Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN KASUS

MINGGU III RUANG STROKE RSPAD GATOT SUBROTO


TGL 13 - 24 NOVEMBER 2006

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TN. R


DENGAN CEREBRO VASCULAR DISEASES INFARK (NON HEMORAGIC)

OLEH:
S U P A R M I/7305000875

PROGRAM PASCA SARJANA KEKHUSUSAN MEDIKAL BEDAH


F I K UNIVERSITAS INDONESIA
J A K A R T A 2006
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN C V D INFARK
DI UNIT STROKE RSPAD GATOT SUBROTO

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. R
Umur : 62 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Purnawirawan
Tgl. Masuk RS : 07 November 2006
Diagnosa masuk : CVD infark

B. Riwayat singkat pasien


Sebelum masuk RSGS pasien telah dirawat di RSU Bekasi selama 2 minggu
dengan keluhan vertigo dan hipertensi. Tiga hari setelah dirawat pasien tidak
bisa bicara dan lumpuh anggota badan sebelah kiri. Setelah dua minggu
dirawat dan tidak ada perubahan, pasien dibawa pulang. Belum ada sehari di
rumah pasien tampak sangat lemah, detak jantung makin cepat, dan pasien tak
sadarkan diri kemudian dibawa ke RS Gatoto Subroto.

Riwayat penyakit:
Pasien menderita hipertensi sejak empat tahun yang lalu. Pasien tidak rutin
minum obat dari dokter, tetapi bila tensi tinggi pasien baru minum obatnya
(nama obatnya lupa) dan minum sari buah pace (mengkudu). Menurut istri
pasien dengan tindakan tersebut dirasa membantu.
Satu tahun yang lalu pasien pernah mengalami stroke ringan dengan gejala
mulut menceng dan bicara sulit. Kemudian dibawa berobat ke dokter tetapi
tidak dirawat, hanya berobat jalan kurang lebih satu bulan dan membaik.
Selama di rumah pasien biasa mengukur tekanan darahnya sendiri, dan bila
tekanan darah lebih dari 180/110 pasien minum obatnya. Selama ini istri
pasien tidak tahu obat apa saja yang diminum pasien.
Kebiasaan makan: pasien suka makan makanan yang bersantan, hampir tidak
ada diet atau makanan yang dipantang karena pasien dapat mengatur sendiri
kebutuhannya.
Kebiasaan aktivitas dan latihan: setelah pensiun pasien tidak ada pekerjaan
khusus, pernah bekerja disuatu perusahaan tetapi hanya sebentar lalu keluar
dan hanya di rumah. Setiap dua kali seminggu pasien rajin berolah raga
mahatma, selain itu juga rajin jalan-jalan di sekitar kompleks setiap pagi.

C. Patofisiologi stroke
Stroke merupakan gangguan sirkulasi serebral. Stroke juga merupakan
gangguan neurologik fokal yang dapat timbl sekunder dari suatu proses
patologi pada pembuluh darah serebral, misalnya trombosis, embolus, penyakit
vaskuler dasar: aterosklerosis, aneurisma. (Price&Wilson, 1995)
Penyakit cerebrovaskuler mengacu pada abnormal fungsi SSP yang terjadi
ketika suplai darah normal ke otak terhenti. Patologi ini melibatkan arteri, vena
atau keduanya. Sirkulasi serebral mengalami kerusakan sebagai akibat
sumbatan parsial atau komplit pada pembuluh darah atau hemoragi yang
diakibatkan oleh robekan dinding pembuluh. Pembuluh darah paling sering
dikaitkan dengan penyakit serebrovaskuler adalah arteri karotid internal.
Penyakit vaskuler SSP dapat disebabkan oleh arteriosklerosis (paling umum),
perubahan hipertensif, vasospasme, inflamasi, emolisme. Sebagai akibat
penyakit vaskuler, pembuluh darah kehilangan elastisitasnya, menjadi keras,
dan mengalami deposit ateroma. Lumen pembuluh darah secara perlahan
tertutup, menyebabkan kerusakan sirkulasi serebral dan iskemia otak. Bila
iskemia serebral bersifat sementara, biasanya tidak terdapat defisit neurologik.
Sumbatan pembuluh darah besar, menimbulkan infark serebral. Pembuluh ini
jika ruptur akan menimbulkan hemoragi. (Bruner&Suddarth, 2002)

