Anda di halaman 1dari 10

Analisis dan Pembahasan

Pada praktikum yang berjudul “Titrasi Oksidimetri dan Aplikasi Iodo-


Iodimetri Penentuan Kadar Asam Askorbat dalam Vitamin C pada Vitacimin” ini
memiliki 3 percobaan yakni standarisasi larutan Na2S2O3, standarisasi larutan I2,
dan aplikasi penentuan kadar asam askorbat dalam vitamin C. Adapun tujuan
dalam praktkum ini adalah untuk membuat dan menentukan (standarisasi) larutan
Na2S2O3 ± 0,1 N denga Kalium Iodidat (KIO3) sebagai baku, untuk standarisasi
larutan I2 dengan larutan Na2S2O3 ± 0,1 N serta untuk menentukan kadar asam
askorbat dalam vitamin C.

1. Menentukan (standarisasi) larutan Na2S2O3 dengan KIO3


sebagai baku

Titrasi iodo-iodimetri adalah salah satu metode titrasi yang


didasarkan pada reaksi oksidasi-reduksi. Metode titrasi langsung
dinamakan iodimetri mengacu kepada titrasi dengan suatu iod standar.
Sedangkan metode titrasi tak langsung dinamakan iodometri adalah
berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia.
Pada titrasi iodometri, analit yang dipakai adalah oksidator yang dapat
bereaksi dengan I- (iodida) untuk menghasilkan I2, I2 yang terbentuk secara
kuantitatif dapat dititrasi dengan larutan tiosulfat. Dari pengertian diatas
maka titrasi iodometri dapat dikategorikan sebagai titrasi kembali.
Sedangkan prinsip dasar dari titrasi iodimetri adalah zat uji (reduktor)
langsung dititrasi dengan larutan iodium. dimana I2 sebagai larutan
standardnya.
Sebelum menentukan konsentrasi larutan standar (larutan baku
sekunder) diperlukan konsentrasi larutan baku primer. Larutan standar
primer dari percobaan ini adalah larutan KIO3 dimana larutan standar
primer merupakan larutan yang konsentrasinya diketahui dengan
penimbangan secara tepat zat kimia yang benar-benar murni dan
dilarutkan dalam sejumlah pelarut tertentu.
Pada percobaan pertama ini yaitu pembuatan standarisasi Kalium
Iodat 0,1N dengan menimbang padatan Kalium Iodat  0,357 gram
berwarna putih dengan menggunakan neraca analitik. Awalnya botol vial
yang digunakan sebagai wadah dimasukkan dalam neraca analitik lalu
ditekan tombol TARE (dinolkan) agar proses penimbangan hanya
didapatkan massa dari KIO3 saja dan massa dari botol vial tidak ikut
terhitung. Setelah itu dimasukkan padatan KIO3 yang berupa serbuk
berwarna putih ke dalamnya menggunakan spatula. Saat memasukkannya
pun harus hati-hati agar penimbangan tepat tanpa diulang berkali-kali.
Perlu diingat bahwa botol vial yang ada di dalam neraca analitik tidak
boleh dikeluar-masukkan dari dalam neraca analitik saat akan
memasukkan zat yang ditimbang karena dapat mempengaruhi keakuratan
massa dari zat tersebut. Selain itu jika ada serbuk yang tidak sengaja jatuh
di sekitar neraca perlu dibersihkan dengan kuas yang tersedia. Sehingga
setelah penimbangan didapatkan massa KIO3 sebanyak ± 0,357 gram.
Setelah itu ± 0,357 gram KIO3 tersebut dipindahkan ke dalam labu ukur
100 mL. Ketika serbuk KIO3 dimasukkan ke dalam labu ukur haruslah
hati-hati agar semuanya bisa masuk. Digunakan air suling (aquades)
sebagai pelarut. Jika ada sisa-sisa KIO3 di dalam botol vial, maka
ditambahkan beberapa tetes aquades agar semua sisa KIO3 di dalam botol
dapat diambil seluruhnya lalu dimasukkan kembali ke dalam labu ukur.
Ditambahkan larutan aquades tidak berwarna yang berfungsi untuk
mengencerkan kedalam labu ukur kemudian dilarutkan sampai larut,
kemudian tambahkan larutan aquades sampai tepat pada tanda batas.
Caranya yakni melihat meniskus pada tanda batas. Saat volume hampir
mencapai batas meniskus, pemberian aquades dengan menggunakan pipet
tetes secara hati-hati agar tidak sampai melebihi batas meniskus karena
untuk keakuratan konsentrasi larutan yang dibuat dan agar tidak terjadi
kesalahan jumlah konsentrasi, baik kekurangan atau kelebihan konsentrasi.
Karena keakuratan sangat penting dalam praktikum analitik kuantitatif ini.
Lalu larutan dikocok agar tercampur sempurna (homogen). Caranya
dengan menjungkir balikkan labu ukur sampai tidak terlihat bintik putih
atau serbuk yang tersisa di dalamnya. Sehingga didapatkan larutan KIO3
tidak berwarna sebagai larutan baku. Hal ini dapat ditunjukkan dengan
persamaan reaksi:

