Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

PENGHANTAR PERILAKU KONSUMEN DAN


FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA

DISUSUN OLEH :
WAHYU FIRDAUS (1470201056)
TAUFIQ HIDAYAT (1470201098)
FITRI CALISTA (1470201105)
YULINA (1470201086)

SEMESTER 6
ILMU KOMUNIKASI (ADVERTISING)
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat, berkah,
bimbingan, dan ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah yang
berjudul PENGANTAR PERILAKU KONSUMEN DAN FAKTOR FAKTOR
YANG MEMPENGARUHINYA. Makalah ini disusun guna melengkapi tugas
mata kuliah Perilaku Konsumen.

Dalam penyusunan makalah ini tidak lepas dari pihak-pihak yang selalu
memberikan dukungan, arahan serta masukan sehingga penulisan ini bisa
diselesaikan dengan baik.

Pada kesempatan ini, penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepadadosen pengajar dan pembimbing mata kuliah Perilaku
Konsumen serta kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan
makalah ini.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun untuk menjadi perbaikan di masa yang akan datang.

Tangerang , 07 Desember 2017

Penulis

Memahami Perilaku Konsumen 2


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................ii
DAFTAR ISI...................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN...................................................1
1.1. Latar Belakang.........................................................1
1.2. Rumusan Masalah.....................................................1
1.3 Tujuan Pembahasan..................................................2
1.4. Manfaat Penulisan.....................................................2
BAB II PEMBAHASAN....................................................3
2.1. Pengertian Konsumen................................................3
2.2. Konsep Perilaku Konsumen........................................5
2.3. Pentingnya Mempelajari Perilaku Konsumen.................9
2.4. Pendekatan Perilaku Konsumen sebagai Disiplin Ilmu....12
2.5. Variabel-variabel dalam Perilaku Konsumen................12
2.6. Kebutuhan dan Tujuan Konsumen.............................13
2.7. Karakteristik Konsumen..........................................16
2.8. Teori-teori Perilaku Konsumen..................................18
2.9. Kepribadian dan Perilaku Konsumen..........................19
Daftar Pustaka...............................................................22

Memahami Perilaku Konsumen 3


BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan usaha bisnis dalam era globalisasi saat ini semakin pesat,
ditandai dengan tingkat persaingan antar perusahaan yang semakin tinggi dan
ketat. Keadaan tersebut menyebabkan perusahaan pada umumnya berusaha untuk
mempertahankan kelangsungan hidup, mengembangkan perusahaan, memperoleh
laba optimal serta berusaha memperkuat posisi perusahaan dalam menghadapi
perusahaan pesaing. Seorang pemasar dituntut mampu menciptakan strategi
pemasaran yang tepat dalam rangka persaingannya dengan perusahaan lain.
Pemasar juga harus menciptakan produk yang mampu mengkarakteristikkan diri
agar konsumen mengenal produk-produk yang dipasarkan oleh perusahaan
tersebut. Untuk mengantarkan identitas perusahaan agar mudah dikenal
konsumen, merek menjadi hal yang sangat penting.

Dalam mengenal Produsen kita perlu mempelajari prilaku produsen sebagai


perwujudan dari seluruh aktivitas jiwa manusia itu sendiri. Suatu metode
didefinisikan sebagai suatu wakil realitias yang di sederhanakan. Model perilaku
produsen dapat didefinisikan sebagai suatu sekema atau kerangka kerja yang di
sederhanakan untuk menggambarkan aktiviras-aktiviras produsen. Model perilaku
produsen dapat pula di artikan sebagai kerangka kerja atau suatu yang mewakili
apa yang di yakinkan Produsen dalam mengambil keputusan menjual dan mencari
keuntungan

1.2. Rumusan Masalah

2. Apa manfaat dan tujuan yang diperoleh perusahaan/produsen dalam


memperhatikan perilaku konsumen?

3. Apa pengertian dari perilaku konsumen dan faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi perilaku konsumen?

4. Bagaimana strategi pemasaran yang tepat untuk menciptakankeputusan


pembelian pada konsumen ?
5. Masalah apa saja yang dihadapi dalam melakukan Analisis Perilaku
Konsumen?

1.3 Tujuan Pembahasan

1. Untuk mengetahui manfaat dan tujuan yang diperoleh perusahaan/produsen


dalam memperhatikan perilaku konsumen.

2. Untuk mengetahui arti dari perilaku konsumen dan faktor-faktor yang


mempengaruhi perilaku konsumen.

3. Untuk mengetahui strategi pemasaran yang tepat untuk menciptakan keputusan


pembelian pada konsumen.

4. Untuk mengetahui masalah apa saja yang sering dihadapi dalam melakukan
Analisis Perilaku Konsumen.

1.4. Manfaat Penulisan

Hasil penulisan makalh ini dapat dijadikan sumber informasi dan masukan
bagi perusahaan guna untuk meningkatkan jumlah penjualan produk mereka.

Hasil penulisan makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan dan


pemahaman penulis tentang alasan perusahaan/produsen perlu memahami
perilaku konsumen dan hal-hal apa yang perlu di perhatikan
produsen/perusahaan dalam memperhatikan perilaku konsumen.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Konsumen

Indonesia memiliki jumlah penduduk nomor empat terbesar di dunia, setelah


Negara- Negara China, India, Amerika Serikat. Menurut Bappenas jumlah
penduduk Indonesia diperkirakan sebesar 118,3 juta jiwa pada tahun 1971,
meningkat menjadi 146,7 juta jiwa pada tahun 1980, kemudian bertamah menjadi
179,2 juta jiwa pada tahun 1990, dan menjadi sebesar 205,1 juta jiwa pada tahun
2000, pada tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia berjumlah 233,5 juta jiwa
(Mulyadi, 2012). Setiap hari peduduk yang terdiri dari laki-laki dan perempuan,
usia anak sampai dengan usia lanjut, miskin dan kaya, kulit hitam, sawo matang
dan kuning memerlukan pangan, sandang dan papan, di samping kebutuhan,
setiap penduduk juga punya keinginan, seperti ingin makan nasi, ingin makan
jagung, ingin makan burger, ingin minum teh, ingin pakaian musim dingin, ingin
pakaian musim panas, ingin rumah sederhana, ingin rumah susun, ingin rumah
yang menginjak tanah, ingin rumah yang jauh dari tanah dan sebagainya.
Penduduk juga membutuhkan pendidikan, kesehatan, ketenangan, kedamaian, dan
kebutuhan hidup lainnya.
Untuk memenuhi kebutuhan dan keinginannya, setiap penduduk harus
membeli, kemudian menggunakan, memakai dan mengkonsumsi berbagai
kebutuhan barang dan jasa baik untuk memenuhi kebutuhan yang paling dasar
sampai dengan kebutuhan untuk mengaktualisasikan dirinya. Selain membeli,
penduduk juga bisa membuat sendiri barang atau jasa yang dibutuhkan dan
diinginkannya, kalau seluruh bahan baku dan bahan pembantunya mencukupi.
Namun penduduk sering berfikir tentang mana yang lebih baik, membuat sendiri
atau membeli dari orang lain. Dengan penduduk yang demikian besar, maka tidak
mengherankan bila setiap Negara menganggap orang Indonesia sebagai pasasr
yang sangat potensial dan sangan menjanjikan. Maka perusahaan-perusahaan
sebagai penjual barang dan jasa baik perusahaan nasional maupun perusahaan
multinasional, berlomba-lomba ke Indonesia dan menguasai pasar yang potensial
tersebut.
Dari sudut pandang Pemerintah, disatu sisi masyarakat dalam memilih semua
kebutuhan yang diperlukan harus diberikan pendidikan dan pengetahuan agar
jangan sampai memilih, membeli dan mengkonsumsi produk barang atau produk
jasa yang salah atau tidak baik. Apabila penduduk membeli dan mengkonsumsi
produk yang berbahaya maka pemerintah juga yang rugi, karena memerlukan
biaya penyembuhan yang besar juga dianggap juga tidak bisa melindungi
warganya. Dengan demikian maka penduduk sebagai pembeli, pemakai dan
pengguna barang dan atau jasa harus dilindungi dari akibat memilih dan membeli
produk yang salah. Namun disisi lain, para pengusaha juga harus mempelajari dan
memahami tentang berbagai kebutuhan dan keperluan yang diinginkan penduduk
jangan sampai pengusaha yang telah membuat dan menawarkan produknya tidak
laku di pasar karena tidak sesuai dengan kebutuhan dan keinginan pendududk
sebagai pembeli. Maka dengan demikian diperlukan pengetahuan dan pemahaman
tentang konsumen dan perilaku konsumen dalam memilih , membeli dan
mengkonsumsi produk baik barang maupun jasa.
Dengan gambaran di atas maka setiap pelaku usaha maupun para pemegang
otoritas yang terkait dengan masalah kependudukan perlu memahami tentang
konsumen. Konsumen berasal dari bahasa asing (Belanda/Inggris), consumen dan
consumer yang arti harfiahnya adalah pembeli. Pengertian lain dari konsumen
sangat luas, beragam dan sangat terkait erat dengan tujuan seseorang, membeli
suatu produk misalnya sebagai pengguna, yang diterjemahkan dari kata user dari
kata Bahasa Inggris. Pengertian lain dari konsumen adalah pemakai, penikmat,
pemanfaat, peminum, penerima, pendengar, pemirsa, dan masih banyak lagi
(Mulyadi Nitisusastro, 2012).

