Anda di halaman 1dari 58

HASIL DISKUSI KELOMPOK PEMICU 2

MODUL SARAF JIWA

FASILITATOR : dr. Dian Mutiasari

KELOMPOK 3

Novi Magdalena Puspita FAA 113 026


Sri Nur Atikah FAA 113 027
Aulia Dewi Ratih FAA 113 029
Asnan Azis Fatoni FAA 113 030
Ni Made Yogaswari FAA 113 032
Risda Fajrianty Alwarisi FAA 113 033
Dwi Murning Asih FAA 113 034
Thea Desideria Rambang FAA 113 035
Nugraha Iwan Setiawan FAA 113 036

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

PALANGKA RAYA

2015

Pemicu 2 (discussion problem)


Seorang laki-laki berusia 61 tahun dibawa ke ugd dengan keluhan kelemahan tubuh sisi kanan
sejak 2 hari yang lalu. Keluhan timbul mendadak saat pasien sedang berkebun. Pasien menderita
hipertensi dan dm sejak 12 tahun yang lalu.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran compos mentis td 170/90mmhg, frekuensi nadi
120x/menit, ireguler, frekuensi napas 24x/menit, suhu 36,5 0c.

Pada pemeriksaan neurologis didapatkan, saat pasien diminta tersenyum tampak mulut tertarik
ke kiri. Saat diminta memejamkan mata pasien dapat memejamkan mata dengan kuat. Pada saat
lidah dijulurkan tampak lidah berdeviasi ke kanan. Posisi tungkai kanan tampak eksorotasi dan
tidak dapat diangkat. Lengan kanan masih dapat diangkat tetapi tidak dapat menahan saat diberi
tahanan kuat oleh dokter. Pasien tidak dapat mengulangi kata-kata yang disebutkan oleh dokter.
Pasien juga tampak cenderung diam. Bila menginginkan sesuatu pasien hanya menunjuk-nunjuk
dan hanya bisa mengucapkan 1-2 kata. Pasien akan marah apabila keluarga tidak memahami
maksudnya.

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukosit 12.000 gr/dl, d-dimer: 1200

Sabtu, 31 Oktober 2015


Diskusi Kelompok 1 Pemicu 2 (DK1P2)

Kata sulit
- Berdeviasi
- eksorotasi
- d-dimer
- D-dimer
- Irregular
- Compos mentis

Kata kunci
- Laki-laki berusia 61 tahun
- Kelemahan tubuh sisi kanan mendadak
- Hipertensi, DM sejak 12 tahun yang lalu
- Pemeriksaan fisik :
Compos mentis
Td : 170/ 90 mmHg
Nadi : 120x / menit, irregular
Frekwensi nafas : 24x / menit
Suhu : 36,5 oc
- Pemeriksaan neurologis :
Mulut tertarik ke kiri
Lidah berdeviasi ke kanan
Dapat memejamkan mata dengan kuat
Tungkai kanan eksorotasi dan tidak dapat diangkat
Lengan kanan dapat diangkat, tetapi tidak dapat menahan beban
Tidak dapat mengulang kata
Hanya mampu mengucapkan 1-2 kata
- Pemeriksaan lab. :
leukosit = 12.000 g/dl
d-dimer = 1200
Identifikasi masalah
- Laki-laki berusia 61 tahun, 2 hari yang lalu mendadak mengalami kelemasan tubuh sisi
kanan
- Hipertensi dan DM

Analisis masalah

Laki-laki 61 tahun Hipertensi dan DM

Kelemahan tubuh sisi kanan mendadak 2 hari yang lalu

Pemeriksaan fisik Pemeriksaan neurologis Pemeriksaan laboratorium

Stroke iskemik dan hemoragik

definisi
Patofi-siologi Faktor resiko Prog- nosis Pence-gahan
Peme-riksaan neuro-logi

Hipotesis
- etiologi
Laki-laki berusia 61 tahun mengalami stroke yang menyebabkan kelemahan tubuh sisi
Tata-laksana
Tanda dan gejalaPeme-riksaan fisik
Peme-riksaan penun-jang
kanan

Pertanyaan terjaring
1. Anatomi vaskularisasi otak
2. Anatomi jaras motoris
3. Anatomi pusat bahasa
4. Stroke iskemik
a. Definisi
b. Etiologi
c. Patofisiologi
d. Tanda dan gejala
e. Factor resiko
f. Pemeriksaan fisik
g. Pemeriksaan neurologi
h. Pemeriksaan penunjang
i. Tatalaksana
j. Prognosis
k. pencegahan
5. Stroke hemoragik
a. Definisi
b. Etiologi
c. Patofisiologi
d. Tanda dan gejala
e. Factor resiko
f. Pemeriksaan fisik
g. Pemeriksaan neurologi
h. Pemeriksaan penunjang
i. Tatalaksana
j. Prognosis
k. pencegahan
6. Patofisiologi
A. Tungkai kanan eksorotasi dan tidak bisa di angkat
B. Lidah berdeviasi ke kanan
C. Mulut tertarik ke kiri
D. Kelemahan tubuh sisi kanan
7. Hubungan hipertensi dengan stroke
8. Tatalaksana hipertensi pada stroke
9. Hubungan DM dengan keluhan pasien
10. Hubungan fungsi bahasa dengan stroke
11. Hubungan stroke dengan depresi
12. Hemiparesis
a. Definisi
b. Etiologi
c. Tanda dan gejala
d. Patofisiologi
e. Pemeriksaan
f. tatalaksana
13. Perbedaan kelumpuhan UMN dan LMN
14. Nervus facialis dan hipoglosus
15. Penyebab lain kelumpuhan
16. Farmako dinamik dan farmako kinetic obat anti trombotik
17. Intepretasi data pada pemicu dan alasannya
18. Gambaran patologi kerusakan otot pada stroke
19. Kerusakan otak molekuler pada stroke
20. Proses thrombosis dan emboli yang menyebabkan stroke
21. Profil thrombosis pada darah perifer
22. Patofisiologi efek penurunan tekanan darah pada stroke hiperakut

1. Anatomi vaskularisasi otak


- Anatomi Vaskular dan Karakteristik Klinis

Otak dialiri oleh arteri karotis dan arteri vertebralis yang dimulai arteri ekstrakranial
yaitu aorta atau pembuluh darah besar yang berjalan melalui leher dan dasar
tengkorak untuk mencapai rongga intrakranial. Sistem karotis dikenal sebagai sirkulasi
anterior dan vertebrobasiler dikenal sebagai sirkulasi posterior. Sistem karotis kanan
berasal dari bifurkasio arteri innominata dan kiri berasal dari arkus aorta, batang arteri
karotis internal dari sistem karotis pada bagian atas kartilago tiroid, pada vertebra
servical IV, tidak memberi percabangan pada leher dan wajah, memasuki kranium
melalui kanalis karotikus. Akhir karotis interna dibagi menjadi arteri serebri anterior
dan serebri media.

Pada setiap sistem vaskularisasi otak terdapat tiga komponen yaitu :


arteriarteri ekstrakranial, arteriarteri intrakranial berdiameter besar dan arteriarteri
perforantes berdiameter kecil, komponenkomponen arteri ini mempunyai struktur
dan fungsi yang berbeda pada gambar

Pembuluh darah ekstrakranial misal. a. karotis kommunis mempunyai struktur


trilaminar (tunika intima, media dan adventisia) dan berperan sebagai pembuluh
darah kapasitan. Pada pembuluh darah ini mempunyai anastomosis yang terbatas.
Arteriarteri intrakranial yang besar (misalnya a.serebri media) secara bermakna
mempunyai hubungan anastomosis dipermukaan piameter otak dan basis
kranium melalui sirkulus Willisi dan sirkulasi koroid. Tunika adventisia
pembuluh darah ini lebih tipis daripada pembuluh darah ekstrakranial dan
mengandung jaringan elastik yang lebih sedikit, selain itu dengan diameter yang
sama pembuluh darah intrakranial ini lebih kaku dari pembuluh darah
ekstrakranial.
Arteriarteri perforantes yang berdiameter kecil yang terletak superfisial maupun
profunda, secara dominan merupakan end-artery dengan anastomosis yang sangat
terbatas, merupakan pembuluh darah yang resisten.

- Anatomi Sistem Anterior/sistem Karotis

Arteri karotis kommunis kiri dipercabangkan langsung dari arkus aorta sebelah kiri,
sedangkan a. Karotis kommunis dipercabangkan dari a.innnominata
(brachiocephalica). Dileher setinggi kartilago thyroid arteri karotis kommunis
bercabang menjadi arteri karotis interna dan arteri karotis eksterna dengan arteri
karotis interna lebih posterior dibanding dengan arteri Karotis eksterna. Percabangan dari
kedua arteri ini sering disebut bifurcatio.Karotis mengandung carotid body yang
berespon terhadap kenaikan tekanan partial oksigen arterial (PAO2), aliran darah, PH,
arterial dan penurunan PaCO2 serta suhu tubuh.

Arteri karotis kommunis berdekatan dengan serabut saraf simpatis ascenden,


oleh karena itu pada lesi arteri karotis kommunis misal. Akibat trauma, diseksi
arteri atau oklusi trombus dapat menyebabkan paralisis okulo simpatik ipsilateral
(sindrom horners) yang juga melibatkan serabut-serabut sudomotor dengan wajah.
Arteri karotis interna bercabang menjadi dua bagian yakni bagian ekstrakranial
dan intrakranial. Bagian ekstrakranial a. Karotis interna setelah dipercabangkan didaerah
bifurcatio akan melalui kanalis karotikus untuk memvaskularisasi kavum timpani
dan akan beranastomosis dengan arteri maksilari interna salah satu cabang arteri
karotis eksterna.

Arteri karotis interna bagian intrakranial masuk ke otak melalui kanalis karotikus
berjalan dalam sinus kavernosus mempercabangkan arteri opthalmika untuk n.optikus
dan retina, kemudian akhirnya bercabang menjadi a.serebri anterior dan a. serebri
media, keduanya bertanggung jawab memvaskularisasi lobus frontalis, parietal dan
sebagian temporal

- Anterior Cerebral Artery

Anterior cerebral arteri berasal dari arteri karotid interna, dibagi atas 3 segmen pada
gambar.2 yaitu :

1. A1 berasal dari arteri karotid interna ke arteri communicating anterior

2. A2 dari arteri communicating anterior ke arteri kallosalmarginal

3. A3 berasal bagian distal arteri kallosum marginal

Arteri serebri anterior mensuplai tiga perempat permukaan medial lobus


frontalis, termasuk permukaan orbita media, frontal, bagian atas permukaan lateral
hemisper serebri dan 4/5 korpus kallosum. Percabangan bagian dalam berasal dekat
sirkulus willisi yaitu proksimal atau distal pada arteri communicating anterior,
nukleus kaudatus bagian anterior dan globus pallidus anterior. Oleh karena itu arteri
serebri anterior dibagi tiga cabang besar yaitu lentikulostriata media, percabangan
perikallosal ke korpus kallosum dan percabangan ke hemisper serebri.

Arteri lentikulostriata termasuk arteri Heubner dan percabangan basal dari arteri
serebri anterior, arteri Heubner memperdarahi bagian anterior putamen dan nukleus
kaudatus yaitu anteroinferior kapsula interna. Bagian basal memperdarahi bagian
dorsal dan hipotalamus.

Karakteristik klinis pada infark didaerah arteri serebri anterior meliputi :


defisit motorik, dan sensorik kontralateral dimana bagian lengan lebih ringan
dibanding tungkai, deviasi mata dan kepala kearah lesi, afasia motorik transkortikal,
gangguan perilaku, disartria.

Gambar Arteri di Otak


Territori Anterior Cerebral Artery

Arteri Serebri Media

Arteri serebri media setelah dipercabangkan oleh arteri karotis interna akan dibagi
menjadi beberapa bagian. Bagian pertama akan berjalan ke lateral diantara atap lobus
medial dan lantai lobus frontalis hingga mencapai fissura lateralis Sylvian, arteriarteri
lentrikulstriata dipercabangkan dari bagian proksimal ini. Arteri lentikulostriata
merupakan arteriarteri perforasi profunda yang merupakan cabang dari arteri
serebri media, arteri ini berjumlah antara 612 arteri yang berfungsi
memvaskularisasi nukleus lentiiformis, nukleus kaudatus bagian caput lateral, globus
pallidus dan kapsula interna bagian bawah. Oklusi salah satu arteri lentikulostriata
menimbulkan infark lakunar.

Didaerah fisura lateralis, bagian kedua a. serebri media akan bercabang


menjadi devisi superior dan inferior, devisi superior akan memberikan suplai ke
lobus frontalis dan lobus parietal, sedangkan devisi inferior akan mensuplai ke lobus
temporalis dan pada akhir dari arteri serebri media atau arteriarteri perforantes
medularis akan dipercabangkan dipermukaan hemisfer serebri yang akan
memvaskularisasi substansia alba.

