Anda di halaman 1dari 26

KAPITA SELEKTA FISIKA

ELEKTROKARDIOGRAFI (EKG) SEBAGAI ALAT PENDETEKSI


KELAINAN PADA JANTUNG

NAMA KELOMPOK 1 :

1.TESIA FANIA ZANDRA (F1C315001)

2.JAJANG NURJAMAN (F1C315002)

3.ALIYA PARAMITA ( F1C315003)

4.VIRGIAWAN BROBOWO (F1C315004)

5.GRECIA ANITA MANIK (F1C315005)

6.RABIAH AL ADAWIYAH (F1C315006)

7.WANDI (F1C315007)

8.M.NAJMUL HAYAT (F1C315009)

9.MUGI PANGESTU (F1C315010)

10.GUSPITA DEWI (F1C315011)

DOSEN PENGAMPU : ANDI PUTRA SAIRI,S.PD,M.SI.

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS JAMBI

JAMBI

2016

DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.......................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................................1
1.3 Tujuan......................................................................................................................................1
BAB II LANDASAN TEORI................................................................................................................2
2.1 Pengertian...............................................................................................................................2
2.2 Kegunaan EKG.......................................................................................................................2
2.3 Sistem Konduksi Jantung........................................................................................................4
2.4 Sifat-Sifat Sel Jantung............................................................................................................4
2.5 Potensial Aksi.........................................................................................................................5
2.6 Sadapan - Sadapan EKG.........................................................................................................5
2.7 Siklus Jantung dalam EKG.....................................................................................................7
2.8 Prinsip Membaca EKG...........................................................................................................9
2.9 Kelainan Kompleks pada Beberapa Penyakit........................................................................10
BAB III METODELOGI.....................................................................................................................14
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................................................19
BAB V PENUTUP..............................................................................................................................24
4.1 Kesimpulan.............................................................................................................................24
4.2 Saran.......................................................................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................25

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jantung adalah organ penting dalam tubuh manusia yang difungsikan untuk
memompa darah keseluruh tubuh. Organ penting ini dapat mengalami gangguan sehingga
menggangu kesehatan. Kelainan fungsi jantung manusia tidak hanya ditemukan di kota-kota
besar yang penuh dengan teknologi maju, tetapi juga terdapat pada masyarakat daerah yang
jauh dari kecukupan dan sentuhan teknologi. Hal ini disebabkan semakin banyaknya
makanan-makanan yang diproduksi tanpa harus memperhatikan taraf kesehatan bagi para
konsumen yang mengkonsumsi makanan tersebut. Salah satu cara yang dapat dilakukan
untuk pencegahan penyakit jantung adalah dengan pemantauan kondisi kesehatan jantung
secara rutin. Salah satu peralatan yang dapat digunakan untuk memeriksa kondisi jantung
adalah elektrokardiografi.
Elektrokardiografi (EKG) adalah suatu gambaran dari arus elektrik yang dihasilkan
oleh otot jantung selama satu denyut jantung. Peralatan tersebut menyediakan informasi
kondisi jantung itu. Elektrokardiografi dibuat dengan menerapkan elektroda pada komponen
badan untuk mengambil signal kecil dari tubuh kepada monitoring instrumen. Standar
elektrokardiografi memungkinkan untuk pembandingan signal seperti diambil dari tiap orang
dengan kondisi normal dan kondisi kelainan pada jantungnya.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian EKG...?
2. Apa tujuan dari pemasangan EKG...?
3. Apa saja macam- macam dari gelombang EKG...?
4. Dimana letak sandapan pada EKG...?

1.3 Tujuan
Agar dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan elektrokardiogram (EKG)
dan fungsi alat tersebut serta hal hal lain yang berhubungan dengan
elektrokardiogram (EKG).

1
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian
Elektrokardiogram (EKG) merupakan suatu grafik yang dihasilkan oleh suatu
elektrokardiograf. Alat ini merekam aktivitas listrik jantung pada waktu tertentu (saat
pemeriksaan). Secara harafiah didefinisikan : elektro = berkaitan dengan elektronika, dan
kardio = berasal dari bahasa Yunani yang artinya jantung, kemudian gram, berarti tulis /
menulis. Analisis sejumlah gelombang dan vektor normal depolarisasi dan repolarisasi
menghasilkan informasi diagnostik yang penting. Elektrokardiogram tidak menilai
kontraktilitas jantung secara langsung, namun dapat memberikan indikasi menyeluruh atas
naik-turunya kontraktilitas jantung (Dharma, 2010).

Elektrokardiagram (EKG) adalah suatu alat pencatat grafis aktivitas listrik jantung.
Pada EKG terlihat bentuk gelombang khas yang disebut sebagai gelombang P, QRS dan T,
sesuai dengan penyebaran eksitasi listrik dan pemulihannya melalui sistem hantaran dan
miokardium (Sylvia Anderson Price,2005).
Elektrokardiogram (ECG atau EKG) adalah tes non-invasif yang digunakan untuk
mencerminkan kondisi jantung yang mendasarinya dengan mengukur aktivitas listrik jantung.
Dengan posisi lead (listrik sensing perangkat) pada tubuh di lokasi standar, informasi tentang
kondisi jantung yang dapat dipelajari dengan mencari pola karakteristik pada EKG (Anonim,
2011).
Elektrokardiogram, EKG atau ECG: Sebuah EKG adalah bagian penting dari evaluasi
awal pasien yang diduga memiliki masalah jantung yang terkait. Elektroda lengket kecil
diterapkan ke dada pasien, lengan dan kaki. Namun, dengan beberapa sistem, elektroda dapat
diterapkan untuk bahu dada, dan sisi dada bagian bawah, atau pinggul. Kabel digunakan
untuk menghubungkan pasien dengan mesin EKG. Anda akan diminta untuk tetap diam
sementara perawat atau teknisi catatan EKG. Aktivitas listrik yang diciptakan oleh pasien
jantung diproses oleh mesin EKG dan kemudian dicetak pada kertas grafik khusus. Ini
kemudian ditafsirkan oleh dokter Anda. Ini membutuhkan waktu beberapa menit untuk
menerapkan elektroda EKG, dan satu menit untuk membuat rekaman yang sebenarnya
(Anonim, 2010).