Pemasok Produsen/ Konsumen


Penjual
Toko
Besar

Grosir/
Konsultan/
Pedagang Pabrik/Pembuatan Barang Management
Besar

Gambar 1.1. Posisi Peran Konsumen Dengan Produsen Bisah Silih Berganti

Pengertian konsumen mempunyai variasi yang sangat luas. Peran seseorang


sebagai konsumen dan sebagai produsen juga bisa berlaku timbal balik, artinya
adakalanya pada suatu saat seseorang bertindak sebagai pembeli atau konsumen,
namun pada kesempatan lain seorang konsumen juga bisa bertindak sebaai
produsen. Sebagai ilustrasi, seorang guru atau dosen yang sedang mengajar di
sebuah ruang kelas adalah seorang produsen yang menjual jasa berupa transfer
ilmu pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Akan tetapi ketika akan melengkapi
bahan pengajaran sebagai buku-buku referensi, maka disini guru atau dosen tadi
telah berubah peran menjadi seorang konsumen. Dengan demikian antara
konsumen dan produsen bisa bertukar peran masing-masing.
Dalam menjalankan bisnis, para eksekutif dituntut untuk memahami konsep-
konsep dasar dalam ilmu pemasaran dan perilaku konsumen, yaitu kebutuhan,
keinginan, dan permintaan. Ketepatan pemahaman atas konsep-konsep dasar ini
akan memudahkan produsen menyiapkan konsep pemasaran yang tepat untuk
menghadapi perilaku konsumen yang selalu berubah dari waktu ke waktu.
Kebutuhan adalah ketidakberadaan beberapa kepuasan dasar. Manusia
membutuhkan makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, keamanan, hak milik,
dan harga diri. Kebutuhan merupakan hakikat biologis dan kondisi manusia.
Keinginan adalah hasrat akan pemuas kebutuhan yang spesifik. Pemasar tidak
menciptakan kebutuhan, tetapi mempengaruhi keinginan manusia. Permintaan
adalah keinginan akan produk yang spesifik yang didukung oleh kemampuan dan
ketersediaan untuk membelinya. Keinginan berubah menjadi permintaan jika
didukung dengan kemampuan dan kesediaan untuk melakukan pembelian (Etta
Mamang Sangaji & Sopiah, 2013).
Setiap penduduk atau individu adalah konsumen, karena ia melakukan
kegiatan konsumsi baik pangan, nonpangan maupun jasa. Konsumen adalah setiap
orang pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat baik bagi
kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lainnya dan
tidak diperdagangkan. Konsumen ada dua, yaitu; konsumen individu dan
konsumen organisasi. Pada konsumen individu, konsumen membeli barang dan
jasa untuk digunakan sendiri (pakaian, sepatu, sepeda, dan lain sebagainya).
Konsumen organisasi adalah semua organisasi harus membeli produk peralatan
dan jasa untuk kegiatan organisasinya.