Pengkajian: terlampir
- Hambatan yang ditemukan pada saat pengkajian adalah penggunaan format
yang tersedia (chek list), dimana ada point-point yang terbatas. Sehingga tidak
bisa/kurang bisa mnjelaskan secara menyeluruh tentang apa yang diperiksa.
Misalnya pada pemeriksaan muskuloskeletal tidak ada point tentang respon
motorik/uji kekuatan otot secara rinci padahal secara teori pada kasus neurologi
hal ini penting dan harus dikaji setiap hari untuk melihat perkembangan
motoriknya pada setiap bagian tubuh/ekstremitas. (Bruner & Sudarth, 2002).
Pada pengkajian neurologi terdapat point positif lalu ada option chek list ( )
abdomen  kurang jelas apa yang dimaksud. Selain itu pemeriksaan refleks
fisiologi maupun patologi hasilnya bisa negatif atau positif untuk menempatkan
hasil pada lembar yang tersedia bisa membingungkan.
D. Pemeriksaan Fisik (tgl. 13 – 11 – 2006)
Inspeksi:
- Pasien tampak berbaring lemah dengan mata tertutup.
- Rambut: tampak berminyak, rontok, dan bagian depan botak.
- Mata : rangsang cahaya + , pupil bulat, ukuran 1/1 mm, isokor ,
konjunctiva tidak anemik, sklera tidak ikterik, tampak ada selaput pada
lensa mata kiri-kanan.
- Hidung: terpasang NGT, terpasang O2 2 l/mt
- Mulut: nafas bau, gigi premolar kanan atas tanggal, yang lain tidak bisa
diperiksa karena pasien selalu menggigit bila dibersihkan dan diperiksa.
- Tangan kiri terpasang Infus NaCl 0,9 % 16 tts/mt
- Terpasang folley kateter.
- Tampak banyak keringat.
Palpasi:
- Terdapat edema pada dorsum pedis kiri.
- Kapilari refil < 3 detik
- Kaku kuduk (-)
- Seluruh badan basah keringat
- Akral teraba hangat
- Uji kekuatan otot: tidak dapat dinilai karena pasien lumpuh dan kesadaran
sopor.
- Tonus otot mengecil
Auskultasi:
- Paru : pernapasan vesikuler, terdapat rales halus di kedua lapang paru,
RR 24 x/mt teraur, dalam.
- Jantung: BJ I, II tunggal, HR 111 x/mt, tidak terdengar murmur.
- Bising usus 8 kali per menit.
Perkusi:
- Jantung: batas atas ics 3, batas kanan linie mid sternum kanan, batas kiri
linia mid clavikula 2 jari kiri.
- abdomen: tidak ditemukan adanya ascites
- refleks fisiologis: patella - , achiles - , bisep -, trisep –
- refleks patologis: babinski tidak ada respons
E. Pemeriksaan penunjang
CT Scan kepala: tanggal 07-11-06
- Lesi bepodens pons sisi bawah sampai mesensephalon
- Hipodensitas para ventrikel lateralis
- Kalsifikasi basal ganglia kanan – kiri
- Dilatasi sulci sisterna dan fisura sylvii
- Dilatasi ventrikel sister
- Tak tampak distorsi midline
- Sinus para nasal cerah
Kesan: atrofi cerebri dengan infark pons sisi kanan sampai mesensephalon.

Laboratorium: tgl. 07-11-06


Hemoglobin : 16.8 Ureum : 92
Hematokrit : 49 Kreatinin : 1.4
Eritrosit : 5.4 Kalium : 3.9
Leukosit : 38.400 Natrium : 133
Trombosit : 170.000 Clorida : 103
GDS : 132

A G D: tgl. 08-11-06
PH : 7.433
pCO2 : 36.3
pO2 : 136.9
HCO3 : 23.7
BE : - 0.1
O2 sat : 98.9

F. Terapi Medik
Injeksi: Oral:
Nikolin 4 x 250 mg Noperten 1 x 2,5 mg
Neurotam 3 x 3 g Antasid 3 x 15 cc
Rantin 2 x 1 amp k/p Paracetamol 4 x 1 tab
Trijec 3 x 1 g
Tambahan terapi tgl 15/11
Meronem 2 x 1 g Fluimucil 2 x 1 sach
Kemicetin 3 x 1 g New diatab 3 x 2 tab
Tambahan terapi tgl 21/11
Inhalasi: Berotec 1 cc + Atrovent 1 cc
G. Diagnosa Keperawatan

TGL NO DIAGNOSA KEPERAWATAN KETERANGAN

1 Gangguan perfusi jaringan cerebral


13/11/06 berhubungan dengan adanya sumbatan aliran Belum teratasi
darah otak sekunder terhadap infark cerebri.
2 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan Belum teratasi
kelumpuhan, pasien tidak sadar (sopor)
3 Risiko kurang volume cairan dan elektrolit
berhubungan dengan perubahan fungsi Belum teratasi
penyerapan kolon (diare)
15/11/06 4 Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan Tgl. 21/11/06
dengan imobilisasi lama, diare menjadi aktual.