2.2 Kegunaan EKG


EKG dapat memberikan data yang mendukung diagnosis dan pada beberapa kasus
penting untuk penetalaksanaan pasien. EKG penting untuk diagnosis dan penatalaksanaan

2
kelainan irama jantung. EKG membantu mendiagnosis penyebab nyeri dada, dan ketepatan
penggunaan trombolisis pada infark miokard tergantung padanya. EKG dapat membantu
mendiagnosis penyebab sesak nafas (Jhon R Hampton, 2006).
Karena aktivitas listrik memicu aktivitas mekanis, kelainan pola listrik biasanya disertai
oleh kelainan aktivitas kontraktil jantung. Evaluais terhadap EKG dapat memberikan
informasi yang berguna mengenai status jantung, termasuk kecepatan denyut, irama dan
kesehatan otot-ototnya.
1. Kelainan Kecepatan
Jarak antara dua kompleks QRS yang berurutan di sebuah rekaman EKG
dikalibrasikan ke kecapatan jantung. Kecepatan denyut jantung yang melebihi 100 denyut per
menit dikenal sebagai takikardia(cepat), sedangkan denyut yang lambat yang kurang dari 60
kali per menit disebut bradikardi(lambat).
2. Kelainan Irama
Irama mengacu pada keteraturan gelombang EKG. Setiap variasi irama normal dan
urutan eksitasi jangtung disebut aritmia.
a. Flutter Atrium ditandai oleh urutan deplolarisasi atrium yang reguler tetapi cepat dengan
kecepatan antara 200 sampai 300 denyut per menit.
b. Fibrilasi Atrium ditandai oleh depolarisasi atrium yang cepat, ireguler, dan tidak
terkordinasi tanpa gelombang P yang jelas.
c. Fibrilasi Ventrikel adalah kelainan irama yang sangat serius dengan otot-otot ventrikel
memperlihatkan kontraksi yang kacau dan tidak terkoordinasi.
3. Miopati Jantung
Gelombang EKG abnormal juga penting dalam mengenali dan menilai miopati
jantung (kerusakan otot jantung) (Sherwood, 2003).
Menurut (Irfan Padoe, 2010) kegunaan EKG adalah :
a. Mengetahui kelainan-kelainan irama jantung (aritmia)
b. Mengetahui kelainan-kelainan miokardium (infark, hipertrophy atrial dan ventrikel)
c. Mengetahui adanya pengaruh atau efek obat-obat jantung
d. Mengetahui adanya gangguan elektrolit
e. Mengetahui adanya gangguan perikarditis.
Pada umumnya pemeriksaan EKG berguna untuk mengetahui : aritmia, fungsi alat pacu
jantung, gangguan konduksi interventrikuler, pembesaran ruangan-ruangan jantung, IMA,
iskemik miokard, penyakit perikard, gangguan elektrolit, pengaruh obat-obatan seperti
digitalis, kinidin, kinine, dan berbagai kelainan lain seperti penyakit jantung bawaan,
korpulmonale, emboli paru, mixedema.

2.3 Sistem Konduksi Jantung


1. Sinoatrial Node (SA Node)

3
Suatu tumpukan neuromuskular yang kecil, berada di dalam dinding atrium kanan di
ujung kristo terminalis. Nodus ini merupakan pendahulu dari kontraksi jantung, dari sini
impuls diteruskan ke antrioventrikuler node.
2. Antrioventrikular Node (AV Node)
Susunannya sama seperti sinoatrium node. Berada di dalam septum atrium dekat
muara sinus koronarius. Selanjutnya impuls-impuls diteruskan ke antrioventrikuler bundel
melalui berkas wenkebach.
3. Antrioventrikuler Bundel (AV Bundel)
Mulai dari AV bundel berjalan ke arah depan pada pinggir posterior dan pinggir
bawah pars membranasea septum interventrikulare. Pada bagian cincin yang terdapat antara
atrium dan ventrikel analus vibrosus, rangsangan terhenti 1/10 detik selanjutnya menuju ke
arah apeks kordis dan bercabang dua :
a. Pars septalis dekstra melanjut ke arah AV bundel di dalam pars mucularis septum
interventrikulare menuju ke dinding depan depan ventrikel kanan.
b. Pars septalis sinistra berjalan di antara pars membranacea dan pars mucularis sampai di
sisi kiri septum interventrikularis menuju basis M. Papilaris inferior ventrikel kiri.
Serabut-serabut pars septalis kemudian bercabang-cabang menjadi serabut terminal
(serabut purkinje).
4. Seraburt penghubung Terminal
Serabut penghubung terminal (serabut purkiunje) berupa anyaman yang berada pada
endokardium menyebar pada kedua ventrikel (Syaifuddin, 2006).

2.4 Sifat-Sifat Sel Jantung


Sel-sel otot jantung mempunyai susunan ion yang berbeda antara ruang dalam sel
(intraselular) dan ruang luar sel (ekstraseluler). Dari ion-ion ini, yang terpenting ialah ion
Natrium (Na+) dan ion Kalium (K+). Kadar K+ intraselular sekitar 300 kali lebih tinggi dalam
ruang ekstraselular daripada dalam ruang intraselular.
Membran sel otot jantung ternyata lebih permiabel untuk ion negatif daripada ion Na +.
Dalam keadaan istirahat, karena perbedaan kadar ion-ion, potensial membran bagian dalam
dan bagian luar tidak sama. Membran sel otot jantung saat istirahat berada pada keadaan
polarisasi, dengan bagian luar berpotensial lebih positif dibandingkan dengan bagian dalam.
Selisih potensial ini disebut sebagai potensial membran, uang dalam keadaan istirahat
berkisar -90 mV. Bila membran otot jantung dirangsang, sifat permeabel membran berubah
sehingga ion Na+ masuk ke dalam sel, yang menyebabkan potensial membran berubah dari
-90 mV menjadi +20 mV (potensial diukur intraselular terhadap ekstraselular). Perubahan
potensial membrab karena stimulus ini disebut depolarisasi. Setelah proses depolarisasi

4
selesai, maka potensial membran kembali mencapai keadaan semula yang disebut sebagai
repolarisasi (Sudoyo, 2009).