KIO3(s) + H2O(l) → KIO3(aq)

Larutan standar KIO3 tidak berwarna yang telah dihasilkan


diambil 10 mL dengan menggunakan pipet gondok. Digunakan pipet
gondok karena memiliki tingkat ketelitian lebih tinggi dibandingkan
dengan gelas ukur. Saat menggunakan pipet gondok maka pipet tidak
boleh kotor ataupun dipakai bergantian untuk mengambil senyawa lain
supaya tidak ada kontaminasi yang dapat mempengaruhi reaksi. Lalu cara
mengambil larutan yaitu digunakan pro-pipet dengan memutar ke atas gear
untuk mengambil larutan dan memutar ke bawah untuk mengeluarkan
larutan. Agar volume tepat 10 mL, dipastikan bahwa meniskus larutan
tepat pada garis batas pada pipet gondok. Larutan yang telah diambil
dengan pipet gondok tersebut dimasukkan ke dalam 3 erlenmeyer 250 ml
yang telah diberi keterangan angka 1, 2 dan 3 sebelumnya. Hal itu untuk
mempercepat praktikum karena akan dilakukan pengulangan sebanyak 3
kali nanti. Pengulangan dimaksudkan agar data yang diperoleh lebih tepat
dan akurat. Kemudian ditambahkan dengan 2 ml larutan KI 20% tidak
berwarna untuk membebaskan kandungan I2 yang berlebih, kemudian
dihasilkan larutan tak berwarna. Penambahan KI 20% menghasilkan
reaksi:

10e- + 12H+ + 2IO3- → I2 + 6H2O …………….x1


2I- → I2 + 2e- …………….x5
10e- + 12H+ + 2IO3- →I2 + 6H2O
10 I- → 5I2 + 10e-
12H+ + 2IO3- + 10I- → 6I2 + 6H2O ………… :2
6H+ + IO3- + 5 I- → 3I2 + 3H2O

Selanjutnya ditambah lagi dengan 1 mL HCl 4N tidak berwarna.


Penambahan ini bertujuan untuk memberikan suasana asam pada larutan,
sebab larutan yang terdiri dari kalium iodat dan kalium iodida berada
dalam kondisi netral atau memiliki keasaman rendah. Selain itu hal ini
dikarenakan larutan KIO3 merupakan sumber dari sejumlah iod yang
diketahui dalam titrasi. Larutan yang mengandung kalium iodidat atau
kalium iodida tersebut harus berada dalam keasaman yang tinggi, karena
dalam keadaan asam yang tinggi maka jumlah zat reduktor yang
mengalami oksidasi (I2) secara kuantitatif dapat ditentukan. Penambahan
HCl 4N menghasilkan reaksi:

Cl2 (aq) + 2e-→ 2Cl- (aq)


2I- (aq) → I2 (aq) +2e-
Cl2 (aq) + 2I- (aq) → 2Cl- (aq) + I2 (aq)

Dari penambahan-penambahan yang dilakukan dihasilkan larutan


berwarna kuning kecoklatan, hal ini menunjukkan adanya iod yang
dibebaskan. Kemudian, iod yang dibebaskan ini dititrasi dengan larutan
natrium tiosulfat tidak berwarna sampai warnanya menjadi kuning muda,
menghasilkan reaksi:

I2 (aq) +2e-→ 2I- (aq)


2S2O32- (aq) → S4O62- (aq) + 2e-
I2 (aq) + 2S2O32- (aq) → 2I- (aq) + S4O62- (aq)

Setelah menjadi kuning muda larutan ditambah dengan 40 tetes


larutan kanji berwarna keruh maka larutan berubah warna menjadi biru
kehitaman. Hal ini menunjukkan bahwa didalam larutan terdapat I2 dan
larutan kanji ini berfungsi sebagai indikator untuk memperjelas perubahan
warna larutan yang terjadi pada saat titik akhir titrasi. Sensitivitas
warnanya tergantung pada pelarut yang digunakan. Kompleks iodium-
amilum memiliki kelarutan yang kecil dalam air, sehingga umumnya
ditambahkan pada titik akhir titrasi.
CH2OH CH2OH
H O H H O H
H H + I2
O OH H O OH H O

H OH H OH
Amilum (kanji) Iod

CH2OH CH2OH
H O H I H O H
H H
O OH H O OH H O

H OH I H OH n
Kompleks iodium dengan amilum
(Larutan kuning kebiruan)

Kemudian titrasi dilanjutkan lagi hingga warna kuning kebiruan


tepat hilang menjadi tak berwarna hal ini menunjukkan bahwa didalam
larutan tidak terdapat lagi I2 melainkan telah menjadi I- . Reaksi yang
terjadi ialah:

I2(aq) + 2S2O32-(aq) → 2I-(aq) + S4O62-(aq)

Percobaan ini dilakukan sampai tiga kali dengan diperoleh data


volume Na2S2O3 yang digunakan sebagai berikut: V1= 19,7 mL, V2= 19,9
mL, V3= 19,9 mL. Untuk menentukan konsentrasi Na2S2O3 maka harus
diketahui konsentrasi KIO3. Konsentrasi KIO3 dapat dicari dengan rumus
n x gr
N= , dengan n = 6, massa yang digunakan 0,357 gram, Mr 213 dan
Mr×V

volume 0,1 Liter maka diperoleh konsentrasi KIO3 sebesar 0,06 N.


Kemudian, V Na2S2O3 yang kami peroleh tersebut bersama normalitas
KIO3 (N KIO3) dan V KIO3 digunakan untuk menentukan normalitas
Na2S2O3 (N Na2S2O3) dengan memasukkan nilai-nilai tersebut dalam
persamaan berikut :
mmol ekuivalen KIO3=mmol ekuivalen Na2S2O3
N KIO3 . V KIO3=N Na2S2O3 . V Na2S2O3
Sehingga berdasarkan perhitungan (pada lampiran) didapatkan
Normalitas larutan natrium tiosulfat adalah 0,0304 N ; 0,0301 N ; 0,0301
N ; dan Normalitas larutan natrium tiosulfat rata-rata adalah 0,0302 N.

