Anda di halaman 1dari 101

ANALISIS KUALITATIF KARBOHIDRAT

Oleh:
Diva Aditya Puteri Br G (200305008)
Fuza Febrilani. S (200305010)
Adinda Khairun Nisah (200305030)
Nelly Christy Pintauli Purba (200305049)
ITP-A

LABORATORIUM BIOKIMIA
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2021
BAB I

PENDAHULUAN
Latar belakang
Manusia memerlukan energi untuk dapat menjalani aktivitasnya. Salah
satu sumber energi yang dikonsumsi oleh manusia adalah karbohidrat. Seperti
glukosa dan glikogen yang digunakan untuk sumber energi tubuh. Selain sebagai
sumber energi, karbohidrat juga berperan dalam penyusun jaringan makhluk hidup
seperti selulosa sebagai penyusun struktur jaringan yang terdapat pada tanaman.
Karbohidrat memiliki sifat fungsional sehingga dapat berperan sebagai komposisi
penting dalam proses pengolahan. Banyak diantaranya jenis dari kerbohidrat
dijadikan sebagai pengental, penstabil atau pemebentuk gel. Karena setiap struktur
yang ada pada karbohidrat memiliki karakter dan ciri khas nya masing-masing.
Karbohidrat dibentuk oleh beberapa satuan gula yang disebut sakarida.
Terbentuknya sekumpulan sakarida yang membangun karbohidrat karena adanya
reaksi pelepasan air sehingga membentuk rangkaian polimer. Karakteristik utama
senyawanya yakni terasa manis jika dihidrolisis.
Kata karbohidrat sendiri digunakan pada senyawa tersebut karena penyusun
utamanya karbon (C) dan hidrat (H2O). Pada manusia, karbohidrat menyediakan 4
kalori (kilojoule) energi per gram. Sehingga mampu memberikan energi yang
cukup untuk kerja metabolisme dan tubuh untuk bergerak. Dalam kehidupan
sehari-hari kita paling banyak mengonsumsi karbohidrat. Karena karbohidrat
paling banyak berasal dari tumbuhan. Seperti yang menjadi makanan pokok
seperti beras atau gandum termasuk dalam jenis tumbuhan yang memiliki
karbohidrat tinggi. Selain itu buah-buahan yang manis juga mengandung kadar
karbohidrat karena dibangun oleh kelompok oligasakarida seperti sukrosa ataupun
fruktosa. Umbi-umbian termasuk pula jenis tanaman yang memiliki kadar
karbohidrat yang tinggi seperti singkong, ubi jalar dan kentang. Sehingga umbi-
umbian terkadang dijadikan sebagai pengganti makanan pokok.
Komponen struktur dari karbohidrat yang penting terdapat pada makhluk
hidup dalam bentuk serat, selulosa, pektin dan lignin. Karbohidrat terdiri dari tiga
kelompok utama yakni monosakarida, oligosakarida dan polisakarida.
Monosakarida termasuk pada golongan karbohidrat sederhana karena hanya
dibangun oleh 3-7 unit atom karbon. Sama halnya dengan oligosakarida tergolong
karbohidrat sederhana yang dibangun oleh 2-10 unit monosakarida. Adanya ikatan
glikosidik yaitu ikatan yang terjadi antara monosakarida dengan monosakarida
yang lainnya akan membentuk oligosakarida dan polisakarida. Sedangkan
polisakarida termasuk dalam golongan karbohidrat kompleks yang dibangun oleh
10 lebih unit monosakarida, bahkan dalam senyawanya ada yang membentuk
percabangan. Umumnya polisakarida bercirikan senyawanya yang berwarna putih
dan tidak berbentuk kristal, tida terasa terlalu manis, dan tidak memiliki sifat
mereduksi. Jika berat molekul dari polisakarida larut dalam air akan membentuk
koloid. Salah satu senyawa yang banyak dijumpai di alam adalah dalam bentuk
polisakarida yakni termasuk kedalamnya adalah glikogen dan pati.
Karena banyaknya jenis karbohidrat yang ada di alam diperlukan analisis
untuk membedakan antara karbohidrat dari golongan monosakarida, oligosakarida
atau polisakarida. Pengujian tersebut dapat dilakukan dengan mereaksikan
beberapa reagen penguji yang nantinya akan membedakan antara ketiga golongan
dari karbohidrat itu. Dikarenakan akan ada reaksi perubahan yang nampak terliha
ketika reagen penguji diberikan pada salah satu dari ketiga golongan sakarida.
Beberapa reagen yang biasa digunakan dalam uji karbohidrat adalah reagen
Molisch, reagen Benedict, reagen Fehling, reagen Barfoed, reagen Bial’s, reagen
Seliwanof dan larutan Iodine. Pada beberapa jenis reagen terdapat ciri khas
warnanya masing-masing sehingga dapat dibedakan berdasarkan warna dari
reagennya dan juga warna dari perubahan yang terjadi.

Tujuan
Adapun tujuan percobaan ini adalah untuk mengetahui cara identifikasi

karbohidrat

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Percobaan


Percobaan yang berjudul Analisis Kualitatif Karbohidrat dilakukan pada
hari Jumat, 17 September 2021 pukul 10.00 WIB di Laboratorium Biokimia
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada partikum ini adalah larutan glukosa,
fruktosa, laktosa, sukrosa, ribosa, ribulosa, dan suspensi pati, reagen Molisch,
reagen Benedict, reagen Fehling, reagen Barfoed, reagen Bial’s, reagen
Seliwanoff, larutan Iodine.
Alat
Adapun alat yang digunakan pada partikum ini adalah rak tabung reaksi,
tabung reaksi, pipet tetes, gelas ukur, dan penangas air.

.
BAB II

1. UJI MOLISCH
Tujuan : untuk mengidentifikasi karbohidrat
Prosedur :
Pertama, dimasukkan masing – masing 2 ml larutan glukosa, fruktosa, laktosa,
sukrosa, dan suspensi pati ke dalam masing-masing tabung reaksi. Kemudian
ditambahkan masing-masing 10 tetes reagen Molisch. Selanjutnya diteteskan
perlahan-lahan 15-20 tetes H2SO4 pekat melalui sisi tabung reaksi dengan posisi
miring. Diamati perubahan yang terjadi.

Hasil Pengamatan
Adapun hasil analisis kualitatif karbohidrat reagen molisch dapat dilihat pada tabel 1.

No. Karbohidrat Reagen penguji Hasil pengamatan


1 Glukosa Cincin berwarna ungu (+)
2 Fruktosa Cincin berwarna ungu (+++)
3 Laktosa Reagen Molisch Cincin berwarna ungu (+)
4 Sukrosa Cincin berwarna ungu (++)
5 Pati Cincin berwarna ungu (+)
Tabel 1. Tabel pengamatan kualitatif karbohidrat reagen Molisch

Reaksi
Adapun reaksinya adalah
Glukosa

H O
C H
H C OH C
O C O
HO C H
H2SO4
CH2C C
H C OH -3H2O C
HO H
H C OH H
CH2
HO
Fruktosa

OH
H2C O
C CH
HO C H
H2SO4 HC CH
C
H C OH -3H2O O
CH O
H C OH
H2C
OH

Laktosa

H2C OH H2C OH
H
OH C O H C O H CH2 O C
C H
C O H H2SO4 C C O
OH H C
OH H C 2 HO
-3H2O C C
H C C H OH
C C H H
H OH OH
H

Sukrosa

H2C OH
H H
H C O CH
O H2C OH CH2 O C HC CH
H H2SO4 C C
C
OH H C O C
OH H C HO
C O + O
-3H2O C C CH O
OH C C HO CH2 C H
C H H
H OH OH
H

Pati
H2 C OH
H2 C OH
H2 C OH
H
H C O H H H
C O H
C O
H CH2 O C
H
C
OH H C
C H
OH H C H H2SO4 C C
O
C C HO
O OH H
C C O C C O C C
-3H2O C C
H OH O
OH
H
H OH H H

Pembahasan

Uji Molisch merupakan tes kimia sensitif untuk mendeteksi kehadiran


karbohidrat berdasarkan dehidrasi karbohidrat oleh asam sulfat atau asam
klorida untuk menghasilkan aldehida, yang mengembun dengan dua molekul
fenol yang mengembun dengan dua molekul fenol (biasanya α – naftol). Uji
ini memberikan hasil cincin senyawa bewarna merah atau ungu. Cincin ungu
terbentuk dikarenakan terhidrolisisnya karbohidrat oleh H2SO4 pekat menjadi
monosakarida kemudian monosakarida tersebut terkondensasi membentuk
furfural yang kemudian bereaksi dengan alfanaftol sehingga membentuk
senyawa kompleks ungu (cincin ungu).

Cincin ungu terbentuk akibat asam sulfat pekat yang masuk melalui
pinggir yang akan terkumpul di dasar tabung dan lama kelamaan pada
permukaan asam tadi terbentuk senyawa kompleks ungu sehingga larutan akan
terlihat menjadi tiga bagian yaitu bagian paling bawah berwarna bening
dimana larutan tersebut adalah asam, bagian tengah berwarna ungu yang
disebut sebagai cincin ungu, dan palingatas adalah sampel yang diduga
mengadung karbohidrat.

Kesimpulan

 Uji Molisch bertujuan untuk mendeteksi kehadiran karbohidrat


berdasarkan dehidrasi karbohidrat oleh asam sulfat/ asam klorida
 Uji ini memberikan cincin bewarna merah atau ungu
 Cincin ungu terjadi karena terhidrolisisnya karbohidrat oleh H2SO4
pekat menjadi monosakarida, kemudian monosakarida terkondensasi
membentuk furfural kemudian bereaksi dengan alfanaftol sehingga
membentuk senyawa kompleks ungu

DAPUS
Wilujeng I. 2016. Presentasi praktikum IPA uji molish. Universitas
Negeri Yogyakarta.

2. UJI BENEDICT

Tujuan Pengujian
Tujuan dilakukan uji Benedict pada karbohidrat pada percobaan ini yaitu untuk
mengidentifikasi gula pereduksi pada tiap karbohidrat, meliputi glukosa, fruktosa,
laktosa, sukrosa dan suspensi pati.
Prosedur
Langkah awal pengujian yaitu disiapkan seluruh alat dan bahan. Kemudian,
dimasukkan masing-masing 2 ml reagen Benedict ke dalam 5 buah tabung reaksi. Setelah
itu, tabung reaksi perlu dipanaskan dalam penangas air selama 2 menit. Kemudian,
dibiarkan tabung reaksi yang telah dipanaskan hingga dalam keadaan dingin. Lalu,
dimasukkan masing-masing 5 tetes larutan meliputi glukosa, fruktosa, laktosa, sukrosa
dan suspensi pati ke dalam tiap-tiap tabung reaksi. Dipanaskan kembali selama 2 menit.
Setelah dingin, diamati perubahan yang terjadi pada larutan.

Hasil Pengamatan
No. Karbohidrat Reagen Penguji Hasil Pengamatan
1. Glukosa Reagen Benedict Adanya endapan merah bata
2. Fruktosa Adanya endapan merah bata, warna
permukaan sedikit kekuningan
3. Laktosa Adanya endapan merah bata, warna
permukaan sedikit kekuningan
4. Sukrosa Tidak ada perubahan
5. Suspensi Pati Tidak ada perubahan

Gambar. Perubahan karbohidrat terhadap uji Benedict


Pembahasan
Uji Benedict membantu untuk mengenali keberadaan gula pereduksi pada
suatu larutan. Gula pereduksi ditandai dengan penambahan endapan berwarna merah
bata setelah larutan dipanaskan. Semakin tinggi konsentrasi gula pereduksi (>2 g%)
maka warna dan endapan merah bata semakin pekat. Larutan karbohidrat dapat pula
berwarna biru, hijau, kuning atau pun oranye jika konsentrasi gula pereduksi sedikit
(<2 g%) (Kusbandari, 2015). Adapun perubahan warna karena reagen Benedict pada
larutan karbohidrat berdasarkan jumlah konsentrasi gula pereduksi dapat dilihat pada
gambar 1.

Gambar 1. Perubahan warna setelah uji Benedict berdasarkan jumlah gula pereduksi
pada larutan
Berdasarkan acuan perubahan warna, percobaan uji Benedict pada larutan
glukosa, fruktosa, dan laktosa diperoleh hasil larutan dengan penambahan endapan
merah bata dan sedikit perubahan warna menjadi kekuningan pada permukaan
larutan. Hal tersebut sudah pasti menandakan konsentrasi gula pereduksi >2 g% pada
glukosa, fruktosa, dan laktosa. Selain disebabkan oleh konsentrasi gula, uji Benedict
dinyatakan lebih cepat bereaksi pada senyawa golongan monosakarida dan disakarida.
Monosakarida dan disakarida tersusun atas gugus aldehid dan atau keton bebas. Hal
ini berbeda dengan sukrosa dan pati yang merupakan golongan polisakarida dengan
ciri gula non-pereduksi. Ketika glukosa, fruktosa dan laktosa mengalami penambahan
endapan merah batas, sukrosa dan pati tetap berwarna biru terang yang merupakan
warna asli reagen Benedict. Sesuai pada gambar diatas, warna biru menandakan
sebuah larutan termasuk non-gula pereduksi dengan kadar 0 g% (Kusbandari, 2015).
2+
Pada pengujian ini, pereaksi reagen Benedict berupa larutan alkali 2Cu +5
OH- direduksi oleh gula pereduksi pada glukosa, fruktosa, dan laktosa dengan gugus
aldehid atau keton bebas. Reaksi ini menghasilkan Cu2O atau tembaga (I) yang
berwujud endapan merah bata. Berdasarkan reaksinya, hasil reaksi reagen benedict
dengan glukosa berupa D-asam glukonat. Dihasilkan D-sorbitol dari reaksi reagen
benedict dengan D-fruktosa. Sedikit berbeda dengan yang lain, hasil reaksi reagen
benedict dengan laktosa meliputi 2 monosakarida berupa D-glukosa dan D-galaktosa.
Selain beberapa macam karbohidrat, dihasilkan pula Cu2O dan 2H2O pada seluruh
hasil reaksi reagen benedict dengan glukosa, fruktosa dan laktosa.
Glukosa disebut gula pereduksi karena mampu mentransfer hidrogen ke
senyawa lain, sehingga ion tembaga (II) dalam larutan Benedict direduksi menjadi ion
tembaga (I), yang menyebabkan perubahan warna. Semakin tinggi konsentrasi gula
pereduksi, maka warna yang dihasilkan pun akan semakin pekat. Sedangkan, sukrosa
dan suspensi pati yang bukan merupakan gula pereduksi menunjukkan hasil negatif.
akan tetapi apabila sukrosa dipanaskan dengan HCl sebelum pengujian akan
menunjukkan hasil positif karena adanya asam dan panas memutuskan ikatan
glikosidik dalam sukrosa melalui proses hidrolisis. sehingga didapatkan gula
pereduksi (glukosa dan fruktosa) yang dapat dideteksi dengan pereaksi Benedict
(Sunarya dan Setiabudi, 2007).
Senyawa penyusun reagen benedict
CuSO4 .5H2O + Na2CO3 + Na3C6H5O7

 Reaksi Uji Benedict pada Glukosa


+ 2 Cu 2+ + 5 OH- + Cu2O + 2 H2 O
Reagen Benedict Tembaga (I)
(Blue) (endapan merah ba

D-Glukosa D- asam glukonat

 Reaksi Uji Benedict pada Fruktosa

+ 2 Cu 2+ + 5 OH- + Cu2O + 2 H2 O
Reagen Benedict Tembaga (I)
(Blue) (endapan merah bata)

D-Fruktosa D-Sorbitol

 Reaksi Uji Benedict pada Laktosa

+ 2 Cu 2+ + 5 OH-
Reagen Benedict
(Blue)

Laktosa

+ Cu2O + 2 H2 O
Tembaga (I)
(endapan merah bata)

D-Glukosa D-Galaktosa
Kesimpulan
Uji benedict untuk mengidentifikasi adanya gua pereduksi pada karbohidrat.
Senyawa penyusun reagen benedict berupa CuSO4 .5H2O + Na2CO3 + Na3C6H5O7.
Adanya gula pereduksi ditandai dengan diperolehnya endapan merah bata setelah
karbohidrat bereaksi dengan reagen benedict. Diperoleh hasil endapan merah bata
pada glukosa, fruktosa dan laktosa yang menandakan ketiganya bereaksi dengan baik.
Selain dihasilkan endapan, dihasilkan pula beberapa karbohidrat lain. Reaksi benedict
dengan glukosa menghasilkan D-asam glukonat. Diperoleh pula D-sorbitol pada hasil
reaksi benedict dengan fruktosa. Sementara laktosa juga memperoleh hasil
karbohidrat lain berupa D-glukosa dan D-Galaktosa. Sukrosa dan pati yang termasuk
golongan polisakarida tidak bereaksi dengan reagen Benedict, larutannya tampak
tetap berwarna biru yang menandakan tidak ada gula pereduksi pada karbohidrat
tersebut.

3. UJI FEHLING
Tujuan
Untuk mengidentifikasi gula pereduksi
Prosedur
Langkah pertama adalah disiapkan seluruh alat dan bahan. Kemudian,
dimasukkan masing-masing 1 ml reagen Fehling–A, 1 ml reagen Fehling–B, dan 3 ml
air ke dalam 5 tabung reaksi. Lalu, dipanaskan tabung reaksi dalam penangas air
selama 2 menit. Kemudian, ditambahkan masing-masing 8 tetes larutan glukosa,
fruktosa, laktosa, sukrosa, dan suspensi pati ke dalam masing-masing tabung reaksi.
Setelah itu, dipanaskan tabung reaksi dalam penangas air selama 2 menit. Setelah
dingin, diamati perubahan yang terjadi

Hasil pengamatan
No Karbohidrat Reagen Hasil Pengamatan
Penguji
1. Glukosa Terdapat sedikit endapan merah
bata
2. Fruktosa Reagen Keseluruhan larutan berubah
Fehling A warna menjadi merah bata
3. Laktosa + Terdapat sedikit endapan merah
Reagen bata
4. Sukrosa Fehling B Tidak terjadi perubahan
5. Pati Tidak terjadi perubahan

Reaksi
 Senyawa penyusun reagen Fehling
 Reaksi uji Fehling pada glukosa

 Reaksi uji Fehling pada fruktosa

Fruktosa Glukosa Manosa


Manosa
 Reaksi uji Fehling pada laktosa

Pembahasan
Reagen fehling digunakan dalam pengujian kualitatif karbohidrat dengan
tujuan mengidentifikasi gula pereduksi. Reagen fehling terdiri atas campuran
larutan fehling A dan fehling B, dimana campuran tersebut menghasilkan larutan
berwarna biru tua. Fehling A terdiri atas Tembaga (II) sulfat atau CuSO 4 dan
larutan Fehling B terdiri atas larutan alkalis dari kalium natrium tartarat (garam
Rochelle).
Dalam reagen fehling terdapat ion Cu2+ yang dapat tereduksi menjadi Cu+
oleh gula pereduksi. Dalam suasana basa Cu+ akan diendapkan menjadi Cu2O
yang berwarna merah bata. Reaksi umumnya dituliskan sebagai berikut:

Oleh karena itu, pada sampel karbohidrat yang merupakan gula pereduksi
akan terbentuk endapan berwarna merah bata. Ini disebut sebagai reaksi positif.
Sebaliknya, jika pada sampel tidak terbentuk endapan berwarna merah bata,
sampel karbohidrat tersebut bukanlah gula pereduksi dan reaksinya disebut
negatif.
Reagen fehling dapat bereaksi dengan gula pereduksi karena adanya gugus
aldehid bebas. Reagen fehling tidak bereaksi gugus ketosa, kecuali karbohidrat
yang mengandung gugus a-hidroksi keton seperti fruktosa. Glukosa merupakan
monosakarida yang memiliki gugus aldehid bebas pada senyawanya. Saat reagen
fehling direaksikan dengan glukosa, ion Cu2+ dari reagen fehling akan tereduksi
menjadi Cu+ hingga membentuk endapan Cu2O. Oleh karena itu, glukosa memberi
hasil positif pada uji fehling yang ditunjukkan dengan terbentuknya endapan
berwarna merah bata dalam tabung reaksinya.
Begitu juga dengan fruktosa, diperoleh hasil yang positif yang ditandai
dengan berubahnya warna larutan menjadi merah bata walaupun fruktosa tidak
mengandung gugus aldosa, melainkan ketosa. Hal ini terjadi karena fruktosa dapat
berisomerisasi menjadi glukosa dan manosa dalam keadaan basa. Glukosa dan
manosa memiliki gugus aldehid bebas sehingga bersifat mereduksi. Selain itu,
adnya reaksi alkali seperti reagen fehling terhadap fruktosa, menyebabkan
terjadinya dekomposisi rantai karbon sehingga produk pereduksi yang dihasilkan
lebih banyak. Hal-hal tersebut menyebabkan jumlah endapan merah bata pada
fruktosa lebih banyak daripada sampel gula pereduksi lainnya, bahkan
keseluruhan larutannya berwarna merah bata. Serupa dengan glukosa, laktosa
memberi hasil positif pada uji fehling dengan jumlah endapan merah bata yang
terbentuk hanya sedikit. Laktosa merupakan disakarida yang tersusun dari
galaktosa dan glukosa melalui ikatan glukosidic. Adanya ikatan tersebut
mengakibatkan gugus aldehid bebas hanya dimiliki oleh unit glukosanya saja.
Sementara itu, pada sukrosa dan pati, tidak terbentuk endapan berwarna
merah bata, dengan kata lain, sukrosa dan pati tidak bereaksi dengan reagen
fehling. Sukrosa merupakan disakarida yang tersusun dari unit glukosa dan
fruktosa dengan ikatan glukosidic. Sukrosa tidak memiliki gugus aldehid bebas
pada senyawanya, sehingga tidak ada reaksi reduksi yang terjadi atau disebut
hasilnya negatif. Sama halnya dengan pati, senyawa ini merupakan polisakarida,
dimana tidak memiliki gugus aldehid bebas. Oleh karena itu, reagen fehling tidak
dapat bereaksi dengan pati dan juga sukrosa, sehingga warna larutannya tetap
biru.

