Majelis Eksaminasi
Adapun majelis eksaminasi tersebut terdiri dari beberapa unsur yaitu ; aktivis
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), akademisi, dan Advokat, yang diharapkan
mempunyai posisi obyektif, tidak memihak dengan kasus yang akan dieksaminasi
dan tidak mempunyai kepentingan, atau hubungan atau keterkaitan langsung atau
tidak langsung dengan kasus yang akan dieksaminasi, yaitu:
1. H. Harjono Mintaroem, S.H., M.H. (Dosen Hukum Pidana di Fakultas
Hukum Universitas Airlangga Surabaya) ;
2. Sudarto, S.H. (Kordinator Aliansi Gerakan Rakyat Untuk Transparansi
Keuangan KPU Jawa Timur / GERTAK KPU JATIM & Kordinator Kantor
Hukum ALBHA Surabaya) ;
www.pemantauperadilan.com 1
Eksaminasi
www.pemantauperadilan.com 2
Eksaminasi
Primair :
Bahwa ia, terdakwa Drs Misbahul munir baik bertindak sendiri-sendiri
maupun bersamasama dan bersekutu dengan agung Wahyono,SP, Edy faizal
Muttaqin,SH, S. Sos, Ira Prayuniarti,SH dan M. Gaid Jumartono,S,Pd (masing-
masing diperiksa dalam bekas perkara terpisah) pada hari dan tanggal yang sudah
tidak dapt diingat lagi, sejak bulan januari 2004 sampai bulan desember 2004, atau
setidak tidaknya pada suatu waktu dalam tahun 2004, bertempat dikantor KPU
Kabupaten Lumajang Jl. A Yani No. 285 atau setidak tidaknya pada suatu tempat
yang masih termasuk dalam daerah Hukum Pengadilan Negeri Lumajang, sebagai
satu perbuatan berlanjut, secara melawan hukum melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan
keuangan Negara atau perekonomian negara, yang dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
1. Penyelewengan dana APBD dengan dalih untuk sewa kendaraan bermotor ;
2. Penyelewengan dana APBN untuk sosialisasi, penerangan, dan penyuluhan ;
3. Penyelewengan dana APBN untuk pengadaan logistic Pemilu tahun 2004.
www.pemantauperadilan.com 3
Eksaminasi
Subsidair :
Bahwa ia, terdakwa Drs Misbahul munir baik bertindak sendiri-sendiri
maupun bersamasama dan bersekutu dengan agung Wahyono,SP, Edy faizal
Muttaqin,SH, S. Sos, Ira Prayuniarti,SH dan M. Gaid Jumartono,S,Pd (Splitzing) pada
hari dan tanggal yang sudah tidak dapt diingat lagi, sejak bulan januari 2004 sampai
bulan desember 2004, atau setidak tidaknya pada suatu waktu dalam tahun 2004,
bertempat dikantor KPU Kabupaten Lumajang Jl. A Yani No. 285 atau setidak
tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah Hukum Pengadilan
Negeri Lumajang, sebagai satu perbuatan berlanjut, dengan tujuan menguntungkan
diri sendiri atau orang lain atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan,
kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang
dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, perbuatan tersebut
dilakukan terdakwa dengan cara sebagai berikut :
