Anda di halaman 1dari 21

Rabu, 12 November 2008

Gerontopilia
Manusia tercipta sebagai makhluk yang mampu berpikir (homo sapien), makhluk sosial (homo sosious),
dan makhluk yang percaya pada Tuhan Yang Maha Esa (homo religous) sekaligus juga sebagai makhluk
yang unik. Unik dalam segala perilaku dan perbuatannya, sehingga terkadang sulit diprediksi untuk apa
manusia berbuat sesuatu, yang kadang-kadang sulit diterima berdasarkan nalar yang sehat atau secara
normal. Istilah normal inipun juga bukan patokan yang pasti tetapi tergantung orientasi kita (kapan,
dimana dan siapa); misalnya suatu saat pada hari Jumat kita sholat di parkiran, karena tak kebagian
tempat di dalam mesjid, itu normal, tetapi di saat yang lain orang sholat sendirian di tempat tersebut,
pasti dianggap tidak normal, bisa-bisa ia ditangkap satpam. Itulah salah satu keunikan dalam kehidupan
manusia. Suatu tingkahlaku yang dilakukan seseorang dapat dikatakan baik atau tidak baik, normal atau
tidak normal, sehat atau tidak sehat, dan sebagainya sebenarnya sangat ditentukan orientasi seseorang
dalam kehidupannya.
Keunikan yang ada pada manusia tidak hanya terlihat dalam tingkah laku yang bisa dianggap normal
atau sehat saja, tetapi juga bisa terlihat pada perilaku-perilaku yang dianggap menyimpang seperti
kasus-kasus penyimpangan seksual. kasus-kasus penyimpangan seksual sangat banyak macamnya, dari
yang sifatnya mencari kepuasan bila disakiti (Masochisme) sampai mencari kepuasan dengan menyakiti
orang lain (Sadisme). Dari jatuh cinta dan mencari kepuasan seksual pada anak kecil (Pedopilia) sampai
dengan jatuh cinta dan mencari kepuasan seksual kepada nenek-nenek atau kakek-kakek
(Gerontopilia).

Apa itu Gerontopilia ?


Gerontopilia adalah suatu perilaku penyimpangan seksual dimana sang pelaku jatuh cinta dan mencari
kepuasan seksual kepada orang yang sudah berusia lanjut (nenek-nenek atau kakek-kakek).
Gerontopilia termasuk dalam salah satu diagnosis gangguan seksual, dari sekian banyak gangguan
seksual seperti voyurisme, exhibisionisme, sadisme, masochisme, pedopilia, brestilia, homoseksual,
fetisisme, frotteurisme, dan lain sebagainya. Keluhan awalnya adalah merasa impoten bila menghadapi
istri/suami sebagai pasangan hidupnya, karena merasa tidak tertarik lagi. Semakin ia didesak oleh
pasangannya maka ia semakin tidak berkutik, bahkan menjadi cemas. Gairah seksualnya kepada
pasangan yang sebenarnya justru bisa bangkit lagi jika ia telah bertemu dengan idamannya
(kakek/nenek).

Manusia itu diciptakan Tuhan sebagai makhkluk sempurna, sehingga mampu mencintai dirinya
(autoerotik), mencintai orang lain beda jenis (heteroseksual) namun juga yang sejenis (homoseksual)
bahkan dapat jatuh cinta makhluk lain ataupun benda, sehingga kemungkinan terjadi perilaku
menyimpang dalam perilaku seksual amat banyak. Manusia walaupun diciptakanNya sempurna namun
ada keterbatasan, misalnya manusia itu satu-satunya makhluk yang mulut dan hidungnya tidak mampu
menyentuh genetalianya; seandainya dapat dilakukan mungkin manusia sangat mencintai dirinya secara
menyimpang pula. Hal itu sangat berbeda dengan hewan, hampir semua hewan mampu mencium dan
menjilat genetalianya, kecuali Barnobus (sejenis Gorilla) yang sulit mencium genetalianya. Barnobus
satu-satunya jenis apes (monyet) yang bila bercinta menatap muka pasangannya, sama dengan
manusia. Hewanpun juga banyak yang memiliki penyimpangan perilaku seksual seperti pada manusia,
hanya saja mungkin variasinya lebih sedikit, misalnya ada hewan yang homoseksual, sadisme, dan
sebagainya.

kasus Gerontopilia mungkin jarang terdapat dalam masyarakat karena umumnya si pelaku malu untuk
berkonsultasi ke ahli, dan tidak jarang mereka adalah anggota masyarakat biasa yang juga memiliki
keluarga (anak & istri/suami) serta dapat menjalankan tugas-tugas hidupnya secara normal bahkan
kadang-kadang mereka dikenal sebagai orang-orang yang berhasil/sukses dalam karirnya. Meski jarang
ditemukan, tidaklah berarti bahwa kasus tersebut tidak ada dalam masyarakat Indonesia.

contoh kasus

Untuk dapat memahami perilaku Gerontopilia, saya mengajak pembaca untuk melihat satu contoh
kasus sebagai berikut:

Sebut saja si pelaku berinisial "S". S mulai menceritakan riwayat hidupnya sebagai seorang anak
laki-laki yang ketika berumur 4 tahun ayahnya meninggal dunia, dan selanjutnya ia diasuh
oleh kakek dan neneknya. Kehidupan masa kecilnya bersama nenek dan kakeknya cukup
bahagia, S dapat mengikuti pendidikan formal dengan baik. Setelah lulus SMA, S pindah ke
kota lain karena diterima di salah satu Fakultas Kedokteran Negeri di Sumatera dan akhirnya
berhasil menjadi seorang dokter. Ketika di SMA banyak waktu dihabiskan untuk melakukan
kegiatan-kegiatan di masjid atau surau seperti kawan-kawan sebayanya di sana. Meski telah
menjadi seorang dokter, ada kenangan yang sulit dilupakan karena pada saat S banyak
melakukan kegiatan di surau, ia memiliki kenalan yang sangat akrab yaitu seorang kakek
yang banyak memberikan perhatian, bantuan, dorongan, kesenangan dan kepuasan bagi S
sebagai seorang remaja. Pada saat S kuliah di kota lain hubungan tetap terjalin, tiap malam
minggu ia pulang seperti remaja lain mengunjungi pacarnya. Namun pacar S ini lain dari
yang lain yaitu seorang kakek yang ubanan, bersih dan ganteng, katanya. Apa yang
dilakukan antara kakek dan remaja tersebut ternyata bercinta secara homoseksual. Hal itu
dilakukan cukup lama sejak SMA kelas I sampai S lulus menjadi dokter, pada hal si kakek
tersebut punya anak dan punya istri. Cara bercintanya juga sangat rapi karena tidak ada
yang tahu, baik pihak keluarga kakek maupun keluarga S, termasuk kawan-kawan
sebayanya. Rupanya apa yang dilakukan kedua insan berbeda usia dan sejenis tersebut
membahagiakan kedua belah pihak, karena kedua belah pihak merasa sulit untuk berpisah.
Untuk menjaga kelestarian hubungan antara keduanya, kakek menawarkan kepada S agar
menikah dengan anak perempuannya bernama (K). S sudah cukup kenal dengan K walaupun
merasa tidak cinta, seperti cintanya terhadap ayah K. Namun akhirnya S nikah dengan K
karena ada udang dibalik batu agar tetap dekat dengan ayah K. Dalam kehidupan sebagai
suami istri S menjalaninya biasa-biasa saja, namun hubungan dengan kakek juga tetap
dijalankan, bahkan merasa lebih bebas karena satu rumah. Kadang-kadang ia bermesraan
sama kakek yang sekarang adalah mertua, namun kadang-kadang bermesraan sama K
sebagai istri. Dalam bathin S sering timbul perasaan bahwa cintanya terhadap istri cukup
sebagai simbol status sosial, karena secara umum hal itu merupakan suatu yang wajar
bahwa laki-laki berpasangan dengan wanita. Namun disisi lain S merasa sangat mencintai
kakek dan merasa lebih bergairah dalam bercinta. Bahkan S merasa terangsang dengan istri
bila habis bermesraan dengan kakek, entah bagaimana caranya. Keadaan itulah yang terus
terbawa sampai saat ini. S merasa bergairah dengan istrinya apabila habis bercinta dengan
si kakek.