SIMPULAN
- Uji fehling untuk mengidentifikasi gula pereduksi.
- Uji fehling hanya bereaksi pada karbohidrat yang memiliki gugus aldehid bebas
- Uji positif ditandai dengan terbentuknya endapan berwarna merah bata
- Uji negative ditandai dengan tidak adanya perubahan warna yang terjadi pada
larutan yang berwarna biru
- Glukosa, laktosa, dan fruktosa merupakan gula pereduksi
- Sukrosa dan pati bukan gula pereduksi

DAPUS
https://www.youtube.com/watch?v=lZ_0MkUzdbo
https://www.youtube.com/watch?v=lZ_0MkUzdbo&t=32s
https://www.youtube.com/watch?v=pqzELCGGVAk

4. UJI BARFOED
Tujuan : untuk mengidentifikasi monosakarida
Prosedur :
Pertama, dimasukkan masing-masing 2 ml reagen Barfoed ke dalam 4 tabung
reaksi. Selanjutnya ditambahkan masing-masing 10 tetes larutan glukosa, fruktosa,
laktosa, sukrosa, dan suspensi pati ke dalam tabung reaksi tersebut. Ketiga dipanaskan
tabung reaksi dalam penangas air selama 5 menit. Setelah dingin, diamati perubahan
yang terjadi
Hasil Pengamatan

No. Karbohidrat Reagen penguji Hasil pengamatan


1 Glukosa Endapan berwarna merah
2 Fruktosa Endapan berwarna merah
3 Laktosa Reagen Barfoed Tidak ada endapan
4 Sukrosa Tidak ada endapan
5 Pati Endapan berwarna merah

Reaksi
Adapun reaksinya adalah
Glukosa
H O HO O
C C
H C OH H C OH
HO C H 2+ OH- HO C H
H C OH
+ 2Cu + 2H2O + Cu2O + 4H+
H C OH
H C OH H C OH
CH2 CH2
HO HO

Fruktosa

OH H O HO O
OH C
OH C
HC
H2C O C H C OH
C H C OH
HO C H HO C H HO C H
HO C H
H C OH H C OH H C OH
H C OH
H C OH H C OH H C OH
H C OH
H2C CH2 CH2
H2C OH HO
OH HO

Pembahasan

Berdasarkan hasil yang didapatkan frukrosa, glukosa dan pati menghasilkan


endapan bewarna merah sedangkan itu laktosa dan sukrosa tidak menghasilkan
endapan. Endapan merah pada frukrosa, glukosa dan pati menandakan bahwa
didalam senyawa tersebut terdapat monosakarida. Uji Barfoed menggunakan larutan
asam dari kupri asetat (Cu(CH3COO)2). Pada suasana asam, reaksi terjadi sehingga
frukrosa, glukosa dan pati dapat teroksidasi dengan cepat. Pereaksi Barfoed dalam
suasana asam akan direduksi lebih cepat oleh gula pereduksi monosakarida daripada
disakarida dan menghasilkan kupro oksida (Cu2O) berwarna merah bata

Kesimpulan

 Fukrosa, glukosa dan pati menghasilkan endapan bewarna merah,


sedangkan itu laktosa dan sukrosa tidak menghasilkan endapan.
 Endapan merah menandakan bahwa didalam senyawa tersebut terdapat
monosakarida
 Pada suasana asam, reaksi oksidasi akan terjadi sehingga bahan yang
mengandung monosakarida akan teroksidasi dengan cepat.
5. UJI BIALS
Tujuan : untuk mengidentifikasi gula pentosa.

Prosedur:
Pertama-tama dimasukan masing-masing 2 ml larutan arabinosa, ribulosa,
glukosa, dan larutan fruktosa ke dalam masing-masing tabung reaksi, kemudian
ditambahkan masing-masing 3 ml reagen bial. Selanjutnya dipanaskan tabung reaksi
dalam penangas air selama 1 menit dan setelah dingin, diamati perubahan yang
terjadi.

Hasil pengamatan
No. Karbohidrat Reagen penguji Hasil pengamatan
1 Arabinosa Berwarna biru
2 Ribulosa Reagen bial’s Berwarna biru
3 Glukosa Berwarna coklat
4 Fruktosa Berwarna coklat

Reaksi
Reaksi Arabinosa:

Reaksi Ribulosa:

Pembahasan
Pada uji bials dilakukan dengan menambahkan masing-masing 3 ml reagen
bial’s ke dalam sampel, yaitu arabinosa, ribulose, glukosa dan fruktosa kemudian
dipanaskan dalam selama 1 menit setelah itu didinginkan, maka akan terlihat hasil uji
bial’s dengan ada atau tidaknya perubahan warna pada sampel. Uji yang digunakan
untuk membedakan pentose dan heksosa ini didasari pada pembentukan warna biru
atau hijau, bila larutan yang dideteksi hanya mengandung pentosa. Pentosa
terhidratasi menjadi furfural, kemudian bereaksi dengan pereaksi resorsinol
menghasilkan produk dengan warna hijau atau biru. Sedangkan sempel dengan
menghasilkan warna coklat terjadi karena terhidratasi dan bereaksi dengan resorsinol
membentuk warna coklat

Simpulan
Uji bial digunakan untuk mengidentifikasi gula pentose, ribosa dan arabinosa
termasuk ke dalam gula pentosa sedangkan glukosa dan fruktosa merupakan gula
heksosa

DAPUS
Sumbono, Aung. 2016. Biokimia Pangan Dasar. Deepublish, Yogyakarta.
https://youtu.be/zd60ZrOeuQM

6. UJI SELIWANOFF
Tujuan Pengujian
Tujuan dilakukan uji Seliwanoff pada karbohidrat pada percobaan ini yaitu untuk
mengidentifikasi gula ketosa pada tiap karbohidrat, meliputi glukosa, fruktosa,
laktosa, dan sukrosa.
Prosedur
Langkah awal pengujian uji Seliwanoff yaitu dimasukkan masing-masing 2 ml
larutan glukosa, fruktosa, laktosa dan sukrosa ke dalam masing-masing tabung reaksi.
Setelah itu, ditambahkan 3 ml reagen Seliwanoff ke dalam masing-masing tabung
reaksi. Kemudian, dipanaskan seluruh tabung reaksi di dalam penangas air selama 10
menit. Setelah dingin, diamati perubahan yang terjadi pada larutan.
Hasil Pengamatan
Reagen
No. Karbohidrat Hasil Pengamatan
Penguji
1. Glukosa Tidak ada perubahan
2. Fruktosa Reagen Warna larutan berubah merah ceri
3. Laktosa Seliwanoff Tidak ada perubahan
4. Sukrosa Warna larutan berubah merah ceri

Pembahasan
Reagen Seliwanoff tersusun atas resorsinol (C6H4(OH)) dalam HCl. Uji ini
dilakukan untuk mengetahui adanya keberadaan ketosa pada karbohidrat atau disebut
ketoheksosa. Melalui pengujian seliwanoff dapat dibedakan dan dikenali suatu
karbohidrat mengandung gugus keton atau mengandung gugus aldehid. Ciri yang
mudah dikenali adanya perubahan warna merah ceri yang cukup pekat pada
karbohidrat yang mengandung gugus ketosa, seperti fruktosa dan sukrosa. Selain
fruktosa dan sukrosa, larutan karbohidrat lainnya pada percobaan ini yang
mengandung gugus aldosa tidak mengalami adanya perubahan yang jelas, keduanya
tetap terlihat jernih setelah pemanasan 10 menit. Glukosa dan laktosa tidak
mengalami perubahan, masih berwarna sedikit oranye dan jernih seperti sebelum
pemanasan. Karbohidrat gugus aldosa juga memiliki sedikit peluang mengalami
perubahan jika pemanasan dilakukan lebih lama. Perubahannya berupa warna oranye
muda menjadi merah muda yang. Perlu diingat, bahwa golongan ketosa lebih mudah
dan cepat terdehidrasi selama pemanasan daripada aldosa (Elzagheid, 2018).

Gambar. Perubahan karbohidrat terhadap uji Seliwanoff


Fruktosa tersusun atas gugus keton, sementara sukrosa tersusun atas fruktosa
dari golongan ketosa dan glukosa yang termasuk golongan aldosa. Karena disusun
oleh dua karbohidrat berbeda, hasil reaksi pada sukrosa membutuhkan waktu yang
lebih lama. Pemanasan menghidrolisis sukrosa sehingga terurai glukosa dan fruktosa
yang menyusunnya. Kemudian, fruktosa tersebut yang akan bereaksi dengan
seliwanoff menghasilkan perubahan warna pada larutan. Berbeda dengan glukosa dan
laktosa yang murni disusun oleh aldehid sehingga lebih sulit terdehidrasi. Ketika
dilakukan pemanasan tabung reaksi selama 10 menit, HCl panas dari reagen
mengakibatkan ketoheksosa terdehidrasi menjadi hidroksifurfural. Furfural tersebut
kemudian bereaksi bersama resorsinol (C6H4(OH)) menghasilkan produk kondensasi
xanthenoid yang mengakibatkan adanya perubahan warna oranye hingga merah pekat
pada pengujian larutan fruktosa dan sukrosa (Sánchez-Viesca dan Gómez, 2018).

o Senyawa penyusun reagen seliwanoff

HCl + H2O +

(C6H4(OH))
Resorsinol

o Reaksi Uji Seliwanoff pada Fruktosa


Furfural
D-fruktosa

Resorsinol
Warna merah ceri

o Reaksi Uji Seliwanoff pada Sukrosa

HCl
+

Sukrosa D-glukosa D-fruktosa

Furfural
D-fruktosa
Resorsinol
Warna merah ceri

Kesimpulan
Uji seliwanoff untuk mengidentifikasi adanya ketosa pada karbohidrat. Reaksi positif
berupa perubahan penampilan warna menjadi merah ceri yang cukup pekat pada karbohidrat
dengan penyusun gugus keton. Sementara hasil dinyatakan negatif apabila tidak ada atau
sedikit sekali perubahan sebelum dan sesudah larutan dipanaskan dengan penampakan yang
tetap jernih. Pada percobaan yang dilakukan, diperoleh hasil positif pada reaksi reagen
seliwanoff dengan fruktosa dan sukrosa. Keduanya memiliki gugus keton yang lebih cepat
terdehidrasi daripada karbohidrat lain yang disusun oleh gugus aldehid. Oleh karena itu,
diperoleh hasil negatif pada glukosa dan laktosa. Pada reaksi positif, mulanya HCl akan
menyebabkan dehidrasi kemudian reaksi dilanjutkan dengan resorsinol yang membentuk
produk kondensasi yang cenderung berwarna oranye hingga merah yang pekat.

DAPUS
Elzagheid, M. I. 2018. Laboratory activities to introduce carbohydrates qualitative analysis to
college students. World Journal of Chemical Education. 6(2) : 82-86.
Kusbandari, A. 2015. Analisis kualitatif kandungan sakarida dalam tepung dan pati umbi
ganyong (Canna edulis Ker.). Pharmaciana, 5(1) : 35-42

Sunarya Y. dan Setiabudi A. 2007. Mudah dan Aktif belajar Kimia. Setian Purna Invers,
Jakarta.

Sánchez-Viesca, F., dan Gómez, R. 2018. Reactivities involved in the seliwanoff reaction.
Modern Chemistry. 6(1) : 1-5. DOI : 10.11648/j.mc.20180601.11.

7. UJI IODIN

Tujuan: untuk mengidentifikasi polisakarida.


Prosedur:
Pertama-tama dimasukan masing-masing 2 ml larutan glukosa, fruktosa,
laktosa, sukrosa, suspensi pati ke dalam masing-masing tabung reaksi, kemudian
diteteskan 1-2 tetes dan selanjutnya diamati perubahan yang terjadi.

Hasil pengamatan
No. Karbohidrat Reagen penguji Hasil pengamatan
1 Glukosa Berwarna kuning
2 Fruktosa Berwarna kuning
3 Laktosa Larutan Iodine Berwarna kuning
4 Sukrosa Berwarna kuning
5 Pati Berwarna biru kehitaman

Reaksi

Reaksi pada pati :

Pembahasan
Uji iodine yang dilakukan dengan cara mereaksikan sempel karbohidrat
dengan larutan iodine, memberikan hasil bahwa pati memberikan hasil yang positif
dengan terjadinya perubahan warna menjadi biru tua. Sedangkan glukosa, fruktosa,
laktosa, dan sukrosa memiliki hasil yang berbeda, yaitu dengan memiliki warna
kuning sehingga menghasilkan uji negatif. Berubahnya warna pada pati menjadi biru
tua disebabkan karena polisakarida. Dengan memiliki struktur yang spiral, apabila
direaksikan dengan larutan iodine, maka iodine akan terkunci dalam polisakarida
sehingga akan menghasilkan atau terjadinya perubahan warna menjadi biru tua.
Terkuncinya iodine, disebabkan oleh gugus polisakarida yang bersifat mereduksi
ikatan iodine, yakni dengan melepaskan ion H+ dan memutusakan ikatan pada larutan
iodine menjadi kation dan anion. Kation pun akan berikatan dengan anion dari
polisakarida, dan anion berikatan dengan kation hydrogen menjadi asam iodida.
Namun bila pati dipanaskan, molekul molekuliodin terlepas, sehingga warna biru
akan hilang kembali. Sedangkan glukosa, fruktosa, laktosa dan sukrosa tidak
mengikat iodine karena mereka masing-masing memiliki struktur yang sangat
sederhana (Aung Sumbono, 2016).

Kesimpulan
Uji iodine digunakan untuk mengidentifikasi polisakarida, glukosa fruktosa
laktosa dan sukrosa tidak termasuk polisakarida sedangkan pati adalah polisakarida.
Pati memiliki rantai bentuk spiral didalamnya sehingga dapat mengunci iodin di
dalam polisakarida sehingga terjadinya perubahan warna menjadi biru kehitaman.

Dapus

Sumbono, Aung. 2016. Biokimia Pangan Dasar. Deepublish, Yogyakarta.


https://youtu.be/zd60ZrOeuQM
LAPORAN PRATIKUM

ANALISIS KUALITATIF LIPID

Oleh:

Diva Aditya Puteri Br. G 200305008


Fuza Febrilani. S 200305010
Triana Rahayu Ningsih 200305023
Adinda Khairun Nisah 200305030
Nelly Christy Pintauli Purba 200305049

ITP-A

LABORATORIUM BIOKIMIA PANGAN


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
BAB I

A. PENDAHULUAN
Latar belakang
Lipid merupakan senyawa organik penting yang banyak ditemukan dalam sel
jaringan. Lipid bersifat tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut non polar seperti
(eter, kloroform, dan benzene). Penyusun utama lipid adalah trigliserida, yaitu ester
gliserol dengan tiga asam lemak yang bisa beragam jenisnya. Rumus kimia trigliserida
adalah CH2COOR-CHCOOR’-CH2-COOR‖ dimana R, R’ dan R‖ masing-masing
adalah sebuah rantai alkil yang panjang. Ketiga asam lemak RCOOH, R’COOH dan
R‖COOH. Panjang rantai asam lemak pada trigliserida yang terdapat secara alami dapat
bervariasi, namun panjang yang paling umum adalah 16, 18, atau 20 atom karbon.
Meskipun lipid secara umum didefinisikan sebagai komponen yang mudah
larut pada pelarut organik yang cenderung non-polar seperti etanol, ether, dan
kloroform, namun terdapat beberapa golongan lipid yang larut pada pelarut polar.
Senyawa lipid terbagi menjadi beberapa kelompok yaitu asam lemak, gliserolipid,
fosfolipid, dan steroid. Berdasarkan sifat kimianya lipid terbagi menjadi 2, yaitu: 1).
Senyawa rantai terbuka dengan gugus kepala bersifat polar dan ekor bersifat non polar.
Contohnya adalah asam lemak, trigliserida, sphingolipid, fosfoasilgliserol, dan
glikolipid. 2). Terdiri dari senyawa fusedring, steroid. Contohnya adalah kolesterol.
Lipid merupakan komponen membran plasma, hormon, dan vitamin. Fungsi
lipida termasuk: 1). Sebagai penyusun struktur membran sel. Dalam hal ini lipid
berperan sebagai barier untuk sel dan mengatur aliran material-material. 2). Sebagai
cadangan energi, penyimpan makanan, dan transport. Lipid disimpan sebagai jaringan
adipose. 3). Sebagai hormon dan vitamin. Hormon mengatur komunikasi antar sel,
sedangkan vitamin membantu regulasi proses-proses biologis. 4). Kulit pelindung
komponen dinding sel.
Lemak disebut juga lipid, adalah suatu zat yang kaya akan energi, berfungsi
sebgagai sumber energi yang utama untuk proses metabolisme tubuh. Lemak yang
beredar di dalam tubuh diperoleh dari dua sumber yaitu dari makanan dan hasil
produksi organ hari, yang bisa disimpan di dalam sel-sel lemak sebagai cadangan
energi. Asam lemak penyusun lipida ada dua macam, yaitu asam lemak jenuh dan asam
lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh molekulnya mempunyai ikatan rangkap
pada rantai karbonnya. Halogen dapat bereaksi cepat dengan atom C pada rantai yang
ikatannya tidak jenuh (peristiwa adisi). Dari segi gizi, asam lemak mengandung energi
tinggi (menghasilkan banyak ATP). Keren itu kebutuhan lemak dalam pangan
diperlukan. Asam lemak tak jenuh dianggap bernilai gizi lebih baik karena reaktif dan
merupakan antioksidan di dalam tubuh.
Pada umumnya klasifikasi lipida didasarkan atas kerangka dasarnya menjadi
lipida kompleks dan lipida sederhana. Lipid sederhana meliputi ester asam lemak
dengan berbagai alkohol. Contoh lipid sederhana antara lain: 1. Lemak (fat) merupakan
ester asam lemak dengan gliserol. 2. Minyak (oil) adalah lemak dalam keadaan cair 3.
Wax (malam) merupakan ester asam lemak dengan alkohol monohidrat yang berat
molekulnya tinggi. Berbeda dengan lipid sederhana, lipid kompleks merupakan ester
asam lemak yang mengandung gugus-gugus selain alkohol dan asam lemak, seperti
fosfolipid dan glikolipid. Fosfolipid adalah lipid yang mengandung suatu residu asam
fosfor, selain asam lemak dan alkohol, sedangkan glikolipid adalah lipid yang
mengandung asam lemak, sfingosin, dan karbohidrat. Lipid kompleks lain juga
meliputi sulfolipid, aminolipid, dan lipoprotein Lipida kompleks dibagi menjadi
triasilgliserol, fosfolipida, sfingolipida, dan lilin, yang dapat dihidrolisis dengan alkali
dalam keadaan panas yang selanjutnya akan menghasilkan sabun. Lipida sederhana
tidak dapat diubah menjadi sabun, senyawa itu termasuk steroida dan terpene
Penentuan adanya lipida dalam suatu bahan dapat dilakukan dengan berbagai
macam analisa, termasuk analisa kualitatif seperti Uji Sudan IV, Uji Kelarutan, Uji
Emulsifikasi, Uji Saponifikasi, Uji Ketidakjenuhan, dan Uji Asam Lemak Bebas.
Adanya lipid yang teridentifikasi dalam analisa kualitatif lipid, ditunjukkan dengan
perubahan warna, fisik, maupun kimia.

Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui cara identifikasi lipid melalui berbagai
uji tersebut.
B. BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Percobaan
Percobaan yang berjudul Analisis Kualitatif Lipid dilakukan pada hari Selasa,
21 September 2021 pukul 14.30 WIB di Laboratorium Kimia Bahan Pangan
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada partikum ini adalah minyak olive, minyak
kelapa, minyak sawit, minyak jagung, etanol, dietil eter, kloroform, air brom, larutan
NaOH 0,1M, reagen Sudah IV, garam, phenolftalein, dan air sabun.
Alat
Adapun alat yang digunakan pada partikum ini adalah rak tabung reaksi, tabung
reaksi, pipet tetes, gelas ukur, penangas air, hotplate, biuret, dan batang kaca.
BAB II

1. UJI SUDAN-IV
Tujuan
Adapun tujuan dari uji Sudan - IV adalah untuk mengidentifikasi adanya lipid

Prosedur

Dimasukan 2 ml air ke dalam tabung reaksi reaksi pertama. Dimasukan 2 ml


air dan 1 ml minyak ke dalam tabung reaksi kedua. Ditambahkan 5 tetes reagen Sudan-
IV ke dalam masing-masing tabung reaksi. Dikocok tabung reaksi beberapa menit
kemudian diamati.

Hasil Pengamatan
No Zat Pereaksi Hasil Pengamatan
Memiliki warna seragam yaitu warna
1 Air
merah muda cerah
Reagen Memiliki cincin gelap di bagian atas,
Sudan-IV warna bagian atas menjadi lebih merah
2 Air + Minyak
muda cerah dan warna bagian bawah
merah muda pucat

Reaksi
Reagen sudan IV
Reaksi minyak dengan reagen sudan IV

Pembahasan

Uji sudan merupakan uji yang digunakan untuk menganalisis kandungan lipid.
Analisis lipid terdiri dari beberapa tes khusus yang berfungsi untuk mendeteksi
terdapatnya lipid atau tidak adanya lipid. Pengujian ada tidaknya lipid menyebabkan
perubahan warna, perubahan fisik ataupun perubahan kimia. Di dalam uji sudan IV,
perubahan yang terjadi adalah warna. Zat yang digunakan untuk pengujian tersebut
adalah air dan campuran antara air dan minyak, hasil pengamatan air dicampur dengan
reagen Sudan I akan menghasilkan warna merah muda, warna dari reagen Sudan IV
menyebar secara merata didalam air, sedangkan itu campuran antara air dan minyak
akan menghasilkan 2 warna yang berbeda, bagian atas dari tabung reaksi yaitu minyak
akan menghasilkan warna merah muda cerah, sedangkan itu pada bagian bawah tabung
reaksi akan menghasilkan warna merah muda pucat.
Pewarnaan yang terjadi pada campuran air dan minyak, khususnya pada
permukaan atas tabung reaksi akan menghasilkan warna merah muda yang lebih
cerah, hal tersebut terjadi karena reagen dari Sudan IV bereaksi dengan lipid dan
kemudian membentuk senyawa kompleks yang bewarna merah muda cerah, hal ini
juga dapat berguna untuk mendeteksi kandungan lipid pada suatu zat. Warna yang
menyala (cerah) menandakan bahwa zat tersebut positif memiliki kandungan lipid.
Pewarna didalam Reagen Sudan merupakan lysochrome (pewarna lipid) yang
memiliki struktur mirip dengan azobenzene.
Kesimpulan

1. Uji Sudan IV terbukti bisa mendeteksi adanya lipid didalam suatu zat.
2. Suatu zat yang dicampur dengan reagen Sudan IV dan akan menghasilkan wanra
merah muda menyala (cerah) bisa dikatakan bahwa zat tesebut (+) memiliki
kandungan lipid
2. UJI KELARUTAN

Tujuan
Adapun tujuan uji kelarutan untuk mengidentifikasi kelarutan lipid dalam
pelarut non-polar
Prosedur
Pertama, dimasukkan masing-masing 3 ml air, etanol, dietil eter dan
kloroform ke dalam masing-masing tabung reaksi. Kemudian, ditambahkan masing-
masing 2 ml minyak kelapa ke dalam masing-masing tabung reaksi tersebut. Lalu
dikocok masing-masing tabung reaksi selama 2 menit kemudian biarkan selama 1
menit. diamati larutan minyak kelapa.

Hasil pengamatan
No. Lipid Pereaksi Hasil Pengamatan
Tidak larut, ada dua lapisan yang
1. Air
terbentuk
Minyak
2. Etanol Tidak larut, warna keruh
kelapa
3. dietil eter Larut
4. Kloroform Larut

Senyawa Penyusun Minyak Kelapa

C13H27

+ C11H23

C11H23

Gliserol molekul asam lemak β-γ-dilauro miristin


a. Kelarutan Minyak kelapa dengan air

+ H2O
Tidak larut

b. Kelarutan Minyak Kelapa dengan Etanol

+ CH3̶̶̶ – CH2 – OH
Tidak larut
Etanol

c. Kelarutan Minyak Kelapa dengan Dietil Eter

+ CH3̶̶̶–CH2–O–CH3̶̶̶ –CH2
Dietil Eter

(CH2)12CH3

(CH2)10CH3

(CH2)10CH3
d. Kelarutan Minyak Kelapa dengan Kloroform

+
Kloroform

C Cl

C Cl + CH4

C Cl

Pembahasan

Pelarutan adalah proses dimana zat padat, cair atau gas menjadi tergabung ke
dalam gas atau cairan lain untuk membentuk larutan. Kelarutan ini dapat terlihat setelah
mereaksikan dua zat yang berbeda digabungkan menjadi satu. Dapat dilihat bahwa
beberapa pereaksi saat ditetesi oleh minyak kelapa ada yang larut dan ada yang tidak.
Kelarutan lipid dalam pelarut didasarkan pada proporsi relatif gugus polar dan non-
polar dalam matriks. Karena ada perbedaan sifat polar dan non-polar kelarutan bisa
saja terjadi atau bahkan tidak sama sekali.
Seperti pada air saat ditetesi oleh minyak kelapa terlihat tidak larut, justru
terjadi 2 fase diantara minyak dan air. Minyak berada diatas sedangkan air berada di
bawah. Hal itu dikarenakan minyak kelapa tidak memiliki bagian kutub sehingga agar
dapat larut dalam air, mereka harus memutuskan sebagian ikatan hidrogen air. Karena
ikatan hidrogen yang kuat pada air, sehingga minyak dipaksa untuk tetap terpisah dari
air. Selain itu, molekul air adalah molekul polar yang berarti ada distribusi muatan yang
tidak merata di seluruh molekul air. Air memiliki muatan negatif parsial dari atom
oksigennya dan muatan positif parsial pada atom hidrogennya. Polaritas ini
memungkinkan molekul air untuk membentuk ikatan hidrogen yang kuat satu sama
lain, antara atom oksigen bermuatan negatif pada satu molekul air dan atom hidrogen
bermuatan positif lainnya. Sehingga memungkinkan molekul air untuk mengikat satu
sama lain. Sedangkan molekul minyak adalah adalah non- polar. Pada dasarnya
molekul non- polar hanya bercampur dengan baik dengan molekul non- polar lainnya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa minyak tidak bercampur dengan air.
Molekul mereka tidak dapat berikatan karena perbedaan polaritas tadi.
Terjadinya dua fase pada air dan minyak kelapa dikarenakan molekul air yang saling
tarik menarik dengan kuat sedangkan molekul minyak saling menempel. Molekul air
berkumpul lebih dekat dan massanya lebih berat sehingga mereka tenggelam ke dasar,
meninggalkan minyak di atas air. Oleh karena itu terlihat adanya minyak yang
mengapung diatas air. Saat dikocok, keduanya memang bercampur untuk waktu yang
singkat. Itu karena ada paksaan cairan untuk bercampur satu sama lain. Namun,
pencampuran itu tidak bertahan lama karena saat gunacangan itu berhneti minyak dan
air kembali berspisah.
Pada pelarut minyak kelapa dengan ethanol terlihat bahawa larutan berwarna
keruh. Sedangkan etanol adalah molekul yang memiliki bagian polar dan nonpolar,
sedangkan minyak sepenuhnya nonpolar. Itu artinya hanya sebagian saja yang larut.
Sehingga warnanya menjadi keruh, tidak seperti air yg sama sekali menolak minyak.
Jadi ikatan yg non polar akan mengikat minyak yg bersifat non polar. Sedangkan ikatan
yang polar akan menolak minyak. kelarutan dari minyak kelapa di etanol tergantung
pada konsentrasi alkohol dan suhu sistem. apabila ethanol dipanaskan sampai titik
didihnya, ethanol bisa melarutkan minyak (Abdul, dkk., 2007).
Pada kelarutan dietil eter terlihat bahwa minyak kelapa saat dimasukkan dalam
dietil eter terlihat larutannya yang menyatu berwarna kuning bening. Warna kuning
terlihat karena warna dari minyak kelapa. Hal ini karena dietil eter dianggap sebagai
pelarut non-polar karena konstanta dielektriknya yang rendah. Sehingga dapat disebut
bahwa dietil eter adalah pelarut dengan polaritas yang sangat rendah (non-polar).
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa minyak bersifat non-polar. Ketika
ada zat yang bersifat non-polar direaksikan dengan zat yang bersifat non-polar akan
terjadi reaksi. Terlihat pada larutan antara minyak kelapa dan dietil eter yang larut
bersama membenetuk larutan yang homogen.
Kemudian pada reaksi antara klororform yang ditetesi minyak kelapa
menunjukkan kloroform larut dalam minyak. Sama seperti dietil eter, bahawa
klororform adalah pelarut non-polar. zat dengan molekul nonpolar larut dengan zat lain
yang mengandung molekul nonpolar. Akibatnya, molekul pelarut ditarik secara
elektrik ke molekul zat terlarut dengan polaritas yang sama sedangkan molekul yang
tidak sejenis akan ditolak. Karena kloroform adalah pelarut yang non polar (Abdul,
dkk., 2007).

Kesimpulan

1. Lipid dapat larut dalam pelarut non-polar.


2. Kelarutan air dan minyak menunjukkan uji negatif yakni minyak tidak larut dalam
air dan terbentuk dua fase pada larutannya.
3. Pada kalarutan minyak dan etanol menunjukkan hasil negatif, warna larutan
berwarna keruh putih karena hanya sebagian dari etanol yang larut dalam minyak.
4. Pada kelarutan minyak dan dietil eter menunjukkan hasil positif. Dietil eter adalah
pelarut non-polar. Minyak larut dalam diteil eter dan larutannya berwarna bening
agak kuning.
5. Pada kelarutan kloroform menunjukkan hasil positif, artinya minyak larut dalam
kloroform sehingga larutannya berwarna bening agak kuning.
3. UJI EMULSIFIKASI

Tujuan

Adapun tujuan dilakukan uji emulsifikasi yaitu untuk mengidentifikasi lipid


dapat membentuk emulsi pada air sabun di dalam minyak dan air di dalam minyak.

Prosedur

Langkah awal pengujian emulsifikasi yaitu dipersiapkan dua buah tabung


reaksi. Kemudian, dimasukkan masing-masing 2 ml minyak ke dalam dua tabung
reaksi tersebut. Lalu, ditambahkan 3 ml air sabun ke dalam tabung reaksi pertama.
Setelah itu, ditambahkan pula 3 ml air ke dalam tabung reaksi kedua. Selanjutnya
dikocok masing-masing tabung reaksi selama 3 menit, lalu dibiarkan selam 1 menit.
Diamati emulsi yang terbentuk pada kedua tabung reaksi.

Hasil
Tabel . Uji emulsi pada minyak
No. Lipid Pereaksi Hasil Pengamatan
- Larutan keruh
- Sebagian besar larutan menyatu dan sebagian
1. Air sabun lain memisah.
- Banyak sekali butiran disperse
Minyak - Hasil positif
- Sedikit jernih
- Kedua cairan berpisah kembali
2. Air
- Butiran dispersi sedikit
- Hasil negatif
Reaksi

Penampakan samping dan atas Penampakan samping dan atas

Penampakan samping dan atas Penampakan samping dan atas

Pembahasan
Uji emulsifikasi dilakukan untuk mengetahui emulsi lipid pada air sabun dan
air. Emulsi merupakan peristiwa pencampuran cairan polar dengan cairan non-polar
yang umumnya tidak dapat bersatu. Pada peristiwa emulsi, umumnya kedua cairan
diaduk atau dikocok dan akan membentuk dispersi koloid berwujud butiran cair yang
sangat kecil yang tersebar. Cairan yang terdispersi akan masuk ke dalam cairan
pendispersi. Melalui susunan dispersi dapat diketahui tingkat kestabilan emulsi
tersebut. Air dan minyak merupakan bahan yang sering digunakan dalam uji emulsi.
Pada dasarnya, setelah dituangkan dalam satu wadah kedua cairan tersebut akan
memisah dengan larutan minyak mengapung di atas air. Hal ini disebabkan oleh nilai
massa jenis yang berbeda pada kedua larutan. Massa jenis air lebih berat daripada
minyak, yaitu 1 g/cm3, sementara massa jenis minyak 0,8 g/cm3 (Olii, 2014).
Pada percobaan ini, digunakan air sabun dan air untuk mengidentifikasi emulsi
yang dibentuk minyak. Pada emulsi minyak 2 ml dan air sabun 3 ml, diperoleh hasil
pengamatan setelah didiamkan selama 1 menit berupa cairan yang tampak keruh
dibanding sebelum pengadukan karena kedua cairan menyatu namun sebagian lain
kembali terpisah. Namun, butiran cairan seperti gelembung ditemukan sangat banyak
dan tersebar rapat hampir di seluruh bagian. Butiran tersebut merupakan wujud dari
molekul minyak yang masuk ke dalam molekul air sabun. Molekul minyak yang
masuk/menyatu dengan molekul air sabun mengakibatkan warna larutan menjadi
keruh. Peristiwa tersebut merupakan definisi dari minyak terdispersi dalam air. Air
sebagai pendispersi dan minyak sebagai molekul yang terdispersi.
Sementara, hasil pengamatan yang diperoleh dari emulsi air 3 ml dan minyak 2
ml setelah didiamkan selama 1 menit yaitu warna yang juga tampak lebih keruh dari
sebelum pengadukan namun lebih jernih daripada emulsi minyak dan air sabun.
Minyak dan air terpisah kembali dengan butiran dispersi jauh lebih sedikit daripada
emulsi pada minyak dan air sabun, dan hanya ditemui dibagian pinggir. Jika dilihat dari
permukaan atas, terlihat air membentuk lingkaran sendiri dan dikelilingi oleh minyak
dengan beberapa butiran dispersi. Hal ini menunjukkan pembentukan emulsi dengan
menyatukan minyak dan air lebih sulit daripada minyak dan air sabun. Adapun jika
tabung reaksi dilihat dari atas dapat dilihat adanya lingkaran air yang besar dan
dikelilingi oleh minyak. Hal tersebut menunjukkan bahwa air terdispersi dalam
minyak.
Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui minyak lebih mudah membentuk
emulsi dalam air sabun dan menunjukkan hasil yang positif. Sabun diproduksi melalui
proses saponifikasi dengan bahan dasar campuran lemak, garam dan larutan alkali
seperti NaOH ataupun KOH dan kemudian dipanaskan. Dari campuran tersebut
terbentuk sabuny yang bersifat basa dengan susunan molekul yang panjang dan
memiliki sifat berbeda pada kedua ujungnya. Salah satu ujungnya berupa CH3(CH2)16
yang bersifat hidrofob (tidak larut dalam air) dan sisi ujung lainnya berupa COONa
yang bersifat hidrofil (larut dalam air). Sifat hidrofob yang menyebabkan minyak dapat
terdispersi dalam air sabun karena adanya sifat sesama non-polar. Emulsi minyak yang
terdispersi dalam air sabun lebih baik daripada dengan air biasa. Meski begitu, tetap
saja tidak seluruh molekul minyak dapat terdispersi dalam air sabun karena masih
terdapat sifat hidrofil yang menolak minyak di dalam air sabun (Khuzaimah, 2018).
Pada peristiwa ini, sabun disebut sebagai emulgator karena adanya kemampuan
menurunkan tegangan antarmuka minyak dengan air. Sabun menjadi penghubung
antara minyak dengan air sehingga pemisahan keduanya dapat dicegah dan terbentuk
emulsi yang stabil. (Olii, 2014).
Pada emulsi minyak dan air menunjukkan hasil yang tidak stabil (hasil negatif)
jika dibandingkan dengan emulsi minyak dan air sabun. Berbeda dengan sabun atau
pun air sabun, air merupakan larutan dengan gugus polar yang sangat berlawanan
dengan minyak dengan gugus non-polar. Sehingga, air dan minyak akan kesulitan
untuk saling melarutkan atau membentuk dispersi secara optimum. Hal ini dapat dilihat
dari sisi samping dan sisi permukaan hasil pengadukan, dimana kedua cairan selalu
memberi batasan. Berdasarkan literatur Wong, dkk. (2015), adanya lingkaran air yang
dikelilingi minyak pada permukaan hasil percobaan ini menandakan bahwa emulsi
tersebut merupakan tipe W/O. Tipe W/O menunjukkan bahwa air terdispersi di dalam
minyak dengan terdapat beberapa butiran dispersi air disekelilingnya seperti gambar di
bawah ini.

Gambar interaksi emulsi minyak


Kesimpulan
1. Lipid dapat membentuk emulsi.

2. Pengadukan untuk membentuk emulsi minyak dengan air sabun menunjukkan hasil
positif dengan ciri perubahan penampilan larutan yang tampak keruh dan terbentuk
butiran dispersi dalam jumlah sangat banyak. Hasil ini dipengaruhi oleh susunan
molekul sabun memiliki 2 sifat berbeda. Sifat hidrofob (CH3(CH2)16) yang
menyebabkan minyak dan air sabun menyatu, sementara sifat lainnya berupa
hidrofil (COONa) yang tidak suka menyatu dengan larutan non-polar seperti
minyak. Adanya kemudahan terbentuknya dispersi molekul minyak dalam air sabun
menyebabkan sabun disebut sebagai emulgator.