2. Standarisasi larutan I2 dengan larutan Na2S2O3 (Natrium tiosulfat)


Selanjutnya, merupakan standarisasi I2 dengan menggunakan
larutan Natrium tiosulfat. Langkah pertama ialah mengambil 10 mL
larutan natrium tiosulfat tidak berwarna menggunakan pipet gondok.
Digunakan pipet gondok karena memiliki tingkat ketelitian lebih tinggi
dibandingkan dengan gelas ukur. Saat menggunakan pipet gondok maka
pipet tidak boleh kotor ataupun dipakai bergantian untuk mengambil
senyawa lain supaya tidak ada kontaminasi yang dapat mempengaruhi
reaksi. Lalu cara mengambil larutan yaitu digunakan pro-pipet dengan
memutar ke atas gear untuk mengambil larutan dan memutar ke bawah
untuk mengeluarkan larutan. Agar volume tepat 10 mL, dipastikan bahwa
meniskus larutan tepat pada garis batas pada pipet gondok. Larutan yang
telah diambil dengan pipet gondok tersebut dimasukkan ke dalam 3
erlenmeyer 250 ml yang telah diberi keterangan angka 1, 2 dan 3
sebelumnya. Hal itu untuk mempercepat praktikum karena akan dilakukan
pengulangan sebanyak 3 kali nanti. Pengulangan dimaksudkan agar data
yang diperoleh lebih tepat dan akurat. Kemudian ditambahkan indikator
amilum berwarna keruh sebanyak 5 mL, penambahan indikator ini untuk
memperjelas perubahan warna larutan yang terjadi pada saat titik akhir
titrasi, karena indikator amilum ini akan mendeteksi adanya I2 pada
larutan. Raksi yang terjadi ialah:
CH2OH CH2OH
H O H H O H
H H + I2
O OH H O OH H O

H OH H OH
Amilum (kanji) Iod

CH2OH CH2OH
H O H I H O H
H H
O OH H O OH H O

H OH I H OH
Kompleks iodium dengan amilum
(Larutan kuning kebiruan)

Kemudian, setelah ditambahkan indikator amilum, dititrasi dengan


menggunakan I2 yang berwarna kuning kecoklatan lalu dititrasi sampai
berwarna biru kehitaman. Menghasilkan reaksi
:
I2(aq) + 2e- → 2I-(aq)
2S2O32-(aq) → S4O62-(aq) + 2e-
I2(aq) +2S2O32-(aq) → 2I-(aq) + S4O62-(aq)

Percobaan ini dilakukan sampai tiga kali dengan diperoleh data


volum I2 yang digunakan sebagai berikut: V1= 5,7 mL, V2= 5,3 mL, V3=
4,8 mL. Untuk menentukan konsentrasi I2 maka harus diketahui
konsentrasi Na2S2O3. Konsentrasi Na2S2O3 sebelumnya sudah diketahui
melalui percobaan selanjutnya yaitu sebesar 0,0302 N. Sehingga
berdasarkan perhitungan (pada lampiran) didapatkan Normalitas larutan I2
adalah 0,0529 N ; 0,0569 N ; 0,0629 N ; dan Normalitas larutan I2 rata-
rata adalah 0,0575 N.
1. Aplikasi Iodo-Iodimetri dengan menentukan kadar asam askorbat
yang terdapat di dalam vitamin C pada Vitacimin.
Pada aplikasi titrasi iodometri untuk menentukan kadar asam
askorbat dalam vitamin C, langkah pertama yang dilakukan adalah
menimbang vitamin C berwarna kuning merk “Vitacimin” yang telah
dihaluskan sebesar 0,5 gram dengan menggunakan neraca analitik.
Awalnya botol vial yang digunakan sebagai wadah dimasukkan dalam
neraca analitik lalu ditekan tombol TARE (dinolkan) agar proses
penimbangan hanya didapatkan massa dari vitamin C saja dan massa dari
botol vial tidak ikut terhitung. Setelah itu dimasukkan vitamin C yang
berupa serbuk berwarna kuning ke dalamnya menggunakan spatula. Saat
memasukkannya pun harus hati-hati agar penimbangan tepat tanpa diulang
berkali-kali. Perlu diingat bahwa botol vial yang ada di dalam neraca
analitik tidak boleh dikeluar-masukkan dari dalam neraca analitik saat
akan memasukkan zat yang ditimbang karena dapat mempengaruhi
keakuratan massa dari zat tersebut. Selain itu jika ada serbuk yang tidak
sengaja jatuh di sekitar neraca perlu dibersihkan dengan kuas yang
tersedia. Sehingga setelah penimbangan didapatkan massa vitamin C
sebanyak 0,5 gram. Kemudian, dimasukkan kedalam Erlenmeyer 250 mL
dan dilarutkan dengan larutan aquades sebanyak 50 mL. Lalu ditambahkan
indikator amilum berwarna keruh, menghasilkan larutan yang tetap
berwarna kuning. Penambahan indikator ini untuk memperjelas perubahan
warna larutan yang terjadi pada saat titik akhir titrasi, karena indikator
amilum ini akan mendeteksi adanya I2 pada larutan.
Selanjutnya adalah proses titrasi dengan I2 yang berwarna
kuning kecoklatan. Titrasi dihentikan ketika terjadi perubahan warna
larutan, hal ini terjadi dikarenakan pada saat I2 diteteskan atau dimasukkan
kedalam erlenmeyer I2 tidak bereaksi dengan senyawa lain melainkan
langsung bereaksi dengan amilum membentuk senyawa iod amilum yang
berwarna hijau kehitaman karena pada vitamin C terdapat pewarna kuning.
Adapun reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