Kehidupan memang tidak pernah akan berlanjut dengan mulus bagi S untuk
bermesraan dengan dua orang, dimana satu sama lain tidak memperlihatkan
kecumburuan dan kecurigaan dan dua-duanya memberi kepuasan pada
dirinya. Setelah S dengan K memiliki anak pertama, si kakek meninggal
dunia. S pada awalnya merasa shock karena pasangan yang sangat
dicintainya telah tiada dan S kemudian mencurahkan perhatiannya kepada
anak dan istrinya serta pekerjaannya sebagai pegawai negeri. Waktu berlalu
dengan cepat, sampai akhirnya S sudah berpindah-pindah kota dan sudah
menduduki jabatan penting. Suatu saat S ditawari untuk pindah ke Jakarta
dan ia tentu saja merasa sangat senang karena dapat bekerja di pusat.
Setelah berada di Jakarta S merasa senang jika mendapat tugas
mendampingi tamu bule pria untuk keliling daerah. Menurut S umumnya
orang bule senang diajak main cinta dengan dia, sehingga keinginan S untuk
bertemu idamannya yaitu laki-laki, sudah cukup tua, rambutnya putih dan
klimis, apalagi mau diajak bercinta semakin menggebu lagi. Ketika hal itu
dapat dilakukan S maka ia merasa bahagia dan merasa bergairah untuk
bercinta dengan istrinya. Selain itu hubungan S dengan istrinya tidak uring-
uringan dan keduanya merasa bahagia, walaupun keadaan S mungkin tidak
diketahui oleh istrinya.

Dalam kehidupan bermasyarakat perilaku S terlihat biasa-biasa saja namun sebagai seorang seorang
ahli medis ia mendapatkan kesulitan bila menemui pasien seperti yang diidamkannya yaitu pria cukup
tua, rambut putih, penampilan bersih dan klimis. Setiap bertemu pasien seperti itu S langsung naksir
dan amat tertarik. Kata S, secara naluri ia tahu apakah orang yang dihadapi (diperiksa) itu mau diajak
bercinta atau tidak, sehingga hal itu menyebabkan konflik, antara tugas profesi dan dorongan nalurinya
yang tidak pada tempatnya. Untuk menjaga profesinya itu S sangat hati-hati jangan sampai rahasia
dirinya diketahui oleh para pasiennya. Dalam keadaan inilah S sering merasa terganggu ketenangannya
sehingga di rumahpun ia mudah menjadi emosional dan uring-uringan. Keadaan seperti itu terus
berlanjut sampai usianya berkepala lima. Dorongan ingin bertemu dengan idamannya sangat kuat.
Saking kuatnya keinginan tersebut, suatu saat S mencoba mendekati waria di pinggir jalan di sekitar
sebuah taman di Jakarta pada saat waria mejeng di sana. Begitu mudah berkenalan dengan waria bagi
S, namun S menjadi terkejut dan takut karena perilaku waria ternyata lain dengan yang di bayangkan
S. Kata S waria yang ditemuinya ternyata lebih feminin dari wanita, sehingga ia bingung bagaimana
cara merayunya untuk bercinta, sehingga S teringat pada istrinya dan spontan meninggalkann waria
tersebut.

contoh kasusdi
atas menggambarkan bahwa penyimpangan (deviasi) seksual
kadang-kadang memang merupakan sesuatu yang aneh. Misalnya kenapa S
menjadi bingung, obsesif, cemas hanya karena ingin ketemu untuk bercinta
dengan orang yang sudah tua dan sejenis (homo), padahal dia sudah punya
anak dan istri. kasus tersebut juga heteroseksual (punya istri) namun juga
biseksual karena dapat bercinta dengan sejenis maupun lawan jenis. Disisi
lain S juga mengeluh impotensi terhadap istri, walaupun hal itu tidak bersifat
permanen, bahkan jika setelah ketemu idamannya untuk bermain cinta, ia
menjadi bergairah lagi.

Menyikapi masalah-masalah seperti dalam contoh kasus tersebut, kita


semua dituntut untuk memiliki ketahanan mental agar tidak mudah tergoda
untuk melakukan hal-hal yang tidak sewajarnya sehingga akhirnya menjadi
menyimpang. Untuk memperoleh ketahanan mental tersebut kita sudah
diberikan acuan dan pedoman berupa norma-norma agama, norma etika
maupun norma sosial. Oleh sebab itu berperilakulah yang normatif dalam
arti bertingkahlaku mengikuti norma agama, norma etika dan norma sosial
yang berlaku.
Contoh Kasus Anorexia

Kategori Klinis
Oleh : Raymond Tambunan, Psi.
Jakarta, 05 Desember 2001

Analisa
Masalah & Solusi Pakar

Tanya:

Saya Sari mahasiswi sebuah perguruan tinggi swasta di Jakarta. Usia saya 22 tahun, saya
bingung dengan kebiasaan yang saya lakukan tiga tahun belakangan ini. Sejak saya usia 19
tahun saya merasa badan saya terlalu gemuk dan makan terlalu banyak. Pada mulanya
saya mengikuti kontes "ratu-ratuan" di kampus, pada saat itu saya tidak masuk nominasi.
Teman-teman mengatakan bahwa saya terlalu gemuk untuk menang, biarpun wajah dan
postur tubuh saya cukup mendukung. Semenjak itu kebiasaan makan saya berubah. Saya
makan sedikit sekali untuk mencapai berat badan ideal, bahkan sesekali saya tidak makan
sama sekali seharian. Kebiasaan itu terus berlangsung sampai sekarang. Teman-teman
mengatakan bahwa saya sudah kurus, tetapi tetap saja saya tidak yakin dan masih terus
mengurangi makan.

Selama ini keadaan saya terlihat baik-baik saja, tidak seorangpun mengetahui ketakutan
saya akan kegemukan. Orang tua saya tidak mengetahui, karena selama kuliah saya kost,
dan pulang ke rumah seminggu sekali. Kekhawatiran saya mulai timbul setelah selama dua
bulan ini saya tidak datang bulan, padahal saya masih sendiri. Selain itu badan saya terasa
sangat lemas dan sudah beberapa hari tidak bisa buang air besar. Padahal sebelumnya bila
tidak bisa buang air saya biasa memakan obat pencahar agar bisa buang air besar. Tetapi
sekarang biar sudah memakan obat pencahar tetap saja sulit.

