22 -32
22
Patiha., ALCHEMY jurnal penelitian kimia, vol. 9, no. 2, hal .22 -32
the values (with a tolerance of differences 5%) of kb and K which are given by Wright
(2004) and Wilkinson (1980). The results show that the technique is valid.
Key words: backward rate constant; backward rate law; equilibrium constant; forward rate
constant; forward rate law; irreversible reaction approach
PENDAHULUAN
Pada umumnya, tetapan kesetimbangan K ditentukan secara termodinamika.
Berdasarkan konsep ini, untuk suatu sistem homogen, pada suatu temperatur tertentu, harga K
sama dengan nisbah antara konsentrasi semua spesi produk pangkat koefisien masing-masing
dengan pereaksi pangkat koefisien masing-masing pada saat reaksi setimbang. Dalam praktek,
terkadang, ini bisa memerlukan waktu yang relatif lama.
Reaksi kesetimbangan dapat juga dipelajari secara kinetika. Untuk beberapa alasan,
cara ini bahkan lebih menguntungkan. Meski secara termodinamika reaksi pembentukan suatu
produk industri merupakan reaksi eksotermis, proses tetap dilakukan pada temperatur tinggi
karena (pertimbangan kinetika), walau hasilnya relatif lebih sedikit, waktu yang diperlukan
jauh lebih singkat. Konsep termodinamika hanya menyatakan bahwa jika konsentrasi salah
satu pereaksi dilebihkan maka kesetimbangan akan bergeser ke arah produk tetapi, konsep
kinetika menyatakan pereaksi mana yang sebaiknya dilebihkan.
Secara kinetika konvensional, tetapan (keadaan) kesetimbangan biasanya ditentukan
(atau lebih umum, diajarkan) dengan menggunakan metode diferensial yakni dengan logika:
pada saat kesetimbangan laju reaksi maju sama dengan reaksi balik, hal ini mudah diterima.
Namun ada dua masalah yang ternafikan. Pertama, secara eksperimen, laju pada saat
kesetimbangan tidak dapat ditentukan karena konsentrasi komponen reaksi tidak lagi berubah
dengan waktu. Kedua, penentuan tetapan laju berdasarkan metode diferensial tidak akan
memberikan harga yang pasti; harga yang pasti harus diperoleh dengan menggunakan metode
integral (Laidler, 1987). Patiha (2006) menyatakan bahwa, kecuali untuk reaksi order ke-nol,
harga tetapan laju k yang diperoleh (dengan metode diferensial) selalu berbeda dengan yang
dari metode integral dan telah memberikan faktor koreksi sehingga harganya sama.
Penentuan harga K dengan metode integral lebih banyak digunakan.
Namun
sedikitnya ada 3 masalah yang bisa mengganggu. Pertama, terdapat sejumlah persamaan
integral yang cukup rumit dan berbeda tergantung pada order reaksi pada kedua arah. Data
harus dicobakan pada semua persamaan. Hukum lajunya adalah persamaan yang memberikan
23
Patiha., ALCHEMY jurnal penelitian kimia, vol. 9, no. 2, hal .22 -32
kurva yang paling mendekati linear. Tentunya, ini tidak praktis karena penentuannya bersifat
trial and error. Kedua, yang bisa ditentukan hanyalah tetapan laju reaksi maju kf.. Wilkinson
(1980) menyatakan bahwa harga tetapan laju reaksi balik kb, hanya bisa ditentukan berdasar
mekanisme reaksi yang dipostulatkan akan berlangsung. Ini bertentangan dengan kebiasaan
dalam kinetika yakni bahwa mekanisme reaksi dideduksi berdasarkan hukum laju dan bukan
sebaliknya (Espenson, 1995, dan Levine,2009). Ketiga, persamaan integral ini juga masih
menggunakan konsentrasi kesetimbangan sehingga, sekali lagi, tidak praktis dan terkesan,
termodinamika untuk kinetika.
Horiuti dan Nakamura (1967) telah memperkenalkan cara yang praktis untuk
penentuan kf melalui penentuan hukum laju reaksi maju dengan metode laju awal. Mereka
juga menyatakan bahwa antara tetapan kesetimbangan kinetika Kkin dengan tetapan
kesetimbangan termodinamika K berlaku hubungan
Kkins = K
dimana s adalah bilangan stoikhiometri.