Arteri serebri media terbagi atas 4 segmen yaitu :

M1 dari asal ke bifurkasio yaitu arteri arteri penetrating lentrikulostriata


medialis, lateralis, arteri temporal anterior, arteri temporal polar dan arteri uncal
M2 dari bifurkasio ke percabangan korteks
M3 percabangan operkular
M4 penggabungan cabang cabang fissura sylvian pada permukaan hemisfer lateral
dari hemisfer serebri

Middle cerebral artery mensuplai sebagian besar permukaan lateral hemisfer yaitu
bagian superior lobus parietalis dan bagian inferior lobus temporalis dan lobus oksipitalis,
sebagai tambahan juga mensuplai kapsula interna dan basalganglia.
Karakteristik klinis yang didapati pada infark didaerah arteri serebri media
meliputi : hemiplegia kontralateral, hemianestesi dan hemianopsia homonim, deviasi
kepala dan mata ke arah lesi, afasia global.

- Arteri Serebri Posterior

Arteri serebri posterior merupakan cabang akhir dari a.basilaris. Bagian proksimal
arteri serebri posterior atau bagian prekomunikan (sebelum a. Communicans
posterior) akan bercabang menjadi a.Mesensepali paramedian dan a.Thalamik-sub
talamik yang akan memvaskularisasikan thalamus. Setelah a. kommunikan posterior,
a. serebri posterior akan mempercabangkan a. Thalamogenikulatum dan a. koroid
posterior, yang mana akan memvaskularisasikan talamus, arteri serebri posterior ini
setelah berjalan kebelakang didaerah tentorium serebelli akan bercabang menjadi
devisi anterior yang memvaskularisasi bagian medial lobus temporalis dan devisi
posterior yang memvaskularisasi fissura kalkarina dan daerah parietoocipitalis) pada
gambar 4.Posterior cerebral artery adalah cabang terminal arteri basilaris dan
mensuplai lobus oksipitalis, dan lobus temporalis poteromedial.

Posterior cerebral arteri dibagi atas 4 segmen :


1. P1 dari akhir arteri basilaris ke artery communicating posterior dalam
interpeduncularis sisterna.
2. P2 berawal dari artery communicating posterior dibagi atas dua segmen yaitu
anterior dan posterior.
3. P3 segmen quardri terminal P1
4. P4 segmen korteks

Segmen P1 dikenal sebagai percabangan interpeduncularis yang berasal dari


bifurkasio basilaris yang memperdarahi red nukleus, substansia nigra bilateral,
pedunkulus serebri media, saraf okulomotorius dan troklearis, substansia retikular diatas
brainstem, fasikulus longitudinal medial dan lemniskus medialis. Pada segmen P2
dikenal sebagai percabangan talamo perforata memperdarahi talamus bagian inferior,
medial, dan anterior. Percabangan medialnya memperdarahi pedunkulus serebral,
lateral tegmentum, korpora quadrigemina dan glandula pinealis. Bagian percabangan
terminalnya memperdarahi lobus temporal dan lobus oksipitalis medial.

Karakteristik klinis yang bisa didapati pada infark didaerah arteri serebri
posterior meliputi : sindrom Weber, sindroma beneikta, dan sindroma.

2. Anatomi jaras motoris


- Saraf Otonom
Anatomi Susunan Saraf Autonom
Susunan saraf autonom dibagi dalam bagian pusat dan perifer. Bagian pusatnya
mencakup susunan limbik, hiptoalamus, dan jaras-jarasnya yang menghubungi kolumna
intermedio lateralis medulae spinalis. Bagian tepinya terdiri dari sepasang rantai neuron-
neuron yang dikenal sebagai ganglion paravertebrale serta juluran aferen dan eferen
mereka yang bersambung dengan neuron-neuron yang berada di organ torakal abdominal
pelvik. Baik secara fisiologik maupun anatomik, sistem saraf autonom dibagi menjadi
komponen simpatik dan parasimpatik. Pembagian ini didasarkan pada dua jenis
neurotransmiter yang diproduksi oleh neuron-neuron saraf autonom. Kedua jenis
neurotransmiter itu adalah asetilkolin dan norepinefrin.
A. Susunan Saraf Autonom Perifer
1. Sistem Saraf Parasimpatik.
Preganglionik parasimpatik sistem saraf timbul dari sel bodies dari inti motorik
nervus kranialis III, VII, IX, X pada batang otak dan dari segmen korda spinalis sacral
kedua, ketiga, dan keempat. Disebut juga sebagai jalur kranio-spinal/kranoisakral.
Serabut preganglionik berjalan hampir ke semua organ yang dipersarafi, dan sinap
pada ganglia yang dekat atau berada pada organ tersebut, meningkatkan impuls ke
serabut postganglionik yang mempersarafi jaringan yang sesuai. Sel ganglion dapat
terorgansisir menjadi satu (mis. Pleksus mienterikus pada usus halus) atau dapat juga
difus (mis. Vesica urinaria, pembuluh darah). Serabut preganglionik terbanyak pada
nervus vagus. (sidarta neurol dasar)
Nervus kranialis III, VII, dan IX mempengaruhi pupil dan sekresi glandula salivarius,
sementara nervus vagus (X) membawa serabut saraf ke jantung, paru, lambung, upper
intestine dan ureter. Serabut sacral membentuk pleksus yang menginervasi colon distal,
rektum, vesica urinaria, dan organ reproduksi.
Secara fisiologis, sistem parasimpatis lebih digunakan pada penyimpanan dan
pemulihan energi, oleh karena itu, maka akan mengurangi frekuensi detak jantung dan
tekanan darah, menghambat lancarnya penghantaran impuls melalui jaras atrioventikular,
memfasilitasi digestif dan absorpsi nutrien, maka dari itu akan mengekskresikan produk
buangan, menyempitkan diameter pupil, melebarkan pembuluh darah, menyempitkan
lumen bronkioli, menggalakkan sekresi air liur dan air mata, menggalakkan peristaltik
dan melonggarkan sfinkter saluran pencernaan, menggalakkan otot detrusor kandung
kemih, dan sekresi insulin, sehingga menurunkan gula darah.
Transmiter kimia pada sinapsis pre dan postganglionik pada sistem parasimpatik
adalah Asetilkolin (Ach). Ach juga merupakan neurotransmiter pada sinaps preganglionik
simpatik, beberapa sinaps postganglionik simpatis, neuromuskular junction (sistem saraf
somatik), dan beberapa tempat di SSP. Serabut saraf yang mengeluarkan asetilkolin
dari end plate (ujung)-nya disebut sebagai serabut kolinergik. Sintesis Ach terjadi di
sitoplasma ujung neuron kemudian disimpan di vesikel terminal presinaptik. Adanya aksi
presinaptik menyebabkan influks ion kalsium dan menyebabkan pelepasan beberapa ratus
vesikel ke celah sinaptik. Ach kemudian diikat oleh reseptor spesifik pada membran
postsinaptik dan meningkatkan permeabilitas membran terhadap ion sodium, potasium,
dan kalsium, yang kemudian akan eksitasi postsinaptik. Aksi dari Ach ini berakhir oleh
enzim Acetyl Cholinesterase yang akan segera menghidrolisisnya.
Reseptor Ach spesifik telah dibagi secra farmakologis berdasarkan aksi terhadap
alkaloid muskarinik dan nikotin. Aksi Ach pada sinaps preganglionik baik sistem
parasimpatik maupun simpatik diperankan oleh nikotin, dan semua ganglion autonomik
juga disebut nikotinik oleh karenanya. Transmisi nikotinik juga terjadi pada
neuromuskular junction, pada SSP, medula adrenal, dan beberapa tempat pada
postganglionik simpatis. Meskipun demikian, aksi Ach pada ujung saraf postganglionik
parasimpatis diperankan oleh muskarinik. Transmisi muskarinik juga terjadi pada
beberapa tempat tertentu di SSP.
2. Sistem Saraf Simpatik
Pembagian simpatik dan parasimpatik secara tegas hanya bisa dilakukan pada
saraf autonom perifer. Pada bagian pusat, kelompok neuron kolinergik dan adrenergik
saling bergabung dan sulit untuk dibedakan satu dengan yang lainnya.
Badan neuron yang menjulurkan serabut preganglionar simpatetik terletak di
semua segmen torakal ,dan lumbal 1 dan 2. neuron-neuron tersebut menduduki kornu
laterale substansia grisea medula spinalis, dan dikenal sebagai kolumna
intermediolateralis. Serabut-serabut preganglionar meninggalkan medula spinalis
bersama-sama dengan radiks ventralis setinggi foramen intervertebrale
menggabungkan diri dengan radiks dorsalis untuk menyusun saraf spinal. Pada
tempat itu juga, mereka meninggalkan saraf spinal sebagai rami komunikantes alba
dan menuju trunkus simpatikus. Trunkus ini tersusun oleh sepasang rantai di kedua
belah sisi tulang belakang. Dan rantai itu terdiri dari ganglion-ganglion yang
bersambung satu dengan yang lain melalui juluran-juluran mereka. Pada umumnya
ditemukan 3 pasang ganglion di daerah servikal, 12 pasang di daerah torakal, 5
pasang di daerah lumbal, 2 pasang di daerah sakral dan satu ganglion tunggal di garis
tengah os koksigis. Serabut-serabut preganglionar tidak semuanya berakhir pada
ganglion yang setingkat, banyak juga yang berakhir di ganglion yang terletak
beberapa segmen lebih atas atau lebih bawah. Sebagian lagi melewati saja ganglion
trunkus simpatikus untuk meneruskan perjalanannya ke ganglion-ganglion yang
terletak di organ dalam.
Ganglion yang terletak di kedua sisi tulang belakang disebut ganglion
paavertebrale, dan ganglion yang terletak dekat dengan organ dalam disebut ganglion
prevertebrale. Kedua ganglion tersebut menjulurkan serabut yang disebut sebagai
postganglioner. Berbeda dengan serabut preganglioner yang memiliki selubung
mielin, serabut postganglioner ini tidak bermielin.
Aktifitas simpatetik akan melebarkan diameter pupil, melebarkan fisura
palpebralis, meningkatkan denyut jantung, memperlancar penyaluran impuls melalui
jaras atrioventrikuler, penyempitan lumen (kontriksi) hampir semua pembuluh darah,
terutama yang menuju ke kulit dan viscera abdominal, tetapi melebarkan lumen
(dilatasi) arteri koronaria, menghambat peristaltik saluran pencernaan, mengeratkan
sfinkter saluran pencernaan, menghambat otot detrusor kandung kemih,
membangunkan bulu kulit, menggalakkan sekresi keringat dan adrenalin (epinefrin)
dan meningkatkan gula darah dengan jalan glikogenolisis hepar.
B. Susunan saraf autonom pusat.
Bagian pusat susunan saraf autonom terdiri dari korteks limbik, hipotalamus, dan
hipofisis. Dimana yang berperan sebagai pusat (sentral) adalah hipotalamus. Sebagai
pusat reseptif, hipotalamus menerima impuls-impuls dari koreks limbik yang
mengelilingi korpus kalosum. Sebagai pusat efektor, hipotalamus membagi-bagikan
aktifitasnya ke susunan saraf perifer, dan mengelola fungsi hipofisis, baik pars
anterior (adenohipofisis) maupun pars posterior (neurohipofisis). Hipotalamus juga
dapat dianggap sebagai:
1. pusat penerima impuls viscero-autonom dari susunan saraf perifer dan juga
impuls psiko-vegetatif autonom dari korteks serebri berikut sistem limbik,
2. pusat yang mengatur dan membagi-bagikan aktifitas vegetatifnya kepada susunan
saraf perifer, dan
3. pusat yang mengatur kegiatan neuro- dan adenohipofisis.
3. Anatomi pusat bahasa
Menurut Whitaker, dalam (Cahyono, Bambang Yudi, 1995: 258) penentuan daerah-
daerah tertentu dalam otak dalam hubungannya dengan bahasa itu didasarkan pada tiga
bukti utama. Bukti pertama ialah unsur-unsur keterampilan berbahasa tidak menempati
bagian yang sama dalam otak. Keterampilan bahasa (berbicara, menyimak, membaca,
dan menulis) dan struktur linguistik (ciri sintaksis dan semantik, bentuk leksikal dan
gramatikal) memiliki daerah khas dalam otak bukti kedua ialah bahwa bahasa semua
orang menempati daerah yang sama dalam otak. Bukti ketiga ialah terdapat hubungan
antara kemampuan bahasa dengan belahan otak.
Secara garis besar, sistem otak manusia dapat dibagi menjadi tiga, yakni (1) otak
besar (sereberum), (2) otak kecil (serebelum), (3) batang otak. Bagian otak yang paling
penting dalam kegiatan berbahasa adalah otak besar. Bagian pada otak besar yang terlibat
langsung dalam pemprosesan bahasa adalah korteks serebral. Korteks selebral adalah
bagian yang tampak seperti gumpalan-gumpalan berwarna putih dan merupakan bagian
terbesar dalam sistem otak manusia. Bagian ini mengatur atau mengelola proses kognitif
pada manusia, dan salah satunya tentu saja adalah bahasa.
Korteks serebral terdiri atas dua bagian, yakni belahan otak kiri (hemisfer kiri) dan
belahan otak kanan (hemisfer kanan). Hemisfer kanan mengontrol pemprosesan
informasi spasial dan visual (melihat,
memperkirakan, atau memahami ruang atau
benda secara tiga dimensi). Sementara hemisfer
kiri mengontrol kegiatan berbahasa disamping,
tentu saja, proses kognitif yang lain. Koordinasi
diantara keduanya dimungkinkan karena
adanya struktur yang menyatukan kedua
belah hemisfer ini, yakni korpus kalosum. Struktur
yang berbentuk mirip tulang rawan ini
berperan dalam menyampaikan informasi diantara
kedua hemisfer.
Pada tahun 1861 Paul Broca, seorang ahli bedah otak Perancis, memulai pengkajian
hubungan afasia dengan otak. Broca meneliti kemampuan berbahasa pasien-pasien yang
menderita himiflegia sisi kanan badan dengan cara mengautopsi otak pasien ini. Sebelum
pasien-pasien ini meninggal Broca menemukan mereka tidak dapat berbicara tetapi
memahami ucapan orang lain. Setelah diatopsi Broca menemukan keretakan syaraf otak
dibagian belakang lobus depan kiri (left frontal lobe) yang disebut Brocas Area =
Medan Broca. Jadi, Brocalah yang pertama kali membuktikan, bahwa afasia berhubungan
dengan keretakan otak yang spesifik dan juga menunjukkan bahwa keretakan-keretakan
ini terjadi di hemisfer kiri otak untuk memproduksi bahasa. Broca membuktikan, bahwa
terdapat lokalisasi khusus di hesmifer kiri otak untuk memproduksi bahasa.(Simanjuntak,
2009 : 192)
Sumber :
Simanjuntak, Mangantar. Diktat Linguistik. Bahasa. Pemerolehan Bahasa dan
Gramatika Generatif. Program Studi Magister Linguistik USU. 2008
4. Stroke iskemik
a. Stroke iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak yang
disebabkan kurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan darah
dan oksigen di jaringan otak.
b. Patofisiologi