Saya ingin menanyakan sebenarnya saya ini kenapa, dan bagaimana mengatasinya. Saya
berusaha meyakinkan diri bahwa saya sehat, tetapi terasa ada yang salah dengan diri saya.
Saya sering mendapat saran dari teman untuk tidak menurunkan berat badan lagi karena
sudah sangat kurus. Tetapi setiap kali saya makan, saya berfikir saya akan gemuk dan itu
sangat menakutkan bagi saya. Apa yang harus saya lakukan?
Jawab:

Halo Sari,

Dari cerita yang anda sampaikan anda mengalami anoreksia. Orang yang mengalami
anoreksia atau lengkapnya anoreksia nervousa sangat ketakutan berat badannya
berlebihan. Orang tersebut akan makan dalam jumlah sangat sedikit dan berolah raga
secara berlebihan untuk menjaga tubuhnya agar tetap ideal. Biasanya penderita anoreksia
nervousa mengalami tanda-tanda sebagai berikut:

Menolak untuk mempertahankan berat badan dan cenderung selalu ingin tampil
lebih kurus.

Selalu takut berat badannya semakin naik, padahal dalam kenyataan berat
badannya semakin kurus saja.

Berhenti menstruasi tiga bulan berturut-turut atau lebih padahal dalam kondisi tidak
hamil

Biasanya anoreksia diderita oleh remaja, namun dalam beberap kasus dijumpai pula pada
anak usia 5 tahun dan ada pula pada usia lanjut yang berusia 60 tahunan. Gejala anoreksia
dapat bermacam-macam tergantung pada penderitannya. Penyakit ini dapat hilang-timbul,
tiba-tiba membaik tetapi dapat muncul lebih buruk secara tiba-tiba pada penderita, bahkan
semakin buruk tanpa ada kemungkinan membaik sama sekali.

Penderita anoreksia beranggapan bahwa kulit dan daging tubuhnya sebagai lemak yang
harus dilenyapkan. Dengan tidak adanya lemak ditubuh penderita, menyebabkan kegiatan
duduk dan berbaring merupakan kegiatan yang tidak nyaman (karena terlalu kurus),
penderita biasanya juga sulit untuk tidur. Selanjutnya penderita berangsur-angsur menarik
diri dari teman dan keluarganya, ia lebih senang menyendiri.

Penderita anoreksia seringkali mengalami penurunan tekanan darah, napas melemah, pada
wanita dewasa menstruasi terhenti, pada anak wanita yang beranjak dewasa mungkin tidak
akan mulai mengalami menstruasi sama sekali, kelenjar tiroid yang mengatur pertumbuhan
berangsur-angsur menghilang. Kulit menjadi kering, rambut dan kuku menjadi rapuh dan
mudah patah.

Seiring itu penderita sering mengeluh pusing (karena kerja kontraksi periodik dinding
lambung dan gerakan menggiling makanan di usus terus terjadi dan bila terjadi berlarut
dapat menyebabkan tukak lambung dan radang usus), kedinginan yang disebabkan
hilangnya lemak tubuh, susah buang air besar (karena memang tidak ada lagi sisa yang
disebabkan tidak adanya makanan yang cukup), lemas (energi yang dihasilkan dari
makanan), dan terjadi pembengkakan sendi. Scara alamiah pada saat itu juga banyak
rambut tumbuh di permukaan tubuh termasuk di muka dan dengan perubahan kimia yang
demikin dahsyat menyebabkan penderita mudah terserang sakit jantung.

Penderita seharusnya segera ditangani, bila sudah berlarut-larut lebih sulit untuk pulih
dengan segera. Walau kondisi badan anda di cermin sudah demikian kurus tetap saja
pikiran mengatakan bahwa masih gemuk. Hal ini memang cukup sulit untuk dipulihkan,
apalagi hal ini telah terjadi dalam jangka waktu yang sudah cukup lama. Banyak penderita
anoreksia yang dirawat dirumah sakit dalam kondisi yang sangat menyedihkan tubuhnya
hanya tulang dibalut kulit, tetapi tetap saja ia merasa gemuk.

Dalam menangani permasalahan ini keluarga harus aktif membantu penderita agar
penderita dapat pulih. Bantuan psikolog dan ahli gizi sangat diperlukan. Langkah awal yang
harus Sari lakukan adalah mengkomunikasikan permasalahan yang dihadapi pada orang
tua. Untuk sementara jangan tinggal dikost sampai kondisi pulih seperti semula. Sebaiknya
perawatan/terapi dilakukan secara intensif dan dapat dilakukan di rumah, kurang lebih
dalam waktu setahun. Tetapi bila kondisi sangat payah maka harus rawat inap di rumah
sakit.

Pada langkah awal Sari harus menyadari bahwa kondisi tubuh sekarang ini sangat kurus
dan yakinkan diri untuk menghilangkan perasaan takut gemuk dengan cara menumbuhkan
rasa percaya diri. Perhatikan tubuh di depan cermin, sadari benar bahwa tubuhmu memang
sangat kurus. Keyakinan diri ini akan lebih kuat bila dibantu ahli permasalahan ini yaitu
dokter atau psikolog.

Segeralah beritahu keluarga dengan terus terang, agar mereka mendukung dan memberi
support untuk dapat pulih seperti sedia kala.

Konsultasikan secara berkala dengan psikolog, dan sangat disarankan untuk berkonsultasi
juga dengan ahli gizi. Bantuan ahli gizi sangat penting, mengigat kondisi Sari saat ini yang
bisa dibilang cukup memprihatinkan. Ahli gizi tahu benar seberapa besar asupan yang
dibutuhkann oleh penderita untuk dapat segera pulih kondisi kesehatannya. Langkah awal
yang harus segera Sari lakukan adalah sesegera mungkin meminta bantuan
dokter/psikolog. Semoga jawaban ini dapat membantu anda.
KESULITAN BELAJAR SISWA DAN BIMBINGAN BELAJAR
Ditulis oleh Admin Vidatra
Selasa, 18 November 2008 13:08
A. Kesulitan Belajar.Dalam kegiatan pembelajaran di sekolah, kita dihadapkan dengan sejumlah
karakterisktik siswa yang beraneka ragam. Ada siswa yang dapat menempuh kegiatan belajarnya
secara lancar dan berhasil tanpa mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit pula siswa
yang justru dalam belajarnya mengalami berbagai kesulitan. Kesulitan belajar siswa
ditunjukkan oleh adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat
bersifat psikologis, sosiologis, maupun fisiologis, sehingga pada akhirnya dapat menyebabkan
prestasi belajar yang dicapainya berada di bawah semestinya.

Kesulitan belajar siswa mencakup pengetian yang luas, diantaranya : (a) learning disorder; (b)
learning disfunction; (c) underachiever; (d) slow learner, dan (e) learning diasbilities. Di bawah
ini akan diuraikan dari masing-masing pengertian tersebut.

