehensif mulai dari kehamilan,
dalam proses pengumpulan data kasus ibu hamil, bersalin, nifas dan BBL meliputi
dokumen.
F. Sistematika Penulisan
Studi kasus ini terdiri dari lima bab, dengan sistematika penulisan sebagai berikut:
1. BAB I Pendahuluan
Berisi tentang latar belakang, tujuan, ruang lingkup, manfaat, metode
dan penatalaksanaan medis pada asuhan kebidanan ibu hamil, bersalin, nifas, KB dan
BBL.
3. BAB III Metode
Berisi tentang rancangan, subjek, pengumpulan data dan analisa data, dan
masalah etika.
17
5. BAB V Penutup
Berisi kesimpulan studi kasus yang telah dilakukan serta saran.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Asuhan kebidanan sebagai upaya untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas (angka
kesakitan dan kematian) untuk menyelamatkan ibu dan bayi berfokus pada upaya promotif dan
preventif. Menurut Yulifah dan Surachmindari (2013; h. 56), asuhan kebidanan adalah aplikasi atau
penerapan dari peran, fungsi, dan tanggung jawab bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan
sesuai kewenangan bidan dan kebutuhan klien dengan memandang klien sebagai makhluk
untuk menciptakan suatu sel tunggal yang disebut zigot, yang kemudian menggandakan diri
berkali-kali melalui pembelahan sel untuk menjadi lahir (Papalia, 2008 dalam Janiwarty dan
Pieter, 2013 h; 224). Masa kehamilan dimulai dari konsepsi lahirnya janin. Lamanya hamil
normal adalah 280 hari (40 minggu atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir
sedikit 4 kali selama kehamilan yaitu satu kali pada trimester pertama (usia kehamilan 0-13
minggu), satu kali pada trimester kedua (usia kehamilan 14-27 minggu) dan dua kali pada
terhadap Perilaku Ibu Hamil dalam Pelayanan Antenatal di Wilayah Puskesmas Kecamatan
18
Sedan Kabupaten Rembang tahun 2007 yang dilakukan pada 87 orang ibu hamil diketahui
bahwa suami berperan baik (92,20%) terhadap perilaku ibu hamil yang melakukan pelayanan
antenatal. Sedangkan, sebagian besar orangtua berperan baik (89,40%) terhadap perilaku
tentang Hubungan Pengetahuan Ibu tentang Risiko Tinggi Kehamilan dengan Kepatuhan
Kunjungan Antenatal Care di Ruang Nifas RSKIA Kota Bandung tahun 2011 pada 66 ibu
postpartum dengan riwayat kehamilan risiko tinggi didapatkan hasil yang menunjukkan bahwa
48,5% dari total responden berpengetahuan cukup tentang risiko tinggi kehamilan, 57,6%
responden tidak mematuhi jadwal kunjungan antenatal care, dan terdapat hubungan yang
rendah antara kedua variabel. Dari hasil penelitian ini diharapkan pelayanan kesehatan dapat
meningkatkan pengetahuan ibu hamil tentang risiko tinggi kehamilan melalui pendidikan
kesehatan sebagai rangkaian pelayanan antenatal dan pemanfaatan buku KIA secara
maksimal.
Asuhan pada kehamilan trimester III yang pertama dilakukan yaitu pengkajian.
Pengkajian merupakan proses pengumpulan semua informasi akurat dan lengkap dari
beberapa sumber yang berkaitan dengan kondisi klien (Yulifah dan Surachmindari, 2013; h.
wawancara dengan klien tentang keluhan utama yang dirasakan, hal tersebut ditanyakan
untuk mengetahui alasan pasien datang ke fasilitas pelayanan kesehatan. Keluhan ibu
hamil trimester ketiga yang masih normal adalah kaki bertambah bengkak dan terasa
semakin nyeri, buang air kecil meningkat sekitar 5 menit sekali, suhu tubuh ibu meningkat
sehingga sering kepanasan, rahim sering berkontraksi ringan (braxton hick contraction),
pada bulan ke-8 payudara mengeluarkan kolostrum dan pada bulan-bulan terakhir cairan
19
vagina meningkat (kental), rasa nyeri punggung dan sesak napas sehingga kesulitan
mendapatkan posisi tidur yang nyaman, dan uterus terus tumbuh meninggi ke paru-paru
kehamilan sekarang yang harus dikaji yaitu hari pertama haid terakhir (HPHT) dan jumlah
ANC yang sudah pernah dilakukan. HPHT ditanyakan untuk mengetahui usia kehamilan
ibu dan hari perkiraan lahir (HPL) (Varney, 2006; h. 524). Menentukan usia kehamilan
menghitung taksiran berat janin (TBJ) kemudian disesuaikan dengan usia kehamilan, lalu
dianalisa apakah terdapat ketidaksesuaian atau tidak. Hasilnya dijadikan acuan dalam
pemberian asuhan. Begitu juga dengan HPL, karena hal ini dapat digunakan sebagai
acuan bagi pasien dan keluarga untuk mempersiapkan diri baik fisik, mental, maupun
materi. Sedangkan bagi bidan HPL dijadikan sebagai acuan dalam menentukan diagnosis
dalam proses persalinan (misalnya persalinan preterm atau postterm) (Varney, Jan, dan
Carolyn, 2007; h. 52). Menentukan HPL menurut Saifuddin (2010; h. 279) dengan
menggunakan rumus Naegele yaitu tanggal HPHT ditambah 7 dan bulan dikurangi 3.
Riwayat kesehatan ibu yang pernah, sedang maupun terdapat riwayat penyakit
dari keluarga digunakan sebagai penanda adanya penyulit masa hamil. Beberapa data
penting tentang riwayat kesehatan pasien yang perlu dikaji adalah apakah pasien pernah
atau sedang menderita penyakit, seperti jantung, diabetes mellitus (DM), ginjal,
Pieter (2013; h. 230) penyakit yang diderita ibu hamil bisa memengaruhi kehidupan dan
proses kelahiran janin, seperti kelahiran prematur, intra uteri fetal death (IUFD), asfiksia
neonatorum, hipoglikemi, dan pengaruh bagi ibu yaitu hipertensi, stroke, abrupsio
Pola kehidupan sehari-hari yang perlu dikaji yaitu pola nutrisi, pola istirahat dan
pola eliminasi. Pola nutrisi sebagai gambaran bagaimana pasien mencukupi asupan
gizinya selama hamil, sehingga apabila bidan memperoleh data yang tidak sesuai dengan
pendidikan kesehatan mengenai gizi ibu hamil. Hal yang ditanyakan yaitu menu,
frekuensi, jumlah per hari, dan pantangan makan dan minum ibu (Prawirohardjo, 2010; h.
279).
Tabel 2.1 Penambahan Kebutuhan Nutrisi pada Ibu Hamil TM III
Tambahan nutrisi
Macam zat gizi pada ibu hamil TM Sumber bahan makanan
III
Karbohidrat 300 kkal/hari Kacang-kacangan, padi-padian, umbi-
umbian, gula
Protein 67-100 gr/hari Telur, susu, daging, unggas, kerang,
tempe, tahu
Vitamin
Vitamin A +300 RE Wortel, tomat
Vitamin C +10 mg Pisang, jeruk, strawberry
Vitamin B12 +0,2 g Ikan, kepiting, kerang, daging
Mineral
Kalsium 950 mg/hari Ikan teri, udang, sayuran hijau, keju,
yogurt
Zat besi 39 mg/hari Hati, ikan, daging, singkong, kangkung,
sayuran hijau
Asam folat 470 g/hari Hati, brokoli, sayuran hijau, kacang-
kacangan, ikan, daging, jeruk, telur
(Sumber: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, 2012)
Masalah gizi pada ibu hamil yang paling umum yaitu kurang energi protein,
vitamin A dan anemia gizi. Ibu hamil yang menderita defisiensi zat gizi mempunyai risiko
lebih besar untuk memiliki bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Upaya yang
dilakukan melalui paket produk PMT diberikan tiap minggu untuk dikonsumsi setiap hari.
Jenis produk PMT meliputi susu, biskuit dengan tiga rasa dan bihun satu rasa. Penelitian
V. Prihananto, Ahmad Sulaeman, Hadi Riyadi, dan Nur Heni Sri Palupi tentang Pengaruh
Pemberian Makanan Tambahan terhadap Konsumsi Energi dan Protein Ibu Hamil di
Kabupaten Bogor tahun 2007 membuktikan bahwa terdapat pengaruh pemberian PMT
yang dikonsumsi ibu hamil. Tingkat konsumsi energi dan protein pada ibu hamil yang
21
mengkonsumsi PMT yaitu 1993 kkal dan 46,6 gram, lebih besar dibandingkan dengan
yang tidak mengkonsumsi PMT yaitu 1809 kkal dan 40,2 gram.
Pola istirahat diperlukan untuk mengetahui hambatan yang mungkin muncul jika
tentang berapa lama ibu tidur di malam dan siang hari. Pada trimester III ibu hamil
mengalami sulit tidur dikarenakan adanya perubahan hormon, stres, pergerakan janin
yang berlebihan, posisi tidur yang tidak nyaman, sering buang air kecil dan sakit pada
pinggang (Huliana, 2007; h. 34). Normalnya orang dewasa tidur selama 7-8 jam, namun
untuk ibu hamil bisa mencapai 10 jam. Hal ini bergantung pada usia dan stamina saat ibu
hamil. Tidur cukup akan menjamin kesehatan ibu selama hamil serta memberikan cukup
energi saat persalinan. Penelitian yang dilakukan University of California di San Francisco
tahun 2012 menemukan fakta, wanita yang tidur kurang dari 6 jam per malam memiliki
keluhan yang dialami ibu selama kehamilan (Sulistyawati, 2011; h. 169-170). Sering
buang air kecil pada trimester III terjadi karena pembesaran janin yang menyebabkan
desakan pada kantong kemih, sedangkan konstipasi terjadi karena pengaruh hormon
progesteron yang mempunyai efek rileks pada otot polos, salah satunya otot usus
yang merugikan ibu maupun janin apabila terdapat pantangan makan yang seharusnya
menyehatkan bagi ibu dan janin seperti pantangan makan daging, ikan, telur, dan goreng-
gorengan karena dipercaya akan menyebabkan kelainan pada janin (Sulistyawati, 2011;
h. 174). Hasil penelitian Arum Pratiwi dan Siti Arifah tahun 2010 tentang Perilaku
Kehamilan, Persalinan dan Nifas terkait dengan Budaya Kesehatan pada Masyarakat
ibu hamil. Status ekonomi yang baik akan membuat ibu memiliki status gizi yang baik dan
tidak terbebani secara ekonomi tentang biaya persalinannya dan pemenuhan kebutuhan
sehari-hari setelah bayinya lahir (Suryani dan Zein, 2006; h. 124). Penelitian Heni Panal
tentang Hubungan Ekonomi Keluarga dengan Status Gizi Ibu Hamil di Puskesmas
Wongkaditi Kota Gorontalo Tahun 2011 menyimpulkan bahwa keluarga yang ekonomi
tinggi sebanyak 33,82% dan keluarga yang ekonomi rendah sebanyak 66,18% sedangkan
ibu hamil yang status gizi baik sebanyak 42,65% dan ibu hamil yang status gizi kurang
57,35% sehingga terdapat hubungan signifikan antara ekonomi keluarga dengan status
persalinan, maupun nifas, karena dengan pengambilan keputusan sesegera mungkin ibu
maupun janin dapat dilakukan tindakan pertolongan dengan segera dan dapat
diselamatkan.
2. Objektif
Setelah data subjektif dikaji, untuk melengkapi data bidan dalam menegakkan
diagnosis, maka bidan harus melakukan pengkajian data objektif melalui pemeriksaan
fisik meliputi pemeriksaan umum, status present, status obstetrik, dan pemeriksaan
pernapasan, dan berat badan untuk menentukan kondisi ibu secara umum.
Penimbangan berat badan berkaitan dengan indeks masa tubuh dan kenaikan berat
badan setiap minggunya. Indeks masa tubuh adalah cara yang dipakai untuk
23
menentukan berat badan menurut tinggi badan dengan rumus berat badan dibagi
hamil. Disarankan pada ibu primigravida untuk tidak menaikkan berat badannya lebih
dari 1 kg/bulan. Perkiraan peningkatan berat badan yang dianjurkan yaitu 4 kg pada
kehamilan trimester I, 0,5 kg/minggu pada kehamilan trimester II sampai III, totalnya
tekanan darah dan adanya hipertensi kehamilan. Apabila diketahui kenaikan tekanan
diastolik ibu 15 mmHg atau >90 mmHg dalam 2 pengukuran berjarak 1 jam atau
proteinuria dan edema hingga kejang. Preeklampsia ringan memiliki tanda adanya
kenaikan tekanan diastolik, edema, dan proteinuria 1+. Preeklampsia berat memiliki
berat disertai dengan kejang. Pencegahan perlu dilakukan oleh setiap ibu hamil yang
24
tekanan diastolik, disini bidan mendeteksi secara dini dan memberikan penanganan
secara cepat. Kasus harus ditindaklanjuti secara reguler dan diberi penerangan yang
jelas bila ibu harus kembali ke pelayanan kesehatan. Dalam rencana pendidikan
keluarga (suami, orang tua, mertua, dll) harus dilibatkan sejak awal (Saifuddin, 2009;
h. 208-211).
Berdasarkan penelitian Rozikhan tahun 2006 dalam Faktor-Faktor Risiko
dilakukan pada 100 orang sebagai kelompok kontrol penelitian didapatkan hasil yang
mempunyai risiko 15,506 kali, keturunan mempunyai risiko 7,110 kali, dan paritas
b. Status Obstetrik
1) Inspeksi
Pemeriksaan status obstetrik meliputi pemeriksaan inspeksi yaitu
Edema pada muka terjadi karena peningkatan kadar sodium akibat pengaruh
hormonal dan tekanan pada pembuluh vena. Pembengkakan pada wajah dan
menilai kesiapan ibu menyusui dan kendala yang akan dihadapi ibu saat
atau tidak), hiperpigmentasi areola payudara, teraba massa, nyeri atau tidak,
melihat adanya striae gravidarum, linea nigra, dan adanya bekas operasi
Pemeriksaan vulva melihat adakah PPV maupun kelainan abnormal lain seperti
h. 176).
2) Palpasi
Pemeriksaan palpasi abdomen dengan pemeriksaan Leopold I, II, III,
dan IV, TFU, serta TBJ. Pemeriksaan Leopold I untuk menentukan TFU dan
bagian janin yang terletak di fundus, Leopold II menentukan bagian janin pada
sisi kanan dan kiri ibu, Leopold III untuk menentukan bagian janin yang terletak
mengidentifikasi faktor-faktor risiko tinggi. Tinggi fundus uteri yang stabil atau
tangan jika usia kehamilan <12 minggu dan menggunakan metline jika usia
16 - Pertengahan pusat-simpisis
20 20 2 cm 3 jari di bawah pusat
24 24 2 cm Setinggi pusat
28 28 2 cm 3 jari di atas pusat
32 32 2 cm Pertengahan pusat-prosesus
xiphoideus (px)
36 36 2 cm 3 jari di bawah prosesus xiphoideus
(px)
40 32 2 cm Pertengahan pusat-prosesus
xiphoideus (px)
(Sumber: Asuhan Kebidanan pada Masa Kehamilan; 2011)
Menghitung taksiran berat janin (TBJ) menurut Mc Donald berdasar
TFU dengan cara menempatkan metline skala 0 (nol) di atas simfisis dan ukur
TFU dengan melihat metline dalam cm. Jika belum masuk panggul maka (TFU
12) x 155, jika sudah masuk panggul (TFU 11) x 155 (Sulistyawati, 2011; h.
140).
3) Auskultasi
Pemeriksaan auskultasi dengan menghitung detak jantung janin (DJJ)
selama satu menit penuh, menentukan frekuensi per menit, teratur atau tidak,
dan punktum maksimum janin. DJJ normal yaitu 120-160 kali per menit. DJJ
menggambarkan status kesejahteraan janin, apabila DJJ <120 atau >160 kali per
memantau kesehatan ibu dan janin sehingga dapat mengetahui tindakan yang akan
diberikan selanjutnya.
1) Pemeriksaan golongan darah
Pemeriksaan golongan darah pada ibu hamil tidak hanya untuk
sekali pada trimester ketiga. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui ibu
hamil tersebut menderita anemia atau tidak selama kehamilannya karena kondisi
27
(Depkes RI, 2010). Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar
hemoglobin di bawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar hemoglobin
<10,5 gr% pada trimester II (Depkes RI, 2009). Anemia pada ibu hamil di
Indonesia sangat bervariasi yaitu tidak anemia (Hb >11 gr%), anemia ringan (Hb
9-10,9 gr%), anemia sedang (Hb 7-8,9 gr%) dan anemia berat (Hb <7 gr%
minggu. Kehilangan darah lebih banyak pada anemia berat dan kehilangan
meningkat sedikit pada wanita anemia ringan dibandingkan dengan ibu yang
tidak anemia.
3) Pemeriksaan protein dalam urine
Pemeriksaan protein dalam urin pada ibu hamil dilakukan pada
trimester kedua dan ketiga atas indikasi. Pemeriksaan ini ditujukan untuk
satu indikator tejadinya preeklampsia pada ibu hamil (Depkes RI, 2010). Tes
berat (Kemenkes RI, 2013; h. 111). Penatalaksanaan segera apabila ibu positif
28
asuhan selanjutnya sesuai kebutuhan ibu. Pelaksanaan asuhan dilaksanakan secara efisien
dan aman. Perencanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian bidan
sebagian lagi klien atau tim kesehatan lainnya. Dalam situasi dimana bidan berkolaborasi
dengan dokter, untuk menangani klien yang mengalami komplikasi, maka keterlibatan bidan
dalam manajemen asuhan bagi klien adalah tanggung jawab terhadap terlaksananya rencana
berdasarkan peran bidan dalam tindakan mandiri, kolaborasi, merujuk, tindakan pengawasan,
kunjungannya diupayakan agar memenuhi standar. Standar kualitas yang diberikan pada ibu
hamil yaitu 10T terdiri dari timbang berat badan, ukur lingkar lengan atas (LILA), ukur
tekanan darah, ukur tinggi fundus uteri, hitung denyut jantung janin (DJJ), tentukan presentasi
janin, beri imunisasi Tetanus Toksoid (TT), beri tablet tambah darah (tablet besi), periksa
laboratorium (rutin dan khusus), dan KIE efektif (Depkes RI, 2010).
