Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Secara umum, gas dapat di bedakan menjadi dua macam golongan yaitu gas
ideal dan gas tak ideal (gas nyata). Semua gas gas yang kita temukan dalam
kehidupan sehari hari termasuk ke dalam gas tak ideal ataupun gas nyata. Sedangkan
gas ideal pada kenyataannya tidak pernah ada. Namun, sifat sifatnya didekati oleh
gas tak ideal pada tekanan yang rendah.
Dalam suatu materi berupa gas, berat molekul suatu gas tersebut dapat
ditentukan dari massa jenis yang diketahui. Hal ini terbukti dari persamaan gas ideal
yang apabila diturunkan dapat memenuhi perhitungan berat molekul. Seperti yang
telah diketahui, suatu gas dapat dikatakan ideal jika berada dalam keadaan tertentu,
seperti tidak ada gaya tarik menarik antar molekul gas, volume gas tersebut dapat
diabaikan, dan tidak terdapat perubahan energi dalam.
Dari persamaan gas ideal yang telah mengandung unsur mol zat yang
diketahui, dapat ditentukan berat molekulnya. Sehingga mudah bagi kita untuk
menentukan berat molekul gas tersebut jika gas itu dianggap sebagai gas ideal.
(Chang, 2004)
Dalam percobaan ini dingunakan cairan volatil yang di uapkan dalam
penangas air, sehingga terbentuk gas yang akan ditentukan rumus molekulnya Cairan
volatil adalah cairan yang akan sangat mudah menguap apabila terjadi kenaikan suhu
pada caairan tersebut. Contohnya methanol, kloroform, dietil eter, butanol, dan lain
lain (Kamarga, 2008)
Dengan teknik atau langkah kerja yang di tentukan, akan didapat uap cairan
yang akan ditentukan berat molekulnya, yang memiliki tekanan yang sama dengan
tekanan atmosfer sehingga akan didapat berat molekul dari perhitungan persamaan
gas ideal (Bird, 1987)

1
1.1 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah:
1. Untuk menentukan berat molekul senyawa volatil berdasarkan
pengukuran massa jenis gas.
2. Untuk melatih penggunaan persamaan gas ideal.

1.2 Perumusan Masalah


Adapun permasalahan yang timbul pada percobaan berat molekul volatil ini
antara lain:
1. Bagaimana cara menentukan berat molekul cairan volatil.

1.3 Manfaat percobaan


Adapun manfaat dari percobaan ini adalah:
1. Praktikan dapat mengetahui berat molekul senyawa volatil.
2. Praktikan dapat menentukan berat molekul senyawa volatil berdasarkan
pengukuran massa jenis gas
1.4 Ruang Lingkup Percobaan
Praktikum berat molekul volatil ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia
Fisika, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara dan
dalam kondisi ruangan:
Adapun senyawa volatil yang di gunakan dalap pelaksanaan praktikum ini
adalah dietil eter (C4H10O ), etanol (C2H5OH ), dan kloroform ( CHCl 3) berturut turut
sebanyak 3mL, 4 mL, dan 8 mL. Alat ,yang digunakan dalam pelaksanaan praktikum
berat molekul volatil adalah water batch, termometer, penjepit tabung, karet gelang,
aluminium foil, jarum, neraca elektrik, erlenmeyer, gelas ukur, dan pipet tetes.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sifat Sifat Gas


Sifat sifat fisis yang khas dari sebuah gas adalah:
1. Gas mempunyai volume dan bentuk menyerupai wadahnya.
2. Gas merupakan wujud materi yang paling mudah dimampatkan.
3. Gas gas akan segera bercampur secara merata dan sempurna juka
ditempatkan dalam wadah yang sama.
4. Gas memiliki kerapatan yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan
cairan dan padatan. ( Chang, 2004)

2.2 Hukum Hukum Gas


a. Hubungan Tekanan- Volume: Hukum Boyle
Hokum boyle menyatakan bahwa tekanan dari sejumlah tetap suatu
gas pada suhu yang dijaga konstan adalah berbanding terbalik dengan
volumenya.
PV=C1
Bentuk hokum boyle ini mengatakan bahwa hasil kali antara tekanan
dan volume suatu gas pada suhu dan jumlah gas yang konstan adalah
konstanta. Sehingga, untuk suatu sampl gas tertentu di bawah dua kondisi
yang berbeda pada suhu konstan, maka diperoleh
P1V1 = P2V2 (Chang, 2004)
Dimana:

P1 = tekanan awal (N/m)

P2 = tekanan akhir (N/m)

V1 = volume awal (m)

V2 = volume akhir (m)


b. Hukum Charles
Hukum Charles menyatakan bahwa jika tekanan gas dipertahankan
konstan, maka volum gas berbanding lurus dengan suhunya.
V/T = C3 (Chang, 2004)
Dimana C3 adalah Konstanta
c. Hukum Gay Lussac
Gay Lussac menyatakan bahwa apabila volume gas dipertahankan kostan,
maka tekanan gas berbanding lurus dengan suhu
P / T = K (konstanta) (Chang, 2004)
d. Hukum Avogadro
Menyatakan bahwa dua sampel gas ideal dengan volume, suhu, dan
tekanan yang sama, maka akan mengandung molekul yang jumlahnya sama.
V / N = K (konstanta)
Atau
V1 / N1 = V2 / N2 (Chang, 2004)

2.3 Faktor Koreksi


Hasil perhitungan nilai berat molekul volatil akan mendekati nilai
sebenarnya, dan mengandung kesalahan. Pada saat labu erlenmeyer kosong
ditimbang, labu ini penuh dengan udara. Setelah pemanasan dan pendinginan alam
desikator, tidak semua uap cairan volatil kembali ke bentuk cairnya, sehingga akan
mengurangi jumlah udara yang masuk kembali ke dalam labu erlenmeyer. Jadi,
massa labu erlenmeyer dalam keadaan ini lebih kecil daripada massa labu
erlenmeyer dalam keadaan semua uap cairan kembali ke bentuk cairnya. Oleh karena
itu, massa cairan volatil sebenarnya harus ditambahkan dengan massa udara yang
tidak dapat masuk kembali ke dalam labu erlenmeyer karena adanya uap cairan yang
tidak mengembun.
Dengan menggunakan nilai tekanan uap pada suhu kamar, bersama sama
dengan data mengenai volume labu erlenmeyer dan berat molekul udara (28,8
g/mol), dapat dihitung faktor koreksi yang harus ditambahkan pada massa cairan
volatil. Dengan memasukkan faktor koreksi, akan diperoleh nilai berat molekul yang
lebih tepat. (Bird, 1893)
2.4 Senyawa volatil
Senyawa volatil adalah senyawa yang mudah menguap, terutama jika terjadi
kenaikan suhu. Seperti senyawa golongan alkohol ( metanol, etanol, propanol,
butanol, dll), dietil eter, aseton, dan lain lain. (Tamzil, dkk, 2009)

2.5 Teori Bahan


2.5.1 Etanol (C2H5OH)
Etanol (C2H5OH) adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah
terbakar, tak berwarna, dan merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam
kehidupan sehari-hari. Sifat fisika dari etanol adalah bening, mudah menguap,
memiliki aroma khas, dan mudah terbakar. Sedangkan sifat kimia dari etanol adalah
memiliki pH netral, memiliki titik didih 78.2oC - 78.5oC, dan memiliki densitas
785.3 kg/m3 809 kg/m3 pada suhu kamar. Etanol dipakai pada thermometer
modern, pelarut, bahan bakar, dan sebagai campuran dalam minuman tertentu. Pada
penguapan etanol, cairan etanol dipanaskan sampai mencapat titik didih etanol,
etanol akan menguap dan uap etanol akan disalurkan melalui tabung untuk di
tampung.

