Anda di halaman 1dari 19

EXTRACHROMOSOMAL INHERITANCE

MATAKULIAH GENETIKA 1
Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah
Genetika I yang dibina oleh Prof. Dr. Agr. Mohamad Amin S.Pd, M.Si

Oleh
Kelompok 2/ Offering I
Faiza Nur Imawati Ningsih (150342607763)

Fitria Maulita (150342606010)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
FEBRUARI 2017
A. Kriteria untuk Pewarisan Di Luar Nukleus (Pewarisan Sitoplasmik)
Menurut Gardner dkk (1991), beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk
membedakan antara sifat-sifat keturunan yang diawasi oleh gen-gen dalam kromosom
dan yang diawasi oleh gen-gen di luar nukleus ialah:
1. Perbedaan hasil perkawinan resiprok merupakan penyimpangan dari pola
Mendel. Sebagai contoh, hasil persilangan antara betina A dan jantan B tidak
sama dengan hasil persilangan antara betina B dan jantan A. Jika dalam hal ini
pengaruh rangkai kelamin dikesampingkan, maka perbedaan hasil perkawinan
resiprok tersebut menunjukkan bahwa salah satu tetua (biasanya betina)
memberikan pengaruh lebih besar daripada pengaruh tetua lainnya dalam
pewarisan suatu sifat tertentu.
2. Sel kelamin betina biasanya membawa sitoplasma dan organel sitoplasmik dalam
jumlah lebih besar daripada sel kelamin jantan. Organel dan simbion di dalam
sitoplasma dimungkinkan untuk diisolasi dan dianalisis untuk mendukung
pembuktian tentang adanya transmisi maternal dalam pewarisan sifat. Jika materi
sitoplasmik terbukti berkaitan dengan pewarisan sifat tertentu, maka dapat
dipastikan bahwa pewarisan sifat tersebut merupakan pewarisan sitoplasmik.
3. Gen-gen kromosomal menempati lokus tertentu dengan jarak satu sama lain yang
tertentu pula sehingga dapat membentuk kelompok berangkai. Oleh karena itu,
jika ada suatu materi penentu sifat tidak dapat dipetakan ke dalam kelompok-
kelompok berangkai yang ada, sangat dimungkinkan bahwa materi genetik
tersebut terdapat di dalam sitoplasma
4. Tidak adanya nisbah segregasi Mendel menunjukkan bahwa pewarisan sifat tidak
diatur oleh gen-gen kromosomal tetapi oleh materi sitoplasmik.
5. Substitusi nukleus dapat memperjelas pengaruh relatif nukleus dan sitoplasma.
Jika pewarisan suatu sifat berlangsung tanpa adanya pewarisan gen-gen
kromosomal, maka pewarisan tersebut terjadi karena pengaruh materi
sitoplasmik.
Secara singkat, perbedaan-perbedaan antara pewarisan lewat kromosom
daripada pewarisan di luar nucleus dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Perbedaan-perbedaan antara pewarisan inti dengan pewarisan


sitoplasmik.
No Faktor Pewarisan inti Pewarisan sitoplasmik
1 Sumbangan Tetua betina dan jantan Yang betina memberi
geneti relatif memberi sumbangan sumbangan genetik lebih
dari tetua genetik yang sama kepada besar kepada keturunan
(parental) keturunan daripada yang jantan

2 Hasil Kecuali bila gen-gen Menghasilkan keturunan


perkawinan terangkai-X, menghasilkan yang berlainan
resiprok keturunan yang sama

3 Perbandingan Terdapat perbandingan Tidak terdapat


segregasi segregasi berdasarkan perbandingan segregasi
kelakuan kromosom- menurut Mendel
kromosom selama meiosis

4 Berangkai dan Dapat dibuat peta Gen tidak menunjukkan


peta kromosom kromosom dari lokasi gen- berangkai dengan gen
gen nukleus, tetapi kerapkali
dapat dibuat peta dengan
kromosom organel.

B. Pewarisan Maternal
1. Pewarisan Kloroplas
Dalam tahun 1890 Carl Correns untuk pertama kali mempelajari pewarisan
sitoplasmik pada tanaman Bunga Pukul Empat (Mirabilis jalapa var. albomaculata).
Pada tanaman ini dapat dibedakan tiga macam cabang yaitu cabang berdaun hijau,
cabang berdaun belang hijau putih dan cabang berdaun putih.