3. Pengadukan untuk membentuk emulsi antara air dan minyak menunjukkan hasil
yang negatif. Setelah didiamkan, kedua cairan kembali berpisah dan dispersi yang
terbentuk jauh lebih sedikit. Penyebab utama ialah perbedaan gugus penyusun
kedua cairan yang saling berlawanan. Minyak yang bersifat non-polar tidak bisa
larut atau membentuk emulsi bersama air yang bersifat polar. Setelah percobaan
emulsi, kedua cairan membuat batasan satu sama lain.
4. UJI SAPONIFIKASI
Tujuan
Adapun tujuan uji saponifikasi adalah untuk mengidentifikasi lipid dapat
membentuk sabun

Prosedur
Dimasukan 25 ml minyak kelapa ke dalam beaker-glass. Ditambahkan 20 ml
NaOH 20%. Diaduk dengan batang kaca. Dipanaskan tabung reaksi dalam water-bath
selama 15 menit. Setelah dingin ditambahkan 15 gr garam. Diaduk dengan batang
kaca. Dipisahkan sabun dengan penyaringan. Diamati sabun yang terbentuk.

Hasil
No Lipid Pereaksi Hasil Pengamatan
Suspense berwarna putih,
Minyak kertas lakmus merah
1 NaOH 20% (15 gr garam)
Kelapa menjadi biru, kertas
lakmus biru tetap

Reaksi
Minyak kelapa + NaOH 20% 15 gr garam

Pembahasan
Uji saponifikasi/ penyabunan adalah reaksi hidrolisis lemak/minyak yang
menggunakan basa kuat seperti NaOH atau KOH. Berdasarkan hasil yang didapatkan
ditabel hasil pengamatan diketahui bahwa minyak kelapa ketika direaksikan dengan
NaOH, menghasilkan endapan putih dan kertas lakmus baik merah maupun biru
menghasilkan warna akhir biru, yang berarti hasil reaksi akhirnya adalah larutan basa.
Reaksi saponifikasi yang terjadi ketika dicapurkannya minyak kelapa dan 20 % NaOH
akan menghasilkan gliserol dan garam asam lemak/sabun. Saponifikasi juga bisa
diartikan sebagai suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak atau
lemak dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya
sehingga membentuk sabun.

Kesimpulan
1. Lipid didalam uji ini dapat menjadi sabun.
2. Minyak kelapa yang direaksikan dengan NaoH (basa kuat) akan menghasilkan
larutan akhir yang berupa basa, diketahui basa dikarenakan kertas lakmus merah
berubah menjadi biru serta menghasilkan suspense putih
5. Uji Ketidakjenuhan

Tujuan
Adapun tujuan uji ketidakjenuhan untuk mengidentifikasi adanya asam lemak
tak jenuh pada lipid
Prosedur
Pertama-tama dimasukan 1 ml minyak olive ke dalam tabung reaksi, kemudian
ditambahkan beberapa tetes air brom, dikocok tabung reaksi beberapa menit, kemudian
diamati perubahan warna. diulangi percobaan dengan menggunakan minyak kelapa,
minyak jagung, dan minyak sawit
Hasil

No Lipid Pereaksi Hasil pengamatan

1 Minyak olive Warna bromin hilang

Warna bromin hilang


2 Minyak kelapa Air brom
(lumayan lama)
3 Minyaj jagung Warna bromin hilang
4 Minyak sawit Warna bromin hilang

Reaksi

Reaksi minyak olive dengan air brom

Br
H2O

Br Br
Reaksi minyak jagung dengan air brom

Br
H2O

Reaksi minyak sawit dengan air brom

Br
H2O

Pembahasan
Percobaan ini dilakukan untuk menentukan ketidakjenuhan suatu lemak.
Minyak mengandung triasilgliserol dengan 80-85% asam lemak jenuh. Air brom
digunakan sebagai oksidator terhadap minyak. Pada hasil percobaan minyak kelapa,
minyak olive, minyak jagung, dan minyak sawit memberikan hasil yang positif
mengandung asam lemak jenuh, Hal ini disebabkan air brom ketika direaksikan dengan
minyak jenuh akan berubah warna menjadi pudar karena minyak akan teroksidasi oleh
air brom dan akan memutuskan ikatan rangkap pada minyak yang menyebabkan warna
minyak memudar. Ini menyatakan bahwa terdapat banyak ikatan rangkap pada rantai
hidrokarbon asam lemak yang dapat diadisi oleh golongan halogen. Sehingga pada
minyak kelapa, minyak jagung, minyak olive, dan minyak jagung ikatan karbonnya
sudah penuh dan lebih rapat dan ketika diberikan reagen warna bromin akan hilang.
Kesimpulan

1. Air brom dapat mengidentifikasi ketidakjenuhan lipid.


2. Uji yang menghasilkan perubahan warna bromin pada reaksinya menandakan
bahwa uji tersebut positif akan uji ketidakjenuhan lipid. Meskipin seluruh minyak
mengandung asam lemak jenuh tetapi minyak kelapa memiliki kandungan yang
lebih tinggi diantara minyak jagung, minyak olive, dan minyak sawit.
3. UJI ASAM LEMAK BEBAS

Tujuan
Adapun tujuan uji asam lemak bebas adalah untuk mengidentifikasi asam
lemak bebas lipid.

Prosedur
Adapun prosedur uji asam lemak bebas adalah ditimbang dengan tepat 5 gr
minyak jagung di dalam wadah Erlenmeyer. Lalu, ditambahkan 50 ml etanol.
Kemudian dipanaskan erlenmeyer diatas hotplate. Setelah itu ditambahkan beberapa
tetes indikator phenolftalein. Selanjutnya dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 M sampai
terbentuk larutan warna merah muda yang stabil. Kemudian, dicatat volume NaOH 0,1
M yang digunakan pada titrasi. Terakhir, ditentukan kadar asam lemak bebas minyak
jagung tersebut. Kadar asam lemak bebas dihitung dengan rumus:

28,2 × V × N
kadar asam lemak bebas (%) =
W
Keterangan:
V = volume NaOH 0,1 M yang digunakan pada titrasi (ml)
N = normalitas NaOH (0,1 M = 0,1 N) (grek/L)
w = massa sampel minyak (gr)

Hasil pengamatan
No Zat Pereaksi Hasil pengamatan
1 Terbentuk warna merah
Etanol
Minyak jagung muda yang stabil
NaOH 0,1 M
2 Kadar ALB (%) = 0,39
Perhitungan % asam lemak bebas

28,2 × V × N
kadar asam lemak bebas (%) =
W

28,2 × 0,7 × 0,1


kadar asam lemak bebas (%) =
5

kadar asam lemak bebas (%) = 0,3948 ≈ 0,39

Reaksi
1. Pereaksi
Pereaksi yang digunakan adalah etanol (C2H5OH) dan Natrium
Hidroksida (NaOH).
Pembahasan
Asam lemak bebas terbentuk karena proses oksidasi dan hidrolisa enzim selama
pengolahan dan penyimpanan. Oleh akibat hidrolidis, lemak atau trigliserida terurai
menjadi gliserol dan asam lemak bebas oleh molekul air. Sementara itu, oksidasi yang
terjadi pada minyak atau lemak terjadi karena adanya kontak oksigen yang
menyebabkan pembentukan peroksida dan hiperoksida. Selanjutnya, asam-asam lemak
terurai disertai dengan pembentukan hiperoksida menjadi aldehid dan keton, serta asam
lemak bebas. Asam lemak bebas merupakan salah satu parameter penentu kualitas
minyak. Semakin tinggi kandungan asam lemak bebasnya, kualitas minyak semakin
rendah. Tingginya asam lemak pada minyak juga menyebabkan timbulnya flavor yang
tidak disukai pada produk dan bahkan dapat menimbulkan racun bagi tubuh.
Dalam menentukan kadar asam lemak bebas pada minyak jagung, berat
molekul asam lemak yang digunakan adalah berat molekul asam oleat karena
kandungannya paling dominan daripada jenis asam lemak lainnya dalam minyak
jagung. Metode tritasi dilakukan dalam uji asam lemak bebas. Metode ini merupakan
suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain yang
konsentrasinya telah diketahui. Kadar asam lemak bebas merupakan persentase jumlah
asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak yang dinetralkan oleh NaOH.
Uji asam lemak bebas diawali dengan penimbangan berat minyak jagung, lalu
penambahan etanol. Etanol berfungsi untuk melarutkan asam lemak agar dapat
bereaksi dengan basa alkali. Selanjutnya pemberian indikator pp berfungsi untuk
membuktikan bahwa larutan bersifat asam atau basa dengan cara menunjukan
perubahan warna pada rentang pH tertentu. Setelah dilakukan titrasi dengan NaOH,
larutan alkohol dan minyak jagung yang telah ditetesi indikator pp sebelumnya, akan
menunjukkan adanya perubahan warna yang terbentuk. Jika terbentuk warna merah
muda/ merah lembayung yang tidak hilang selama 30 detik, menandakan bahwa larutan
bersifat basa dengan kisaran pH 9-10. Berdasarkan hasil pengamatan, dalam larutan
terbentuk warna merah muda/merah lembayung yang stabil, sehingga disimpulkan
bahwa larutan tersebut bersifat basa. Warna yang terbentuk menandakan adanya asam
lemak bebas yang terkandung dalam minyak jagung. Berdasarkan perhitungan,
besarnya kadar asam lemak bebas dalam minyak jagung yang diamati adalah sebesar
0,3948% atau setara dengan 0,39%. Kadar asam lemak bebas maksimal dalam minyak
jagung berdasarkan SNI adalah 0,2%, sehingga sampel minyak jagung yang diteliti
tidak memenuhi SNI.

Kesimpulan
1. Pereaksi NaOH 0,1M dan etanol digunakan untuk uji asam lemak bebas.
2. Fenolftalein (pp) berfungsi untuk indikator dalam uji asam lemak bebas.
3. Keberadaan asam lemak bebas dalam minyak jagung ditandai oleh terbentuknya
warna merah muda/merah lembayung yang tidak hilang selama 30 detik.
4. Pemberian NaOH saat titrasi berguna dalam perhitungan kadar asam lemak bebas.
5. Berdasarkan perhitungan, kadar asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak
jagung yang diteliti adalah 0,39%. Kadar ini menunjukkan bahwa minyak jagung
tersebut tidak memenuhi SNI.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul, Rohman Sumantri. 2007. Analisis Makanan. University Press, Yogyakarta.
Anjani K.D. , M. Ilmi. 2018. Penapisan isolat khamir Oleaginous dari nektar bunga
dan madu hutan. Jurnal Mikologi Indonesia 2(2): 100-111.
Hanum G. R. 2017. Buku Ajar Biokimia Dasar. Umsida Press. Sidoharjo
Hernawati D dan Jirana. 2018. Analisis asam lemak bebas dan kolesterol pada
minyak kelapa hasil fermentasi. Jurnal Saintifik. 4(2): 194-199.
Khotimah, K., Darius., Sasmito. 2013. Uji aktivitas senyawa alga coklat (Sagassum
Fillipendulla) sebagai antioksidan pada minyak ikan lemura (Sadinella
Longiceps). Jouran Thpi Student. 1(1): 4-5.

Khuzaimah, S. 2018. Pembuatan sabun padat dari minyak goreng bekas ditinjau dari
kinetika reaksi kimia. Ratih : Jurnal Rekayasa Teknologi Industri Hijau.
2(2): 1-11.
Mamuaja CF. 2017. Lipida. Unsrat Press, Manado.
Olii, A. T. 2014. Formulasi sabun losio pencuci tangan (hand wash) gel lidah buaya
(Aloevera L.) dengan variasi emulgator. Jurnal Ilmiah As-Syifaa. 6(1) : 25-
33.
Wong, S. F., Lim, J. S., dan Dol, S. S. 2015. Crude oil emulsion: A review on
formation, classification and stability of water-in-oil emulsions. Journal of
Petroleum Science and Engineering. 135(1): 498-504.
https://www.youtube.com/watch?v=OwsHfi7sg6o&t=324s
https://www.youtube.com/watch?v=P2YZ9g7Ixd4
https://www.youtube.com/watch?v=IgMopgqnWqo
https://www.youtube.com/watch?v=VmQV3Qs9Qzk
https://www.youtube.com/watch?v=zKZIlQm3emo
https://www.youtube.com/watch?v=OwsHfi7sg6o
LAPORAN PRATIKUM
ANALISIS KUALITATIF ASAM AMINO DAN PROTEIN

Oleh:

Diva Aditya Puteri Br. G 200305008


Fuza Febrilani. S 200305010
Triana Rahayu Ningsih 200305023
Adinda Khairun Nisah 200305030
Nelly Christy Pintauli Purba 200305049

ITP-A

LABORATORIUM BIOKIMIA PANGAN


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
BAB I

A. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Asam amino adalah senyawa organik yang mengandung setidaknya satu kelompok
amino (-NH2) dan kelompok karboksil (-COOH). Asam amino merupakan bahan penyusun
protein, yang dapat membedakan asam amino satu dengan lainnya adalah gugus R,
contohnya seperti asam amino yang hidrofob (seperti glisin dan alanin), hidrofil (contohnya
tirosin, lisin, dan asam glutamat), ada yang bersifat asam (asam glutamat), bersifat basa
(lisin), dan ada pula yang mengandung belerang (sistein) atau cincin aromatik (tirosin).
Gugus R asam amino juga berpean dalam menentukan struktur, kelarutan, serta fungsi
biologis dari protein.
Asam amino umumnya memiliki sifat yang larut dalam air dan tidak larut dalam
pelarut organik non polar seperti eter, aseton dankloroform. Sifat asam amino berbeda
dengan asam karboksilat maupun dengan sifat amina. Asam karboksilatalifatik maupun
aromatik yang terdiri dari beberapa atom karbon, umumnya kurang larut dalam air tetapi
larut dalam pelarut organik. Demikian pula amina, pada umumnya tidak larut dalam air,
tetapi larut dalam pelarut organik. Asam amino memiliki titik lebur yang lebih tinggi
dibandingkan dengan asam karboksilat atau amina (lebih besardari 200ºC) dan juga asam
amino juga bisa bersifat elektolit.
Asam amino bisa dibagi menjadi 3 bagian yaitu asam amino esensial, asam amino
semi-esensial dan Asam Amino Non-Esensial. Asam amino esensial merupakan asam
amino yang tidak dapat dihasilkan oleh tubuh manusia dan didapatkan secara eksternal,
contoh asam amino esensial antara lain isoleusin, leusin, lisin, metionin, fenilalanin,
treonin, triptofan dan valin. Selanjutnya yaitu asam amino semi-esensial, asam amino
tersebut antara lain Arginin dan histidin, asam amino tersebut dikonsumsi pada makan
makanan dalam keadaan khusus, yang terakhir adalah asam amino non-esensial. Asam
amino tersebut dapat diproduksi didalam tubuh, contoh asam amino tersebut adalah alanin,
asparagin, asam aspartat, sistein, glutamin, asam glutamat, glisin, prolin, serin dan lainnya
Protein adalah salah satu komponen makromolekul utama penyusun asam amino
melalui ikatan-ikatan peptida secara spesifik urutan dan jenis. Protein mengandung bebrapa
unsur utama seperti belerang, fosfor, besi, dan tembaga. Fungsi protein didalam tubuh
sebagai pembentuk jaringan tubuh, pertumbuhan serta membentuk senyawa bioaktif seperti
oksigen, nitrogen, hidrogen dan belerang. Karakteristik protein ditentukan berdasarkan
jenis asam amino dan urutannya dalam polipeptida. Protein memiliki jenis struktur, yang
meliputi struktur primer, sekunder, tersier, dan kuarter. Struktur primer menunjukkan
jumlah dan urutan asam amino dalam polipeptida. Struktur sekunder menunjukkan struktur
kandungan polipeptida yang dipengaruhi oleh hidrogen akan ikatan antara oksigen (O) dari
gugus karbonil (C=O) dan hidrogen (H) dari gugus amino (NH) dari rantai peptida
kerangka, sedangkan itu struktur tersier protein dibentuk oleh ikatan tambahan antara
gugus R dalam asam amino.
Penentuan adanya asam amino dan protein dalam suatu bahan dapat dilakukan
dengan berbagai macam analisa, beberapa analisa kualitatif seperti uji Biuret, uji
Ninhydrin, uji Xanthoproteic, uji Millon’s, uji Sakaguchi dan uji Timbal Asetat. Adanya
protein yang teridentifikasi dalam analisa kualitatif asam amino dan lemak, ditunjukkan
dengan perubahan warna, fisik, maupun kimia.

Tujuan
Praktikum analisa kualitatif asam amino dan protein memiliki tujuan untuk
mengetahui cara identifikasi asam amino/protein
BAB II

1. UJI BIURET
Tujuan
Tujuan uji biuret dilakukan untuk mengidentifikasi adanya ikatan peptida dalam
suatu protein.
Prosedur
Langkah pertama, dimasukkan masing-masing 3 ml suspensi kasein, albumin, dan
gelatin ke dalam masing-masing tabung reaksi. Selanjutnya ditambahkan 1 ml NaOH 10%
ke dalam masing-masing tabung reaksi lalu diaduk. Ditambahkan 1-3 tetes CuSO4 0,01 M
ke dalam masing-masing tabung reaksi. Diamati terbentuknya warna ungu pada suspensi.

Hasil pengamatan
No. Protein Pereaksi Hasil Pengamatan

1. Kasein Larutan NaOH Uji positif (+) Warna ungu


10%;
2. Albumin Uji positif (+) Warna ungu
Larutan CuSO4
3. Gelatin 0,01 M Uji positif (+) Warna ungu lebih pekat

Gambar perubahan hasil uji biuret (dari kiri ke kanan; albumin, kasein dan gelatin)

Uji biuret merupakan uji yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya
ikatan peptida pada protein. Pengujian ini dianggap dapat menunjukkan hasil reaksi yang
cukup cepat. Pada dasarnya, protein disusun oleh polipeptida berupa sejumlah asam amino
yang saling mengikat melalui ikatan peptida. Melalui uji biuret, umumnya larutan protein
akan mengalami perubahan warna menjadi ungu karena teridentifikasinya keberadaan
ikatan peptida di dalam protein. Larutan NaOH ditambahkan dengan tujuan mengubah
suasana menjadi basa. Kemudian, pereaksi CuSO4 yang ditambahkan mengakibatkan
reaksi antara Cu2+ dengan ikatan peptida yang membentuk kompleks berwarna ungu
(Vasudevan dan Das, 2013). Ikatan peptida berupa CO-NH minimal harus berjumlah 2 agar
reaksi antara pereaksi dan protein menunjukkan hasil positif. Warna ungu yang tampak
semakin pekat pada suatu protein menunjukkan bahwa jumlah ikatan peptida yang juga
semakin banyak. Pada tiap protein, jumlah ikatan peptida dapat bervariasi, hal ini yang
menyebabkan kepekatan warna ungu yang dihasilkan juga tidak selalu sama (Indrawan,
2016).
Pada tabel di atas dapat dilihat hasil pengamatan perubahan antara pereaksi (NaOH
10%; CuSO4 0,01 M) dengan beberapa jenis protein. Berdasarkan pengamatan, hasil uji
biuret dengan protein berupa gelatin menunjukkan warna ungu yang paling pekat, secara
berurutan disusul oleh kasein dan albumin. Satu buah ion Cu2+ dapat mengikat 2-6 ikatan
peptida yang ada didekatnya. Pada pembuatan reaksi pada gambar di bawah, hanya dibuat
2-6 ikatan peptida yang berikatan dengan Cu2+ mengingat jumlah asli ikatan peptida pada
protein sangat banyak. Melalui reaksi dapat dilihat ikatan pada gelatin menunjukkan yang
paling banyak berikatan dengan Cu2+. Hal ini untuk membuktikan bahwa jumlah ikatan
peptida yang lebih banyak menghasilkan warna ungu yang lebih pekat. Warna ungu
merupakan warna yang ditangkap saat Cu2+ bereaksi dengan ikatan peptida, sehingga
terbentuk kompleks yang berwarna ungu. Pengadukan yang baik akan menghasilkan
larutan kompleks warna ungu yang menyebar dengan baik. Pemanasan tidak disarankan
untuk mempercepat reaksi pada uji ini, karena CuSO4 mudah berubah wujud menjadi
kristal pada suhu panas serta dapat merusak ikatan peptida yang mengakibatkan protein
tidak dapat diidentifikasi.
Reaksi Kasein

+ NaOH + CuSO4

Natrium Tembaga (II)


hidroksida sulfat

Kasein

Kompleks warna ungu


Reaksi Albumin

+ NaOH + CuSO4
Natrium Tembaga (II)
hidroksida sulfat
Albumin

Cu2+

Kompleks warna ungu


Reaksi Gelatin

+ NaOH + CuSO4

Natrium Tembaga
Gelatin hidroksida (II) sulfat

Cu2+

CO C CO CO N CO
CH N CH2
NH

Kompleks warna ungu

Kesimpulan
1. Uji biuret untuk mengidentifikasi adanya ikatan peptida
2. Kasein, albumin dan gelatin menunjukkan hasil positif dengan menghasilkan kompleks
warna ungu setelah ikatan peptida pada masing-masing protein bereaksi dengan Cu2+
dan saling berikatan.
3. Diperlukan minimal 2 ikatan peptida agar terjadi reaksi pembentukan kompleks ungu.
4. Semakin banyak jumlah ikatan peptida maka warna ungu yang dihasilkan tampak
semakin jelas/pekat.
2. UJI NINHYDRIN
Tujuan
Adapun tujuan dari uji Ninhydrin adalah untuk mengidentifikasi adanya asam α-
L-amino.