2.5 Potensial Aksi


Bila kita mengukur potensial listrik yang terjadi dalam sel otot jantung dibandingkan
dengan potensial di luar sel. Pada saat sel mendapat stimulus, maka perubahan potensial yang
terjadi sebagai fungsi dari waktu, disebut potensial aksi. Menurut (Sudoyo, 2009) kurva
potensi aksi menunjukkan karakteristik yang khas dan dibagi menjadi 4 fase yaitu :
a. Fase 0
Awal potensi akhir yang berupa garis vertikal ke atas yang merupakan lonjakan
potensial hingga mencapai +20 mV. Lonjakan potensial dalam daerah intraselular ini
disebabkan oleh masuknyaion Na+ dari luar ke dalam sel.
b. Fase 1
Masa repolarisasi awal yang pendek, dimana potensial kembali dari +20 mV
mendekati 0 mV.
c. Fase 2
Fase datar dimana potensial berkisar pada 0 mV. Dalam fase ini terjadi gerak masuk
dari ion Ca++ untuk mengimbangkan gerak keluar ion K+.
d. Fase 3
Masa repolarisasi cepat dimana potensial kembali secara tajam pada tingkat awal
yaitu fase 4.

2.6 Sadapan - Sadapan EKG


1. Ketiga Sadapan Anggota Bipolar
Istilah bipolar berarti bahwa elektrokardiogram yang direkam itu berasal dari dua
elektroda yang terletak pada bagian jantung yang berbeda, dalam hal ini pada anggota badan.
Jadi, sebuah sadapan bukan merupakan kabel tunggal yang dihubungkan dari tubuh, tetapi
merupakan gabungan dari dua kabel dan elektrodanyan untuk membentuk sebuah sirkuit
yang menyeluruh antara tubuh dan elektrodiograf.
a. Sadapan I
Sewaktu merekam sadapan anggota badan I, ujung negatif elektrokardigraf
dihubungkan ke lengan kanan dan ujung positifnya pada lengan kiri.
b. Sadapan II
Untuk merekam sadapan anggota badan II, ujung negatif elektrokardiograf
dihubungkan ke lengan kanan dan ujung positifnya pada tungkai kiri.
c. Sadapan III
Untuk merekam sadapan anggota badan III, ujung negatif kardiograf dihubungkan ke
lengan kiri dan ujung positifnya dihubungkan pada tungkai kiri.
5
2. Sadapan Dada (Sadapan Prekordial)
Biasanya dari dinding anterior dada dapat direkam enam macam sadapan dada yang
standar satu per satu, keenam elektroda dada diletakkan berurutan pada enam titik seperti
dalam diagram. Macam-macam rekaman tersebut dikenal sebagai sadapan V1, V2, V3, V4, V5, -
dan V6 (Arthur C Guyton and Jhon, 2008).
Elektroda dipasang berurutan di enam tempat berbeda pada dinding dada :
V1 : Pada sela iga keempat sebelah kanan dari sternum.
V2 : Pada sela iga keempat sebelah kiri sternum.
V3 : Pada pertengahan antara V2 dan V4 .
V4 : Pada sela iga kelima di garis mid-klavikularis.
V5 : Horisontal terhadap V4, pada garis aksilaris anterior.
V6 : Horisontal terhadap V4, pada garis midaksilaris.
V7 : Sejajar V6 pada garis post aksilaris (jarang dipakai).
V8 : Sejajar V7 garis ventrikel ujung scapula (jarang dipakai).
V9 : Sejajar V8 pada kiri ventrikel (jarang dipakai).

Gambar 1. Letak Elektroda

3. Sadapan Anggota Badan Unipolar yang Diperbesar


Pada tipe perekaman ini, kedua anggota badan dihubungkan melalui tahanan listrik
dengan ujung negatif ujung alatn elektrokardiograf, sedangkan anggota badan yang ketiga
dihubungkan dengan ujung yang positif. Bila ujung positif terletak pada tangan kanan, maka
sadapan dikenal sebagai sadapan aVR dan bila pada lengan kiri, maka disebut sebagai
sadapan aVL dan bila pada tungkai kiri maka disebut sebagai sadapan aVF (Arthur C Guyton
and Jhon, 2008).
Tiga ditambahkan antaran adalah sebagai berikut
a. aVR : membagi dua bagian sisi dari segi tiga yang dari lengan tangan ke kaki kiri. Itu
diarahkan ke arah electroda dari lengan tangan yang benar
b. aVL : kutup tunggal yang ditambahkan ini membagi dua bagian sisi dari segi tiga yang
meninggalkan lengan tangan kanan ke kaki kiri. Itu diarahkan ke arah elektrode yang
positif pada lengan tangan ini adalah dibentuk oleh satu baris tegaklurus ke sisi dari segi

6
tiga yang meluas dari lengan tangan kanan ke kaki kanan dan diarahkan mengarah ke
bawah ke kaki kiri. Sadapan ini mengukur perbedaan potensial listrik antara dua titik
sehingga sadapan ini bersifat bipolar, dengan satu kutub negatif dan satu kutub positif
(Harold J Benson, 2005).