2.2. Konsep Perilaku Konsumen

Beberapa pakar di bidang manajemen memberikan batasan yang sangat


lengkap dan tentang perilaku konsumen. Meskipun batasan-batasan tersebut
sedikit banyak berbeda satu sama lain, namun pada dasarnya substansinya sama.
Berikut ini dikutip pendapat para ahli sebagai berikut (Mulyadi Nitisusastro,
2012):
Gerald Zaldman dan Melanie Wallendorf (1979), menjelaskan bahwa:
Consumer behavior are acts, process and sosial relationship exhibited by
individuals, groups and organizations in the obtainment, use of, and consequen
experience with productsm service and other reources. Perilaku konsumen adalah
tindakan-tindakan, proses, dan hubungan sosial yang dilakukan individu,
kelompok, dan organisasi dalam mendapatkan, menggunakan suatu produk atau
lainnya sebagai suatu akibat dari pengalamannya dengan produk, pelayanan, dan
sumber-sumber lainnya. David L. Loudon dan Albert J. Della Bitta (1984)
mengemukakan bahwae; Consumer behavior may be defined as decision process
and physical activity individuals engage in when evaluating, acquaring, usinng or
disposing of good and service. Perilaku konsumen dapat didefinisikan sebagai
proses pengambilan keputusan dan aktivitas individu secara fisik yang dilibatkan
dalam proses mengevaluasi, memperoleh, menggunakan atau dapat
mempergunakan barang-barang dan jasa.
James F. Engel, et,al (1968) berpendapat bahwa; Consumer behavior is
defined as the acts of individuals directly involved in obtaining and using
economic good services including the decision process that precede and
determine these acts. perilaku konsumen didefinisikan sebagai tindakan-tindakan
individu yang secara langsung terlibat dalam usaha memperoleh dan
menggunakan barang-barang jasa ekonomis termasuk proses pengambilan
keputusan yang mendahului dan menentukan tindakan-tindakan tersebut.
Schiffman dan Kanuk (1994) dalam bukunya yang berjudul Consumer Behavior
mendefinisikan sebagai berikut; The term consumer behavior refers to the
behavior that consumer display in searching for purchasing, using evaluating and
disposing of product and services that they expect will satisfy their needs. Istilah
perilaku konsumen diartikan sebagai perilaku yang diperlihatkan konsume dalam
mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan menghabiskan produk dan
jasa yang mereka harapkan akan memuaskan kebutuhan mereka.
Menurut Solomon (2007): it is study of the processes involved when
individuals or group select, purchase, use, or dispose of products, services, ideas,
or experiences to satisfy needs and desires. Studi perilaku konsumen merupakan
proses ketika individu atau kelompok menyeleksi, membeli, menggunakan atau
membuang produk, pelayanan, ide dan pengalaman untuk memuaskan
kebutuhannya. Hawkins, Best, dan Coney (2001) mengatakan bahwa: Consumer
behavior is the study of individuals, groups, or organizations and the proocesses
they use to select, secure, use, and dispose of products, services, experiences, or
ideas to satisfy needs and the impacts that these processes have onthe consumer
and society. Perilaku konsumen adalah dimana studi mengenai individu,
kelompok atau organisasi dan proses dimana mereka menyeleksi, menggunakan
dan membuang produk, layanan, pengalaman atau ide untuk memuaskan
kebutuhan dan dampak dari proses tersebut pada konsumen dan masyarakat.
Perilaku konsumen sebenarnya merupakan tahapan-tahapan langkah yang
ditempuh dan dilakukan oleh seseorang atau individual atau kelompok orang
dalam rangka memenuhi kebutuhan dan keinginannya. Menurut Schiffman dan
Kanuk (1994), tahapan-tahapan langkah yang dimaksudkan adalah:
1. Need recognition (mengenali kebutuhan).
2. Pre-purchase search (mencari informasi sebelum membeli).
3. Purchase trial and repeat purchase (melakukan pembelian dengan cara
mencoba-coba dan melakukan pembelian ulang).
4. Post purchase evaluation (Melakukan evaluasi pascabeli).
Beberapa pakar lainnya dalam bidang perilaku konsumen telah mengutarakan
pendapatnya masing-masing. Misalnya Neal Quester Hawkins (1999), Peter Olson
(1999) dan Solomon (1999). Namun sekali lagi ditegaskan bahwa meskipun
mereka berbeda hanyalah dalam istilah oengutaraannya, misalkan untuk tahapan
pertama, Schiffman dan Kanuk (1994) mengatakan dengan istilah pengenalan
kebutuhan, sedangkan Kotler (2003) mengutarakan dengan istilah pengenalan
permasalahan. Pengenalan kebutuhan dengan pengenalan permasalahan pada
dasarnya sama, yaitu suatu kegiatan atau upaya untuk mengetahui tentang produk
barang dan atau produk jasa apa yang sebenarnya dibutuhkan dan ingin dibeli
dalam rangka mengatasi kebutuhan dan atau permasalahan yang dihadapi.
Menurut American Marketing Association (AMA) Mendefinisikan bahwa
perilaku konsumen (consument behavior) sebagai interaksi dinamis antara
pengaruh dan kognisi, perilaku, dan kejadian di sekitar kita dimana manusia
melakukan aktivitas pembelian dalam hidup mereka. Paling tidak ada tiga ide
penting dalam definisi tersebut, yaitu: perilaku konsumen adalah dinamis,
perilaku konsumen melibatkan interaksi antara pengaruh dan kognisi, perilaku,
dan kejadian di sekitar, dan hal tersebut melibatkan pertukaran (Danang Sunyoto,
2013). Secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Perilaku konsumen adalah dinamis. Perilaku konsumen itu dinamis berarti
seorang konsumen, grup konsumen serta masyarakat luas selalu berubah dan
bergerak sepanjang waktu. Hal ini memiliki implikasi terhadap studi perilaku
konsumen, demikian pula pada pengembangan strategi pemasaran. Dalam hal
studi perilaku konsumen, slaah satu implikasinya adalah generalisasi perilaku
konsumen biasanya terbatas untuk satu jangka waktu tertentu, produk dan
individu atau grup tertentu. Dengan demikian para mahasiswa perilaku
konsumen harus berhati-hati untuk tidak terlalu menggeneraisasi teori
ataupun semua riset, dalam hal pengembangan strategi pemasaran, sifat
dinamis perilaku konsumen menyiratkan bahwa seseorang tidak boleh
berharap bahwa suatu strategi pemasaran yang sama dapat memberikan hasil
yang sama disepanjang waktu, pasar, dan industri. Walaupun hal ini tampak
sederhana, namun perusahaan gagal menyadari kebutuhan untuk
mengadaptasi strategi pemasaran dipasar yang berbeda.
2. Perilaku konsumen melibatkan interaksi antara pengaruh dan kognisi,
perilaku dan kejadian di sekitar. Ini berarti bahwa untuk memahami
konsumen dan mengembangkan strategi pemasaran yang tepat kita harus
memahami apa yang mereka pikirkan (kognisi) dan mereka rasakan
(pengaruh), apa yang mereka lakukan (perilaku). Dan apa serta dimana
(kejadian disekitar) yang mempengaruhi serta dipengaruhi oleh apa yang
dipikirkan, dirasa dan dilakukan konsumen. Di sini tidak boleh hanya
menganalisa dampak kejadian di sekitar terhadap pengaruh, kognisi atau
perilaku seperti yang biasanya dilakukan dalam riset dasar. Tetapi apakah kita
sedang mengevaluasi seorang konsumen, pasar sasaran atau keseluruhan
masyarakat, analisis ketiga dari elemen tersebut sangat berguna untuk
memahami dan mengambang strategi pemasaran.
3. Perilaku konsumen melibatkan pertukaran di antara individu. Hal ini
membuat definisi perilaku konsumen tetap konsisten dengan definisi
pemasaran yang sejauh ini juga menekankan pertukaran. Kenyataannya peran
pemasaran adalah untuk menciptakan pertukaran dengan konsumen melalui
formulasi dan penerapan strategi pemasaran.
Menurut Handi Irwan (2007), perilaku konsumen Indonesia dikategorikan
menjadi sepuluh, yaitu:
1. Berpikir jangka pendek (shorttime perspective). Ternyata sebagian besar
konsumen Indonesia hanya berpikir jangak pendek dan sulit untuk diajak
berpikir jangka panjang, salah satu cirinya adalah dengan mencari yang serba
instant.
2. Tidak terencana (dominated by unplanned behavior). Hal ini tercermin pada
kebiasaan impulse buying, yaitu membeli produk yang kelihatan menarik
(tanpa perencanaan sebelumnya).
3. Suka berkumpul. Masyarakat Indonesia mempunyai kebiasaan suka
berkumpul (sosialisasi). Salah satu indikator terkini adalah situ sosial
networking seperti facebook dan twitter sangat diminati dan digunakan secara
luas di Indonesia.
4. Gagap teknologi (not adaptive to high technology) sebagian besar konsumen
Indonesia tidak begitu menguasai teknologi tinggi. Hanya sebatas pengguna
biasa dan hanya menggunakan fitur yang umum digunakan kebanyakan
pengguna lain.
5. Berorientasi pada konteks (cotext oriented). Konsumen kita cenderung
menilai dan memilih sesuatu dari tampilan luarnya. Dengan begitu, konteks-
konteks yang meliputi suatu hal justru lebih menarik ketimbang hal itu
sendiri.
6. Menyukai produk luar negeri. Sebagian konsumen Indonesia juga lebih
menyukai produk luar negeri dari pada produk dalam negeri, karena bisa
dibilang kualitasnya juga lebih bagus dibanding produk di Indonesia.
7. Beragam (religious). Konsumen Indonesia sangat peduli terhadap isu agama.
Inilah salah satu karakter khas konsumen Indonesia yang percaya pada ajaran
agamanya. Konsumen akan lebih percaya jika perkataan itu dikemukakan
oleh seorang tokoh agamam ulama dan pendeta. Konsumen juga suka produk
yang mengusung simbol-simbol agama.
8. Gengsi (putting prestige as important motive). Konsumen Indonesia amat
getol dengan gengsi. Banyak yang ingin naik status walaupun belum
waktunya. Saking pentingnya urusan gengsi ini. Mobil-mobil mewahpun
tetap laris terjual di negeri kita pada saat krisis ekonomo sekalipun. Menurut
Danang Sunyoto (2013), ada tiga buda yang menyebabkan gengsi.
Konnsumen Indonesia suka bersosialisasi sehingga mendorong orang untuk
pamer. Budaya feodal yang masih melekat sehingga menciptakan kelas-kelas
sosial dan akhirnya terjadi pemberontakan untuk cepat naik kelas. Masyarkat
kita mengukur kesuksesan dengan materi dan jabatan sehingga mendorong
untuk saling pamer.
9. Budaya lokal (local culture). Sekalipun konsumen Indonesia gengsi dan
menyukai produk luar negeri, namun unsur fanatisme kedaerahannya ternyata
cukup tinggi, ini bukan berarti bertentangan dengan hukum perilaku yang
lain.
10. Kurang peduli lingkungan (low consciousness toward environment). Salah
satu karakter konsumen Indonesia yang untuk adalah kurang kepedulian
mereka terhadap isu lingkungan. Tetapi jika melihat prospek ke depan
kepedulian konsumen terhadap lingkungan akan semakin meningkat,
terutama mereka yang tinggal di perkotaan. Begitu pula dengan kalangan
menengah atas yang relatif lebih mudah paham dengan isu lingkungan. Lagi
pula mereka pun memiliki daya beli terhadap harga premium sehingga akan
lebih mudah memasarkan produk dengan tema ramah lingkungan terhadap
mereka.

Dari pengertian yang dikemukakan para ahli di atas dapat dikatakan bahwa
perilaku konsumen adalah tindakan yang dilakukan konsumen guna mencapai dan
memenuhi kebutuhannya baik untuk menggunakan, mengkonsumsi, maupun
menghabiskan barang dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan
yang menyusul. Dengan dapat disimpulkan bahwa perilaku konsumen adalah (1)
disiplin ilmu yang mempelajari perilaku individu, atau organisasi dan proses-
proses yang digunakan konsumen untuk menyeleksi, menggunakan produk,
pelayanan, pengalaman atau ide untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan
konsumen; (2) tindakan yang dilakukan oleh konsumen guna mencapai dan
memenuhi kebutuhannya baik dalam penggunaan, pengkonsumsian, maupun
penghabisan barang dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan
yang menyusul; (3) tindakan perilaku yang dilakukan konsumen yang dimulai
dengan merasakan adanya kebutuhan dan keinginan, kemudian berusaha
mendapatkan produk yang diinginkan, mengkonsumsi produk tersebut dan
berakhir dengan tindakan tindakan pasca pembelian, yaitu perasaan puasa atau
tidak puas.