Prosedur
Dimasukan masing-masing 2 ml suspensi kasein, albumin, dan gelatin ke dalam
tabung reaksi. Ditambahkan masing-masing 5 tetes larutan Ninhydrin 0,1% ke dalam
masing-masing tabung reaksi tersebut. Dipanaskan masing-masing tabung selama 10
menit, lalu didinginkan. Lalu, diamati terbentuknya warna biru-ungu (ungu Ruhemann)
pada suspensi.

Hasil pengamatan
No Protein Pereaksi Hasil Pengamatan
Larutan berubah berwarna biru-ungu
1 Kasein
(+)
Larutan Ninhydrin Larutan berubah berwarna biru-ungu
2 Albumin
0,1% (+)
Larutan berubah berwarna biru-ungu
3 Gelatin
(+)

Reaksi
Reaksi pembentukan Ninhydrin

H2O

Ninhydrin
Indene-1,2,3-trion Ninhydrin
Reaksi kasein dengan larutan Ninhydrin

Kasein
OH Asam Amino (Arginin)

+ H
NH3
+ CO2 + H2O

Ninhydrin

Ninhydrin larutan ungu-biru


Reaksi albumin dengan Ninhydrin

+ 2

Ninhydrin
larutan ungu-biru
Reaksi Gelatin dengan Ninhydrin

+ 2

Ninhydrin Larutan Biru-Ungu


Pembahasan
Protein atau asam amino yang mengandung gugus amino bebas yang akan
memberikan reaksi positif. Dalam melakukan reaksi biasanya dilakukan pemanasan.
Fungsi pemanasan ini agar protein mengalami denaturasi. Senyawa protein seperti albumin
atau gelatin terdiri dari rantai panjang polipetida sehingga dengan adanya pemanasan akan
memutuskan rantai peptida pada protein agar terpecah-pecah menjadi senyawa yang lebih
kecil. Sehingga dapat memepercepat reaksi terjadi. Pecahan dari polipetida gelatin inilah
yang nantinya akan masing-masing bereaksi pada senyawa ninhydrin. Sehingga larutan
terlihat berwarna biru-ungu. Jika tidak ada pemanasan, reaksi yang terbentuk akan lama
dan warna yang terbentuk tidak akan terlihat nampak jelas. Akan tetapi apabila terjadi
pemanasan yang lebih lama, warna akan berubah pekat menjadi ungu.
Kasein dengan larutan ninhydrin menunjukkan warna larutan yang berwarna biru-
ungu. Hal itu menandakan bahwa kasein memberikan uji positif dengan adanya senyawa
amina primer di dalam rantai kasein. Sehingga dapat bereaksi dengan senyawa ninhydrin.
Ninhydrin berperan sebagai agen pengoksidasi dari gugus amino bebas kemudian terjadi
deaminasi yang mengakibatkan pembebasan CO2, NH3, dan aldehida bersamaan dengan
terbentuk nya hydrindantin (yang merupakan bentuk berkurangnya ninhidrin).
Hydrindantin yang berikatan dengan amina akan kembali bereaksi dengan molekul
ninhydrin yang lain hingga akhirnya membentuk senyawa diketohidrin (yang juga dikenal
sebagai kompleks Ruhemann). Senyawa ini akan menampakkan larutan yang berubah
menjadi warna biru-ungu (Poedjadi dan Anna, 2005).
Albumin yang merupakan protein dari telur berwarna putih bening agak kental.
Ketika direaksikan dengan larutan ninhydrin yang sudah dilakukan pemanasan
menunjukkan warna biru-ungu. Hal itu menandakan bahwa di dalam albumin terdapat
gugus amino yang dapat bereaksi dengan ninhydrin sehingga larutan dapat berubah
berwarna biru-ungu.
Sama halnya dengan kasein dan albumin, gelatin juga menunjuk hasil positif pada
uji ninhydrin. Gelatin adalah senyawa turunan protein yang diperoleh dengan cara
mengekstrak kolagen hewan dan mengeringkannya. Karakteristik gelatin adalah bening
sehingga tembus cahaya, tak berwarna, dan tak berasa. Gelatin dapat terdiri dari beebrapa
senyawa asam amino seperti prolin, hidroksiprolin, glisi, alanin dan arginin. Gugus amino
yang terdapat pada senyawa gelatin beraksi dengan senyawa ninhydrin hingga membentuk
larutan berwarna ungu-biru.
Kesimpulan
1. Uji Ninhydrin untuk mengidentifikasi adanya asam α-L-amino.
2. Kasein menunjukkan uji positif dengan berubahnya warna larutan menjadi biru-ungu.
3. Albumin menunjukkan uji positif dengan berubahnya warna larutan menjadi biru-ungu.
4. Gelatin menunjukkan uji positif dengan berubahnya warna larutan menjadi biru-ungu.
3. UJI XANTHOPROTEIC
Tujuan
Adapun tujuan dari uji Xanthoproteic adalah untuk mengidentifikasi asam amino
aromatik yang mengandung cincin benzena atau inti aromatik (tirosin ; triptofan).

Prosedur
Dimasukkan masing-masing 3 ml suspensi kasein, albumin, dan gelatin ke dalam
tabung reaksi. Ditambahkan perlahan-lahan 1 ml HNO3 pekat ke dalam masing-masing
tabung reaksi tersebut. Dipanaskan masing-masing tabung reaksi dalam waterbath selama
30 detik, lalu dinginkan. Ditambahkan tetes demi tetes NaOH jenuh ke dalam masing-
masing tabung reaksi. diamati terbentuknya warna kuning pada suspensi.

Hasil pengamatan
No Protein Pereaksi Hasil Pengamatan
Uji positif (+) Larutan berubah
berwarna orange dengan adanya
1 Kasein
sedikit fase berwarna orange pekat
diatas permukaanya
larutan HNO3 pekat;
Uji negatif (-) Larutan berwarna
larutan NaOH
orange namun ada penampakan
2 Albumin jenuh
awan orange pekat di setiap
larutannya
Uji negatif (-) Larutan berwarma
3 Gelatin
kuning bening.

Reaksi
Reaksi Kasein
NaOH
+ HNO3

nitrotirosin
Tirosin (kuning orange)

Pembahasan
Uji Xanthoproteic menggunakan reaksi nitrasi untuk menentukan keberadaan
protein dalam larutan. Ketika sampel dimasukkan asam nitrat pekat yang panas, ia bereaksi
dengan asam amino aromatik seperti fenilalanin, tirosin, dan triptofan dan membentuk
produk berwarna kuning yang dikenal sebagai protein Xantho. Dengan penambahan basa
kuat seperti NaOH, selanjutnya berubah menjadi warna oranye tua. Jadi uji ini memberikan
hasil positif pada protein yang mengandung asam amino yang memiliki cincin aromatik
pada rantai sampingnya.
Pada kasein yang direaksikan dengan HNO3 dan ditambahkan NaOH yang sudah
dilakukan pemanasan menunjukkan uji positif, dimana larutannya berubah menjadi kuning
orange pekat. Hal itu menandakan bahwa didalam kasein terdapat senyawa senyawa
aromatik. Senyawa aromatik yang ditemukan pada kasein adalah senyawa tirosin yakni
yang dapat bereaksi dengan HNO3. Pada awal ditetesi HNO3 larutan berwarna keruh putih
kemudian dilakukan lah pemanasan untuk mempercepat reaksi dan membutuskan rantai
peptida pada protein sehingga memudahkan HNO3 untuk bereaksi. Setelah pemanasan
selama 30 detik kemudian ditetesi NaOH sedikit demi sedikit sehingga warna larutan
berubah menjadi kuning orange pekat.
Reaksi yang terjadi antara senyawa aromatik Triptofan yang ada pada kasein
dengan HNO3 adalah nitrasi pada inti benzena. Nitrasi adalah reaksi substitusi antara atom
H pada gugus benzena oleh gugus nitro (NO2). Pereaksi yang digunakan adalah asam nitrat
pekat (HNO3). Atom H yang terdapat pada benzena yang ada dalam protein kasein akan
digantikan oleh nitro (NO2) dari asam nitrat pekat sehingga membentuk senyawa
nitrotriptofan, yang menandakan terbentuknya larutan warna kuning tua. Orange pekat
akan muncul ketika ditambahkan NaOH sebagai basa. Dan NaOH harus ditambahkan
setelah pemanasan agar larutan dapat terionisasi.
Pada sampel albumin reaksi yang terjadi menunjukkan warna orange namun tidak
nampak larut sempurna ada seperti ada fase awan dalam larutan tersebut. Hal itu
dikarenakan saat penambahan larutan asam nitrat yang pekat protein dari albumin
mengalami denaturasi yakni susunan senyawanya terpecah. Ditambah dengan pemanasan
yang dilakukan menyebabkan denaturasi yang berkepanjangan karena panas mengacaukan
ikatan hidrogen protein yang akan berdampak pada perubahan strukturnya. Sehingga dapat
terlihat pada rekasi yang terjadi, saat ditambahkan NaOH justru albumin akan mengalami
koagulasi. Sehingga hasil menunjukkan uji negatif (Sudarmadji, 2004).
Sedangkan pada sampel gelatin menunjuukan warna larutan yang berwarna kuning
bening. Itu artinya uji ini bersifat negatif. Sehingga tidak ada senyawa aromatis pada
struktur gelatin. Walaupun sudah dilakukan pemanasan dan penambahan NaOH tidak
menunjukkan perubahan warna tidak berubah pekat dan hanya terlihat agak kuning bening.

Kesimpulan
1. Uji Xanthoproteic untuk mengidentifikasi adanya asam amino aromatik (tirosin ;
triptofan).
2. Sampel kasein menunjukkan uji positif dengan berubahnya warna larutan menjadi
orange pekat, menandakan ada senyawa aromatis dalam kasein yakni senyawa tirosin.
3. Sampel albumin menunjukkan uji negatif dengan larutan berwarna orange yang
mengalami denaturasi dan koagulasi sehingga terlihat larutan seperti ada fase awan.
4. Sampel gelatin menunjukkan uji negatif dengan larutan yang berwarna kuning bening.
4. UJI MILLON’S
Tujuan
Adapun tujuan dari uji millon’s adalah untuk mengidentifikasi asam amino
fenolik (tirosin).

Prosedur
Dimasukan masing-masing 3 ml suspensi kasein, albumin, dan gelatin ke dalam
tabung reaksi, kemudian ditambahkan masing-masing 5 tetes reagen Millon’s ke dalam
tabung reaksi tersebut, selanjutnya dipanaskan masing-masing tabung reaksi tersebut
dalam water-bath selama 5 menit, lalu didinginkan lalu diamati terbentuknya warna merah
pada suspensi.

Hasil pengamatan
No Protein Pereaksi Hasil Pengamatan

1 Kasein (+) mengandung protein dan asam


amino
Terjadi perubahan warna pada bagian
atas, warna yang berubah yaitu putih
menjadi warna coklat kehitaman dan
terdapat endapan putih.
2 Albumin (+) mengandung protein dan asam
Reagen amino
Millon’s Terjadi perubahan warna pada bagian
bawah albumin, warna yang berubah
yaitu putih menjadi coklat pucat dan
terdapat endapan putih.
3 Gelatin (-) mengandung protein dan asam amino
Terjadi perubahan warna pada bagian
tengah sampai bawah, warna yang
berubah yaitu bening menjadi coklat dan
tidak terdapat endapan putih.
Reaksi

Pembahasan
Uji Millon adalah salah satu dari metode analisis kualitatif dari asam amino dan
protein. Uji ini bertujuan untuk mengidentifikasi atau menentukan perbedaan asam amino
fenolik atau asam amino yang memiliki fenol kelompok seperti tiroksin dan turunannya.
Tirosin merupakan asam amino yang non esensial yang memiliki gugus fenil yang
merupakan asam lemah. Reagen Millon’s mengandug merkuri yang dapat mengikat gugus
hidroksifenil untuk menghasilkan endapan bewarna putih dalam larutan yang mengandung
protein dan asam amino. Jika tirosin dalam larutan protein dan asam amino dipanaskan
akan terbentuk larutan atau endapan coklat kemerahan.
Berdasarkan hasil tabel diatas maka didapatkan hasil bahwa kasein dan albumin
dapat dikatakan memiliki kandungan protein dan asam amino, hal ini ditandai dengan
kasein yang memiliki endapan bewarna putih dan perubahan warna putih menjadi warna
coklat kehitaman setelah dipanaskan, pada albumin juga terbentuk endapan putih dan
terjadinya perubahan warna yaitu putih menjadi coklat pucat dan terdapat endapan putih.
Pada Gelatin tidak terdapatnya endapan putih berarti yang menandakan bahwa tidak
terdapatnya protein dan asam amino didalamnya.

Kesimpulan
1. Uji Millon dapat mengidentifikasi kandungan tiroksin dan turunannya, tiroksin
merupakan asam lemah
2. Reagen Millon menggandung merkuri yang dapat mengikat gugus hidroksifenil yang
dapat menghasilkan endapan bewarna putih dalam larutan yang mengandung protein
dan asam amino
3. Jika tirosin dipanaskan dan larutan mengandung protein maka akan terjadi perubahan
warna menjadi merah kecoklatan dan terbentuknya endapan.
5. UJI SAKAGUCHI
Tujuan
Adapun tujuan uji sakaguchi adalah untuk mengidentifikasi adanya asam amino
arginin.

Prosedur
Adapun prosedur uji sakaguchi adalah dimasukan masing-masing 3 ml suspensi
kasein, albumin, dan gelatin ke dalam tabung reaksi. Lalu, ditambahkan masing-masing 1
ml NaOH 10% dan 1 ml larutan α-nafthol, biarkan selama 3 menit. Setelah itu ditambahkan
2-4 ml air brom. Kemudian, diamati terbentuknya warna merah pada suspensi.

Hasil pengamatan
No Protein Pereaksi Hasil pengamatan
1 Kasein
NaOH 10%; Uji positif (+) Terbentuk warna
2 Albumin
Larutan α-naftol merah dalam larutan
3 Gelatin

Reaksi

Pembahasan
Pada uji sakaguchi, sampel yang di uji adalah kasein, albumin, dan gelatin. Uji
sakaguchi dilakukan dengan menambahkan 1 ml NaOH 10% dan 1 ml larutan α-nafthol ke
dalam masing-masing sampel, lalu setelah didiamkan 3 menit ditambahkan 2-4 ml air
brom. Umumnya sodium hidroksi (NaOH) dengan bromin dapat disubstitusikan dengan
sodium hipobromite (NaBrO).
Setelah dilakukan pengamatan pada ketiga sampel, hasil yang didapatkan adalah
larutan menjadi berwarna merah pada ketiga sampel. Hal ini menandakan bahwa di dalam
ketiga sampel protein, terdapat asam amino arginin. Arginin merupakan salah satu asam
amino essential, yaitu asam amino yang tidak diproduksi oleh tubuh secara alami sehingga
hanya diperoleh melalui makanan yang kita konsumsi. Arginin memiliki manfaat untuk
pengobatan gagal jantung kongestif (CHF), nyeri dada, tekanan darah tinggi, penyakit
arteri coroner, influenza, dan juga tekanan darah tinggi saat hamil (preeklampsia)
Arginin adalah asam amino yang mengandung gugus guanidin. Gugus guanidin
[R-NH-C=(NH2)2+-NH2] pada Arginin terlihat seperti gambar di bawah ini.

Gambar 1. Gugus guanidin

Dalam uji kualitatif protein dengan uji sakaguchi, gugus guanidin pada arginin
yang telah teroksidasi oleh sodium hipobromit akan bereaksi dengan a-naftol dalam kondisi
basa dan akan menghasilkan senyawa yang berwarna merah. Larutan yang berwarna merah
pada sampel kasein, albumin, dan gelatin mengindikasikan keberadaan asam amino arginin
dalam ketiga protein tersebut. Jika terbentuk warna merah pada sampel, disebut hasil uji
yang positif, begitu juga sebaliknya.
Kesimpulan
1. Uji Sakaguchi untuk mengidentifikasi adanya asam amino arginin.
2. Secara lebih spesifik, uji sakaguchi dapat mengidentifikasi keberadaan gugus guanidin
pada asam amino.
3. Uji sakaguchi yang positif ditandai dengan terbentuknya warna merah.
4. Uji yang positif mengindikasikan bahwa adanya asam amino arginin pada sampel
protein yang diuji.
5. Albumin, kasein, dan gelatin mengandung asam amino arginin.
6. UJI TIMBAL ASETAT
Tujuan
Adapun tujuan dari uji timbal asetat adalah untuk mengidentifikasi asam amino
gugus –SH atau sulfohidril (sistein).

Prosedur
Pertama-tama dimasukkan masing-masing 3 ml suspensi kasein, albumin,
dangelatin ke dalam tabung reaksi, kemudian tambahkan 5 ml larutan NaOH 5% dan sedikit
kristal Pb(CH3COO)2. Lalu dipanaskan masing-masing tabung reaksi tersebut dalam
waterbath selama 5–10 menit, lalu dinginkan, dimati terbentuknya endapan hitam (abu-
abu).