Gambar 1. Carl Correns


(Sumber: http://www.todayinsci.com/C/Correns_Carl/CorrensCarlThm.jpg)
Warna hijau dari daun disebabkan oleh kloroplas yang mengandung kloroplas
yang mengandung klorofil. Sel-sel di bagian putih hanya mengandung proplastida
mutan yang tidak memiliki klorofil. Untuk hidupnya, jaringan yang berwarna putih
menerima zat makanan dari bagian yang berwarna hijau. Apabila embrio tanaman
memiliki campuran dari kloroplas normal dan proplastida mutan, maka sel-sel yang
pada pembelahan sel menerima kloroplas normal akan tumbuh menjadi bagian
berwarna hijau. Sel-sel lainnya yang menerima proplastida mutan saja akan tumbuh
menjadi bagian yang putih.
Penelitian Correns memperlihatkan bahwa warna daun batang pada Mirabilis
jalapa dipengaruhi oleh warna daun batang induk maternalnya. Meskipun jantan
memiliki daun batang putih atau bervariasi, jika ovulumnya memiliki daun cabang
yang hijau, maka semua anakannya akan memiliki daun cabang yang berwarna hijau.
Hasil percobaan Correns dapat dilihat pada tabel 2. Dari 9 macam persilangan yang
dilakukannya dapat diketahui bahwa fenotip dari keturunan tergantung dari fenotip
induk betinanya. Induk jantan (yang member pollen) sama sekali tidak berpengaruh.
Berhubung dengan itu, persilangan resiprok menghasilkan keturunan yang berlainan
fenotipnya.
Ketika Ruth Sager mengamati Chlamydomonas pada sel alga di medium
kultur yang mengandung antibiotik streptomisin, sebagian besar sel mati, tetapi
sekitar satu permillion selamat dan dikalikan, masing-masing akan membentuk koloni
streptomisin. Mutan dengan ketahanan terhadap streptomycin yang dipilih dari
ganggang didominasi streptomycin-rentan. Sekitar 90 persen dari mutan yang terlibat
gen nuklir (sr-1), dan mutasi seperti itu hanya ditunjukkan dengan penggunaan
antibiotik. Sekitar 10 persen dari mutasi (sr-2), namun, yang uniparental dan
nonchromosomal. Akhirnya, mutan nonchromosomal ditemukan dari hampir
everycolony. Mutasi DNA Nonchromosomal mengungkapkan fenotip yang sama
dengan mutan DNA kromosom. gen nonchromosomal ini sebagian dianggap berada di
kloroplas.
Persilangan timbal balik yang menunjukkan bahwa resistensi antibiotik, dikendalikan
oleh gen nonchromosomal, adalah uniparental yang warisan.

Di sisi lain, jenis perkawinan dalam uniseluler alga wa seksual dikontrol oleh
gen kromosom, yang ditunjuk oleh penyidik mt + dan MT-atau hanya plus (+) dan
minus (-), bukannya betina dan jantan. Semua keturunan dari setiap perkawinan
timbal balik yang seperti plus (+) jenis kawin sehubungan dengan resistensi
streptomisin relatif sehingga menunjukkan warisan ibu. Ketika plus (+; perempuan)
jenis kawin tahan, semua keturunan resisten; ketika plus (+) jenis kawin adalah
nonresistant, semua keturunan yang nonresistant. Hasil persilangan timbal balik
menunjukkan warisan non-Mendel, yang melibatkan satu pasang sifat contasting. Gen
Nonchromosomal, sr untuk ketahanan streptomycin dan ss untuk streptomisin sensitif,
yang mendalilkan untuk mengontrol dua karakteristik rute alternatif.

Lain mutan, AC2, yang aktivitas fotosintesisnya diblokir, diinduksi dan


sepasang alel nonchromosomal, AC1, dan AC2, dengan demikian tersedia untuk studi
di strain yang sama Chlamydomonas. Mutan membutuhkan asetat dalam medium
untuk pertumbuhan. Dengan dua pasang gen nonchromosomal tersedia, persilangan
dihibrid dapat dilakukan dalam sistem yang sama untuk memeriksa bukti kombinasi.
Persilangan dari dihibrid jenis AC1 ss x AC2 srwere prepated, dan keturunan
dibiarkan tumbuh selama beberapa perkalian vegetatif. Setiap wa sel kemudian
diklasifikasikan untuk penanda pemisahkan, baik (yaitu, jenis perkawinan dan lain-
lain diketahui kromosom) nonchromosomal dan kromosom. Kedua AC1 / AC2 dan
pasangan sr / ss alel yang diamati untuk memisahkan, tetapi tidak selalu di divisi yang
sama. Setelah empat atau lima doubling mitosis, kedua orangtua (AC2 ss dan AC2 sr)
dan rekombinan (AC1 sr dan AC2 ss) telah diperoleh.