2.7 Siklus Jantung dalam EKG


1. Gelombang P
Sesuai dengan depolarisasi atrium. Rangsangan normal untuk depolarisasi atrium
berasal dari nodus sinus. Namun, besarnya arus listrik berhubungan dengan eksitasi nodus
sinus terlalu kecil untuk dapat terlihat pada EKG. Gelombang P dalam keadaan yang normal
berbentuk melengkung dan arahnya ke atas pada kebanyakan hantaran. Pembesaran antrium
dapat meningkatkan amplitudo atau lebar gelombang P, serta mengubah bentuk gelombang P.
Disritmia jantung juga dapat mengubah konfigurasi gelombang P. Misalnya, irama yang
bersal dekat perbatasan AV dapat menimbulkan inversi gelombang P, karena arah depolarisasi
atrium terbalik.
2. Interval PR
Diukur dari permukaan gelombang P hingga awal kompleks QRS. Dalam interval ini
tercakup juga penghantaran impuls melalui antrium dan hambatan impuls pada nodus AV.
Interval normal adalah 0,12 sampai 0.20 detik. Perpanjangan interva l PR yang abnormal
menandai adanya gangguan hantaran impuls, yang disebut blok jantung tingkat pertama.
3. Kompleks QRS
Menggambarkan depolarisasi ventrikel. Amplitudo gelombang ini besar karena
banyak massa otot yang harus dilalui oleh impuls listrik. Namun, impuls menyebar begitu
cepat, normal lama kompleks QRS adalah antara 0,06 dan 0,01 detik. Pemanjangan
penyebaran impuls melalui berkas cabang disebut sebagai blok berkas cabang akan
menlebarkan kompleks ventrikuler. Irama jantung abnormal dari ventrikel seperti takikardia
ventrikel juga akan memperlebar dan mengubah bentuk kompleks QRS oleh sebab jalur
khusus yang mempercepat penyebaran impuls melaui ventrikel di pintas. Hipertropi ventrikel
akan meningkatkan amplitudo kompleks QRS karena penambahan massa otot jantung.
Repolarisasi atrium terjadi selama ventrikel. Tetapi besarnya kompleks QRS tersebut akan
menutupi gambaran pemulihan atrium yang tercatatdi elektrokardiografi.
4. Segmen ST
Interval ini terletak antara gelombang depolarisasi ventrikel dan repolarisasi ventrikel.
Tahap awal perubahan repolarisasi ventriklel terjadi selama periode ini, tetapi perubaha ini
terlalu lemah dan tidak tertangkap EKG. Penurunan abnormal segmen ST dikaitkan dengan
iskemia miokardium sedangkan penigkatan segmen ST dikaitkan dengan infark. Penggunaan
digitalis akan menurungkan segmen ST.
7
5. Gelombang Interval QT
Interval ini diukur mulai dari awal kompleksQRS sampai akhir gelombang T, meliputu
depolarisasi dan repolarisasi ventrikel. Interval QT rata-rata adalah 0,36 sampai 0,44 detik
dan bervariasi sesuai dengan frekuensi jantung. Interval QT memanjang pada pemberian
obat-obat anti disritmia seperti kunidin, prokainamid, setalol (betapace), dan amidaron
(cordarone) (Sylvia Anderson Price,2005).

2.8 Prinsip Membaca EKG


Untuk membaca EKG secara mudah dan tepat, sebaiknya setiap EKG dibaca
mengikuti urutan petunjuk di bawah ini
1. Irama
Pertama-tama tentukan irama sinus atau bukan. Apabila setiap kompleks QRS
didahului oleh sebuah gelombang P berarti irama sinus, kalau tidak, maka berarti bukan irama
sinus. Bukan irama sinus dapat berupa suatu aritmia yang mungkin fibrilasi, blok AV derajat
dua atau tiga, irama jungsional, takikardia ventrikular, dan lain-lain.
2. Laju QRS (QRS Rate)
Pada irama sinus, laju QRS normal berkisar antara 60 - 100 kali/min, kurang dari 60
kali disebut bradikardia sinus, lebih dari 100 kali disebut takikardia sinus. Laju QRS lebih
dari 150 kali/min biasanya disebabkan oleh takikardia supraventrikular (kompleks QRS
sempit), atau takikardia ventrikular (kompleks QRS lebar). Pada blok AV derajat tiga, selain
laju QRS selalu harus dicantumkan juga laju gelombang P (atrial rate). EKG normal selalu
regular. Irama yang tidak regular ditemukan pada fibrilasi atrium, atau pada keadaan mana
banyak ditemukan ekstrasistol (atrium maupun ventrikel), juga pada sick sinus syndrome.
3. Aksis
Aksis normal selalu terdapat antara -30 sampai +110. Lebih dari -30 disebut
deviasi aksis kiri, lebih dari +110 disebut deviasi aksis kanan, dan bila lebih dari +180
disebut aksis superior. Kadang kadang aksis tidak dapat ditentukan, maka ditulis
undeterminable, misalnya pada EKG dimana defleksi positif dan negatif pada kompleks QRS
di semua sandapan sama besarnya.
4. Interval -PR
Interval PR normal adalah kurang dari 0,2 detik. Lebih dari 0.2 detik disebut blok AV
derajat satu. Kurang dari 0,1 detik disertai adanya gelombang delta menunjukkan Wolff-
Parkinson- White syndrome.
5. Morfologi
8
a. Gelombang P
Perhatikan apakah kontur gelombang P normal atau tidak. Apakah ada P-pulmonal
atau P-mitral.
b. Kompleks QRS
Adanya gelombang Q patologis menandakan old myocardial infarction (tentukan
bagian jantung mana yang mengalami infark melalui petunjuk sandapan yang terlibat).
Bagaimana amplitudo gelombang R dan S di sandapan prekordial. Gelombang R yang tinggi
di sandapan V1 dan V2 menunjukkan hipertrofi ventrikel kanan (atau infark dinding
posterior). Gelombang R yang tinggi di sandapan V5 dan V6 dengan gelombang S yang
dalam di sandapan V1 dan V2 menunjukkan hipertofi ventrikel kiri. Interval QRS yang lebih
dari 0,1 detik harus dicari apakah ada right bundle branch block, left bundle branch block
atau ekstrasistol ventrikel.
c. Segmen ST
Elevasi segmen ST menandakan infark miokard akut (tentukan bagian mana dari
jantung yang mengalami infark). Depresi segmen ST menandakan iskemia.
d. Gelombang T
Gelombang T yang datar (flat 7) menandakan iskemia. Gelombang T terbalik (T-
inverted) menandakan iskemia atau mungkin suatu aneurisma. Gelombang T yang runcing
menandakan hiperkalemia.
e. Gelombang U
Gelombang U yang sangat tinggi (> gel. T) menunjukkan hipokalemi. Gelombang U
yang terbalik menunjukkan iskemia miokard yang berat.