Hasil Pengamatan
No Protein Pereaksi Hasil Pengamatan
1 Kasein Uji negatif (-)
Sedikit keruh
dengan adanya
endapan abu-abu
2 Albumin Larutan NaOH 5%; Uji positif (+)
Kristal Pb(CH3COO)2 Hitam pekat dengan
adanya endapan
abu-abu
3 Gelatin Uji negatif (-)
Bening dengan
terdapatnya
endapan abu-abu

Reaksi
Pembahasan
Pada percobaan uji timbal asetat, protein yang mengandung belerang atau sulfur
terdapat pada albumin, dimana larutan yang awalnya jernih tersebut berubah warna menjadi
hitam pekat. Endapan PbS pada albumin stabil maka sebelumnya sampel harus
dikondisikan dahulu dalam suasana basa oleh NaOH. Ddenaturasi protein pada albumin
terjadi karena adanya kerusakan ikatan sekunder dengan tersier protein. Denaturasi ini
merusak bentuk alfa-heliks normal protein dan mengurainya menjadi bentuk yang tidak
teratur. Timbal bersifat ionik dan dapat merusak jembatan garam.
Berbeda dengan gelatin dan kasein tidak memberikan hasil yang positif karena
setelah dilakukan perlakuan hingga selesai dipanasakan sampel tidak mengalami
perubahan menjadi kehitaman. Terjadinya perubahan warna larutan tersebut menunjukkan
bahwa S organik dirubah menjadi Na2S, yang nantinya akan bereaksi dengan
Pb(CH3COO)2 membentuk PbS yang berwarna coklat kehitaman. Semakin tinggi nilai
protein, denaturasi protein oleh timbal akan semakin banyak dan cepat.
Asam amino yang mengandung sulfur seperti sistein, sistin dan metionin (gugus
sulfhidril/tiol) bereaksi dengan timbal asetat dalam suasana basa untuk membentuk
endapan coklat kehitaman. Asam amino yang mengandung belerang ini didegradasi dalam
media basa kuat untuk melepaskan ion sulfida (S2-) dalam bentuk H2S (hidrogen sulfida).
Ion sulfida dapat bereaksi dengan timbal (II) asetat membentuk endapan hitam kecoklatan.
Perlakuan dengan prinsip deteksi sulfur dalam larutan dengan degradasi gugus SH
atau SS dalam asam amino dalam kondisi basa kuat. Asam amino seperti sistein dan sistin
melepaskan belerang dengan adanya kondisi basa kuat pada suhu tinggi. Selanjutnya sulfur
bergabung dengan alkali (NaOH) untuk membentuk Na2S. Na2S yang bereaksi dengan
timbal asetat untuk membentuk timbal sulfida, yang menghasilkan residu hitam. Agar
reaksi berlangsung, ion belerang bebas harus ada dalam medium. Uji positif dalam uji
Timbal sulfida ditunjukkan dengan terbentuknya titik hitam di bagian bawah tabung reaksi.
Hal ini menunjukkan adanya sistein atau sistin dalam larutan. Hasil negatif dalam uji
Timbal sulfida ditunjukkan dengan tidak adanya residu hitam dalam tabung reaksi. Hal ini
menunjukkan tidak adanya sistein atau sistin.
Kesimpulan
1. Uji ini diterapkan untuk mendeteksi apakah ada atau tidaknya unsur belerang (sulfur)
dalam protein.
2. Uji timbal asetat untuk mengidentifikasi asam amino gugus –SH atau sulfohidril
(sistein).
3. Uji positif diitunjukkan dengan terbentuknya endapan hitam timbal (II) sulfida (PbS).
4. Albumin termasuk protein yang mengandung belerang.
DAFTAR PUSTAKA
Galewska, Z., Gogiel T., Małkowski A., Romanowicz L., Sobolewski K., dan Wolańska
M. 2013. Biochemistry Workbook for students of the Faculty of Medicine. Faculty
of Health Sciences Medical. University of Białystok, Polandia.
Hidayati, Nur. 2009. KIMIA SMA XII. PT Pustaka Insan Madan, Jakarta.
Indrawan, M. R., Agustina, R., dan Rijai, L. 2016. Ekstraksi gelatin dari kaki ayam broiler
melalui berbagai larutan asam dan basa dengan variasi lama perendaman. Journal
of Tropical Pharmacy and Chemistry. 3(4): 313-321. DOI: 10.25026/jtpc.v3i4.120.
Mustika AA, Adriyanto, I Wientarsih, ML Margarita. 2014. Kemampuan berbagai putih
telur unggas sebagai kelator dalam mengatasi keracunan logam berat timbal. Jurnal
Veteriner. 15(3): 406-410.
Poedjadi dan Anna. 2005. Dasar-Dasar Biokimia. UI Press, Jakarta.
Subroto E, E. Lembong, F. Filianty, R. Indiarto, G. Primalia, M. S. K. Z. Putri, H. C.
Theodora, S. Junar. 2020. The analysis techniques of amino acid and protein in
food and agricultural products. International Journal of Scientific & Technology
Research. 9(10): 29-36.
Sudarmadji. 2004. Analisis Bahan Makanan dan Pertanian. UGM Press, Yogyakarta.
Vasudevan, D. M., dan Das, S. K. 2013. Practical Textbook of Biochemistry for Medical
Students (2nd ed). Jaypee Brothers Medical Publishers (P) Ltd., Daryaganj.
https://www.vedantu.com/chemistry/biuret-test
https://www.youtube.com/watch?v=6YPWipP-Qe8
https://www.youtube.com/watch?v=-SPfqD-Dad8
https://www.youtube.com/watch?v=6YPWipP-Qe8&t=392s
https://hellosehat.com/herbal-alternatif/herbal/arginine-adalah/
https://www.youtube.com/watch?v=ZBdtFyVrvhs
https://youtu.be/w8I-IaVGzCw
LAPORAN PRATIKUM

ANALISIS KUALITATIF VITAMIN C

Oleh:

Diva Aditya Puteri Br. G 200305008


Fuza Febrilani. S 200305010
Triana Rahayu Ningsih 200305023
Adinda Khairun Nisah 200305030
Nelly Christy Pintauli Purba 200305049

ITP-A

LABORATORIUM BIOKIMIA PANGAN


UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
I. PENDAHULUAN
Latar belakang
Vitamin berasal dari kata vit dan –amine, Vit memiliki arti hidup dan amine
menunjukan bahwa zat tersebut mengandung gugus NH2. Nama Vitamin timbul
dikarenakan vitamin yang pertama kali itu dapat dipisahkan secara kimia yang ternyata
mengandung nitrogen. Oleh sebab itulah orang mula-mula menyangkal bahwa semua
vitamin mengandung gugus amine. Namun hal tersebut tidak sepenuhnya benar,
sekarang huruf “e” yang ada di akhir kata dihilangkan sehingga terjadilah kata istilah
vitamin. Vitamin merupakan zat esensial yang diperlukan untuk membantu kelancaran
penyerapan zat gizi dan proses metabolisme tubuh. Kekurangan vitamin akan berakibat
terganggunya kesehatan, maka sebab itu diperlukan asupan harian dalam jumlah
tertentu yang idealnya bisa diperoleh dari makanan. Jumlah kecukupan asupan vitamin
per hari untuk perawatan kesehatan ditentukan oleh RDA (Recomended Daily
Allowance).
Salah satu vitamin yang diperlukan dalam tubuh agar dapat melakukan
metabolisme dan pertumbuhan yang normal adalah vitamin C. Vitamin C atau dapat
disebut juga L-askorbat adalah vitamin yang larut didalam air (aqueous antioxidant),
vitamin tersebut banyak terdapat didalam makanan seperti jeruk nipis, nanas, jeruk,
tomat, bayam, kacang hijau dan makanan lainnya. Biasanya manusia mendapatkan
vitamin C dari mengkonsumsi makanan yang menagandung vitamin C. Manusia tidak
dapat mensintesis vitamin C, sehingga harus diambil dari makanan yang mengandung
vitamin C tersebut. Vitamin C berperan sebagai pendukung daya tahan tubuh, vitamin
C tersebut sangat penting di era sekarang karena penyebaran virus COVID-19, vitamin
C mendukung berbagai fungsi seluler pada sistem kekebalan tubuh (innate immune and
adative immune) serta berkontribusi dalam menjaga integritas sel dengan melindungi
sel terhadap spesies oksigen reaktif yang dihasilkan selama pernapasan dan pada
respon peradangan.
Vitamin C merupakan bagian dari sistem pertahanan tubuh terhadap senyawa
oksigen reaktif dalam plasma dan sel. Vitamin C berbentuk kristal putih dengan berat
molekul 176,13 dan rumus molekul C6H8O6. Vitamin C mudah teroksidasi secara
reversibel membentuk asam dehidro L-asam askorbat dan kehilangan 2 atom hidrogen.
Adapun penampakan strukur vitamin C dapat dilihat di bawah ini.

Gambar 1. Penampakan sturktur vitamin C.


Vitamin C adalah vitamin yang tidak stabil dan mudah rusak. Dalam larutan
air, vitamin C mudah teroksidasi jika terdapat katalisator Fe, Cu, enzim asorbic acid
oksidase, cahaya dan suhu yang tinggi/pemanasan. Asam askorbat sangat mudah
teroksidasi secara reversibel menjadi asam L-dehidroaskorbat dan dapat pula
mengalami perubahan lanjut menjadi asam L-diketogulonat yang tidak mempunyai
keaktifan vitamin. Dengan demikian sifat kelarutan vitamin C dikatakan larut dalam
air, sedikit larut dalam alkohol dan sukar larut dalam kloroform, eter dan benzena.
Fungsi vitamin C dalam tubuh yang paling utama adalah sebagai antioksidan.
Dengan mendonorkan elektronnya, maka akan terjadi pencegahan teroksidasinya
senyawa-senyawa lain. Meskipun vitamin C itu sendiri akan teroksidasi pada proses
tersebut dengan menghasilkan asam dehidroaskorbat. Setelah terdapat suatu senyawa
dengan elektron yang tidak memiliki pasangan, serta asam dehidroaskorbat dapat
kembali tereduksi menjadi asam askorbat dengan membutuhkan bantuan enzim 4-
hidroksifenilpiruvat dioksigenase. Namun didalam tubuh manusia, reduksi yang terjadi
hanya secara parsial, sehingga tidak semua asam askorbat yang telah mengalami
oksidasi dapat kembali.
Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui kandungan vitamin C jeruk nipis, nenas,
vitamin C tablet (Vitacimin), minuman sari buah , tomat, dan jeruk manis.
II. BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum yang berjudul “Analisis Kulitatif Vitamin C” dilaksanakan pada
Selasa, 16 November 2021 pukul 14.30 WIB di Laboratorium Biokimia Pangan
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah pipet tetes dan gelas
plastik.
Alat
Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini adalah jeruk nipis, nanas,
vitamin C tablet, minuman sari buah (orange water), tomat, jeruk manis, air, dan iodin
(betadin).
Prosedur Praktikum
Langkah pertama yaitu disediakan 6 buah gelas plastik, kemudian diisi dengan
10 tetes betadine. Selanjutnya, diteteskan pula tiap sampel berupa jeruk nipis, nanas,
vitamin C tablet, minuman sari buah (orange water), tomat dan jeruk manis pada
masing-masing gelas plastik sedikit demi sedikit. Dihitung jumlah tetesan sampel yang
dibutuhkan sampai larutan betadine berubah menjadi jernih.

III. HASIL

Tabel 1. Hasil pengamatan sampel pada uji vitamin C dengan betadine


No. Sampel Pereaksi Jumlah Sampel (Tetes)
1. Jeruk nipis 145
2. Nenas 125
3. Tablet Vitamin C 2
Betadine (10 tetes)
4. Minuman sari buah 62
5. Tomat 175
6. Jeruk manis 150
Adapun gambar hasil pengamatan uji Vitamin C dengan betadine dapat dilihat
pada gambar 2 dibawah ini.

a b c

d e f
Gambar 2. Hasil pengamatan uji Vitamin C dengan betadine (a) Jeruk Nipis (b)
Nenas (c) Tablet Vitamin C (d) Minuman sari buah (e) Tomat (f) jeruk manis

Reaksi

I2 + + 2 HI

Asam Askorbat Asam dehidroaskorbat


IV. PEMBAHASAN

Dalam pengujian ini menggunakan betadine sebagai indikator dalam pengujian


vitamin C. Betadine yang digunakan mengandung povidone iodine 10% yang dapat
disamakan dengan iodine 1%. Reaksi yang terjadi adalah asam askorbat (vitamin C )
akan menghilangkan warna dari iodine. Keberadaan vitamin C dibuktikan dengan
kemampuan sampel menghilangkan warna asli iodine dari betadine yang berwarna
coklat kemerahan. Saat vitamin C atau asam askorbat ditetesi oleh betadine maka akan
menghasilkan senyawa yang mengikat molekul dari iodine. Pengikatan iodine oleh
asam askorbat disebabkan oleh molekul dari asam askorbat yang lebih besar
dibandingkan dengan iodine. Apabila semakin banyak vitamin C yang ditambahkan
pada larutan iodine maka akan semakin banyak pula iodine yang terikat pada vitamin
C. Hasil oksidasi dari iodin terhadap asam askorbat menghasilkan asam
dehidroaskorbat Itulah yang mengakibatkan warna larutan menjadi bening, yang mana
artinya menunjukkan bahwa sudah tidak lagi iodine bebas karena telah terikat
keseluruhan dengan vitamin C (Tembusai, dkk., 2021).
Jeruk nipis (Citrus x aurantiifolia) merupakan buah yang memiliki kulit buah
berwarna hijau, berbentuk bulat, dan memiliki diameter sekitar 3,5-5 cm. Jeruk nipis
yang masih muda berwarna hijau gelap dan saat sudah matang buahnya akan berwarna
hijau cerah. Buah ini memiliki rasa yang asam dan sedikit rasa pahit. Rasa asam ini
sering dikaitkan dengan kandungan vitaminnya, terutama vitamin C. Kandungan
vitamin C dalam buah jeruk nipis dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tingkat
kematangan dan lama penyimpanan. Kandungan vitamin C jeruk nipis akan meningkat
seiring dengan pematangan buah, lalu akan menurun jika telah melampaui tingkat
kematangannya. Hal ini disebabkan karena adanya perubahan vitamin C menjadi
glukosa pada buah yang tingkat kematangannya sudah terlampaui.
Pada percobaan ini, pengujian kandungan vitamin C pada jeruk nipis dilakukan
menggunakan jeruk nipis yang telah matang. Setelah dilakukan percobaan, diketahui
bahwa dibutuhkan 145 tetes ekstrak jeruk nipis untuk membuat 10 tetes betadine
menjadi jernih atau memiliki warna yang sama dengan warna asli sari jeruk nipis yang
digunakan. Dari hasil tersebut, dapat diketahui bahwa kandungan vitamin C nya tidak
tergolong tinggi. Menurut literatur Fitriyana, (2017) kadar vitamin C pada jeruk nipis
adalah sekitar 0,26%.
Berdasarkan hasil pengamatan untuk sampel nanas menyatakan bahwa nanas
mengandung vitamin C, yang dimana pada awalnya 10 tetes betadine berwarna merah
bata akan perlahan memiliki pemudaran warna setelah diberikan 125 tetes air nanas.
Oleh karena itu nanas jelas mengandung vitamin C. Berdasarkan literatur Nisa (2018),
menyatakan bahwa komponen utama penyusun buah nanas adalah vitamin C sebesar
20mg/100g buah nanas.
Kadar vitamin C pada buah nanas bisa berubah ubah karena dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu keadaan buah tersebut. Bila buah nanas memiliki tingkat
kesegaran yang kurang baik maka vitamin C yang terkandung didalamnya akan
berkurang seiring berkurangnya tingkat kesegaran buah nanas. Selain itu waktu dalam
mengekstrasi juga menjadi faktor penyebab berbedanya kandungan vitamin pada buah
nanas. Semakin lama waktu yang diperlukan untuk mengektraksi, maka kandungan
vitamin C juga akan berkurang.
Pada zaman sekarang ini, vitamin C sangat mudah diperoleh dari berbagai
sumber, tidak hanya dari buah-buahan, sayur-sayuran, ataupun bahan segar lainnya
karena sekarang sudah tersedia dalam bentuk tablet. Produk vitamin tablet yang sangat
dikenal masyarakat contohnya dalah Vitacimin. Kandungan vitamin C yang ada dalam
tablet hisap tersebut dapat dilihat pada kemasannya, yaitu 500 mg (berdasarkan vitamin
tablet yang digunakan dalam praktikum ini). Dengan metode titrasi iodimetri, kadar
vitamin C dalam vitacimin dapat ditentukan.
Dalam Praktikum ini, tinggi rendahnya kadar vitamin C pada vitacimin
ditentukan dengan banyaknya tetesan larutan vitacimin yang dibutuhkan untuk
menjernihkan 10 tetes betadine. Setelah percobaan dilakukan, diperoleh hasil bahwa
hanya dengan 2 tetes larutan vitacimin 10 tetes betadine dapat menjadi jernih.
Berdasarkan hasil tersebut, diketahui bahwa kandungan vitamin C pada vitacimin
sangatlah tinggi. Menurut literatur Sudarma, (2014) perhitungan kadar vitamin C
dalam 1 tablet vitacimin (vitamin C-500 gr) dengan metode titrasi iodimetri adalah
22,75% .
Pada sampel minuman sari buah yaitu minuman sari buah jeruk didapatkan
hasil sebanyak 62 tetes untuk dapat menghilangkan warna cokelat dari iodine. Warna
larutan yang dihasilkan berwarna bening kekuningan. Warna kuning yang muncul
kemungkinan ada penambahan warna dari minuman sari buah tersebut sehingga larutan
tidak dapat bening secara maksimal. Sampel ini dapat dikonsumsi oleh manusia
sebagai sumber vitamin C. Namun dalam penggunaanya untuk tubuh tidak disarankan
untuk dikonsumsi secara terus menerus.
Vitamin C merupakan salah satu vitamin yang sangat mudah rusak dan
mengalami perubahan struktur. Bisa karena ada pengaruh cahaya, sinar, suhu ataupun
penambahan zat kimia. Apabila vitamin C telah rusak dan terjadi perubahan komposisi
dan strukur justru akan membahayakan kesehatan manusia. Selain itu juga pada
minuman olahan tersebut ada ditambahkan pemanis buatan, pengawet dan pewarna
yang nantinya akan berbahaya untuk jangka panjang peminumnya. Walaupun kadar
vitamin C yang ada pada minuman sari buah tersebut cukup tinggi namun harus
diperhatikan batas konsumsinya untuk sehari-hari (Harefa, dkk., 2020).
Pada pengujian ini, warna coklat kemerahan pada betadine akan dihilangkan
oleh vitamin C yang ada pada tomat. Tomat yang digunakan telah melalui proses
penghancuran dengan diblender kemudian disaring agar diperoleh sarinya.
Berdasarkan hasil pengujian, diperlukan 175 tetes sari tomat agar warna coklat
kemerahan pada tomat dapat menghilang, adapun warna larutan berubah menjadi
oranye kemerahan. Menurut Sari, dkk., (2021), kadar vitamin C pada tomat dapat terus
berubah. Berdasarkan pengamatannya, kadar tertinggi vitamin C pada tomat ialah
21,29 ± 0,08 mg/100g. Mulanya tingkat keasamannya akan terus meningkat, namun
akan menurun setelah melewati proses matang. Sementara itu, warna oranye
kemerahan setelah pencampuran antara betadine dan tomat diakibatkan adanya zat
pigmen karotenoid yang terkandung di dalam tomat berupa likopen atau α-karoten
yang menunjukkan warna merah terang pada tomat. Kadar pigmen tersebut cukup
tinggi, berkisar 30-200 mg/kg pada tomat yang segar (Hasri, 2017).
Pada sempel jeruk manis dibutuhkan 150 tetes untuk membuat warna betadine
hilang. Akan tetapi warna larutan yang dihasilkan tidak terlihat bening sempurna,
diduga karena warna sari jeruk yang berwarna jingga sehingga menghasilkan larutan
yang bewarna jingga kekuningan. Jika dibandingkan dengan jeruk nipis jumlah tetesan
dan warna larutan lebih sedikit dan lebih jernih warnanya, hal tersebut disebabkan oleh
jenis jeruk, varietas, tingkat keasaman dan hal-hal lain dari jeruk tersebut. Kadar dari
vitamin pada jeruk manis dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu keadaan buah
tersebut, semakin layu/kusut atau tidak segar buahnya maka menyebabkan kandungan
vitamin C berkurang dan juga waktu dalam meneteskan juga mempengaruhi kadar
vitamin C, semakin lama waktu mengekstrasi kandungan vitamin C akan semakin
berkurang, semakin sedikit tetesan yang diperlukan untuk membuat warna betadine
jernih maka semakin tinggi pula kandungan vitamin C, oleh sebab itu kandungan
vitamin C yang terdapat di jeruk manis lebih sedikit jika dibandingkan dengan
kandungan vitamin C jeruk nipis.
Jenis jeruk manis memiliki kandungan vitamin C bekisar 20-60 mg didalam
100 ml sari buah jeruk (Wariyah, 2010), sedangkan itu asupan gizi untuk vitamin C
yang dianjurkan yaitu bekisar 30-100 mg per harinya, itu berarti dengan mengkonsumsi
buah jeruk yang sarinya lebih dari 100 ml akan memenuhi kecukupan vitamin C dalam
tubuh, ditambah dengan zat lain yang terdapat dalam buah-buahan yang berguna bagi
tubuh (Fitriana dan Arhista, 2020).
Apabila kadar Vitamin C pada larutan sedikit maka iodine tidak akan bisa
terikat sempurna yang menyebabkan warna tidak dapat berubah menjadi bening,
karena ada iodine yang masih belum terikat. Hal itu berhubugan dengan jumlah tetesan
vitamin C yang dimasukkan kedalam larutan iodine. Jumlah tetesan sampel yang
diperlukan selama oksidasi menentukan tinggi rendahnya kadar vitamin C pada sampel
tersebut. Apabila semakin sedikit tetesan yang dihasilkan untuk membuat larutan
menjadi bening artinya kadar vitamin C nya semakin tinggi. Begitupula bila semakin
banyak tetesan yang dihasilkan untuk membuat larutan menjadi bening artinya kadar
vitamin C nya semakin rendah.
Dari pengujian yang sudah dilakukan dapat dibandingkan bahwa kadar vitamin
C tertinggi berasal dari tablet vitamin C (Vitacimin) yaitu hanya membutuhkan 2 tetes
untuk membuat larutan iodine menjadi bening. Kemudian dilanjutkan dengan
minuman sari buah (62 tetes), Nenas (125 tetes), Jeruk nipis (145 tetes), Jeruk manis
(150 tetes) dan yang terakhir paling rendah kadar vitamin C nya ada pada buah tomat
(175 tetes). Jika dibandinkan dengan kadar vitamin C pada tablet vitamin dan minuman
sari buah, buah-buahan memiliki kadar vitamin C yang tidak terlalu banyak. Hal itu
dikarenakan oleh adanya beberapa faktor dari kematangan dan kesegaran dari buah itu
sendiri. Vitamin C merupakan jenis vitamin yang mudah rusak dan mudah larut dalam
air. Kadar air yang tinggi pada buah juga bisa menjadi salah satu yang mengakibatkan
kadar vitamin C pada buah dapat berkurang. Maka dari itu, tidak disarankan memakan
tablet vitamin ataupun terlalu sering meminum minuman sari buah kemasan, karena
dapat menyebabkan kelebihan vitamin C yang dapat bisa menyebabkan kerusakan pada
ginjal.
V. KESIMPULAN
1. Larutan Iodine (betadine) dapat mengidentifikasi kadar vitamin C dengan
mengubuh warna larutan merah kecokelatan menjadi bening.
2. Pada sampel tablet vitamin C (vitacimin) diperlukan 2 tetes untuk menghilangkan
warna Iodine dengan hasil warna larutan bening agak sedikit kuning muda.
3. Pada sampel buah nenas diperlukan diperlukan 125 tetes nanas untuk
menghilangkan warna iodine dari betadine, adapun warna yang diperoleh berupa
kuning oranye.
4. Pada sampel buah jeruk nipis diperlukan 145 tetes untuk menghilangkan warna
iodine dari betadine, dengan hasil warna larutan bening seperti warna air jeruk nipis.
5. Pada sampel sari buah didapatkan hasil 62 tetes untuk menghilangkan warna Iodine
dengan warna larutan berwarna bening kekuningan.
6. Pada sampel tomat diperlukan 175 tetes untuk menghilangkan warna iodine dari
betadine, adapun warna yang diperoleh berupa oranye kemerahan karena adanya α-
karoten yang terkandung pada tomat.
7. Pada sampel jeruk manis diperlukan 150 tetesan untuk membuat betadine jernih
dengan warna larutan bening agak kuning jingga.
8. Perbandingan kadar vitamin C dari tetesan sampel diurutkan dari yang tertinggi ke
terendah yaitu tablet vitamin C (vitacimin), minuman sari buah, Nenas, Jeruk nipis,
Jeruk manis, dan tomat.