1. Learning Disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses belajar seseorang
terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami
kekacauan belajar, potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu atau
terhambat oleh adanya respons-respons yang bertentangan, sehingga hasil belajar yang
dicapainya lebih rendah dari potensi yang dimilikinya. Contoh : siswa yang sudah terbiasa
dengan olah raga keras seperti karate, tinju dan sejenisnya, mungkin akan mengalami kesulitan
dalam belajar menari yang menuntut gerakan lemah-gemulai.
2. Learning Disfunction merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak
berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya
subnormalitas mental, gangguan alat dria, atau gangguan psikologis lainnya. Contoh : siswa
yang yang memiliki postur tubuh yang tinggi atletis dan sangat cocok menjadi atlet bola volley,
namun karena tidak pernah dilatih bermain bola volley, maka dia tidak dapat menguasai
permainan volley dengan baik.
3. Under Achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi
intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah. Contoh :
siswa yang telah dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan tergolong sangat
unggul (IQ = 130 140), namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja atau malah sangat rendah.
4. Slow Learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga
ia membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki
taraf potensi intelektual yang sama.
5. Learning Disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak
mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi intelektualnya.

Siswa yang mengalami kesulitan belajar seperti tergolong dalam pengertian di atas akan tampak
dari berbagai gejala yang dimanifestasikan dalam perilakunya, baik aspek psikomotorik,
kognitif, konatif maupun afektif . Beberapa perilaku yang merupakan manifestasi gejala
kesulitan belajar, antara lain :

1. Menunjukkan hasil belajar yang rendah di bawah rata-rata nilai yang dicapai oleh
kelompoknya atau di bawah potensi yang dimilikinya.
2. Hasil yang dicapai tidak seimbang dengan usaha yang telah dilakukan. Mungkin ada siswa
yang sudah berusaha giat belajar, tapi nilai yang diperolehnya selalu rendah
3. Lambat dalam melakukan tugas-tugas kegiatan belajarnya dan selalu tertinggal dari kawan-
kawannya dari waktu yang disediakan.
4. Menunjukkan sikap-sikap yang tidak wajar, seperti: acuh tak acuh, menentang, berpura-
pura, dusta dan sebagainya.
5. Menunjukkan perilaku yang berkelainan, seperti membolos, datang terlambat, tidak
mengerjakan pekerjaan rumah, mengganggu di dalam atau pun di luar kelas, tidak mau mencatat
pelajaran, tidak teratur dalam kegiatan belajar, dan sebagainya.
6. Menunjukkan gejala emosional yang kurang wajar, seperti : pemurung, mudah tersinggung,
pemarah, tidak atau kurang gembira dalam menghadapi situasi tertentu. Misalnya dalam
menghadapi nilai rendah, tidak menunjukkan perasaan sedih atau menyesal, dan sebagainya.

Sementara itu, Burton (Abin Syamsuddin. 2003) mengidentifikasi siswa yang diduga mengalami
kesulitan belajar, yang ditunjukkan oleh adanya kegagalan siswa dalam mencapai tujuan-tujuan
belajar. Menurut dia bahwa siswa dikatakan gagal dalam belajar apabila :

1. Dalam batas waktu tertentu yang bersangkutan tidak mencapai ukuran tingkat keberhasilan
atau tingkat penguasaan materi (mastery level) minimal dalam pelajaran tertentu yang telah
ditetapkan oleh guru (criterion reference).
2. Tidak dapat mengerjakan atau mencapai prestasi semestinya, dilihat berdasarkan ukuran
tingkat kemampuan, bakat, atau kecerdasan yang dimilikinya. Siswa ini dapat digolongkan ke
dalam under achiever.
3. Tidak berhasil tingkat penguasaan materi (mastery level) yang diperlukan sebagai prasyarat
bagi kelanjutan tingkat pelajaran berikutnya. Siswa ini dapat digolongkan ke dalam slow learner
atau belum matang (immature), sehingga harus menjadi pengulang (repeater)

Untuk dapat menetapkan gejala kesulitan belajar dan menandai siswa yang mengalami kesulitan
belajar, maka diperlukan kriteria sebagai batas atau patokan, sehingga dengan kriteria ini dapat
ditetapkan batas dimana siswa dapat diperkirakan mengalami kesulitan belajar. Terdapat empat
ukuran dapat menentukan kegagalan atau kemajuan belajar siswa : (1) tujuan pendidikan; (2)
kedudukan dalam kelompok; (3) tingkat pencapaian hasil belajar dibandinngkan dengan potensi;
dan (4) kepribadian.

1. Tujuan pendidikan

Dalam keseluruhan sistem pendidikan, tujuan pendidikan merupakan salah satu komponen
pendidikan yang penting, karena akan memberikan arah proses kegiatan pendidikan. Segenap
kegiatan pendidikan atau kegiatan pembelajaran diarahkan guna mencapai tujuan pembelajaran.
Siswa yang dapat mencapai target tujuan-tujuan tersebut dapat dianggap sebagai siswa yang
berhasil. Sedangkan, apabila siswa tidak mampu mencapai tujuan-tujuan tersebut dapat
dikatakan mengalami kesulitan belajar. Untuk menandai mereka yang mendapat hambatan
pencapaian tujuan pembelajaran, maka sebelum proses belajar dimulai, tujuan harus dirumuskan
secara jelas dan operasional. Selanjutnya, hasil belajar yang dicapai dijadikan sebagai tingkat
pencapaian tujuan tersebut. Secara statistik, berdasarkan distribusi normal, seseorang dikatakan
berhasil jika siswa telah dapat menguasai sekurang-kurangnya 60% dari seluruh tujuan yang
harus dicapai. Namun jika menggunakan konsep pembelajaran tuntas (mastery learning) dengan
menggunakan penilaian acuan patokan, seseorang dikatakan telah berhasil dalam belajar apabila
telah menguasai standar minimal ketuntasan yang telah ditentukan sebelumnya atau sekarang
lazim disebut Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Sebaliknya, jika penguasaan ketuntasan di
bawah kriteria minimal maka siswa tersebut dikatakan mengalami kegagalan dalam belajar.
Teknik yang dapat digunakan ialah dengan cara menganalisis prestasi belajar dalam bentuk nilai
hasil belajar.

2. Kedudukan dalam Kelompok

Kedudukan seorang siswa dalam kelompoknya akan menjadi ukuran dalam pencapaian hasil
belajarnya. Siswa dikatakan mengalami kesulitan belajar, apabila memperoleh prestasi belajar di
bawah prestasi rata-rata kelompok secara keseluruhan. Misalnya, rata-rata prestasi belajar
kelompok 8, siswa yang mendapat nilai di bawah angka 8, diperkirakan mengalami kesulitan
belajar. Dengan demikian, nilai yang dicapai seorang akan memberikan arti yang lebih jelas
setelah dibandingkan dengan prestasi yang lain dalam kelompoknya. Dengan norma ini, guru
akan dapat menandai siswa-siswa yang diperkirakan mendapat kesulitan belajar, yaitu siswa
yang mendapat prestasi di bawah prestasi kelompok secara keseluruhan.

Secara statistik, mereka yang diperkirakan mengalami kesulitan adalah mereka yang menduduki
25 % di bawah urutan kelompok, yang biasa disebut dengan lower group. Dengan teknik ini, kita
mengurutkan siswa berdasarkan nilai nilai yang dicapainya. dari yang paling tinggi hingga yang
paling rendah, sehingga siswa mendapat nomor urut prestasi (ranking). Mereka yang menduduki
posisi 25 % di bawah diperkirakan mengalami kesulitan belajar. Teknik lain ialah dengan
membandingkan prestasi belajar setiap siswa dengan prestasi rata-rata kelompok. Siswa yang
mendapat prestasi di bawah rata rata kelompok diperkirakan pula mengalami kesulitan belajar.