5 Potensial terjadi komplikasi bronchopneumonia


berhubungan dengan imobilisasi lama, pasien Belum teratasi
tidak sadar
21/11/06 6 Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan Belum teratasi
dengan ketidakmampuan batuk, pasien tidak
sadar

H. Rencana Keperawatan
Rencana keperawata ini dibuat mengacu pada asuhan keperawatan dari Doenges tahun
2000 (terjemahan) dan juga dari buku keperawatan medikal bedah Brunnet & Suddart,
2002 (terjemahan).
1. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan adanya sumbatan aliran darah
otak sekunder terhadap infark cerebri.
13-11-2006 Intervensi Keperawatan Rasionalisasi
Tindakan keperawatan mandiri:
1. Pantau, catat status neurologis - Mengetahui tingkat
sesering mungkin dan bandingkan kesadaran dan potensial
dengan keadaan standar. peningkatan TIK dan
mengetahui kemajuan
2. Monitor tanda-tanda vital: tekanan kerusakan SSP.
darah, frekuensi dan irama - Hipertensi dapat
jantung, pola dan frekuensi menjadikan faktor pencetus.
pernapasan. Perubahan irama jantung:
bradikardia dapat terjadi
sebagai akibat adanya
kerusakan otak.
Ketidakteraturan pernapasan
dapat memberikan gambaran
lokasi kerusakan serebral,
peningkatan TIK dan kebutuhan
intervensi selanjutnya termasuk
3. Evaluasi pupil, catat ukuran, kemungkinan perlunya
bentuk, kesamaan, dan reaksinya dukungan pernapasan.
terhadap rangsang cahaya. - Reaksi pupil diatur
oleh saraf kranial okulomotor
(III) dan berguna apakah batang
otak tersebut masih baik.
Ukuran dan kesamaan pupil
ditentukan oleh kesweimbangan
antara persarafan simpatis dan
parasimpatis yang
mempersarafi. Respons
terhadap rangsang cahaya
mengkombinasikan fungsi saraf
4. Letakkan kepala dengan posisi kranial optikus (II) dan saraf
agak ditinggikan . kranial okulomotor (III).
- Menurunkan
tekanan arteri dengan
5. kaji adanya kegelisahan yang meningkatkan drainase dan
meningkat, serangan kejang. meningkatkan sirkulasi/ perfusi
serebral.
- Merupakan
indikasi adanya iritasi
meningeal. Kejang dapat
Kolaborasi: mencerminkan adanya
- Berikan oksigen sesuai peningkatan TIK/trauma
indikasi serebral yang memerlukan
- Berikan pengobatan perhatian dan intervensi lanjut.
sesuai indikasi: antikoagulan,
antihipertensi, steroid, fenitoin.
- Pantau pemeriksaan
laboratorium: AGD
- Jika tekanan
intrakranial meningkat:
 pertaha
nkan hiperventilasi dengan
tekanan CO2 antara 25-35
mmHg
 batasi
cairan masuk
 berikan
lingkungan yang tenang
 berikan
diuretik osmotik
 siapka
n alat untuk mencegah kejang
 tinggik
an bagian kepala

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelumpuhan, pasien tidak sadar (sopor)
13-11-2006 Intervensi Keperawatan Rasionalisasi
Tindakan keperawatan mandiri:
1. Kaji kemampuan secara - Mengidentifikasi
fungsional, luasnya kerusakan kekuatan/ kelemahan dan dapat
awal dengan teratur. memberikan informasi mengenai
pemulihan.
2. lakukan perubahan posisi - Menurunkan risiko
minimal setiap 2 jam. terjadinya trauma/ iskemi jaringan.
Daerah yang tertekan mengalami
perburukan sirkulasi dan
menurunkan sensasi dan lebih
besar menimbulkan kerusakan
pada kulit.
3. lakukan latihan rentang gerak - Meminimalkan atrofi
pasif, aktif sedini mungkin pada otot, meningkatkan sirkulasi,
semua ekstremitas. (Orem: teori membantu mencegah kontraktur.
self care)
4. libatkan keluarga untuk - Keluarga merupakan
melakukan ROM, sebelumnya orang terdekat pasien yang akan
ajarkan terlebih dahulu latihan mengurus pasien setelah pulang.
ROM. (Orem: teori self care)
5. Sokong ekstremitas dalam - Mencegah
posisi fungsionalnya, gunakan kontraktur/ footdrop dan
papan kaki bila memungkinkan memfasilitasi kegunaannya jika
berfungsi kembali.
Kolaborasi:
- konsultasi dengan
ahli fisioterapi untuk latihan pasif,
aktif, ambulasi pasien.