2.3. Pentingnya Mempelajari Perilaku Konsumen

Bagi para pelaku usaha memahami perilaku konsumen merupakan landasan


yang sangat penting guna menyusun strategi pemasaran dan operasionalisasi cara
penjualan. Dengan memahami perilaku konsumen; pelaku usaha akan mampu
mengelompokkan konsumen berdasarkan gender, berdasarkan usia, berdasarkan
tingkat pendidikan, dan berdasarkan jenis pekerjaan. Demikian juga memahami
perilaku konsumen, pelaku usaha dapat membidik target-target pembeli secara
lebih fokus dan terarah. Dengan kata lain pelaku usaha dapat menjabarkan dengan
lebih jelas tentang sasaran dan target pembeli untuk selanjutnya mengarahkan
kegiatan pemasaran kepada para agen penjualan dan mencapai target.
Dalam mengkaji perilaku konsumen Anda akan dapat mendalami dan akan
berhasil apabila dapat memahami aspek-aspek psikologis manusia secara
keseluruhan, kekuatan faktor sosial budaya dan prinsip ekonomis serta strategi
pemasaran. Kemampuan dalam menganalisis perilaku konsumen berarti
keberhasilan dalam menyelami jiwa konsumen dalam memenuhi kebutuhannya.
Dengan demikian berarti pula keberhasilan pengusaha, ahli pemasaran, pimpinan
toko dan pramuniaga dalam memasarkan suatu produk yang membawa kepuasan
kepada konsumen dan bagi diri (Rini D, Agustina S. & Riyanti I., 2012).
Setidaknya ada dua alasan mengapa perilaku konsumen perlu dipelajari
Pertama, seperti sudah dikatakan di atas, konsumen sebagai titik sentral perhatian
pemasaran. Mempelajari apa yang dibutuhkan dan diinginkan oleh onsumen pada
saat ini merupakan hal yang sangat penting. Memahami konsumen akan
menuntun pemasar pada kebijakan pemasaran yang tepat dan efisien. Misalnya
saja ketika pemasar mengetahui bahwa konsumen yang menginginkan produknya
hanya sebagian kecil saja dari suatu populasi, dan dengan karakteristik yang
khusus, maka upaya-upaya pemasaran produk bisa diarahkan dan difokuskan pada
kelompok tersebut. Dengan memfokuskan bidikan, maka biaya yang dikeluarkan
untuk promosi akan lebih murah dan tepat sasaran.
Untuk mengetahui keinginan dan kebutuhan konsumen, maka aspek-aspek
internal yang mempengaruhi konsumen secara individu seperti persepsi, sikap,
proses komunikasi, pengetahuan konsumen, keterlibatan terhadap produk perlu
dianalisis. Selain itu perlu dianalisis aspek internal seperti budaya, kelas sosial,
kelompok rujukan, keluarga dan lain-lain yang semuanya bisa mempengaruhi
perilaku konsumen. Kedua perkembangan perdagangan pada saat ini
menunjukkan bahwa lebih banyak produk yang ditawarkan daripada permintaan.
Kelebihan penawaran ini menyebabkan banyak produk yang tidak terjual atau
tidak dikonsumsi oleh konsumen. Kelebihan penawaran tersebut bisa disebabkan
oleh faktor seperti kualitas barang tidak layak, tidak memenuhi keinginan dan
kebutuhan konsumen, atau mungkin juga karena konsumen tidak mengetahui
keberadaan produk tersebut.
Selain dua alasan di atas, mempelajari perilaku konsumen dan proses
konsumsi yang dilakukan oleh konsumen memberikan beberapa manfaat. Mowen
(1995) mengemukakan manfaat yang bisa diperoleh: 1. Membantu para manajer
dalam pengambilan keputusan. 2. Memberikan pengetahuan kepada para peneliti
pemasaran dengan dasar pengetahuan analisis konsumen.
Sementara itu profesi yang relevan dengan kajian perilaku konsumen antara
lain adalah manajer, birokrat, produsen, peneliti, konsultan dan banyak profesi
yang lain. Selanjutkan akan dideskripsikan pentingnya kajian perilaku konsumen
pada berbagai profesi sebagai berikut (Rini D. Agustina S. & Riyanti I. 2012).
Manajer. Manajer perusahaan menggunakan perilaku konsumen untuk
menyusun perencanaan perusahaannya, mengevaluasi kemajuan yang dicapai
dalam usaha mencapai tujuan, dan melakukan tindakan koreksi yang diperlukan.
Keputusan yang diambil oleh manajer berdasarkan infomasi perilaku konsumen
yang terjadi, misalnya: menentukan strategi apa yang sebaiknya dilakukan agar
konsumen tertarik terhadap suatu produk. Manajer adalah seseorang yang bekerja
melalui orang lain dengan mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan mereka guna
mencapai sasaran organisasi.
Produsen. Produsen adalah orang yang melakukan kegiatan produksi untuk
menghasilkan suatu barang produksi yang akan dijual kepada konsumen dengan
tujuan mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya dari barang yang
diproduksinya. Produsen mempelajari perilaku konsumen untuk mengetahui
produk apa yang sedang di butuhkan konsumen, yang tidak disukai konsumen
serta untuk menentukan harga produksi yang mampu di beli oleh konsumen.
Namun demikian, produsen tidak bisa mengendalikan konsumen dalam hal
produk yang harus dibeli oleh konsumen. Konsumen yang memegang kendali
produk apa yang seharusnya diproduksi oleh produsen. Oleh karena itu, produsen
harus berfokus pada konsumen karena konsumen adalah bagian terpenting dari
perusahaan.
Birokrat. Birokrasi merupakan instrumen penting dalam masyarakat modern
yang kehadirannya tidak mungkin terelakkan. Eksistensi birokrasi ini sebagai
konsekuensi logis dari tugas utama negara (pemerintahan) untuk
menyelenggarakan kesejahteraan masyarakat (sosial welfore). Sejauh ini birokrasi
menunjuk pada empat pengertian, yaitu; Pertama,menunjuk pada kelompok
praata atau lembaga tertentu. Pengertian ini menyamakan birokrasi dengan biro.
Kedua, menunjuk pada metode khusus untuk pengalokasian sumberdaya dalam
suatu organisasi besar. Pengertian ini berpadanan dengan istilah pengambilan
keputusan birokratis. Ketiga, menunjuk pada kebiroan atau mutu yang
membedakan antara biro-biro dengan jenis-jenis organisasi lain. Pengertian ini
lebih menunjuk pada sifat-sifat statis organisasi (Downs, 1967) dalam Thoha,
2003). Keempat, sebagai kelompok orang, yakni orang-rang yang digaji yang
berfungsi dalam pemerintahan (Castle, Suyatno, dan Nurhadiantomo, 1983).
Peneliti. Peneliti merupakan sebuah profesi yang tujuannya adalah
menemukan, mengenali, menganalisis, dan memahami tentang suatu hal. Seorang
peneliti akan menemukan dan menganalisis tentang hal baru dalam perilaku
konsumen sebagai bahan acuan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang
sedang berkembang. Peran perilaku konsumen terhadap profesi peneliti akan
dapat menentukan segmen pasar apa yang tepat sehingga target pasar akan sesuai.
Peneliti dapat membantu menganalisis keadaan yang dialami oleh konsumen.
Konsultan. Konsultan merupakan seorang tenaga profesional yang
menyediakan jasa nasehat ahli dalam bidang keahliannya. Konsultan bergerak
diberbagai bidang keahlian diantaranya adalah konsultan bidang perilaku
konsumen. Konsultan bidang ini dapat memberikan jasa nasehat pada sebuah
perusahaan produksi dalam menentukan barang apa yang sedang dibutuhkan oleh
konsumen. Peran perilaku konsumen terhadap profesi koonsultan adalah seorang
konsultan dapat memberi nasehat atau informasi pada sebuah perusahaan untuk
menentukan produk apa yang harus dipasarkan dengan melihat keadaan dan
kebutuhan konsumen sehingga produk yang dikeluarkan sangat bermanfaat dan
laku terjual.
2.4. Pendekatan Perilaku Konsumen sebagai Disiplin Ilmu