3. Perbandingan antara potensi dan prestasi

Prestasi belajar yang dicapai seorang siswa akan tergantung dari tingkat potensinya, baik yang
berupa kecerdasan maupun bakat. Siswa yang berpotensi tinggi cenderung dan seyogyanya dapat
memperoleh prestasi belajar yang tinggi pula. Sebaliknya, siswa yang memiliki potensi yang
rendah cenderung untuk memperoleh prestasi belajar yang rendah pula. Dengan membandingkan
antara potensi dengan prestasi belajar yang dicapainya kita dapat memperkirakan sampai
sejauhmana dapat merealisasikan potensi yang dimikinya. Siswa dikatakan mengalami kesulitan
belajar, apabila prestasi yang dicapainya tidak sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
Misalkan, seorang siswa setelah mengikuti pemeriksaan psikologis diketahui memiliki tingkat
kecerdasan (IQ) sebesar 120, termasuk kategori cerdas dalam skala Simon & Binnet. Namun
ternyata hasil belajarnya hanya mendapat nilai angka 6, yang seharusnya dengan tingkat
kecerdasan yang dimikinya dia paling tidak dia bisa memperoleh angka 8. Contoh di atas
menggambarkan adanya gejala kesulitan belajar, yang biasa disebut dengan istilah
underachiever.

4. Kepribadian

Hasil belajar yang dicapai oleh seseorang akan tercerminkan dalam seluruh kepribadiannya.
Setiap proses belajar akan menghasilkan perubahan-perubahan dalam aspek kepribadian. Siswa
yang berhasil dalam belajar akan menunjukkan pola-pola kepribadian tertentu, sesuai dengan
tujuan yang tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Siswa diakatan mengalami kesulitan
belajar, apabila menunjukkan pola-pola perilaku atau kepribadian yang menyimpang dari
seharusnya, seperti : acuh tak acuh, melalaikan tugas, sering membolos, menentang, isolated,
motivasi lemah, emosi yang tidak seimbang dan sebagainya.

B. Bimbingan Belajar

Bimbingan belajar merupakan upaya guru untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan
dalam belajarnya. Secara umum, prosedur bimbingan belajar dapat ditempuh melalui langkah-
langkah sebagai berikut

1. Identifikasi kasus

Identifikasi kasus merupakan upaya untuk menemukan siswa yang diduga memerlukan layanan
bimbingan belajar. Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun (2003) memberikan beberapa
pendekatan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi siswa yang diduga mebutuhkan layanan
bimbingan belajar, yakni :

1. Call them approach; melakukan wawancara dengan memanggil semua siswa secara
bergiliran sehingga dengan cara ini akan dapat ditemukan siswa yang benar-benar membutuhkan
layanan bimbingan.
2. Maintain good relationship; menciptakan hubungan yang baik, penuh keakraban sehingga
tidak terjadi jurang pemisah antara guru dengan siswa. Hal ini dapat dilaksanakan melalui
berbagai cara yang tidak hanya terbatas pada hubungan kegiatan belajar mengajar saja, misalnya
melalui kegiatan ekstra kurikuler, rekreasi dan situasi-situasi informal lainnya.
3. Developing a desire for counseling; menciptakan suasana yang menimbulkan ke arah
penyadaran siswa akan masalah yang dihadapinya. Misalnya dengan cara mendiskusikan dengan
siswa yang bersangkutan tentang hasil dari suatu tes, seperti tes inteligensi, tes bakat, dan hasil
pengukuran lainnya untuk dianalisis bersama serta diupayakan berbagai tindak lanjutnya.
4. Melakukan analisis terhadap hasil belajar siswa, dengan cara ini bisa diketahui tingkat dan
jenis kesulitan atau kegagalan belajar yang dihadapi siswa.
5. Melakukan analisis sosiometris, dengan cara ini dapat ditemukan siswa yang diduga
mengalami kesulitan penyesuaian sosial

2. Identifikasi Masalah

Langkah ini merupakan upaya untuk memahami jenis, karakteristik kesulitan atau masalah yang
dihadapi siswa. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar, permasalahan siswa dapat berkenaan
dengan aspek : (a) substansial material; (b) struktural fungsional; (c) behavioral; dan atau (d)
personality. Untuk mengidentifikasi masalah siswa, Prayitno dkk. telah mengembangkan suatu
instrumen untuk melacak masalah siswa, dengan apa yang disebut Alat Ungkap Masalah
(AUM). Instrumen ini sangat membantu untuk mendeteksi lokasi kesulitan yang dihadapi siswa,
seputar aspek : (a) jasmani dan kesehatan; (b) diri pribadi; (c) hubungan sosial; (d) ekonomi dan
keuangan; (e) karier dan pekerjaan; (f) pendidikan dan pelajaran; (g) agama, nilai dan moral; (h)
hubungan muda-mudi; (i) keadaan dan hubungan keluarga; dan (j) waktu senggang.

3. Diagnosis

Diagnosis merupakan upaya untuk menemukan faktor-faktor penyebab atau yang


melatarbelakangi timbulnya masalah siswa. Dalam konteks Proses Belajar Mengajar faktor-
faktor yang penyebab kegagalan belajar siswa, bisa dilihat dari segi input, proses, ataupun out
put belajarnya. W.H. Burton membagi ke dalam dua bagian faktor faktor yang mungkin dapat
menimbulkan kesulitan atau kegagalan belajar siswa, yaitu : (a) faktor internal; faktor yang
besumber dari dalam diri siswa itu sendiri, seperti : kondisi jasmani dan kesehatan, kecerdasan,
bakat, kepribadian, emosi, sikap serta kondisi-kondisi psikis lainnya; dan (b) faktor eksternal,
seperti : lingkungan rumah, lingkungan sekolah termasuk didalamnya faktor guru dan
lingkungan sosial dan sejenisnya.

4. Prognosis

Langkah ini untuk memperkirakan apakah masalah yang dialami siswa masih mungkin untuk
diatasi serta menentukan berbagai alternatif pemecahannya, Hal ini dilakukan dengan cara
mengintegrasikan dan menginterpretasikan hasil-hasil langkah kedua dan ketiga. Proses
mengambil keputusan pada tahap ini seyogyanya terlebih dahulu dilaksanakan konferensi kasus,
dengan melibatkan pihak-pihak yang kompeten untuk diminta bekerja sama menangani kasus -
kasus yang dihadapi.

5. Remedial atau referal (Alih Tangan Kasus)

Jika jenis dan sifat serta sumber permasalahannya masih berkaitan dengan sistem pembelajaran
dan masih masih berada dalam kesanggupan dan kemampuan guru atau guru pembimbing,
pemberian bantuan bimbingan dapat dilakukan oleh guru atau guru pembimbing itu sendiri.
Namun, jika permasalahannya menyangkut aspek-aspek kepribadian yang lebih mendalam dan
lebih luas maka selayaknya tugas guru atau guru pembimbing sebatas hanya membuat
rekomendasi kepada ahli yang lebih kompeten.

6. Evaluasi dan Follow Up

Cara manapun yang ditempuh, evaluasi atas usaha pemecahan masalah seyogyanya dilakukan
evaluasi dan tindak lanjut, untuk melihat seberapa pengaruh tindakan bantuan (treatment) yang
telah diberikan terhadap pemecahan masalah yang dihadapi siswa.