[1]
Konsep ini berlaku baik untuk reaksi yang
berlangsung dalam satu tahap atau lebih. Tetapi, hukum laju reaksi baliknya (dan tentunya kb)
tetap masih harus ditentukan berdasarkan perkiraan mekanisme reaksi yang mungkin terjadi.
Ini bisa menimbulkan ketidakpastian.
Pada reaksi besi(II) dengan raksa (II) yang mempunyai hukum laju awal vf = kf
[Fe2+][Hg2*], Levine (2009) mengusulkan suatu mekanisme reaksi dan menyatakan bahwa
Kkin2 = K. Tetapi, Adamson (1986), memberikan mekanisme lain dan menyatakan bahwa pada
reaksi tersebut Kkin = K. Implikasinya, untuk memperoleh keterangan yang pasti, hukum laju
reaksi balik kb lebih baik ditentukan terlebih dahulu.
Berangkat dari pertimbangan bahwa, sebagai suatu tetapan, harga kf dan kb selalu
mempunyai harga yang konstan (pada T tetap) selama reaksi berlangsung dan hukum laju
reaksi maju dan balik pada reaksi kesetimbangan tidak berbentuk pecahan dengan
penjumlahan pada penyebutnya, maka kb seharusnya dapat juga ditentukan pada awal-awal
reaksi. Bahkan, mungkin lebih baik karena, pada kondisi ini, perubahan konsentrasi pereaksi
dan produk, relatif linear terhadap waktu. Dengan demikian tujuan kajian ini adalah sebagai
berikut ini.
24
Patiha., ALCHEMY jurnal penelitian kimia, vol. 9, no. 2, hal .22 -32
METODE
Kajian ini bersifat teoritis. Teknik dikembangkan berdasarkan anggapan reaksi maju
dan balik berlangsung searah dan dengan metode laju awal. Untuk hukum laju reaksi maju
harga kf digunakan data dari pustaka. Berdasarkan hukum laju reaksi maju (dalam kasus ini
order ke-satu), dihitung konsentrasi produk yang seharusnya ada pada waktu-waktu tertentu
jika reaksi berlangsung searah. Hasil yang diperoleh, tentunya akan lebih besar dari hasil
pengamatan karena sebagian produk telah berubah kembali menjadi pereaksi. Selisih ini
kemudian dijadikan dasar untuk menentukan hukum laju reaksi balik melalui penentuan harga
tetapan laju menggunakan persamaan-persamaan [2] dan [3]
ln
[C Ps i ]
k b t
[C Pt 0 ]
untuk
n 1
[2]
dan
1
[C Ps i ]
1
[C Pt 0 ]
kbt
untuk
n2
[3]
Notasi C CPs-I, CPt-okkb t, dan n masing- masing secara berurutan menyatakan konsentrasi
produk seharusnya, konsentrasi produk teoritis, tetapan laju reaksi balik, waktu, dan order
reaksi. Hukum laju reaksi balik ditentukan dari persamaan yang memberikan rerata harga
tetapan laju yang mempunyai deviasi standar terkecil. Tetapan laju reaksi balik, kb adalah
yang dihitung
perhitungan tersebut bersama dengan harga kf, digunakan untuk menghitung tetapan
kesetimbangan Kkin dengan menggunakan persamaan [4]
K kin
kf
kb
[4]
Teknik dianggap sahih jika harga kb dan Kkin yang diperoleh sama atau berbeda dengan
toleransi perbedaan kurang dari 5% terhadap harga kb dan Kkin yang diperoleh di pustaka yang
diacu.
25
Patiha., ALCHEMY jurnal penelitian kimia, vol. 9, no. 2, hal .22 -32
Teknik yang dikembangkan dalam penelitian ini dinyatakan dalam persamaan (5).