Etanol dapat di dapatkan dari proses fermentasi, dan secara petrokimia yaitu
hidrasi etilena. Fermentasi etanol, juga disebut sebagai fermentasi alkohol, adalah
proses biologi di mana gula seperti glukosa, fruktosa, dan sukrosa diubah menjadi
energi seluler dan juga menghasilkan etanol dan karbon dioksida sebagai produk
sampingan. Karena proses ini tidak membutuhkan oksigen, melainkan khamir yang
melakukannya, maka fermentasi etanol digolongkan sebagai respirasi anaerob.
Fermentasi etanol digunakan pada pembuatan minuman beralkohol dan bahan bakar
etanol, juga dalam mengembangkan adonan roti. Satu mol glukosa diubah menjadi
2 mol etanol dan 2 mol karbon dioksida:

C12H22O11 +H2O + invertase 2 C6H12O6


C6H12O6 + Zymase 2C2H5OH + 2CO2 (Maiorella, 1983)

2.5.2 Kloroform (CHCL3)


Kloroform (CHCL3) adalah nama umum untuk triklorometana (CHCl 3) dan
sering digunakan sebagai bahan pembius, dan pelarut. Sifat fisika kloroform adalah
tidak berwarna, memiliki berat molekul 119,39 gram/mol, densitas 1,48 ml/m 3, titik
didih sebesar 61,2oC. sedangkan sifat kimia yang dimiliki kloroform yaitu apabila
kloroform bereaksi dengan udara dan cahaya, maka ia akan membantuk senyawa
beracun karbonil klorida. Kloroform digunakan sebagai obat bius dan pelarut.
Kloroform dapat di dapatkan dengan mencampurkan etil alkohol dengan kalsium
hipoklorit. (Midgley, 1999)
2.5.3 Dietil Eter (C4H10O)
Dietil eter (C4H10O) adalah golongan senyawa eter. Dietil eter merupakan
cairan yang tak berwarna, mudah menguap dan mudah terbakar, baunya harum
menyengat. Seperti eter pada umumnya, dietil eter merupakan senyawa yang inert,
memiliki titik didih 34,6oC, dan memiliki densitas 0,1734 g/cm3. Sifat kimia dari
senyawa ini adalah eter cenderung membentuk peroksida yang bersifat racun dan
mudah terbakar. Eter digunakan sebagai campuran bahan bakar, anestesi, obat
inhalan, dan sebagai pelarut. Dietil eter didapatkan dari hasil sampingan hidrasi
etilena dalam proses pembuatan etanol. (Pugazhvadivu, 2009)
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Bahan dan peralatan


3.1.1 Bahan dan fungsi
Adapun bahan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
a. Dietil eter (C4H10O)
Fungsi: Sebagai sampel senyawa volatil pada percobaan
b. Etanol (C2H5OH)
Fungsi: Sebagai sampel senyawa volatil pada percobaan
c. Kloroform (CHCl3)
Fungsi: Sebagai sampel senyawa volatil pada percobaan
d. Aquadest (H2O)
Fungsi: Sebagai penguap cairan volatil.
3.1.2 Peralatan dan fungsi
Adapun Peralatan yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
a. Labu erlenmeyer (150 ml)
Fungsi: sebagai tempat sampel diuapkan.
b. Water Batch
Fungsi: sebagai tempat pemanasan.
c. Neraca Elektrik
Fungsi: sebagai alat untuk menimbang sampel.
d. Desikator
Fungsi: sebagai alat untuk menyerap partikel air.
e. Gelas Ukur
Fungsi: sebagai alat mengukur volume zat cair.
f. Termometer
Fungsi: sebagai alat pengukur suhu larutan.
g. Alumunium Foil
Fungsi: sebagai penutup mulut labu erlenmeyer.
h. Karet Gelang
Fungsi: sebagai pengedap udara.