DAFTAR PUSTAKA
Aina, Mia, Suprayogi, dan Dawam. 2012. Uji kualitatif vitamin c pada berbagai
makanan dan pengaruhnya terhadap pemanasan. Sainmatika. 5(1) : 1 -7.
Buku Saku Suplemen Kesehatan Untuk Memelihara Daya Tahan Tubuh Dalam
Menghadapi COVID-19 Vitamin C. 2020. BPOM RI. Jakarta
Fitriana Y. A. N., A. S. Fitri. 2020. Analisis Kadar Vitamin C pada Buah Jeruk
Menggunakan Metode Titrasi Iodometri. Jurnal AINTEKS. 17(1):27-32.
Fitriyana, R. A. 2017. Perbandingan kadar vitamin c pada jeruk nipis (Citrus x
aurantiifolia) dan jeruk lemon (Citrus x limon) yang dijual di pasar
Linggapura Kabupaten Brebes. Publikasi Ilmiah Civitas Akademika
Politeknik Mitra Karya Mandiri Brebes. 2(2): 1-11.
Harefa, N., N. Feronika, A. D. Kana, R. Hutagalung D. Chaterine, dan Y. Bela. 2020.
Analisis kandungan vitamin c bahan makanan dan minuman dengan metode
iodimetri. SEAJ. 2(1) : 35 – 42.
Hasri. 2017. Kandungan likopen buah tomat (Lycopersicum esculentum L.) terhadap
waktu dan suhu pemanasan. Chemica: Jurnal Ilmiah Kimia dan Pendidikan
Kimia. 16(2): 28-35.
Nisa Qurrotun A’yuni Khoirun. 2018. Analisis optimasi kadar vitamin c dari filtrat
buah nanas (Ananas comosus L Merr) menggunakan sistem evaporator
vacuum. Jurnal Inovasi Teknik Kimia. 3(2): 41-47.
Tembusai, T.H., A.T. Banoeari, dan R.M. Siahaan. 2021. Utilization of betadine as an
indicator of the presence of vitamin C (ascorbic acid) in fruits and
vegetables. Indonesian Journal of Chemical Science and Technology
(IJCST-UNIMED). 4(2): 54-57.
Sari, L.D.A., R.S. Ningrum, A.H. Ramadani, dan E. Kurniawati. 2021. Kadar vitamin
C buah tomat (Lycopersicum esculentum Mill) tiap fase kematangan berdasar
hari setelah tanam. Jurnal Farmasi dan Ilmu Kefarmasian Indonesia. 8(1):
74-82.
Sudarma, I. D. G. A. 2014. Penentuan Kadar Vitamin C pada Vitacimin dan UC-1000
dengan Titrasi Iodimetri. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Pendidikan Ganesha.
Wariyah C. 2010. Vitamin c retention and acceptability of orange (Citrus nobilis var.
microcarpa) juice during storage in refrigerator chatarina. Jurnal AgriSains
1(1): 50-55.
LAPORAN PRAKTIKUM

ANALISA KUALITATIF ENZIM

Oleh:

Diva Aditya Puteri Br. G 200305008

Fuza Febrilani. S 200305010

Triana Rahayu Ningsih 200305023

Adinda Khairun Nisah 200305030

Nelly Christy Pintauli Purba 200305049

ITP-A

LABORATORIUM BIOKIMIA PANGAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2021
I. PENDAHULUAN

Latar belakang

Enzim merupakan suatu bahan yang berfungsi untuk mempercepat suatu proses reaksi
kimia organik tanpa habis bereaksi atau disebut juga sebagai katalis. Sebagai suatu
biokatalisator, enzim dapat mempercepat reaksi kimia dalam tubuh makhluk hidup tetapi
pada akhirnya akan terbentuk kembali karena tidak ikut bereaksi. Reaksi kimia substrat untuk
membentuk suatu zat baru (produk) yang memerlukan waktu lama karena energi aktivasinya
tinggi, dapat diturunkan dengan bantuan enzim. Dengan demikian, enzim sangat diperlukan
karena hampir semua proses metabolisme dalam sel harus berjalan dengan cepat untuk dapat
mempertahankan hidup.
Enzim tersusun atas dua komponen, yaitu apoenzim dan kofaktor. Apoenzim
merupakan bagian terbesar dan tersusun dari protein. Sementara itu, bagian terkecil dari
enzim adalah kofaktor, yaitu komponen bukan protein dan merupakan sisi aktif enzim yang
berfungsi mengikat substrat dalam reaksi katalis. Kofaktor dapat dibedakan menjadi kofaktor
organik dan anorganik. Kofaktor organik terdiri dari koenzim dan gugus prostetik, contohnya
seperti vitamin, folavit, dan sebagainya. Sementara itu, kofaktor anorganik contohnya adalah
ion-ion logam seperti Mg2+ dan Cu+. Gabungan antara apoenzim dan kofaktor disebut juga
sebagai holoenzim.
Enzim bekerja secara spesifik dalam menjalankan fungsinya pada reaksi enzimatis
dalam tubuh manusia. Enzim hanya dapat bekerja pada substrat yang spesifik dan akan
menghasilkan produk yang spesifik pula. Misalnya dalam pencernaan manusia, enzim
memiliki fungsi yang sangat penting untuk memecah molekul yang besar menjadi satuan
yang lebih kecil agar dapat diserap oleh usus. Contohnya molekul protein yang dipecah oleh
enzim protease dan molekul pati yang dihidrolisis oleh enzim amilase.
Cara kerja enzim terhadap substrat dapat dijelaskan dengan 2 teori, yaitu teori
gembok dan kunci (lock and key) dan teori kecocokan induksi (induced fit). Pada teori kunci
dan gembok, enzim diibaratkan sebagai gembok dan substrat sebagai kuncinya. Sisi aktif
pada enzim yang belum terikat, komplementer dengan bentuk substrat. Sementara itu, pada
teori kecocokan induksi, substrat akan menempel pada enzim dan memicu perubahan pada
bentuk sisi aktifnya agar bentuknya saling komplementer dan dapat berikatan.
Secara umum, enzim berupa protein globular sehingga kerja/aktivitasnya sangat
dipengaruhi oleh suhu dan pH. Saat enzim berada pada kondisi suhu dan keasaman yang
tidak sesuai, struktur enzim dapat mengalami kerusakan atau kerjanya menjadi tidak optimal,
bahkan dapat kehilangan fungsinya sama sekali. Selain itu, substrat, aktivator, dan inhibitor
juga menjadi faktor yang mempengaruhi kerja enzim. Secara umum, apabila konsentrasi
enzim tetap, pH konstan, dan suhu konstan, terdapat hubungan yang sebanding antara
substrat dengan hasil akhirnya. Artinya, jika substrat tersedia dua kali lipat, hasil akhir juga
menjadi dua kali lipat. Kehadiran molekul inhibitor dapat menurunkan kerja enzim,
sedangkan adanya aktivitas akan meningkatkan kerja enzim.

Tujuan
Adapun tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui pengaruh konsentrasi substrat,
konsentrasi enzim, pH dan suhu terhadap aktivitas enzim dan perbedaan antara enzim
bromelin dan enzim papain.

II. BAHAN DAN METODE


Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum yang berjudul “Analisis Kualitatif Enzim” dilaksanakan pada Selasa, 7
Desember 2021 pukul 14.30 WIB di Laboratorium Biokimia Pangan Universitas Sumatera
Utara, Medan.

Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah Buffer sitrat pH 4, Buffer
karbonat pH 10, Buffer asam borax pH 7,6, iodium, amilum, saliva, nanas, pepaya, dan
daging.

Alat
Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini adalah tabung reaksi, rak tabung
reaksi, pipet tetes, batang pengaduk, spatula, beaker glass

Prosedur Praktikum

- Pengaruh pH
Disediakan 3 buah tabung reaksi dan masing-masing berisi amilum dan
saliva. Kemudian ditambahkan 2 ml buffer sitrat untuk tabung 1, sedangkan tabung ke
2 ditambah 2 ml buffer karbonat, sedangkan tabung ke 3 ditambah buffer asam borax.
Kemudian ditunggu 5 menit, selanjutnya ditetesi iodium sebanyak 5 tetes ke dalam
setiap tabung dan ditunggu 5 menit. Diamati hasil (diamati warna yang terbentuk).

- Pengaruh Konsentrasi Enzim


Disediakan 4 tabung reaksi, setiap tabung reaksi diisi dengan 2 ml amilum
dan 1 ml iodium, selanjutnya tabung 1 diberi 0,5 ml saliva, tabung 2 diberi 0,75 ml
saliva, tabung 3 diberi 1 ml saliva dan tabung 4 diberi 2 ml saliva. Kemudian diamati
warna yang terbentuk

- Pengaruh Konsentrasi Substrat


Disediakan 4 tabung reaksi, setiap tabung diisi saliva 1 ml dan iodium 1ml.
Selanjutnya tabung 1 diberi 1 ml amilum, tabung 2 diberi 2 ml amilum , tabung 3
diberi 4 ml amilum dan tabung 4 diberi 6 ml amilum Ditunggu beberapa saat agar
reaksi berjalan sempurna. Kemudian diamati warna yang terbentuk

- Pengaruh Suhu
Disediakan 4 beaker glass, beaker glass 1 dan 2 diisi dengan jus nanas
sebanyak 60 ml, beaker glass 3 dan 4 diisi dengan jus pepaya sebanyak 60 ml.
Kemudian dimasukan potongan daging ke dalam masing-masing beaker glass sampai
seluruh potongan daging tenggelam. Beaker glass 1 dan 3 diletakkan di suhu kamar
sedangkan beaker glass 2 dan 4 diletakkan di lemari pendingin dan didiamkan selama
1 jam. Setelah 1 jam diamati tekstur, warna, dan aroma dari daging (dilihat perbedaan
antara perlakuan menggunakan enzim bromelin yang terdapat pada nanas dengan
enzim papain yang terdapat pada pepaya, juga dilihat pengaruh suhu terhadap
aktivitas enzim).

III. HASIL PENGAMATAN

- Pengaruh pH
Tabung pH Hasil Pengamatan

1 (amilum + saliva) Buffer Sitrat pH 4 Bening kehitaman tidak pekat


2 (amilum + saliva) Buffer karbonat pH 10 Bening biru keunguan
3 (amilum + saliva) Buffer asam borax pH 7,6 Biru kehitaman pekat
Gambar 1. Hasil pengamatan pengaruh pH pada enzim amilase

- Pengaruh Konsentrasi Enzim


Tabung Konsentrasi enzim Hasil pengamatan
1 (2 ml amilum + 1 ml 0,5 ml saliva Berwarna biru kehitaman, pekat.
iodium)
2 (2 ml amilum + 1 ml 0,75 ml saliva Berwarna biru kehitaman, pekat
iodium) (tidak sepekat tabung 1).
3 (2 ml amilum + 1 ml 1,0 ml saliva Berwarna biru kehitaman,
iodium) kepekatan berkurang dari tabung
2.
4 (2 ml amilum + 1 ml 2,0 ml saliva Berwarna biru kehitaman, paling
iodium) tidak pekat diantara keempat
tabung.

Gambar 2. Hasil pengamatan pengaruh konsentrasi enzim


- Pengaruh Konsentrasi Substrat
Tabung Konsentrasi substrat Hasil pengamatan
1 ( 1 ml saliva + 1 ml 1 ml amilum Berwarna hitam kecoklatan
iodium) dan tidak terlalu pekat jika
dibandingkan dengan tabung
lainnya
2 ( 1 ml saliva + 1 ml 2 ml amilum Berwarna hitam kecoklatan
iodium) dan lebih pekat dari tabung 1
3 ( 1 ml saliva + 1 ml 4 ml amilum Berwarna hitam kecoklatan
iodium) dan lebih pekat dari tabung 1
dan 2
4 ( 1 ml saliva + 1 ml 6 ml amilum Berwarna hitam kecoklatan
iodium) dan paling pekat diantara
tabung lainnya

Gambar 3. Hasil pengamatan pengaruh Konsentrasi substrat

- Pengaruh Suhu

Bromelin Papain
Parameter
Suhu kulkas Suhu ruang Suhu kulkas Suhu ruang
Tekstur Sedikit lunak Cukup lunak Sedikit Lunak Cukup Lunak
Warna Merah cukup Merah gelap, Merah keunguan Merah pucat
gelap sedikit pucat
Aroma Aroma nanas Aroma daging Aroma pepaya Aroma daging
mendominasi mendominasi mendominasi mendominasi

Gambar 4. Proses perendaman daging di dalam jus nanas


Gambar 5. Tampak daging setelah perendaman dalam jus nanas (A) suhu kulkas dan (B) suhu ruang