Gambar 2. Mirabilis jalapa dengan tiga macam cabang


(Sumber: Genetics principles and analysis 4th edition)
2. Pewarisan Mitokondria
Contoh pewarisan maternal melalui mitokondria yang diteliti oleh M.B.
Mitchell dan H.K. Mitchell, misalnya ditemukan pada sifat poky Neurospora. Poky
adalah sifat pertumbuhan lambat yang ditemukan pada jamur oncom. Penelitian
menunjukkan sifat poky memiliki hubungan dengan kecacatan fungsi mitokondria
karena hilangnya beberapa sitokrom penting. Anakan yang berasal dari induk betina
yang bersifat poky, memiliki fenotip semua poky, sedangkan anakan yang berasal dari
induk betina non poky, meskipun induk jantannya adalah poky, menunjukkan koloni
yang normal. Heterokarion (hifa yang mengandung campuran kromosom poky dan
normal) pada awalnya menunjukkan rata-rata pertumbuhan yang normal, namun
secara progresif rata-rata pertumbuhannya mengalami kemunduran. Penjelasan yang
ada saat ini adalah bahwa ekspresi mitokondria poky menyebabkan gangguan atau
tekanan terhadap ekspresi mitokondria normal karena bereplikasi lebih cepat daripada
mitokondria normal dan berakibat pada penurunan kecepatan pertumbuhan secara
progresif karena kurangnya suplai energi.
Contoh lain pewarisan mitokondria yaitu pada suatu penelitian menggunakan
khamir Saccharomyces cerevisae. Boris Ephrusi menemukan sejumlah koloni
berukuran sangat kecil yang kadang-kadang terlihat ketika sel ditumbuhkan pada
medium padat. Koloni-koloni ini dinamakan mutan petit (petite mutant). Hasil
pengamatan mikroskopis menunjukkan bahwa sel-sel pada koloni tersebut berukuran
normal. Namun, hasil studi fisiologi menunjukkan bahwa sel-sel tersebut mengalami
petumbuhan yang sangat lambat karena adanya kelainan dalam metabolisme senyawa
karbon. Mutan petit melakukan metabolisme karbon bukan dengan respirasi
menggunakan oksigen, melainkan melalui fermentasi glukosa secara anaerob yang
jelas jauh kurang efisien bila dibandingkan dengan respirasi aerob.
Tipe pertama memperlihatkan segregasi Mendel seperti biasanya sehingga
dinamakan petit segregasional. Persilangan dengan tipe liarnya menghasilkan zigot
diploid yang normal. Jika zigot ini mengalami pembelahan meiosis, akan diperoleh
empat askopora haploid dengan nisbah fenotipe 2 normal : 2 petit. Hal ini
menunjukkan bahwa petit segregasional ditimbulkan oleh mutasi di dalam nukleus.
Selain itu, oleh karena zigot diploid mempunyai fenotipe normal, maka dapat
dipastikan bahwa alel yang mengatur mutan petit merupakan alel resesif.
Tipe ke dua, yang disebut petit netral, berbeda dengan tipe pertama jika dilihat
dari keempat askopora hasil pembelahan meiosis zigot diploid. Keempat askospora ini
semuanya normal. Hasil yang sama akan diperoleh apabila zigot diploid disilang balik
dengan tetua petitnya. Jadi, fenotipe keturunan hanya ditentukan oleh tetua
normalnya. Dengan perkataan lain, pewarisan sifatnya merupakan pewarisan
uniparental. Berlangsungnya pewarisan uniparental tersebut disebabkan oleh
hilangnya sebagian besar atau seluruh materi genetik di dalam mitokondria yang
menyandi sintesis enzim respirasi oksidatif pada kebanyakan petit netral. Ketika sel
petit netral bertemu dengan sel tipe liar, sitoplasma sel tipe liar akan menjadi sumber
materi genetik mitokhodria bagi spora-spora hasil persilangan petit dengan tipe liar
sehingga semuanya akan mempunyai fenotipe normal.
Tipe ke tiga disebut petit supresif, yang hingga kini belum dapat dijelaskan
dengan baik. Pada persilangannya dengan tipe liar dihasilkan zigot diploid dengan
fenotipe petit. Selanjutnya, hasil meiosis zigot petit ini adalah empat askospora yang
semuanya mempunyai fenotipe petit. Dengan demikian, seperti halnya pada tipe petit
netral, pewarisan uniparental juga terjadi pada tipe petit supresif. Bedanya, pada petit
supresif alel penyebab petit bertindak sebagai penghambat (supresor) dominan
terhadap aktivitas mitokondria tipe liar. Petit supresif juga mengalami kerusakan pada
materi genetik mitokondrianya tetapi kerusakannya tidak separah pada petit netral.
Seperti ovul, serta sel somatik pada tanaman berbintik-bintik (misalnya,
bunga pukul empat), dapat membawa DNA abnormal, plastida hampir tidak memiliki
warna dan kloroplas dalam sitoplasma normal berwarna hijau. Dampak dari bintik-
bintik ditularkan melalui garis induk betina, yang dimulai dari generasi ke generasi.
Karena serbuk sari dari bunga pukul empat memiliki sitoplasma yang sedikit.

Pada tumbuhan seperti primrose, P. sinensis, chimera (sektor yang


mengandung plastida yang berbeda) kadang-kadang terbentuk, hanya pada bagian dari
tanaman yang mengandung khlorofil. Daerah dengan plastida normal tetapi
kekurangan klorofil dapat bergantung pada bagian hijau dari tanaman untuk produk
fotosintesis dan karena itu dapat terus hidup. Setiap bagian dari chimera dapat
menghasilkan sel reproduksi dan dengan demikian dapat mengirimkan jenis plastida
melalui gamet betina.

Kloroplas kini telah diisolasi dan ditemukan untuk mampu mensintesis protein untuk
adenosin trifosfat atau cahaya. Produk ini identik dengan protein kloroplas otentik,
yang menunjukkan bahwa kloroplas terisolasi memiliki mesin sintesis protein yang
berfungsi penuh di mana mRNA diterjemahkan secara akurat.

Dengan analisis DNA dan penggunaan endonuklease restriksi untuk


fragmentasi DNA, telah banyak belajar tentang DNA plastid. Beberapa salinan 30-60
genom kloroplas ditemukan di setiap kloroplas tanaman yang lebih tinggi; sekitar 100
eksemplar genom terjadi di setiap plastid dari beberapa alga. Cukup DNA kloroplas
yang unik telah ditemukan untuk kode untuk sekitar 126 protein, dan sekitar 12 persen
dari plastid kode urutan DNA untuk komponen plastid.

Gambar 4. Perilaku dua macam petit saat persilangan


(Sumber: Genetics principles and analysis 4th edition)