2.9 Kelainan Kompleks pada Beberapa Penyakit.


Pada dasarnya bagi yang berpengalaman, tidaklah sulit membedakan antara kompleks
EKG normal dan yang ada kelainan. Tetapi kadang-kadang ditemukan adanya gambaran
EKG yang tidak khas dan membingungkan kita. Oleh karena itu sebagai patokan, maka
berikut ini disajikan kelainan kompleks P-QRS-T pada beberapa penyakit.
1. Kelainan gelombang P.
Kelainan penampilan (amplitudo, lamanya, bentuknya) gelombang P pada irama dan
kecepatan yang normal. Misalnya P mitrale yang ditandai dengan gelombang P yang tinggi,
lebar dan not ched pada sandapan I dan II : gelombang P lebar dan bifasik pada VI dan V2.
adanya hipertrofi atrium kiri terutama pada stenosis mitralis. Sedangkan P pulmonale ditandai
dengan adanya gelombang P yang tinggi, runcing pada sandapan II dan III, dan mungkin

9
disertai gelombang P tinggi dan bifasik pada sandapan VI dan V2. Ditemukan pada
korpulmonale dan penyakit jantung kogenital.
Kelainan penampilan, irama dan kecepatan gelombang P yang dapat berupa kelainan
tunggal gelombang P misalnya atrial premature beat yang bisa ditemukan pada penyakit
jantung koroner (PJK), intoksikasi digitalis. Selain itu dapat ditemukan kelainan pada semua
gelombang P disertai kelainan bentuk dan iramanya misalnya fibrilasi atrium yang dapat
disebabkan oleh penyakit jantung rematik (PJR), pada infark miokard. Kelainan gelombang P
lainnya berupa tidak adanya suatu gelombang P, kompleks QRS-T timbul lebih cepat dari
pada biasanya. Misalnya AV nodal premature beat pada PJK, intoksikasi digitalis,
dimanabentuk kompleks QRS normal, dan terdapat masa istirahat kompensatoir. Kelainan
lain berupa ekstrasistole ventrikel pada PJK, intoksikasi digitalis.
Seluruh gelombang P tidak nampak, tetapi bentuk dan lamanya kompleks QRS adalah
normal. Misalnya irama nodal AV, takikardi nodal AV, atrial takikardi yang timbul akibat
intoksikasi digitalis, infark miokard, penyakit jantung hipertensi (PJH). Gelombang P
seluruhnya tidak tampak dengan kelainan bentuk dan lamanya kompleks QRS. Misalnya
ventrikel takikardi, fibrilasi atrium yang dapat timbul pada PJR. Penyakit jantung hipertensi
(PJH).
2. Kelainan interval P-R
a. Interval P-R panjang menunjukkan adanya keterlambatan atau blok
konduksi AV. Misalnya pada blok AV tingkat I dimana tiap gelombang 7 P diikuti P-R
> 0,22 detik yang bersifat tetap atau sementara, ditemukan pada miokarditis, intoksikasi
digitalis, PJK, idiopatik. PadaAV blok tingkat II yaitu gelombang P dalam irama dan
kecepatan normal, tetapi tidak diikuti kompleks QRS, dan seringkali disertai kelainan QRS, S
- T dan T. Interval P-R pada kompleks P-QRS-T mungkin normal atau memanjang, tetapi
tetap jaraknya. Blok jantung A-V2 : 1 atau 3 : 1., berarti terdapat 2 P dan hanya 1 QRS atau
3P&1QRS. Tipe lain dari blok jantung ini ialah fenomena Wenkebach. Pada blok jantung
tingkat III atau blok jantung komplit irama dan kecepatan gelombang P normal, irama
kompleks QRS teratur tetapi lebih lambat (20-40 kali permenit) dari gelombang P. jadi
terdapat disosiasi komplit antara atriumdan ventrikel.
b. Interval P-R memendek yaitu kurang dari 0,1 detik dengan atau tanpa kelainan bentuk
QRS. Ditemukan pada PJK intoksikasi digitalis, sindroma WPW.
3. Kelainan gelombang Q.
Gelombang Q patologis yang lebar > 1 mm atau > 0,4 detik dan dalamnya >2 mm
(lebih 1/3 dari amplitudo QRS pada sandapan yang sama) menunjukkan adanya miokard
yang nekrosis. Adanya gelombang Q di sandapan III dan aVR merupakan gambaran yang
normal.
10
4. Kelainan gelombang R dan gelombang S.
Dengan membandingkan gelombang R dan S disandapan I dan III yaitu gelombang S
di I dan R di III menunjukkan adanya right axis deviation. Kelainan ini ditemukan pada
hipertrofi ventrikel kanan, stenosis mitral, penyakit jantung bawaan, korpulmonale.
Sedangkan gelombang R di I dan S di III menunjukkan adanya left axis deviati on.
Kelainan ini ditemukan pada hipertrofi ventrikel kiri (LVH). Biasanya dengan menjumlahkan
voltase (kriteria voltasi) dari gelombang S di V1 dan R di V5 atau S V1 + R V6 > 35 mm atau
gelombang R>27 mm di V5 atau V6 menunjukkan adanya LVH.
5. Kelainan kompleks QRS
a. Pada blok cabang berkas His dapat ditemukan adanya kompleks QRS lebar dan atau
notched dengan gelombang P dan interval P-R normal. Ditemukan pada PJK, PJR
(Penyakit Jantung Rematik).
b. Kompleks QRS berfrekwensi lambat dengan atau tanpa kelainan bentuk tetapi iramanya
teratur yaitu pada sinus bradikardi, blok jantung 2:1, 3:1, blok komplit terutama pada
PJK, PJR, penyakit jantung bawaan.
c. Kompleks QRS berfrekwensi cepat dengan atau tanpa kelainan bentuk, yaitu pada sinus
takikardi, atrial takikardi, nodal takikardi, fibrilasi atrium, takikardi ventrikel. Ditemukan
pada PJK (Penyakit Jantung Koroner), PJH (Penyakit Jantung Hipertensi), PJR (Penyakit
Jantung Rematik), infark miokard, intoksikasi digitalis.
d. Irama QRS tidak tetap.
Kadang-kadang kompleks QRS timbul lebih cepat dari biasa, misalnya AV nodal
premature beat, ventricular premature beat. Ditemukan pada PJK dan intoksikasi
digitalis. Irama kompleks QRS sama sekali tidak teratur yaitu pada fibrilasi atrium dimana
sering ditemukan pada PJH, PJR, infark miokard dan intoksikasi digitalis.
6. Kelainan segmen S-T.
Suatu kelainan berupa elevasi atau depresi segmen S-T yang ragu-ragu, sebaiknya
dianggap normal sampai terbukti benar-benar ada kelainan pada suatu seri perekaman.
Bukanlah suatu kelainan, apabila elevasi segmen S-T tidak melebihi 1 mm atau depresi tidak
melebihi 0,5 mm, paling kurang pada sandapan standar. Secara klinik elevasi atau depresi
segmen S-T pada 3 sandapan standar, biasanya disertai deviasi yang sama pada sandapan
yang sesuai, menunjukkan adanya insufisiensi koroner. Adanya elevasi segmen S-T
merupakan petunjuk adanya infark miokard akut atau perikarditis. Elevasi segmen S-T pada
sandapan prekordial menunjukkan adanya infark dinding anterior, sedangkan infark dinding
inferior dapat diketahui dengan adanya elevasi segmen S-T pada sandapan II, III, dan aVF.
Untuk perikarditis biasanya tidak dapat dipastikan tempatnya dan akan tampak elevasi di