1. Penyelewengan dana APBD dengan dalih untuk sewa kendaraan bermotor ;
2. Penyelewengan dana APBN untuk sosialisasi, penerangan, dan penyuluhan ;
3. Penyelewengan dana APBN untuk pengadaan logistic Pemilu tahun 2004.
www.pemantauperadilan.com 4
Eksaminasi
Obscur Libel / Kabur, karena tidak jelas kerugian negera yang diuraikan
dalam surat dakwaan, apakah Rp.247.500.000,- (dua ratus empat puluh
tujuh juta lima ratus ribu rupiah), atau Rp.199.550.853,- (seratus sembilan
puluh sembilan juta lima ratus lima puluh ribu delapan ratus lima puluh
tiga rupiah), ataukah Rp.247.500.000,- + Rp.199.550.853,- sehingga
totalnya menjadi Rp.447.050.853,- (empat ratus empat puluh tujuh juta
lima puluh ribu delapan ratus lima puluh tiga rupiah) ;
Salah dalam mencantumkan pasal yang dilanggar, yakni Pasal 55 (1) ke 1
KUHP, dimana dalam KUHP tidak ada Pasal 55 (1) ke 1 KUHP, yang ada
Pasal 55 (1) ke 1e dan 2e ;
Salah dalam mencantumkan pasal yang dilanggar, yakni Pasal 18 sub b
Undang Undang nomor 31 Tahun 1999 yang dikatakan sebagai perbuatan
pidana yang telah dilakukan oleh terdakwa, padahal pasal tersebut
merupakan pidana tambahan, bukan delik atau perbuatan pidana ;
Sangat tidak jelas dan sangat kabur dalam menguraikan adanya perbuatan
berlanjut sebagaimana diatur dalam Pasal 64 (1) KUHP
2. Surat dakwaan sangat prematur karena sesuai Undang Undang Nomor 23
Tahun 2003 terhadap dana APBD harus terlebih dahulu di audit, namun
sampai detik ini dana tersebut belum di audit BPK, sehingga belum ada hasil
audit dari BPK yang menyatakan telah terjadi penyimpangan atau
penyelewengan dana tersebut, oleh karenanya dakwaan harus dinyatakan
tidak dapat diterima
www.pemantauperadilan.com 5
Eksaminasi
Dengan adanya Surat Dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum, yang kemudian
ditanggapi dengan Nota Keberatan (Eksepsi) oleh Tim Penasehat Hukum Terdakwa,
serta ditanggapi lagi dengan Tanggapn terhadap Nota Keberatan (Eksepsi) oleh Jaksa
Penuntut Umum, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Lumajang memberikan
pertimbangan hukum (terlampir) dalam Putusan Sela yang pada intinya
memutuskan untuk mengadili :
www.pemantauperadilan.com 6
Eksaminasi
B. Catatan Hukum
Kasus yang menyangkut KPU para anggota KPU Daerah Lumajang yang oleh
Jaksa Penuntut Umum (JPU) didakwa melakukan tindak pidana korupsi seperti yang
dimaksud dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001, dimana pada waktu Penuntut Umum menyampaikan atau
membacakan surat dakwaannya ternyata oleh Penasehat Hukum Terdakwa diajukan
nota keberatan (eksepsi) karena dianggap dakwaannya kabur, dan nota keberatan
yang diajukan tersebut ternyata oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Lumajang
diterima dan dinyatakan dakwaan batal demi hukum.
Tentang adanya nota keberatan yang telah diajukan oleh Penasehat Hukum
Terdakwa mengenai dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang kurang cermat dan
karenanya dinyatakan kabur, Tim Eksaminator mengambil kesimpulan yang sama
dengan apa yang telah disampaikan oleh Tim Penasehat Hukum Terdakwa, namun
Tim Eksaminator memberikan pendapat yang berbeda, bahkan cenderung tidak
sepakat dengan Tim Penasehat Hukum Terdakwa mengenai :
1. Tentang Dakwaan Batal Demi Hukum karena surat dakwaan tidak berisi uraian
secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana yang dilakukan
www.pemantauperadilan.com 7
Eksaminasi
Dari rumusan Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP tersebut tidak dijelaskan
secara jelas mengenai apa yang dimaksud dengan surat dakwaan yang cermat, jelas,
dan lengkap, namun menurut beberapa pandangan yang digunakan bahwa surat
dakwaan harus dibuat dengan jelas, penuh ketelitian, tidak sembarangan, serta hati-
hati. Artinya disini adalah tidak menimbulkan kekaburan atau keraguan, dan tidak
perlu ditafsirkan lagi. Surat dakwaan juga harus dibuat dengan lengkap, yang artinya
adalah tidak ada lagi unsur-unsur yang ditentukan didalam pasal dakwaan yang
ketinggalan atau tidak dimasukan kedalam surat dakwaan.
Menurut kebiasaan praktek pradilan dan yurisprudensi, bahwa suatu surat
dakwaan dikatakan tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap apabila pasal yang
didakwakan tidak diterangkan secara utuh dan menyeluruh, juga surat dakwaan
yang berisikan pertentangan antara fakta dan dasar hukum yang satu dengan fakta
dan dasar hukum yang lainnya. Hal demikian akan merugikan kepentingan
Terdakwa dalam melakukan pembelaan.
Selain itu juga menurut Surat Edaran Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor
: SE-004/J.A/11/1993, tanggal 16 November 1993, yang kemudian dijelaskan dengan
www.pemantauperadilan.com 8
Eksaminasi
Surat Edaran Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM.PIDUM) Nomor :
B.607/E/11/1993, tanggal 22 November 1993, merumuskan agar surat dakwaan :
a. Cermat, didasarkan pada ketentuan pidana terkait, tanpa adanya kekurangan
atau kekeliruan yang menyebabkan surat dakwaan batal demi, hukum atau dapat
dibatalkan, atau dinyatakan tidak dapat diterima.
b. Jelas, didasarkan pada uraian yang jelas dan mudah dimengerti dengan cara
menyusun redaksi yang mempertemukan fakta-fakta perbuatan terdakwa
dengan unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan, sehingga terdakwa yang
mendengarkan atau membacanya akan mengerti dan mendapat gambaran
tentang siapa yang melakukan tindak pidana, tindak pidana apa yang dilakukan,
kapan dan dimana tindak pidana itu dilakukan, apa akibat yang ditimbulkan dan
mengapa terdakwa melakukan tindak pidana itu.
c. Lengkap, didasarkan pada uraian yang bulat dan utuh ,yang mampu
menggambarkan unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan, beserta waktu
dan tempat tindak pidana itu dilakukan.
www.pemantauperadilan.com 9
Eksaminasi
hukum sebagaimana diatur dalam pasal 2 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999. Penuntut
Umum memang sudah berusaha menguraikan tindak pidana yang dilakukan
Terdakwa diawali ketika Terdakwa menjadi Ketua KPU Kab. Lumajang, yang disusul
dengan pengajuan dana ke Pemkab Kab. Lumajang, bantuan dana untuk KPU Kab.