3. Risiko kurang volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perubahan fungsi
penyerapan kolon (diare)
13-11-2006 Intervensi Keperawatan Rasionalisasi
Tindakan keperawatan mandiri:
1. Monitor intake dan output - untuk mengetahui
(hitung keseimbangan cairan adanya kecukupan cairan sesuai
dalam 24 jam). kebutuhan tubuh, dan
menentukan tindakan lanjut.
2. Berikan cairan 2600 cc bila - Kebutuhan cairan
tidak ada kontra indikasi. tubuh orang dewasa 2600 cc.
3. Monitor TTV, catat adanya - Kurangnya cairan
hipotensi postural, takikardi. dalam tubuh dapat menimbulkan
peningkatan metabolisme tubuh
guna mencukupi kebutuhan
cairan. Peningkatan metabolisme
dapat menimbulkan respon
4. periksa turgor kulit, panas.
pengisian kapiler dan membran - Pada kasus
mukosa. kekurangan cairan dapat nampak
pada turgor kulit yang kering dan
5. observasi jumlah dan keriput.
karakter cairan NGT, urin. - Untuk menentukan
6. observasi warna dan bau balance cairan.
urin - Warna urine yang
kuning pekat menandakan
Kolaborasi: adanya kurangnya produksi
- Pemeriksaan Hb, urine,
Ht, elektrolit, BUN, creatinin,
dan test feses untuk melihat
perdarahan saluran cerna.
- Pemberian IVFD
sesuai indikasi (darah, albumin,
cairan)
- Pemberian obat-
obatan antidiare sesuai
program

4. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi lama, keringat banyak,
diare.
15-11-2006 Intervensi Keperawatan Rasionalisasi
Tindakan keperawatan mandiri:
1. Observasi tanda-tanda terjadinya - mendeteksi
kerusakan integritas kulit, terutama pada dini terhadap adanya
daerah yang tertekan. (Watson: teori kerusakan kulit, sehingga
caring) dapat diatasi segera
2. Lakukan/berikan posisi tidur dengan tepat.
selang seling (miring kiri, terlentang, - Perubahan
miring kanan, bila memungkinkan dan posisi tidur dapat
tidak ada kontra indikasi bisa posisi memperlancar peredaran
prone) setiap 2 jam sekali. (Watson: teori darah, sehingga tidak
caring) terjadi stagnasi lokal
aliran darah.
3. Berikan perawatan kulit dengan - Minyak
menggunakan lotion atau minyak kelapa, ataupun lotion membuat
terutama pada daerah yang berisiko kulit tidak kering sehingga
terjadi kerusakan kulit. bila terjadi penekanan
tidak akan mudah
4. Berikan massage lembut dengan lecet/iritasi.
menggunakan minyak kelapa pada - Massage
daerah yang tertekan. (Watson: teori dapat merangsang dan
caring) memperlancar peredaran
darah terutama daerah
yang terjadi penekanan.
5. Ganti pakaian, linen, bila basah -
atau lembab. (F. Nightingale)
6. Segera bersihkan apabila pasien
buang air besar (diare) dan keringkan
bagian genetalia dan sekitarnya.
7. Berikan kasur angin atau air, bila
fasilitas memadahi.

Kolaborasi:
- Pemberian obat anti diare sesuai indikasi.

