Anda di halaman 1dari 11

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Pada percobaan yang berjudul Penentuan Orde Reaksi Pada Laju


Ketengikkan Minyak Kelapa bertujuan untuk Mengetahui besarnya bilangan
peroksida pada minyak kelapa serta mengetahui cara penentuan ketengikan
minyak kelapa. Ketengikan minyak dapat disebabkan karena adanya kontak
langsung minyak dengan udara, karena pemanasan, ataupun karena kerja enzim.
Dalam percobaan kali ini untuk menentukan orde reaksi pada laju ketengikan
minyak kelapa digunakan metode titrasi iodometri. Metode titrasi iodometri
merupakan suatu metode titrasi tidak langsung yang melibatkan iod. Ion iodida
berlebih ditambahkan pada suatu agen pengoksidasi sehingga membebaskan
iodin, yang kemudian ditirasi dengan natrium sulfat. Percobaan ini dilakukan
dengan tiga tahap yaitu perlakuan sampel, penentuan bilangan peroksida, dan
titrasi blanko.

Perlakuan Sampel

Pada tahap perlakuan sampel, prosedur yang dilakukan yaitu


memasukkan sebanyak 25 mL sampel minyak kelapa berupa larutan
berwarna kuning jernih kedalam gelas kimia. Kemudian memanaskannya
diatas pembakar bunsen dalam udara terbuka tanpa tutup. Pemanasan
dilakukan selama 2 jam dengan pengambilan sampel pada menit ke 15, 30,
45, 60 dan 90 menit. Pemanasan bertujuan untuk meningkatkan bilangan
peroksida pada minyak dengan waktu yang berbeda-beda. Warna minyak
akan semakin gelap seiring dengan meningkatnya bilangan peroksida,
yaitu pada menit ke-15 berwarna kuning (+), ke-30 berwarna kuning (++),
ke-45 berwarna kuning (+++), 60 menit berwarna kuning (++++) dan ke-
120 menit larutan minyak berwarna kuning kecoklatan.
Dari proses pemanasan dengan adanya kalor berarti minyak
tersebut sudah teroksidasi/rusak. Jika warna minyak semakin gelap hal ini
menunjukkan bahwa bilangan peroksida semakin meningkat. Berikut ini
adalah reaksi pembentukan oksidasi :
R C C R' + O O R CH + HC R'
H H
Monoksida
O O

Proses pembentukan peroksida


Tahap Penentuan Bilangan Peroksida

Pada tahap ini bertujuan untuk menentukan bilangan peroksida


pada minyak. Bilangan peroksida didefinisikan sebagai jumlah meQ
peroksida dalam setiap 1000 g (1 kg) minyak atau lemak. Bilangan
peroksida ini menunjukkan tingkat kerusakan minyak/lemak. Pada tahap
penentuan bilangan peroksida sampel, prosedur yang dilakukan yaitu
mengambil sampel sesuai dengan waktu pengambilan yang ditentukan
(15, 30, 45, 60, dan 120 menit) sebanyak 1 mL, kemudian dimasukkan
kedalam erlenmeyar 250 mL.
Setelah mengambil sampel, didinginkan terlebih dahulu. Kemudian
menambahkan 3,6 mL asam asetat glasial berupa larutan tidak berwarna
menghasilkan larutan tidak berwarna. Penambahan larutan asam asetat
bertujuan agar sampel memiliki sifat oksidator dan berlangsung dalam
suasana asam. Selanjutnya menambahkan 2,4 mL kloroform berupa
larutan tidak berwarna, menghasilkan larutan homogen dan tidak
berwarna. Penambahan kloroform bertujuan untuk melarutkan keduanya
agar dapat bercampur dan menjadi homogen. Kemudian campuran
larutan di tambah dengan 5 tetes larutan KI jenuh (larutan berwarna
kuning) menghasilkan larutan berwarna kuning (-). Larutan KI jenuh
berfungsi sebagai reduktor, sehingga KI teroksidasi oleh asam asetat
glasial menjadi I2. Reaksinya adalah:
KI + oksidator I2 + 2e

Larutan harus bersuasana asam atau pH harus dijaga supaya lebih


kecil dari 8 karena dalam larutan alkali, iodium bereaksi dengan
hidroksida (OH-) menghasilkan ion hipoiodit yang pada akhirnya
menghasilkan ion iodat.
Sebagaimana persamaan reaksinya dapat dituliskan sebagai berikut
ini :