Ada tiga pandangan yang berbeda dalam pendekatan perilaku konsumen


sebagai disiplin ilmu, yaitu:
1. Pandangan Biologis. Titik tolak pandangan ini adalah fakta-fakta biologis
yang dianggap amat penting dalam menentukan siapa seorang individu dan
apa yang dia lakukan. Segala sesuatu yang dipikirkan dan dirasakan, yang
kemudian ditunjukkan dalam bentuk perilaku tertentu, dikendalikan oleh
kegiatan elektrik dan kimiawi yang ada didalam otak dan bagian lain dari
tubuh manusia. Jadi, tubuh yang mengendalikan pikiran dan perasaan
manusia dan bukan sebaliknya.
2. Pandangan Infra Psychic. Menurut pandangan ini faktor-faktor biologis
tidak dapat menjelaskan kesalahan perilaku seseorang yang dikendalikan oleh
psyche. Para pendukung pandangan ini berusaha menjelaskan dengan
pemahaman tentang apa yang terjadi: inside the individuals mind daripada
semata-mata memahami bagaimana otak seseorang berfungsi. Jadi, mereka
lebih berminat terhadap proses mental daripada proses biologis, sehingga
dapat dikatakan menurut mereka the mind dominates most bodily activities,
atau pikiran mendominasi apa yang dilakukan oleh tubuh manusia.
3. Pandangan Socio-Behavioral. Inti dari pandangan ini adalah bahwa
tindakan atau emosi seseorang dapat dipahami melalui pengetahuan tentang
apa yang telah dipelajari dari lingkungan sosialnya.
Mempelajari perilaku tidak terlepas dari pengetahuan yang mendasari perilaku
itu sendiri, yang tercakup dalam beberapa cabang psikologi. Hal ini lebi menonjol
dalam telaah perilaku konsumen secara individu. Dalam kehidupan konsumen
dengan lingkungan sosialnya, acuannya adalah ilmu sosiologi dan demografi.
Tinjauan tentang konsumen dalam lingkungan budayanya, peran seperti sejarah,
budaya, antropogi dan geografi tidak dapat diabaikan. Karena perilaku konsumen
ini berfokus pada perilaku sepanjang proses membeli. Yag di dalamnya termasuk
juga transaksi, maka Ilmu Ekonomi juga digunakan sebagai acuan penting.

2.5. Variabel-variabel dalam Perilaku Konsumen

Menurut Danang Sunyoto (2013), ada tiga variabel dalam peilaku konsumen,
yaitu variabel stimulu, variabel respons, dan variabel antara. Hal ini sesuai dengan
pendapat David L.London dan Albert J. Della Bitta (1984) dalam Anwar Prabu
Mangkunegara (1998) mengemukakan bahwa; Three classes of variables are
involved in understanding consumer behavior in any of these specific situation:
stimulus variables, response variables, and intervening variables.
1. Variabel stimulus: merupakan variabel yang berada di luar diri individu
(faktor eksternal) yang sangat berpengaruh dalam proses pembelian.
Contohnya, merek dan jenis barang, iklan, pramuniaga, penataan barang,
dan ruangan toko.
2. Variabel respons: variabel respons merupakan hasil aktivitas individu
sebagai reaksi dari variabel stimulus. Variabel respons sangat bergantung
pada faktor individu dan kekuatan stimulus. Contohnya: keputusan
membeli barang, pemberi penilaian terhadap barang, dan perubahan sikap
terhadap suatu produk.
3. Variabel intervening: merupakan variabel antara stimulu dan respons.
Variabel ini merupakan faktor internal individu, termasuk motif-motif
membeli, sikap terhadap suatu peristiwa, dan persepsi terhadap suatu
barang. Peranan variabel intervening adalah untuk memodifikasi respons.

2.6. Kebutuhan dan Tujuan Konsumen

Teori Maslow mengenai kebutuhan dasar manusia sampai sekarang masih


menjadi teori yang banyak mendasari pemikiran-pemikiran tentang perilaku
manusia. Teori Maslow mengatakan bahwa setiap manusia mempunyai
kebutuhan-kebutuhan dasar yang bertingkat-tingkat. Oleh sebab itu, teori Maslow
ini sering disebut teori hierarki kebutuhan. Kebutuhan-kebutuhan ini akan terus
meningkat seiring dengan meningkatnya status sosial seseorang. Beberapa penulis
menguraikan kebutuhan menjadi dua bagian yaitu (Mangkunegara, (1988): 1.
Kebutuhan primer (biogeni atau physiological needs) mencakup berbagai
kebutuhan fisiologi untuk kelangsungan hidup (dalam teori Maslow termasuk
kebutuhan fisik dan rasa aman). 2. Kebutuhan sekunder (psychological needs)
mencakup berbagai kebutuhan psikologi (dalam teori Maslow termasuk
kebutuhan sosialisasi, pengakuan dan aktualisasi). Dalam keadaan norma (tidak
ada kebutuhan akan suatu barang atau jasa), orang berada dalam suatu harmoni,
tidak ada ketegagan, akan tetapi begitu dia menyadari adanya kebutuhan akan
suatu barang atau jasa, keadaan harmonis tadi seakan melebar sehingga
menimbulkan gap antara keadaan waktu itu dan keadaan waktu yang diinginkan.

2.6.1. Kebutuhan Itu Multidimensional


Kadang-kadang suatu produk (sebagai tujuan) dapat memenuhi tidak hanya satu
kebutuhan. Misalnya seseorang belajar di perguruan tinggi supaya lebih pandai,
sebagai modal kerja, atau mungkin juga karena ia ingin sukses dan bisa masuk
kalangan intelektual atau pergaulan tertentu. Kebutuhan memiliki dimensi
keanekaan (multiplicity). Perlu diingat juga bahwa kebutuhan dan tujuan antara
individu satu dengan individu yang lain berbeda.
Hawkins et.al (2001) juga menyebutkan adanya motif yang termanifestasi
(terungkap) dan motif laten (tidak terungkap). Kebutuhan yang termanifestasi
ditunjukkan oleh perilaku orang dalam rangka mewujudkan tujuan untuk
memenuhi kebutuhan itu. Tetapi tidak semua kebutuhan itu layak untuk
dimanifestasikan, karena pertimbangan-pertimbangan budaya, tradisi, dan lain
sebagainya.
2.6.2. Tujuan Konsumen
Tujuan lebih dihubungkan dengan perolehan produk yang bisa memuaskan
kebutuhan atau konsumsi produk untuk memuaskan kebutuhan. Schiffman dan
Kanuk (2000) membedakan antara dua tujuan: 1. Tujuan generik. Kategori tujuan
umum yang dipilih oleh konsumen untuk memuaskan kebutuhannya. Orang yang
lapar membutuhkan makanan. Beberapa ahli menyebut tujuan ini sebagai perilaku
pemuas kebutuhan (need satisfying behavior). 2. Tujuan produk khusus. Produk
yang bergambar spesifik dapat memuaskan kebutuhan konsumen. Orang yang
lapar, membutuhkan makanan dan dia memilih Burger Mc Donald. Para ahli
menyebutkan keinginan (want). Motivasi adalah daya dorong untuk berperilaku
dan perilaku itu mengarah kepada tujuan (goal) tertentu.
Tujuan adalah hasil yang dicapai oleh perilaku yang termotivasi. Singkat, semua
perilaku berorientasi pada tujuan. Jadi, tujuan adalah daya tariik untuk
berperilaku. Bila diterapkan pada perilaku beli konsumen, pilihan tujuan mana
(generik atau tujuan produk khusus) yang akan diambil untuk memenuhi
kebutuhannya, tergantung pada (Adi Nugroho,2002):
Pengalaman pribadi si konsumen
Persepsi konsumen akan citra dirinya sendiri (self image)
Kapasitas fisik
Norma-norma dan nilai-nilai budaya yang berlaku
Aksebilitas tujuan di lingkungan fisik maupun sosial
Tujuan ditentukan oleh gaya hidup konsumen dan dipersepsikan dalam pemilihan
atribut produk. Maka, tujuan bisa diredefinisi pada waktu gaya hidup seseorang
berubah, misalnya untuk memuaskan kebutuhannya akan pengakuan, bu Kardi
lima tahun yang lalu sudah puas dengan pakaian yang baguus (tujuan), tetapi
karena gaya hidupnya berubah da meredefinisikan tujuannya menjadi tamasya ke
manca negara. Seringkali orang membeli sesuatu (misalnya sepatu olah raga
merek New Era) untuk memenuhi kebutuhan tertentu (dipakai ke sekolah dan
bermain), tetapi setelah teman-teman klub basketnya memakai Nike dia juga
ingin membeli Nike supaya teridentifikasi dalam klub tersebut. Tujuan untuk
memenuhi kebutuhan sepatu sekarang bukan New Era lagi tetapi Nike.