Standar kualitas minimal yang harus diberikan yaitu 7T terdiri dari timbang berat
badan, ukur tekanan darah, ukur tinggi fundus uteri, pemberian imunisasi (Tetanus Toksoid) TT
lengkap, pemberian tablet zat besi minimum 90 tablet selama kehamilan, tes terhadap
penyakit menular seksual, dan temu wicara dalam rangka persiapan rujukan (Saifuddin, 2009;
h. 90).
29
Sesuai standar minimal asuhan kehamilan yang harus diberikan yaitu konseling,
konseling diberikan sesuai kebutuhan ibu hamil. Konseling yang dapat diberikan bidan pada
bahwa bayinya akan lahir sewaktu-waktu, peran bidan, suami dan keluarga untuk
memberi dukungan dan semangat, bahwa kehamilan dan persalinan adalah hal yang
kalori, protein, kalsium, zat besi, asam folat, dan vitamin pun meningkat. Berikan ibu saran
sayuran, buah, daging, ikan, telur, dan lain-lain supaya mencegah terjadinya kekurangan
miring dianjurkan untuk meningkatkan perfusi uteri dan mengambil posisi telentang kaki
diangkat pada dinding untuk meningkatkan aliran vena dari kaki, mengurangi edema kaki
dan varices vena. Membebaskan pikiran dan badan dari ketegangan yang sengaja
Waktu terbaik setelah makan siang, awal istirahat sore, serta malam sewaktu tidur
4. Persiapan laktasi
Persiapan menyusui pada masa kehamilan merupakan hal yang penting karena
dengan persiapan dini ibu akan lebih baik dan siap untuk menyusui bayinya (Asrinah,
2010; h. 106).
5. Senam hamil atau exercise
Senam hamil bukan merupakan keharusan. Namun, dengan melakukan senam
hamil akan banyak memberi manfaat dalam membantu kelancaran proses persalinan
30
antara lain melatih pernapasan, relaksasi, menguatkan otot-otot panggul dan perut, serta
melatih cara mengejan yang benar. Senam hamil pada kehamilan normal dilakukan atas
anjuran dari dokter atau bidan dan dapat dimulai pada kehamilan 16-38 minggu (Salmah,
2006; h. 118).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Puspitasari tentang Hubungan Senam
Hamil dengan Nyeri Punggung pada Ibu Hamil di Rumah Sakit Kendangsari Surabaya
tahun 2013 menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara ibu hamil yang
melakukan senam hamil dengan nyeri punggung. Semakin teratur mengikuti senam hamil
maka hal ini dapat meminimalkan nyeri punggung yang dirasakan oleh ibu hamil.
6. Tanda bahaya kehamilan
Salah satu asuhan yang dilakukan oleh seorang bidan untuk menapis adanya
yang mungkin terjadi selama hamil dan memberikan pendidikan kesehatan mengenai
tanda bahaya ibu hamil, anjurkan ibu untuk segera memeriksakan diri ke petugas
kesehatan apabila ibu mengalami komplikasi. Adapun komplikasi ibu dan janin yang dapat
terjadi pada masa kehamilan yaitu perdarahan pervagina, sakit kepala yang hebat,
penglihatan kabur dan perubahan visual secara tiba-tiba, bengkak pada wajah dan tangan
tidak hilang setelah istirahat, keluar cairan pervaginam, gerakan janin tidak terasa, dan
keluarga, dan bidan. Rencana ini merupakan hasil diskusi untuk memastikan bahwa ibu
dapat menerima asuhan yang diperlukan apabila ibu sudah merasakan salah satu tanda
persalinan antara lain perut mulai tegang dan mengencang secara teratur setiap 10 menit
atau 15 menit, his yang teratur disertai nyeri mulai dari perut menjalar ke pinggang,
fundus uteri turun, dan keluar lendir bercampur darah atau cairan pervaginam (cairan
ketuban) (Salmah, 2006; h. 116). Hendaknya segera pergi ke tenaga kesehatan atau
tempat bersalin yang sudah disepakati antara ibu, suami, dan keluarga. Persiapan ibu dan
31
keluarga untuk persalinan adalah persiapan fisik dan mental, pakaian ibu dan bayi,
transportasi, biaya persalinan, dan pendamping saat persalinan (Janiwarty dan Pieter,
2013; h. 87).
Pemberian vitamin zat besi penting diberikan guna memenuhi zat besi yang tidak
dapat dipenuhi hanya dengan mengkonsumsi makanan. Pemberian zat besi dimulai dengan
memberikan satu tablet sesegera mungkin setelah rasa mual hilang. Tiap tablet mengandung
FeSO4 320 mg (zat besi 60 mg) dan Asam Folat 500 g, minimal masing-masing 90 tablet.
Tablet besi sebaiknya tidak diminum bersama teh atau kopi, karena akan mengganggu
Keteraturan Konsumsi Tablet Besi dengan Anemia di Puskesmas Muara Tembesi menyatakan
dari 82 responden ternyata terdapat 58,5% ibu hamil yang mengalami anemia, tidak teratur
mengkonsumsi tablet besi terdapat 61,0% ibu hamil dan dari pola makan kurang baik 39%
sebagian besar mengalami anemia. Berdasarkan hal tersebut didapatkan hasil bahwa
keteraturan konsumsi tablet besi dan pola makan mempunyai hubungan yang bermakna
dengan anemia.
B. Asuhan Kebidanan Persalinan
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta) yang telah
cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain,
dengan bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri). Proses ini dimulai dengan adanya
kontraksi secara progresif dan diakhiri dengan kelahiran plasenta (Sulistyawati dan
dan setelah bayi lahir, serta upaya pencegahan komplikasi terutama perdarahan pasca
persalinan, hipotermia, dan asfiksia bayi baru lahir. Hal ini merupakan suatu hal yang
dilakukan untuk mengubah sikap menunggu dan menangani komplikasi menjadi mencegah
komplikasi yang mungkin terjadi, sehingga mampu mengurangi angka kesakitan dan angka
dan mencapai derajat kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya melalui berbagai upaya
yang dilakukan. Upaya-upaya yang dilakukan antara lain menggunakan praktik pencegahan
infeksi dalam memberikan setiap asuhan, memantau dan memberikan asuhan selama
persalinan untuk mendeteksi dini adanya komplikasi dalam persalinan dan memilih tindakan
yang sesuai untuk menanganinya, memberikan asuhan sayang ibu, menyiapkan rujukan bagi
setiap ibu bersalin, menghindari tindakan-tindakan yang berlebihan seperti episiotomi rutin,
amniotomi, dan katerisasi, memberikan asuhan bayi baru lahir, memberikan asuhan dan
pemantauan ibu dan bayi baru lahir, mengajarkan kepada ibu dan keluarganya untuk
mengenali secara dini bahaya yang mungkin terjadi selama masa nifas dan pada bayi baru
lahir, dan mendokumentasikan asuhan yang telah diberikan (Sulistyawati dan Nugraheny,
2013; h.9-10).
Menurut Depkes RI (2008) asuhan persalinan normal yang bersih dan aman
diwujudkan melalui kebijakan 58 langkah APN yang berlandaskan dari 5 benang merah APN
yaitu membuat keputusan klinik, asuhan sayang ibu dan sayang bayi, pencegahan infeksi,
based), dan turut meningkatkan angka kelangsungan hidup ibu. Asuhan sayang ibu membantu
pasien merasa nyaman dan aman selama proses persalinan yaitu dengan menghargai
kebiasaan budaya, praktik keagamaan dan kepercayaan (apabila kebiasaan tersebut aman),
serta melibatkan pasien dan keluarga sebagai pembuat keputusan, secara emosional sifatnya
(kala pembukaan) yang terdiri dari fase laten dan fase aktif terdiri dari subfase akselerasi,
dilatasi maksimal, dan deselarasi, kala II (kala pengeluaran janin), kala III (kala pengeluaran
Kala satu persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus yang teratur dan
meningkat (frekuensi dan kekuatannya) hingga serviks membuka lengkap (10 cm). Kala satu
persalinan terdiri dari dua fase, yaitu fase laten dan fase aktif. Fase laten berlangsung hingga
serviks membuka kurang dari 4 cm lamanya hampir atau hingga 8 jam. Sedangkan, fase aktif
per jam (nulipara atau primigravida) atau lebih dari 1 cm hingga 2 cm (multipara) (JNPK-KR,
2008; h. 38).
Lamanya proses persalinan dapat berjalan normal (7-13 jam) atau memanjang (>13
jam) karena adanya beberapa faktor yang berperan dalam proses persalinan, salah satunya
adalah faktor psikologi. Menurut penelitian Desi EW, Rillyani, Riska W, dan Aryanti W tentang
RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Lampung tahun 2014 menunjukkan bahwa rerata lamanya
persalinan kala II pada ibu dengan didampingi suami yaitu 105,84 menit sedangkan yang tidak
didampingi yaitu 136,61 menit sehingga terdapat pengaruh pendampingan suami terhadap
asuhan tubuh yang baik, kehadiran pendamping, keringanan dari rasa sakit, penerimaan atas
sikap dan perilakunya, dan informasi dan kepastian tentang hasil yang aman. Pengurangan
rasa sakit akibat kontraksi dapat diberikan dengan kehadiran terus menerus, dorongan mental
dari pendamping, perubahan posisi dan pergerakan, sentuhan dan pijatan, panas dan dingin
buatan, pengeluaran suara yang menyamankan pasien, visualisasi dan pemusatan perhatian,
pemutaran musik yang lembut dan disukai pasien, serta pemberian aroma (Sulistyawati dan
Perbedaan Tingkat Nyeri Persalinan Kala I pada Ibu Bersalin Normal Primigravida dan
Multigravida di RB Nur Hikmah Desa Kuwaron Gubug Kabupaten Grobogan Tahun 2011 yang
dilakukan pada 30 sampel ibu hamil, terdiri atas 15 ibu primigravida dan 15 ibu multigravida,
34
didapatkan hasil nyeri persalinan pada ibu primigravida sebagian besar mengalami nyeri berat
sebanyak 10 orang (66,7%), responden yang mengalami nyeri sedang sebanyak 4 orang
(26,7%) dan nyeri sangat berat 1 orang (6,7%). Nyeri persalinan pada ibu multigravida
sebagian besar mengalami nyeri ringan sebanyak 9 orang (60%), nyeri sedang sebanyak 6
orang (40%). Meskipun ambang nyeri setiap orang berbeda berdasarkan latar belakang ibu
namun perbedaan nyeri persalinan kala I pada ibu bersalin normal dapat diambil kesimpulan
bahwa terdapat perbedaan tingkat nyeri yang spesifik antara ibu primigravida dengan
multigravida.
Penelitian lain mengenai proses persalinan kala I oleh Pevi Primasnia, Wagiyo, dan
Elisa tentang Hubungan Pendampingan Suami dengan Tingkat Kecemasan Ibu Primigravida
dalam Menghadapi Proses Persalinan Kala I di Rumah Bersalin Kota Ungaran tahun 2013
pada 46 ibu hamil diketahui bahwa adanya hubungan yang signifikan antara pendampingan
suami dengan tingkat kecemasan ibu primigravida dalam menghadapi proses persalinan kala
I. Pada ibu primigravida yang menghadapi proses persalinan kala I tanpa didampingi oleh
suami mempunyai peluang 6,750 kali untuk terjadi kecemasan dibanding ibu primigravida
sehingga datang ke tempat pelayanan kesehatan. Informasi yang harus didapat dari pasien
adalah kapan mulai terasa kencang-kencang di perut, bagaimana intensitas dan frekuensinya,
apakah ada pengeluaran cairan dari vagina yang berbeda dari air kemih, apakah sudah ada
pengeluaran lendir yang disertai darah, serta pergerakan janin untuk memastikan
kesejahteraannya. Tanyakan pula mengenai pola makan minum, pola eliminasi, dan pola
istirahat terakhir ibu. Pola makan dan minum menggambarkan kecukupan asupan energi
untuk menghadapi persalinan. Pola istirahat yang perlu ditanyakan yaitu kapan terakhir tidur,
berapa lama, dan aktivitas sehari-hari karena istirahat sangat diperlukan oleh ibu untuk
mempersiapkan energi menghadapi proses persalinan. Pola eliminasi yang perlu ditanyakan
35
yaitu kapan terakhir ibu BAB dan BAK, jumlah, dan keluhan yang dirasakan (Sulistyawati dan
vulva/vagina, serviks (posisi, pembukaan, dan efficement), kulit ketuban, presentasi, POD
(point of direction), penyusupan, dan penurunan bagian terbawah janin. Hasil pemeriksaan VT
kala I, hal ini dapat diketahui dari hasil partograf. Garis waspada dimulai pada pembukaan
serviks 4 cm dan berakhir pada titik dimana pembukaan lengkap dengan laju pembukaan 1 cm
per jam. Jika pembukaan serviks mengarah ke sebelah kanan garis waspada (pembukaan
kurang dari 1 cm per jam), maka harus dipertimbangkan adanya penyulit. Garis bertindak
tertera sejajar dan di sebelah kanan (berjarak 4 jam) garis waspada. Jika pembukaan serviks
telah melampaui dan berada di sebelah kanan garis bertindak maka hal ini menunjukkan perlu
(kadar Hb, Hematokrit, kadar leukosit, dan golongan darah) (Sulistyawati dan Nugraheny,
2013; h. 226-228).
Kala dua persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan
berakhir dengan lahirnya bayi (JNPK-KR, 2008; h. 75). Pada primigravida kala II berlangsung
2 jam dan 1 jam pada multigravida (Sulistyawati dan Nugraheny, 2013; h. 7).
36
Asuhan persalinan kala II diberikan apabila sudah terdapat tanda gejala kala II. Pada
kala II, kontraksi uterus menjadi lebih kuat dan lebih cepat yaitu setiap 2 menit sekali dengan
durasi >40 detik, dan intensitas semakin lama dan semakin kuat. Karena biasanya pada tahap
ini kepala janin sudah masuk dalam ruang panggul, maka pada his dirasakan adanya tekanan
pada otot-otot dasar panggul yang secara reflek menimbulkan rasa ingin meneran. Pasien
merasakan adanya tekanan pada rektum dan merasa ingin BAB (Sulistyawati dan Nugraheny,
2013; h.101).
Tindakan yang dilakukan selama kala II persalinan yaitu memberikan dukungan terus
menerus kepada ibu dengan menghadirkan keluarga untuk mendampingi ibu agar merasa
nyaman dan menawarkan minum, mengipasi dan memijat ibu. Dukungan mental juga
diperlukan untuk mengurangi kecemasan atau ketakutan ibu dengan cara menjaga privasi ibu,
memberikan penjelasan tentang proses dan kemajuan persalinan dan tentang prosedur yang
ibu. Hal ini merupakan bagian dari pelaksanaan asuhan sayang ibu dengan membiarkan
pasien memilih sendiri posisi untuk meneran, selain posisi telentang atau litotomi. Ada
berbagai posisi meneran yang dianjurkan karena keuntungan setiap posisinya, posisi meneran
yang dianjurkan meliputi posisi jongkok, posisi setengah duduk, posisi berdiri, posisi
merangkak, dan posisi miring ke kiri (Sulistyawati dan Nugraheny, 2013; h. 104-105).
Menurut penelitian Syaflindawati, Rahmatina BH, Jumiami I tentang Pengaruh
Upright Posistion Terhadap Lama Kala I Fase Aktif pada Primigravida menunjukkan bahwa
rerata lama persalinan kala I fase aktif dengan upright position adalah 161,0540,26 menit
dan untuk posisi berbaring adalah 263,68 39,47 menit. Sehingga posisi upright position dapat
tenaga dan mencegah dehidrasi pada ibu. Meminta ibu untuk bernapas selagi kontraksi ketika
kepala akan lahir bertujuan agar perineum meregang pelan dan mengontrol lahirnya kepala
37
serta mencegah robekan. Selanjutnya dengan melakukan pemantauan denyut jantung janin
yang diperiksa setelah setiap kontraksi untuk memastikan janin tidak mengalami bradikardi
dilakukan saat kepala bayi membuka vulva 5-6 cm (crowning) (JNPK-KR, 2008; h. 83).
Menurut Sulistyawati dan Nugraheny (2013; h. 120) manuver tangan penolong ketika
menolong kelahiran kepala yaitu penolong meletakkan telapak tangan pada bagian vertex
untuk membantu kepala bayi agar fleksi dan pengendalian dan mengurangi robekan pada
verteks. Tangan lainnya menopang perineum untuk melindungi perineum agar mengurangi
regangan berlebihan (robekan) pada vagina dan perineum. Saat kepala sudah keluar dan
dilahirkan usap muka bayi dengan kain atau kasa bersih atau DTT untuk membersihkan lendir
dan darah dari mulut dan hidung bayi (JNPK-KR, 2008; h. 85).