Berkenaan dengan evaluasi bimbingan, Depdiknas telah memberikan kriteria-kriteria


keberhasilan layanan bimbingan belajar, yaitu :

* Berkembangnya pemahaman baru yang diperoleh siswa berkaitan dengan masalah yang
dibahas;
* Perasaan positif sebagai dampak dari proses dan materi yang dibawakan melalui layanan,
dan
* Rencana kegiatan yang akan dilaksanakan oleh siswa sesudah pelaksanaan layanan dalam
rangka mewujudkan upaya lebih lanjut pengentasan masalah yang dialaminya.

Sementara itu, Robinson dalam Abin Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan beberapa
kriteria dari keberhasilan dan efektivitas layanan yang telah diberikan, yaitu apabila:

1. Siswa telah menyadari (to be aware of) atas adanya masalah yang dihadapi.
2. Siswa telah memahami (self insight) permasalahan yang dihadapi.
3. Siswa telah mulai menunjukkan kesediaan untuk menerima kenyataan diri dan masalahnya
secara obyektif (self acceptance).
4. Siswa telah menurun ketegangan emosinya (emotion stress release).
5. Siswa telah menurun penentangan terhadap lingkungannya
6. Siswa mulai menunjukkan kemampuannya dalam mempertimbangkan, mengadakan pilihan
dan mengambil keputusan secara sehat dan rasional.
7. Siswa telah menunjukkan kemampuan melakukan usaha usaha perbaikan dan penyesuaian
diri terhadap lingkungannya, sesuai dengan dasar pertimbangan dan keputusan yang telah
diambilnya

Jika Anda ingin mengetahui lebih lanjut tentang bagaimana mekanisme penanganan siswa
bermasalah, silahkan klik tautan di bawah ini. Materi disajikan dalam bentuk tayangan slide

Sumber bacaan :

Abin Syamsuddin, (2003), Psikologi Pendidikan, Bandung : PT Remaja Rosda Karya

Prayitno dan Erman Anti, (1995), Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta : P2LPTK
Depdikbud

Prayitno (2003), Panduan Bimbingan dan Konseling, Jakarta : Depdikbud Direktorat Pendidikan
Dasar dan Menengah

Seri Pemandu Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di Sekolah,(1995), Pelayanan Bimbingan


dan Konseling di Sekolah Menengah Umum (SMU) Buku IV, Jakarta : IPBI

Winkel, W.S. (1991), Bimbingan dan Konseling di Institusi Pendidikan, Jakarta : Gramedia
LAST_UPDATED2
1. DATA IDENTITAS SISWA

1. Nama : HN( inisial)

2. Jenis kelamin : laki-laki

3. Sekolah :

4. Alamat : .

5. Umur/tempat tangal lahir : ..

2. II. LATAR BELAKANG KELUARGA

1. Nama orang tua :

1. Ayah : KM (inisial)

2. Ibu : PT (Inisial )

2. Pendidikan terakhir : SD

3. Pekerjaan :

1. Ayah : Kuli press genteng

2. Ibu : buruh pabrik

4. Tingkat Sosial Ekonomi : Sederhana

5. Status keadaan orang tua :

Ayah kandung, sedangkan Ibu sudah meninggal

Klien tinggal bersama dengan siapa : Klien tinggal bersama ayah dan ibu tirinya

III. PERUMUSAN PROBLEM ATAU MASALAH

HN merupakan anak tunggal dari bapak KM dan ibu PT. Ibu PT merupakan ibu tiri dari HN,
karena Ibu kandung HN sudah meninggal sejak HN masih kecil. Namun begitu HN diasuh
dengan penuh kasing saying oleh ibu tirinya layaknya anak sendiri, namun ayah HN adalah
seorang ayah yang temramen yang tak segan-segan memukul HN jika HN salah. Namun jika HN
menuruti apa kata ayahnya ayahnya adalah seorang sosok yang sanagt baik, apapun yang diminta
HN selalu dituruti.Semasa SD HN adalah anak yang tergolong penurut dan rajin kesekolah.
Namun setelah Dia masuk SMP keadaan Mulai berubah HN beberapa kali terkena kasus
disekolah terkait dengan pelnggaran didisiplin yang ada disekolah tersebut bahkan dia pernah
tidak membayarkan SPP selama satu tahun, karena kejadian itu ayah HN marah keras HN
dirumah dihajar habis-habisan dn hal itu membuat HN sadar dan dia bisa mngrangi
kenakalannya tersebut. Meskipun HN tergolong anak yang tidak diunggulkan dalam hal prestasi
namun dia berhasil lulus dengan hasil yang pas-pasan. Setelah lulus SMP HN sempat mendaftar
dibeberapa sekolah negeri dikudus namun dia tidak diterima, hingga akhirnya atas perintah orang
tua dia masuk STM , padahal HN sama sekali tidak berminat sekolah disekolah tersebut, tapi
karena terpaksa dari pada tidak sekolah akhirnya dia pun menuruti perintah ayahnya.

Pada awal-awal masuk sekolah HN terlihat seperti anak kebanyakan yang menjalani rutinitas
pelajar. Namun selang beberapa bulan kemudian HN terlihat sering melanggar kedisiplinan
disekolah seperti membolos, tidak mencatat,dan tidak mengerjakan tugas. HN melakuakn itu
bukan hanya pada satu pelajaran saja, tapi hampir semua mata pelajaran dia begitu, hal tersebut
membuat sebagian guru tidak suka dan memberikan jusmen yang tidak baik pada HN.

IV. PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS

Dalam pengumpulan data teknik yang digunakan

A. Pengumpulan Data

1. Wawancara

Wawancara disini dilakukan dengan siswa itu sendiri, guru, teman sekitar

Hasil wawancara dengan Klien diperoleh informasi :

1. Dia membolos karena diajak teman-temannya, dan dia tidak bisa menolak
karena dia banyak berhutang budi pada temannya itu

2. Klien pernah kabur dari rumah selama satu bulan, dan setiap hari untuk
keperluan makan dia ditanggung oleh temnnya dan menjual HP pembelian
orang tua

3. Klien kabur dari rumah karena berkelahi sama ayahnya dengan dikarenakan
klien minta uang tidak dikasih terus ngamuk dan hal tersebut membuat ayah
klien naik darah hingga dia main tangan namun yang terjadi klien melwan
perlakuan ayahnya tersebut. Karena jengkel Klien minggat dari rumah
4. Selama dia meninggalkan rumah dia tinggal ditempat teman-temannya, dan
aktifitas yang sering dilakukan adalah minum-minuman keras dan bersenang-
senang dengan teman-temannya

5. Klien menyadari bahwa apa yang dilakukannya salah akhirnya dia pulang dan
meminta maaf dan orang tuanyapun memaafkan dia

6. Klien berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak lagi melkukan kesalahan dan
ingin patuh pada orang tua

7. Namun lagi-lagi disekolah dia selalu diajak bolos teman-temannya dan lagi-
lagi dia tidak bisa menolak dengan alasan sungkan/ewoh, dan merasa tidak
enak jika menolak

8. Klien punya cita-cita ingin membuka sebuah bengkel sendiri kelak setelah
lulus dari sekolah

Hasil wawancara dengan guru diperoleh informasi :

