OLEH:
S U P A R M I/7305000875
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. R
Umur : 62 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Purnawirawan
Tgl. Masuk RS : 07 November 2006
Diagnosa masuk : CVD infark
Riwayat penyakit:
Pasien menderita hipertensi sejak empat tahun yang lalu. Pasien tidak rutin
minum obat dari dokter, tetapi bila tensi tinggi pasien baru minum obatnya
(nama obatnya lupa) dan minum sari buah pace (mengkudu). Menurut istri
pasien dengan tindakan tersebut dirasa membantu.
Satu tahun yang lalu pasien pernah mengalami stroke ringan dengan gejala
mulut menceng dan bicara sulit. Kemudian dibawa berobat ke dokter tetapi
tidak dirawat, hanya berobat jalan kurang lebih satu bulan dan membaik.
Selama di rumah pasien biasa mengukur tekanan darahnya sendiri, dan bila
tekanan darah lebih dari 180/110 pasien minum obatnya. Selama ini istri
pasien tidak tahu obat apa saja yang diminum pasien.
Kebiasaan makan: pasien suka makan makanan yang bersantan, hampir tidak
ada diet atau makanan yang dipantang karena pasien dapat mengatur sendiri
kebutuhannya.
Kebiasaan aktivitas dan latihan: setelah pensiun pasien tidak ada pekerjaan
khusus, pernah bekerja disuatu perusahaan tetapi hanya sebentar lalu keluar
dan hanya di rumah. Setiap dua kali seminggu pasien rajin berolah raga
mahatma, selain itu juga rajin jalan-jalan di sekitar kompleks setiap pagi.
C. Patofisiologi stroke
Stroke merupakan gangguan sirkulasi serebral. Stroke juga merupakan
gangguan neurologik fokal yang dapat timbl sekunder dari suatu proses
patologi pada pembuluh darah serebral, misalnya trombosis, embolus, penyakit
vaskuler dasar: aterosklerosis, aneurisma. (Price&Wilson, 1995)
Penyakit cerebrovaskuler mengacu pada abnormal fungsi SSP yang terjadi
ketika suplai darah normal ke otak terhenti. Patologi ini melibatkan arteri, vena
atau keduanya. Sirkulasi serebral mengalami kerusakan sebagai akibat
sumbatan parsial atau komplit pada pembuluh darah atau hemoragi yang
diakibatkan oleh robekan dinding pembuluh. Pembuluh darah paling sering
dikaitkan dengan penyakit serebrovaskuler adalah arteri karotid internal.
Penyakit vaskuler SSP dapat disebabkan oleh arteriosklerosis (paling umum),
perubahan hipertensif, vasospasme, inflamasi, emolisme. Sebagai akibat
penyakit vaskuler, pembuluh darah kehilangan elastisitasnya, menjadi keras,
dan mengalami deposit ateroma. Lumen pembuluh darah secara perlahan
tertutup, menyebabkan kerusakan sirkulasi serebral dan iskemia otak. Bila
iskemia serebral bersifat sementara, biasanya tidak terdapat defisit neurologik.
Sumbatan pembuluh darah besar, menimbulkan infark serebral. Pembuluh ini
jika ruptur akan menimbulkan hemoragi. (Bruner&Suddarth, 2002)
Pengkajian: terlampir
- Hambatan yang ditemukan pada saat pengkajian adalah penggunaan format
yang tersedia (chek list), dimana ada point-point yang terbatas. Sehingga tidak
bisa/kurang bisa mnjelaskan secara menyeluruh tentang apa yang diperiksa.
Misalnya pada pemeriksaan muskuloskeletal tidak ada point tentang respon
motorik/uji kekuatan otot secara rinci padahal secara teori pada kasus neurologi
hal ini penting dan harus dikaji setiap hari untuk melihat perkembangan
motoriknya pada setiap bagian tubuh/ekstremitas. (Bruner & Sudarth, 2002).
Pada pengkajian neurologi terdapat point positif lalu ada option chek list ( )
abdomen kurang jelas apa yang dimaksud. Selain itu pemeriksaan refleks
fisiologi maupun patologi hasilnya bisa negatif atau positif untuk menempatkan
hasil pada lembar yang tersedia bisa membingungkan.
D. Pemeriksaan Fisik (tgl. 13 – 11 – 2006)
Inspeksi:
- Pasien tampak berbaring lemah dengan mata tertutup.
- Rambut: tampak berminyak, rontok, dan bagian depan botak.
- Mata : rangsang cahaya + , pupil bulat, ukuran 1/1 mm, isokor ,
konjunctiva tidak anemik, sklera tidak ikterik, tampak ada selaput pada
lensa mata kiri-kanan.