Penelitian yang berkaitan dengan kejadian ruptur perineum dilakukan Saras Ayu
Mustika dan Evi Sri Suryani tentang Hubungan Umur Ibu dan Lama Persalinan dengan
Kejadian Ruptur Perineum pada Ibu Primipara di BPS Ny. Pda Farida Desa Pancasan
Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas Tahun 2010 dengan hasil bahwa responden yang
tidak mengalami kejadian ruptur perineum 80% pada usia tidak berisiko (20-35 tahun)
sedangkan yang mengalami ruptur perineum 55% pada usia yang berisiko dan kejadian ruptur
perineum pada lama persalinan normal yaitu 95% yang tidak ruptur perineum dan 60% yang
mengalami ruptur perineum sehingga terdapat hubungan antara umur ibu bersalin dan lama
leher bayi apakah terlilit oleh tali pusat. Jika ada lilitan di leher bayi cukup longgar maka
lepaskan lilitan tersebut dengan melewati kepala bayi (JNPK-KR, 2008; h. 86). Jika tali pusat
melilit leher bayi dengan ketat maka pasang dua buah klem pada tali pusat dengan segera
dan gunting karena lilitan tali pusat yang ketat dapat menyebabkan terjadinya hipoksia pada
Tunggulah sampai terjadi putaran paksi luar dari kepala bayi dan melahirkan bahu
dan anggota seluruhnya dengan menempatkan kedua tangan pada sisi kepala dan leher bayi
dengan teknik biparietal dan lakukan teknik sangga susur dengan melakukan tarikan lembut
ke bawah untuk melahirkan bahu depan, melakukan tarikan lembut ke atas untuk melahirkan
bahu belakang untuk mengendalikan kelahiran tubuh bayi (JNPK-KR, 2008; h. 88).
Setelah bayi seluruhnya lahir lakukan penilaian sekilas untuk menilai kesejahteraan
bayi secara umum. Penilaian dilakukan dengan memiringkan bayi 15 ke arah kepala guna
melancarkan peredaran darah ke arah kepala. Aspek yang dinilai adalah warna kulit dan
tangis bayi, jika warna kulit kemerahan dan bayi dapat menangis spontan maka kondisi bayi
baik (Sulistyawati dan Nugraheny, 2013; h. 118). Bayi harus segera dikeringkan dan diselimuti
dengan menggunakan handuk atau sejenisnya untuk mencegah kehilangan panas (hipotermi)
dengan kegagalan fungsi jantung, perdarahan terutama pada paru-paru, ikterus dan kematian
pada APGAR skor dari 5 menit hingga 10 menit. Penilaian APGAR skor yaitu Appearance
(warna kulit), Pulse (denyut jantung), Grimace (respon refleks), Activity (tonus otot), dan
Bayi dengan penilaian yang baik diletakkan pada perut ibu dan memberikan bayi
pada bayi. Rangsangan dilakukan dengan cara mengusap-usap pada bagian punggung atau
darah dan mendukung proses fisiologis alami pada transisi kehidupan ekstrauteri hal ini akan
meningkatkan aliran darah dalam jumlah sedang ke bayi baru lahir (Sulistyawati dan
Nugraheny, 2013; h.206-207). Memotong dan merawat tali pusat pada bayi baru lahir normal
dengan menjepit tali dengan klem lalu memotong tali pusat di antara 2 klem, mengikat tali
pusat dengan jarak 1 cm dari umbilikus dengan simpul mati (Dewi, 2013; h. 3).
Pemberian ASI sedini mungkin melalui Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dalam waktu satu
jam setelah lahir bermanfaat untuk meningkatkan ikatan emosional ibu dan bayi, memberikan
kekebalan pasif segera pada bayi melalui kolostrum, dan merangsang kontraksi uterus.
Menganjurkan pada ibu untuk memeluk bayinya dan mencoba segera menyusukan bayi
Berdasarkan penelitian Hotma Sauhur Hutagaol, Eryati Darwin, dan Eny Yantri
tentang Pengaruh Inisiasi Menyusu Dini (IMD) terhadap Suhu dan Kehilangan Panas pada
Bayi Baru Lahir di Ruang Bersalin RS Dr. Reksodiwiryo Padang tahun 2014 terhadap 40
orang bayi baru lahir dengan 20 orang bayi baru lahir yang diberikan IMD dan 20 orang bayi
baru lahir tanpa IMD menunjukkan bahwa IMD berpengaruh terhadap peningkatan suhu
aksila.
Persalinan kala tiga dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya
plasenta dan selaput ketuban (JNPK-KR, 2008; h. 123). Waktu yang dibutuhkan agar seluruh
plasenta terlepas, terdorong ke dalam vagina, dan akan lahir spontan atau dengan sedikit
dorongan dari atas simpisis atau fundus uteri adalah 5-10 menit. Seluruh proses biasanya
berlangsung 5-30 menit setelah bayi lahir (Sulityawati dan Nugraheny, 2013; h. 157).
Lepasnya plasenta dapat diketahui dengan melihat tanda perubahan bentuk dan
tinggi fundus uterus, tali pusat bertambah panjang, dan semburan darah mendadak dan
2008; h. 124).
Pencegahan kasus kesakitan dan kematian ibu akibat atonia uteri dan retensio
plasenta dapat dilakukan dengan manajemen aktif kala III. Manajemen aktif kala III adalah
mengupayakan kala III selesai secepat mungkin dengan melakukan langkah-langkah yang
memungkinkan plasenta lepas dan lahir lebih cepat. Tujuannya untuk mengurangi kejadian
transfusi darah, dan mengurangi penggunaan terapi oksitosin. Komponen manajemen aktif
kala III adalah pemberian oksitosin IM segera setelah bayi lahir (maksimal 2 menit), tali pusat
diklem, plasenta dilahirkan melalui peregangan tali pusat terkendali dengan menahan fundus
uterus secara dorsokranial (arah ke atas dan ke belakang), begitu plasenta dilahirkan, lakukan
masase pada fundus uterus secara sirkular agar uterus tetap berkontraksi dengan baik serta
untuk mendorong keluar setiap gumpalan darah yang ada dalam uterus (Sulistyawati dan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Budi Joko Santosa, Sri Wuriyani,
Nurwening Tyas Wisnu mengenai Hubungan Antara Ketepatan Manajemen Aktif Kala III
dengan Perdarahan Kala III di BPS Madiun Selatan tahun 2010 menyebutkan terdapat
hubungan bermakna antara manajemen aktif kala III dengan perdarahan kala III persalinan.
Hal ini dikarenakan sebagian besar persalinan dengan metode manajemen aktif kala III
menunjukkan perdarahan <250 cc, hal ini disebabkan oleh penyuntikan obat oksitosin secara
tepat dosis dan waktu. Penyuntikan oksitosin secara intramuskuler akan merangsang fundus
uteri untuk berkontraksi dengan kuat dan efektif sehingga terjadi pengecilan luas implantasi
plasenta cepat lahir, karena tindakan yang dilakukan secara aktif dapat mengurangi risiko
retensio plasenta. Metode manajemen aktif kala III secara tepat dapat menimbulkan kontraksi
uterus secara cepat dan menekan aliran darah dari dinding uterus. Peragangan tali pusat
terkendali dapat segera melepaskan plasenta yang telah terpisah dari dinding rahim, sehingga
dapat mencegah proses kontraksi rahim, selanjutnya menekan perdarahan dalam jumlah
melingkar hingga fundus menjadi kencang (keras) untuk mencegah perdarahan yang
berlebihan dan merupakan diagnosis cepat dari atonia uteri. Sementara tangan kiri melakukan
masase uterus, pemeriksaan plasenta dengan tangan kanan bertujuan untuk memastikan
kotiledon dan membrane sudah lengkap (Sulistyawati dan Nugraheny, 2013; h. 163).
Masa ini merupakan saat paling kritis untuk mencegah kematian ibu, terutama kematian
42
disebabkan karena perdarahan. Selama kala IV, petugas harus memantau ibu setiap 15 menit
pada jam pertama setelah kelahiran plasenta, dan setiap 30 menit pada jam kedua setelah
persalinan. Jika kondisi ibu tidak stabil, maka ibu harus dipantau lebih sering. Pemantauan
yang dilakukan meliputi pemantauan fundus uteri apakah fundus berkontraksi kuat dan berada
di atau di bawah umbilikus, plasenta dan selaput ketuban apakah lahir lengkap untuk
memastikan tidak ada bagian-bagian yang tersisa dalam uterus, perineum apakah terdapat
diwaspadai apabila pengeluaran darah >500 cc, kandung kemih apakah penuh atau kosong
segera kosongkan kandung kemih apabila terlalu penuh karena dapat mengurangi kontraksi
uterus, serta pantau kondisi bayi baru lahir apakah bayi bernapas dengan baik, suhunya
Marshall dan Raynor (2012) mengatakan bukti terbaru dari sebuah penelitian terhadap
3822 wanita mulitipara dan primipara menunjukan bahwa teknik jahitan jelujur
dibandingkan teknik jahitan terputus untuk menutup perineum (semua lapisan atau hanya
kulit perineum) dikaitkan dengan lebih sedikit nyeri dan penurunan penggunaan
analgesia sampai dengan 10 hari pascapartum. Penurunan nyeri bahkan lebih besar
ketika teknik jahitan jelujur digunakan untuk semua lapisan dibandingkan dengan hanya
diberikan sesuai kebutuhan ibu yaitu hidrasi dan nutrisi dengan memberikan segera minum
sebanyak yang pasien inginkan, karena saat ini ibu merasa haus akibat kelelahan dan
pengeluaran keringat yang banyak saat persalinan dan berikan pasien makan sesuai dengan
membimbing ibu keluar dari tempat tidurnya dan secepat mungkin berjalan bertujuan untuk
uterus, melancarkan fungsi alat gastrointesinal dan alat kelamin, serta meningkatkan
kelancaran peredaran darah sehingga mempercepat fungsi ASI dan pengeluaran sisa
metabolisme. Pada persalinan normal mobilisasi dikerjakan setelah 2 jam (ibu boleh miring ke
kiri dan ke kanan untuk mencegah adanya trombosit). Mobilisasi dilakukan secara berangsur-
Santosa (2010) mengenai Hubungan antara Mobilisasi Dini dengan Lama Pengeluaran
Lokhea Rubra pada Ibu Nifas menyebutkan bahwa ibu bersalin yang melakukan mobilisasi
dini mengeluarkan lokhea rubra rata-rata lebih cepat 24,03 jam dari biasanya (72 jam).
Mobilisasi dini mempunyai beberapa efek yaitu melancarkan pengeluaran lokhea rubra,
peredaran darah. Semakin tinggi nilai mobilisasi semakin pendek lama pengeluaran lokhea
rubra.
Setelah melahirkan ibu akan merasa lebih lelah dan membutuhkan istirahat. Bidan
dapat memfasilitasi ibu untuk beristirahat cukup untuk mencegah kelelahan yang berlebihan
dan sarankan ibu untuk kembali melakukan kegiatan ringan. Kurang istirahat akan
memengaruhi ibu dalam produksi ASI yang berkurang, memperlambat proses involusi uterus
dan memperbanyak perdarahan, dan menyebabkan depresi pada ibu (Dewi dan Sunarsih,
2011; 76).
C. Asuhan Kebidanan Masa Nifas
Masa nifas (puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira
atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari rahim, sampai enam
minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya kembali organ-organ yang berkaitan dengan
kandungan, yang mengalami perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya berkaitan
saat melahirkan.
44
meliputi perawatan bayi baru lahir (standar 13), penanganan 2 jam pertama setelah persalinan
(standar 14), serta pelayanan bagi ibu dan bayi pada masa nifas (standar 15).
Tujuan asuhan masa nifas yaitu mendeteksi adanya perdarahan masa nifas dan
infeksi, menjaga kesehatan ibu dan bayinya baik fisik maupun psikologis, melaksanakan
skrining secara komprehensif dengan mendeteksi masalah, mengobati, dan merujuk bila
terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya, memberikan pendidikan kesehatan diri meliputi
perawatan diri, nutrisi KB, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya, dan perawatan
bayi sehat, memberikan pendidikan mengenai laktasi dan perawatan payudara, konseling
pelayanan kesehatan. Keluhan pada masa nifas yang patut diwaspadai bidan adalah adanya
rasa nyeri, infeksi luka (jahitan atau operasi), kecemasan, perawatan perineum, masalah pada
payudara (nyeri, panas, bengkak, puting lecet, puting masuk ke dalam), masalah KB, gizi, dan
adanya tanda bahaya masa nifas (perdarahan, pusing, perutnya tidak mules, pandangan mata
maupun kunjungan ibu nifas. Menurut Sulistyawati (2009, h. 63-65) bahwa jadwal
yaitu mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri, mendeteksi dan merawat
pada ibu atau salah satu anggota keluarga mengenai bagaimana cara mencegah
perdarahan masa nifas karena atonia uteri, pemberian ASI awal, melakukan hubungan
antara ibu dengan bayi baru lahir, dan menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah
hipotermi.
45
Asuhan yang diberikan pada kunjungan pertama yaitu pemantauan lokhea dan
perdarahan. Perdarahan per vagina yang bertambah banyak (lebih dari perdarahan haid
biasa atau bila memerlukan ganti pembalut 2 kali dalam setengah jam) dan berbau
menusuk (menyengat) patut diwaspadai, Tanyakan pada ibu apakah ibu merasa pusing,
mata berkunang-kunang atau merasa keluar darah yang banyak. Segera cari tahu
penyebab perdarahan, seperti kandung kemih yang penuh atau tidak ada kontraksi uterus
pemulihan organ tubuh ibu, energi, dan produksi air susu. Berikan saran pada ibu untuk
tidak berpantang terhadap daging, telur, dan ikan, perbanyak makan sayur dan buah,
minum air putih minimal 3 liter sehari terutama setelah menyusui, dan minum kapsul
vitamin A (200.000 unit) sebanyak 2 kali yaitu 1 jam setelah melahirkan dan 24 jam
setelahnya agar dapat memberikan vitamin A pada bayinya melalui ASI (Sulistyawati,
2009; h. 136). Berdasarkan penelitian Bibi Ahmad Chahyanto dan Katrin Roosita tentang
Kaitan Asupan Vitamin A dengan Produksi Air Susu Ibu (ASI) pada Ibu Nifas menunjukkan
bahwa pada rata-rata ibu nifas yang mengkonsumsi vitamin A dari seluruh pangan yang
mengandung vitamin A memiliki produksi ASI yang cukup bagi bayinya. Semakin tinggi
asupan vitamin A pada ibu nifas, maka produksi ASI untuk bayi akan semakin tercukupi.
Bila ibu nifas sudah tidak merasa pusing setelah melahirkan, sarankan ibu untuk
melakukan mobilisasi dini secara bertahap seperti duduk, berjalan, dan melakukan
aktivitas ringan. Hasil penelitian Ita Sasmita Buhari, Esther Hutagaol, dan Rina Kundre
tentang Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Mobilisasi Dini pada Ibu Nifas di
Puskesmas Likupang Timur Kecamatan Likupang Timur tahun 2014 terdapat hubungan
antara tingkat pengetahuan dengan mobilisasi dini pada ibu nifas, dengan semakin
tingginya tingkat pengetahuan dan pengalaman yang didapat ibu maka semakin akan
sarankan pada ibu untuk membersihkan diri atau mengganti baju atau celana yang basah.
sabun dan air dengan cara basuh dari arah depan ke belakang, baru kemudian
dibersihkan daerah anus, sarankan pula untuk mengganti pembalut atau kain pembalut
setidaknya 2 kali sehari. Ajarkan pula cara menjaga kebersihan bayi dengan memandikan
bayi, memberikan pakaian pada bayi, dan membersihkan daerah perinealnya dengan air
dan sabun dan keringkan dengan baik setelah bayi buang air kecil dan besar (Dewi dan
Hubungan Antara Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Personal Hygiene pada Luka Perineum
dengan Penyembuhan Luka Fase Proliferasi di Wilayah Kerja Puskesmas Jenggot Kota
Pekalongan Tahun 2013 terhadap 40 orang ibu post partum 5-20 hari yang mengalami
robekan perineum yang dijahit maupun yang tidak dijahit. Diketahui bahwa dari 40 ibu
nifas tingkat pengetahuan tentang personal hygiene dengan kategori baik dan cukup
masing-masing 18 ibu nifas dan sebagian besar mengalami penyembuhan luka perineum
pada fase proliferasi sebanyak 24 ibu nifas, sehingga terdapat hubungan yang signifikan
antara pengetahuan ibu nifas tentang personal hygiene pada luka perineum dengan
penyembuhan luka.
2. Kunjungan II
Kunjungan kedua dilakukan pada 6 hari setelah persalinan. Tujuannya
dibawah umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau, menilai adanya
cukup makanan, cairan dan istirahat, memastikan ibu menyususi dengan baik dan
asuhan pada bayi, tali pusat, dan menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi
berdasarkan penelitian Nurniati Tianastia Rullynil, Ermawati, dan Lisma Evareny tentang
Pengaruh Senam Nifas terhadap Penurunan Tinggi Fundus Uteri pada Ibu Post Partum di
RSUP Dr. M. Djamil Padang Tahun 2014 terhadap 40 orang responden ibu post partum
hari ke-1, hari ke-3, dan hari ke-6, 20 orang yang melakukan senam nifas dan 20 orang
tidak melakukan senam nifas. Diketahui bahwa terdapat pengaruh senam nifas terhadap
TFU pada kelompok yang melakukan senam nifas, senam nifas mempercepat proses
involusi uteri.
Memberikan pendidikan kesehatan tentang tanda bahaya masa nifas seperti
tanda-tanda demam, infeksi, atau perdarahan abnormal dan menyarankan ibu untuk
segera ke tenaga kesehatan. Membantu ibu untuk mulai membiasakan menyusui sesuai
permintaan bayi (on demand) dan mengenai pemenuhan kebutuhan nutrisi ibu dan
adalah sama seperti pada kunjungan pada 6 hari post partum. Tanyakan pada ibu adakah
masalah dalam menyusui seperti puting susu tenggelam, puting susu lecet, payudara
bengkak, abses payudara, dan produksi ASI yang kurang. Berikan pendidikan kesehatan
tentang cara merawat payudara, menyusui yang benar, dan meningkatkan produksi ASI
apabila ibu mengalami masalah atau membutuhkan informasi mengenai hal tersebut.