C. Hereditas Organel: Maternal Inherintance


Hal ini berkaitan dengan fungsi kloroplas dan mitokondria. Sebelum
membahas tentang pola pewarisan sifat yang dipengaruhi oleh kedua organel ini, ada
baiknya dibahas terlebih dahulu mengenai organisasi molekular dan fungsi DNA pada
mitokondria dan kloroplas.
1. Organisasi molekular dan Fungsi DNA mitokondria:
Penelitian lanjutan memperlihatkan pada umumnya sel eukariot, DNA
mitokondria (mtDNA) sirkuler dupleks yang mengalami replikasi semikonservatif dan
bebas dari protein kromosomal (hal ini membedakannya dari DNA kromosomal).
Ukuran mtDNA bervariasi, umumnya 16-18 kbp pada hewan, dan dapat mencapai 110
kbp pada kacang polong. Kekhasan lain dari mtDNA adalah tidak adanya repetisi gen,
dan replikasi bergantung pada enzim yang dikode oleh DNA nukleus. Gen yang ada
telah diidentifikasi mengkode rRNA, lebih dari 20 tRNA dan beragam produk penting
untuk respirasi seluler. Peralatan sintesis protein dan komponen molekuler untuk
respirasi seluler merupakan gabungan dari DNA nukleus dan mitokondria. Ribosom
yang ada pada organel berbeda dengan yang terdapat pada sitoplasma. Dengan
sedimentasi ada yang memiliki 55-80S. Produk gen nukleus (kromosom) yang
penting untuk aktivitas biologik dalam mitokondria misalnya DNA dan RNA
polimerase, faktor inisiasi dan elongasi translasi, protein ribosomal, aminoasil tRNA
sintetase, dan beberapa RNA. Produk gen yang disebutkan diatas berbeda dengan
yang ditemukan pada sitoplasmik (pada transkripsi dan translasi kromosomal).
Misalnya RNA polimerase pada mitokondria hanya mengandung satu rantai
polipeptida, berbeda dengan RNA polimerase nukleus yang mengandung banyak
subunit.

2. Organisasi molekular dan Fungsi DNA kloroplas:


DNA kloroplas (cpDNA) berbentuk sirkuler, rantai ganda, melakukan
replikasi semikonservatif dan bebas dari protein yang melekat padanya seperti
karakterisitik yang dimiliki DNA nukleus. Dalam satu organel dapat ditemukan kopi
molekul DNA, misalnya pada Chlamydomonas ditemukan 75 kopi DNA per organel
dengan panjang 195 kbp setiap kopinya. Pada tumbuhan tingkat tinggi, panjang DNA
cenderung berkurang. Produk gen kloroplas umumnya adalah enzim yang berperan
dalam sintesis protein dan fungsi fotosintesis. Yang menarik adalah RuBP dibentuk
dengan peran dari nukleus dan kloroplas, dimana cpDNA memiliki peran yang lebih
besar. Ribosom kloroplas memiliki ukuran 70S yang mirip dengan ribosom bakteri,
dan memiliki sensitivitas tinggi terhadap antibiotik penghambat sintesis protein,
seperti kloramfenikol, eritromicin, streptomicin, dan spectinomycin.
Beberapa mutan fenotip cenderung ditransmisikan melalui sitoplasma
daripada melewati nukleus. Transmisi seringkali melalui induk betina melewati
ooplasma; karenanya fenotip ini dikenal sebagai maternal inheritance. Perbedaannya
dengan pengaruh maternal adalah pengaruh maternal bukanlah sesuatu yang
ditransmisikan penuh dari induk pada anakannya. Pada maternal inheritance,
fenotipnya stabil dan secara kontinu diteruskan pada generasi turunannya melalui
organel yang terlibat.
D. Maternal inheritance: kloroplas
Penemuan Carl Correns pada bunga pukul empat menunjukkan adanya
transmisi kloroplas untuk karakter daun, yakni daun berwarna hijau, putih, maupun
bervariasi pada cabangnya. Penelitian Correns memperlihatkan bahwa warna daun
batang pada Mirabilis jalapa dipengaruhi oleh warna daun batang induk maternalnya.
Meskipun jantan memiliki daun batang putih atau bervariasi, jika ovulumnya
memiliki daun cabang yang hijau, maka semua anakannya akan memiliki daun cabang
yang berwarna hijau.
Fenotip serupa ini juga ditemukan pada jagung, namun dengan pola yang
berbeda oleh M. Rhoades. Ekspresi daun yang berwarna hijau, tak berwarna atau
berseling hijau-tak berwarna tidak hanya dikontrol oleh sitoplasma, melainkan juga
dipengaruhi oleh gen nukleus. Lokus ini disebut iojap (Ij). Tumbuhan yang memiliki
genotip ij/ij memiliki fenotip hijau-tak berwarna (strip), bertindak sebagai mutannya.
Perkawinan resiprok antara striped dan hijau memiliki hasil yang berbeda, tergantung
induk mana yang mengandung mutan. Bila gen striped ada pada induk maternal, maka
F1 hasilnya adalah tak berwarna, strip dan hijau (padahal mereka memiliki genotip
yang sama: Ij/ij). Sedangkan pada perkawinan resiproknya, hasilnya adalah semua F1
memiliki fenotip hijau. Hasil ini menunjukkan kloroplas mutan ditransmisikan secara
individual melalui sitoplasma maternal, diluar dari genotip nukleus. Hal serupa juga
ditemukan pada mutasi Chlamydomonas. Karakter mutan seperti resistensi terhadap
streptomicin (sr) diwariskan secara maternal. Hal ini dikaitkan dengan pewarisan
kloroplas. sr diwariskan dari organisme mt+, penggabungan antara mt+ dan mt-, justru
mengakibatkan kloroplas dari mt- menghilang, sehingga gen kloroplas dari mt+ saja
yang fungsional.