Secara umum patofisiologi stroke iskemik meliputi dua proses yang terkait, yaitu:

1. Perubahan Fisiologi pada Aliran Darah Otak

Adanya sumbatan pembuluh darah akan menyebabkan otak mengalami


kekurangan nutrisi penting seperti oksigen dan glukosa, sehingga daerah pusat
yang diperdarahi oleh pembuluh darah tersebut akan mengalami iskemik sampai
infark. Pada otak yang mengalami iskemik, terdapat gradien yang terdiri dari
ischemic core (inti iskemik) dan penumbra (terletak di sekeliling iskemik
core). Pada daerah ischemic core, sel mengalami nekrosis sebagai akibat dari
kegagalan energi yang merusak dinding beserta isinya sehingga sel akan
mengalami lisis. Sedangkan daerah di sekelilingnya, denagn adanya sirkulasi
kolateral maka sel-sel belum mati, tetapi metabolisme oksidatif dan proses
depolarisasi neuronal oleh pompa ion akan berkurang. Daerah ini disebut sebagai
penumbra iskemik:. Bila proses tersebut berlangsung terusmenerus, maka sel
tidak lagi dapat mempertahankan integritasnya sehingga akan terjadi kematian sel
yang secara akut timbul melalui proses apoptosis.

Daerah penumbra berkaitan erat dengan penanganan stroke, dimana terdapat


periode yang dikenal sebagai window therapy, yaitu 6 jam setelah awitan. Bila
ditangani dengan baik dan tepat, maka daerah penumbra akan dapat diselamatkan
sehingga infark tidak bertambah luas.

2. Perubahan Kimiawi yang Terjadi pada Sel Otak akibat Iskemik

Pengurangan terus menerus ATP yang diperlukan untuk metabolisme sel.


Bila aliran darah dan ATP tidak segera dipulihkan maka akan mengakibatkan
kematian sel otak. Otak hanya bertahan tanpa penambahan ATP baru selama
beberapa menit saja.

Berkurangnya aliran darah ke otak sebesar 10-15cc/100gr akan


mengakibatkan kekurangan glukosa dan oksigen sehingga proses metabolisme
oksidatif terganggu. Keadaaan ini menyebabkan penimbunan asam laktat sebagai
hasil metabolisme anaerob, sehingga akan mempercepat proses kerusakan otak.

Terganggunya keseimbangan asam basa dan rusaknya pompa ion karena


kurang tersedianya energi yang diperlukan untuk menjalankan pompa ion.
Gagalnya pompa ion akan menyebabakan depolarisasi anoksik disertai
penimbunan glutamat dan aspartat. Akibat dari depolarisasi anoksik ini adalah
keluarnya kalium disertai masuknya natrium dan kalsium. Masuknyaa natrium
dan kalsium akan diikuti oleh air, sehingga menimbulkan edema dan kerusakan
sel.

c. Penatalaksanaan farmako dan non-farmako

Selama keadaan akut dan kesadaran rendah harus diberikan perawatan dalam
keadaan coma. Kebersihan badan termasuk mata dan mulut harus dijaga dengan teliti,
keluar masuk cairan sebaiknya diukur, miksi dirawat sesuai dengan keadaan, defekasi
diatur dengan pemberian gliserin sekali dalam 2 - 3 hari, dekubitus dihindarkan dengan
mengubah sikap berbaring dan membersihkan kulit dengan seksama, suhu badan yang
tinggi diturunkan dengan kompres dingin, jalan pernafasan dijaga supaya tetap lapang,
bila ada lendir tertimbun ditenggorokan perlu dihisap keluar, makanan diberikan
personde, bronchopneumonia dicegah dengan pemberian penstrept 8; 1 dan tindakan
physioterapi seperti nafas buatan dan tapottage ; bila perlu oxygen dapat diberikan.

Untuk mengurangi edema otak dapat diberikan obat-obat corticosteroid dalam satu
rangkaian pengobatan, misalnya dexamethason, 10 mg, intra-vena, diikuti dengan
pemberian 5 mg. tiap 6 jam selama 2 hari pertama, kemudian 5 mg. tiap 8 jam pada hari
ke-3, kemudian tiap 12 jam pada hari ke-4 dan 5 mg. pada hari ke-5. Obat-obat yang
memperbaiki metabolisme sel-sel otak seperti nicholis, encephabol, hydergin dapat pula
membantu.

Obat-obat yang berkhasiat menurunkan metabolisme otak mungkin memberikan


pengaruh yang baik seperti lytic cocktail yang terdiri dari 50 mg. Iargactyl, 40 mg.
phenergan, dan pethidin 100 mg. yang diberikan dengan infus glucose 5 - 10 %. Setelah
masa akut dilalui dapat diberikan obat-obat golongan vasodilatansia, stugeron dan
lainlain. Pada thrombosis dan emboli cerebri dapat pula diberikan anti-koagulansia dalam
satu rangkaian terapi. Dalam masa rekonvalesensi physioterapi harus ditingkatkan untuk
melatih anggota-anggota badan yang lumpuh

Sumber :

1. Hartwig, M. S., L. M. Wilson. 2007. Nyeri. Dalam: Price, S. A., L. M.


Wilson. 2007. PATOFISIOLOGI Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi 6. Volume 2. Terjemahan B. U. Pendit, et.al. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. pp: 1063-1104.
2. Emma Lloyd. What is a cerebral infacrtion [online] [cited 2011 Aug 5]
[1screen]. Available from:URL: http://wisegeek.comwhat-is-a-cerebral-
infarction.htm
3. Burns, D. K., V. Kumar. 2007. Sistem Saraf. Dalam: Kumar, V., R. S.
Cortran, dan S. L. Robbins. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Volume 2.
Terjemahan B. U. Pendit. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. pp:
903-948.
4. Sunardi. Computed Tomography Scan (CT Scan) dan Magnetic Resonance
Imaging (MRI) Pada Sistem Neurologis. [online] [cited 2010 Apr 01] [1
screen]. Available from:URL:
http://www.docstoc.comdocs18556421Computed- Tomography-Scan-
%28CT-Scan%29-dan-Magnetic-Resonance-Imaging

5. Stroke Hemoragik

a. Definisi
Stroke hemoragik, yang merupakan sekitar 15% sampai 20% dari semua stroke, dapat
terjadi apabila stroke vascular intraserebrum mengalami rupture sehingga terjadi
perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak. Stroke
hemoragik disebabkan oleh perdarahan ke dalam jaringan otak (disebut hemoragia
intraserebrum atau hematom intraserebrum) atau kedalam ruang subaraknoid, yaitu
ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi otak (disebut
hemoragia subaraknoid). Ini adalah jenis stroke yang paling mematikan dan merupakan
sebagian kecil dari stroke total yaitu 10-15% perdarahan intraserebrum dan sekitar 5%
untuk perdarahan subaraknoid. Stroke hemoragik merupakan 15% sampai 20% dari
semua stroke, dapat terjadi apabila lesi vascular intraserebrum mengalami rupture
sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang subaraknoid atau langsung ke dalam
jaringan otak. Sebagian dari lesi vascular yang dapat menyebabkan perdarahan
subaraknoid (PSA) adalah aneurisma sakular dan malformasi arteriovena (MAV).
b. Etiologi
- Perdarahan intraserebral
Perdarahan intraserebral ditemukan pada 10% dari seluruh kasus stroke, terdiri dari
80% di hemisfer otak dan sisanya di batang otak dan serebelum. intraserebral adalah
perdarahan di dalam otak yang disebabkan oleh trauma (cedera otak) atau kelainan
pembuluh darah (aneurisma atau angioma). Jika tidak disebabkan oleh salah satu
kondisi tersebut, paling sering disebabkan oleh tekanan darah tinggi kronis.
- Perdarahan subarakhnoid
Perdarahan subarakhnoid adalah suatu keadaan dimana terjadi perdarahan di ruang
subarakhnoid yang timbul secara primer. Subarachnoid adalah perdarahan dalam
ruang subarachnoid, ruang di antara lapisan dalam (Pia mater) dan lapisan tengah
(arachnoid mater) dari jaringan selaput otak (meninges). Penyebab paling umum
adalah pecahnya tonjolan (aneurisma) dalam arteri. Perdarahan subarachnoid adalah
kedaruratan medis serius yang dapat menyebabkan cacat permanen atau kematian.
Stroke ini juga satu-satunya jenis stroke yang lebih sering terjadi pada wanita
dibandingkan pada pria.

c. Patofisiologi
Stroke hemoragik disebabkan oleh rupture arteri, baik intraserebral maupun
subarachnoid. Perdarahan intraserebral merupakan penyebab tersering, dimana dinding
pembuluh darah kecil yang sudah rusak akibat hipertensi kronik robek. Hematoma yang
terbentuk akan menyebabkan peningkatan tekanan intracranial (TIK). Perdarahan
subarachnoid disebabkan oleh pecahnya aneurisme atau malformasi arteri vena yang
perdarahannya masuk ke rongga subarachnoid, sehingga menyebabkan vasospasme
sehingga menyebabkan cairan serebrospinal (CSS) terisi oleh darah. Darah di dalam
CSS akan menyebabkan vasospasme sehingga menimbulkan gejala sakit kepala hebat
yang mendadak.

d. Tanda dan gejala


- Perdarahan intraserebral
Onset perdarahan bersifat mendadak, terutama sewaktu melakukan aktivitas dan
dapat didahului oleh gejala prodromal berupa peningkatan tekanan darah yaitu
nyeri kepala, mual, muntah, gangguan memori, bingung, perdarhan retina, dan
epistaksis.
Penurunan kesadaran yang berat sampai koma disertai hemiplegia/hemiparese dan
dapat disertai kejang fokal / umum.
Tanda-tanda penekanan batang otak, gejala pupil unilateral, refleks pergerakan
bola mata menghilang dan deserebrasi
Dapat dijumpai tanda-tanda tekanan tinggi intrakranial (TTIK), misalnya
papiledema dan perdarahan subhialoid.

