Ketahanan Pangan.
Ketahanan Pangan.
Abstrak
Dengan penduduk 216 juta jiwa, Indonesia saat ini membutuhkan bahan pangan
pokok sekurang-kurangnya 53 juta ton beras, 12,5 juta ton jagung dan 3,0 juta ton
kedelai. Jika tidak diimbangi dengan laju pertumbuhan produksi pangan dalam negeri
secara signifikan, dapat menyebabkan ketahanan pangan nasional rendah. Meskipun
upaya peningkatan produksi pangan di dalam negeri saat ini terus dilakukan, namun
laju peningkatannya masih belum mampu mencukupi kebutuhan pangan dalam negeri
karena produktivitas tanaman pangan serta peningkatan luas areal yang stagnan
bahkan cenderung menurun.
Pendahuluan
Pangan adalah kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Banyak
contoh negara dengan sumber ekonomi cukup memadai tetapi mengalami kehancuran
karena tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan bagi penduduknya. Sejarah juga
menunjukkan bahwa strategi pangan banyak digunakan untuk menguasai pertahanan
musuh. Dengan adanya ketergantungan pangan, suatu bangsa akan sulit lepas dari
cengkraman penjajah/musuh. Dengan demikian upaya untuk mencapai kemandirian
dalam memenuhi kebutuhan pangan nasional bukan hanya dipandang dari sisi untung
rugi ekonomi saja tetapi harus disadari sebagai bagian yang mendasar bagi ketahanan
nasional yang harus dilindungi.
Jumlah penduduk Indonesia saat ini mencapai 216 juta jiwa dengan angka
pertumbuhan 1.7 % per tahun. Angka tersebut mengindikasikan besarnya bahan
pangan yang harus tersedia. Kebutuhan yang besar jika tidak diimbangi peningkatan
produksi pangan justru menghadapi masalah bahaya latent yaitu laju peningkatan
produksi di dalam negeri yang terus menurun. Sudah pasti jika tidak ada upaya untuk
meningkatkan produksi pangan akan menimbulkan masalah antara kebutuhan dan
ketersediaan dengan kesenjangan semakin melebar.
Keragaan laju peningkatan produksi tiga komoditi pangan nasional padi, jagung
dan kedelai tersebut sebagaimana tampak dalam tabel 1.
KETAHANAN PANGAN DAN TEKNOLOGI PRODUKTIVITAS MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN INDONESIA Page 1 of 12
utama di atas menunjukkan kesenjangan yang terus melebar; khusus pada kedelai
sangat memprihatinkan. Kesenjangan yang terus meningkat ini jika terus di biarkan
konsekwensinya adalah peningkatan jumlah impor bahan pangan yang semakin besar,
dan kita semakin tergantung pada negara asing.
Impor beras yang meningkat pesat terjadi pada tahun 1996 dan puncaknya pada
tahun 1998 yang mencapai 5,8 juta ton. Kondisi ini mewarnai krisis ekonomi yang
terjadi pada tahun 1997 dimana produksi beras nasional turun yang antara lain karena
kekeringan panjang.
Pada komoditi jagung meskipun pada tahun 1996 terjadi penurunan produksi,
namun pada tahun 1998 justru terjadi surplus (ekspor) meskipun hanya kecil. Hal ini
diduga karena banyak masyarakat yang memanfaatkan lahan tidur untuk komoditas
jagung. Namun pada tahun-tahun berikutnya sampai saat ini produksi jagung
cenderung turun dan impor semakin besar (lebih dari 2 juta ton/tahun).
Melihat kenyataan tersebut seakan kita tidak percaya sebagai negara agraris
yang mengandalkan pertanian sebagai tumpuan kehidupan bagi sebagian besar
penduduknya tetapi pengimpor pangan yang cukup besar. Hal ini akan menjadi
hambatan dalam pembangunan dan menjadi tantangan yang lebih besar dalam
mewujudkan kemandirian pangan bagi bangsa Indonesia. Oleh karena itu diperlukan
langkah kerja yang serius untuk mengoptimalkan sumber daya yang ada dalam rangka
memenuhi kebutuhan pangan dalam negeri.
KETAHANAN PANGAN DAN TEKNOLOGI PRODUKTIVITAS MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN INDONESIA Page 2 of 12
Rata-rata produktivitas tanaman pangan nasional masih rendah. Rata-rata
produktivitas padi adalah 4,4 ton/ha (Purba S dan Las, 2002) jagung 3,2 ton/ha dan
kedelai 1,19 ton/ha. Jika dibanding dengan negara produsen pangan lain di dunia
khususnya beras, produktivitas padi di Indonesia ada pada peringkat ke 29. Australia
memiliki produktivitas rata-rata 9,5 ton/ha, Jepang 6,65 ton/ha dan Cina 6,35 ton/ha
( FAO, 1993).
Tingkat kesuburan lahan pertanian produktif terus menurun; revolusi hijau dengan
mengandalkan pupuk dan pestisida memiliki dampak negatif pada kesuburan tanah
yang berkelanjutan dan terjadinya mutasi hama dan pathogen yang tidak diinginkan.