E. Maternal inheritance: mitokondria


Contoh pewarisan maternal melalui mitokondria misalnya ditemukan pada
sifat poky Neurospora. Poky adalah sifat pertumbuhan lambat yang ditemukan pada
jamur oncom. Penelitian menunjukkan sifat poky memiliki hubungan dengan
kecacatan fungsi mitokondria karena hilangnya beberapa sitokrom penting. Anakan
yang berasal dari induk betina yang bersifat poky, memiliki fenotip semua poky,
sedangkan anakan yang berasal dari induk betina non poky, meskipun induk jantannya
adalah poky, menunjukkan koloni yang normal. Heterokarion (hifa yang mengandung
campuran kromosom poky dan normal) pada awalnya menunjukkan rata-rata
pertumbuhan yang normal, namun secara progresif rata-rata pertumbuhannya
mengalami kemunduran. Penjelasan yang ada saat ini adalah bahwa ekspresi
mitokondria poky menyebabkan gangguan atau tekanan terhadap ekspresi
mitokondria normal karena bereplikasi lebih cepat daripada mitokondria normal dan
berakibat pada penurunan kecepatan pertumbuhan secara progresif karena kurangnya
suplai energi.
Pada kasus manusia, adanya penyakit (kecacatan) tertentu dapat pula
diakibatkan oleh hal ini. Pada human disorder yang diakibatkan oleh genetik,
beberapa kriteria yang harus dipenuhi adalah: (1) pewarisan melalui maternal, bukan
melalui Mendelian (2) kecacatan (genetik) merefleksikan defisiensi pada fungsi
bioenergetik organel dan (3) mutasi genetik spesifik pada salah satu gen mitokondria
harus dapat didokumentasikan.

F. Bakteri Simbion di dalam sitoplasma Paramecium


Paramecia menjadi organisme yang dipilih untuk penyelidikan genetis.
Mereka adalah protozoa berukuran besar, uniseluler yang bereproduksi lewat proses
aseksual maupun seksual. Reproduksi aseksual terjadi lewat pembelahan sel,
menghasilkan klon sel-sel yang identik secara genetis. Sedangkan dalam proses
seksualnya, paramecia akan melakukan konjugasi secara periodik dan memindahkan
materi genetis dari satu sel ke sel yang lain. Paramecia dan cilia yang lain memiliki
dua macam nuclei, yaitu makronukleus vegetatif berukuran besar dan mikronukleus
vegetatif berukuran kecil yang terbentuk sepanjang proses miotik dan menghasilkan
gamet haploid. Mikronukleus juga membangun makronukleus yang akan terpisah saat
proses divisi sel secara aseksual. Di dalam laboratorium, membuat persilangan secara
seksual bisa dilakukan, lewa DNA nuclear yang ditransfer dari donor ke penerima,
yang akan menghasilkan progeni heterozygot yang disebut autogamy,bentuk
homozigot komplit dari progeny yang terkait, yaitu AA x aa Aa. Dilanjutkan
dengan proses meiosis, sel awal masih bersifat haploid, tetapi lewat autogamy mereka
menjadi homozigot diploid. Inilah yang dijadikan dasar untuk membandingkan antara
pewarisan sifat ekstranuklear dan pewarisan sifat secara nuclear, dan sebagai dasar
untuk menunjukkan bahwa progeny bisa berbeda dari tipe bebas aslinya, di dalam ciri
turunan (trait) yang dikontrol oleh kedua gen, baik gen inti maupun gen
ekstranuklear.
G.H Beale menemukan bahwa resistensi erytromisin pada Paramecium, seperti
yang ditemukan pada ragi, adalah hasil dari pewarisan sifat non Mendelian. Ada
beberapa sitoplasmik tambahan dan juga mutasi nuclear yang mempengaruhi
resistensi terhadap antibiotik yang sudah dipelajari oleh Beale dan J.Beisson. Mereka
bersama peneliti lain mentransfer sitoplasma dan mitokondria terisolir antar strain
paramecia dan menunjukkan bahwa mitokondria (diperkirakan mitokondria DNA)
menjadi pengontrol resistensi tersebut. Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa
meski ada beberapa turunan mitokondrial yang ditentukan oleh mitokondria itu
sendiri, turunan lain bergantung sekali pada elemen-elemen protoplasma.
T.M Soneeborn dan ahli lainnya telah menyelidiki efek ekstranuklear yang terus
bertahan di dalam Paramecium. Beberapa strain dari P.aurelia menghasilkan sebuah
substansi yang berefek mematikan untuk anggota strain jenis yang lain di dalam
spesies yang sama. Paramecia dari strain yang mampu memproduksi substansi
beracun disebut dengan killer / pembunuh. Jika killer ditempatkan dalam
temperatur rendah, kapasitas membunuhnya perlahan-lahan menghilang. Efek
toksiknya juga menurun setelah terjadi divisi sel yang berulang-ulang. Elemen
terpisah dalam sitoplasma dibentuk untuk memproduksi substansi beracun. Lewat
perhitungan matematis setidaknya dibutuhkan 400 partikel untuk membuat killer
menjadi efektif. Lalu killer diobservasi secara mikroskopis dan partikel yang disebut
kappa diteliti dalam jumlah yang sudah ditentukan. partikel ini tampak berbentuk
bakteri simbiotik, dan bernama Caedobacter taeniospriralis (bakteri pembunuh
dengan pita spiral).
Saat killer diperbolehkan tetap bertahan dalam media selama beberapa waktu
dan kemudian baru diganti dengan bakteri senstif, bakteri sensitif lalu akan mati.
Paramecin, yang terbukti tidak berefek pada killer, dihubungkan dengan jenis kappa
tertentu yang muncul sebanyak 20 % dari total populasi kappa. Jenis bakteri kappa
tertentu ini memiliki protein reflaktil mengandung badan R yang disebut dengan
brights karena mereka sudah terinfeksi virus yang mengontrol proses sintesis
beberapa protein tertentu. Virus ini bersifat toksik / beracun untuk paramecia yang
sensitif dan tak mematikan untuk bakteri non bright.
Bakteri Kappa terbentuk hanya pada organisme yang membawa alel inti
(nuclear) dominan K, sebagai pemasok lingkungan yang dibutuhkan bakteri untuk
tempat bereproduksi. Ketika killer berkonjugasi dengan bakteri sensitif dalam kondisi
yang memadai (mencegah agar tidak membunuh pasangannya) dan juga mencegah
terjadinya pertukaran sitoplasmik terbentuk dua macam klon; satu berasal dari sel
pembunuh aslinya yang mengandung alel K (Kk) dan memiliki bakteri kappa, dan
satu macam lagi berasal dari sel sensitif asli yang membawa alel K (Kk) dan tidak
memiliki bakteri kappa. Lewat autogamy, setengah progeny killer bersifat killer dan
separuhnya lagi adalah paramecia sensitif. Seluruh progeny sensitif bersifat sensitif.
Karena tidak ada sitoplasma yang ditransfer dalam konjugasi ini, hanya sel-sel yang
berasal dari killer asli yang mewarisi bakteri kappa. Kappa tidak bisa bereproduksi
dalam sel terkecuali ada alela K yang tersedia di dalam nukleus.
Dalam beberapa kondisi tertentu, konjugasi bisa berlangsung lebih lama,
hubungan yang lebih kuat dibangun antara konjugan, sehingga sitoplasma selain juga
gen-gen nuklear saling ditukarkan. Jika konjugan KK dan Kk, alela K dan k saling
tukar menukar, dan kedua ekskonjugan menjadi Kk. Pertukaran sitoplasmik akan
memindahkan bakteri kappa dari sel killer ke dalam sel nonkiller. Autogamy
menghasilkan sel KK dan Kk yang sifatnya homozigot, yang nantinya akan
memproduksi klon killer dan non killer.