- Perdarahan subarakhnoid
Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti meledak, dramatis,
berlangsung dalam 1 2 detik sampai 1 menit.
Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil, mudah terangsang, gelisah
dan kejang.
Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar dalam beberapa
menit sampai beberapa jam.
Dijumpai gejala-gejala rangsang meningen
Perdarahan retina berupa perdarahan subhialid merupakan gejala karakteristik
perdarahan subarakhnoid.
Gangguan fungsi otonom berupa bradikardi atau takikardi, hipotensi atau
hipertensi, banyak keringat, suhu badan meningkat, atau gangguan pernafasan.

e. Faktor risiko
Faktor risiko stroke adalah faktor yang menyebabkan seseorang menjadi lebih rentan
atau mudah terkena stroke, antara lain :
1. Usia
Usia merupakan faktor risiko yang paling penting bagi semua stroke. Insiden stroke
meningkat secara eksponsial dengan bertambahnya usia. Setelah umur 55 tahun
risiko stroke iskemik meningkat 2 kali lipat setiap 10 tahun (risiko relatif ). Di
Oxfordshire, selama tahun 19811986, tingkat insiden stroke pada kelompok usia
45- 54 tahun ialah 57 kasus per 100.000 penduduk dan pada kelompok usia 85 tahun
keatas terdapat 1.987 kasus per 100.000 penduduk.
2. Jenis Kelamin
Pada pria memiliki kecendrungan lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan
dengan wanita, dengan perbandingan 2:1. Walaupun para pria lebih rawan dari pada
wanita pada usia yang lebih muda, tetapi para wanita akan menyusul setelah usia
mereka mencapai menopause. Hasil-hasil penelitian menyatakan bahwa hormon
berperan dalam hal ini, yang melindungi para wanita sampai mereka melewati masa-
masa melahirkan anak. Pria berusia kurang dari 65 tahun memiliki risiko terkena
stroke iskemik atau perdarahan intra sereberal lebih tinggi sekitar 20% dari pada
wanita. Namun, wanita usia berapa pun memiliki risiko perdarahan subaraknoid
sekitar 50% lebih besar.30 Menurut data dari 28 Rumah Sakit di Indonesia pada
tahun 2000, ternyata bahwa kaum pria lebih banyak menderita stroke dibandingkan
kaum wanita. Risiko relatif stroke 1,25 kali lebih besar pada pria dibanding wanita.
3. Ras / Suku Bangsa
Orang kulit hitam lebih banyak menderita stroke dari pada orang kulit putih. Hal ini
disebabkan oleh pengaruh lingkungan dan gaya hidup. Pada tahun 2004 di Amerika
terdapat penderita stroke pada laki-laki yang berkulit putih sebesar 37,1% dan yang
berkulit hitam sebesar 62,9% sedangkan pada wanita yang berkulit putih sebesar
41,3% dan yang berkulit hitam sebesar 58,7%.27 d. Riwayat Keluarga dan genetika
Kelainan turunan sangat jarang menjadi penyebab langsung stroke. Namun, gen
memang berperan besar dalam beberapa faktor risiko stroke, misalnya hipertensi,
penyakit jantung, diabetes, dan kelainan pembuluh darah. Riwayat stroke dalam
keluarga, terutama jika dua atau lebih anggota keluarga pernah mengalami stroke
pada usia kurang dari 65 tahun.19 Anggota keluarga dekat dari orang yang pernah
mengalami PSA memiliki peningkatan risiko 2-5% terkena PSA.
4. Riwayat Stroke
Bila seseorang telah mengalami stroke, hal ini akan meningkatkan terjadinya
serangan stroke kembali/ulang. Dalam waktu 5 tahun, kemungkinan akan terjadi
stroke kembali sebanyak 35-42%.
5. Diabetes Mellitus
Gula darah yang tinggi dapat mengakibatkan kerusakan endotel pembuluh darah
yang berlangsung secara progresif. Pada orang yang menderita Diabetes Mellitus
risiko untuk terkena stroke 1,5-3 kali lebih besar (risiko relatif).

f. Pemeriksaan fisik
- Tanda vital
- Pemeriksaan kepala dan leher (mencari cedera kepala akibat jatuh, bruit karotis,
peningkatan tekanan vena jugularis, dan lain-lain)
- Pemeriksaan fisik umum (yaitu pemeriksaan tingkat kesadaran, suhu, denyut nadi,
anemia, paru dan jantung)

g. Pemeriksaan neurologis, meliputi :


- Pemeriksaan kesadaran
- Pemeriksaan nervus kranialis
- Pemeriksaan kaku kuduk (biasanya positif pada perdarahan subarachnoid)
- Pemeriksaan motorik, refleks, dan sensorik
- Pemeriksaan fungsi kognitif sederhana berupa ada tidaknya afasia atau dengan
pemeriksaan mini mental state examination (MMSEI saat di ruangan

h. Pemeriksaan penunjang
- Elektrokardiografi
- Laoratorium (kimia darah, fungsi ginjal, hematologi, hemostatis, gula darah,
urinalisis, analisis gas darah, dan elektrolit)
- Foto toraks ; untuk melihat adanya gambaran kardiomegali sebagai penanda adanya
hipertensi untuk faktor risiko stroke
- CT Scan/MRI : gambaran hipodens/hipointens didapatkan pada stroke iskemik dan
hiperdens/hiperintens pada stroke hemoragik pada T1W1
- Transcranial doppler (TCD) dan Doppler karotis, antara lain untuk melihat adanya
penyumbatan dan patensi dinding pembuliuh darah sebagai risiko stroke
- Analisis cairan serebrospinal jika diperlukan
i. Tatalaksana
FARMAKO
a. Diagnosis dan penilaian gawat darurat
CT Scan dan MRI untuk membedakan stroke iskemik dengan perdarahan
Apabila dicurigai terdapat lesi structural seperti malformasi vascular dan
tumor dapat dilakukan pemeriksaan angiografi CT, venografi CT, CT dengan
kontras, atau MRI dengan kontras, MRA, dan MRV
b. Tata laksana medis perdarahan intrakarnial
Penggangtian faktor koagulasi dan trombosit jika pasien mengalami
defisiensi. Apabila terdapat gangguan koagulasi dapat diberikan :
- Vit K 10 mg intravena pada pasien dengan INR meningkat
- Plasma segar beku (fresh frozen plasma) 2-6 unit
Pencegahan tromboemboli vena dengan stoking elastic
Heparin subkutan dapat diberikan apabila perdarahan telah berhenti (harus
terdokumentasi) sebagai pencegahan tromboemboli vena.
c. Kontrol tekananan darah dan kadar glukosa darah
d. Pemberian antipilepsi apabila terdapat kejang
e. Prosedur/operasi
Indikasi operasi evakuasi bekuan darah secepatnya
Perdarahan serebelum dengan perburukan neurologis
Adanya kompresi batang otak
Hidrosefalus akibat obstruksi ventrikel
Pada pasien dengan bekuan darah di lobus dengan jumlah >30ml dan
terdapat di 1 cm dari permukaan dapat dikerjakan kraniotomi standar untuk
mengevakuasi perdarahan intrakarnial supratentorial. Drainase ventrikuler
sebagai tata laksana hidrosefalus dapat dipertimbangkan pada pasien dengan
penurunan kesadaran

NONFARMAKO
a. Rehabilitas dini
Upaya rehabilitasi harus segera dikerjakan sedini mungkin apabila keadaan
pasien sudah stabil. Fisioterapi pasif perlu diberikan bahkan saat pasien masih
diruang intensif yang segera dilanjutkan dengan fisioterapi aktif bila
memungkikan. Apabila terdapat gangguan bicara atau menelan, upaya terapi
wucara bisa diberikan. Setelah pasien bisa berjalan sendiri, terapi fisis dan
okupasi perlu diberikan, agar pasien bisa kembali mandiri. Pendekatan
psikologis terutama berguna untuk memulihkan kepercayaan diri pasien yang
biasanya sangat menurun stelah terjadinya stroke. Kalau perlu dapat diberikan
antidepresi ringan.
b. Tindakan pengawasan lanjutan (follow-up)
Tindakan untuk mencegah stroke berulang dan upaya rehabilitasi kronis harus
terus dikerjakan. Hal ini sebaiknya dilakukan oleh spesialis penyakit dalam yang
mengetahui penatalaksanaan berbagai faktor risiko terjadinya stroke ulangan.

j. Prognosis
Prognosis bervariasi bergantung pada tingkat keparahan stroke dan lokasi serta ukuran
dari perdarahan. Skor dari skala kima Glasgow yang rendah berhubungan dengan
prognosis yang lebih buruk dan mortalitas yang lebih tinggi. Apabila terdapat volume
darah yang besar dan pertumbuhan dari volume hematoma, prognosis biasanya buruk
dan outcome fungsionalnya juga sangat buruk dengan tingkat mortalitas yang tinggi.
Adanya darah dalam ventrikel bisa meningkatkan resiko kematian dua kalinlipat. Pasien
yang menggunakan antikoagulasi oral yang berhubungan dengan perdarahan
intraserebral juga memiliki outcome fungsional yang buruk dan tingkat mortalitas yang
tinggi,

k. Pencegahan
Pencegahan primer pada stroke meliputi upaya memperbaiki gaya hidup dan
mengatasi berbagai factor resiko. Upaya ini ditunjukkan pada orang sehat maupun
kelompok resiko tinggi yang belum pernah terserang stroke. Beberapa
pencegahan yang dapat dilakukan adalah :
Mengatur pola makan yang sehat
Melakukan olah raga yang teratur
Menghentikan rokok
Menhindari minum alkohol dan penyalahgunaan obat
Memelihara berat badan yang layak
Perhatikan pemakaian kontrasepsi oral bagi yang beresiko tinggi
Penanganan stres dan beristirahat yang cukup
Pemeriksaan kesehatan teratur dan taat advis dokter dalam hal diet dan obat
Pemakaian antiplatelet

Pada pencegahan sekunder stroke, yang harus dilakukan adalah pengendalian faktor
risiko yang tidak dapat dimodifikasi, dan pengendalian faktor risiko yang dapat
dimodifikasi seperti hipertensi, diabetes mellitus, riwayat TIA,dislipidemia, dan
sebagainya

Sumber :
- Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid I edisi V. Jakarta: Interna Publishing; 2007.
- Price A. Sylvia, Lorraine M. Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis proses-proses
penyakit. Edisi 6 Volume 1. Jakarta:EGC. 2005
- Tanto, Christ et al. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 4 jilid II. Jakarta:Media
Aesculapius.2014.

6. Patofisiologi
A. tungkai kanan eksorotasi dan tidak bisa diangkat
Tungkai kanan tampak eksorotasi. Eksorotasi adalah gerakan rotasi ke arah luar.
Tungkai kanan tidak dapat diangkat pada pemicu disebabkan karena lemahnya
otot tungkai. Untuk menggerakkan / mengangkat tungkai dibutuhkan rangsangan
yang adekuat.
Otot mekano reseptor, dll Gangguan di sinapsis (titik penghubung dari 1
neuron ke neuron lain eksitasi ; memperkuat , inhibisi ; memperlambat
rangsang) neuron rangsangan lemah 1. Efektor (asetil colin in aktif)
mengalami defek. Antara reseptor dan efektor harus ada keseimbangan.
Hal ini ini disebabkan karena adanya sumbatan pada arteri serebri anterior.
Kelumpuhan tubuh pada pemicu dapat diakibatkan gangguan peredaran darah di otak
bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasi tempat
gangguan peredaran darah terjadi

B. patofisiologi lidah berdeviasi ke kanan

Nervus hypoglossus

Mempersarafi otot-otot intrinsik lidah serta musculus styloglossus,hyoglossus,


dan genioglossus. Untuk memeriksa keutuhan nervus hypoglossus, pasien diminta
menjulurkan lidahnya. Jika terdapat lesi lower motor neuron, lidah akan berdeviasi ke
arah lesi. Lidah pada sisi lesi akan menjadi lebih kecil akibat atrofi, dan fasikulasi
dapat mendahului atau menyertai atrofi. Bahwa sebagian besar nucleus hypoglossus
menerima serabut-serabut cortoconuclear dari kedua hemispherium cerebri. Akan
tetapi, bagian nucleus yang mempersarafi musculus genioglossus hanya menerima
serabut corticonuclear dari hemispherium cerebri sisi kontralateral. Jika terdapat lesi
pada serabut-serabut cortoconuclear, tidak terjadi atrofi atau fibrilisasi lidah. Bila
dikeluarkan lidah akan berdiviasi ke sisi yang berlawanan dengan lesi.

C. Mulut tertarik ke kiri


Gerakan otot wajah dapat dibedakan dalam 2 jenis, yaitu gerakan voluntar dan
gerakan psikomotorik.Gerakan voluntar otot wajah ialah gerakan yang dikehendaki
atau gerakan atas perintah (dokter), seperti menutup kelopak mata (atas perintah
dokter), memejamkan mata (atas kehendak sendiri) dsb.Gerakan otot wajah
psikomotorik ialah gerakan otot wajah pada waktu dalam keadaan emosional, seperti
mengangkat sudut mulut karena ketawa atau merengutkan dahi pada waktu marah
atau kesal.
Pada lesi di korteks somatomotorik gerakan otot wajah voluntar menunjukkan
defisit, tetapi gerakan otot wajah psikomotorik tidak terganggu.Sebaliknya pada
kerusakan di korteks psikomotorik (di lobus frontalis) gerakan otot wajah voluntary
tidak terganggu, tetapi gerakan otot wajah psikomotorik justru terganggu.
Otot wajah dapat dibagi dalam bagian atas dan bawah.Yang tersebut pertama ialah
kelompok otot frontalis, korugator superfisial dan orbicularis okuli. Yang tercakup
dalam kelompok otot wajah bawah ialah antara lain otot buksinator, zigomatikus,
kaninus, dan triangularis. Juga inti nervus facialis dapat dibagi dalam bagian atas dan
bawah.Inti bagian atas mensarafi otot wajah bagian atas dan inti bagian bawah
memberikan persarafan kepada otot wajah bagian bawah.Inti nervus facialis bagian
bawah mendapat inervasi kontralateral dari korteks somatomotorik dan inti nervus
fasialis bagian atas mendapat inervasi dari kedua belah korteks somatomotorik.Oleh
karena itu, pada paresis nervus fasialis UMN (karena lesi di korteks atau kapsula
interna) otot wajah bagian bawah saja yang jelas paretik, sedangkan otot wajah atas
tidak jelas lumpuh.Sebaliknya, pada kelumpuhan nervus facialis LMN (karena lesi
infranuklearis), baik otot wajah atas maupun bawah, kedua-duanya jelas lumpuh.