Lumajang melalui APBD sebesar Rp. 600 juta kepada KPU Kab. Lumajang dan
sampai pada penggunaan uang Rp. 240 Juta untuk sewa 5 unit mobil yang ditaksir
merugikan Negara Rp. 247.500.000,- (dua ratus empat puluh tujuh juta lima ratus
ribu rupiah). Dimana perbuatan melawan hukumnya ? perbuatan mana yang
memperkaya diri sendiri dan perbuatan mana yang memperkaya orang lain.
Bahwa Dakwaan hanya menguraikan dana dari APBD, tidak menguraikan
untuk apa saja dana sebesar Rp. 600 Juta digunakan KPU Kab. Lumajang
sebagaimana pengajuannya atau menguraikan pos-pos anggaran mana saja yang
dimintakan KPU Kab. Lumajang untuk dibiayai APBD. Akibatnya ketika Penuntut
Umum mendakwa Terdakwa menyelewengkan dana APBD dengan dalih sewa
mobil atau kendaraan bermotor menjadi kabur atau tidak jelas dan tidak bisa dilihat
dengan jelas adanya unsur korupsi dalam sewa mobil tersebut. Maka adalah wajar
kalau hakim memberikan penilaian adalah tidak cukup bilamana jaksa dalam
dakwaannya hanya menyebutkan pasal-pasal ketentuan hukum pidana yang
didakwakan tanpa memberikan uraian yang jelas, terang serta merumuskannya
tentang perbuatan meteriil yang dilakukan oleh terdakwa.
Bahwa kesalahan-kesalahan dalam membuat dakwaan apakah itu disengaja
atau tidak disengaja semestinya tidak perlu terjadi mengingat kerja-kerja yang
terkait dengan pembuatan surat dakwaan sudah diatur secara tegas dan jelas. Bagi
kejaksaan membuat surat dakwaan merupakan kewajiban yang selalu dijalankan
setiap kasus yang ditangani disidangkan di pengadilan.
Bahwa dakwaan yang cermat, jelas dan lengkap tetap menjadi syarat yang
sama ketika Penuntut Umum mendakwa Terdakwa menyelewengkan dana APBN
untuk sosialisasi, penerangan dan Penyuluhan atau untuk pengadaan logistik pemilu.
www.pemantauperadilan.com 10
Eksaminasi
Bahwa dalam surat dakwaan yang dibuat penuntut umum diketahui antara
dakwaan primer dan subsidir bunyi pasalnya sama persis. Jika ini benar, maka hal ini
akan semakin memperkuat bahwa ada upaya tersembunyi yang dilakukan untuk
menyelamatkan terdakwa dari jeratan hukum tindak pidana korupsi.
2. Salah dalam mencantumkan pasal yang dilanggar, yaitu Pasal 55 ayat (1) ke 1
KUHP, dimana dalam KUHP tidak ada Pasal 55 (1) ke 1 KUHP, yang ada Pasal
55 ayat (1) ke 1e dan 2e.
Pengacara Terdakwa dalam Nota Keberatannya (Eksepsi) menyampaikan
bahwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) tidak cermat dalam membuat dakwaan Pasal 55
www.pemantauperadilan.com 11
Eksaminasi
(1) ke 1 KUHP, karena dalam KUHP tidak ada pasal yang dimaksud, namun yang ada
hanyalah Pasal 55 (1), angka 1 e dan 2 e, sehingga dakwaan Jaksa Penunut Umum
(JPU) batal demi hukum karena obscure liber (kabur), confuse (membingungkan),
misleading (menyesatkan), yang mengakibatkan Terdakwa atau Penasehat
Hukumnya kesulitan untuk melakukan pembelaan diri, dan perbuatan yang
menghadapkan Terdakwa dengan surat dakwaan yang tidak jelas atau
membingungkan dikualifikasikan sebagai perkosaan terhadap hak asasi atas
pembelaan diri. Oleh karena pencantuman pasal yang salah merupakan bukti
dakwaan disusun secara tidak cermat sebagaimana disyaratkan oleh Pasal 143 ayat
(3) KUHAP, maka sesuai dengan Pasal 143 ayat (3) KUHAP tersebut surat dakwaan
haruslah dinyatakan Batal Demi Hukum.