G. Plasmida DNA dan Perubahan Bentuk Menjadi Tumor


Molekul DNA ekstrakromosom yang bisa bereplikasi sendiri dan
mempertahankan dirinya di dalam sitoplasma sel-sel tanaman disebut dengan
plasmida. Banyak ciri yang serupa dengan kromosom di dalam mitokondria dan
plastida tapi mereka tidak disusun dalam bentuk organela-organela yang vital bagi sel
induknya. Beberapa jenis plasmida merupakan fragmen dari sebuah kromosom
bakteri sedangkan lainnya merupakan rekombinasi dari fragmen DNA. Kebanyakan
plasmida tak esensial bagi sel induknya, tetapi ada beberapa yang mengontrol reaksi
terhadap antibiotik. Karena mereka mampu ber-replikasi secara independen, bisa
bergabung dengan DNA lain, dan mampu membawa DNA menuju sentral sel
pengatur aktivitas sintesis, mereka sangat berguna dalam rekayasa genetik.
Sebuah plasmida yang disebut Ti (tumor inducing = pemicu tumor) membawa
urutan DNA yang mengubah sel-sel tanaman dikotil (tembakau, bunga matahari,
wortel, tomat, dsb) menjadi sel-sel tumor. Transformasi ke bentuk tumor dikaitkan
dengan penyakit crown gall disease. Penyakit ini, dipicu oleh bakteri Agrobacterium
tumofaciens. Jenis penyakit ini termasuk berat, khususnya pada buah panen dan
nursery stock, disebabkan oleh bakteri viable yang masuk ke dalam permukaan badan
tanaman yang terluka, biasanya di bagian crown. Mereka bisa dihilangkan / dimatikan
setelah beberapa hari sedangkan tumor akan terus tumbuh. Satu fragmen plasmida Ti
yang dibawa oleh bakteri akan bergabung dengan segmen DNA dari sel tanaman yang
terinfeksi. Gen yang dibawa oleh plasmida, sekarang berkembang dan memasuki sel
tanaman menjadi code enzim yang mendukung perkembangan tumor yang terus
tumbuh tak terkontrol yang melampaui kerja bakteri pemicu penyakitnya.
H. Sterilisasi Sitoplasmik Jantan Pada Tanaman
Contoh lain dari pewarisan sifat lewat sitoplasmik dikaitkan dengan kegagalan
(lumpuhnya) serbuk sari. Hal ini banyak terjadi pada tanaman berbunga dengan hasil
jantan yang steril. Pada jagung, gandum, gula bit, bawang, dan beberapa jenis
tanaman panenan lainnya, fertilitas dikontrol oleh faktor-faktor sitoplasma. Pada
tanaman lainnya jantan yang steril dikontrol sepenuhnya oleh gen-gen inti (nuclear).
Dibutuhkan observasi dan tes yang mendetail terhadap setiap kasus untuk memastikan
mekanisme penurunan sifatnya. Sterilitas pada pejantan perlu dipertimbangkan ketika
hendak dilakukan persilangan dalam skala besar untuk menghasilkan benih hibrida.
I. Bahaya keseragaman

Apa bencana yang terjadi pada corp jagung? Sebuah mutan baru dari jamur
Helminthosporium maydis (Nisikado dan Miyake) menjadi patogen virulen pada jenis
tertentu dari jagung hibrida. Jagung jenis tersebut, terutama pada jagung dengan (T)
induk jantan yang memiliki sitoplasma steril dapat merusak. Patolog dan pemulia
tanaman bertemu epidemi untuk mencari varietas jagung yang tahan terhadap fugus
tersebut. Karena dari sebelumnya, hawar daun kuning beberapa produksi benih 1970
telah bergeser ke jagung tanpa sitoplasma T. Ini diperlukan pengguna jagung
detasseling tapi banyak digunakan untuk penanaman musim dingin pada tahun 1971.
Hal ini juga menghasilkan beberapa biji tahan untuk umum penggunaan pertanian.
Beberapa petani mengalami banyak kehilangan, diprediksi 20-30 persen dari hasil
dengan risiko tinggi mengalami kerugian dari tumbuh hybrid yang rentan terhadap
penyakit.