D. Kelemahan tubuh sisi kanan


Dalam Neurologi kekuatan otot dibagi menjadi 6 kategori yang disimbolkan
dengan angka dari 5 sampai 0. Dengan penjelasan masing-masing angka sebagai
berikut:
- 5 : Normal. Tangan bisa digunakan dalam keadaan normal, menahan, melawan
gravitasi, mengangkat, dan lain sebagainya

- 4 : Lemah, otot hanya bisa menghasilkan sedikit gerakan. Bisa melawan gravitasi,
artinya tangan masih bisa bergerak bebas ke atas-bawah, bisa menahan tekanan
hanya saja pada kondisi ini otot tangan seseorang tidak bisa nenahan tekanan yang
kuat. Pada kondisi ini juga seseorang masih bisa mengangkat barang hanya saja
tidak bisa mengangkat barang yang terlalu berat.

- 3 : Lemah, tidak bisa menahan tekanan. Pada kondisi ini seseorang bisa melawan
gravitasi hanya saja tidak bisa menahan tekanan yang diberikan.

- 2 : Lemah, tidak bisa menahan juga melawan gravitasi. Pada kondisi ini seseorang
hanya mampu menggerakan tangan atau kakinya bergeser ketika dia berbaring.
Tidak bisa mengangkat tangan atau kaki ke atas.

- 1 : Sangat lemah. Pada kondisi ini tangan atau kaki hanya bisa sedikit melakukan
pergeseran, dapat dikatakan pada kondisi ini seseorang hapir lumpuh.
- 0 : Lumpuh, pada kondisi ini tangan atau kaki seseorang sama sekali tidak bisa
melakukan gerakan. Pada kondisi ini otot sama sekali tidak punya kekuatan (plegia).

Lemahnya otot tubuh pada manusia disebut dengan parese atau Paresis. Paresis
ini dibagi menjadi 4 yaitu

1. Monoparesis : Lemah salah satu anggota gerak. Bisa tangan kanan saja, tangan kiri
saja, kaki kanan saja atau hanya lemah kaki kiri saja.

2. Paraparesis : Lemah sepasang anggota gerak. Bisa kedua tangan lemah atau hanya
kedua kaki saja yang lemah.

3. Tetraparesis : Lemah semua anggota gerak. Semua anggota gerak sepasang kaki dan
juga sepasang tangan lemah.

4. Hemiparesis : Lemah satu sisi anggota gerak. Bisa tangan dan kaki kanan saja. Bisa
tangan dan kaki kiri saja.

Tingkat lemahnya anggota gerak seseorang bisa dilihat secara kasat mata ataupun
melalui cek secara medis.

HEMIPARESIS

Hemiparesis disebabkan oleh cerebral palsy (kerusakan otak). Hemiparesis


umumnya disebabkan oleh lesi pada traktus kortikospinalis yang menjalar turun dari
kortikoal neuron di lobus frontal ke motor neuron di medulla spinalis dan
bertanggung jawab terhadap pergerakan otot-otot badan dan tungkai. Dalam
perjalanannya, traktus melewati beberapa bagian dari batang otak, yaitu
mesensefalon, pons dan medulla oblongata. Traktus menyilang ke sisi berlawanan
pada ujung medulla (membentuk struktur anatomi yang dinamakna piramid) dan terus
berjalan pada sisi berlawanan itu sampai bertemu kontralateral motorneuron.
Sehingga, satu sisi otak mengontrol pergerakan otot pada sisi berlawanan pada tubuh,
serta kerusakan pada traktus kortikospinalis kanan pada batang otak atau otak akan
menyebabkan hemiparesis pada sisi kiri tubuh dan sebaliknya. Disebut juga sebagai
decusatio pyramidal, yaitu persilangan saraf.

Hemiparesis terbagi dalam beberapa kategori, yaitu:

- Hemiparesis kanan

Hemiparesis kanan terjadi jika kerusakan otak terdapat pada sisi kiri. Sisi kiri otak
adalah bagian yang mengontrol perihal berbicara dan bahasa. Orang yang memiliki
hemiparesis jenis ini mengalami kesulitan untuk berbicara dan memahami apa yang
orang lain katakan.

- Hemiparesis kiri

Hemiparesis kiri terjadi jika kerusakan otak terdapat di sebelah kanan. Sisi kanan
otak adalah bagian yang mengontrol proses belajar, beberapa jenis perilaku juga
komunikasi non verbal. Kerusakan otak pada sisi kiri menyebabkan seseorang
berbicara secara berlebihan (cerewet), kurangnya perhatian juga memilki ingatan
yang pendek.

- Ataxia

Ataxia adalah hemiparesis yang disebabkan cedera otak belakang. Cedera ini dapat
mempengaruhi kemampuan seseorang untuk mengkoordinasikan gerakan, hal ini
dapat menyebabkan kesulitan berjalan dan mengalami gangguan keseimbangan
tubuh.

Hemiparesis murni

Hemiparesis ini adalah hemiparesis yang sering terjadi. Orang yang mengalami
hemiparesis jenis ini mengalami kelemahan pada kaki, lengan juga otot wajah.

Hemiparesis bersifat menetap.


Artinya tidak bisa disembuhkan secara total. Adapun upaya-upaya untuk membantu si
penderita adalah dengan cara fisioterapi. Dengan demikian, si penderita dapat dilatih
untuk memaksimalkan kemampuan otot anggota geraknya yang terkena hemiparesis.

7. Hubungan hipertensi dan stroke


Hipertensi merupakan faktor risiko utama terjadinya stroke iskemik. Sering disebut
sebagai the silent killer karena hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke sebanyak
6 kali. Dikatakan hipertensi bila tekanan darah lebih besar dari 140/90 mmHg. Jika
serangan stroke terjadi berkali-kali, maka kemungkinan untuk sembuh dan bertahan
hidup akan semakin kecil. Hipertensi merupakan faktor risiko stroke iskemik yang dapat
diubah. Dengan mengetahui pengaruh hipertensi terhadap kejadian stroke iskemik, maka
diharapkan dapat mencegah terjadinya stroke iskemik dan stroke iskemik ulangan
(Junaidi, 2011).
Semakin tinggi tekanan darah pasien kemungkinan stroke akan semakin besar, karena
hipertensi dapat mempercepat pengerasan dinding pembuluh darah arteri dan
mengakibatkan penghancuran lemak pada sel otot polos sehingga mempercepat proses
aterosklerosis. Hipertensi berperan dalam proses aterosklerosis melalui efek penekanan
pada sel endotel/lapisan dalam dinding arteri yang berakibat pembentukan plak pembuluh
darah semakin cepat. Jika serangan stroke terjadi berkali-kali, maka kemungkinan untuk
sembuh dan bertahan hidup akan semakin kecil (Sudoyo, 2009; Junaidi, 2011).
Observasi epidemiologis dan pemeriksaan laboratorium menunjukan bahwa
hipertensi tidak terkontrol dengan baik menjadi predisposisi stroke ulang melalui tiga
cara, yaitu (1) memperburuk aterosklerosis dalam arcus aorta dan arteriarteri
servikoserebral, (2) menyebabkan ateriosklerosis dan lipohialinosis dalam diameter kecil
dan arteri serebral, (3) menyokong terjadinya penyakit jantung (Friday, 2002).
Terjadinya aterosklerosis pada pembuluh darah otak yang semakin banyak akan
memperburuk keadaan endotel pembuluh darah dan mengganggu aliran darah menuju
jaringan otak. Kemudian hal ini akan menyebabkan penurunan darah otak sehingga
timbul hipoksia dan iskemik pada jaringan otak dan akirnya terjadi kematian sel saraf
sehingga timbul gejala klinis defisit neurologis (Junaidi, 2011).

Sumber :
- Usrin, Irwan. Pengaruh Hipertensi Terhadap Kejadian Stroke Iskemik dan Stroke
Hemoragik di Ruang Neurologi di Rumah Sakit Stroke Nasional (RSSN)
Bukittinggi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara Medan.
2013.
- Andromeda, Ayu Ardilla. Hubungan Hipertensi Tidak Terkontrol dengan Kejadian
Stroke Ulang di RS Umum Daerah Sukoharjo. Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Surakarta. 2014.

8. Tatalaksana hipertensi pada stroke

Sebagian besar (70-94%) pasien stroke mengalami peningkatan tekanan darah sistolik
>140/90 mmHg. Penelitian di Indonesia didapatkan kejadian hipertensi serta pasien
stroke akut sekitar 73,9% sebesar 22,5-27,6% diantaranya mengalami peningkatan
tekanan darah sistolik >180mmHg.
Penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut sebagai tindakan rutin tidak
dianjurkan, karena memungkinkan dapat memperburuk neurologis. Pada sebagian besar
pasien tekanan darah akan turun dengan sendirinya dalam 24 jam pertama setelah awitan
serangan stroke. Berbagai Guidelines (AHA/ASA 2007 dan Eso 2009)
merekomendasikan penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut agar
dilakukan secara hati-hati dengan memperhatikan beberapa kondisi di bawah ini :

a. Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan sekitar 15% (sistolik
maupun diastolic) dalam 24 jam pertama setelah awitan, apabila tekanan darah
sistolik (TDS)>220 mmHg atau tekanan darah diatolik (TD) >120 mmHg. Pada
pasien stroke iskemik akut akan diberi terapi trombonolitik (rtPA), tekanan darah
diturunkan hingga TDS<185 mmHg dan TD <110mmHg. Selanjutnya, tekanan
darah harus dipantau hingga TDS<180 mmHg dan TTD <105 mmHg selama 24
jam setelah pemberian rtPA. Antihipertensi yang digunakan adalah labelatol,
nitroprusid, nikardipin, atau dilitiazen intravena.
b. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral akut, apabila TDS>200 mmHg atau
Mean Arterial Pressure (MAP) >150 mmHg, TD diturunkan dengan
menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontinu dengan pemantauan
darah setiap 5 menit.
1. Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg disertai dengan gejala dan
tanda peningkatan TIK, dilakukan pemantauan tekanan darah. Tekanan darah
diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontinu
atau intermiten dengan pemantauan tekanan perfusi serebral >60 mmHg.
2. Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg tanpa disertai gejala dan
tanda peningkatan TIK, TD diturunkan secara hati-hati dnegan menggunakan
obat antihipertensi intravena kontinu atau intermiten dengan pemantauan
tekanan darah setiap 15 menit hingga MAP 110 mmHg atau tekanan darah
160/90 mmHg. Pada studi INTERACT 2010, penurunan TDS hingga 140
mmHg masih diperbolehkan.
c. Pada pasien stroke perdarahan intraserebral dengan TDS 150-220 mmHg,
penurunan tekanan darah dengan cepat hingga TDS 140 mmHg cukup aman.
Setelah kraniotomi target MAP adalah 100 mmHg.
d. Penanganan nyeri termasuk upaya penting dalam penurunan tekanan darah pada
penderita stroke perdarahan intraserebral.
e. Pemakaian obat antihipertensi parenteral golongan penyekat beta (labelatol dan
esmolol), penyakit kanal kalsium (nikardipin dan diltiazem) intravena, digunakan
dalam upaya diatas.
f. Hidralasin dan nitropisid sebaiknya tidak digunakan karena mengakibatkan
penimgkatan TIK, meskipun bukan kontra-indikasi mutlak.
g. Penuruanan TD darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan hingga lebih
rendah drai target-target diatas pada kondisi tertentu yang mengancam target
organ lainnya, misalnya diseksi aorta, infark miokard akut, edema paru, gagal
ginjal akut, dan ensefalopati hipertensif. Target penurunan tersebut adalah 15-25
% pada jam petama, dan TDS 160/90 mmHg dalam 6 jam pertama.

Sumber :
Tanto, Christ et al. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 4 jilid II. Jakarta:Media
Aesculapius.2014.