CPs-i = 2 CP-i- CPt-i
(5)
Dimana CP, Ct , dan CP-s secara berurutan menyatakan konsentrasi produk sebenar
(pada waktu t), konsentrasi produk teramati (pada waktu t), dan konsenrasi produk.yang
seharusnya ada. Persamaan (5) tersebut dirumuskan mengikuti beberapa pokok pikiran yaitu
kinetika reaksi dipelajari dengan mengikuti perubahan konsentrasi pereaksi (R), hasil
pengamatan pada waktu-waktu tertentu dinyatakan sebagai CR-0, CR-1, sampai CR-x. Harga CR1
dan seterusnya tersebut tidaklah menyatakan konsentrasi pereaksi yang sisa yang sebenarnya
seharusnya ada (bila reaksi searah) pada waktu-waktu t dihitung berdasarkan hukum laju
reaksi
maju menggunakan konsentrasi awal, CR-0, tetapan laju reaksi maju kf, dan t
selanjutnya dinyatakan sebagai CRt-1dan seterusnya. Hukum laju reaksi balik ditentukan dari
konsentrasi produk. Konsentrasi produk teramati CR-0 CR-i. Selanjutnya dinyatakan sebagai
CP-0, CP-1 sampai Cp-x. Konsentrasi produk yang seharusnya ada yaitu CRt-0 - CRt-1 sampai CRtx,
selanjutnya disebut dengan CPt-0, CPt-1 sampai dengan Cpt-x. Konsentrasi produk yang
kembali menjadi pereaksi yaitu CPt-0 - CP-0, CPt-1 - CP-1sampai dengan Cpt-x-Cp-x. Dengan
demikian konsentrasi produk yang seharusnya teramatj, selanjutnya dinyatakan sebagai CPs-o,
CPs-1 sampai dengan CPs-x, sama dengan selisih antara CP dengan produk yang bereaksi atau
dapat dinyatakan dalam persamaan (6) berikut,
Cps-i = CP-i (CPt-i CP-i)
= 2 CP-i - CPt-i
(6)
Pertanyaan yang muncul adalah konsentrasi mana dari produk yang sebaiknya
dijadikan dasar bagi penentuan kb. Hukum laju reaksi balik (dan juga reaksi maju) berbanding
lurus dengan konsentrasi setiap spesies pangkat ordernya. Hukum lajunya bukan berbentuk
pecahan. Karena itu, pada dasarnya semua konsetrasi bisa, Namun, yang terbaik adalah pada
awal reaksi karena pada kondisi ini kurva konsentrasi merupakan garis linear. Jika hukum
laju reaksi balik sudah diketahui maka kb.langsung dapat dihitung berdasarkan hukum laju
26
Patiha., ALCHEMY jurnal penelitian kimia, vol. 9, no. 2, hal .22 -32
tersebut menggunakan CPs-o dan CPs-1.. Akan tetapi jika hukum laju reaksi balik belum
diketahui maka harus dicari dengan menggunakan semua data CPs-i.
Teknik yang diusulkan dalam penelitian ini telah diujikan pada data yang diperoleh
dari Wright (2004) yaitu tentang reaksi isomerisasi cis- dan trans-1-etil-2-metil siklopropana
(tercantum dalam Tabel 1) dan suatu soalan yang dinyatakan sebagai reaksi isomerisasi oleh
Wilkinson (1980). Kedua data tersebut dinyatakan berlangsung menuruti mekanisme reaksi
order ke-satu pada kedua arah.
Tabel 1. Variasi Perubahan Konsentrasi Reaksi Isomerisasi cis-1-Etil-2-metil siklopropana pada sebagai Fungsi Waktu pada Temperatur 425,6 oC. ( K =
[trans]eq/[cis]eq = 2,79 )
t / detik
0
400
1000
1600
2100
[cis] / mol dm-3
0,01679
0,01406
0,01102
0,00892
0,00775
(7)
Hasil yang diperolehnya adalah 4,60x10-4 detik-1. Harga ini selanjutnya digunakan untuk
menentukan harga kb, dengan memanfaatkan harga K. Hasilnya adalah 1,65x10-4 detik-1.
Sedangkan data reaksi isomerisasi dari Wilkinson (1980) tercantum dalam Tabel 2.
Berdasarkan konsentrasi kesetimbangan dan aplikasi persamaan (5) dan (4), Wilkinson (1980)
memperoleh harga K, kf , dan kb, masing-masing secara berurutan adalah 2,33; 9,72x10-5detik1
Tabel 2. Variasi Perubahan Konsentrasi pada Suatu Reaksi Isomerisasi sebagai Fungsi
Waktu
t / jam
1,0
2,0
3,0
4,0
%A
100
72,5
56,8
45,6
39,5
30
Patiha., ALCHEMY jurnal penelitian kimia, vol. 9, no. 2, hal .22 -32
Aplikasi teknik pendekatan reaksi searah dan aplikasi hukum laju reaksi maju terhadap
data Wright (2004), disajikan dalam Tabel 3. .