- Hidung: terpasang NGT, terpasang O2 2 l/mt
- Mulut: nafas bau, gigi premolar kanan atas tanggal, yang lain tidak bisa
diperiksa karena pasien selalu menggigit bila dibersihkan dan diperiksa.
- Tangan kiri terpasang Infus NaCl 0,9 % 16 tts/mt
- Terpasang folley kateter.
- Tampak banyak keringat.
Palpasi:
- Terdapat edema pada dorsum pedis kiri.
- Kapilari refil < 3 detik
- Kaku kuduk (-)
- Seluruh badan basah keringat
- Akral teraba hangat
- Uji kekuatan otot: tidak dapat dinilai karena pasien lumpuh dan kesadaran
sopor.
- Tonus otot mengecil
Auskultasi:
- Paru : pernapasan vesikuler, terdapat rales halus di kedua lapang paru,
RR 24 x/mt teraur, dalam.
- Jantung: BJ I, II tunggal, HR 111 x/mt, tidak terdengar murmur.
- Bising usus 8 kali per menit.
Perkusi:
- Jantung: batas atas ics 3, batas kanan linie mid sternum kanan, batas kiri
linia mid clavikula 2 jari kiri.
- abdomen: tidak ditemukan adanya ascites
- refleks fisiologis: patella - , achiles - , bisep -, trisep –
- refleks patologis: babinski tidak ada respons
E. Pemeriksaan penunjang
CT Scan kepala: tanggal 07-11-06
- Lesi bepodens pons sisi bawah sampai mesensephalon
- Hipodensitas para ventrikel lateralis
- Kalsifikasi basal ganglia kanan – kiri
- Dilatasi sulci sisterna dan fisura sylvii
- Dilatasi ventrikel sister
- Tak tampak distorsi midline
- Sinus para nasal cerah
Kesan: atrofi cerebri dengan infark pons sisi kanan sampai mesensephalon.
A G D: tgl. 08-11-06
PH : 7.433
pCO2 : 36.3
pO2 : 136.9
HCO3 : 23.7
BE : - 0.1
O2 sat : 98.9
F. Terapi Medik
Injeksi: Oral:
Nikolin 4 x 250 mg Noperten 1 x 2,5 mg
Neurotam 3 x 3 g Antasid 3 x 15 cc
Rantin 2 x 1 amp k/p Paracetamol 4 x 1 tab
Trijec 3 x 1 g
Tambahan terapi tgl 15/11
Meronem 2 x 1 g Fluimucil 2 x 1 sach
Kemicetin 3 x 1 g New diatab 3 x 2 tab
Tambahan terapi tgl 21/11
Inhalasi: Berotec 1 cc + Atrovent 1 cc
G. Diagnosa Keperawatan
H. Rencana Keperawatan
Rencana keperawata ini dibuat mengacu pada asuhan keperawatan dari Doenges tahun
2000 (terjemahan) dan juga dari buku keperawatan medikal bedah Brunnet & Suddart,
2002 (terjemahan).
1. Gangguan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan adanya sumbatan aliran darah
otak sekunder terhadap infark cerebri.
13-11-2006 Intervensi Keperawatan Rasionalisasi
Tindakan keperawatan mandiri:
1. Pantau, catat status neurologis - Mengetahui tingkat
sesering mungkin dan bandingkan kesadaran dan potensial
dengan keadaan standar. peningkatan TIK dan
mengetahui kemajuan
2. Monitor tanda-tanda vital: tekanan kerusakan SSP.
darah, frekuensi dan irama - Hipertensi dapat
jantung, pola dan frekuensi menjadikan faktor pencetus.
pernapasan. Perubahan irama jantung:
bradikardia dapat terjadi
sebagai akibat adanya
kerusakan otak.
Ketidakteraturan pernapasan
dapat memberikan gambaran
lokasi kerusakan serebral,
peningkatan TIK dan kebutuhan
intervensi selanjutnya termasuk
3. Evaluasi pupil, catat ukuran, kemungkinan perlunya
bentuk, kesamaan, dan reaksinya dukungan pernapasan.
terhadap rangsang cahaya. - Reaksi pupil diatur
oleh saraf kranial okulomotor
(III) dan berguna apakah batang
otak tersebut masih baik.
Ukuran dan kesamaan pupil
ditentukan oleh kesweimbangan
antara persarafan simpatis dan
parasimpatis yang
mempersarafi. Respons
terhadap rangsang cahaya
mengkombinasikan fungsi saraf
4. Letakkan kepala dengan posisi kranial optikus (II) dan saraf
agak ditinggikan . kranial okulomotor (III).
- Menurunkan
tekanan arteri dengan
5. kaji adanya kegelisahan yang meningkatkan drainase dan
meningkat, serangan kejang. meningkatkan sirkulasi/ perfusi
serebral.