Peningkatan produksi ASI dapat dilakukan dengan berbagai cara salah satunya
dengan pijat oksitosin. Pijat oksitosin dapat dilakukan oleh suami maupun keluarga.
Berdasarkan penelitian tentang Perbedaan Antara Dilakukan Pijatan Oksitosin dan Tidak
Dilakukan Pijatan Oksitosin terhadap Produksi ASI pada Ibu Nifas di Wilayah Kerja
Puskesmas Ambarawa Tahun 2014 yang dilakukan oleh Firriantin Ayu Widiyanti, Heni
Setyowati, Kartika Sari, dan Rini Susanti, diketahui dari 20 responden di mana 10
responden dilakukan pijat oksitosin dan 10 responden tidak dilakukan pijat oksitosin
terdapat perbedaan antara yang dilakukan pijat oksitosin produksi ASI lebih banyak
dibandingkan ibu yang tidak dilakukan pijat oksitosin yaitu 9 orang dengan kategori
produksi ASI normal dan 1 orang ibu kategori kurang sedangkan yang tidak dilakukan pijat
oksitosin 8 orang dalam kategori kurang dan 2 orang dalam kategori normal.
4. Kunjungan IV
Kunjungan keempat dilakukan pada 6 minggu setelah persalinan. Tujuan
kunjungan keempat adalah menanyakan pada ibu tentang kesulitan-kesulitan yang ibu
atau bayinya alami, dan memberikan konseling KB secara dini khususnya KB bagi ibu
menyusui.
Berdasarkan penelitian Eny Astuti tentang Hubungan Antara Tingkat
RS William Booth Surabaya Tahun 2013 terhadap 87 orang ibu nifas diketahui bahwa
akseptor KB pada ibu nifas secara signifikan dibuktikan dengan 53,52% ibu nifas
49
berpengetahuan tinggi segera ikut akseptor KB dalam waktu 40 hari dan 19,72% ibu nifas
segera ikut dalam waktu 3 bulan. Sebesar 16,90% ibu nifas berpengetahuan cukup ikut
akseptor KB dalam waktu 3 bulan, dan sebesar 1,41% ibu nifas berpengetahuan rendah
pascapartum atau baby blues terjadi karena lingkungan tempat melahirkan yang kurang
mendukung, perubahan hormon yang cepat, dan keraguan terhadap peran yang baru
(Sulistyawati, 2009; h. 90). Karakteristik post partum blues meliputi menangis, merasa
letih karena melahirkan, gelisah, perubahan alam perasaan, menarik diri, serta reaksi
negatif terhadap bayi dan keluarga, berikan dukungan pada ibu dengan memberikan
berat badannya 2.500-4.000 gram (Dewi, 2013; h.1). Manajemen asuhan pada bayi baru lahir
meliputi pengumpulan data dengan melakukan pengkajian fisik pada BBL. Menurut Dewi
(2013; h. 24) aspek yang perlu dikaji meliputi menilai keadaan umum bayi secara keseluruhan
apakah perbandingan bagian tubuh bayi proporsional atau tidak. Periksa bagian kepala,
badan, dan ekstremitas akan adanya kelainan. Periksa tonus otot dan tingkat aktivitas bayi,
apakah gerakan bayi aktif atau tidak. Periksa warna kulit dan bibir, apakah warnanya
kemerahan atau kebiruan. Periksa tangisan bayi, apakah melengking, merintih, atau normal.
Pemeriksaan tanda-tanda vital meliputi pemeriksaan laju napas dengan melihat
tarikan napas pada dada dan gunakan petunjuk waktu. Status pernapasan yang baik adalah
napas dengan laju normal 40-60 kali per menit, tidak ada wheezing, dan ronki. Periksa laju
jantung dengan menggunakan stetoskop dan petunjuk waktu. Denyut jantung normal adalah
100-120 kali per menit dan tidak terdengar bunyi murmur. Periksa suhu dengan menggunakan
thermometer aksila dengan suhu normal adalah 36,5-37,2 C (Dewi, 2013; h. 24).
Perubahan lingkungan antara ekstrauteri dengan intrauteri pada bayi baru lahir
membuat adanya perubahan transisional yang dibedakan dalam beberapa periode. Periode
50
transisional bayi baru lahir mencakup tiga periode, meliputi periode pertama reaktivitas, fase
kemajuan bayi baru lahir. Menurut Marmi dan Rahardjo (2012; h. 6) periode transisional
meliputi:
1. Reaktivitas I
Dimulai pada masa persalinan dan berakhir setelah 30 menit. Selama periode ini
detak jantung cepat dan pulsasi tali pusat jelas. Warna kulit terlihat sementara sianosis
atau akrosianosis. Selama periode ini bayi menangis, terkejut atau terpaku. Asuhan yang
diberikan selama periode ini bertujuan untuk memudahkan kontak bayi dan ibu dengan
cara membiarkan ibu untuk memegang bayi sebagai proses pengenalan. Menurut
Sulistyawati dan Nugraheny (2013, h. 216) melalui bounding attachment sentuhan atau
kontak kulit seawal mungkin antara bayi dengan ibu atau ayah di masa sensitif pada menit
pertama dan beberapa jam setelah kelahiran maka tumbuh kembang bayi menjadi optimal
menjadi lebih lambat. Bayi dalam keadaan tidur, suara usus muncul tapi berkurang. Jika
mungkin bayi tidak diganggu untuk pengujian utama dan jangan memandikannya. Selama
masa tidur memberikan kesempatan pada bayi untuk memulihkan diri dari proses
petugas kesehatan dapat menimbang dan mengukur bayi. Bayi normal berat badannya
antara 2500-4000 gram, panjang badannya 48-52 cm, lingkar dada 30-38 cm, lingkar
kepala 33-35 cm, lingkar lengan 11-12 cm (Saifuddin, 2009; h. 214). Memberikan bayi
salep atau tetes mata antibiotika profilaksis (tetrasiklin 1% atau antibiotika lain) sebelum
12 jam setelah persalinan untuk mencegah infeksi pada mata bayi baru lahir.
anterolateral bayi maksimal 6 jam setelah lahir untuk menurunkan kejadian perdarahan
51
karena defisiensi vitamin K pada bayi baru lahir. Pastikan bahwa suhu tubuh bayi normal
(36,5-37,5C) dan melakukan pemeriksaan untuk melihat adanya cacat bawaan (bibir
sumbing/langitan sumbing, atresia ani, defek dinding perut) dan tanda-tanda bahaya pada
bayi. Satu jam setelah pemberian vitamin K1, berikan suntikan imunisasi hepatitis B (HB
0) IM 0,5 mL segera setelah lahir atau kurang dari 7 hari setelah kelahiran di paha kanan
anterolateral bayi. Letakkan kembali bayi pada dada ibu bila bayi belum berhasil menyusu
dalam satu jam pertama dan biarkan sampai bayi berhasil menyusu.
3. Periode Reaktivitas II
Berlangsung selama 2 sampai 6 jam setelah persalinan. Neonatus pada periode
ini membutuhkan makanan dan harus menyusu. Pemberian makan awal penting dalam
kuning dan menyediakan kolonisasi bakteri isi perut yang mengarahkan pembentukan
yaitu:
nutrisi awal, dan perawatan tali pusat. Menurut Dewi (2013, h. 13-14) BBL mudah
kehilangan panas karena permukaan bayi yang luas dan lemak subkutan yang kurang.
Menjaga kehangatan bayi dengan melakukan kontak kulit antara ibu dan bayi, bayi
diletakkan di tempat yang jauh dari aliran udara, bayi dijaga tetap kering (Marmi, 2014; h.
25).
Pemberian nutrisi awal pada bayi dikarenakan peningkatan metabolisme
karbohidrat sehingga kadar glukosa darah turun. Anjurkan pada ibu untuk memberikan
ASI setiap 2-3 jam untuk mencegah hipoglikemia dan menstimulasi pengeluaran feses
sehingga mencegah ikterus (Varney, 2007; h. 893). Memberitahu ibu cara merawat tali
52
pusat bayi dengan menggunakan kassa kering yang berguna untuk mencegah infeksi dan
menyusui bayi, adakah kesulitan selama menyusu, dan pola eliminasi bayi dan periksa
tanda vital, berat badan, tali pusat (infeksi dan pelepasan tali pusat), dan penapisan untuk
ikterus (Sulistyawati, 2009; h. 169). Berikan pendidikan kesehatan pada ibu tentang
perawatan tali pusat setelah ada pelepasan tali pusat yaitu tidak memberikan alkohol
maupun obat lain untuk merawat pusar serta menjemur bayi selama 1 jam pada pagi hari
pemantauan berat badan untuk mengetahui asupan nutrisi yang cukup yang diperoleh
bayi, berat lahir biasanya dicapai pada hari ke-10. Berat meningkat 25 gram/hari selama
beberapa bulan pertama, berlipat dua pada 5 bulan dan berlipat tiga pada akhir tahun
pertama (Levenno, 2012; h. 294) serta ajarkan ibu untuk memijat bayi. Menurut penelitian
Bahiyatun dengan penerapan pijat bayi pada bayi usia 7-42 hari terjadi peningkatan berat
badan jauh lebih cepat disbanding yang tidak dipijat. Dari 12 bayi yang dipijat, 11 bayi naik
700 gram/bulan dan hanya 1 yang beratnya tidak naik (Dewi, 2013; h. 42-43).
E. Asuhan Kebidanan Keluarga Berencana
Menurut WHO keluarga berencana adalah tindakan yang membantu individu
pasangan suami istri untuk menghindari kehamilan yang tidak diinginkan, mendapatkan
mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami istri serta
yaitu komunikasi, informasi dan edukasi (KIE), konseling, pelayanan kontrasepsi, pelayanan
Pemberian konseling ibu untuk memilih metode kontrasepsi yang cocok dan sesuai
Macam-macam kontrasepsi yang dapat digunakan oleh ibu nifas dan menyusui antara lain:
1. Metode Amenore Laktasi
Air susu ibu (ASI) merupakan sumber nutrisi dan imunitas yang paling baik
untuk bayi yang sedang tumbuh kembang, dan laktasi dapat menunda fertilitas
postpartum. Penting untuk diketahui oleh ibu-ibu yaitu agar supaya menyusui
sepanjang hari baik pagi maupun malam hari. Hormon prolaktin yang merangsang
produksi ASI, juga mengurangi kadar hormon LH yang diperlukan untuk memelihara
dan melangsungkan siklus haid. Makin lama ibu menyusui bayinya, makin cenderung
bahwa haid akan terjadi kembali selama masa menyusui tersebut, dan makin
cenderung timbul ovulasi yang mendahului haid pertama post partum tadi. Makin
sering bayi mengisap ASI, makin lama kembalinya/tertundanya haid ibu. Selama bulan
pertama setelah melahirkan, kemungkinan menjadi hamil adalah kecil, baik pada ibu yang
menyusui maupun pada ibu yang tidak menyusui. Bila haid telah terjadi lagi, angka
konsepsi tetap lebih rendah pada ibu yang menyusui dibandingkan ibu yang tidak
amenore laktasi yaitu ibu yang menyusui secara ekslusif, bayinya berumur kurang dari 6
bulan, belum mendapat haid pertama setelah melahirkan, ibu yang tidak bekerja dan tidak
terpisah dari bayinya lebih dari 6 jam. Metode amenore laktasi bisa langsung
merupakan pilihan yang baik untuk ibu yang menyusui, karena tidak mempengaruhi
Menurut Saifuddin (2010) bahwa yang dapat menggunakan alat kontrasepsi IUD
yang dapat dipastikan klien tidak hamil, hari pertama sampai ketujuh siklus haid, segera
setelah melahirkan, selama 48 jam pertama atau setelah 4 minggu pasca persalinan,
proses laktasi (Pinem, 2009; h. 255). Minipil boleh digunakan oleh ibu yang ingin
melahirkan dan tidak menyusui, tidak ingin menggunakan metode kontrasepsi yang
mengandung estrogen. Waktu untuk memulai metode kontrasepsi pil ini yaitu mulai hari
pertama sampai hari kelima siklus haid, setelah 6 minggu pasca persalinan dan ibu telah
mendapat haid, penggunaannya dimulai pada hari 1-5 siklus haid, bila menyusui antara
6 minggu dan 6 bulan pasca persalinan dan tidak haid, minipil dapat dimulai setiap
saat bila menyusui penuh, tidak memerlukan alat kontrasepsi tambahan, bila ibu
tidak haid minipil dapat digunakan setiap saat, tetapi ibu tidak sedang dalam kondisi
metode kontrasepsi lain untuk 2 hari saja, bila digunakan lebih dari hari ke 5 siklus
haid, jangan melakukan hubungan seksual selama 2 hari atau menggunakan metode
sehingga tidak mengganggu proses laktasi. Suntik KB dapat dimulai saat hari ke 7
panjang dan memiliki efektivitas tinggi, menyusui dan membutuhkan kontrasepsi yang
sesuai, ibu yang setelah melahirkan dan tidak menyusui, tekanan darah <180/110 mmHg,
Penggunaan kontrasepsi ini dapat dimulai pada waktu setiap saat selama siklus haid,
hari pertama sampai hari ketujuh siklus haid, dapat diberikan setiap saat dalam kondisi
tidak hamil, selama 7 hari tidak boleh melakukan hubungan seksual terlebih dahulu
(Saifuddin, 2010).
5. Implant
Jenis implant yang dapat digunakan pada ibu menyusui adalah implant
yang hanya mengandung hormon progesteron agar tidak mengganggu produksi ASI
progesteron antara lain: Norplant (terdiri dari 6 batang silatik lembut berongga
dengan panjang 3,4 cm, diameter 2,4 mm, yang mengandung 36 mg Levonorgestrel
dengan masa kerja 5 tahun), Implanon (terdiri dari satu batang putih lentur dengan
panjang kira-kira 40 mm, dan diameter 2 mm, yang di isi dengan 68 mg 3 keto-
desogestrel dan lama kerja 3 tahun), Jadena dan Indoplant (terdiri dari 2 batang yang di
isi dengan 75 mg Levonorgestrel dengan lama kerja 3 tahun) (Saifuddin, 2010). Alat
kontrasepsi ini dapat digunakan oleh ibu menyusui dan memerlukan kontrasepsi yang
efektif, ibu yang tidak boleh menggunakan alat kontrasepsi yang mengandung estrogen,
memiliki tekanan darah <180/110 mmHg. Waktu untuk memulai penggunaan metode
kontrasepsi ini yaitu setiap saat selama siklus haid hari kedua sampai hari ketujuh,
apabila dilakukan setelah hari ketujuh siklus haid kemudian melakukan hubungan
seksual, maka perlu menggunakan alat kontrasepsi tambahan, apabila ibu menyusui
56
antara 6 minggu sampai 6 bulan pasca persalinan, insersi dapat dilakukan setiap
saat bila menyusui penuh, ibu tidak memerlukan kontrasepsi tambahan, setelah 6
minggu melahirkan dan telah terjadi haid kembali, insersi dapat dilakukan setiap saat,
dilepaskan secara terus menerus untuk menekan ovulasi sebagai aksi kontraseptif
primer. Kembalinya ovulasi setelah pengangkatan implan terjadi dengan cepat, sehingga
BAB III
METODE
A. Rancangan
Jenis penelitian yang akan digunakan pada Laporan Praktik Klinik ini adalah
penelitian deskriptif dengan metode pendekatan studi kasus. Studi kasus dilakukan dengan
cara meneliti suatu permasalahan melalui suatu kasus yang terdiri dari unit tunggal. Unit
tunggal dapat berarti satu orang, sekelompok penduduk yang terkena suatu masalah, atau
sekelompok masyarakat di suatu daerah. Unit yang menjadi kasus akan dianalisa secara
mendalam baik dari segi yang berhubungan dengan keadaan kasus itu sendiri (Notoatmodjo,
2005). Pada Laporan Praktik Klinik ini yang akan dijadikan sebuah studi kasus adalah
perkembangan ibu dari hamil sampai melahirkan dan pengambilan keputusan untuk ber KB.
B. Subjek
Sampel/subjek didefinisikan sebagian objek yang diambil dari keseluruhan objek studi
kasus atau objek yang diteliti yang dianggap memenuhi seluruh populasi tersebut
(Notoatmodjo, 2005). Pada studi kasus ini yang menjadi sampel/subjek adalah Ny. P usia 27
1. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat diperoleh
(Arikunto, 2010; h. 172). Sumber data yang penulis peroleh terdiri dari 2 cara, yaitu:
a. Data Primer
Data primer adalah data dalam bentuk verbal atau kata-kata yang diucapkan
secara lisan, gerak-gerik atau perilaku yang dilakukan oleh subjek yang dapat
dipercaya (Arikunto, 2010; h.22). Sumber data primer studi kasus ini diperoleh dari:
1) Wawancara
Suatu metode yang dipergunakan untuk mengumpulkan data dimana
(Notoatmodjo, 2010; h.139). Pada studi kasus ini, penulis melakukan wawancara
secara langsung kepada ibu lalu mengkaji ibu dari identitas, keluhan, riwayat
kesehatan, riwayat obstetri, riwayat KB, dan pola pemenuhan kehidupan sehari-
hari.