HI + IO
I 2+OH

+2 I
IO3

3 IO

Apabila hal ini terjadi, maka potensial oksidasinya lebih besar


daripada iodium sehingga mengakibatkan tiosulfat (S2O32-) dalam larutan
mengalami oksidasi, akan tetapi dalam hal ini juga menghasilkan sulfat
(SO42-) sehingga menyulitkan perhitungan stoikiometri (reaksi berjalan
tidak kuantitatif). Oleh karena itu, pada metode iodometri tidak pernah
dilakukan dalam larutan yang bersuasana basa kuat.
Setelah itu, sampel didiamkan selama 1 menit dengan sewaktu-
waktu digoyang, lalu di tambahkan 6 mL aquades campuran larutan
menjadi larutan berwarna keruh. Penambahan aquades bertujuan untuk
mengencerkan larutam. Kemudian ditambahkan 2 tetes amilum 2%.
Berdasarkan teori penambahan amilum akan menghasilkan larutan
berwarna biru keunguan, namun dalam percobaan yang kami lakukan
untuk sampel pada saat waktu ke-15 dan ke-30 tidak menghasilkan
warna biru keunguan melainkan menghasilkan warna kuning. Hal
tersebut dikarenakan setelah penambahan amilum mulut erlenmeyer tidak
ditutup dengan rapat sehingga dimungkinan I2 menguap dan perubahan
warna yang dihasilkan tidak sesuai dengan teori . Untuk percobaan pada
waku ke-45, 60, dan 120 setelah penambahan iodium dihasilkan larutan
berwarna ungu karena iodida mudah dioksidasikan dalam larutan asam
menjadi iod bebas dengan sejumlah zat pengoksidasi. Larutan yang
berwarna ungu tersebut menandakan telah terbentuknya iod bebas akibat
dari penambahan larutan amilum. Penambahan larutan amilum ini juga
digunakan sebagai indikator adanya I2 yang telah terbentuk dari hasil
oksidasi I- dari KI oleh sampel minyak kelapa yang telah teroksidasi
sesuai dengan reaksi :
Semakin banyak sampel yang teroksidasi maka I 2 yang terbentuk juga
akan semakin banyak.
Hal ini sesuai persamaan reaksi :
[O]
Minyak Minyak teroksidasi + Radikal

Sedikit teroksidasi : Minyak teroksidasi + KI Produk + I2 +

KI(sisa)

Teroksidasi semua : Minyak teroksidasi + KI Produk + I2

Berikut ini, persamaan reaksi antara amilum dan I2

CH2OH CH2OH CH2OH


CH2OH
O O H H O H H O H
H H H
H H H H
OH H + nI2 I OH H I OH H I
OH H
* O O O * O O O
H OH H OH H OH H OH
n n
amilum
Kompleks iod-amilum

Selanjutnya, dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 M berupa larutan tidak


berwarna menghasilkan 2 lapisan, yaitu lapisan atas berupa larutan tidak
berwarna dan lapisan bawah berupa larutan keruh. Saat dititrasi dengan
natrium tiosulfat 0,01 M. Pada reaksi ini, I2 akan tereduksi saat
direaksikan dengan tiosulfat, sehingga titik akhir titrasi adalah titik saat I 2
telah tereduksi menjadi I- yaitu saat larutan ini tidak berwarna karena
tidak terdapat I2. Persamaan reaksi antara ion kompleks iod-amilum
dengan natrium tiosulfat dapat dituliskan sebagai berikut :
CH2OH CH2OH CH2OH CH2OH
O H H O H H O H H O H
H H
H H H
I H I OH H OH H +NaI +Na2S4O6
I OH H OH +Na2S2O3 O O
* O O O *O
H OH H OH H OH
H OH n
Kompleks iod-amilum
n
amilum
Proses titrasi ini digunakan untuk mengetahui kadar I2 yang terbentuk dan
banyaknya lemak yang mengalami perubahan struktur karena proses oksidasi.
Proses titrasi ini dinamakan titrasi iodometri (titrasi tidak langsung), dimana iodin
yang berlebih yang ditambahkan pada agen pengoksidasi yang sedang ditentukan
(yaitu sampel minyak kelapa), membebaskan iodin, yang kemudian dititrasi
dengan larutan Natrium tiosulfat. Dimana I 2 (Iodin) yang berperan sebagai
oksidator, mengoksidasi tiosulfat menjadi ion tetrationat.
Proses titrasi ini sesuai dengan persamaan reaksi berikut ini :

Reduksi : I 2 (aq) +2 e 2 I (aq)

2+2 e
2 S 4 O6(aq)
Oksida :
2 S 2 O3 (aq)

2
+ S4 O6 (aq)

Reaksi : : 2 2 I (aq)
I 2 (aq) +2 S2 O3(aq)

Titrasi iodometri ini berlangsung pada suasana asam, karena jika pH


larutan (oksidator) di atas 9, tiosulfat teroksidasi parsial menjadi sulfat:
4I2 + S2O32- + 5H2O 8I- + 2SO42- + 10H+
Dalam larutan netral atau sedikit basa, oksidasi sulfat tidak muncul,
terutama jika iodin sebagai titran.
Volume Na2S2O3 yang dibutuhkan dalam titrasi sampel yaitu :
Waktu pengambilan Volume Na2S2O3
(menit) (mL)
15 1,48
30 1,55
45 1,70
60 1,76
120 2,10