Gambar 6. Proses perendaman daging di dalam jus pepaya

Gambar 7. Tampak daging setelah perendaman dalam jus pepaya


(A) suhu kulkas dan (B) suhu ruang

IV. PEMBAHASAN

pH mempengaruhi struktur molekul enzim yang dapat mempengaruhi ikatan ionik


dan ikatan hidrogen pada enzim yang secara alami mempengaruhi laju reaksi enzim dengan
substrat dan dapat mempengaruhi kemampuannya untuk mengikat molekul dari substratnya.
Enzim memiliki pH optimum nya masing-masing karena pengaruh dari bentuk struktur enzim
yang berbeda-beda pula.Apabila pH nya semakin naik ataupun turun dari pH optimum dapat
menyebabkan terjadinya proses denaturasi dan mengakibatkan menurunnya aktivitas dari
enzim (Poedjiadi dan Supriyanti, 2007).Secara fungsional enzim amilase memiliki fungsi
untuk menghidrolisis pati menjadi molekul karbohidrat yang lebih sederhana, yaitu maltosa
atau glukosa. Pada praktikum kali ini digunakan air liur (saliva) sebagai enzim amilase dan
amilum sebagai substrat nya. Kemudian masing-masing tabung akan diberikan iodium
sebagai indikator warna untuk mengetahui keberadaan amilum.
Pada sampel sitrat dengan pH 4 menunjukkan perubahan warna setelah 5 menit
setelah ditetesi iodin yaitu hasilnya berwarna bening hitam tidak pekat. Hal tersebut
menunjukkan bahwa dalam tabung masih terdapat substrat amilum yang belum terhidrolisis
oleh enzim amilase.Artinya pada pH itu enzim tidak mampu menghidrolisis semua substrat
yaitu amilum menjadi molekul yang sederhana. Karena masih tersisa molekul amilum karena
masih ada warna hitam yang terdapat pada tabung. Kemungkinan enzim telah berubah
struktur nya akibat pengaruh dari pH yang diberikan.
Kemudian pada sampel asam karbonat dengan pH 10 menunjukkan perubahan warna
setelah 5 menit setelah ditetesi iodin yaitu hasilnya berwarna ungu kebiruan tidak pekat. Hal
tersebut menunjukkan bahwa masih ada substrat (amilum) yang tersisa yang bereaksi dengan
iodium sehingga terlihat berwarna ungu kebiruan. Dapat dipastikan bahwa enzim pada
sampel asam karbonat ini yakni dengan pH 10 tidak mampu menghidrolisis seluruh amilum
menjadi senyawa yang sederhana. Kemungkinan laju reaksinya menjadi lambat akibat ada
beberapa enzim yang telah berubah struktur nya akibat pengaruh dari pH tersebut.
Dan pada sampel ketiga yakni asam borax dengan pH 7,6 menunjukkan perubahan
warna setelah 5 menit setelah ditetesi iodin yaitu hasilnya berwarna biru kehitaman pekat.
Hal tersebut menunjukkan bahwa masih ada amilum (substrat) pada larutan sehingga mampu
bereaksi dengan iodium dengan membentuk warna larutan menjadi biru kehitaman pekat.
Jika dibandingkan dengan sampel pertama dan kedua, warna yang paling pekat terlihat dari
asam borax ini. Dapat dipastikan bahwa pada pH ini enzim telah mengalami perubahan
sehingga telah berkurang keaktifannya menjadi sangat lambat untuk dapat menghidrolisis
amilum menjadi senyawa sederhana. Sehingga jika dibandingkan bahwa asam borax
memiliki waktu yang lebih lama untuk menghidrolisis amilum menjadi senyawa sederhana
dibandingkan dengan sitrat dan asam karbonat.
Itu artinya bahwa ketiga sampel yang telah diujikan menunjukkan hasil yang negatif.
Karena hasil akan positif apabila warna larutan yang semula berwarna biru kehitaman pekat
berubah menjadi kuning muda atau bening. Menandakan bahwa semua amilum telah
terhidrolisis dan sudah tidak dapat bereaksi dengan iodium. Karena enzim amilase telah
berhasil memutus ikatan glikosida sehingga amilum berubah menjadi senyawa-senyawa
sederhana seperti glukosa. Kemungkinan apabila ditambah waktunya maka larutan akan
berubah menjadi positif namun dapat dipastikan bahwa masing-masing pH yang ditambahkan
menunjukkan keaktifan reaksi enzim yang lambat. Sehingga banyak enzim yang rusak dan
harus bergantian substrat masuk pada sisi aktif enzim untuk dapat bereaksi (Lehninger,
1998).
Pati atau amilum (amilopektin dan amilosa) yang dikonsumsi manusia akan tercerna,
dimana prosesnya akan dimulai dari pencampuran makanan dengan saliva (air liur) di dalam
mulut. Proses pencernaan di dalam mulut bertujuan untuk memecah molekul-molekul
kompleks yang berasal dari makanan, menjadi molekul lebih sederhana oleh bantuan saliva
agar dapat diserap oleh tubuh. Dalam sehari, kelenjar saliva dapat mengekskresikan sekitar 1
liter saliva yang mengandung beberapa komponen, termasuk enzim α-amilase. α-amilase
merupakan nama lain enzim amilase di dalam mulut, yaitu ptialin. Amilase bekerja untuk
substrat yang spesifik, yaitu amilum. Amilase akan menghidrolisis amilum menjadi gula
sederhana seperti maltosa.
Untuk menguji pengaruh konsentrasi enzim terhadap reaksi enzimatis dalam
percobaan ini, disediakan 4 tabung reaksi berisi masing-masing amilum dan akan
ditambahkan iodium dengan volume yang sama. Perbedaan konsentrasi/volume saliva yang
ditambahkan bertujuan untuk menentukan pengaruh peningkatan konsentrasi enzim dengan
pada reaksi enzimatis.
Saat amilum ditetesi dengan iodium, akan terjadi reaksi yang ditandai dengan
terbentuknya warna biru kehitaman. Artinya, pembentukan warna biru kehitaman pada
tabung reaksi menandakan kehadiran pati/amilum. Hal inilah yang terjadi pada tabung reaksi
1 – 4. Saat campuran saliva dengan amilum ditetesi dengan iodium, tampak adanya warna
biru kehitaman yang terbentuk. Namun, warna ini akan memudar bahkan hilang dalam
beberapa saat pada tabung reaksi dengan konsentrasi saliva tertentu. Semakin memudarnya
warna biru kehitaman tersebut menandakan bahwa semakin banyak amilum yang telah
terhidrolisis menjadi gula sederhana.
Berdasarkan hasil pengamatan, tampak pada tabung 1, cairannya menjadi berwarna
biru kehitaman dan pekat. Warna ini terlihat semakin memudar pada tabung 2 hingga tabung
4, seiring meningkatnya konsentrasi saliva yang ditambahkan ke dalam masing-masing
tabung. Tabung 4, yang mengandung konsentrasi saliva paling tinggi (2 ml), memiliki warna
biru gelap yang paling pudar. Dengan demikian, diketahui bahwa dengan konsentrasi amilum
yang sama, peningkatan konsentrasi saliva (enzim amilase) akan meningkatkan efektivitas
kerja enzim amilase dalam menghidrolisis amilum menjadi gula sederhana.
Selain itu, saat jumlah substrat tidak terbatas, peningkatan konsentrasi enzim akan
meningkatkan laju reaksi katalis secara linier. Namun, saat semua sisi aktif enzim telah
berikatan dengan substrat, laju reaksi akan tetap bahkan dapat menurun.
Pada hasil praktikum yang dilihat di video youtube, tabung 5 atau tabung dengan
komposisi 1 ml saliva, 1 ml iodium dan 1 ml amilum (tabung 1 pada tabel) menghasilkan
larutan berwarna hitam kecoklatan namun tidak terlalu pekat. Pada tabung reaksi ke 6 yang
merupakan gabungan dari 1 ml saliva, 1 ml iodium dan 2 ml amilum (tabung 2 pada tabel)
hasil pengamatan menghasilkan warna hitam kecoklatan dan lebih pekat jika dibandingkan
dengan tabung ke 1. Tabung reaksi ke 7 dengan kandungan 1 ml saliva, 1 ml iodium dan 4 ml
amilum (tabung 3 pada tabel) menghasilkan warna hitam dengan sedikit coklat diatasnya dan
lebih pekat daripada tabung 1 dan 2. Pada tabung reaksi yang terakhir yaitu kandungan dari 1
ml saliva, 1 ml iodium dan 6 ml amilum (tabung 4 pada tabel) menghasilkan warna hitam dan
memiliki kepekatannya yang tinggi dari pada tabung reaksi lainnya.
Hal ini berarti semakin banyak kandungan substrat amilum yang digunakan akan
menghasilkan warna yang lebih gelap atau semakin hitam serta menghasilkan larutan yang
lebih pekat. Penggunaan reagen basa seperti NaOH dapat mempermudah reaksi antara enzim
dan substrat dikarenakan NaOH menyebabkan pemutusan ikatan ester dan glikosidik dan
pemecahan lignin dan meningkatkan daya tembus enzim masuk ke selulosa dan
hemiselulosa (Amelia, 2012).
Substrat merupakan spesifikasi enzim dan enzim mempercepat reaksi kimia spesifik
tanpa pembentukan produk samping. Enzim ini bekerja dalam cairan larutan encer, suhu, dan
pH yang sesuai dengan kondisi fisiologis biologis. Pengaruh konsentrasi substrat terhadap
kerja enzim adalah ketika sisi aktif enzim belum bekerja seluruhnya, penambahan konsentrasi
substrat dapat mempercepat laju reaksi. Namun, jika semua sisi aktif enzim sudah bekerja,
maka penambahan konsentrasi substrat tidak akan mempercepat laju reaksi (Poedjiadi A., &
Supriyani, 2006).
Tingkat keempukan daging umumnya dapat diperbaiki dengan penggunaan enzim
proteolitik. Protein yang menyusun daging dapat dihidrolisis menggunakan enzim proteolitik
untuk diperoleh daging yang lebih empuk. Daging disusun oleh jaringan ikat dan otot yang
kaya protein, oleh karena itu keempukan daging dipengaruhi oleh struktur miofibril antara
aktin dan miosin (aktomiosin), kekuatan jaringan ikat dan daya ikat air oleh protein pada
daging. Pada pengamatan ini,digunakan jus nanas yang kaya akan enzim bromelin sebagai
media untuk mengempukkan daging.Bromelin termasuk enzim proteolitik yang berguna
untuk memecah ikatan peptida yang ada di dalam miosin menjadi asam amino yang
bentuknya lebih sederhana. Apabila ikatan miosin melemah, maka akan berpengaruh
terhadap struktur miofibril lainnya seperti otot daging yang menjadi tidak kaku serta
kekerasan dan kepadatannya menurun sehingga daging menjadi lebih empuk (Ismanto dan
Basuki, 2017).
Pada pengamatan ini, digunakan jus nanas dari 1 buah yang sama untuk merendam
daging sapi selama 1 jam pada 2 wadah berbeda yang dilakukan pada suhu kulkas dan suhu
ruang. Berdasarkan hasil pengamatan, daging sapi yang direndam dalam jus nanas pada suhu
ruang mampu mempengaruhi keempukan daging lebih baik daripada perendaman dalam suhu
kulkas. Pada suhu kulkas, daging memiliki tekstur yang masih cukup padat tidak jauh
berbeda dengan tekstur daging sebelum dilakukan perendaman, sementara daging menjadi
cukup lunak setelah direndam pada suhu ruang.Perbedaan tersebut karena adanya peran suhu
pada aktivitas enzim. Enzim proteolitik seperti bromelin bersifat tahan panas sehingga
bekerja optimal pada suhu ruang hingga suhu yang cukup tinggi sekitar 70°C.Mulanya pH
daging sering mengalami naik turun setelah pemotongan dan jaringan ikat dan otot menjadi
kaku (fase rigor mortis). Pengaruh suhu ruang, lama perendaman dan enzim bromelin dapat
mengakibatkan pH daging naik lebih cepat, sehingga aktivitas enzim untuk memecah protein
juga menjadi lebih cepat dan daging menjadi lebih empuk (Arti, dkk., 2019). Adapun waktu,
jumlah jus/ekstrak nanas dan suhu perendaman harus tetap diperhatikan karena apabila
konsentrasi nanas sudah tinggi maka waktu perendaman akan menjadi lebih singkat (Utami,
dkk., 2011).
Pada hasil praktikum yang telah dilakukan dengan mendiamkan daging sapi pada
60ml juice pepaya selama satu jam, diperoleh hasil daging sapi pada kedua perlakuan yang
mengalami pengempukan, tetapi ada sedikit perbedaan. Dimana daging yang berada pada
suhu ruang memiliki tingkat keempukan yang lebih tinggi daripada daging yang direndam
pada suhu kulkas. Hal ini dapat terjadi akibat enzim papain yang mengalami peningkatan
pada suhu tinggi.Berdasarkan Jurnal (Prayitno, dkk., 2020) yang menyatakan bahwa buah
pepaya mengandung enzim papain. Enzim papain merupakan enzim protease yang
terkandung dalam getah pepaya dan mampu memecah rantai panjang molekul protein
menjadi molekul-molekul yang lebih kecil. Berdasarkan literatur (Soeparno, 1998),
menyatakan bahwa enzim proteolitik akan merusak mukopolisakarida dari matriks substansi
dasar, yang akan membuat menurunnya serat-serat tanunan pengikat, dalam proses inilah
miofibril dan kolagen terhidrolisis sehingga menyebabkan hilangnya ikatan antar serat daging
sapi dan juga serat fragmen menjadi pendek dan akan membuat sifat serat otot akan lebih
mudah terpisah dan menjadikan daging sapi semakin empuk.
Dari segi warna, terjadi penurunan setelah perendaman daging pada jus nanas pada
suhu kulkas maupun suhu ruang yang menunjukkan warna daging tampak lebih gelap dari
sebelumnya. Namun, warna daging pada suhu kulkas lebih cerah daripada warna daging pada
perendaman dalam jus nanas di suhu ruang. Krisnadi (2019) yang melakukan uji perendaman
daging dalam ekstrak nanas selama 15, 30 dan 45 menit menyatakan bahwa berdasarkan hasil
pengamatan yang ia lakukan diketahui bahwa semakin lama waktu proses perendaman
daging dalam nanas berpengaruh terhadap penurunan kualitas fisik warna dan daging menjadi
tampak tidak segar.
Perbedaan warna pada daging sapi sebelum dan sesudah dilakukan perendaman pada
jus pepaya dapat jelas terlihat bahwa terjadinya penurunan tingkat kecerahan warna pada
daging sapi non kontrol. Daging sapi yang awalnya berwarna merah segar beralih menjadi
merah keunguan. Namun perbedaan warna tersebuat juga dapat dipengaruhi oleh perlakuan
pada suhu kulkas dan suhu ruang. Hal tersebut juga disampaikan dalam literatur (Winarmo,
1983),yang menyatakan bahwa perendaman daging pada enzim bukan hanya menghasilkan
daging yang memiliki tekstur lunak, tetapi akan berpengaruh terhadap perubahan warnanya
menjadi kuat atau memudar. Namun pada perubahan warna rata-rata menunjukkan bahwa
enzim papain dapat mempertahankan warna merah daging. Hal ini juga sejalan dengan
literatur (Vina Oktapiani, 2015), yang menyatakan bahwa untuk warna yang segar atau baik
pada daging yang menggunakan enzim papain didapatkan pada suhu 4 ℃ pada waktu 60
menit yang menunjukkan warna merah keunguan.
Adapun dari segi aroma, suhu kulkas membantu menutupi aroma amis daging,
sementara perendaman dalam jus nanas pada suhu ruang mempertahankan aroma amis
daging sehingga aroma daging tidak berubah dari sebelum dilakukan perendaman. Hal-hal
tersebut disebabkan perendaman pada suhu kulkas dengan menyimpannya selama 1 jam
mengakibatkan daging mengalami proses pendinginan ataupun pembekuan. Perlakuan suhu
rendah pada daging biasanya dilakukan untuk memperpanjang umur simpannya, dengan
menutupi dan menghindari daging dari segala ciri yang mampu menyebabkan kebusukan
seperti menghindari mikroba perusak dan menginaktivasi enzim. Oleh karena itu daripada
mempercepat kerja enzim dalam memecah protein untuk pengempukan, perendaman daging
dalam jus nanas pada suhu kulkas lebih berperan untuk mempertahankan kualitas warna dan
aroma daging. Sehingga, untuk tujuan pengempukan dengan enzim bromelin pada suhu
kulkas tidak lebih baik dari pengempukan dengan perendaman dalam jus nanas pada suhu
ruang (Faridah, 2018).
Pada daging sapi dengan perlakuan perendaman jus pepaya di suhu kulkas,sudah
mengalami penurunan aroma. Aroma yang muncul adalah aroma buah pepaya segar. Hal ini
dapat terjadi karena terjadinya perubahan pH dan laju reaksi yang sejalan dengan tinggi
rendahnya suhu. Hal ini sejalan dengan literatur (Rosita dkk., 2019), yang menyatakan bahwa
struktur daging akan terbuka sehingga menghasilkan penolakan miofilamen dan memberikan
lebih banyak ruang untuk molekul air.

V. KESIMPULAN
1. Pada sampel sitrat dengan pH 4 menunjukkan perubahan warna setelah 5 menit
yaitu hasilnya berwarna bening hitam tidak pekat.
2. Pada sampel asam karbonat dengan pH 10 menunjukkan perubahan warna setelah
5 menit yaitu hasilnya berwarna ungu kebiruan tidak pekat.
3. pada sampel asam borax dengan pH 7,6 menunjukkan perubahan warna setelah 5
menit yaitu hasilnya berwarna biru kehitaman pekat.
4. Saliva mengandung enzim amilase yang disebut dengan ptialin.
5. Amilase adalah enzim pencernaan yang berfungsi untuk menghidrolisis amilum
menjadi gula sederhana.
6. Reaksi amilum dengan iodium akan menghasilkan warna biru kehitaman.
7. Reaksi hidrolisis amilum oleh enzim amilase menjadi gula sederhana ditandai
dengan hilangnya warna biru kehitaman.
8. Semakin tinggi konsentrasi enzim, semakin efektif kerja enzim dalam reaksi
katalis.
9. Laju reaksi katalis meningkat secara linear seiring peningkatan konsentrasi enzim
saat jumlah substrat tidak terbatas. Sebaliknya, laju reaksi akan tetap bahkan
menurun jika jumlah substrat terbatas.
10. Semakin banyak kandungan substrat amilum yang digunakan akan menghasilkan
warna yang lebih gelap atau semakin hitam serta menghasilkan larutan yang lebih
pekat
11. Pengaruh konsentrasi substrat terhadap kerja enzim adalah saat sisi aktif enzim
belum bekerja seluruhnya, penambahan konsentrasi substrat dapat mempercepat
laju reaksi
12. Enzim bromelin dari buah nanas dan enzim papain dari buah pepaya termasuk ke dalam
jenis enzim proteolitik yang berperan besar untuk mengempukkan daging. Kedua enzim
tersebut bekerja dengan memecahkan ikatan peptida pada protein menjadi asam amino
yang sederhana. Peristiwa tersebut berpengaruh untuk membuat daging menjadi lebih
empuk.
13. Pengaruh suhu menunjukkan dampak nyata dimana daging yang berada pada suhu ruang
memiliki tingkat keempukan yang lebih tinggi daripada daging yang direndam pada suhu
kulkas. Hal ini dapat terjadi akibat enzim protease seperti bromelin dan papain bekerja
lebih optimal pada suhu tinggi.
14. Enzim bromelin dan papain sama-sama berperan dengan baik dalam menghidrolisis
protein untuk mendapatkan daging yang empuk. Namun berdasarkan pengamatan, enzim
bromelin lebih efektif untuk pengempukan daging sedangkan enzim papain cenderung
lebih efektif dalam mempertahankan warna merah segar daging pada perlakuan suhu
ruang maupun suhu kulkas selama 60 menit.
DAFTAR PUSTAKA
Amelia A.A. M. 2012. Pengaruh variasi konsentrasi enzim dan substrat terhadap sakarifikasi
limbah pengolahan kertas menggunakan enzim selulase dari Bacillus sp. BPPT CC
RK2. Jakarta
Arti, I.M., A.N. Huda, dan E.Y. Pratama. 2019. Karakteristik fisik daging sapi has dalam
padaperendaman berbagai bagian buah nanas. FoodTech: Jurnal Teknologi Pangan.
2(2): 11-23. DOI: 10.26418/jft.v2i2.40798

Faridah, A. 2018. Teknologi Pangan. CV. Berkah Prima, Padang.

Ismanto, A. dan R. Basuki. 2017. Pemanfaatan ekstrak buah nanas dan ekstrak buah pepaya
sebagai bahan pengempuk daging ayam parent stock afkir. Jurnal Peternakan
Sriwijaya. 6(2): 60-69. DOI: 10.33230/JPS.6.2.2017.5081

Krisnadi, A.R. 2019. Uji coba proses pengempukan daging dengan ekstrak daun pepaya dan
ekstrak buah nanas. Jurnal Sosial Humaniora dan Pendidikan. 3(2): 154-163. DOI:
10.32487/jshp.v3i2.674

Lehninger, M. A. L. 1998. Dasar-Dasar Biokimia. Erlangga, Jakarta.


Martoharsono dan Soeharsono. 1990. Biokimia Jilid I. Gadjah Mada Press, Yogyakarta
Oktapiani, Vina. 2015. Aplikasi enzim papain dan enzim bromelin pada proses pengempukan
daging. Juli 2015 – vinaoktap (wordpress.com). Diakses pada 13 Desember 2021.

Poedjiadi A., dan Supriyanti F. M. 2007. Dasar-Dasar Biokimia. UI Press, Jakarta


Poedjiadi, A., Supriyani, T.F.M.. 2006. Dasar-dasar Biokimia, Eksperimen Laboratorium,
Prayitno, S. Setyo, J. Sumarmono, A. Hantoro Djoko Rahardjo. 2020. Pengaruh lama
perendaman daging itik afkir pada ekstrak kulit buah carica (Carica candamarcensis)
terhadap keempukan dan susut masak daging. Jurnal Peteernakan Nusantara. 6(1):
15-20.

Rosita, Ali Husni, Riyanti, dan Dian Septinova. 2019. Pengaruh perendaman daging sapi
dalam berbagai konsentrasi blend jahe (Zingiber officinale Roscoe) terhadap ph,
daya ikat air, dan susut masak. Jurnal Riset dan Inovasi Pertanian.3(1): 31-37.

Widya Medika, Bagian Biokimia FKUI. Jakarta


Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Sumbono, A. 2016. Enzim Seri Biokimia Pangan dasar. CV Budi Utama, Yogyakarta.
Utami, D.P., Pudjomartatmo, dan M.P. Nuhriawangsa. 2011. Manfaat bromelin dari ekstrak
buah nanas (Ananas comosus L. Merr) dan waktu pemasakan untuk meningkatkan
kualitas daging itik afkir. Sains Peternakan: Jurnal Penelitian Ilmu Peternakan. 9(2):
82-87. DOI: 10.20961/sainspet.v9i2.4812

Wahyuni, S. 2017. Biokimia Enzim dan Karbohidrat. UNIMAL Press, Aceh.


Winarno, F. G. 1983. Enzim Pangan. PT Gramedia, Jakarta.
https://www.youtube.com/watch?v=7KJXYYN5Z20
https://www.youtube.com/watch?v=5EATrcC5tio
https://www.youtube.com/watch?v=ISf6ClTbg78

Anda mungkin juga menyukai