2) Observasi
Suatu prosedur yang dilakukan dengan melakukan pemeriksaan fisik
pada ibu meliputi tanda vital, status present, status obstetri dan pemeriksaan
atau benda-benda lain yang dapat memperkaya data primer (Arikunto, 2010; h. 22)
meliputi:
1) Studi dokumentasi yaitu barang-barang tertulis. Pelaksanaan metode
dokumen, catatan klinik (Arikunto, 2010; h. 201). Pada kasus ini data diperoleh
melalui buku KIA yang berisi identitas pasien, pendidikan kesehatan, dan hasil
penulis dalam proses pengumpulan data kasus yang diambil. Disini penulis menggunakan
teknik dalam pengumpulan data berupa observasi, wawancara, dan analisa dokumentasi.
Kabupaten Grobogan.
c. Peneliti mengambil responden sesuai kriteria.
d. Peneliti menjelaskan kepada responden tentang maksud dan tujuan dilakukannya
penelitian.
e. Peneliti memberikan lembar persetujuan responden untuk ditandatangani.
f. Peneliti melakukan asuhan kebidanan pada responden secara komprehensif mulai
uraian dalam bentuk tulisan yang rinci dan lengkap mengenai apa yang dilihat dan
didengar baik secara langsung maupun dari hasil telaah dokumen, kemudian disajikan
4. Analisa Data
Analisa data yang dilakukan dalam studi kasus ini yaitu dengan melakukan studi
pendahuluan untuk melihat gambaran pelayanan yang telah didapatkan dan untuk
mengetahui kondisi ibu hamil, bersalin, nifas, KB, dan Bayi Baru Lahir di Puskesmas
Tawangharjo Kabupaten Grobogan. Selain itu analisa data juga akan dilakukan dengan
menganalisa hasil pengkajian dari hamil, bersalin, nifas, bayi baru lahir sampai KB dan
Masalah etika dalam studi kasus kebidanan merupakan masalah yang sangat
penting dalam studi kasus. Mengingat studi kasus ini berhubungan langsung dengan
manusia, maka segi etika studi kasus harus diperhatikan (Hidayat, 2007). Masalah etika
dengan menjelaskan maksud dan tujuan dari studi kasus serta dampak yang diteliti
selama pengumpulan data. Pada penelitian ini responden bersedia untuk diteliti dan
menjaga kerahasiaan identitas subjek, peneliti hanya memberi inisial pada masing-
masing data. Dalam penelitian ini tidak dituliskan nama, melainkan hanya inisial saja
A. Studi Kasus
1. Asuhan Kebidanan pada Ibu Hamil Normal
PENGKAJIAN
Tanggal : 5 Januari 2017
Jam : 09.30 WIB
Tempat : Puskesmas Tawangharjo
IDENTITAS PASIEN
Alamat :
Tarub 1/3
DATA SUBYEKTIF
a. Keluhan Utama
Ibu mengatakan sudah mulai merasakan kenceng-kenceng terutama pada daerah
simpisisnya.
Uraian keluhan utama
Ibu mengatakan sudah mulai merasakan kenceng-kenceng terutama dari daerah
simpisisnya tapi masih jarang kadang hanya pada malam hari saja.
b. Riwayat Kesehatan
1) Penyakit/kondisi yang pernah atau sedang diderita:
Ibu mengatakan tidak pernah dan tidak sedang menderita penyakit jantung (tidak
sering berkeringat, tidak nyeri dada, jantung tidak berdebar-debar yang tidak
normal), tidak sedang menderita penyakit Diabetes Mellitus (tidak sering merasa
haus yang berlebihan, tidak cepat merasa lapar, maupun sering kencing), tidak
secara cepat, penglihatannya tidak kabur, tidak mengalami luka memar yang
sukar sembuh, tidak mengalami kuning pada bagian tubuh), tidak menderita
penyakit hipertensi (tidak mengalami tekanan darah tinggi), tidak menderita penyakit
asma (tidak mengalami sesak nafas), tidak menderita penyakit asma TBC (tidak
batuk secara terus menerus lebih dari 2 minggu, tidak demam lebih dari 1 bulan, dan
menstruasi, ibu tidak mengalami penyakit IMS (gejala seperti terdapat bintil-bintil
pada kelamin, rasa gatal, panas, dan berbau busuk pada kelamin), ibu juga
mengatakan tidak memiliki riwayat alergi (tidak mengalami gatal atau sesak napas
Ibu mengatakan di dalam keluarganya tidak ada yang menderita penyakit jantung
(tidak sering berkeringat, tidak nyeri dada, jantung tidak berdebar-debar yang
tidak normal), tidak sedang menderita penyakit Diabetes Mellitus (tidak sering
merasa haus yang berlebihan, tidak cepat merasa lapar, maupun sering kencing),
tidak sedang menderita penyakit hepatitis (tidak mengalami penurunan berat badan
secara cepat, penglihatannya tidak kabur, tidak mengalami luka memar yang
sukar sembuh, tidak mengalami kuning pada bagian tubuh), tidak menderita
penyakit hipertensi (tidak mengalami tekanan darah tinggi), tidak menderita penyakit
asma (tidak mengalami sesak nafas), tidak menderita penyakit asma TBC (tidak
batuk secara terus menerus lebih dari 2 minggu, tidak demam lebih dari 1 bulan, dan
menstruasi, ibu tidak mengalami penyakit IMS (gejala seperti terdapat bintil-bintil
pada kelamin, rasa gatal, panas, dan berbau busuk pada kelamin), ibu juga
mengatakan tidak memiliki riwayat alergi (tidak mengalami gatal atau sesak napas
dengan kejang, keluar darah dari jalan lahir, gerakan janin berkurang atau tidak
sampai SD kelas 3
h) ANC : 11 x
ANC Suplement+Fe
Tanggal Tempat Masalah Tindakan/Penkes
Ke (jenis & jumlah)
1 11-6-2016 BPM Folarin (XXX), Muntah, Baca buku KIA hal
Omedom (X), pusing 1,4, dan 5 tentang
Erlamol (XXX) pemeriksaan
kehamilan secara
rutin, perawatan ibu
hamil sehari-hari,
dan anjuran makan
ibu hamil
2 8-7-2016 BPM Obat dilanjutkan Muntah Baca buku KIA hal 4
dan 5 tentang
perawatan ibu hamil
sehari-hari, dan
anjuran makan ibu
hamil
3 4-8-2016 PKM Obat dilanjutkan Gatal- Baca buku KIA hal
gatal 6-7 tentang tanda
bahaya dan
masalah lain pada
kehamilan
4 1-9-2016 PKM Obat dilanjutkan Gatal- Baca buku KIA hal 8
gatal tentang tanda bayi
akan lahir
5 8-9-2016 BPM Rujuk SpOG Kenceng- Baca buku KIA hal
kenceng 6-7 tentang tanda
bahaya dan
masalah lain pada
kehamilan.
Suplement+Fe
No Tanggal Tempat Masalah Tindakan/Penkes
(jenis & jumlah)
6 6-10-2016 PKM Hemafort 2x1 (LX) t.a.k Baca buku KIA hal
Elkana 2x1 (LX) 8-9 tentang tanda
bayi akan lahir dan
proses persalinan
7 3-11-2016 PKM Obat dilanjutkan t.a.k Baca buku KIA hal
2-3 tentang
persiapan
63
melahirkan
8 17-11-2016 PKM Hemafort 1x1(XXX) t.a.k Baca buku KIA hal
Lactas 1x1 (XXX) 10-11 tentang cara
menyusui,
perawatan ibu nifas,
dan tanda bahaya
masa nifas
9 1-12-2016 PKM Hemafort 1x1(XV) t.a.k Baca buku KIA hal
Kalk 1x3 (XLV) 12 tentang KB
10 15-12-2016 PKM Hemafort 1x1 (X) t.a.k Baca buku KIA hal
Kalk 1x3 (XV) 6-7 tentang tanda
bahaya dan
masalah lain pada
kehamilan
11 29-12-2016 PKM Hemafort 1x1 (V) Kenceng- Baca buku KIA hal
Lactas 1x3 (XV) kenceng, 8-9 tentang tanda
lemes bayi akan lahir dan
proses persalinan
Keadaan
Kehamilan Persalinan Nifas anak
sekarang
Tahun
ASI
Frek Keluhan/ Penolo Peny Peny
UK Jenis JK/BB IMD eksklu
ANC Penyulit ng ulit ulit
sif
Tidak 38 1
2009 8x normal bidan - - 6 bulan sehat
ada mg 3200 jam
d. Riwayat KB :
1) Jika Pernah :
1) Nutrisi
a) Makan
(1) Frekuensi makan pokok 3x sehari 3-4x sehari
(2) Komposisi
(a) Nasi 3 x @1 piring sedang 3-4x @1 piring sedang
3 x @2 potong sedang, 3-4x @2 potong sedang,
(b) Lauk jenis tahu, tempe, telur, jenis tahu, tempe, telur,
ikan, daging ikan, daging
(c) Sayur 1-2 x @1 mangkuk 1-2 x @1 mangkuk sayur,
sayur, jenis kangkung, jenis beragam
bayam, sop, lodeh
(d) Buah 1 x sehari, jenis salak, 1 x sehari, jenis pisang,
apel, pisang papaya, apel
(e) Camilan Tidak pernah 1 x sehari, jenis roti
(3) Pantangan Tidak ada Tidak ada
b) Minum
(1) Jumlah total perhari, jenis 6-8 gelas/hari, jenis air 10-12 gelas/hari, jenis air
putih, teh, es putih, teh
(2) Susu Tidak pernah 1 gelas perhari; jenis susu
hamil namun sejak usia
kehamilan 7 bulan ibu
tidak mengkonsumsi susu
ibu hamil
2) Eliminasi
a) BAK
(1) Frekuensi per hari 5-6 x sehari, warna 8-10 x sehari, warna
kuning jernih kuning jernih
(2) Keluhan/masalah Tidak ada Tidak ada
b) BAB
(1) Frekuensi per hari 1 x sehari, warna kuning 1 x sehari, warna kuning
kecokelatan, konsistensi kecokelatan, konsistensi
lembek lembek
(2) Keluhan/masalah Tidak ada Tidak ada
3) Personal Hygiene
a) Mandi 2 x sehari 2 x sehari
b) Keramas 4 x seminggu 4 x seminggu
c) Gosok gigi 2 x sehari 2 x sehari
d) Ganti pakaian 2 x sehari 2 x sehari
e) Ganti celana dalam 2 x sehari 2-3 x sehari
f) Kebiasaan memakai alas kaki Ibu memakai alas kaki Ibu memakai alas kaki
saat berada di luar saat berada di luar rumah
rumah.
5) Istirahat/Tidur
a) Tidur malam 7 jam sehari 7 jam sehari
b) Tidur siang 1 jam sehari 1-2 jam sehari
c) Keluhan/masalah Tidak ada Ibu kadang tidak nyaman
saat tidur karena keluhan
kenceng-kenceng
6) Aktivitas Fisik dan Olahraga Ibu mengatakan sehari- Ibu mengatakan selama
hari ibu berada di rumah hamil ibu hanya
untuk melakukan beraktivitas di rumah dan
pekerjaan rumah seperti melakukan pekerjaan
mencuci, memasak, rumah seperti memasak,
merawat anak menyapu, mencuci dan
dibantu oleh ibu
kandungnya. Ibu
mengatakan selama hamil
setiap pagi jalan-jalan di
lingkungan sekitar rumah.
seorang perokok
b) Minuman beralkohol :
Ibu, suami dan keluarganya tidak ada yang memiliki kebiasaan meminum
minuman beralkohol
c) Obat-obatan :
Selama hamil ini ibu tidak meminum obat-obatan warung, ibu hanya minum obat
f. Riwayat psikososial-spiritual
1) Riwayat perkawinan
a) Status perkawinan : menikah, umur menikah 19 tahun
b) Pernikahan ini yang ke 1 sah, lamanya 8 tahun
c) Hubungan dengan suami baik
2) Kehamilan ini diharapkan oleh ibu, suami dan keluarga.
Respon dan dukungan terhadap kehamilan ini : Ibu mengatakan keluarga
mendukung terhadap kehamilan ini bentuk dukungan keluarga yang diberikan yaitu
dengan mengantar ibu periksa di bidan, membantu ibu melakukan pekerjaan rumah,
pasien.
6) Orang terdekat ibu adalah suami
Yang menemani ibu untuk kunjungan ANC : suami.
7) Adat istiadat yang dilakukan ibu berkaitan dengan kehamilan:
Di dalam lingkungan/di sekitar rumah ibu masih dilakukan acara mapati (upacara 4
bulanan) dan mitoni (upacara 7 bulanan). Keluarga ibu sendiri sudah melakukan
didampingi oleh suaminya. Ibu mengatakan yang akan menjadi pendonor darah
mengatakan berpuasa beberapa hari saat bulan Ramadhan dan ibu selama
memiliki Jamkesmas
12) PHBS : ibu mengatakan dalam keluarganya yaitu suaminya merokok baik di luar
maupun di dalam rumah serta keluarga memiliki kebiasaan untuk sarapan setiap
pagi.
13) Tingkat pengetahuan ibu
Hal yang sudah diketahui ibu: ibu mengatakan sudah mengetahui tentang kehamilan
DATA OBYEKTIF
a. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum : Baik TD : 90/70 mmHg
2) Kesadaran : Composmentis Nadi : 80 x/menit
3) BB sebelum/sesudah : 58 kg/70 kg Suhu : 36,3 C
4) Kenaikan BB selama hamil : 12 kg (normal) RR : 20 x/menit
5) TB : 155 cm
6) LILA : 29 cm IMT : 24,1 (Normal)
b. Status present
Kepala : mesocephal, kulit kepala bersih, rambut hitam, tidak mudah
rontok.
Mata : simetris, konjungtiva merah muda, sclera putih jernih
Hidung : bersih, tidak ada secret, tidak ada polip
Mulut : bersih, bibir merah muda dan lembab, tidak ada karies gigi
Telinga : bersih, tidak ada penumpukan serumen, tidak ada gangguan
pendengaran
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar limfe, pembesaran kelenjar tiroid
tidak ikterik, jumlah jari tangan ibu 10 dan jumlah jari kaki ibu 10
Refleks patella : +/+
Punggung : tidak ada kelainan tulang belakang seperti skoliosis, kifosis, dan
lordosis
Anus : bersih, tidak terdapat hemoroid
c. Status obstetrik
1) Inspeksi
Muka : tidak ada cloasma gravidarum, tidak oedema, tidak pucat, tidak ikterik
Mammae : putting bersih dan menonjol, areola menghitam, payudara membesar,
2) Palpasi
Leopold I : 3 jari dibawah procexus xipoideus, teraba satu bagian bulat, besar,
dan lunak.
Leopold II : pada sebelah kanan teraba satu bagian tahanan memanjang, pada
ANALISA
Ny. P usia 27 tahun G2P1A0 usia kehamilan 38 minggu 2 hari, janin tunggal, hidup,
Masalah : Kurangnya pengetahuan ibu tentang ketidaknyamanan ibu hamil TM III yaitu
PENATALAKSANAAN
1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan ibu dan janin yang telah dilakukan
Hasil : Ibu dalam kondisi sehat dan janin sehat
2. Memberikan konseling ketidaknyamanan ibu hamil trimester III mengenai masalah
hormone kehamilan yang merupakan tanda dari akhir kehamilan dan awal persalinan
69
kehamilan trimester III dan dapat menjelaskan kembali penyebab keluhan ibu.
3. Memberitahu ibu tentang tanda-tanda pasti persalinan yaitu perut mulas atau kenceng-
kenceng yang teratur yaitu minimal 2 x setiap 10 menit, keluar lendir bercampur darah
dari jalan lahir, dan keluar air ketuban dari jalan lahir. Apabila ibu menemukan tanda
yang pertama, ibu masih boleh makan, minum, BAK, dan berjalan; jika terasa sakit, tarik
napas panjang lewat hidung lalu keluarkan lewat mulut; jika terasa ingin BAB, segera beri
tahu bidan; bidan akan menyuruh ibu mengejan ibu harus mengikuti perintahnya; begitu
bayi lahir letakkan di dada ibu untuk berusaha mencari putting susu ibunya (IMD); hal ini
tali pusat atau tangan bayi keluar dari jalan lahir, ibu tidak kuat mengejan, ibu kejang, air
ketuban keruh dan berbau, ibu gelisah, dan ibu merasakan sakit yang hebat. Ibu
diharapkan dapat mengikuti semua nasihat bidan/dokter serta suami atau keluarga tetap
mendampingi.
Hasil : ibu paham dengan penjelasan bidan mengenai masalah pada persalinan.
6. Berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian vitamin yaitu tablet Fe 1x1 (10 tablet) pada
malam hari dan tablet Kalk 1x3 (15 tablet) pada pagi hari.
Hasil : ibu bersedia untuk minum vitamin sesuai anjuran bidan
7. Menyarankan pada ibu untuk kunjungan ulang di Puskesmas tanggal 12 Januari 2017
PENGKAJIAN KALA I
a. DATA SUBYEKTIF
1) Alasan Datang
Ibu mengatakan ingin melahirkan
Keluhan utama
Ibu mengatakan perutnya terasa kenceng-kenceng dan mules teratur sejak pukul
20.00 WIB dan sudah mengeluarkan lendir darah, namun belum mengeluarkan
cairan ketuban.