Tabel 3. Hasil Analisis terhadap data Isomerisasi cis-1-Etil-2-metil siklo-propana pada
sebagai Fungsi Waktu pada Temperatur 425,6 oC (Wright, 2004) bagi
penentuan konsentrasi Awal Co dan konsentrasi Akhir Ct-f hasil reaksi
t / detik
[cis] / M ( )
[trans]/ M ( )
[cis] / M (
)
[trans]/ M (
)
0
0,01679
0
0,01679
0
400
0,01406
0,00273
0,01397
0,00282
0,00264
1000
0,01102
0,00577
0,01060
0,00619
0
0,00535
1600
0,00892
0,00787
0.00804
0,00875
0
0,00699
2100
0,00775
0,00904
0,00639
0,01040
0,00788
Notasi
C CP-i
CCPt-i
CPs-i
Selanjutnya aplikasi data pada Tabel 3 untuk penentuan hukum laju reaksi balik untuk
kemungkinan order ke-satu (menggunakan persamaan [1]) dan order ke-dua (menggunakan
persamaan [3]), memberikan hasil seperti tercantum pada Tabel 4.
Tabel 4. Harga Tetapan Laju Reaksi Balik kb, Rerata, dan Deviasi Standar (DS) pada
Order
kb-1
kb-2
kb-3
kb-4
Rerata
DS
n=1
1,65x10-4
1,46x10-4
1,40x10-4
1,32x10-4
1,46x10-4
1,41x10-5
n=2
6,05x10-2
2,54x10-2
1,80x10-2
1,46x10-2
2,96x10-2
2,11x10-2
Berdasarkan deviasi standar yang tercantum pada Tabel 4, maka bisa diambil
kesimpulan bahwa reaksi balik dari isomerisasi cis-1-Etil-2-metil siklo-propana adalah order
ke-satu terhadap senyawaan cis dan harga kb pada t yang paling awal (= 400 detik) adalah
1,65x10-4 detik-1.
Sedangkan aplikasi teknik pendekatan reaksi searah dan aplikasi hukum laju reaksi
maju terhadap pada data Wilkinsonn (1980),disajikan dalam Tabel 5.
Tabel
t / jam
% A ( )
28
1,0
2,0
3,0
4,0
100
72,5
56,8
45,6
39,5
Notasi
Patiha., ALCHEMY jurnal penelitian kimia, vol. 9, no. 2, hal .22 -32
% P ( )
27,5
43,2
54,4
60,5
% A ()
100
70,5
49,7
35,0
24,7
% P ()
29,5
50,3
65,0
75,3
CP-i
CPt-i
8
25,5
36,1
43,8
45,7
CPs-i
Aplikasi teknik pada penelitian ini terhadap data pada Tabel 5 untuk penentuan hukum
laju reaksi balik untuk kemungkinan order ke-satu (menggunakan persamaan [1]) dan order
ke-dua (menggunakan persamaan [3]), memberikan hasil seperti tercantum pada Tabel 6.
Tabel 6. Harga Tetapan Laju Reaksi Balik kb, Rerata, dan Deviasi Standar (DS) pada
Data Wilkinson Menggunakan Persamaan Integral Konvensional
Order
kb-1
kb-2
kb-3
kb-4
Rerata
DS
n=1
4,05x10-5
4,61x10-5
3,66x10-5
3,47x10-5
3,95x10-5
5,03x10-6
n=2
1,48x10-6
1,09x10-6
6,9x10-7
5,97x10-7
9,64x10-7
4,05x10-7
Berdasarkan harga deviasi standar yang tercantum dalam Tabel 6, maka bisa diambil
kesimpulan bahwa seharusnya reaksi balik merupakan order ke-dua terhadap senyawaan P
(hasil reaksi). Tetapi,Wilkinson menyatakan bahwa reaksi balik juga order ke-satu dan (jika
ini yang dipegang) pada kondisi ini maka jika dibandingkan dengan data Wilkinson
(1980),yaitu 4,17x10-5, maka harga yang memenuhi adalah pada t = 1 hari atau pada yang
paling awal.
Selanjutnya, dengan menggunakan persamaan [4], diperoleh harga Kkin = 2,79 untuk
Wright dan 2.40 untuk Wilkinson. Besarnya harga dan perbedaannya dengan yang diberikan
oleh Wright (2004) dan Wilkinson (1980), disajikan dalam Tabel 7.