9. Hubungan DM dan keluhan pasien


Tingginya kadar gula darah dapat menimbulkan komplikasi pembuluh darah.
Mikroangiopati (Gangguan mata, ginjal dan syaraf) maupun makroangiopati (stroke dan
gangguan jantung). Jika glukosa darah berlebih, glukosa akan berikan dengan protein
termasuk sel dinding pembuluh darah. Ikatan tersebut akan menyebabkan kerusakan
struktur dan fungsi pembuluh darah. Kerusakan atau komplikasi yang terjadi tidak dapat
dipulihkan hanya dapat dapat dihentikan atau diperlambat prosesnya.
Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas Protein Kinase C di sel endotel vaskular
meningkat akibat peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol, yang merupakan suatu
regulator Protein Kinase C dari glukosa. PKC diketahui memiliki pengaruh terhadap
agregasi trombosit, permeabilitas vaskular, sintesis growth factor dan vasokonstriksi.
Peningkatan permeabilitas vaskular akan menyebabkan terjadinya ekstravasasi plasma,
sehingga viskositas darah intravaskular meningkat disertai dengan peningkatan agregasi
trombosit yang saling berinteraksi menyebabkan terjadinya trombosis. Selain itu, sintesis
growth factor akan menyebabkan peningkatan proliferasi sel otot polos vaskular dan
matriks ekstraseluler termasuk jaringan fibrosa, sebagai akibatnya akan terjadi penebalan
dinding vaskular, ditambah dengan aktivasi endotelin-1 yang merupakan vasokonstriktor
sehingga lumen vaskular makin menyempit
Hiperglikemia dapat terjadi pembentukan reactive oxygen species yang akan
menghambat pembentukan nitrit oxide. Penurunan pembentukan nitrit oxide akan
menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah dan peyempitan lumen vaskuler. Dengan
pembentukan reactive oxygen species dan protein kinase C mempengaruhi permeabilitas
antar sel endotel. Termasuk endotel yang melapisi pembuluh darah. Akibatnya pembuluh
darah dapat dimasuki oleh lipoprotein berdensitas rendah (LDL) yang dikenal sebagai
kolesterol buruk. LDL mudah menempel pada pembuluh darah dan memicu
aterosklerosis yang apabila terjadi pada arteri carotis akan menimbulkan stroke
Hiperglikemi sering dijumpai pada penderita stroke, baik pada stroke pertama
maupun pada penderita stroke ulang. Secara statistik terdapat hubungan antara kadar gula
darah sewaktu dengan kejadian stroke iskemik ulang, penderita dengan kadar gula darah
sewaktu tinggi mempunyai risiko untuk terjadi stroke iskemik ulang sebesar 1,413
sampai 13,068 kali.
Sumber :
1. Khudin, Adni Miftah. 2014. Hubungan Kadar Gula Darah Sewaktu Dengan
Kejadian Stroke Iskemik Ulang Di Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo.
Surakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta
2. Bravata, D.M., Kim, N., Concato, J., Brass, L.M., 2003. Hyperglycaemia in
Patients with Acute Ischaemic Stroke: How Often Do We Screen for
Undiagnosed Diabetes?.Q J Med . 96:491-7. Available from:
http://qjmed.oxfordjournals.org/cgi/content/full/96/7/491

10. Hubungan fungsi bahasa dengan stroke


Dampak stroke memang sangat bervariasi, tergantung bagian mana dari otak yang
terkena. Pasca serangan stroke selain meninggalkan kecacatan berupa kelumpuhan juga
meninggalkan gangguan berbahasa atau yang dikenal dengan sebutan Afasia. Meskipun
gangguan afasia yang dialami pasien stroke hanya sekitar 15 %, namun sangat
mengganggu karena mereka akan mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dengan
individu lain.
Menurut dr Silvia Francina Lumempou SpS dari Sub Bagian Fungsi Luhur Bagian
Neurologi FKUI/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, afasia muncul karena gangguan di
bagian-bagian otak yang bertugas memahami bahasa lisan dan tulisan, mengeluarkan isi
pikiran, mengintegrasikan fungsi pemahaman bahasa dan mengeluarkannya, serta
mengintegrasikan pusat fungsi barbahasa ini dengan lainnya. Umumnya afasia muncul
bila otak kiri terganggu. Soalnya otak kiri bagian depan berperan untuk kelancaran
menuturkan isi pikiran dalam bahasa dengan baik, dan otak kiri bagian belakang untuk
mengerti bahasa yang didengar dari lawan bicara. Namun ada beberapa laporan yang
menyatakan gangguan ini dapat terjadi di belahan otak kanan, meski kasusnya sangat
jarang.
Gangguan afasia terdiri dari afasia broca, wernicke, global, konduksi, transkortikal
motorik, transkortikal sensorik, dan transkortikal campuran. Seseorang disebut
mengalami afasia global bila semua modalitas bahasa meliputi kelancaran berbicara,
pengertian bahasa lisan, penamaan, pengulangan, membaca dan menulis terganggu berat.
Pada kasus ini penderita tidak bisa bicara sama sekali dan tidak mengerti apa yang
dikatakan lawan bicara serta tidak bisa membaca dan menulis. Ini terjadi karena
kerusakan otak yang luas disertai kelumpuhan otot-otot tubuh sisi kanan.
Afasia Broca atau afasia motorik merupakan ketidakmampuan bertutur kata. Namun
ia mengerti bila diperintah dan menjawab dengan gerakan tubuh sesuai perintah itu. Ini
terjadi karena kerusakan yang terjadi berdampingan dengan pusat otakuntuk pergerakan
otot-otot tubuh. Kelumpuhan juga terjadi pada anggota tubuh bagian kanan.
Afasia Wernicke atau afasia sensorik merupakan kemampuan memahami lawan bisa
bicara. Ia hanya lancar mengeluarkan isi pikiran, tetrapi tidak mengerti pembicaraan
orang lain. Sedangkan afasia konduksi merupakan ketidakmampuan mengulangi kata
atau kalimat lawan bicara, namun penderita masih mampu mengeluarkan isi pikirannya
dan menjawab kalimat lawan bicaranya.
Untuk afasia anomik membuat penderita ini tidak bisa menyebut nama benda yang
dilihat, angka, huruf, bentuk gambar yang dilihat. Ia juga tak bisa menyabut nama
binatang yang didengar suaranya atau benda yang diraba. Gangguan anomik terdapat
pada semua penderita afasia dengan variasi kemampuan. Pada afasia transkortikal
sensorik, gangguan mirip dengan Wernicke, tetapi mampu menirukan kata/kalimat lawan
bicara, sedangkan gangguan afasia transkortikal campuran mirif afasia global, namun
mampu menirukan ucapan lawan bicara.
Sumber : Yayasan Stroke Indonesia. 2012. Afasia, Gangguan Berbahasa Pasca
Stroke. http://www.yastroki.or.id/read.php?id=49
11. hubungan stroke dengan depresi
Depresi pada stroke terjadi karena dua faktor.
Faktor yang pertama adalah pada penderita stroke terjadi sumbatan atau pecahnya
pembuluh darah di otak yang menyebabkan jalur komunikasi ke daerah otak tersebut
menjadi terhambat. Kita ketahui bahwa otak terdiri dari beberapa bagian yang tugasnya
bermacam, macam. Yang biasanya terkena pada pasien stroke adalah bagian otak yang
mengatur fungsi perasaan dan gerakan pasien sehingga yang terlihat pada diri penderita
stroke adalah kesulitan dalam melakukan gerakan akibat lumpuhnya tubuh sebagian dan
gangguan suasana perasaan dan tingkah laku.
Selain dari adanya bagian otak yang mengatur pusat perasaan yang terkena, depresi
pada pasien stroke juga disebabkan karena adanya ketidakmampuan pasien dalam
melakukan sesuatu yang biasanya dikerjakan sebelum terkena stroke. Hal ini terkadang
menyebabkan pasien menjadi merasa dirinya tidak berguna lagi karena banyaknya
keterbatasan yang ada dalam diri pasien akibat penyakitnya itu.
Sumber : http://kesehatan.kompasiana.com/kejiwaan/2010/10/29/depresi-pasca-
stroke/ oleh dr.Andri Sp.KJ
12. Hemiparesis
a. Definisi
Hemiparesis adalah kelumpuhan pada satu sisi tubuh yang biasanya disebabkan
oleh lesi vaskular unilateral di kapsula interna atau korteks motorik.

b. Etiologi
Sumbatan aterosklerosis
Pendarahan intrakranial
Inflamasi karena bakteri dan virus

c. Tanda gejala
Kelumpuhan wajah anggota badan
Gangguan sensabilitas pada satu atau lebih anggota badan
Perubahan mendadak status mental
Ataksia
Vertigo ,mual,dan muntah

d. Patofisiologi
Mekanisme hemiparese dextra/sinistra:

Lesi pada hemisfer dextra/sinistra menyebakban terjadinya ruptur arteriol intraserebral


sehingga darah berkumpul pada jaringan intraserebri. Pada jaringan intraserebri terdapat
kapsula interna yang menjadi jembatan jaras-jaras motorik sistem piramidalis
(kortikospinalis dan kortikobulbaris). Darah yang terkumpul menyebabkan hambatan
fungsional konduksi saraf. Hambatan jaras motorik pada hemisfer kanan akan
menyebabkan gangguan fungsi motorik pada bagian kiri, begitu pula sebaliknya.
Manifestasi yang kontralateral ini disebabkan oleh jaras jaras motorik kortikospinalis
dan kortikobulbar bersilangan di decussatio piramydium pada daerah medulla oblongata
sebelum menuju medulla spinalis. Kelumpuhan yang timbul akibat terputusnya hubungan
antara koteks motorik dan motorneuron dikena sebagai kelumpuhan upper motor neuron.

SUMBER:
Tutorial Sistem Neuropsikiatri. Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
Makassar. (https://www.scribd.com/doc/179303048/Laporan-Hemiparese-doc)

13. Perbedaan kelumpuhan UMN dan LMN

UMN (Upper Motoneuron) dan LMN (Lower Motoneuron)

Upper Motoneuron, Tanda-tanda kelumpuhan UMN :

1. Tonus otot meninggi atau hypertonia


Akibat hilangnya pengaruh inhibisi korteks motoric tambahan terhadap inti-
inti intrinsic medulla spinalis.
2. Hiperefleksia
Merupakan keadaan setelah impuls inhibisi dari susunan pyramidal dan
ekstrapirimidal tidak dapat disampaikan kepada motoneuron.
3. Klonus
Hiperefleksia sering diiringi oleh klonus. Tanda ini adalah gerak otot
reflektorik, yang bangkit secara berulang-ulang selama perangsangan masih
berlangsung.
4. Reflex patologik
5. Tidak ada atrofi pada otot-otot yang lumpuh
6. Reflex automatisme spinal

Lower Motoneuron, Tanda-tanda kelumpuhan LMN :

1. Seluruh gerakan, baik yang voluntary maupun yang reflektotik tidak dapat
dibangkitkan. Ini berarti bahwa kelumpuhan disertai oleh :
Hilangnya reflex tendon
Tak adanya reflaks patologik
2. Karena lesi LMN ini, maka bagian eferen lengkung reflex, berikut gamma
loop tidak berfungsi lagi, sehingga:
Tonus otot hilang
3. Musnahnya motoneuron berikut dengan aksonnya berarti pula bahwa
kesatuan motoric runtuh, sehingga:
Atrofi otot cepat terjadi

Perbedaan antara Kelemahan UMN dan LMN


Karakteristik UMN LMN
Jenis dan distribusi Lesi di otak : distribusi Bergantung LMN yang
kelemahan piramidalis yaitu bagian terkena yaitu segmen radiks,
distal terutama otot-otot atu saraf yang mana.
tangan, ekstensor lengan dan
fleksor tungkai lebih lemah.
Lesi di medulla spinalis
:bervareasi bergantung lokasi
lesi.
Tonus Spastisitas : lebih nyata pada Flaksid
fleksor lengan dan ekstensor
tungkai
Massa otot Hanya sedikit mengalami Atropi dapat sangat jelas
disuse atropi
Refleks Meninggi : Babinski positif Menurun atau tidak ada :
Babinski negatif
Fasikulasi Tidak Ada
Klonus Seringkali ada Tidak ada.

Sumber :

1. Hartwig, M. S., L. M. Wilson. 2007. Nyeri. Dalam: Price, S. A., L. M. Wilson. 2007.
PATOFISIOLOGI Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Volume 2. Terjemahan
B. U. Pendit, et.al. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. pp: 1063-1104.

2. Emma Lloyd. What is a cerebral infacrtion [online] [cited 2011 Aug 5] [1screen]. Available
from:URL: http://wisegeek.comwhat-is-a-cerebral-infarction.htm
3. Burns, D. K., V. Kumar. 2007. Sistem Saraf. Dalam: Kumar, V., R. S. Cortran, dan S. L.
Robbins. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Volume 2. Terjemahan B. U. Pendit. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC. pp: 903-948.