11
hampir semua sandapan. Elevasi segmen S-T pada V4R ditemukan pada infark ventrikel
kanan.

7. Kelainan gelombang T.
Adanya kelainan gelombang T menunjukkan adanya kelainan pada ventrikel. Untuk
itu dikemukakan beberapa patokan yaitu :
a. Arahnya berlawanan dengan defleksi utama QRS pada setiap sandapan.
b. Amplitudo gelombang T > 1 mm pada sandapan I atau II dengan gelombang R menyolok.
c. Gelombang T terbalik dimana gelombang R menyolok.
d. Lebih tinggi daripada perekaman sebelumnya atau lebih tinggi 8 mm pada sandapan I,II,
III.
Oleh karena begitu banyak penyebab kelainan gelombang T, maka dalam
menginterpretasi kelainan ini sebaiknya berhati-hati dan mempertimbangkan seluruh
gambaran klinik. Suatu diagnosis khusus tidak dapat dibuat atas dasar perubahan -perubahan
yang tidak khas. Adanya gelombang T terbalik, simetris, runcing, disertai segmen S-T
konveks keatas, menandakan adanya iskemi miokard. Kadang-kadang gelombang T sangat
tinggi pada insufisiensi koroner. Pada keadaan dimana defleksi QRS positif pada sandapan I,
sedangkan gelombang T pada sandapan I terbalik atau lebih rendah dari gelombang T di
sandapan III menunjukkan adanya insufisiensi koroner. Gelombang T yang tinggi dan tajam
pada semua sandapan kecuali aVR dan aVL menunjukkan adanya hiperkalemi. Gelombang T
yang tinggi dan simentris dengan depresi segmen S-T menunjukkan adanya infark dinding
posterior.
8. Kelainan gelombang U.
Adanya gelombang U defleksi keatas lebih tinggi dari gelombang T pada sandapan
yang sama terutama V1-V4 menunjukkan adanya hipokalemi.

12
BAB III
METODELOGI

Metodologi yang digunakan dalam menyeleseikan proyek akhir ini :

Ambil Sampling dan Ambil Vektor


Gambar EKG Kuantisasi Ciri

Jaringan Syaraf Ambil Ciri Integral


Tiruan Proyeksi
Backpropagatio
n

Hasil Jenis
Kelainan

Gambar 2. Sistem Pengenalan Kelainan Ritme EKG

Penelitian ini akan dimulai dengan pengumpulan data sinyal pada EKG. Data tersebut
berupa file gambar yang mencerminkan ritme keadaan jantung. Data sinyal pada EKG
tersebut kemudian akan dipisahkan kedalam dua bagian, yaitu data untuk pelatihan dan data
untuk pengujian.
Terdapat empat jenis data yang akan dilakukan pengenalan kelainan ritme jantung.
Ada satu normal sinyal ritme EKG dan ada tiga kelainan ritme EKG. Data tersebut adalah
sebagai berikut :

1. Normal Sinus Rhythm

13
Gambar 3. Sinus Brady
Normal sinus rhythm didapat dari hasil pengamatan enam detik, ritme atau irama
yang tetap, dan tidak ada denyut tambahan yaitu denyut yang terlalu cepat atau terlalu lambat.
Ada 8 QRS dan gelombang P terlihat sama, interval PR sebesar 160 milliseconds, normalnya
120 sampai 200 milliseconds . Ukuran lebar QRS sekitar 80 milliseconds , normalnya sekitar
120 milliseconds.
2. Kelainan Sinus Brady

Gambar 4. Sinus Brady


` Gambar Sinus Brady merupakan hasil dari pengamatan enam detik, ritme atau irama
yang tetap, dan tidak ada denyut tambahan, yaitu denyut yang terlalu cepat atau terlalu
lambat. Ada 5 QRS dan gelombang P terlihat sama, interval PR sekitar 180 milliseconds,
normalnya 120 milliseconds sampai 200 milliseconds. Hal ini sesuai dengan kriteria sinus
rhythm, tetapi ritmenya lebih lambat dari 60 denyut permenit.Ukuran lebar QRS sekitar 60
milliseconds, normalnya sekitar 120 milliseconds.
3. Kelainan Sinus Tachicardia

Gambar 5. Sinus Tachicardia


Gambar Sinus Tachicardia merupakan pengamatan enam detik, ritme atau irama yang
tetap, dan tidak ada denyut tambahan yaitu denyut yang terlalu cepat atau terlalu lambat.Ada
12 QRS . Gelombang P terlihat sama, interval PR sekitar 16 milliseconds. Hal ini sesuai
dengan kriteria sinus rhythm, tetapi ritmenya lebih cepat dari 100 denyut permenit. Ukuran
lebar QRS sekitar 60 milliseconds, normalnya sekitar 120 milliseconds.