- Merupakan
indikasi adanya iritasi
meningeal. Kejang dapat
Kolaborasi: mencerminkan adanya
- Berikan oksigen sesuai peningkatan TIK/trauma
indikasi serebral yang memerlukan
- Berikan pengobatan perhatian dan intervensi lanjut.
sesuai indikasi: antikoagulan,
antihipertensi, steroid, fenitoin.
- Pantau pemeriksaan
laboratorium: AGD
- Jika tekanan
intrakranial meningkat:
pertaha
nkan hiperventilasi dengan
tekanan CO2 antara 25-35
mmHg
batasi
cairan masuk
berikan
lingkungan yang tenang
berikan
diuretik osmotik
siapka
n alat untuk mencegah kejang
tinggik
an bagian kepala
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelumpuhan, pasien tidak sadar (sopor)
13-11-2006 Intervensi Keperawatan Rasionalisasi
Tindakan keperawatan mandiri:
1. Kaji kemampuan secara - Mengidentifikasi
fungsional, luasnya kerusakan kekuatan/ kelemahan dan dapat
awal dengan teratur. memberikan informasi mengenai
pemulihan.
2. lakukan perubahan posisi - Menurunkan risiko
minimal setiap 2 jam. terjadinya trauma/ iskemi jaringan.
Daerah yang tertekan mengalami
perburukan sirkulasi dan
menurunkan sensasi dan lebih
besar menimbulkan kerusakan
pada kulit.
3. lakukan latihan rentang gerak - Meminimalkan atrofi
pasif, aktif sedini mungkin pada otot, meningkatkan sirkulasi,
semua ekstremitas. (Orem: teori membantu mencegah kontraktur.
self care)
4. libatkan keluarga untuk - Keluarga merupakan
melakukan ROM, sebelumnya orang terdekat pasien yang akan
ajarkan terlebih dahulu latihan mengurus pasien setelah pulang.
ROM. (Orem: teori self care)
5. Sokong ekstremitas dalam - Mencegah
posisi fungsionalnya, gunakan kontraktur/ footdrop dan
papan kaki bila memungkinkan memfasilitasi kegunaannya jika
berfungsi kembali.
Kolaborasi:
- konsultasi dengan
ahli fisioterapi untuk latihan pasif,
aktif, ambulasi pasien.
3. Risiko kurang volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perubahan fungsi
penyerapan kolon (diare)
13-11-2006 Intervensi Keperawatan Rasionalisasi
Tindakan keperawatan mandiri:
1. Monitor intake dan output - untuk mengetahui
(hitung keseimbangan cairan adanya kecukupan cairan sesuai
dalam 24 jam). kebutuhan tubuh, dan
menentukan tindakan lanjut.
2. Berikan cairan 2600 cc bila - Kebutuhan cairan
tidak ada kontra indikasi. tubuh orang dewasa 2600 cc.
3. Monitor TTV, catat adanya - Kurangnya cairan
hipotensi postural, takikardi. dalam tubuh dapat menimbulkan
peningkatan metabolisme tubuh
guna mencukupi kebutuhan
cairan. Peningkatan metabolisme
dapat menimbulkan respon
4. periksa turgor kulit, panas.
pengisian kapiler dan membran - Pada kasus
mukosa. kekurangan cairan dapat nampak
pada turgor kulit yang kering dan
5. observasi jumlah dan keriput.
karakter cairan NGT, urin. - Untuk menentukan
6. observasi warna dan bau balance cairan.
urin - Warna urine yang
kuning pekat menandakan
Kolaborasi: adanya kurangnya produksi
- Pemeriksaan Hb, urine,
Ht, elektrolit, BUN, creatinin,
dan test feses untuk melihat
perdarahan saluran cerna.
- Pemberian IVFD
sesuai indikasi (darah, albumin,
cairan)
- Pemberian obat-
obatan antidiare sesuai
program
4. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi lama, keringat banyak,
diare.
15-11-2006 Intervensi Keperawatan Rasionalisasi
Tindakan keperawatan mandiri:
1. Observasi tanda-tanda terjadinya - mendeteksi
kerusakan integritas kulit, terutama pada dini terhadap adanya
daerah yang tertekan. (Watson: teori kerusakan kulit, sehingga
caring) dapat diatasi segera
2. Lakukan/berikan posisi tidur dengan tepat.
selang seling (miring kiri, terlentang, - Perubahan
miring kanan, bila memungkinkan dan posisi tidur dapat
tidak ada kontra indikasi bisa posisi memperlancar peredaran
prone) setiap 2 jam sekali. (Watson: teori darah, sehingga tidak
caring) terjadi stagnasi lokal
aliran darah.