2) Tanda-tanda persalinan
Kontraksi : teratur
Frekuensi : 2x dalam 10 menit durasi 25 detik
Karakteristik his : dari pinggang terasa sakit menjalar ke depan
PPV : lendir darah
3) Pola kebutuhan dasar sehari-hari
a) Pola nutrisi : makan terakhir pukul 19.00 WIB. Makan setengah piring nasi,
sayur, dan lauk. Minum terakhir pukul 22.00 WIB 1 gelas air putih.
b) Pola istirahat : ibu mengatakan terakhir tidur siang 1 jam dari jam 14.00-15.00
WIB.
c) Pola aktifitas : ibu mengatakan aktifitas terakhirnya hanya tiduran di rumah dan
jernih. BAB terakhir pukul 16.00 WIB warna kuning kecoklatan, konsistensi
lembek.
e) Pola hygiene : mandi terakhir pukul 16.00 WIB, gosok gigi, serta
dan ibu belum mampu menahan rasa nyerinya dengan baik, ibu dan keluarga
persalinan dapat berlangsung normal dan bayi dapat lahir dengan sehat dan
selamat, ibu ditemani suami dan keluarga, tidak ada budaya yang
b. DATA OBYEKTIF
Keadaan umum : baik Nadi : 80 x/menit
Kesadaran : composmentis Suhu : 36,7C
TD : 110/70 mmHg RR : 24 x/menit
1) Status obstetrik
Muka : tidak ada cloasma gravidarum, tidak oedema, tidak pucat, dan tidak
ikterik
Mammae : puting bersih dan menonjol, areola menghitam, payudara tegang dan
c. ANALISA
Ny. P usia 27 tahun G2P1A0 hamil 39 minggu 1 hari, janin tunggal, hidup intrauterin,
d. PENATALAKSANAAN KALA I
Tanggal : 11 Januari 2017 Pukul : 22.35 WIB
1) Memberitahu ibu hasil pemeriksaan bahwa ibu sudah pembukaan 2 cm dan janin
kondisi sehat
2) Menganjurkan ibu untuk berjalan-jalan atau berbaring miring ke kiri untuk
pembukaan
Hasil : hasil pemantauan terlampir dalam lembar pemantauan 10
Kebutuhan :-
Penatalaksanaan Tanggal : 12 Januari 2017 Pukul : 00.00 WIB
(P) 1. Memberitahu ibu dan keluarga bahwa pembukaan sudah lengkap
dan ibu sudah dapat mulai mengejan sesuai instruksi bidan. Hasil :
ibu dan keluarga sudah mengetahui bahwa pembukaan sudah
lengkap dan mulai mengejan
2. Mempersiapkan alat dan memakain APD yaitu sarung tangan steril.
Hasil : alat partus set sudah siap dan sudah memakai APD
3. Memposisikan ibu sesuai kenyamanan pasien untuk melahirkan.
Hasil : ibu memilih posisi setengah duduk
4. Memimpin ibu untuk meneran ketika ibu mempunyai dorongan yang
kuat untuk meneran saat meneran yaitu seperti saat BAB, tidak
bersuara dan kepala sedikit menunduk melihat bagian perut ibu dan
istirahat ketika tidak kontraksi. Hasil : ibu meneran dan istirahat
sesuai instruksi bidan
5. Meletakkan kain bersih di atas perut ibu untuk mengeringkan bayi.
Hasil : kain bersih telah diletakkan di atas perut ibu
6. Saat kepala janin terlihat pada vulva dengan diameter 5-6 cm,
melakukan perasat stenan yaitu menahan perineum dengan tangan
kanan untuk mencegah laserasi dan tangan kiri berada di vertex
untuk menahan defleksi berlebihan pada kepala bayi. Hasil : kepala
bayi lahir
7. Setelah kepala keluar menyeka mulut dan hidung bagi dengan kassa
steril kemudian mengecek lilitan tali pusat. Hasil : tidak ada lilitan tali
pusat pada leher bayi
8. Menunggu hingga kepala janin selesai melakukan putaran paksi luar
secara spontan. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar,
pegang secara biparietal. Menganjurkan kepada ibu untuk nafas
Hah.. Hah.. supaya ibu tidak mengejan. Dengan lembut gerakkan
kepala ke arah bawah dan distal hingga bahu depan muncul di
bawah arkus pubis dan kemudian gerakkan ke arah atas dan distal
untuk melahirkan bahu belakang. Melakukan perasat sangga susur
untuk melahirkan anggota badan bagian bawah. Hasil : bayi lahir
spontan pukul 00.15 WIB, jenis kelamin perempuan, menangis kuat,
gerakan aktif.
putih.
b) Pola eliminasi : Ibu mengatakan sudah BAK dan belum BAB setelah melahirkan.
c) Pola aktivitas : ibu mengatakan sudah mampu duduk dan berjalan-jalan di sekitar
tempat tidur
d) Pola istirahat : ibu mengatakan sudah bisa tidur sebentar-sebentar.
e) Personal Hygiene : ibu baru saja mandi, gosok gigi, ganti baju dang ganti
pembalut.
76
f) Psiko, sosial, kultural : ibu mengatakan sudah lega dan bahagia setelah bayinya
lahir, dan sekarang ibu mulai menyesuaikan diri dengan peran barunya sebagai
ibu, ibu ditemani keluarga dan suaminya untuk membantu ibu saat bayinya
menangis, tidak ada budaya yang dianut selama masa nifas ini.
g) Pola menyusui : ibu mengatakan sudah mulai belajar menyusui bayinya baik
dalam posisi tidur miring maupun duduk dengan dibantu ibu kandungnya dengan
perawatan bayi, kebutuhan nutrisi ibu nifas dan menyusui, dan cara merawat
luka jahitannya
b. OBYEKTIF
1) Keadaan umum : Baik Nadi : 80 x/menit
Kesadaran : Composmentis RR : 24 x/menit
TD : 110/70 mmHg Suhu : 36,6 C
2) Pemeriksaan obstetrik :
Muka : tidak oedema, tidak pucat
Mamae : putting bersih dan menonjol, kolostrum ASI sudah keluar sedikit
Abdomen : kontraksi teraba keras, TFU 2 jari dibawah pusat, kandung kemih
kosong
Genetalia : lokea rubra, luka perineum derajat 2 sudah dijahit, PPV 50 ml
Ekstremitas : tidak ada oedema pada kaki dan tangan, akral tidak dingin
3) Pemeriksaan penunjang : tidak dilakukan
c. ANALISA
Ny. P umur 27 tahun P2A0 6 jam post partum
Masalah : Kurangnya pengetahuan ibu tentang ASI eksklusif
Kebutuhan : Pendidikan Kesehatan tentang ASI eksklusif
d. PENATALAKSANAAN
1) Memberitahu ibu hasil pemeriksaan bahwa ibu dalam kondisi nifas normal
Hasil : ibu mengetahui hasil pemeriksaannya dalam kondisi sehat
2) Memberikan ibu konseling tentang ASI eksklusif yaitu manfaat ASI eksklusif, ibu
harus memberikan ASI setiap 2-3 jam sekali dan bangunkan bayi bila bayi tertidur,
Hasil : ibu mengetahui dan mampu menyebutkan kembali manfaat ASI eksklusif dan
cara meningkatkan produksi ASI dan ibu bersedia untuk menyusui bayinya setiap 2-3
jam sekali.
3) Mengajari ibu teknik menyusui yang benar yaitu cuci tangan yang bersih sebelum
menyusui, perah sedikit ASI dan oleskan disekitar putting, duduk dan berbaring
dengan santai. Bayi diletakkan menghadap ke ibu dengan posisi sangga seluruh
tubuh bayi, jangan hanya leher dan bahunya saja, kepala dan tubuh bayi lurus,
hadapkan bayi ke dada ibu, sehingga hidung bayi berhadapan dengan puting susu,
dekatkan badan bayi ke badan ibu, menyetuh bibir bayi ke puting susunya dan
menunggu sampai mulut bayi terbuka lebar. Segera dekatkan bayi ke payudara
sedemikian rupa sehingga bibir bawah bayi terletak di bawah puting susu dan
Hasil : ibu kooperatif namun bayi belum mampu menyusu dengan benar.
4) Menganjurkan ibu untuk banyak makan dan minum serta mengutamakan makanan
yang tinggi protein dan vitamin serta cukup serat untuk mempercepat penyembuhan
organ pasca persalinan, memberitahu ibu dan keluarga bahwa ibu tidak ada
pantangan makan.
Hasil : ibu bersedia untuk banyak makan dan minum serta tidak berpantangan
makan.
5) Menganjurkan ibu untuk cukup istirahat minimal 8 jam sehari agar proses pemulihan
6) Memberikan penkes pada ibu tentang perawatan pada bayinya yaitu perawatan tali
pusat menggunakan kassa steril, segera ganti pakaian atau popok bayi bila basah,
menjaga kehangatan bayi dengan memakaikan bedong jangan terlalu kencang dan
memakaikan topi.
78
Hasil : ibu mengetahui dan mampu menyebutkan kembali cara perawatan bayi.
7) Memberikan penkes pada ibu tentang perawatan dirinya terutama pada luka jahitan
seperti mengganti pembalut minimal 2 x sehari, membasuh vulva dari atas ke bawah,
jangan membasuh luka dengan air hangat, jangan berikan apapun pada luka seperti
Hasil : ibu mengetahui dan mampu menyebutkan kembali perawatan dirinya terutama
8) Memberitahu ibu dan keluarga bahwa ibu dan bayi sudah dapat pulang saat ini dan
menganjurkan ibu untuk kontrol ulang 6 hari lagi yaitu pada tanggal 18 Januari 2017.
Hasil : ibu dan keluarga bersiap untuk pulang dan bersedia untuk kontrol ulang pada
Subjetif (S) Ibu mengatakan tidak ada keluhan yang dirasakan, ibu tidak pusing,
tidak kunang-kunang, dan darah yang keluar hanya sedikit, luka
jahitannya pun sudah kering dan tidak sakit.
Ibu mengatakan menyusui bayinya setiap 2-3 jam sekali, bayi dapat
menyusu dengan baik, tidak ada masalah atau keluhan saat menyusui.
Ibu makan 4 x sehari dan lebih banyak makan sayuran, sudah mampu
BAK dan BAB normal, tidur hanya 6-7 jam sehari karena harus menjaga
bayinya dan menyusui bayinya, mandi 2 x sehari, di rumah ibu merawat
bayinya dan melakukan pekerjaan rumah seperti mencuci, memasak
dibantu dengan anggota keluarga yang lain, dan ibu tidak menganut
budaya yang berhubungan dengan masa nifas.
Objektif (O) Keadaan umum: baik, kesadaran: composmentis, TD: 110/70 mmHg, N:
80 x/menit, RR: 24 x/menit, S: 36,8 C, tidak ada pembengkakan
payudara, lokea : rubra, TFU : pertengahan pusat simpisis, kontraksi :
79
1 Mnt 1 2 2 2 2 9
5 Mnt ke-
2 2 2 2 2 10
1
5 Mnt ke-
2 2 2 2 2 10
2
d. Pola Kebiasaan Sehari-hari
1)Pola nutrisi: bayi sudah mulai menyusu, namun ASI
DATA OBYEKTIF
a. Pemeriksaan umum
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Vital Sign :N = 140 x/menit
RR = 40 x/menit
T = 36,7 C
Pengukuran antropometri :
BB : 3200 gram Lingkar kepala : 34 cm
PB : 47 cm Lingkar dada : 32 cm
Lingkar lengan : 12 cm
b. Status present
Kepala : mesochepal, tidak ada caput secsadeneum, tidak ada chepal hematom,
Rotting reflek : ada, bayi membuka mulut dan mencari putting saat akan menyusui
Sucking reflek : ada, bayi mengisap putting dan ada reflek menelan
Grasp reflek : ada, bayi menggenggam dengan kuat saat pemeriksa meletakkan
kakinya.
ANALISA
By. Ny. P usia 6 jam BBL fisiologis
PENATALAKSANAAN
1. Menginformasikan pada ibu bahwa kondisi bayinya sehat.
Hasil : Ibu mengetahui bahwa kondisi anaknya sehat.
2. Memberitahu ibu bahwa bayi akan dimandikan, mengganti pakaian bayi yang basah dengan
pakaian yang kering, melakukan perawatan tali pusat dengan kassa kering, menjaga
kehangatan bayi dengan memakaikan pakaian dan bedong serta topi pada bayi.
Hasil : ibu bersedia, bayi sudah dimandikan, dilakukan perawatan tali pusat dan dibedong
3. Memberikan imunisasi Hb 0 pada paha lateral atas luar secara IM dengan dosis 0,5cc.
Hasil : bayi menangis setelah disuntik
4. Memberikan bayi pada ibu untuk disusui dan dilakukan rawat gabung
Hasil : ibu bersedia, bayi sudah disusui
5. Memberikan penkes tentang ASI eksklusif dan memotivasi ibu untuk memberikan ASI eksklusif
pada bayinya.
Hasil : ibu mengetahui tentang ASI eksklusif dan bersedia untuk memberikan ASI eksklusif
pada bayinya.
6. Memberikan penkes kepada ibu mengenai tanda bahaya baru lahir yaitu bayi tidak mau
menyusu, kejang, lemah, sesak napas, merintih, pusar kemerahan, demam atau tubuh teraba
dingin, mata bernanah banyak, diare, dan kulit terlihat kuning, memberitahu ibu apabila
dan bersedia untuk menghubungi tenaga kesehatan bila menemukan tanda bahaya.
7. Menganjurkan ibu untuk menjemur bayinya selama 1 jam di bawah sinar matahari pagi jam
8. Memberitahu ibu rencana kunjungan ulang akan dilakukan 6 hari lagi yaitu pada tanggal 18
Januari 2017.
Hasil : ibu bersedia untuk dilakukan kunjungan ulang 6 hari lagi pada tanggal 18 Januari 2017.
Subjetif (S) Ibu mengatakan bayi menyusui dengan kuat dan menyusu setiap 1-2
jam sekali atau saat bayi menangis, ibu mengatakan bayi tidak ada
masalah dalam menyusu, bayi tidak mengalami demam, kejang, malas
menyusu, diare, sesak napas, maupun merintih. Ibu mengatakan tali
pusat bayi belum lepas namun sudah mengering, bayi BAK >8x sehari
dan BAB 4x sehari berwarna kuning, bayi beristirahat >12 jam sehari.
Objektif (O) Keadaan umum: baik, kesadaran: composmentis, RR : 40 x/menit, S:
36,8 C, N: 145x/menit, BB : 3300 gram, LK : 34 cm, kulit tidak sianosis
maupun ikterik, tali pusat belum lepas, pusar terlihat sudah kering.
Analisa (A) By. Ny. P usia 6 hari BBL fisiologis
Masalah : -
Kebutuhan : -
Penatalaksanaan Tanggal : 18 Januari 2017 Pukul : 10.30 WIB
(P) 1. Menginformasikan pada ibu bahwa kondisi bayinya sehat. Hasil : Ibu
merasa lega mendengar kondisi bayinya sehat.
2. Memberitahu ibu tentang imunisasi BCG yaitu manfaat dan efek
sampingnay dan memberitahu ibu bahwa bayi akan disuntik
imunisasi BCG. Hasil : ibu bersedia
3. Menyuntikkan BCG 0,05 ml secara IC di muskulus deltoideus lengan
kanan bayi. Hasil : bayi sudah disuntikkan vaksin BCG
4. Memberitahu ibu untuk tidak memijat bagian yang disuntik, apabila
ibu menemukan bekas suntikan bernanah dan merah segera hubungi
petugas kesehatan. Hasil : ibu paham dan bersedia
5. Memberitahu ibu untuk kunjungan ulang 1 minggu lagi yaitu tanggal
25 Januari 2017 atau bila ada keluhan. Hasil : ibu bersedia untuk
kunjungan ulang 1 minggu lagi tanggal 25 Januari 2017.
B. Pembahasan
Penulis menyajikan pembahasan dengan membandingkan antara teori dengan
asuhan kebidanan komprehensif yang diterapkan pada Ny. P usia 27 tahun selama masa
diperoleh data bahwa pasien bernama Ny. P usia 27 tahun dengan usia kehamilan 38
minggu 2 hari, ibu hamil kedua, pernah bersalin sekali dan belum pernah mengalami
aborsi sebelumnya.
85
TM II sebanyak 4 kali, dan 5 kali pada TM III. Hal ini sudah memenuhi standar kunjungan
ANC sesuai dengan buku Kemenkes RI (2012) kunjungan Antenatal Care (ANC)
dilakukan minimal 4 kali yaitu 1 kali pada trimester I (sebelum usia kehamilan 14 minggu),
1 kali pada kunjungan trimester II (usia kehamilan 14-28 minggu), dan 2 kali pada
trimester III (28-36 minggu dan lebih dari 36 minggu). Kunjungan antenatal care yang
teratur mampu meningkatkan pengetahuan ibu hamil mengenai risiko tinggi kehamilan
buku KIA secara maksimal yang sesuai dengan penelitian Sari, Ida M, dan Tetti S (2011).
Pada saat pengkajian awal ibu mengatakan sudah mulai merasakan kenceng-
kenceng terutama dari daerah simpisisnya tapi masih jarang kadang hanya pada malam
hari saja. Penulis kemudian memberikan konseling tentang penyebab keluhan dan cara
mengatasi keluhan yang dialami ibu. Setelah diberikan konseling diharapkan ibu mampu
mengatasi masalahnya sesuai dengan teori menurut Yulifah (2009) pemberian konseling
Antenatal Care terhadap Pengetahuan Ibu Hamil tentang Tanda Bahaya Kehamilan di
Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang tahun 2014 pada 72 orang responden yang
terdiri dari 36 responden yaitu ibu hamil primigravida yang mendapat konseling dan 36
responden yaitu ibu hamil primigravida yang tidak mendapatkan konseling menunjukkan
hasil bahwa terdapat perbedaan pengetahuan ibu hamil yang mendapat konseling dengan
Berdasarkan kebijakan dari Dinkes Kabupaten Grobogan 2015 bahwa setiap ibu
hamil mendapatkan imunisasi TT1 dan TT2 saat imunisasi dasar DPT 1 dan DPT 2, TT3,
TT4, dan TT5 ketika menempuh pendidikan dasar (SD kelas 1, kelas 2, dan kelas 3).