Dalam tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas Nota Keberatan (Eksepsi)
Penasehat Hukum Terdakwa terhadap salah pencantuman Pasal 55 (1) KUHP
adalah: Bahwa pencantuman Pasal 55 (1) ke 1 KUHP dalam dakwaan penuntut
bukan Pasal 55 (1) angka 1 e dan 2 e sebagaimana keberatan Penasehat Hukum
Terdakwa, hanyalah sekedar timbul dalam praktek peradilan.
Majelis hakim yang memeriksa perkara tersebut dalam pertimbangan
hukumnya memberikan alasan bahwa apa yang dikemukakan Penasehat Hukum
Terdakwa mengenai kesalahan pencantuman Pasal 55 (1) ke 1 KUHP harus ditolak,
karena hal itu hanya menyangkut persoalan praktek peradilan yang tidak
berimplikasi yuridis.
Harus disadari bahwa KUHP yang dipakai saat ini bukanlah KUHP yang sah,
KUHP yang dipakai saat ini sebenarnya merupakan terjemahan yang dilakukan oleh
pakar hukum, dengan demikian tentu terjemahannya tergantung dari selera dan
kemampuan serta tujuan dari penterjemahnya. KUHP yang sah dalam bahasa
Belanda yang asalnya dari Stb. 1915 Nomor 732 yaitu Wetboek van Strafrecht voor
Nederlandsch Indie (WvS-NI). Kemudian dengan Undang Undang Nomor 1 Tahun
1946 yang tersebut dalam Pasal 1 jo Pasal 6 ayat (1), Wetboek van Strafrecht voor
www.pemantauperadilan.com 12
Eksaminasi
3. Salah dalam mencantumkan pasal yang dilanggar, yakni Pasal 18 sub b Undang
Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang dikatakan sebagai perbuatan pidana yang
telah dilakukan oleh Terdakwa, padahal pasal tersebut merupakan pidana
tambahan bukan delik / perbuatan pidana
Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam Pasal 18 ayat (1) sub b
Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi jo Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang
Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi :
Pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya dengan harta
benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi
www.pemantauperadilan.com 13
Eksaminasi
Bahwa pasal tersebut diatas adalah bukan delik atau perbuatan pidana,
melainkan pidana tambahan, sehingga Pasal 18 ayat (1) sub b tersebut diatas bukan
perbuatan atau delik yang bias didakwakan, sehingga dengan dicantumkannya pasal
tersebutsebagai perbuatan yang dilanggar pula oleh Terdakwa merupakan hal yang
sangat membingungkan bagi Terdakwa.
Dalam tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas Nota Keberatan (Eksepsi)
Penasehat Hukum Terdakwa menyatakan bahwa Pencantuman Pasal 18 ayat (1) sub
b Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi jo Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang
Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
harus dicantumkan dalam surat dakwaan, hal ini sebagai dasar bagi Jaksa (sebagai
eksekutor) untuk mengembalikan kerugian keuangan negara setelah perkara
berkekuatan hukum tetap.
Tentang penggunaan Pasal 18 ayat (1) sub b Undang Undang Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Undang Undang
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 31 Tahun
1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Tim Eksaminator melihat pasal
tersebut tidak ditempatkan secara mandiri, tetapi dikaitkan dengan Pasal 2 ayat (1)
Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi jo Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang
Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Jadi
harus diartikan bahwa pidana tambahan yang dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) sub
b itu juga dikenakan pada Terdakwa
www.pemantauperadilan.com 14
Eksaminasi
www.pemantauperadilan.com 15
Eksaminasi
2. Rekomendasi
a. Harus ada upaya yang lebih intens dan berkelanjutan dimana NGO,
Perguruan Tinggi, Praktisi Hukum, DPRD dan Masyarakat bersama-sama
melakukan pemantauan persidangan dengan tiga obyek sekaligus, yaitu Jaksa,
Hakim dan Tersangka (kuasa hukum tersangka);
b. Mempublikasikan setiap temuan yang dianggap mengganggu proses
penegakan hukum perbuatan korupsi;
c. Melaporkan dugaan korupsi di KPU Kabupaten Lumajang kepada Kejaksaan
Agung, KPK agar dipantau dan mendapatkan dukungan;
d. Mengadakan publik hearing dengan Kejaksaan, DPRD agar kasus dugaan
korupsi di KPU Kabupaten Lumajang penanganannya dimaksimalkan;
e. Jika dimungkinkan dapat dilakukan gelar perkara yang melibatkan aparat
penegak hukum, DPRD, Tersangka, NGO, Perguruan Tinggi, dan masyarakat
untuk mencari solusi alternatif untuk menyelesaikan kasus korupsi tersebut.
www.pemantauperadilan.com 16