2.6.3. Tujuan yang Tidak Dapat Dicapai


Frustasi yang dialami seseorang pada umumnya akan mendorong orang tersebut
untuk membangun suatu mekanisme pertahanan diri (defence mechanism)
dimana orang mendefinisikan kembali situasi frustasi itu dengan maksud untuk
melindungi citra diri serta mempertahankan harga diri. Seorang eksekutif muda di
PHK akan bercerita kepada temannya bahwa dia harus mengundurkan diri
sebagai akibat krisis moneter. Bentuk mekanisme pertahanan diri dapat
mengambil bentuk-bentuk berikut (Sutisna, 2002):
1. Agresi. Orang yang mengalami frustasi dapat melakukan perilaku yang
agresif, misalnya ketika dia gagal dalam suatu mata kuliah bukunya lalu
dibanting.
2. Rasionalisasi. Kadang-kadang orang memberikan definisi pada situasi
frustasi dengan alasan-alasan yang kedengarannya masuk akal tentang
mengapa dia tidak dapat mencapai tujuannya. Orang ini tidak bermaksud
berbohong. Rasionalisasi terjadi sebagai akibat distrosi yang ditimbulkan
oleh situasi frustasi yang tidak sepenuhnya dia sadari. Orang yang frustasi
karena gagal ujian mengatakan bahwa dia harus merawat teman yang sakit
sehingga tidak mempunyai cukup waktu untuk belajar.
3. Regresi. Adalah reaksi seseorang terhadap situasi frustasi dengan
berperilaku seperti anak-anak. Seseornag karyawan accounting yang tahu
dia akan gagal menyelesaikan tuga komputernya, lalu merusak program
dalam master jaringan komputer supaya semua orang tidak dapat
mengerjakan pekerjaannya. Oleh karena itu, atasa tidak akan menyalahkan
dia saja. Daripada orang lain medapat pujian lebih baik semua gagal.
4. Menarik diri (wihdrawal). Rasa frustasi kadang-kadang dapat diatasi
dengan menarik diri dari situasi penyebab frustasi itu. Orang yang tidak
berhasil bermain catur, maka ia tidak akan mau bermain catur lagi.
5. Proyeksi (blaming others). Seseorang yang frustasi karena gagal
mencapai tujuan akan menyalahkan orang lain, obyek lain atau situasi.
Banyak orang yang mengalami kecelakaan lalu menyalahkan pengendara
lain yang terlibat dalam kecelakaan itu, padahal mungkin itu akibat
kesalahannya sendiri.
6. Autisme. Kegagalan mencapai tujuan juga bisa menyebabkan seseorang
mengembangkan pemikiran yang sangan didominasi oleh kebutuhan dan
perasaannya. Dia akan melamun dan berkhayal karena dengan demikian
seakan-akan tujuan untuk memenuhi kebutuhannya sudah tercapai.
7. Identifikasi. (iklan tentang kegagalan-solusi) orang yang mengalami
kegagalan bisa juga mentasi perasaan frustasinya dengan (secara tidak
sadar) mengindentifikasi dirinya sendiri dengan orang lain atau situasi lain
yang dianggap relevan. Kenyataan ini telah banyak dimanfaatkan oleh
pengiklan. Orang yang frustasi karena lelah dan tangannya rusak gara-gara
mencuci pakaian akan mudah sekali terpengaruh oleh ikan mesin cuci, dan
akan membeli mesin cuci tersebut.
8. Represi (forgetting the need). Keterangan yang ditimbulkan oleh
keadaan frustasi kadang-kadang diatasi degan melupakan kebutuhan
tersebut untuk keluar dari kesadarannya. Kadang-kadang kebutuhan itu
aka bermaniestasi secara tidak langsung. Orang yang tidak punya anak
akan saya sekali pada binatang peliharaan atau tanaman. Hal ini disebut
sublimasi. Sublimasi adalah jenis lain dari mekanisme pertahanan diri dan
perilaku yang ditimbulkan masih bisa diterima oleh lingkungan sosialnya.
Masih banyak bentuk mekanisme pertahan diri lain yang tidak mungkin
diuraikan disini, tetapi yang perlu diingat adalah bahwa setiap orang pernah
mengalami frustasi karena tidak berhasil mencapai tujuan dan telah menggunakan
mekanisme pertahan diri itu, orang secara tidak sadar ingin mengalihkan keadaan
yang disharmonis menjadi keadaan harmonis, tetapi semua itu semu. Kesemuan
itu sebenarnya dapat menciptakan disharmoni yang lain. Oleh sebab itu, apabila
dalam keadaan ini dia menemukan produk/merek yang dapat mengembalikan
harmoni, maka orang itu akan berusaha mendapatkannya.