i . Jarum
Fungsi: sebagai pembuat lubang pada aluminium foil.
j. Penjepit Tabung
Fungsi: sebagai alat untuk menjepit labu erlenmeyer.
k. Pipet Tetes
Fungsi: sebagai pemindah cairan dalam volume yang sangat kecil.
3.2 Prosedur Percobaan
Adapun prosedur percobaan dalam praktikum ini adalah:
1. Labu erlenmeyer kosong ditimbang dengan menggunakan neraca digital.
2. Labu erlenmeyer ditutup dengan aluminium foil kemudian dikencangkan
dengan karet gelang
3. Labu erlenmeyer kosong, aluminium foil, dan karet gelang ditimbang
dengan menggunakan neraca digital.
4. Alumunium foil yang menutup labu erlenmeyer dibuka kemudian
dimasukkan cairan volatil kedalamnya, kemudian ditutup kembali
dengan menggunakan alumunium foil dan karet gelang yang sama.
Kemudian dengan jarum kecil dibuat lubang pada penutupnya.
5. Labu erlenmeyer direndam dalam water batch bersuhu 100oC. Biarkan
hingga semua cairan volatil menguap, kemudian catat suhu pada water
batch ketika cairan volatil menguap.
6. Setelah semua cairan volatil menguap, labu erlenmeyer diangkat dari
water batch. Bagian luarnya dikeringkan menggunakan kain lap
dan didinginkan di dalam desikator sekitar 30 menit sehingga udara
masuk kembali mengembun menjadi cairan.
7. Setelah uap dalam labu erlenmeyer mengembun menjadi cairan, labu
erlenmeyer dikeluarkan dari desikator kemudian ditimbang tanpa
melepas alumunium foil dan karet gelang.
8. Volume labu ditentukan dengan cara mengisi labu erlenmeyer dengan
aquades sampai penuh, timbang beratnya, dan kemudian hitung suhunya.
9. Dengan menggunakan massa cairan volatil dan volume labu, massa jenis
dapat dihitung.
10. Hitung berat molekul cairan volatil menggunakan persamaan gas ideal
3.3 Flowchart percobaan
Adapun Flowsheet Prosedur Penentuan Berat Molekul Volatil:

Mulai

Timbang labu erlenmeyer kosong


dengan neraca digital

Labu erlenmeyer ditutup


dengan alumunium foil,
dikencangkan dengan karet
gelang

Ditimbang dengan neraca


digital

Sampel dimasukkan 4 ml B

Dibuat lubang kecil dengan jarum


pada penutup

Labu erlenmeyer direndam


dalam water batch

Apakah sampel sudah


menguap semua?

Tidak

Ya

A
A

Diangkat, dikeringkan, dan


didinginkan dalam desikator

Apakah sampel berupa uap telah mengembun


semua menjadi cairan selama 30 menit?

Tidak

Ya

Labu erlenmeyer
ditimbang

Labu erlenmeyer
diisi penuh dengan
aquades

Dicatat suhu air dalam labu erlenmeyer

Labu erlenmeyer ditimbang dan


ditentukan volume labu erlenmeyer

Apakah ada sampel


lain?
B
Ya

Tidak
Selesai

Gambar 3.1 Flowchart Prosedur Penentuan Berat Molekul Volatil


BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Hasil Percobaan
4.1.1 Data Hasil Pecobaan
Tabel 4.1 Data Hasil Percobaan
Sampel Etanol (C2H5OH) Dietil Eter (C4H10O) Kloroform (CHC
Run I II III I II III I II
Massa labu 49,66 46 59 71 50 46 54 59
erlenmeyer (g)
Massa labu
erlenmeyer, 50,78 47 60,11 72 51 47 55 60
alumunium foil,
karet (g)
Massa labu
erlenmeyer,
alumunium foil,
karet, dan cairan 51,18 47.09 60,19 72,11 50,96 47,31 55,84 60,81
volatil setelah
didinginkan(g)
Massa labu
erlenmeyer dan 165 166,71 175,42 185,96 164,81 166,56 167,28 175,07
aquades(g)
Massa aquades 115,34 175,42 185,96 114,81 120,56 113,28 116,07
(g)
Massa cairan 0,4 0,08 0,11 0,04 0,31 0,16 0,81
volatil (g)