14
4. Kelainan Irreguler

Gambar 6. Irreguler

Dari gambar Irreguler sama dengan kriteria sinus rhytme, yang membedakannya adalah pada
gelombang ini iramanya tidak teratur dan adanya gap tanpa adanya gelombang yang muncul.
Proses selanjutnya adalah memilih gambar EKG yang akan diteliti guna mengetahui
kelainan ritme jantung.
1. Sampling dan Kuantisasi
Pemrosesan gambar berukuran 750x300 pixel akan dilakukan sampling 5x5. Jika dalam pixel
5x5 terdapat warna pixel hitam atau sejenisnya maka akan diinisialisasi binner 1 jika tidak
akan diinisialisasi 0. Sehingga hasil dari sampling dan kuantisasi adalah fitur vektor dalam
binner dengan ukuran 150x60. Binner tersebut nantinya akan digunakan untuk menemukan
pola-pola dengan menggunakan integral proyeksi (Nana Ramadijanti dan Achmad Basuki,
2008).
2. Ambil Vektor Ciri
Ciri yang dimaksud adalah vector dari pola gelombang puncak QRS yang tersimpan
pada file txt.

Gambar 7. Pola Gelombang QRS


Melalukan pengambilan ciri vektor dari dalam array. Menjumlahkan nilai kolom dan
baris untuk pengenalan pola gelombang QRS
3. Integral Proyeksi
Merupakan penggunaan integral proyeksi pada puncak gelombang QRS dari fitur
vector 0 10 10 10 0 0 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3.Dari hasil fitur vektor tersebut digunakan untuk
membandingakan fitur vektor pada gambar sinyal Elektrokardiografi (EKG). Sehingga akan
dihasilkan letak geombang QRS.
15
Terdapat kriteria untuk menentukan letak puncak gelombang QRS. Berikut ini adalah
kondisi tersebut.

1. Jumlah fitur ke 1,3,5 dan 6 pada fitur vektor gambar sinyal memiliki jumlah sama dengan
jumlah nilai pada fitur ke 1,3,5 dan 6 fitur vektor QRS yaitu berjumlah 0,10,0, dan 0..
2. Fitur vektor ke-2 dan ke-4 pada fitur vektor gambar sinyal memiliki jumlah kurang dari 10.
3. Fitur vektor gambar sinyal ke-7 sampai ke-16 memiliki jumlah kurang dari tiga dan tidak
boleh bernilai nol.
4. Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation
Hal pertama yang dilakukan adalah mengambil data asli sebagai data training,
sehingga menghasilkan bobot final yang terbaik. Untuk proses mapping dilakukan
pemrosesan untuk input gambar EKG yang baru dengan hasil bobot dari traning. Sehingga
akan menghasilkan nilai, dimana nilai tersebut akan menentukan jenis kelainan jantung
(Linsay Alan, 2006).
Untuk lebih jelasnya proses backpropagation dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 8. Sistem Backpropagation


Proses pertama saat umpan maju (feedforward) adalah :

a. Setiap unit input (Ii) menerima input dan menyebarkan sinyal tersebut pada tiap
hidden layer unit (Hj).
b. Setiap hidden unit kemudian akan menghitung aktifasinya dan mengirim sinyal (f()j)
ke tiap unit output.
c. Setiap unit output(Ok) akan menghitung aktifasinyal(f()k) untuk menghasilkan respon
terhadap input yang diberikan jaringan. Saat proses training, setiap unit output
membandingkan aktifasinya(f()k) dengan nilai target (desired output) untuk
menentukan besarnya error.

16
d. Berdasarkan error tersebut dihitung faktor k . faktor k digunakan untuk
mendistribusikan error dari output kembali ke layer sebelumnya.
e. Dengan cara yang sama, faktor k juga dihitung pada hidden layer unit Hj . faktor k
digunakan untuk memperbaharui bobot antara hidden layer dan input layer
Pembaharuan bobot Wjk (dari hidden unit Hj ke unit output Ok) dilakukan bersamaan
faktor dan aktivasi f()j dari hidden unit Hj. Sedangkan, pembaharuan bobot vij (dari input
unit Ii ke hidden unit Hj) dilakukan berdasarkan faktor j dan aktivasi xi dari input.

17
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Berikut hasil output Pengenalan kelainan ritme EKG :

Gambar 9. Sinyal EKG awal


Gambar sinyal EKG masih dalam bentuk analog. Harus dilakukan konfersi ke digitan
dengan merubah menjadi grid-grid agar mudah untuk pengambilan informasi di dalam
gambar sinyal EKG.

Gambar 10. Hasil Tampilan Sinyal Setelah Sampling dan Kuantisasi.


Hasil berupa gambar sinyal yang berupa grid-grid. Sehingga mudah dilakukan proses
pengangambilang ciri-ciri atau informasi yang diperlukkan.

Gambar 11. Hasil Binner Hasil Sampling dan Kuantisasi


Hasil dari proses sampling dan kuantisasi akan disimpan dalam file txt yang isinya
berupa file binner 1 atau 0.

18
Proses selanjutnya adalah mengambil informasi dari gambar EKG yang telah di
sampling dan kuantisasi. Hasilnya seperti gambar 11.

Gambar 12. Hasil Pengambilan ciri


Setelah ciri didapatkan. Maka dilakukan klasifikasi dengan jaringan syaraf tiruan
backpropagation. Sehingga didapatkan hasil sebagai berikut.

Gambar 13. Hasil Pengenalan Kelainan Jantung


Untuk mengenali kelainan ritme pada sinyal jantung digunakan metode jaringan
syaraf tiruan backpropagation. Dibawah ini beberapa uji coba yang dilakukan untuk menguji
kehandalan metode yang digunakan.
Tabel 1 adalah tabel untuk ujicoba metode dengan merubah jumlah data training dan
melakukan beberapa kali training untuk mendapatkan error terkecil. hasilnya dapat dilihat
seperti pada tabel 1.