Sunardi. Computed Tomography Scan (CT Scan) dan Magnetic Resonance Imaging
(MRI) Pada Sistem Neurologis. [online] [cited 2010 Apr 01] [1 screen]. Available
from:URL: http://www.docstoc.comdocs18556421Computed- Tomography-Scan-
%28CT-Scan%29-dan-Magnetic-Resonance-Imaging

14. Nervus fasialis dan hipoglosus

Anatomi N. facialis

Nervus Pacialis mempunyai empat buah inti yaitu :

Nukleus Facialis untuk saraf Somatomotoris

Nukleus Salivatorius Superior untuk saraf Viseromotoris

Nukleus Solitarius Untuk saraf Viserosensoris

NukleuS Sensoris Trigeminus untuk saraf Somatosensoris

Inti moturik Nervus Facialis terletak pada bagian ventolateral tegmentum Pons bagian
bawah. Dari sini berjalan kebelakang dan mengelilingi inti N VI dan membentuk genu
internal nervus facialis, kemudian berjalan ke bagian-lateral batas kaudal pons pada
sudut ponto serebelar. Saraf Inter Medius terletak pada bagian diantara N VII dan N VIII.
Serabut motorik saraf Facialis bersama-sama dengan saraf intermedius dan saraf
vestibulokoklearis memasuki meatus akustikus internus untuk meneruskan perjalanannya
didalam os petrosus (kanalis facialis). Nervus Facialis keluar dari os petrosus kembali
dan tiba dikavum timpani. Kemudian turun dan sedikit membelok kebelakang dan keluar
dari tulang tengkorak melalui foramen stilomatoideus. Pada waktu ia turun ke bawah dan
membelok ke belakang kavum timpani di situ ia tergabung dengan ganglion genikulatum.
Ganglion tersebut merupakan set induk dari serabut penghantar impuls pengecap, yang
dinamakan korda timpani. juluran sel-sel tersebut yang menuju ke batang otak adalah
nervus intennedius, disamping itu ganglion tersebut memberikan cabang- cabang kepada
ganglion lain yang menghantarkan impuls sekretomotorik. Os petrosus yang mengandung
nervus fasialis dinamakan akuaduktus fallopii atau kanalis facialis. Disitu nervus facialis
memberikan. Cabang untuk muskulus stapedius dan lebih jauh sedikit ia menerima
serabut-serabut korda timpani. Melalui kanaliskulus anterior ia keluar dari tulang
tengkorak dan tiba di bawah muskulus pterigoideus eksternus, korda timpani
menggabungkan diri pada nervus lingualis yang merupakan cabang dari nevus
mandibularis. Sebagai saraf motorik nervus facialis keluar dari foramen stilomastoideus
memberikan Cabang yakni nervus auricularis posterior dan kemudian memberikan
cabang ke otot stilomastoideus sebelum masuk ke glandula Parotis. Di dalam glatldula
parotis nervus facialis dibagi atas lima jalur percabangannya yakni temporal, servical,
bukal, zygomatic dan marginal mandibularis. Jaras parasimpatis (General Viceral
Efferant) dari intinya di nucleus salivatorius superior setelah mengikuti jaras N VII
berjalan melalui Greater petrosal nerve dan chorda Tympatni.

Greater petrosal nerve berjalan ke ganglion pterygopalatina berganti neuron lalu


mempersarafi glandula lakrimal, nasal dan palatal.

Chorda tympani berjalan melalui nervus lingualis berganti neuron mempersarafi glandula
sublingual dan glatldula submandibular.

Jaras Special Afferent ( Taste) : dari intinya nukeus solitarius berjalan melalui nervus
intennedius ke :

Greater petrosal Nerve melalui nervus palatina mempersarafi taste dari palatum.

Chorda Tympani melalui nervus lingualis mempersarafi taste 2/3 bagian depan lidah.
Kelumpuhan N. Facialis

Impuls motoric yang dihantarkan oleh n. facialis bisa mendapat gangguan di lintasan
supranuklear, nuclear, dan intranuklear. Pada kerusakan karena sebab apapun dijaras
kortikobulbar atau bagian bawah korteks motoric primer, otot wajah muka sisi
kontralateral akan memperlihatkan kelumpuhan jenis UMN. Ini berarti bahwa otot wajah
bagian bawah tampak lebih jelas lumpuh daripada bagian atasnya. Sudut mulut sisi yang
lumpuh tampak lebih rendah daripada bagian atasnya. Lipatan nasolabial sisi yang umpuh
mendatar. Jika kedua sudut mulut disusruh diangkat, maka sudut mulut yang sehat saja
yang dapat terangkat. Otot wajah bagian dahi tidak menunjukkan kelemahan yang berarti.
Juga tanda Bell( lagoftalmus dan elevasi bola mata) tidak dapat dijumpai. Pada
kelumpuhan Fascialis UMN, subdivisial inti facialis yang mengurusi otot wajah alis atas
mendapat inervasi kortikal secara bilateral, sedangkan subdivisi facialis yang mengurusi
otot wajah lainnya hanya mendapatkan inervasi kortikal secara kontralateral saja.
Lesi LMN bisa terletak dipons, disudut serebelo-pontin, dios petrosum atau kavum
timpani, di foramen stilomastoideum dan pada cabang-cabang tepi n. facialis. Lesi dipons
yang terletak didaerah sekitar inti nervus abdusens bisa merusak akar n. facialis , inti n.
abducen dan fasikulus longitudinalis medialis. Karena itu paralisis facialis LMN akan
disertai kelumpuhan muskulus rektus lateralis atau gerakan melirik kearah lesi. Proses
patologik disekitar meatus akustikus internus melibatkan n. facialis dan akustikus. Maka
dalam hal tersebut, paralisis facialis LMN akan timbul bergandengan dengan tuli
ipsilateral dan ageusia (tidak bisa mengecap 23 anterior lidah).

Sumber : Mardjono, M & Sidharta, P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian


Rakyat. 2010. 162-159

Anatomi Nervus hipoglosus

Nervus hipoglosus berinti di nukleus hipoglosus yang terletak disamping bagian dorsal
fasikulus longitudinalis medialis pada tingkat kaudal medulla oblongata. Radiksnya
melintasi substansia rerikularis di samping fasikulus longitudinalis medialis, lemniskus
medialis dan bagian medial piramis. Dileher ia turun kebawah melalui tulang hyoid. Dari
situ ia membelok ke medial dan menuju ke lidah, melewati arteria karotis interna dan
eksterna dan terletak dibawah otot digastrikus dan stilohioideus. N. hipoglosus
mempersarafi otot-otot lidah. Kontraksi otot stiloglosus menggerakan lidah keatas dan
kebelakang. Jika otot genioglosus berkontaksi, lidah keluar dan menuju kebawah. Kedua
otot longitudinal memendekkan dan mengangkat lidah bagian garis tengah.

Kelumpuhan N. Hipoglosus
Lesi hipoglosus sering terletak di perifer maka atrofi otot cepat terjadi. Garis tengah
menjadi cekung , belahan lidah yang lumpuh menjadi tipis dan keriput. Pada kelumpuhan
unilateral, lidah akan menyimpang kesisi yang lumpuh apabila lidah digerakkan. Karena
lidah berperan dalam mekanisme menelan dan artikulasi , maka gejala gejala
kelumpuhan paralisis nervus hipoglosusberupa sukar menelan dan bicara pelo. Kedua
gejala itu lebih-lebih mengganggu jika kelumpuhannya bilateral. Bicara pelo dapat juga
terjadi walaupun lidah tidak lumpuh namun keluluasannya terbatas karena frenula lingua
mengikat lidah sampai ujungnya. Dalam hal tersebut huruf mati sukar diucapkan
sebagaimana mestinya. Penderita hemiparesis kiri atau kanan, kebanyakan menjadi pelo
pada tahap dini setelah mengidap stroke. Kemudian gangguan artikulasi itu hilang. Lain
halnya bila terdapat kelumpuhan unilateral lower motoneuron,penderitanya akan tetap
pelo. Proses patologik yang sering menganggu bagian perifer nervus hipoglosus ialah
infiltrasi karsinoma nasofaring, siringobulbi, dan infeksi retrofaringeal.

Sumber :
Soepardi, dkk. 2003. Penkatalaksaan Penyakit dan Kelainan Telinga Hidung
Tenggorok Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Djamil, Yulius. 2003. Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press
Lumbantobing. 2003. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI

15. Penyebab lain kelumpuhan


Kerusakan saraf yang dapat menyebabkan paralisis mungkin di dalam otak atau
batang otak (pusat sistem saraf ) atau mungkin di luar batang otak ( sistem saraf perifer ).
Lebih sering penyebab kerusakan pada otak adalah : stroke, tumor, truma ( disebabkan
jatuh atau pukulan ), multiple sclerosis ( penyakit yang merusak bungkus pelindung yang
menutupi sel saraf ), serebral palsy ( keadaan yang disebabkan injuri pada otak yang
terjadi sesaat setelah lahir ), gangguan metabolik ( gangguan dalam penghambatan
kemampuan tubuh untuk mempertahankannya ). Kerusakan pada batang otak lebih sering
disebabkan trauma, seperti jatuh atau kecelakaan mobil. Kondisi lainnya yang dapat
menyebabkan kerusakan saraf dalam atau dengan segera berdekatan pada tulang belakang
termasuk : tumor, herniasi sendi ( juga disebut ruptur sendi ), spondilosis, rematoid
artrirtis pada tulang belakang atau multiple sklerosis.
Kerusakan pada saraf tepi mungkin disebabkan trauma, carpal tunel sindrom,
Gullain Barre Syndrom, radiasi, toksin atau racun, CIDP, penyakit dimielinisasi.

16. Farmako dinamik dan farmako kinetic obat anti trombotik

Antritrombotik adalah obat yang dapat menghambat agregrasi trombosit sehngga


menyebabkan terhambatnya pembentukan trombus terutama yang sering ditemukan pada
sitem arteri

- Aspirin
Menghambat sintesi trombaksan A2 (TXA2) di dalam trombosit dan prostasiklin di
pembuluh darah dengan menghambat darah secara irreversibel enzim siklooksigenase
(akan tetapi siklooksigenase dapat dibentuk kembali oleh sel endotel) dosis afektif aspirin
80-320 mg/hari. Efek samping aspirin:
Rasa tidak enak diperut
Mual
Pendarahan saluran cerna
Obat ini dapat menggangu hemostasis pada tindakan operasi dan bila diberikan
bersama heparin atau anti-koagulan oral dapat meningkatkan resiko pendarahan.
- Dipridamol
Menghambat ambilan metabolisme adenosin oleh eritrosit dan sel endotel pada
pembuluh darah, dengan demikian meningkatkan kadarnya dalam plasma. Dipridamol
memperbesar efek anti agregasi prostasiklin. Untuk menghambat agregasi trombosit kira-
kira 10% pasien mengalami flushing dan sakit kepala, maka sering diberikan dosis
dipridamol yang lebih kecil bersama aspirin atau anti-koagulan oral. Efek samping yang
paling sering yaitu sakit kepala, biasanya jarang menimbulkan masalah dengan dosis
yang digunakan sebagai anti-trombotik. Biovailabilitas obat ini sangat bervariasi lebih
dari 90% dipridamol terikat protein dan mengalami sirkulasi enterohepatik. Masa penuh
eliminasi 1-12 jam.
- Tiklopidin
Menghambat agregasi trombosit yang diinduksi oleh ADP. Inhibisi maksimal agregasi
trombosit baru terlihat setelah 8-11 hari terapi. Manfaat tiklopidin untuk mencegah
kejadian vaskular pada pasien TIA, stroke, dan angina pektoris tidak stabil.
Efek samping:
Mual
Muntah
Diare
Pendarahan
Leukopenia
Dosis tiklopidin umumnya 250 mg/2 kali sehari, tiklopidin terutama bermanfaat
untuk pasien yang tidak dapat mentoleransi aspirin.
- Klopidogrel
Obat ini sangat mirip dengan tiklopidin dan nampaknya lebih jarang menyebabkan
trombositopenia dan leukopenia dibandingkan tiklopidin. Klopidogrel merupakan
prodrug dengan mula kerja lambat dosis umumnya 75 mg perhari.
- -bloker
- Penghambat glikoprotein IIb/IIIa
Merupakan integrin permukaan trombosit, yang merupakan reseptor untuk fibrinogen
dan faktor von willebrand, yang menyebabkan melekatnya trombosit pada perukaan asing
dan antar trombosit, sehingga terjadi agregasi trombosit.
Absikasimab
Merupakan antibodi monoklonal chimeric mencit/manusia. Bekerja memblokade
reseptor glikoprotein IIb/IIIa sehingga menghambat agregasi trombosit. Efek samping
antar lain pendarahan dan trombositopenia.
Integrilin
Suatu peptida sintetik yang mempunyai afinitas tinggi terhadap reseptor glikoprotein
IIb/IIIa. Dosis diberikan sebagai bolus 135-180 g/kgBB diikuti dengan 0,5-3,0
gram/kgBB/menit untuk sampai 72 jam. Efek samping antara lain perdarahan dan
trombositopenia

Sumber :
Farmakologi dan Terapi Edisi 5. FKUI. 2007

17. Intepretasi data pada pemicu dan alasannya

Interpretasi data pada pemicu :


Pemeriksaan fisik :
Pemeriksaan Hasil Normal
Kesadaran Compos Mentis Compos Mentis
Tekanan Darah 170/90 mmHg 120/80 mmHg
Frekuensi Nadi 120x/menit, ireguler 60-100 x/menit
Napas 24x/menit 14-20 x/menit
Suhu 36,50 C 36,6-37,2 C

Pemeriksaan neurologis
1. Pasien diminta tersenyum tampak mulut tertarik ke kiri

Bells palsy (paralisis wajah) adalah paralisis saraf fasialis (Nervus VII) yang
dikarenakan keterlibatannya pada salah satu sisi, yang mengakibatkan kelemahan atau
bahkan kelumpuhan otot wajah. Penyebabnya idiopatik, meskipun kemungkinan
penyebab dapat meliputi iskemik vaskuler, penyakit virus seperti herpes zoster, penyakit
autoimun, atau bahkan kombinasi dari semua faktor ini.