Tahap Titrasi Blanko


Pada percobaan ini, proses yang sama juga terjadi pada titrasi
blanko namun yang berbeda yaitu blanko tidak mengandung sampel
sehingga jumlah volume Na2S2O3 yang diperoleh lebih kecil. Hal ini
disebabkan karena pada blanko tidak memiliki bilangan peroksida
sehingga I2 dari KI yang dibebaskan lebih sedikit, untuk itu volume
Na2S2O3 yang mengikat iod bebas menjadi lebih sedikit. Sedangkan
minyak yang teroksidasi menyebabkan I2 yang dibebaskan menjadi
semakin banyak. Sehingga Na2S2O3 yang dibutuhkan untuk mengikat I2
juga semakin besar.

Langkah kerja yang dilakukan yaitu memasukkan 3,6 asam asetat


glasial tidak berwarna dan 2,4 mL kloroform larutan tidak berwarna
kedalam Erlenmeyer 250 mL, campuran keduanya berupa larutan tidak
berwarna. Lalu ditambahkan 5 tetes larutan KI jenuh berupa larutan
kuning sehingga campuran menghasilkan larutan berwarna kuning (-).
Campuran tersebut selanjutnya didiamkan selama 1 menit dengan
sewaktu-waktu digoyang. Kemudian ditambahkan 6mL aquades tidak
berwarna dan 2 tetes amilum 2 % tidak berwarna , menghasilkan dua
lapisan. Lapisan atas tidak berwarna dan lapisan bawah larutan keruh.
Campuran larutan lalu dititrasi dengan Na2S2O30,1 M hingga lapisan atas
lebih jernih dari pada sebelum dilakukan titrasi dan lapisan bawah tetap
keruh. Pembuatan larutan blanko diulangi sebanyak 3 kali dengan volume
yang dihasilkan masing-masing adalah 0,46 , 0,51,dan 0,47 sehingga rata-
rata Volume Na2S2O3 yang dibutuhkan dalam titrasi blanko yaitu 0,48 mL
Dari volume yang didapat, ketengikan minyak dapat diukur dengan
menggunakan bilangan peroksida. Rumus untuk menentukan bilangan
peroksida adalah:
( ab ) x N Na2 S O 3 x 1000
bilangan peroksida = massa sampel

Keterangan :

a : volume sampel pada menit 15, 30, 45 dan seterusnya

b : volume rata-rata blanko

N : normalitas larutan penitrasi

Waktu pemanasan (detik) 900 1800 2700 3600 7200


Bilangan peroksida 89,888 96,180 109,663 115,056 145,618
Berdasarkan literatur-literatur yang telah ada dijelaskan bahwa, semakin
besar bilangan peroksida dari minyak kelapa, maka akan semakin tinggi
ketengikan dalam minyak kelapa, sehingga kualitas dari minyak kelapa
tersebut akan semakin menurun. Dari data bilangan peroksida sampel
minyak kelapa, diketahui bahwa semakin lama proses pemanasan terhadap
sampel minyak kelapa, bilangan peroksida dari sampel minyak kelapa
semakin meningkat begitu pula ketengikan dalam minyak, sehingga
kualitas dari minyak kelapa semakin lama semakin menurun.
Berikut grafik dari bilangan peroksida yang diperoleh berdasarkan data
diatas:

Gravik bilangan peroksida Vs waktu

Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa semakin lama pemanasan


maka semakin besar bilangan peroksida. Dan semakin besar bilangan
peroksida maka semakin tengik minyak atau dapat pula dikatakan
kualitas dari minyak tersebut menurun seiring bertambahnya bilangan
peroksida.

Penentuan Orde Reaksi

Penentuan orde reaksi dapat diselesaikan dengan metode


integral, baik secara grafik maupun non grafik. Pada data volume
Na2S2O3 untuk titrasi digunakan rumus orde 1, orde 2, dan orde 3 agar
mendapatkan nilai konstanta serta konsentrasi sesaat (a-x) dari minyak.

massa
Mol minyak (C16H32O2) = Mr

0,89
= 256,429

= 3,4707 x 10-3 mol

= 3,4707 mmol (sebagai a)

mmol Na2S2O3 = mmol I

V1 x N1 = V2 x N2

Mmol I2 ( sebagai nilai x )

Berdasarkan perhitungan, dapat digunakan dalam perhitungan orde


reaksi baik menggunakan metode non grafik maupun metode grafik.
Metode non grafik dilakukan yaitu metode integral dengan melihat
selisih harga konstanta (k) reaksi yang paling kecil. Dalam cara integral
dilakukan pengandaian suatu orde reaksi dan dicek dengan data reaksi.
Dengan cara integral, manipulasi waktu untuk mendapatkan nilai volume
Na2S2O3 yang dibutuhkan saat titrasi sehingga didapatkan konsentrasi
sesaat.