Table 1. Ujicoba Dengan Jumlah Data Traning

19
Tabel 1 adalah tabel hasil uji coba metode dengan merubah jumlah data training dan
melakukkannya bebarapa kali. Hasil error terkecil adalah pada jumlah data training 100 dan
dilakukan sebanyak 10 kali uji coba dengan hasil error 0.008773 dan learning rate sebesar
0.079086.

Tabel 2 adalah tabel untuk ujicoba metode dengan merubah jumlah unit pada hiden
layer.
Tabel 2. Uji Coba Unit pada hiden layer

No Unit Learni Error


hidden ng
layer Rate
1 3 0.0150 0.17174
15 1
2 4 0.0150 0.16056
15 0
3 5 0.0150 0.14611
15 6
4 6 0.0150 0.02000
15 2
5 7 0.0150 0.13838
15 0
6 8 0.0150 0.11114
15 2
7 9 0.0150 0.11303
15 4
8 10 0.0150 0.01219
15 9

Dari table 2, pengujian metode dengan merubah jumlah unit untuk mencapai error
terkecil. Dari hasil pengujian tersebut diperoleh error terbesar pada jumlah unit hiden layer
sebesar tiga dengan error 0.171741 dan diperoleh error terkecil sebesar 0.012199 dengan
jumlah unit 10 pada layer hiden.
20
Setelah diketahui jumlah unit terbaik yang akan digunakan, proses selanjutnya adalah
mencari learning rate terbaik sehingga dihasilkan error terkecil. Hasil pengujian terlihat pada
table 3.

Table 3. Uji coba Masukkan 0

No Masukk Learn Error


an 0 ing
Rate
1 0.01 0.050 0.079777
050
2 0.02 0.010 0.066416
010
3 0.03 0.015 0.012199
015
4 0.04 0.020 0.091993
020
5 0.05 0.025 0.089579
025
6 0.06 0.030 0.088037
030
7 0.07 0.035 0.080634
035
8 0.08 0.040 0.050644
040
9 0.09 0.045 0.078588
045
10 0.1 0.050 0.064574
050

Setelah dilakukan beberapa uji coba, hasilnya terlihat pada table 3. Error terbesar
ketika masukkan 0 sebesar 0.04 dengan error 0.091993 dan learning rate 0.020020. Untuk
error terkecil sebesar 0.012199 dengan masukkan 0 adalah 0.03 dan menghasilkan learning
rate sebesar 0.015015.
Dari uji coba merubah masukkan jumlah unit pada hiden layer dan masukkan 0,
diperoleh masukkan terbaik pada jumlah unit hiden layer dan 0 untuk digunakan pada
metode jaringan saraf tiruan backpropagation. Untuk jumlah hiden layer sebesar 10 dan 0
sebesar 0.03 sehingga menghasilkan learnig rate 0.015015 dan error 0.012199.

21
BAB V
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Elektrokardiagram (EKG) adalah suatu alat pencatat grafis aktivitas listrik jantung.
Pada EKG terlihat bentuk gelombang khas yang disebut sebagai gelombang P, QRS dan T,
sesuai dengan penyebaran eksitasi listrik dan pemulihannya melalui sistem hantaran dan
miokardium.
22
Pada umumnya pemeriksaan EKG berguna untuk mengetahui : aritmia, fungsi alat
pacu jantung, gangguan konduksi interventrikuler, pembesaran ruangan-ruangan jantung,
IMA, iskemik miokard, penyakit perikard, gangguan elektrolit, pengaruh obat-obatan seperti
digitalis, kinidin, kinine, dan berbagai kelainan lain seperti penyakit jantung bawaan,
korpulmonale, emboli paru, mixedema.
Dari hasil uji coba sistem ini dapat ditarik beberapa kesimpulan:
1. Dengan menggunakan metode jaringan syaraf tiruan bacpropagation telah tercapai learning
rate sebesar 0.018450 dan MSE sebesar 0.009997 dengan target error sebesar 0.0100 pada
iterasi ke-315.
2. Setelah sinyal elektrokardiografi diklasifikasi, selanjutnya dilakukan perbandingan hasil
output dari software sebanyak 40 kali uji coba dengan data asal, maka menghasilkan error
simpangan sebesar 2.5% dan keberhasilan sebesar 97.5%.

4.2 Saran
Dalam proses pengambilan data, sebaiknya dilakukan secara realtime agar pengenalan
kelainan jantung segera diketahui hasilnya.

DAFTAR PUSTAKA
.

Anonim.2011.Electrocardigram.http://www.medicinenet.com/electrocardiogram_ecg_
or_ekg/article.htm diakses 13/03/2016.
Anonim. 2010. EKG or Elektrocardigram. http://www.heartsite.com/html/ekg.html diakses
13/03/2016.
Benson, Harold J. 2005. Anatomy and Physiology. New York : Mc Graw Hill.Diposkan oleh
ardhyanzah ansar di 00.16.
Guyton, Arthur C, Jhon.2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta : ECG
23
Hampton, Jhon R. 2006. Dasar-dasar EKG. Jakarta. EGC.
Linsay, Alan. 2006. ECG LERNING CENTER. LDS Hospital Salt Lake City, Utah.
Padoe, Irfan. 2010. Kegunaan EKG dan Cara Merekam EKG.
http://www.infokeperawatan.com/info-kesehatan/kegunaan-ekg-dan-cara-merekam-
ekg. Html diakses 13/03/2016.
Price, Sylvia Anderson.2005. Patofisologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta :
EGC.
Ramadijanti, Nana, Achmad Basuki. 2008. Fitur Bentuk Pada Citra. Surabaya:Politeknik
Elektronika Negeri Surabaya PENS-ITS.
Sherwood. 2003. Fisiologi Manusia. Jakarta : ECG
Sudoyo. 2009. Ilmu Penyakit Dalam Edisi V. Jakarta : Interna Publishing.
Syaifuddin. 2006. Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa keperawatan. Jakarta : EGC

24

Anda mungkin juga menyukai