Tabel 7. Harga Tetapan Laju Reaksi kf Maju dan Balik kb pada Data reaksi isomerisasi
(Wilkinson, 1980) dan isomerisasi cis-1-Etil-2-metil siklo-propana (Wright ,
2004)
29
Patiha., ALCHEMY jurnal penelitian kimia, vol. 9, no. 2, hal .22 -32
Wright
Persamaan
kb t
Wilkinson
K
kb t
Reversibel
1,65x10-5
2,79
4,17x10-5
2,33
Integral
1,65x10-5
2,79
4,05x10-5
2,40
0 %
0 %
2,88 %
3,0
Perbedaan %
Langkah pertama pada kajian ini adalah penentuan hukum laju reaksi balik melalui
penentuan harga tetapan laju, yakni berdasarkan deviasi standar terkecil dari rerata tetapan
lajunya. Ini dilakukan karena tujuan utamanya adalah untuk menentukan harga tetapan laju
pada awal-awal reaksi; bukan rerata harga tetapan laju reaksi balik. Bahwa penentuan hukum
laju dilakukan terlebih dahulu juga sekaligus untuk menunjukkan bahwa teknik ini berlaku
bagi semua kemungkinan hukum laju dari reaksi balik pada reaksi kesetimbangan
Ternyata hasil menunjukkan bahwa, harga kb pada t sama dengan 400 detik sama
dengan yang diberikan oleh Wright (2004) membuktikan bahwa teknik ini sahih, dengan
toleransi ..0..%. Bahwa ada perbedaan pada harga kb pada data Wilkinson, tidak membatalkan
kesahihan teknik ini karena perbedaannya masih di bawah 5%. Seperti telah diungkap di atas,
Wilkinson (1980) menyatakan bahwa reaksi isomerisasi......merupakan reaksi order ke-satu
pada kedua arah. Ini yang harus dijadikan pegangan dan, berdasarkan fakta perhitungan, yang
paling mendekati harga sebenarnya adalah data pertama ( yang 4,05x10-5); yang dapat
dianggap data pada awal reaksi. Jika data tersebut dibandingkan dengan Wilkinson (1980)
yaitu 4,17x10-5, maka kesalahannya hanya 2,88%.
isomerisasi(Wikinson, 1980) menunjukkan bahwa pada data pertama, pereaksi telah bereaksi
27,5% sedang pada reaksi isomerisasi (Wright, 2004) pereaksi telah bereaksi sebesar 16,3%.
Berdasarkan deskripsi data pada Tabel 7. , harga tetapan kesetimbangan yang
diperoleh juga persis sama dengan yang diberikan oleh Wright (2004) tetapi berbeda sebesar
3 % pada data Wilkinson (kemungkinan besar disebabkan karena datanya bukan merupakan
data laju awal) dan harga yang relatif sama pada hidrolisis etil asetat dalam suasana asam
(Patiha, 2010)
30
Patiha., ALCHEMY jurnal penelitian kimia, vol. 9, no. 2, hal .22 -32
Akhirnya, patut dikemukakan disini bahwa andaikata reaksi dibalik (kb yang dianggap
benar) maka dengan teknik ini
Kiranya dapat
31
Patiha., ALCHEMY jurnal penelitian kimia, vol. 9, no. 2, hal .22 -32
Horiuti, J. and T. Nakamura. 1967. On the Theory of Heterogeneous Catalysis Adv. Catal.,
17, 1-74
Laidler, K. J. 1987. Chemical Kinetics, 3rd Edition. Harper Collins Publisher, Inc. New York.
Levine, I.. N. 2009. Physical Chemistry, 3th Ed. McGraw-Hill, Inc. New York.
Patiha, 2006. Persamaan Kinetika Kimia Tunggal Hibrida Diferensial dan Integral dan
Implementasinya. Laporan Penelitian Dasar tidak Dipublikasikan. Surakarta: FMIPA
UNS.
Patiha, 2010. Pendekatan Kinetika terhadap Reaksi Kesetimbangan. Laporan Penelitian
Fundamental tidak Dipublikasikan. FMIPA UNS. Surakarta.
Wilkinson, F. 1980. Chemical Kinetics and Reaction Mechanisms. Van Nostrand Reinhold
Co. Ltd. New York.
Wright, M. R. 2004. An Introduction to Chemical Kinetics. John Wiley & Sons, Ltd. West
Sussex.
32