2.7. Karakteristik Konsumen

Dalam memahami tentang apa, siapa, dan mengapa konsumen, perlu dipelajari
ttentang berbagai perbedaan dan kesamaan relatif karakteristik yang melekat pada
konsumen. Perbedaan dan kesamaan relatif karakteristik tersebut disebabkan oleh
beberapa hal meliputi demografi, geografi, dan psikografi. Demografi terkait
dengan masalah kependudukan dengan unsur-unsur yang sangat luas dan
beragam. Geografi terkait dengan penyebaran lokasi pemukiman penduduk, dan
psikografi terkait dengan masalah hobi, kesenangan dan kebiasaan lainnya
(Mulyadi Nitisusastro, 2012).
Dalam kaitan dengan masalah demografi elemen-elemen karakteristik
didalamnya meliputi: usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan tingkat
pendapatan. Dalam kaitan dengan geografi, terkait dengan penyebaran penduduk
dan lokasi pemukiman. Selanjutnya dengan psikografi terkait didalamnya hobi,
kesenangan, kebiasaan, kepercayaan atau keyakinan, selera, orientasi dalam
kehidupan, dan masih banyak lagi. Pada gender, konsumen-konsumen dibedakan
dalam kelamin laki-laki dan perempuan. Kemudian dipilah-pilah dalam usia, dari
usia sejak dilahirkan, dan bahkan selagi dalam kandungan ibunya sampai dengan
usia lanjut. Terkait dengan masalah gender ini, meskipun dalam kehidupan nyata
terdapat kelompok gender lain yang sering kita kenal dengan sebutan waria,
namun tidak menjadi bagian dalam pembahasan buku ini.
Di Negara yang telah maju, kelompok jenis pekerjaan dibedakan dalam
pekerja kerah putih (white collars) dan pekerja kerah biru (blue collars). Yang
dimaksud pekerja kerah putih adalah orang yang bekerja diperkantoran, yang
sehari-hari menggunakan baju bersih dan atau menggunakan dasi, sedangkan
pekerja kerah biru maksudnya para pekerja dan atau buruh yang bekerja di pabrik
dan atau pertambangan. Di Indonesia jenis pekerjaan dibedakan dalam pekerja
sektor formal dan pekerja sektor non formal atau disebut juga dengan sektor riil.
Sektor formal artinya sektor yang di dalam sistem pelaksaan kerjanya telah
memiliki berbagai peraturan dan ketentuan. Contoh jenis pekerjaan sektor formal
adalah kantor-kantor pemerintah, kantor-kantor perusahaan yang masuk dalam
kategori korporasi atau perusahaan besar, seperti PT. Telekomunikasi Indonesia,
PT Garuda Indonesia, PT Bank Rakyat Indonesia, PT Bank BCA dan sebagainya.
Sedangkan jenis pekerjaan yang masuk dalam kateogori sektor non formal atau
disebut dengan riil adalah para pelaku usaha swasta dalam skala mikro, kecil dan
menengah.
Usaha swasta biasanya belum memiliki sistem dalam prosedur kerja yang
tertata, sehingga masih menggunakan cara-cara seadanya. Contoh jenis usaha
yang masuk dalam kategori non formal adalah tukang gunting rambut yang
berlokasi di tenda-tenda atau kios-kios kecil, warung sate, warung bakso, para
pedagang yang ada di pasar-pasar tradisional, warung nasi sederhana dan
sejenisnya. Lokasi pemukiman konsumen bisa dibedakan menjad penduduk yang
bermukim di daerah duam musim seperti di Indonesia, dan yang bermukim di
daerah empat musim, seperti yang tinggal di Eropa, Amerika Utara, atau di
Australia. Di Indonesia sendiri, konsumen masih dapat dibedakan antara yang
bermukim didaerah pegunungan yang suhu udaranya lebih dingin. Demikian juga
dengan konsumen yang merupakan penduduk perkotaan dan pedesaan (Mulyadi,
2009).
Dalam hal kepercayaan atau keyakinan konsumen dibedakan antara pemeluk
agam Islam, Kristen Katholik, Kristen Protestan, Hindu, Budha dan Konghucu.
Mereka memiliki kebutuhan masing-masing sesuai dengan kepercayaan dan
keyakinan yang dianutnya. Pada bulan suci ramadhan misalnya, kaum muslimin
membutuhkan buah kurma yang diyakini sebagai makanan sunnah Nabi.
Demikian pula selama bulan suci ramadhan dan menjelang hari Raya Idul Fitri
pada umumnya ingin berpakaian secara Islami. Tidak mengherankan tuntutan
kebutuhan masyarakat muslim menjadi meningkat. Pada hari raya agam Kristen
juga tidak berbeda, umat Kristiani membutuhkan benda-benda yang diperlukan
untuk merayakan dan mengagungkan Hari Raya Natal dan Tahun Baru. Dengan
demikian berbagai kebutuhan masyarakat juga meningkat.
Fenomena masyarakat Indonesia yang sangat agamis, menjadikan setiap
peristiwa atau perayaan hari besar keagamaan membawa kebutuhan dan
keinginan. Salah satu dari sekan banyak kebutuhan dan keinginan tersebut antara
lain : berkumpul kembali dengan sanak keluarga dan kembali kekota kelahiran,
setelah sekian lama merantau di kota lain. Peningkatan kebutuhan untuk
berkumpul kembali dengan sanak saudara ini membuat mobilitas masyarakat yang
sangat besar, yaitu perjalanan dari kota ke desa yang kita kenal dengan istilah
mudik. Selama bertahun-tahun fenomena mudik menjadi peluang yang sangat
menjanjikan bagi para pelaku usah, dimana setiap tahun kebutuhan dan keinginan
masyarakat semakin meningkat. Bila beberapa tahun yang lalu rest area tidak atau
kurang begitu menjadi kebutuhan dan keinginan, dewasa ini semakin banyaknya
pengguanaan kendaraan roda empat dan roda dua, maka kebutuhan dan keinginan
adanya tempat-tempat istirahat bagi para pemudik menjadi semakin meningkat.
Jelas terlihat bahwa setiap karakteristik membawa perbedaan dan kebutuhan,
keinginan konsumen. Tanpa memahami karakteristik yang melekat pada
konsumen, akan mengakibatkan ketidaktepatan para pelaku usaha dalam
memproduksi, memasarkan dan menjual produk-produknya. Sebaliknya apabila
para pelaku usaha mempelajari, memahami dan menangkap berbagai aspirasi
kebutuhan dan keinginan masyarakat, makan akan mampu menangkap berbagai
peluang tentang kebutuhan dan keinginan konsumen.

2.8. Teori-teori Perilaku Konsumen

Menurut Basu Swastha & Hani Handoko (1987) dalam Danang Sunyoto
(2013) menjelaskan bahwa teori-teori yang berkaitan dengan perilaku konsumen
dapat dibedakan menjadi empat macam yaitu:
1. Teori ekonomi mikro. Menurut teori tersebut keputusan untuk membeli
merupakan hasil perhitungan ekonomis rasional yang sadar. Pembeli
individual berusaha menggunakan barang-barang yang akan memberikan
kegunaan (kepuasan) paling banyak, sesuai dengan selera dan harga-harga
relatif.
2. Teori psikologis. Teori psikologis ini mendasarkan diri pada faktor-faktor
psikologi individu yang selalu dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan
lingkungan.
3. Teori belajar. Biasanya lebih menekankan pada tindakan penafsiran dan
peramalan terhadap proses belajar konsumen merupakan kunci untuk
mengetahui tingkah laku pembelinya. Beberapa prinsip yang terkandung
dalam teori ini adalah:
a. Stimulus Response Theory (teori rangsangan tanggapan). Menurut teori
ini, proses belajar merupakan suatu tanggapan dari seseorang (binatang)
terhadap suatu rangsangan yang dihadapinya.
b. Cognitive theory (teori kesadaran). Menurut teori kesadaran, proses belajar
itu dipengaruhi oleh faktor sikap, keyakinan, pengalaman masa lalu dan
kesadaran mengetahui bagaimana memanfaatkan kesadaran untuk
mencapai tujuan atau mengorganisir nilai.
c. Geestalt dan field theory (teori bentuk dan bidang). Gestalt memandang
bahwa rangsangan individual diterima dan diartikan berdasarkan
pengalaman masa lalu, prosses pengamatan dan pengarahan tujuan, yang
merupakan variabel yang menentukan terhadap perilaku. Field theory
mengemukakan bahwa perilaku secara umum adalah hasil interaksi yang
nampak antarindividu dan lingkungan psikologis. Lingkungan psikologis
ditentukan oleh sifat-sifat lingkungan dan sifat-sifat pribadi.
4. Teori psikoanalitis. Menurut teori ini perilaku manusia dipengaruhi oleh
adanya keinginan yang terpaksa dan adanya motif yang tersembunyi. Perilaku
manusia semakin komplek, sehingga sumber motifnya sulit diketahui dan
bahkan tidak dipahami oleh yang bersangkutan.
5. Teori sosiologis. Teori ini lebih menitikberatkan pada hubungan dan pengaruh
antar individu yang dikaitkan dengan perilaku mereka. Jadi, lebih
mengutamakan perilaku kelompok bukan perilaku individu.
6. Teori Antropologis. Teori ini menekankan pada perilaku pembeli dari suatu
kelompok masyarakat, antara lain: kebudayaan (culture), subculture dan
kelas-kelas sosial, karena faktor-faktor tersebut memainkan peranan penting
dalam pembentukan sikap dan merupakan petunjuk mengenai nilai-nilai yang
akan dianut oleh seorang konsumen.