2. Saat diminta memejamkan mata pasien dapat memejamkan mata dengan adekuat
Hal ini biasanya dilakukan untuk mengetahui tanggapan/respon membuka mata pada
pemeriksaan Skala Koma Glasgow. Dari hasil pemeriksaan dapat diketahui bahwa
respon pasien masih baik.
3. Pada saat lidah dijulurkan tampak lidah berdeviasi ke kanan
Hal ini biasanya dilakukan pada pemeriksaan saraf kranial Nervus XII, Hypoglosal.
Pasien diminta menjulurkan lidahnya yang berdeviasi ke arah sisi yang lemah jika
terdapat lesi upper atau lower motorneuron unilateral. Lesi UMN dari Nervus XII
biasanya bilateral dan menyebabkan lidah imobil dan kecil. Kombinasi lesi UMN
bilateral dai Nervus IX, X, XII disebut kelumpuhan pseudobulbar.
4. Posisi tungkai kanan tampak eksorotasi dan tidak dapat diangkat
Biasa dilakukan pada pemeriksaan rangsang meningeal seperti Kernig sign dan Lasegue
sign.

Kernigs sign

Pada pemeriksaan ini , pasien yang sedang berbaring difleksikan pahanya pada
persendian panggul sampai membuat sudut 90. Setelah itu tungkai bawah
diekstensikan pada persendian lutut sampai membentuk sudut lebih dari 135 terhadap
paha. Bila teradapat tahanan dan rasa nyeri sebelum atau kurang dari sudut 135, maka
dikatakan Kernig sign positif.

Lasegue sign

Untuk pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang berbaring lalu kedua tungkai
diluruskan (diekstensikan), kemudian satu tungkai diangkat lurus, dibengkokkan (fleksi)
persendian panggulnya. Tungkai yang satu lagi harus selalu berada dalam keadaan
ekstensi (lurus). Pada keadaan normal dapat dicapai sudut 70 sebelum timbul rasa sakit
dan tahanan. Bila sudah timbul rasa sakit dan tahanan sebelum mencapai 70 maka
disebut tanda Lasegue positif. Namun pada pasien yang sudah lanjut usianya diambil
patokan 60.

5. Lengan kanan masih dapat diangkat tetapi tidak dapat menahan saat
diberitahanan kuat
Biasanya dilakukan pada pemeriksaan sistem motorik, terutama pada sistem gerakan
volunter.

6. Pasien tidak dapat mengulangi kata-kata yang disebutkan oleh dokter. Pasien juga
tampak cenderung diam
Biasanya dilakukan pada pemeriksaan GCS (Glasgow Coma Scale) untuk menilai
respon verbal/berbicara. Penilaiannya antara lain :
(5) : orientasi baik
(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi tempat
dan waktu.
(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam
satu kalimat. Misalnya aduh, bapak)
(2) : suara tanpa arti (mengerang)
(1) : tidak ada respon

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Laboratorium Hasil Normal


Leukosit 12.000 g/dl 4000-10.000 g/dl
D dimer 1200 300

Sumber :

- Irma, Sari. Pemeriksaan Neuorologi. Jakarta : Universitas Indonesia. 2013.


- Randy. Pemeriksaan Tanda Vital. Sumatera Utara : Universitas Sumatera
Utara. 2011.

18. Gambaran patologi kerusakan otak pada stroke

Gambaran patologi stroke


19. Kerusakan otak molekuler pada stroke
Berdasarkan perjalanan waktu maka kerusakan sel otak dibagi menjadi 3 fase
berikut :
1. Jam-jam pertama setelah serangan stroke PIS akan terjadi peningkatan tekanan
hidrostatik yang mempengaruhi pembentukan edema perihematom. Meningkatnya permeabilitas
sawar darah otak (SDO) menyebabkan protein molekuler ke ruang ekstraseluler dan pengaruh
gradient osmotik akan membawa air masuk ke parenkim otak terjadilah edema vasogenik.
2. 24-48 jam terjadi retraksi klot dan aktivasi kaskade koagulasi membentuk trombin
yang mengaktifasi edema dan semakin merusak SDO.
3. Terjadi aktivasi kaskade komplemen, saat eritrosit mulai lisis, hemoglobin dan
produk degradasi akan merusak parenkim otak karena proses inflamasi dan terjadilah edema
sitotoksik (Wei JW et al, 2010).
Kerusakan sel otak karena proses massa menyebabkan iskemik di daerah neuron.
Akibatnya akan terjadi gangguan peredaran darah otak sehingga terjadi iskemik di
sekitar bekuan darah. Iskemik akan menyebabkan terjadinya penurunan Adenosin
Triphosphat (ATP) sehingga terjadi gangguan stabilisasi membran neuron dengan
akibat influks kalsium ke dalam sel yang selanjutnya terjadi aktifasi dari beberapa
enzim antara lain protease, endonuklease, lipase dan kalmodulin sehingga terjadi
kematian neuron baik secara apoptosis maupun nekrosis (Inaji M et al., 2003).

Glikogen adalah sumber energi utama di otak dan tersimpan dominan di astrosit
sehingga adanya gangguan fungsi sel menyebabkan iskemik sel otak semakin berat.
(Pelinka LE et al, 2003). Beberapa jam setelah cedera otak, astrosit pada daerah
tersebutt menjadi hipertrofi dan proliferasi, disebut astrogliosis reaktif .

Sumber :

Brouns R, De Deyn PP, 2009. The complexity of neurobiological processes in acute


ischemic stroke. Clin Neurol Neurosurg 111:48395.

20. Proses thrombosis dan emboli yang menyebabkan stroke

Stroke adalah suatu tanda klinis yang ditandai defisit neurologi fokal atau global
yang berlangsung mendadak selama 24 jam atau lebih atau kurang dari 24 jam yang
dapat menyebabkan kematian, yang disebabkan oleh gangguan pembuluh darah.

Stroke dapat dibagi menjadi dua,


yaitu stroke non hemoragik dan stroke hemoragik. Sebagian besar (80%)
disebabkan oleh stroke non hemoragik. Stroke non hemoragik dapat disebabkan oleh
trombus dan emboli. Stroke non hemoragik akibat trombus terjadi karena penurunan
aliran darah pada tempat tertentu di otak melalui proses stenosis.

Stroke
Berdasarkan kelainan patologis, stroke dapat dibagi menjadi:1-3,5
a. Stroke hemoragik
i. Perdarahan intra serebral
ii. Perdarahan ekstra serebral (sub-arakhnoid)
b. Stroke non-hemoragik
i. Trombosis serebri
Stroke trombotik yaitu stroke yang disebabkan karena adanya penyumbatan
lumen pembuluh darah otak karena trombus yang makin lama makin menebal,
sehingga aliran darah menjadi tidak lancar. Penurunan aliran darah ini menyebabkan
iskemia.Trombosis serebri adalah obstruksi aliran darah yang terjadi pada proses
oklusi satu atau lebih pembuluh darah lokal.
ii. Emboli serebri
Infark iskemik dapat diakibatkan oleh emboli yang timbul dari lesi ateromatus
yang terletak pada pembuluh yang lebih distal. Gumpalan-gumpalan kecil dapat
terlepas dari trombus yang lebih besar dan dibawa ke tempat-tempat lain dalam aliran
darah. Bila embolus mencapai arteri yang terlalu sempit untuk dilewati dan menjadi
tersumbat, aliran darah fragmen distal akan terhenti, mengakibatkan infark jaringan
otak distal karena kurangnya nutrisi dan oksigen. Emboli merupakan 32% dari
penyebab stroke non hemoragik.
Trombosis serebri terjadi dikarenakan adanya trombus yang menyumbat
pembuluh darah yang perlahan pada arteri atau kapiler yang mendarahi otak. Faktor
risiko tersebut dapat dibagi menjadi 2 golongan besar yaitu :

1. Yang tidak dapat dikontrol :

Umur : makin tua kejadian stroke makin tinggi.

Ras/ bangsa : Afrika/ Negro, Jepang dan China lebih sering terkena stroke.

Jenis kelamin : Laki-laki lebih berisiko disbanding wanita.

Riwayat keluarga (orang tua, saudara) yang pernah mengalami stroke pada usia
muda, maka yang bersangkutan berisiko tinggi untuk menderita stroke.
2. Yang dapat dikontrol :

Hipertensi

Diabetes Melitus

Transient Ischemic Attack (TIA) = serangan lumpuh sementara

Fibrilasi Atrial

Post Stroke

Abnormalitas lipoprotein

Fibrinogen yang tinggi dan perubahan hemorheologikal lainnya

Perokok

Peminum alkohol

Hiperhomosisteinemia

Infeksi : virus dan bakteri

Obat kontrasepsi oral, obat-obat lainnya.

Obesitas/ kegemukan

Kurang aktifitas fisik


Hiperkolesterolemia

Stres fisik dan mental

21. Profil thrombosis pada darah perifer


Trombosit adalah komponen sel darah yang dihasilkan oleh jaringan hemopoetik,
dan berfungsi utama dalam proses pembekuan darah. Penurunan sampai dibawah
100.000/ L berpotensi untuk terjadinya perdarahan dan hambatan pembekuan darah.
Trombosit berasal dari fragmentasi sitoplasma megakariosit, suatu sel muda yang
besar dalam sumsum tulang. Megakariosit matang ditandai proses replikasi endomiotik
inti dan makin besarnya volume plasma, sehingga pada akhirnya sitoplasma menjadi
granular dan terjadi pelepasan trombosit. Setiap megakariosit mampu menghasilkan
3000 - 4000 trombosit, waktu dari diferensiasi sel asal (stem cell) sampai dihasilkan
trombosit memerlukan waktu sekitar 10 hari. Umur trombosit pada darah perifer 7-10
hari. Trombosit adalah sel darah tak berinti, berbentuk cakram dengan diameter 1 - 4
mikrometer dan volume 7 8 fl.
Trombosit dapat dibagi dalam 3 daerah (zona), zona daerah tepi berperan sebagai
adhesi dan agregasi, zona sol gel menunjang struktur dan mekanisme interaksi
trombosit, zona organel berperan dalam pengeluaran isi trombosit. Fungsi utama
trombosit adalah pembentukan sumbatan mekanis sebagai respon hemostatik normal
terhadap luka vaskuler, melalui reaksi adhesi, pelepasan, agregasi dan fusi serta aktivitas
prokoagulannya.
Nilai normal trombosit bervariasi sesuai metode yang dipakai. Jumlah trombosit
normal menurut Deacie adalah 150 400 x 109 / L. Bila dipakai metode Rees Ecker
nilai normal trombosit 140 340 x 109/ L, dengan menggunakan Coulter Counter harga
normal 150 350 x 109/L. Trombositopeni adalah berkurangnya jumlah trombosit
dibawah normal, yaitu kurang dari 150 x 109 / L. Trombositosis adalah meningkatnya
jumlah trombosit pada peredaran darah diatas normal, yaitu lebih dari 400 x 109 / L.
Pada trombositosis apabila rangsangan-rangsangan yang menyebabkan trombositosis
ditiadakan maka jumlah trombosit kembali normal, misalnya terjadi pada perdarahan
yang akut, contohnya pada trauma waktu pembedahan atau melahirkan.

Sumber :
Setiabudy, Rahajuningsih D., 2007. Hemostasis dan Trombosis. Ed 3. Jakarta : FK
UI

22. Patofisiologi efek penurunan tekanan darah pada stroke hiperakut


Stroke akut, meningkatkan tekanan darah jika diturunkan maka akan
menyebabkan infark serebral,
Infark serebral terjadi akibat perfusi yang tidak adekuat karena tekanan darah
yang menurun secara drastic
Infark serebral menyebabkan iskemi pada sel-sel otak yang kemudian
mengakibatkan kematian penurunan kesadaran dan fungsi otak (tergantung
dari sel-sel otak yang terganggu

Anda mungkin juga menyukai