J. Pengaruh Maternal
Terdapat perbedaan antara pewarisan maternal dengan pengaruh maternal.
Pewarisan maternal terdapat apabila faktor yang menentukan sifat keturunan terdapat
di luar nukleus dan pemindahan faktor itu hanya berlangsung melalui sitoplasma.
Pengaruh maternal terdapat apabila genotip nukleair dari induk betina menentukan
fenotip dari keturunan. Faktor-faktor keturunan berupa gen-gen nukleus yang
dipindahkan oleh kedua jenis kelamin, dan dalam persilangan-persilangan tertentu
sifat-sifat keturunan itu mengalami segregasi mengikuti pola Mendel.
Pengaruh maternal adalah fenotip anakan untuk karakter tertentu yang
dipengaruhi oleh genotip nukleus gamet maternal. Hal ini kontras dengan kasus
umum, yakni ekspresi karakter fenotip merupakan gabungan/kontribusi paternal dan
maternal. Pada kasus pengaruh maternal, informasi genetika pada gamet betina
ditranskripsi dan produknya (protein atau mRNA yang tidak ditranslasi) terdapat
dalam sitoplasma telur. Pada saat fertilisasi, produk ini mempengaruhi pola karakter
perkembangan zigot.
Gambaran yang jelas tentang pengaruh maternal dikemukakan oleh Caspary
pada pewarisan warna pigmen dari ngengat tepung (Ephestia kuhniella). Ngengat ini
mempunyai mata berwarna cokelat tua, larvanya mempunyai beberapa bagian yang
pigmentasinya bermacam-macam. Pigmentasi itu disebabkan oleh zat pelopor
(prekursor) namanaya kinurenin, yang dihasilkan oleh gen dominan A. Tetapi bila
ngengat homozigot untuk alel resesif a (genotipnya aa), maka tidak terdapat
kinurenin, yang menyebabkan mata berwarna merah, sedang larva kehilangan
pigmentasi (tidak berwarna).
Hasil persilangan test cross antara individu jantan heterozigot dengan betina
homozigot berbeda dengan hasil test cross antara individu betina heterozigot dengan
jantan homozigot. Jika individu jantan yang heterozigot disilangkan dengan betina
homozigot resesif, maka perbandinngannya adalah 1:1 untuk sifat dominan dan
resesif. Sedangkan bila induk betina yang homozigot disilangkan dengan jantan
homozigot resesif, menghasilkan keturunan yang semuanya dominan (mata coklat,
pigmentasi kulit penuh). Ketika dewasa, separuh dari keturunan tersebut memiliki
mata merah, sehingga keturunannya adalah 1:1 (seperti hukum Mendel). Penjelasan
untuk hal ini adalah oosit heterozigot mensintesis kinurenin atau enzim yang penting
dalam sintesisnya, dan mengakumulasikannya di dalam ooplasma sebelum akhir
meiosis. Sehingga pigmen ini terdistribusi dalam sitoplasma larva, karenanya larva
memiliki fenotip semua mata coklat dan pigmentasi penuh. Namun ketika larva
mensintesis sendiri pigmennya (berdasarkan transkripsi gen yang ada pada
individunya), maka pigmen coklat menjadi tereduksi, dan muncullah fenotip mata
merah dan pigmentasi kulit yang sedikit (tidak berwarna).
Gambar 5. Pengaruh maternal pada Limnaea peregra
(Sumber: http://www.microbiologyprocedure.com/genetics/cytoplasmic-or-
extranuclear-inheritance/images/maternal-effect-in-the-direction-of-coiling-of-the-
shell-in-limnaea.jpg)