3. Berikan perawatan kulit dengan - Minyak
menggunakan lotion atau minyak kelapa, ataupun lotion membuat
terutama pada daerah yang berisiko kulit tidak kering sehingga
terjadi kerusakan kulit. bila terjadi penekanan
tidak akan mudah
4. Berikan massage lembut dengan lecet/iritasi.
menggunakan minyak kelapa pada - Massage
daerah yang tertekan. (Watson: teori dapat merangsang dan
caring) memperlancar peredaran
darah terutama daerah
yang terjadi penekanan.
5. Ganti pakaian, linen, bila basah -
atau lembab. (F. Nightingale)
6. Segera bersihkan apabila pasien
buang air besar (diare) dan keringkan
bagian genetalia dan sekitarnya.
7. Berikan kasur angin atau air, bila
fasilitas memadahi.
Kolaborasi:
- Pemberian obat anti diare sesuai indikasi.
Hambatan: pada dasarnya renpra yang ada di ruangan sudah cukup lengkap,
namun renpra yang digunakan di ruangan berdasarkan lembar balik tetapi tidak
disertakan dalam status pasien. Diharapkan setiap perawat hafal diagnosa
yang ada pada lembar balik berikut renpranya. Sehingga kalau ada perawat
baru di unit tersebut tidak tahu bagaimana menuliskan renpra. Secara teori
asuhan keperawatan yang terdiri dari pengkajian hingga evaluasi hendaknya
ada pada setiap status (rekam medik) pasien.
Hal ini sudah disampaikan kepada pembimbing ruangan, namun kurang
mendapat respons karena masalah anggaran/pembebanan yang tinggi.
I. Implementasi (Terlampir)
Di unit stroke perawat telah melakukan penulisan implementasi dengan baik
dan lengkap. Hanya saja kurang bisa menuliskan secara lengkap sesuai
dengan renpra yang ada. Karena implementasi yang dituliskan di lembar
flowsheet adalah semua kegiatan dan kejadian yang dilakukan.
Hambatan yang dialami pada penulisan implementasi adalah tidak adanya
lembaran khusus, tetapi termasuk pada lembaran flowsheet. Dalam lembaran
tersebut memuat segala tindakan yang dilakukan pada pasien, bukan hanya
yang sesuai dengan renpra yang ada. Sehingga tempat untuk penulisan
tindakan dan respons pasien sangat terbatas.
J. Evaluasi (Terlampir)
Hambatan yang dialami pada penulisan evaluasi adalah tidak adanya form
khusus untuk penulisan. Para perawat sudah melakukan penulisan evaluasi
secara rutin dengan menggunakan kertas yang dibuat secara manual tanpa
kop rumah sakit. Karena evaluasi dituliskan secara rutin, dari awal masuk
sampai pasien pulang atau pindah, maka tidak diketahui kapan masalah itu
masih ada atau sudah teratasi. Bila ada diagosa tambahan, perawat ruangan
tidak melanjutkan menuliskan evaluasinya. Hal ini sudah diinformasikan
sebagai masukan pada CI ruangan, tetapi dalam pelaksanaannya tetap saja
pada kebiasaan rutin.
M. Evidence Base
1. Pemberian posisi kepala lebih tinggi (15 º - 30º ) membantu
penurunan tekanan intra kranial, dan membantu pengembangan paru
secara maksimal sehingga dapat mencegah terjadinya komplikasi
pneumonia.
2. Perubahan posisi tidur sebagai pencegah terjadinya luka
tekan, hal ini karena dengan perubahan posisi tidak terjadi penekanan
lokal dalam waktu yang lama dan aliran darah lancar.
3. Perawatan kulit dengan menggunakan minyak kelapa.
4. Pemasangan restrain secara benar dan pemilihan restrain
yang tepat dapat mencegah terjadinya perlukaan fisik/kulit. Misalnya
pemasangan restrain dengan menggunakan pengalas lembut dari busa
atau kapas.
5. Latihan pergerakan ROM dapat mencegah terjadinya
kontraktur.
P. Referensi
Doenges, M. E, (1993/2000), Nursing Care Plans. Guidelines For Planning And
Documenting Patient Care. (Terjemahan oleh I Made Karias, dkk).
Jakarta : EGC.
Price Sylvia & Wilson Lorraine (1995) : Ptofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit, edisi 4, (edisi terjemahan dengan alih bahasa dr.
Peter Anugerah), Jakarta, EGC
Smelzer Suzane & Bare Brenda (2002) : Keperawatan Medikal Bedah Bruner
& Suddarth edisi 8, (alih bahasa dr. Andri Hartono, dkk ) Jakarta, EGC
http://budiboga.blogspot.com/2006/06/reiki-sembuhkan-penyakit-dengan-energi.html
diambil pada tanggal 01/12/2006