2.9. Kepribadian dan Perilaku Konsumen

Bila kita berada ditengah-tengah kesibukan mall seperti di pusat Pertokoan


Mangga Dua di Jakarta, kita akan terpana melihat bagaimana penjual-penjual
menawarkan barang dagangannya. Di bagian baju, dengan kios-kios yang
berderet-deret dan pembeli yang hampir selalu berjubel, para penjual itu dengan
mata yang jeli menawarkan dagangannya yang kira-kira sesuai dengan selera
setiap pembeli. Bagaimana mereka bisa tahu bahwa si Tatik yang centil dan
cerewet akan suka celana tiga perempat dengan baju kettat dan pendek, dan si
Ank yang pendiam dan agak malu-malu suka baju yang lebih feminim? Si
pemilik toko konon punya kiat bahwa kita harus tahu selera pembeli dengan
melihat kepribadiannya. Walaupun ini masih menjadi semacam tebakan. Dari
definisi ini dikembangkan pemahaman tentang hakikat kepribadian. Perlu juga
diketahui teori-teori tentang kepribadian, supaya sebagai calon pemasar handal
dalam melakukan usaha, pembaca memperoleh pengetahuan mendasar tentang
kepribadian, untuk kemudian menggunakannya dalam merancang strategi
mempengaruhi perilaku konsumen untuk membeli produk yang dihasilkan
perusahaan.
2.9.1. Konsep Kepribadian
Apakah kepribadian itu? Schiffman dan Kanuk (2000) merumuskan
kepribadian sebagai berikut: personality is defines sa those inner psychological
characteristics that both determine and reflect hawn a person respons to his or
her environment. Hal penting dari definisi tersebut adalah bahwa inner
psychological characteristics atau ciri-ciri psikologis dalam diri seseorang,
merupakan faktor yang membedakan seseorang dari yang lain. Dengan demikian,
tidak ada dua individu yang sama persis. Kepribadian itu konsisten dan bertahan
dalam waktu yang lama. Hal ini sangat penting bagi pemasar untuk menjelaskan
dan meramalkan adanya perilaku konsumen dipandang dari kepribadiannya.
Kenyataan bahwa kepribadian tidaklah gampang, tetapi kepribadian bisa berubah.
Misalnya, dalam proses menuju kedewasaan, seseorang bisa berubah
kepribadiannya. Demikian juga kejadia-kejadian yang sangat penting, seperti
kematian orang yang dikasihi, kelahiran anak dan sebagainya, juga bisa mengubah
kepribadian seseorang.
Jadi hakikat kepribadian adalah: 1. Kepribadian adalah esensi yang
mencerminkan perbedaan individu. Suatu ciri kepribadian tidak bisa dimiliki
bersama-sama oleh semua konsumen. 2. Kepribadian bersifat konsisten dan
bertana dalam waktu yang lama. Respons seseorang (secara acak) terhadap
bermacam-macam stimulus akan selalu konsisten. Akan tetapi, perilaku seseorang
tidak dapat diramalkan berdasarkan satu ciri kepribadian pada suatu saat.
Misalnya, seseorang tidak dapat memastikan perabot rumah mana yang akan
dibeli oleh orang yang pendiam. Kepribadian dapat berubah. Kepribadian
berinteraksi dengan situasi. Misalnya dalam situasi pembelian (pemenuhan
kebutuhan), orang yang dogmatik tidak akan seberani orang yang inovatif dalam
membeli produk baru. Sampai sekarang masih juga ada orang yang fanatik pada
produk dari negara tertentu yang dipandang sebagai negara berteknologi tigngi
dan memproduksi produk-produk berkualitas. Misalnya, produk-produk Eropa
sering dibandingkan dengan produk Jepang. Adapula yang mati-matian percaya
pada produk Jepang dari pada produk Cina.
2.9.2. Relevansi Kepribadian dalam Perilaku Konsumen
Dilihat dari sudut pandang pemasaran, minat terhadap kepribadian, terutama
adalah untuk melihat bagaimana kepribadian konsumen mempengaruhi
perilakunya. Pertanyaan-pertanyaan yang menantang antara lain apakah pasar
dapat disegmentasi atas dasar kepribadian? Apakah ada kaitan kepribadian dengan
Brand yang digunakan seseorang? Bagaimana kaitan antara kepribadian
seseorang dengan kesediannya produk baru atau kesediaannya untuk mencoba
produk luar negeri? Begitu pula denganb agaimana kaitan kepribadian seseorang
dengan pilihannya untuk berbelanja ditoko tertentu, dan sebagainya. Jadi,
pemahaman terhadap kepribadian akan membantu memahami perilaku konsumen.
Pengetahuan ini sangat penting bagi setiap kegiatan pemasaran (baik untuk
menentukan strategi maupun baur pemasaran produk).
Ciri-ciri kepribadian membedakan antara konsumen yang inovatif dan yang
tidak (Schiffman dan Kanuk, 2000), termasuk disini ciri-ciri Kepribadian yang
dogmatis. Orang dengan dogmatisme tinggi sulit menerima sesuatu yang baru
karena keyakinan orang ini terhadap sesuatu yang sudah diketahuinya sangat kuat.
Untuk mempengaruhinya, harus digunakan figur yang berkuasa, seperti selebriti
dan tokoh-tokoh masyarakat yang dikagumi. Sebaliknya, orang dengan
dogmatisme rendah lebih bisa menerima sesuatu yang baru. Mereka lebih bisa
dipengaruhi dengan informasi produk yang menekankan pada perbedaan dengan
produk lain secara faktual, dan juga informasi tentang kegunaan produk. Bisa
dilihat iklan minyak Cap Lang, jangan coba yang lain, sekali Cap Lang ya tetap
Cap Lang karena minya angin itulah yang dipercaya oleh si nenek, mengapa si
ibu coba yang lain. Si nenek dalam iklan itu digambarkan sosok yang memiliki
dogmatisme tinggi, dengan pakaian kain dan kebaya kuno dan rambut disanggil
konde model tempo dulu. Ibu tersebut berbeda sekali dengan mereka yang
memiliki dogmatisme rendah. Mereka senang dengan inovasi, selalu mengikuti
megatrend, seperti telepon seluler yang canggih.
Ciri-ciri kepribadian juga mengungkapkan tentang ciri yang bersifat sosial.
Ada orang mengevaluasi produk mengandalkan nilai-nilai dan patokanya sendiri
(inner directed) untuk menentukan baik atau tidaknya suatu produk. Sudah jelas
bahwa kelompok konsumen yang pertama lebih inovatif dari pada yang terakhir.
Yang pertama lebih mengutamakan kegunaan produk untuk dirinya, sedangkan
yang lain mengutamakan nilai sosial, agar setelah menggunakan produk itu dia
bisa diterima di lingkungan sosialnya.
Adapula ciri kepribadian yang senang dengan sesuatu yang sederhana, tenang,
tetap dan bisa diramalkan. Ciri kepribadian lain menyukai pengalaman baru,
sesuatu yang rumit dan dari pada yang lain. Kepribadian-kepribadian ini juga
berpengaruh pada sifat inovatif seseorang. Ciri kepribadian yang pertama tidak
akan suka berganti-ganti merek, apalagi merek yang masih baru. Mereka sudah
merasa puas dan aman menggunakan produk yang pernah mereka gunakan, jadi
mereka tidak mau beresiko. Sebaliknya, ciri kepribadian yang lain senang
mencoba sesuatu yang baru, baru merek maupun produk baru. Mereka tertarik
pada informasi produk yang memberikan tambahan fitur atau kegunaan dari
produk yang lama (Robbins, 1998).
Daftar Pustaka

A.B. Susanto. 1997, Budaya Perusahaan: Manajemen dan Persaingan Bisnis 1.


Elex Media Komputindo: Jakarta.
Danang Sunyoto. 2013. Perilaku Konsumen (Panduan Riset Sederhana untuk
Mengenali Konsumen): Mahasiswa-Dosen-Peneliti atau Praktisi. CAPS
(Center or Academic Publishing Service): Yogyakarta.
Hawkins D.I, Best R.J, dan Coney K.A. 2001. Consumer Behavior. Edisi 8. Von
Hoffmand Press: United States.
Irawan. Handi. 2007. 10 Prinsip Kepuasan Pelanggan. Elex Media Komputindo:
Jakarta.
Mangkunegara, A. Prabu. 1998. Perilaku Konsumen. Edisi Revisi. Refika
Aditama: Jakarta.
Nitisusastro, Mulyadi. 2012. Perilaku Konsumen dalam Perspektif
Kewirausahaan. Alfabeta: Bandung.
Nitisusastro, Mulyadi. 2009 kewirausahaan dan Manajemen Usaha Kecil.
Alfabeta: Bandung.
Nugroho, Adi. 2002. Perilaku Konsumen. Studia Press: Jakarta.
Rini Dwiastuti, Agustina Shinta, Riyantisaskar, 2012. Ilmu Perilaku Konsumen.
Universitas Brawijaya Press (UB Press): Malang.
Robbins, Stephen P. 1998, Organizational Behavior: Concepts,Controversiess,
Applications, 8th ed, Prentice-Hall International. Inc.: New Jersey.
Schiffman. Leon G & Leslie Lazar Kanuk. 2002. Consumer Behavior. Prentice
Hall International: New Jersey.
Sopiah, Etta Mamang Sangadji. 2013. Perilaku Konsumen: Pendekatan Praktis
Disertai Himpunan Jurnal Penelitian. Andi: Yogyakarta.
Sumarwan, Ujang. 2004. Perilaku Konsumen: Teori dan Penerapannya Dalam
Pemasaran. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Sutisna. 2002. Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran. Rosdakarya:
Bandung.
Winardi. 1991. Marketing dan Perilaku Konsumen. Penerbit Mandar Maju:
Bandung.

Anda mungkin juga menyukai