Untuk mengetahui harga dari k (perhitungan di lampiran) dapat


dengan rumus sebagai berikut:

Orde 1 Orde 2 Orde 3


ax 2

2
1 a 1 1 1
k = ln k= ( ) 1 )
t ax t ax a
1
k=
t

Dan dengan metode non grafik didapatkan harga k dari rumus diatas
diperoleh perbandingan harga k pada masing-masing waktu pengambilan
sampel setiap orde sebagai berikut:

Orde reaksi Orde 1 Orde 2 Orde 3


Nilai k

k pada t = 15 menit 7 x 106 2 x 106


-5
2,4 x 10
k pada t = 30 menit 1,25 x

105 3,67 x 106 1,056 x 106

k pada t = 45 menit 9,19 x


106 2,7 x 106 7,778 x 107
k pada t = 60 menit 7,37 x
6 6 7
10 2,1 x 10 6,111 x 10
k pada t = 120 menit 5,89 x 1,74 x 106
3,6 11 x 107
106
Dari data diatas, dapat diketahui bahwa selisih dari nilai konstanta pada orde
2 konstan, sehingga dengan cara non grafik laju ketengikan minyak kelapa
memiliki orde 2, hal ini tidak sesuai dengan teori. Berdasarkan teori reaksi laju
ketengikan minyak kelapa dengan metode titrasi iodometri berorde 1. Faktor-faktor
yang menyebabkan kegagalan ini akan dibahas pada bagian diskusi.

Sedangkan dengan menggunakan metode grafik, orde rekasi


diidentifikasi dengan melihat harga regresi R2 pada grafik yang didapat,
dimana R2 mendekati harga 1.

t a-x (a-x)^2 1/(a-x) 1/(a-x)^2 ln (a-x)


900 3,3967 11,538 0,2944 0,0867 1,2228
1800 3,3932 11,514 0,2947 0,0869 1,2218
2700 3,3857 11,463 0,2954 0,0872 1,2196
3600 3,3827 11,443 0,2956 0,0874 1,2187
7200 3,3267 11,067 0,3006 0,0904 1,2020

Grafik orde 1

Grafik orde 2

Grafik orde 3

Berdasarkan ketiga grafik diatas diatas, ketiga orde tersebut yang


memiliki nilai regresitas yang mendekati 1 adalah grafik orde 1. Dengan
nilai regresitas yaitu 0,9446 . Hal tersebut menunjukkan bahwa dengan
metoda grafik dihasilkan orde 1. Hal tersebut sesuai dengan sesuai
dengan teori, bahwa orde reaksi pada ketengikan minyak yaitu orde 1.
Jadi, dapat disimpulkan penentuan orde reaksi dengan menggunakan
metode grafik menghasilkan orde reaksi 1.

DISKUSI

Pada penentuan orde reaksi dengan menggunakan metode non


grafik, dihasilkan k konstan pada perhitungan orde 2 seharusnya yang
memiliki nilai k konstan adalah orde 1 karena menurut teori, orde reaksi
pada ketengikan minyak yaitu orde 1. Jadi, dapat disimpulkan penentuan
orde reaksi dengan menggunakan metode non grafik tidak berhasil.
Faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi ketidakberhasilan tersebut
adalah dimungkinkan pada saat penambahan asam asetat glasial, kondisi
minyak kelapa masih panas dan saat titrasi, volume Na 2S2O3 yang
dibutuhkan memiliki selisih yang berbeda serta pipet yang digunakan
terkontaminasi oleh zat lain sehingga mempengaruhi hasil percobaan.
Kemudian larutan yang tidak segera dititrasi, akan mempengaruhi nilai k
pada orde reaksi .

KESIMPULAN

1. Semakin lama proses pemanasan minyak maka semakin banyak volume


Na2S2O3 yang diperlukan untuk titrasi.
2. Ketengikan minyak dapat dipengaruhi oleh pemanasan, hal tersebut
ditunjukkan dengan semakin besarnya bilangan peroksida seiring dengan
semakin lamanya proses pemanasan minyak
3. Berdasarkan penggunaan metode non grafik integral dengan melihat nilai k,
maka reaksi laju ketengikan minyak dengan metode titrasi iodometri memiliki
orde reaksi dua, hal tersebut tidak sesuai dengan teori seharusya reaksi laju
ketengikan minyak dengan metode titrasi iodometri memiliki orde reaksi
satu . Sedangakn dengan menggunakan metode grafik reaksi laju ketengikan
minyak dengan metode titrasi iodometri memiliki orde reaksi satu.

Anda mungkin juga menyukai