1. Beberapa minggu terakhir ini HN sering tidak masuk sekolah untuk beberapa
mata pelajaran

2. Ketika HN masuk kelas HN cenderung kurang bersemangat dalam mengikutu


pelajaran

3. Sebagian besar guru tidak suka dengn HN karena sering membantah dan
tidak mengerjakn apa yang diperinta oleh guru

Hasil wawancara dengan teman sekitar rumah dan teman sekolahnya :

1. Klien meruapakan ank yang mudah bergaul

2. Klien mempunyai tabiat dablek, artinya jika dinasehati seakan-akan


mendengarkan, namun setekh itu dianggap angin lalu

3. Disekolah klien selalu ngumpul dengan anak-anak biag rese disekolah ketika
istirahat sekolah

4. Klien juga sering membantah jika guru mendengarkan bahkan kalau dia tidak
suka kadang-kadang dia meninggalkan kelas begitu saja

5. Beberapa kali guru berkata kasar pada klien

2. Observasi

Berdasarkan hasil pengamatan secara lngsung maupun tidak langsung klien


1. Klien sering kelihatan males jika belajar, dia lebih sering main dan pulang
malam

2. Dikelas klien kelihatan kurang bersemangat dan kelihatan tidak suka kepada
guru

B.Analisis data

Dari data yang diperoleh tentang diri klien maka bisa dikatakan bahwa masalah yang dialami
klien terkait beberapa aspek yaitu aspek pribadi, sosial dan belajar.

C. Kesimpulan

Namun setelah dilakukan telaah lebih jauh masalah yang paling menonjol lebih kepada masalah
pribadi

Kelebihan :

1. Klien punya cita-cita dan impian yang besar

2. Klien sudah menyadari apa yang dilakukan itu salah

Kekurangannya :

1. Klien sulit menolak ajakan teman-temannya, takut jika menolak akan dijauhi

2. Klien mudah tersinggung jika ada guru yang berkata kasar kepadanya

3. Merasa sulit menerima pelajaran yang diberikan guru

4. Pesimis, Klien merasa meskipun dia masuk terus belum tentu naik kelas
untuk semester ini karena sudah banyak pelanggaran yang dilakukan dan
sudah terlalu banyak guru yang membencinya.

V. PROGNOSIS

Rencana bantuan yang akan diberikan terkait dengan masalah yang dilami klien adalah proses
konseling dengan pendekatan behavioristik alasan penggunaan teknik, teknik ini dianggap tepat
karena perilaku-perilaku yang terjadi sebagian besar disebabkan oleh lingkungan

VI. KONSELING

Karena dalam proses konseling yang aka digunakan adalah pendekatan BH maka dalam proses
konseling nanti menggunakan beberapa teknik khusus seperti
1. Relaksasi, Keadaan relaks adalah keadaan pada mana seseorang berada
dalam keadaan tenang, dalam suasana emosi yang tanang dalam keadaan
seperti ini klien akan bisa berfikir lebih ralistik tentang segala kemunginan
terhadap keputusan yang di ambil

2. Latihan Asertif

Perilaku asertif adalah perilaku antar perorangan (interpersonal) yang melibatkan aspek
kejujuran dan keterbukaan pikiran dan perasaan. Perilaku asertif di tandai oleh kesesuaian sosial
dan seseorang yang berperilaku asertif mempertimbangkan perasaan dan kesejahteraan orang
lain. Latihan seperti ini penting supaya memiliki keberanian untuk mengatakan sesuatu yang
tidak sesuai dengan hatinya

1. Self control,Melalui pendekatan penguasaan diri, pasien atau klien


dimungkinkan memiliki pegangan untuk menghadapi masalah. Pendekatan
ini menggunakan dasar proses kondisioning aktif (operant).

2. Pengkondisian operan

pengkondisian dimana organisme (manusia) menghasilkan suatu respon, atau operan (sebuah
kalimat atau ujaran atau aktifitas-aktifitas yang beroperasi atas dasar lingkungan), operan
tersebut dijaga (dipelajari) melalui penguatan (reinforcement)

VII. EVALUASI

Dalam suatu kegiatan konseling evaluasi dilakukan secara bertahap yaitu evauasi segera (laiseg),
evaluasi jangka pensek (laijapen) dan evaluasi jangka panjang (laijapan) evaluasi dilakukan
untuk mengatahui sejauh mana treatmen yang diberikan berhasil atau tidak, dan ini
membutuhkan waktu yang cukup lama, karena itu peranan konselor, wali kelas, guru bidang
studi sangat diperlukan untuk menentukan perkembangan klien dengan senantiasa memantau
perkembangan klien tersebut.

Adapun langkah-langkah yang dilakukan adalah :

1. Melimpahkan masalah tersebut kepada wali kelas maupun kepada guru


bidang studi yang bersangkutan agar selalu memonitor dan terus
memberikan layanan kepada siswa kasus tersebut.

2. Memberikan motivasi kepada siswa kasus untuk selalu giat belajar sehingga
prestasi belajar yang telah diraihnya dapat dipertahankan.

3. Menyarankan kepada orang tua atau wali siswa kasus agar senantiasa
memberikan perhatian kepada putra-putrinya, khususnya dalam belajar serta
memberikan motivasi kepada siswa untuk belajar dengan baik. Selain itu,
orang tua juga perlu mendukung keinginan siswa yang berhubungan dengan
cita-citanya.

Tinggalkan Balasan

mendapatkan nilai dan ijazah yang bagus, tanpa memperhatikan bekal atau keahlian yang
dimiliki oleh siswa atau anak itu.

Untuk siswa SMA pada umumnya mereka mulai dihadapkan pada permasalahan
mengenai apa yang menjadi bakat atau minat mereka. Sehingga permasalahan cari
potensi bakat merupakan hal yang amat penting. Hal ini dianggap sangat penting karena
nantinya menentukan kesuksesan akan masa depan mereka sendiri. Apabila seorang
individu tidak dapat mengenali bakat dan minat yang ada di dalam diri mereka maka
individu tersebut tidak dapat mengenali kemana potensi diri mereka akan dimaksimalkan.
Bukanlah tidak mungkin seorang siswa yang berprestasi pun kesusahan di dalam
menentukan apa yang menjadi minat serta bakat dalam diri mereka.

Guru BK mempunyai peranan yang dinilai penting di dalam hal ini. Di SMA Negeri 1
Rancaekek, salah seorang guru BK yang saya wawancarai mengemukakan bahwa
kebanyakan siswa yang berprestasi di sekolah tersebut mengeluhkan soal minat dan bakat
mereka. Hampir 40 persen siswa di SMA 1 Rancaekek keberatan dengan jurusan dan
sekolah yang mereka pilih. Contoh kasus:

1. Ada siswa yang ingin melanjutkan ke STM tetapi karena keinginan orang tua maka
terpaksa ia masuk SMA. Memang siswa tersebut berprestasi di kelasnya tetapi karena
siswa tersebut merasa lebih berminat mempelajari mesin-mesin sementara di SMA tidak
belajar akan masalah mesin, maka dia merasa bingung dalam menentukan jurusan.

2. Ada siswa yang salah memilih jurusan. Banyak siswa yang bakat dan minatnya di IPA
tetapi karena akhir-akhir ini diberlakukan standar kelulusan yang tiap tahun semakin naik
nilainya, maka banyak siswa IPA yang ramai pindah ke IPS. Akan tetapi sebagian besar
dari mereka jenuh karena tidak berminat untuk menghapal dan banyak juga yang
kewalahan belajar akuntansi.