Pada kasus Ny. P, Ibu mengatakan telah melakukan imunisasi TT hingga saat dia SD. Hal
ini sudah sesuai karena jika ibu hamil tidak mendapatkan atau dilindungi imunisasi TT ibu
Hb ibu yaitu 11,4 gr% yang dapat diklasifikasikan bahwa ibu tidak anemia sesuai dengan
sekali pada trimester pertama dan sekali pada trimester ketiga. Anemia pada ibu hamil
diklasifikasikan sebagai berikut tidak anemia (Hb >11 gr%), anemia ringan (Hb 9-10,9 gr
%), anemia sedang (Hb 7-8,9 gr%) dan anemia berat (Hb <7 gr%).
Program pemerintah saat ini menurut Kemenkes RI (2012), setiap ibu hamil
mendapatkan tablet besi 90 tablet selama kehamilannya. Tablet besi yang diberikan
mengandung FeSO4 320 mg (zat besi 60 mg) dan asam folat 0,25 mg. Pada kasus Ny. P,
0,25 mg asam folat pertablet saat hamil terhadap kejadian anemia dan status besi pada
ibu hamil, penelitian yang dilakukan oleh Regina Tatiana Purba tahun 2007 pada 65 ibu
hamil dengan umur kehamilan kurang dari 24 minggu di wilayah Puskesmas Abiansemal
Badung Bali yang diberikan tablet besi perhari dan diberikan selama 13 minggu
menunjukkan bahwa terdapat penurunan kejadian anemia dari 35,28% menjadi 9,35%.
Berdasarkan data subjektif dan objektif diperoleh bahwa Ny. P dalam kondisi
hamil normal. Selama kunjungan ibu sudah diberikan konseling mengenai keluhan
Pemberian penkes diharapkan ibu mampu mengenali tanda-tanda persalinan dan mampu
mempersiapkannya.
Asuhan kebidanan yang telah diberikan pada Ny. P telah memenuhi standar
ibu hamil sehingga membantu pemerintah dalam menurunkan AKI dan AKB di Indonesia.
bahwa pelayanan atau asuhan standar yang harus diberikan pada ibu hamil di setiap
kunjungan agar memenuhi standar kualitas yaitu 10T terdiri dari timbang berat badan,
ukur lingkar lengan atas (LILA), ukur tekanan darah, ukur tinggi fundus uteri, hitung
denyut jantung janin (DJJ), tentukan presentasi janin, beri imunisasi Tetanus Toksoid (TT),
beri tablet tambah darah (tablet besi), periksa laboratorium (rutin dan khusus), dan KIE
efektif.
Standar 10 T yang telah dilakukan oleh penulis pada Ny. P, tidak menemui
hambatan karena responden bersedia melakukan semua anjuran dan perintah bidan,
selain itu juga keluarga responden ikut berpartisipasi dalam menjaga kesehatan
responden serta selalu mengingatkan responden saat melakukan hal yang bertentangan
22.30 WIB. Pada pengkajian data subyektif didapatkan hasil ibu sudah menunjukkan
tanda-tanda persalinan yaitu kenceng-kenceng sering dan teratur sejak tanggal pukul
20.00 WIB dan sekarang kenceng-kencengnya semakin sering dan ibu sudah
pembukaan 2 cm sehingga ibu memasuki kala I fase laten. Pada kala I fase laten
88
menurut JNPK-KR (2008) asuhan yang harus diberikan yaitu dukungan emosional,
dengan memfasilitasi ibu untuk didampingi oleh suami dan anggota keluarga yang
lain untuk berperan aktif dalam mendukung dan mengenali berbagai upaya yang
mungkin sangat membantu kenyamanan ibu. Pada kasus Ny. P, bidan dan penulis
Rumah Bersalin Kota Ungaran tahun 2013 pada 46 ibu hamil diketahui bahwa
kecemasan ibu primigravida dalam menghadapi proses persalinan kala I. Pada ibu
primigravida yang menghadapi proses persalinan kala I tanpa didampingi oleh suami
mempunyai peluang 6,750 kali untuk terjadi kecemasan dibanding ibu primigravida
posisi yang nyaman selama persalinan dan melahirkan, memberikan ibu cairan dan
nutrisi, menganjurkan ibu untuk mengosongkan kandung kemihnya jika ibu merasa
ingin berkemih atau jika kandung kemih terasa penuh, pencegahan infeksi, dan
partograf dengan tepat dan konsisten akan membantu penolong persalinan untuk
mencatat kemajuan persalinan, kondisi ibu dan janin, asuhan yang diberikan selama
persalinan dan kelahiran, menggunakan informasi yang tercatat untuk identifikasi dini
penyulit persalinan dan untuk membuat keputusan klinik yang sesuai dan tepat
waktu.
Berdasarkan asuhan yang telah diberikan pada Ny. P kala I sebagian besar
b. Kala II
Pada pukul 00.00 ibu memasuki kala II dengan ditandai adanya rasa ingin
terdapat pada 58 langkah APN, yaitu yang pertama dengan mengamati tanda gejala
kala II pada Ny. P yaitu adanya doran, teknus, perjol, dan vulka.
Pada langkah APD penulis memakai APD lengkap mulai dari pelindung
kepala, kaca mata, celemek, sarung tangan panjang, dan sepatu selama proses
persalinan kala II hingga kala IV. Pemakaian pelindung pribadi menurut JNPK-KR
bertujuan untuk memantau kesejahteraan janin dan mengenali bila adanya gangguan
atau komplikasi dini pada janin sehingga dapat memberikan tindakan paling tepat dan
memadai. Namun, dalam asuhan yang dilakukan pada Ny. P dilakukan pemeriksaan
kepala bayi membuka vulva (5-6 cm) yang dilakukan yaitu meletakkan kain bersih
dan kering yang dilipat 1/3 nya di bawah bokong ibu dan menyiapkan kain atau
handuk bersih di atas perut ibu (untuk mengeringkan bayi segera setelah lahir). Pada
menggunakan duk atau kain bersih dan kering tetapi diganti dengan menggunakan
popok bayi, dikarenakan di lahan tidak terdapat duk sehingga setiap prasat stangen
menggunakan popok bayi untuk menahan perineum. Sebagai alas ibu digunakan
perlak dan underpad agar darah tidak merembes dan tertampung pada underpad
yang sifatnya yang menyerap cairan. Menurut JNPK-KR (2008) penggunaan kain
90
bersih dan kering bertujuan agar memudahkan ketika tangan penolong menahan
00.15 WIB dengan hasil penilaian awal bayi menangis kuat, gerak aktif, warna kulit
kemerahan.
c. Kala III
Kala III dimulai sesaat setelah bayi lahir. Asuhan kala III pada kasus Ny. P
dimulai pukul 00.16 WIB. Penatalaksanaan yang dilakukan pada Ny. P kala III yaitu
pemotongan tali pusat, IMD, dan melakukan manajemen aktif kala III (MAK III). Pada
asuhan tersebut tidak terdapat kesenjangan karena bayi segera setelah lahir segera
dilakukan kontak kulit dengan ibu atau Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Menurut JNPK-
KR (2008) memulai pemberin ASI secara dini akan merangsang produksi susu dan
memperkuat reflex menghisap bayi. Reflex menghisap awal pada bayi paling kuat
72 pasangan ibu dan bayi baru lahir yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu
kelompok I bayi yang begitu lahir segera diletakkan di atas dada atau perut ibu
dengan kontak kontak kulit bayi ke ibu dan kelompok II bayi yang begitu lahir tetapi
dipisahkan dari ibunya untuk ditimbang, diukur, dan dibersihkan menunjukkan bahwa
pada kelompok I dalam 50 menit bayi mampu menyusu dengan baik sedangkan pada
penegangan tali pusat terkendali dan masase fundus uteri. Menurut JNPK-KR (2008)
tujuan manajemen aktif kala III adalah untuk menghasilkan kontraksi uterus yang
tentang Kajian Pengaruh Manajemen Aktif Kala III terhadap Pencegahan Perdarahan
postpartum hasilnya menunjukkan bahwa manajemen aktif kala III dapat mengurangi
perdarahan postpartum sampai 58%, penegangan tali pusat terkendali dan massase
juga dilakukan.
Setelah dilakukan manajemen aktif kala III pada Ny. P diketahui bahwa Ny. P
mengatakan perutnya mulas dan dirinya lemas. Hasil pemeriksaan menunjukkan Ny.
darah yang tidak perlu (memastikan hemostatis). Pada kasus Ny. P penjahitan
laserasi perineum menggunakan teknik penjahitan jelujur, hal tersebut sesuai dengan
teori JNPK-KR (2008) bahwa keuntungan teknik penjahitan jelujur yaitu mudah
dipelajari, tidak terlalu nyeri karena lebih sedikit benang yang digunakan dan
bahwa teknik jahitan jelujur dibandingkan teknik jahitan terputus untuk menutup
perineum (semua lapisan atau hanya kulit perineum) dikaitkan dengan lebih
pascapartum. Penurunan nyeri bahkan lebih besar ketika teknik jahitan jelujur
92
perineum.
Pada pelaksanaan penjahitan perineum hal yang sebelumnya dilakukan
2011 yang dilakukan pada 30 ibu bersalin yang penjahitannya tidak memakai
lidokain 1% didapatkan hasil bahwa lama penyembuhan luka jahit perineum dengan
sebanyak 46,7% dan lambat sebanyak 53,5%, sedangkan tanpa anestesi lidokain 1%
yang mengalami penyembuhan cepat sebanyak 66,7% dan lambat sebanyak 33,3%.
Kabupaten Kebumen.
Pada kala IV dilakukan pengawasan selama 2 jam yaitu setiap 15 menit
pada jam pertama dan setiap 30 menit pada jam kedua. Selama kala IV yang perlu
dilakukan pengawasan selain perdarahan yaitu harus dilihat kontraksi uterus ibu
keras atau tidak. Penurunan tinggi fundus uteri dan kandung kemih ibu. Selama kala
menunjukkan adanya tanda terjadinya perdarahan post partum. Ibu juga sudah dapat
melakukan mobilisasi dini seperti memiringkan badan maupun duduk. Ibu juga sudah
mulai menyusui bayinya. Pada akhir pengawasan ibu diberikan vitamin A 200.000 IU
dianjurkan untuk ibu postpartum gunanya untuk penyembuhan luka, persiapan ASI,
hari, dan 2 minggu postpartum. Hal tersebut sesuai dengan teori menurut Kemenkes RI
(2012) bahwa jadwal kunjungan nifas dilakukan dalam 4 kunjungan yaitu kunjungan I
dilakukan 6-8 jam setelah persalinan, kunjungan II dilakukan pada 6 hari post partum,
kunjungan III dilakukan pada 2 minggu postpartum, dan kunjungan IV dilakukan pada 6
6 jam post partum termasuk dalam kunjungan nifas I (KF I) (6 jam 3 hari post partum).
Menurut Saifuddin (2009) Kunjungan I bertujuan untuk mencegah perdarahan masa nifas
karena atonia uteri, mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, rujuk jika
perdarahan berlanjut, memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota
keluarga mengenai bagaimana cara mencegah perdarahan masa nifas karena atonia
uteri, pemberian ASI awal, melakukan hubungan antara ibu dengan bayi baru lahir, dan
jahitan pada perineumnya dan ASInya masih keluar sedikit. Ibu sudah BAK dan belum
BAB serta baru saja mandi, ganti baju, dang anti pembalut setelah bersalin. Ibu
mengatakan sudah makan nasi dan minum 1 gelas air putih serta ibu mulai belajar
menyusui bayinya. Pemeriksaan data objektif didapatkan hasil tanda-tanda vital ibu dalam
batas normal, TFU 2 jari di bawah pusat dan kontraksi keras, PPV lokhea rubra 50 ml,
dini seperti duduk, berdiri, dan berjalan bila tidak merasa pusing. Hal ini sesuai dengan
penelitian mengenai tingkat pengetahuan mobilisasi dini yaitu hasil penelitian Ita Sasmita
94
Buhari, Esther Hutagaol, dan Rina Kundre tentang Hubungan Tingkat Pengetahuan
dengan Mobilisasi Dini pada Ibu Nifas di Puskesmas Likupang Timur Kecamatan
Likupang Timur tahun 2014 terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan
mobilisasi dini pada ibu nifas, dengan semakin tingginya tingkat pengetahuan dan
pengalaman yang didapat ibu maka semakin akan melakukan mobilisasi dini sesuai
Ny. P untuk mempercepat penyembuhan luka jahitan, hal tersebut sesuai dengan
penelitian Siti Ianah, Taadi, Mardi Hartono, dan Supriyo tentang Hubungan Antara
Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Personal Hygiene pada Luka Perineum dengan
Pekalongan Tahun 2013 terhadap 40 orang ibu post partum 5-20 hari yang mengalami
robekan perineum yang dijahit maupun yang tidak dijahit. Diketahui bahwa dari 40 ibu
nifas tingkat pengetahuan tentang personal hygiene dengan kategori baik dan cukup
masing-masing 18 ibu nifas dan sebagian besar mengalami penyembuhan luka perineum
pada fase proliferasi sebanyak 24 ibu nifas, sehingga terdapat hubungan yang signifikan
antara pengetahuan ibu nifas tentang personal hygiene pada luka perineum dengan
penyembuhan luka.
Asuhan selanjutnya yang diberikan yaitu memberikan konseling tentang ASI
eksklusif dan cara menyusui yang benar, perawatan pada bayinya seperti perawatan tali
pusat dan cara menjaga kehangatan bayi, memberikan penkes mengenai tanda bahaya
masa nifas yang harus diwaspadai dan segera ke tenaga kesehatan bila menemukan
pemberian vitamin A 200.000 IU diberikan sebanyak dua kali, pertama segera setelah
melahirkan, kedua diberikan setelah 24 jam dari pemberian kapsul vitamin A pertama.
kualitas ASI, meningkatkan daya tahan tubuh, dan meningkatkan kelangsungan hidup
anak.
Berdasarkan penelitian Bibi Ahmad Chahyanto dan Katrin Roosita tentang Kaitan
Asupan Vitamin A dengan Produksi Air Susu Ibu (ASI) pada Ibu Nifas menunjukkan bahwa
pada rata-rata ibu nifas yang mengkonsumsi vitamin A dari seluruh pangan yang
mengandung vitamin A memiliki produksi ASI yang cukup bagi bayinya. Semakin tinggi
asupan vitamin A pada ibu nifas, maka produksi ASI untuk bayi akan semakin tercukupi.
Kunjungan nifas kedua yaitu pada tanggal 18 Januari 2017 pukul 10.00 WIB.
Kunjungan nifas ini didapatkan data subjektif bahwa ibu mengatakan tidak ada keluhan
yang dirasakan. Data objektif didapatkan bahwa keadaan umum baik, tanda vital ibu
dalam keadaan normal, lokea rubra, TFU pertengahan pusat simpisis dan kontraksi keras.
Pada kunjungan ini menurut Dewi dan Sunarsih (2011) asuhan berfokus untuk
umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal, memastikan ibu mendapat cukup makanan,
cairan dan istirahat, memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan
adanya penyulit, memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat,
nutrisi untuk ibu menyusui, vulva hygiene, serta mengajarkan ibu senam nifas untuk
Penatalaksanaan yang diberikan tidak jauh berbeda dengan teori sehingga tidak ada
nutrisi ibu menyusui, perawatan bayi, senam nifas, ASI eksklusif, dan tanda bahaya masa
nifas.
Kunjungan nifas III dilakukan pada tanggal 25 Januari 2017 pukul 09.30 WIB
yaitu 2 minggu postpartum. Data subjektif yang didapatkan yaitu ibu mengatakan tidak
96
ada keluhan yang dirasakan dan ibu mengatakan produksi ASI sudah banyak serta hasil
yaitu masalah menyusui, perawatan payudara, dan cara meningkatkan produksi ASI.
Penatalaksanaan yang diberikan yaitu memuji ibu karena telah memberikan ASI bayinya
secara on demand, penkes yang penulis berikan yaitu memberitahu ibu kapan waktu
untuk berhubungan seksual dan cara mengeceknya, dan memberitahu ibu mengenai
dan hambatan karena ibu dan keluarga kooperatif serta melakukan anjuran yang penulis
dan 2 minggu. Hal tersebut sudah sesuai teori menurut Kemenkes RI (2012) bahwa
kunjungan neonatal dilakukan minimal tiga kali kunjungan yaitu KN I pada 6-48 jam
setelah bayi lahir, KN II pada 3-7 hari setelah bayi lahir, dan KN III pada 8-28 hari setelah
bayi lahir. Sehingga kunjungan pada By. Ny. P sudah memenuhi standar minimal
kunjungan BBL.
Pengkajian pada Kunjungan Neonatal I (KN I) dilakukan pada tanggal 12 Januari
2017 pukul 06.30 WIB didapatkan data bahwa bayi sudah dapat menyusu dengan kuat
dan ibu mengatakan belum mengetahui mengenai perawatan bayi baru lahir. Setelah
paha lateral atas luar secara IM dengan dosis 0,5 cc. Hal ini sesuai dengan teori JNPK-
KR (2008) bahwa suntikan imunisasi Hepatitis B (HB 0) IM 0,5 mL segera setelah lahir
atau kurang dari 7 hari setelah kelahiran di paha kanan anterolateral bayi.
Asuhan selanjutnya yaitu menjaga kehangatan bayi dan memberitahu ibu cara
perawatan bayi baru lahir. Menurut penelitian Suriah tentang Pengaruh Pemberian
Konseling terhadap Pengetahuan dan Sikap Ibu Primipara tentang Perawatan Bayi Baru
97
Lahir di Rumah Sakit Dirgahayu Samarinda tahun 2013 pada 50 orang responden dengan
hasil bahwa hasil pre test berdasarkan tingkat pengetahuan menunjukkan responden
dengan pengetahuan baik 32% dan pengetahuan cukup 68%. Hasil post test
menunjukkan 78% dengan pengetahuan baik dan 22% dengan pengetahuan cukup.