5. Potensial terjadi komplikasi bronchopneumonia berhubungan dengan imobilisasi lama,


pasien tidak sadar.
15-11-2006 Intervensi Keperawatan Rasionalisasi
Tindakan keperawatan mandiri:
1. Berikan posisi tidur dengan - posisi kepala
kepala lebih tinggi. lebih tinggi memberi
keleluasaan diafragma
berkembang tanpa hambatan
sehingga paru-paru dapat
dengan leluasa bergerak.
2. Lakukan flaping-vibrasi setiap 3 - Tindakan
jam sekali atau saat merubah posisi flapping membantu
tidur pasien (bila tidak ada kontra melepaskan slim yang
indikasi). melekat menjadi luruh dan
3. Auskultasi bunyi paru terhadap bisa mudah dikeluarkan.
adanya suara tambahan. - Paru-paru yang
terendam cairan bisa
menimbulkan ada suara
4. Ciptakan tempat tidur dan tambahan seperti whezing,
lingkungan yang nyaman, tidak rales, ronchi, dsb
basah atau lembab. (F. Nightingale) - Kelembaban
5. Hindari pemberian minum yang udara/ lingkungan
dingin atau air es. memperberat pengembangan
paru
Kolaborasi:
- Fisioterapi dada

6. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan slim,


ketidakmampuan batuk, pasien tidak sadar
21-11-2006 Intervensi Keperawatan Rasionalisasi
Tindakan keperawatan mandiri:
1. Auskultasi bunyi paru terhadap - diketahuinya
adanya suara tambahan. lokasi suara whizing atau
rales dapat mempermudah
perawat dalam memberikan
tidakan; pemberian posisi,
flaping – vibrasi.
2. Lakukan suction bila terjadi - Penumpukan
penumpukan slim. slim yang tidak dikeluarkan
dapat menyumbat dan
mempersempit jalan napas.
3. Berikan atau lakukan flaping - Tindakan flaping
secara perlahan. secara perlahan dapat
membantu mempermudah
pengeluaran slim.
4. Berikan air hangat bila tidak - Air hangat dapat
ada kontra indikasi. membantu mengencerkan
dahak/lendir sehingga mudah
Kolaborasi: dikeluarkan.
 Pemberian terapi ekspektoran
- Pengencer
 Pemberian nebulizer dahak sehingga mudah
dikeluarkan
 Fisioterapi dada - Membantu
dilatasi otot-otot saluran
napas.
-

Hambatan: pada dasarnya renpra yang ada di ruangan sudah cukup lengkap,
namun renpra yang digunakan di ruangan berdasarkan lembar balik tetapi tidak
disertakan dalam status pasien. Diharapkan setiap perawat hafal diagnosa
yang ada pada lembar balik berikut renpranya. Sehingga kalau ada perawat
baru di unit tersebut tidak tahu bagaimana menuliskan renpra. Secara teori
asuhan keperawatan yang terdiri dari pengkajian hingga evaluasi hendaknya
ada pada setiap status (rekam medik) pasien.
Hal ini sudah disampaikan kepada pembimbing ruangan, namun kurang
mendapat respons karena masalah anggaran/pembebanan yang tinggi.

I. Implementasi (Terlampir)
Di unit stroke perawat telah melakukan penulisan implementasi dengan baik
dan lengkap. Hanya saja kurang bisa menuliskan secara lengkap sesuai
dengan renpra yang ada. Karena implementasi yang dituliskan di lembar
flowsheet adalah semua kegiatan dan kejadian yang dilakukan.
Hambatan yang dialami pada penulisan implementasi adalah tidak adanya
lembaran khusus, tetapi termasuk pada lembaran flowsheet. Dalam lembaran
tersebut memuat segala tindakan yang dilakukan pada pasien, bukan hanya
yang sesuai dengan renpra yang ada. Sehingga tempat untuk penulisan
tindakan dan respons pasien sangat terbatas.

J. Evaluasi (Terlampir)
Hambatan yang dialami pada penulisan evaluasi adalah tidak adanya form
khusus untuk penulisan. Para perawat sudah melakukan penulisan evaluasi
secara rutin dengan menggunakan kertas yang dibuat secara manual tanpa
kop rumah sakit. Karena evaluasi dituliskan secara rutin, dari awal masuk
sampai pasien pulang atau pindah, maka tidak diketahui kapan masalah itu
masih ada atau sudah teratasi. Bila ada diagosa tambahan, perawat ruangan
tidak melanjutkan menuliskan evaluasinya. Hal ini sudah diinformasikan
sebagai masukan pada CI ruangan, tetapi dalam pelaksanaannya tetap saja
pada kebiasaan rutin.

K. Identifikasi prosedur/ketrampilan individu perawat yang kurang tepat di


ruang rawat yang dilakukan pada pasien:
- Pemantauan cairan kurang diperhatikan maknanya.
- Pemasangan infus, pengambilan darah tanpa menggunakan sarung
tangan (sebagai perlindungan diri).
- Penggunaan peralatan bersama satu pasien ke pasien yang lain
(peralatan untuk perawatan mulut).
- Latihan ROM hanya dilakukan oleh petugas fisioterapi.
- Pemberian makan/minum, obat melalui NGT tidak dilakukan oleh perawat,
tetapi pekarya.
- Melakukan pemasangan restrain tanpa pengalas atau pelindung kulit
sehingga dalam waktu lama bisa melukai kulit pasien.