Contoh lain yaitu pada lingkaran rumah siput. Melingkarnya rumah siput air
tawar (Limnaea peregra) ada yang ke arah kanan atau dekstral dan ada yang ke arah
kiri atau sinistral. Arah lingkaran rumah siput ini ditentukan oleh sepasang gen
tunggal, yaitu oleh gen D untuk melingkar ke kanan, sedang alelnya d untuk
melingkar ke kiri. D adalah dominan terhadap d.
Pola penggulungan siput ditentukan oleh genotip parental yang memproduksi
telur, daripada hanya fenotip parental saja. Induk maternal yang bergenotip DD atau
Dd hanya memproduksi anakan yang menggulung dekstral. Investigasi yang
dilakukan pada pola penggulungan siput ini menerangkan bahwa orientasi benang
spindel pada pembelahan pertama setelah fertilisasi menentukan pola penggulungan
siput. Orientasi spindel ini dikontrol oleh gen maternal yang beraksi pada pematangan
telur di ovarium.
Efek induk pada Drosophila
Di Universitas Texas, mengamati pertumbuhan yang tidak normal pada bagian
kepala Drosophila melanogaster yang muncul secara sporadis dalam sampel dari
populasi liar dikumpulkan di Mexico Acahuizotla. Di Universitas Utah, lalat ini
adalah inbrida dan dipilih untuk pertumbuhan kepala yang tidak normal selama
beberapa tahun. Proporsi lalat mengungkapkan sifat tersebut, yang bernama
"tumorous kepala" adalah semakin meningkat menjadi sekitar 76 persen pada 22 C
ketika lalat mengangkat pada jagung dan molase menengah. Ketika persilangan
timbal balik dilakukan efek maternal.
Induk betina yang dikawinkan secara terpisah dengan tiga tipe jantan liar dan
pejantan dari 11 laboratorium, diproduksi 14-52 persen (rata-rata 30 persen) dari lalat
abnormal pada generasi pertama. Dari silang timbal balik antara pejantan dan tiga tipe
liar yang sama dan dari 11 laboratorium betina yang sama. Drosophila melanogaster
strain kepala tumorous menunjukkan pertumbuhan abnormal. Homozigot gen terkait
seks pada induk betina mengontrol proporsi keturunan betina dan jantan yang
menyatakan pertumbuhan abnormal. Gen autosomal pada kromosom ketiga
diperlukan dalam keturunan untuk ekspresi, tapi gen ini saja menghasilkan fenotip
hanya 1% atau kurang. Dengan efek maternal 30 sampai 80% dari lalat
mengungkapkan sifat tersebut, dibanding pada kombinasi gen pada induk dan
keturunannya.
0-1% (rata-rata kurang dari 1%) dari kepala tumorous flieswere diperoleh.
penelitian lebih lanjut menunjukkan efek material. gen dari induk yang mengerahkan
influenze ke arah pertumbuhan abnormal pada kepala lalat dewasa keturunan selama
pertama 22 jam pembangunan. Dua gen utama yang ditemukan untuk mengontrol
sifat kepala tumorous (1) seks terkait gen pada 64,5 Unit peta pada kromosom X
mengendalikan efek maternal dan (2) gen struktural di 58 unit peta pada kromosom
ketiga mengendalikan kepala tumorous fenotipe.
PERTANYAAN
1. Bagaimana cara membedakan antara sifat bawaan yang dikontrol oleh gen nuklear
dan yang dikontrol oleh gen ekstranuklear?
Jawab:
Untuk membedakannya dapat dilihat dari lima kriteria diantaranya adalah
perbedaan hasil pada persilangan resiprok menunjukkan penyimpangan pola
transmisi gen Mendel, Jika DNA ekstranuklear dapat dihubungkan dengan
transmisi sifat turunan tertentu, kegagalan dalam mencari kaitan untuk mengetahui
jenis gen inti akan mengesampingkan kemungkinan adanya pewarisan kromosom,
dan pewarisan ekstranuklear dapat berlangsung jika data cukup, kurangnya
segregasi Mendel dan rasio karakteristiknya (yang bergantung pada transmisi
kromosom dalam proses meosisnya) mengarah pada transmisi ekstrakromosom,
transmisi sifat turunan tanpa perpindahan gen-gen inti akan mengarah pada
pewarisan ekstranuklear, Gen dan virus banyak yang serupa sehingga dbutuhkan
garis pemisah untuk memilah infeksi persisten dan sitoplasmik DNA dan fenotip
dari salah satunya bisa memenuhi syarat terjadinya pewarisan ekstranuklear.
2. Bagaimana efek ekstranuklear yang terus bertahan di dalam Paramecium?
Jawab:
Beberapa strain dari P.aurelia dapat menghasilkan sebuah substansi yang
berefek mematikan untuk anggota strain jenis yang lain di dalam spesies yang
sama. Paramecia dari strain yang mampu memproduksi substansi beracun disebut
dengan killer / pembunuh. Jika killer ditempatkan dalam temperatur rendah,
kapasitas membunuhnya perlahan-lahan menghilang. Efek toksiknya juga
menurun setelah terjadi divisi sel yang berulang-ulang. Elemen terpisah dalam
sitoplasma dibentuk untuk memproduksi substansi beracun. Lewat perhitungan
matematis setidaknya dibutuhkan 400 partikel untuk membuat killer menjadi
efektif. Lalu killer diobservasi secara mikroskopis dan partikel yang disebut
kappa diteliti dalam jumlah yang sudah ditentukan. partikel ini tampak
berbentuk bakteri simbiotik, dan bernama Caedobacter taeniospriralis (bakteri
pembunuh dengan pita spiral). Saat killer diperbolehkan tetap bertahan dalam
media selama beberapa waktu dan kemudian baru diganti dengan bakteri senstif,
bakteri sensitif lalu akan mati. Paramecin, yang terbukti tidak berefek pada killer,
dihubungkan dengan jenis kappa tertentu yang muncul sebanyak 20 % dari total
populasi kappa. Jenis bakteri kappa tertentu ini memiliki protein reflaktil
mengandung badan R yang disebut dengan brights karena mereka sudah
terinfeksi virus yang mengontrol proses sintesis beberapa protein tertentu. Virus
ini bersifat toksik / beracun untuk paramecia yang sensitif dan tak mematikan
untuk bakteri non bright.
3. Mengapa pewarisan sifat lewat sitoplasmik mengalami kegagalan
(lumpuhnya) serbuk sari? Sterilitas pada pejantan jika dilakukan persilangan
dalam skala besar menghasilkan benih hibrida. Tanaman jantan yang steril
dikontrol sepenuhnya oleh gen-gen inti (nuclear). Benih hibrida menjadi
patogen virulen pada tanaman sehingga mengalami kegagalan dalam
pembuahan.
4. Bagaimana transformasi plasmid DNA menjadi Tumor?
Bakteri viable yang masuk ke dalam permukaan badan tanaman yang terluka,
biasanya di bagian crown dapat dihilangkan / dimatikan setelah beberapa hari
sedangkan tumor akan terus tumbuh. Satu fragmen plasmida Ti yang dibawa
oleh bakteri akan bergabung dengan segmen DNA dari sel tanaman yang
terinfeksi. Gen yang dibawa oleh plasmid, berkembang dan memasuki sel
tanaman menjadi code enzim yang mendukung perkembangan tumor yang
terus tumbuh tak terkontrol yang melampaui kerja bakteri pemicu
penyakitnya.

Anda mungkin juga menyukai