4.1.2 Data Perbandingan Teori dengan Percobaan


Sampel Run Berat Molekul Berat % Ralat
Praktik (g/mol) Molekul Teori
(g/mol)
I 89,70000 21,0000
Dietil eter II 20,88616 74,12 71,8210
III 19,05813 74,2800
I 26,57441 42,3253
Etanol II 9,75790 46,068 78,8180
III 76,82676 66,7700
I 39,56106 66,8660
Kloroform II 195,4900 119,38 63,6950
III 238,2579 99,5700
4.2 Pembahasan
Pada percobaan Berat Molekul Volatil, labu erlenmeyer kosong ditimbang
terlebih dahulu kemudian cairan volatil dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer sesuai
dengan ukuran, 3 mL untuk dietil eter, 4 mL untuk etanol, dan 8 mL untuk
kloroform. Setelah itu ditutup dengan aluminium foil dan dikencangkan dengan karet
gelang. Setelah ditutup, alumunium foil dilubangi dengan jarum agar uap dapat
keluar dari labu. Setelah dilubangi, labu erlenmeyer dipanaskan dalam water batch
hingga seluruh cairan menguap. Uap ini kemudian didinginkan dalam desikator
selama 30 menit. Cairan yang terbentuk kemudian ditimbang. Massa cairan yang
terbentuk selanjutnya dimasukkan dalam persamaan rumus gas ideal.
Pada saat kesetimbangan, tekanan (P) = tekanan udara luar (1 atm), suhu (T)
= suhu water batch, massa (m) = massa cairan volatil, BM = berat molekul, R =
0,08206 liter.atm/moloK dan volume (V) = volume erlenmeyer. Dengan demikian
berat molekulnya dapat dihitung.
4.2.1 Dietil Eter
Hasil yang diperoleh untuk sampel Dietil Eter (C4H10O) pada run I sebesar
89,7 gr/mol, pada run II sebesar 20,00616 gr/mol, dan pada run sebesar 19,058138
gr/mol. Jika dibandingkan dengan berat molekul teorinya yaitu 74,12 gr/mol akan
diperoleh persen ralat pada run I sebesar 21%, run II sebesar 71,821% dan pada run
III sebesar 74,28%.
Ralat yang dihasilkan sedemikian besar dikarenakan oleh beberapa hal yaitu,
tingkat ketelitian dari neraca elektrik yang digunakan, lubang tempat keluarnya uap
dibuat terlalu besar sehingga banyak uap yang keluar selama pemanasan, labu
erlenmeyer berisi sampel sudah dikeluarkan dari desikator sebelum semua uap
mengembun kembali, dan tidak sesuainya keadaan gas pada percobaan dengan
hukum gas ideal yang digunakan dalam perhitungan hasil percobaan
4.2.2 Etanol
Pada saat kesetimbangan, tekanan (P) = tekanan udara luar (1 atm), suhu (T)
= suhu desikator, dan volume (V) = volume erlenmeyer. Dengan demikian berat
molekulnya dapat dihitung. Pada sampel etanol, diperoleh berat molekul pada run I
sebesar 26,57441 gr/mol, pada run II sebesar 9,7579 gr/mol, dan pada run III sebesar
76,82676 gr/mol. Sedangkan dibandingkan dengan berat molekul teorinya 46,06844
gr/mol maka diperoleh % ralat pada run I sebesar 42,3153%, pada run II sebesar
78,181 %, dan pada run III sebesar 66,77%.
Pada percobaan ini, temperatur dan tekanan juga mempengaruhi perhitungan
berat molekul. Karena uap cairan volatil bukanlah merupakan gas ideal, maka
sebenarnya di sini tejadi penyimpangan dari hukum gas sederhana P.V = n.R.T.
Yang menjadi sumber kesalahan pada percobaan ini sehingga terdapat
perbedaan hasil praktik dan teori adalah tingkat ketelitian dari neraca analitik yang
digunakan, ketidaktelitian praktikan pada waktu mengamati semua cairan volatil
menguap, lubang tempat keluarnya uap dibuat terlalu besar sehingga banyak uap
yang keluar dari erlenmeyer selama pemanasan, erlenmeyer berisi sampel
dikeluarkan dari desikator sebelum semua uap mengembun kembali, dan tidak
sesuainya keadaan gas pada percobaan dengan hukum gas ideal yang digunakan
dalam perhitungan hasil percobaan.
4.2.3 Kloroform
Hasil yang diperoleh untuk sampel kloroform pada run I sebesar 39,561
gr/mol, pada run II sebesar 195,49 gr/mol, dan pada run sebesar 238,57 gr/mol. Jika