L. Analisis Pengalaman saat:


1. Membuat kontrak dengan pasien: pasien yang dikelola dengan kesadaran
sopor meskipun demikian tetap membuat kontrak dengan pasien dan
selebihnya membuat kontrak dengan istri pasien. Perkenalan dan
hubungan komunikasi dengan istri pasien dan keluarga cukup baik dan
lancar tanpa hambatan karena selalu ada keluarga yang menunggu.
2. Melakukan tindakan keperawatan: setiap kali melakukan tindakan
keperawatan selalu mengajak komunikas dengan pasien meskipun pasien
tidak berespon. Meskipun pasien dalam kesadaran sopor, setiap kali
melakukan tindakan keperawatan memberitahukan terlebih dahulu. Bila
melakukan tindakan invasif, sebelumnya memberitahu dan menjelaskan
kepada keluarga pasien. Pada suatu saat ketika diajak bicara pasien
sempat mengeluarkan air mata (menangis) dan membuka mata sebentar.
3. Melakukan terminasi: terminasi belum dilakukan karena pasien masih
dirawat di unit stroke. Namun sudah dijelaskan pada istri pasien setiap
harinya merawat sampai pukul 14.00 selama 2 minggu.

M. Evidence Base
1. Pemberian posisi kepala lebih tinggi (15 º - 30º ) membantu
penurunan tekanan intra kranial, dan membantu pengembangan paru
secara maksimal sehingga dapat mencegah terjadinya komplikasi
pneumonia.
2. Perubahan posisi tidur sebagai pencegah terjadinya luka
tekan, hal ini karena dengan perubahan posisi tidak terjadi penekanan
lokal dalam waktu yang lama dan aliran darah lancar.
3. Perawatan kulit dengan menggunakan minyak kelapa.
4. Pemasangan restrain secara benar dan pemilihan restrain
yang tepat dapat mencegah terjadinya perlukaan fisik/kulit. Misalnya
pemasangan restrain dengan menggunakan pengalas lembut dari busa
atau kapas.
5. Latihan pergerakan ROM dapat mencegah terjadinya
kontraktur.

N. Identifikasi efidence yang perlu dilakukan penelitian lebih lanjut:


1. Seberapa besar risiko pasien yang dirawat di unit stroke mempunyai
risiko terjadi kerusakan integritas kulit.
2. Efektifitas perawatan kulit dengan menggunakan minyak kelapa dengan
terjadinya luka tekan.
3. Hubungan antara perubahan posisi tidur 15 – 30 derajat dengan
terjadinya komplikasi bronchopneumonia pada pasien stroke dengan
kesadaran sopor – koma.
4. Efektifitas spech therapy terhadap rehabilitasi bicara setelah stroke.
5. Efektifitas latihan gerak pasif – aktif (ROM) dini terhadap pemulihan
mobilitas fisik tanpa kontraktur.

O. Terapi Komplementer (terlampir)


1. Hipnoterapi, reiki
2. Acupunctur
3. Acupressure
4. Herbal: mengkudu, belimbing, mahkota dewa
5. Terapi musik

P. Referensi
Doenges, M. E, (1993/2000), Nursing Care Plans. Guidelines For Planning And
Documenting Patient Care. (Terjemahan oleh I Made Karias, dkk).
Jakarta : EGC.
Price Sylvia & Wilson Lorraine (1995) : Ptofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit, edisi 4, (edisi terjemahan dengan alih bahasa dr.
Peter Anugerah), Jakarta, EGC

Smelzer Suzane & Bare Brenda (2002) : Keperawatan Medikal Bedah Bruner
& Suddarth edisi 8, (alih bahasa dr. Andri Hartono, dkk ) Jakarta, EGC

http://budiboga.blogspot.com/2006/06/reiki-sembuhkan-penyakit-dengan-energi.html
diambil pada tanggal 01/12/2006

http://www.tempo.co.id/medika/arsip/012003/pus-2.htm, diambil pada tanggal 01/12/06

http://www.tempo.co.id/medika/arsip/012001/fig-1.htm, diambil pada tanggal


01/12/06

Anda mungkin juga menyukai