Sedangkan hasil sikap pre test menunjukkan 10 responden dengan sikap negative
10.30 WIB didapatkan hasil pengkajian, ibu mengatakan bayi menyusui dengan kuat dan
menyusu setiap 1-2 jam sekali atau saat bayi menangis, ibu mengatakan bayi tidak ada
masalah dalam menyusu. Ibu mengatakan tali pusat bayi belum lepas namun sudah
mengering. Pemeriksaan pada bayi menunjukkan bayi dalam keadaan baik dan
mengalami kenaikan berat badan sebanyak 300 gram menjadi 3300 gram
Penatalaksanaan yang diberikan yaitu konseling perawatan pusar setelah tali
pusat lepas. Penatalaksanaan yang diberikan tidak ada kesenjangan dengan teori
menurut Sulistyawati (2009) bahwa asuhan neonatus pada kunjungan kedua berfokus
untuk perawatan tali pusat pasca pelepasan dan pencegahan ikterus pada bayi.
Kunjungan Neonatal III (KN III) dilakukan pada tanggal 25 Januari 2017 pukul
09.30 WIB, didapatkan data bahwa bayi dalam kondisi normal dan mengalami kenaikan
berat badan sebanyak 600 gram dari berat lahirnya. Melakukan pemantauan berat badan
pada KN III sesuai dengan teori menurut Levenno (2012) bahwa pemantauan berat badan
bertujuan untuk mengetahui asupan nutrisi yang cukup bagi bayi, berat lahir biasanya
dicapai pada hari ke-10. Berat meningkat 25 gram/hari selama beberapa bulan pertama,
berlipat pada 5 bulan dan berlipat tiga pada akhir tahun pertama. Penatalaksanaan yang
diberikan yaitu mengajari ibu cara memijat bayi untuk meningkatkan berat badan bayi
yang dilakukan setiap hari setelah bayi dimandikan dengan menggunakan baby oil.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Miah Adroeni dan Asri Hidayat tentang
Pengaruh Pijat Bayi terhadap Kenaikan Berat Badan Bayi Umur 0-3 Bulan di BPS
98
Saraswati Sleman Yogyakarta Tahun 2010 pada 60 bayi dengan umur 10 hari-3 bulan
yang dibagi menjadi dua kelompok , yaitu 30 bayi yang dilakukan pemijatan dan 30 bayi
yang tidak dilakukan pemijatan menunjukkan bahwa rata-rata peningkatan berat badan
bayi pada kelompok dipijat adalah 763,66 gram dan kelompok yang tidak dipijat adalah
623,33 gram. Sehingga tedapat perbedaan rata-rata kenaikan berat badan yang
signifikan.
5. Keluarga Berencana
Asuhan keluarga berencana pada Ny. P diberikan saat ibu postpartum 2 minggu.
Hal ini tidak sesuai dengan teori menurut Saifuddin (2012) bahwa konseling keluarga
berencana dilakukan saat kunjungan IV masa nifas atau 6 minggu postpartum. Namun
keikutsertaan ibu untuk menjadi akseptor KB, hal ini dibuktikan dengan penelitian Eny
Keikutsertaan Akseptor KB pada Ibu Nifas di RS William Booth Surabaya Tahun 2013
terhadap 87 orang ibu nifas diketahui bahwa terdapat hubungan antara tingkat
secara signifikan dibuktikan dengan 53,52% ibu nifas berpengetahuan tinggi segera ikut
akseptor KB dalam waktu 40 hari dan 19,72% ibu nifas segera ikut dalam waktu 3 bulan.
Sebesar 16,90% ibu nifas berpengetahuan cukup ikut akseptor KB dalam waktu 3 bulan,
dan sebesar 1,41% ibu nifas berpengetahuan rendah tidak ikut akseptor KB.
Konseling tentang KB yang diberikan pada ibu yaitu manfaat KB, macam-macam
KB yang sesuai untuk ibu menyusui dan kekurangan dan kelebihan setiap metode KB.
Pemilihan kontrasepsi yang tepat bertujuan untuk tidak mengganggu proses laktasi.
Dari hasil memberikan penkes mengenai KB, ibu memberikan respon yang
positif, ibu bertanya mengenai keuntungan dari tiap-tiap KB serta biaya yang akan
dikeluarkan. Ibu juga menanyakan mengenai KB suntik 3 bulan, setelah dijelaskan ibu
99
setelah 40 hari masa nifasnya berakhir karena mengikuti kebiasaan desa setempat.
Sehingga penulis melakukan rujukan atau kolaborasi dengan bidan mengenai KB yang
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah dilakukan asuhan kebidanan komprehensif pada Ny. P umur 27 tahun di
berikut:
1. Asuhan kebidanan pada Ny. P selama kehamilan setelah dilakukan pelayanan kebidanan
sesuai dengan kebutuhan klien dan kewenangan bidan. Pemberian pelayanan kehamilan
sesuai dengan standar minimal 10T tidak ditemukan hambatan. Kepatuhan dan
kerjasama antara ibu dan keluarga menjadi pendukung keberhasilan antenatal care.
2. Asuhan kebidanan pada Ny. P selama persalinan berlangsung spontan. Pelayanan
kebidanan yang diberikan telah memenuhi standar asuhan persalinan normal (APN) 58
dilakukan kunjungan rumah selama 3 kali Ny. P tidak menunjukkan adanya tanda bahaya
masa nifas, psikologis Ny. P juga baik tidak ditemukan adanya tanda Ny. P mengalami
post partum blues maupun depresi post partum. Setelah diberikan penjelasan tentang KB
secara dini,Ny. P memilih KB suntik 3 bulan dan akan mulai ber KB saat masa nifas hari
ke-40.
4. Asuhan kebidanan pada bayi Ny. P tidak ditemukan komplikasi dan penatalaksanaan bayi
baru lahir pada By. Ny. P sesuai dengan asuhan pada bayi baru lahir.
B. Saran
1. Bagi Responden
101
bayinya sesuai dengan jadwal serta melakukan pemantauan kenaikan berat badan
khususnya buku referensi mengenai kehamilan, persalinan, nifas, KB dan bayi baru lahir
pelayanan kebidanan.
DAFTAR PUSTAKA
Adroeni, M dan Asri H. Pengaruh Pijat Bayi terhadap Kenaikan Berat Badan Bayi Umur 0-3 Bulan
di BPS Saraswati Sleman Yogyakarta. 2010. [Diakses tanggal 4 Juni 2016]. Didapatkan
dari www.akbidharapanmulya.ac.id
Afifah, Durotun, Budi M, dan Ninik P. Perbedaan Tingkat Nyeri Persalinan Kala I pada Ibu Bersalin
Normal Primigravida dan Multigravida di RB Nur Hikmah Desa Kuwaron Gubug
Kabupaten Grobogan. 2011. [Diakses tanggal 28 Desember 2015]. Didapatkan dari
www.portalgaruda.org
Arikunto, S. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi). Jakarta: Rineka Cipta;
2010.
Asrinah, P. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Ibu 1 (Kehamilan). Yogyakarta: Rohma Press; 2010.
Buhari, Ita S, Esther H, dan Rina K. Hubungan Tingkat Pengetahuan dengan Mobilisasi Dini pada
Ibu Nifas di Puskesmas Likupang Timur Kecamatan Likupang Timur. 2014. [Diakses
tanggal 28 Desember 2015]. Didapatkan dari www.portalgaruda.org
Chahyanto, Bibi A dan Katrin R. Kaitan Asupan Vitamin A dengan Produksi Air Susu Ibu (ASI) pada
Ibu Nifas. 2013. [Diakses tanggal 28 Desember 2015]. Didapatkan dari
www.portalgaruda.org
Daryono. Hubungan Keteraturan Konsumsi Tablet Besi dengan Anemia di Puskesmas Muara
Tembesi. 2013. [Diakses tanggal 28 Desember 2015]. Didapatkan dari
www.portalgaruda.org
Dewi, V N L. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba Medika; 2013.
Dewi, V N L dan Tri S. Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Jakarta: Salemba Medika; 2011.
Dinas Kesehatan Kabupaten Grobogan. Profil Kesehatan Kabupaten Grobogan. Grobogan: Dinkes
Kab. Grobogan; 2015
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Semarang:
Dinkes Prov. Jateng; 2015.
Hafidz, E M. Hubungan Peran Suami dan Orangtua terhadap Perilaku Ibu Hamil dalam Pelayanan
Antenatal di Wilayah Puskesmas Kecamatan Sedan Kabupaten Rembang. 2007. [Diakses
tanggal 28 Desember 2015]. Didapatkan dari www.portalgaruda.org
Hani, U dkk. Asuhan Kebidanan pada Kehamilan Fisiologis. Jakarta: Salemba Medika; 2010.
Hidayat, A A A. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika;
2007.
Hutagaol, H S, Eryati D, dan Eny Y. Pengaruh Inisiasi Menyusu Dini (IMD) terhadap Suhu dan
Kehilangan Panas pada Bayi Baru Lahir di Ruang Bersalin RS Dr. Reksodiwiryo Padang.
2014.
Ianah, S, Taadi, Mardi H, dan Supriyo. Hubungan antara Pengetahuan Ibu Nifas tentang Personal
Hygiene Pada Luka Perineum dengan Penyembuhan Luka Fase Proliferasi di Wilayah
Kerja Puskesmas Jenggot Kota Pekalongan. 2013. [Diakses tanggal 28 Desember 2015].
Didapatkan dari www.portalgaruda.org
Indriyani dan Amirudin. Hubungan Faktor Risiko Anemia Ibu Hamil dan Kejadian Partus Lama di
RS Siti Fatimah Makasar. 2006. [Diakses tanggal 28 Desember 2015]. Didapatkan dari
www.portalgaruda.org
Janiwarty, B dan Herri Z P. Pendidikan Psikologi untuk Bidan Suatu Teori dan Terapannya.
Yogyakarta: ANDI OFFSET; 2013.
Kemenkes RI. Pedoman Pelayanan Antenatal Terpadu Edisi Dua. Jakarta: Jendral Bina Gizi dan
Kesehatan Ibu dan Anak Direktorat Bina Kesehatan Ibu; 2012.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas
Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta: Kemenkes RI; 2013.
Kusumah, U W. Kadar Haemoglobin Ibu Hamil Trimester II-III dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhinya di RSUP H. Adam Malik Medan. 2009. [Diakses tanggal 28 Desember
2015]. Didapatkan dari www.portalgaruda.org
Marmi, S dan Kukuh R. Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar; 2012
Marshall, J dan Raynor M D. Keterampilan Lanjut Praktik Klinik Kebidanan. Jakarta: EGC; 2012
Mustika, S A dan Evi S S. Hubungan Umur Ibu dan Lama Persalinan dengan Kejadian Ruptur
Perineum pada Ibu Primipara di BPS Ny. Pda Farida Desa Pancasan Kecamatan
Ajibarang Kabupaten Banyumas. 2010. [Diakses tanggal 28 Desember 2015]. Didapatkan
dari www.portalgaruda.org
Nopiyati. Hubungan Pemakaian Lidokain 1% terhadap Lama Penyembuhan Luka Jahit pada
Perineum di Wilayah Kabupaten Kebumen. 2011. [Diakses tanggal 1 Juni 2016].
Didapatkan dari www.portalgaruda.org
Octavariny, Reisha. Pengaruh Konseling Saat Antenatal Care terhadap Pengetahuan Ibu Hamil
tentang Tanda Bahaya Kehamilan di Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang. 2014.
[Diakses tanggal 2 Juni 2016]. Didapatkan dari www.journal.unipdu.ac.id
Panal, H. Hubungan Ekonomi Keluarga dengan Status Gizi Ibu Hamil di Puskesmas Wongkaditi
Kota Gorontalo. 2011. [Diakses tanggal 20 Januari 2016]. Didapatkan dari
www.portalgaruda.org
Pratami, E. Konsep Kebidanan Berdasarkan Kajian Filosofi dan Sejarah. Magetan: Forum Ilmiah
Kesehatan; 2014.
Pratiwi, A dan Siti A. Perilaku Kehamilan, Persalinan dan Nifas terkait dengan Budaya Kesehatan
pada Masyarakat Jawa di Wilayah Kabupaten Sukoharjo. 2010. [Diakses tanggal 20
Januari 2016]. Didapatkan dari www.portalgaruda.org
Primasnia, P, Wagiyo, dan Elisa. Hubungan Pendampingan Suami dengan Tingkat Kecemasan Ibu
Primigravida dalam Menghadapi Proses Persalinan Kala I di Rumah Bersalin Kota
Ungaran. 2013. [Diakses tanggal 28 Desember 2015]. Didapatkan dari
www.portalgaruda.org
Priyantini, M dan Ely E A. Efektifitas Posisi Tangan Penolong dalam Pemcegahan Ruptur Perineum
Spontan pada Kala II Persalinan di RSIA Bunda Arif Purwokerto. 2013. [Diakses tanggal
28 Desember 2015]. Didapatkan dari www.portalgaruda.org
Puspitasari, A R. Hubungan Senam Hamil dengan Nyeri Punggung pada Ibu Hamil Trimester III.
2013. [Diakses tanggal 28 Desember 2015]. Didapatkan dari www.isjd.pdii.lipi.go.id
Rahmawati dan Kartiningsih. Hubungan Pelaksanaan Rawat Gabung dengan Keberhasilan
Menyusui di RB Griya Husada Ngaran, Polanharjo, Klaten. 2009. [Diakses tanggal 1 Juni
2016]. Didapatkan dari www.portalgaruda.org
Rozikhan. Faktor-Faktor Risiko Terjadinya Preeklampsia Berat di Rumah Sakit Dr. H. Soewondo
Kendal. 2006. [Diakses tanggal 28 Desember 2015]. Didapatkan dari
www.portalgaruda.org
Rukiyah, Yulianti, Maemunah, dan Ari S. Asuhan Kebidanan I (Kehamilan). Jakarta: TIM; 2009.
Rullynil, N T, Ermawati, dan Lisma E. Pengaruh Senam Nifas terhadap Penurunan Tinggi Fundus
Uteri pada Ibu Post Partum di RSUP Dr. M. Djamil Padang. 2014. [Diakses tanggal 28
Desember 2015]. Didapatkan dari www.portalgaruda.org
Saifuddin, A B. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: PT
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2009.
Saminem. Dokumentasi Asuhan Kebidanan Konsep dan Praktik. Jakarta: EGC; 2009
Sandall, J. The Contribution of Continuity of Midwifery Care To High Quality Maternity Care. 2014.
11 april 2014. [Diakses tanggal 28 Desember 2015]. Didapatkan dari
http://www.rcm.org.uk.com
Santosa, B J, Sri W, dan Nurwening T W. Hubungan antara Ketepatan Manajemen Aktif Kala III
dengan Perdarahan Kala III di BPS Madiun Selatan. 2010. [Diakses tanggal 28 Desember
2015]. Didapatkan dari www.portalgaruda.org
Sari, P A, Ida M, dan Tetti S. Hubungan Pengetahuan Ibu tentang Risiko Tinggi Kehamilan dengan
Kepatuhan Kunjungan Antenatal Care di Ruang Nifas RSKIA Kota Bandung. 2011.
[Diakses tanggal 28 Desember 2015]. Didapatkan dari www.portalgaruda.org
Sukardi, Tutiek H dan Santosa B J. Hubungan antara Mobilisasi Dini dengan Lama
Pengeluaran Lokhea Rubra pada Ibu Nifas. 2010. [Diakses tanggal 28 Desember 2015].
Didapatkan dari www.portalgaruda.org
Sulistyawati, A. Asuhan Kebidanan pada Masa Kehamilan. Jakarta: Salemba Medika; 2011.
Sulistyawati, A dan Esti N. Asuhan Kebidanan pada Ibu Bersalin. Jakarta: Salemba Medika; 2013.
Suratun, Maryani S, Hartanti T, Rusmiati, Painem. Pelayanan Keluarga Berencana dan Pelayanan
Antenatal Terpadu. Jakarta: TIM; 2008.
Suryani, E. dan Zein A Z. Psikologi Ibu dan Anak. Yogyakarta: Fitramaya; 2006.
Utama, S dan Dyah F. Efektifitas Posisi Persalinan Mc. Robert dan Posisi Lithotomi pada Proses
Persalinan Kala II pada Primipara Di RSU Banyumas. 2009. Jurnal Ilmiah Kebidanan, Vol.
2 No. 1 Edisi Juni 2011.
Varney, H., Jan M K, Carolyn L G. Buku Ajar Konsep Kebidanan, Edisi 4. Jakarta: EGC; 2007.
Widiyanti, F A, Heni S, Kartika S, dan Rini S. Perbedaan antara Dilakukan Pijatan Oksitosin dan
Tidak Dilakukan Pijatan Oksitosin terhadap Produksi Asi pada Ibu Nifas di Wilayah Kerja
Puskesmas Ambarawa. 2014. [Diakses tanggal 28 Desember 2015]. Didapatkan dari
www.portalgaruda.org
World Health Organization. Trends in maternal mortality: 1990 to 2015. WHO; 2015.
Yulifah, R dan Surachmindari. Konsep Kebidanan untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta: Salemba
Medika; 2013.
Yulifah, Yuswanto. Komunikasi dan Konseling Kebidanan. Jakarta: Salemba Medika; 2009.
LAMPIRAN
Tanda
Bandle
Jam TD N RR S His DJJ VT PPV Gejala
Ring
Kala II
03.25 120/80 84 22 36,8 3x40/10 144 - = 8 cm Lendir -
Eff = 80% darah
KK = (+)
H = H III
03.55 84 4x40/10 144 - - Lendir -
darah
04.15 120/80 84 22 36,8 5x50/10 140 - =10 cm Lendir Doran
Eff= 100% darah, teknus
KK= (-) cairan perjol
Pecah ketuban vulka
spontan, cairan jernih
ketuban jernih
H= H III+