dibandingkan dengan berat molekul teorinya yaitu 119,38 gr/mol akan diperoleh
persen ralat pada run I sebesar 66,866%, run II sebesar 63,695% dan pada run III
sebesar 99,57%.
Ralat yang dihasilkan sedemikian besar dikarenakan oleh beberapa hal, yaitu
tingkat ketelitian dari neraca elektrik yang digunakan, lubang tempat keluarnya uap
dibuat terlalu besar sehingga banyak uap yang keluar selama pemanasan, labu
erlenmeyer berisi sampel sudah dikeluarkan dari desikator sebelum semua uap
mengembun kembali, tidak sesuainya keadaan gas pada percobaan dengan hukum
gas ideal yang digunakan dalam perhitungan hasil percobaan, sampel telah sebagian
menguap sebelum erlenmeyer ditutup dengan alumunium foil
Agar berat molekul hasil percobaan lebih mendekati berat molekul
sebenarnya, maka berat cairan volatil tersebut harus ditambah dengan berat udara
yang tidak dapat masuk kembali ke dalam labu erlenmeyer. Massa yang ditambahkan
inilah yang disebut faktor koreksi.
Adapun kelebihan dari metode ini adalah sebagai berikut :
1. Dengan metode ini, kita dapat menentukan berat molekul suatu senyawa
volatil dengan peralatan yang lebih sederhana.
2. Percobaan ini menggunakan water batch sebagai pengatur suhu sehingga
percobaan ini lebih cocok untuk senyawa yang memiliki titik didih kurang
dari 100oC.
Adapun kelemahan dari metode ini adalah sebagai berikut :
1. Ketidaktepatan pengamatan pada saat cairan telah menguap semua atau
sebelum dapat mengakibatkan kesalahan dalam perhitungan.
2. Metode penentuan berat molekul ini tidak cocok untuk senyawa dengan
titik didih di atas 100 oC
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari percobaan Berat Molekul Volatil
adalah :
1. Massa cairan volatil untuk sampel Dietil Eter ((C2H5)2O) pada run I,
run II, run III berturut turut sebesar 0,4g, 0,09g, dan 0,31g.
2. Massa cairan volatil untuk sampel Etanol (C2H5OH) padda run I, run
II, run III berturut turut sebesar 0,11g, 0,04g, dan 0,08g.
3. Massa cairan volatil untuk sampel Kloroform (CHCl3) pada run I,
run II, run III berturut turut sebesar 0,16g, 0,81g, dan 0,94g.
4. Berat molekul dari sampel Dietil Eter ((C2H5)2O) pada run I, run II,
run III berturut turut sebesar 89,716 g/mol, 15,123 g/mol, 13,626
g/mol. Persen ralat dari sampel Dietil Eter ((C 2H5)2O) pada run I, run
II, run III berturut turut sebesar 21%, 79,596%, dan 81,616%.
5. Berat molekul dari sampel Etanol (C 2H5OH) pada run I, run II,
run III berturut turut sebesar 16,570 g/mol, 9,670 g/mol, 76,827
g/mol. Persen ralat dari sampel Etanol (C2H5OH) pada run I, run II,
run III berturut turut sebesar 64,032%, 78,815%, dan 66,762%.
6. Berat molekul dari sampel Kloroform (CHCl3) pada run I, run II,
run III berturut turut sebesar 39,566 g/mol, 195,490 g/mol, 236,257
g/mol. Persen ralat dari sampel Kloroform (CHCl3) pada run I, run II,
run III berturut turut sebesar 66,857%, 63,755%, dan 99,578%.

5.2 Saran
Adapun saran yang perlu diperhatikan pada percobaan Berat Molekul Volatil
adalah :
1. Pada saat pengukuran massa benda, sebaiknya menggunakan neraca
yang memiliki tingkat ketelitian yang tinggi
2. Pada saat pengambilan sampel, sebaiknya wadah sampel segera
ditutup rapat karena sampel bersifat volatil (mudah menguap).
3. Pada saat pemanasan, sebaiknya erlenmeyer diangkat dari water
batch dengan selang waktu tertentu untuk memastikan apakah larutan
sudah menguap semua atau belum.
4. Erlenmeyer harus dipastikan benar-benar kering dengan mengelapnya
sebelum didinginkan di desikator untuk mendapat hasil yang
maksimal.
5. Sebaiknya cairan volatil yang telah diuapkan didinginkan dalam
desikator sampai uapnya telah mengempun seluruhnya

Anda mungkin juga menyukai