CH2OH CH2I I

O O O O

OH OH
CH2OH
+ nI2
CH2I +2H2O
O O O O

OH OH
OH OH

O O

OH
n I OH
n

Dari reaksi diatas terlihat bahwa terjadi reaksi oksidasi dan


reduksi antara asam askorbat (vitamin C) dengan I2, dimana I2 akan
mengoksidasi Asam Askorbat menjadi Dehidroaskorbat, sedangkan I2
akan terreduksi menjadi I-. Terjadinya perubahan warna larutan menjadi
biru keunguan karena adanya reaksi antara amilum dengan I2 membentuk
senyawa kompleks iod amilum berwarna biru keunguan. Dimana dalam
proses titrasi berlangsung Asam Askorbat akan bereaksi dengan I2 dan
menghasilkan I-, saat asam askorbat telah jenuh bereaksi atau telah habis
bereaksi, maka I2 tidak akan bereaksi lagi dengan asam askorbat
melainkan I2 akan bereaksi dengan amilum membentuk senyawa kompleks
iod amilum. Itu sebabnya titrasi dihentikan ketika telah terjadi perubahan
warna larutan. Dimana saat terjadinya perubahan warna larutan dari yang
tidak berwarna menjadi berwarna itu merupakan titik akhir titrasi, yakni
telah tercapainya titik ekivalen atau larutan standart dan sampel tepat
habisn bereaksi.
Percobaan ini dilakukan sampai tiga kali dengan diperoleh data
volume I2 yang digunakan sebagai berikut: V1= 15,4 mL, V2= 15,2 mL,
V3= 15 mL dikarenakan. Dengan konsentrasi asam askorbat 0,01743 N
𝑚 𝑥 1000
maka dapat dicari massa (gram) asam askorbat dengan rumus N = .
𝐵𝐸 𝑥 𝑉

Sehingga diperoleh massa asam askorbat sebesar 25,58 mg. Dengan


diketahuinya massa asam askorbat maka dapat dihitung kadar asam
askorbat dengan rumus :
𝑚𝑎𝑠𝑎 𝑎𝑠𝑎𝑚 𝑎𝑠𝑘𝑜𝑟𝑏𝑎𝑡
% asam askorbat = 𝑥 100%
𝑚𝑎𝑠𝑎 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

Sehingga dapat diperoleh kadar asam askorbat dalam vitamin C merk


vitacimin lemon sebesar 5%.

Anda mungkin juga menyukai