3. Ada pula siswa yang bingung dalam memilih jurusan ketika akan masuk ke perguruan tinggi, bahkan ada juga
siswa yang bingung ketika memilih perguruan tinggi yang bonafit baik itu swasta ataupun negeri

4. Yang terakhir, ada siswa yang mengeluhkan bagaimana keadaan dunia kerja dan
pekerjaan apa yang layak mereka terima ketika mereka menyelesaikan studi mereka di
bangku SMA. Hal ini dikarenakan semakin ketatnya persaingan di dunia kerja itu sendiri.
Dapat dikatakan permasalahan mengenai minat dan bakat dan juga tentang orientasi masa
depan menjadi permasalahan utama siswa yang berprestasi di SMA.Uraian di atas
merupakan salah satu tujuan dari adanya bimbingan karier yang ada di sekolah yang
dilaksanakan di bawah asuhan BK.

Mengenai waktu pelaksanaan bimbingan karier dapat diintegrasikan dengan jam-jam


pelajaran yang sudah ada, atau pun menyediakan jam khusus untuk keperluan bimbingan
karier ini. Jika cara ini yang dipilih maka semua guru kelas dan semua guru bidang studi
sekaligus menjadi guru bimbingan karier. Dalam setiap pelajaran yang diberikan, guru
dapat menyelipkan berbagai macam hal yang berkaitan dengan pekerjaan/jabatan/karier

anak-anak di masa mendatang, disesuaikan dengan tahap perkembangan karier anak.


Kalau ada tenaga khusus untuk Bimbingan Karier, maka penyediaan jam khusus akan
sangat bermanfaat. Selain melakukan konseling dan bimbingan yang menyangkut soal
karier, BK juga melakukan penyuluhan-penyuluhan mengenai pentingnya mengenal
potensi yang ada dalam diri dan juga termasuk minat dan bakat karena nantinya berguna
untuk penentu masa depan selepasnya dari SMA. Yang dimaksudkan karier di sini adalah
orientasi siswa setelah selesai dari SMA. Hal ini terkait mengenai cita-cita siswa tersebut
ditinjau dari potensi yang ada dalam diri siswa tersebut. Bimbingan karier juga termasuk
salah satu dari empat belas bentuk pelayanan di dalam praktek pekerjaan sosial.
Pelaksanaan bimbingan karier di sekolah merupakan salah satu wujud BK di dalam
menyelesaikan permasalahan siswa di SMA mengenai minat dan bakat sekaligus
orientasi masa depan mereka. Dalam hal ini sekolah menjalin hubungan kerja sama
antara sekolah dengan masyarakat di luar sekolah seperti ceramah dari tokoh berkarier,
kunjungan, pengumpulan informasi di berbagai perusahaan dan lapangan, mengumpulkan
informasi jabatan, konsultasi dengan penyuluh BK dalam rangka pemilihan program
pilihan dan situasi yang diciptakan cukup memadai maka BK telah dilaksanakan dengan
baik. Bimbingan karier dapat dilakukan lewat obrolan dua arah antara konselor, dalam
hal ini guru pembimbing dengan siswa asuhannya seputar masalah cita-cita ditinjau dari
minat dan bakat berikut segala kendala yang dihadapi siswa tersebut.

http://go-kerja.com/peranan-sekolah-dalam-karier/

Bimbingan
Karier di
SLTP

Ditulis Oleh Ifdil Dahlani

Bimbingan karir di SLTP merupakan proses bantuan yang dberikan oleh konselor sekolah kepada siswa dalam rangka pemberian informasi

karir dan pekerjaan sehingga muncul kesadaran pada diri siswa untuk memilih pekerjaan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan yang dimiliki.

Karakteristik siswa di SLTP, adalah:


1. Siswa berusia antara 12/13 - 15/16 tahun.

2. Tugas-tugas pokok perkembangan yang harus dicapai anak , yaitu:

a. mengenal kemampuan, bakat, minat, serta arah kecenderungan karir.

b. mengembangkan pengetahuan dan keterampilan untuk pendidikan lanjutan.

c. mengenal gambaran dan mengembangkan sikap pribadi yang mandiri.

d. mengarahkan diri pada peranan sosial sebagai pria atau sebagai wanita.

3. Perkembangan kemampuan berpikir anak sudah pada tahap operasional formal, dimana anak sudah mulai berpikir
secara abstrak, namun masih perlu bantuan dengan contoh-contoh konkrit dalam kehidupan sehari-hari.
4. Konsep belajar sudah mulai berkembang pada tahap pemahaman, dimana setiap informasi/konsep atau peristiwa
belajar dapat dicerna oleh aspek kognitifnya sehingga mereka memperoleh pemahaman diri yang lebih baik.
5. Berada pada tahap perkembangan remaja, sedang mengalami masa pubertas dan mencari identitas diri.

Tujuan umum bimbingan karir di SMP/SLTP adalah memberikan kesempatan pada siswa untuk melibatkan diri secara aktif dalam suatu

proses yang dapat mengungkapkan berbagai macam karir. Melalui proses tersebut diharapkan siswa menyadari dirinya, kemampuannya, dan hubungan

antara keduanya dengan berbagai karir dalam

masyarakat. Tujuan khusus bimbingan karir di SMP adalah:

1. Memahami lebih tepat tentang keadaan dan kemampuan diri para siswa.

2. Membina kesadaran terhadap nilai-nilai yang ada pada diri pribadi siswa.

3. Mengenal berbagai jenis sekolah lanjutan tingkat menegah atas (SMA/MA).

4. Mengenal berbagai jenis pekerjaan.


5. Memberi penghargaan yang obyektif dan sehat terhadap dunia kerja.

Fungsi bimbingan karir di SMP adalah:

1. Memberikan arahan kepada siswa agar mempunyai wawasan awal yang objektif tentang pendidikan lanjutan
dan lapangan pekerjaan
2. Memberikan bekal tambahan dalam melalui masa peralihan yang sistematis dari status siswa menjadi anggota
masyarakat yang produktif.
3. Memberikan kesempatan untuk mengenal serta membina sikap, minat, dan nilai terhadap dunia kerja.
Ada lima materi pokok bimbingan karir di SMP/SLTP, yaitu:
1. Pengenalan konsep diri berkenaan dengan bakat dan kecenderungan pilihan karir/jabatan serta arah

pengembangan karir.

2. Pengenalan bimbingan karir khususnya berkenaan dengan pilihan pekerjaan.

3. Orientasi dan informasi jabatan dan usaha untuk memperoleh penghasilan.

4. Pengenalan berbagai jenis lapangan pekerjaan yang dapat dimasuki tamatan SMP.

5. Orientasi dan informasi pendidikan menengah sesuai dengan cita-cita melanjutkan pendidikan dan

pengembangan karir.

Bimbingan karir di SMP merupakan kelanjutan dari bimbingan karir di SD, melalui guru pembimbing siswa mendapatkan berbagai

informasi tentang karir sehingga dapat membina sikap dan apresiasinya terhadap jenis pendidikan, jenis pekerjaan, dan menelusuri hubungan antara kerja

dan waktu luang, memperluas minat kerja, serta memberikan berbagai informasi tentang pekerjaan sehingga memunculkan kesadaran siswa untuk

menentukan pilihan pekerjaannya dimasa datang sesuai dengan bakat dan minat yang dimilikinya.

Anda mungkin juga menyukai