Sebagai contoh lahan yang terus dipupuk dengan Urea (N) cenderung menampakkan
respon kesuburan tanaman seketika, tetapi berdampak pada cepat habisnya bahan
organik tanah karena memacu berkembangnya dekomposer dan bahan organik
sebagai sumber makanan mikroba lain habis (< 1%). Pemakaian pupuk kimia, alkali
dan pestisida yang terus menerus menyebabkan tumpukan residu yang melebihi daya
dukung lingkungan yang jika tidak terurai akan menjadi racun tanah dan tanah
menjadi Sakit. Akibatnya disamping hilangnya mikroba pengendali keseimbangan
daya dukung kesuburan tanah, ketidak-seimbangan mineral dan munculnya mutan-
mutan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang kontra produktif. Di lahan
sawah/irigasi dengan berbagai upaya program revolusi hijau yang telah ada tidak lagi
memberikan kontribusi pada peningkatan produktivitas karena telah mencapai titik
jenuh (Levelling Off) dan produktivitas yang terjadi justru cenderung menurun.
KETAHANAN PANGAN DAN TEKNOLOGI PRODUKTIVITAS MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN INDONESIA Page 3 of 12
Upaya yang harus dilakukan adalah melakukan Soil Management untuk
mengembali-kan kesuburan tanah dengan memasukkan berbagai ragam mikroba
pengendali yang mempercepat keseimbangan alami dan membangun bahan organik
tanah, kemudian diikuti dengan pemupukan dengan jenis dan jumlah yang tepat dan
berimbang serta teknik pengolahan tanah yang tepat. Telah diketahui bahwa mikro-
organisme unggul berguna dapat diintroduksikan ke tanah dan dapat diberdayakan
agar mereka berfungsi mengendalikan keseimbangan kesuburan tanah sebagaimana
mestinya. Selain itu, sekumpulan mikro-organisme diketahui menghuni permukaan
daun dan ranting. Sebagian dari mereka ada yang hidup mandiri, bahkan dapat
menguntungkan tanaman (Mashar, 2000). Prinsip-prinsip hayati yang demikian telah
diungkapkan dalam kaidah-kaidah penerapan pupuk hayati (misal : Bio P 2000 Z).
Eksplorasi potensi genetik tanaman yang masih belum optimal tampak pada
kesenjangan hasil petani dan hasil produktivitas di luar negeri atau hasil dalam
penelitian. Dalam hal ini teknologi pemuliaan telah mengalami kemajuan yang cukup
berarti dalam menciptakan berbagai varietas unggul berpotensi produksi tinggi.
Meskipun upaya breeding modern, teknologi transgenik dan hibrida dirancang agar
tanaman yang dikehendaki memiliki kemampuan genetik produksi tinggi (Gurdev S
Kush, 2002), tetapi jika dalam menerapkannya di lapangan asal-asalan, maka
performa keunggulan genetiknya tidak nampak. Hasil penggunaan varietas unggul di
lapangan seringkali masih jauh dari harapan. Penyebabnya adalah masih belum
dipahaminya teknik budidaya sehingga hasil yang didapat belum menyamai
potensinya, apalagi melebihi.
Untuk mendapatkan performa hasil maksimal dari tanaman unggul baru yang
diharapkan memerlukan persyaratan-persyaratan khusus Presisi dalam budidayanya
seperti kesuburan lahan, pemupukan, mengamankan dari OPT (Anonim, 2003)
dan/atau perlakuan spesifik lainnya. Pada kenyataannya baik tanaman unggul seperti
padi VUB, Hibrida dan PTB; dan kedelai serta Jagung hibrida akan mampu berproduksi
tinggi jika pengawalan manajemen budidayanya dipenuhi dengan baik, tetapi jika
tidak justru terjadi sebaliknya. Hasilnya lebih rendah dari varietas lokal. Hal ini berarti
bakal calon penerapan varietas unggul berproduktivitas tinggi harus dilakukan
pengawalan dan manajemen teknologi penyerta dengan baik dan diterapkan secara
paripurna. Untuk hal tersebut petani harus diberikan dampingan dan memanejemen
budidaya secara intensif.
Dari sisi perluasan areal lahan tanaman pangan ini upaya yang dapat ditempuh
adalah: (1) Memanfaatkan lahan lebak dan pasang surut termasuk di kawasan pasang
surut (Alihamsyah, dkk, 2002) (2) Mengoptimalkan lahan tidur dan lahan tidak
produktif di pulau Jawa. Kedua pilihan di atas mutlak harus di barengi dengan
KETAHANAN PANGAN DAN TEKNOLOGI PRODUKTIVITAS MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN INDONESIA Page 4 of 12
menerapkan teknologi produktivitas mengingat sebagian besar lahan tersebut tidak
subur untuk tanaman pangan.
Luas lahan pasang surut dan Lebak di Indonesia diperkirakan mencapai 20,19
juta hektar dan sekitar 9,5 juta hektar berpotensi untuk pertanian serta 4,2 juta hektar
telah di reklamasi untuk pertanian (Ananto, E.,2002). Memanfaatkan lahan lebak dan
Pasang Surut dipandang sebagai peluang terobosan untuk memacu produksi meskipun
disadari bahwa produktivitas di lahan tersebut masih rendah. Produktivitas rata-rata
tanaman pangan padi, Jagung dan Kedelai di lahan lebak/pasang surut dengan
penerapan teknologi konvensional hasilnya masih rendah yaitu : secara berturut turut
sekitar 3,5 ton/ha; 2,8 ton/ha dan 0,8 ton/ha. Kendala utama pengembang di lahan ini
adalah keragaman sifat fisiko-kimia seperti pH yang rendah, kesuburan rendah,
keracunan tanah dan kendala Bio fisik seperti pertumbuhan gulma yang pesat, OPT
dan cekaman Air (Moeljopawiro, S., 2002)
Lahan kering di Indonesia sebesar 11 juta hektar yang sebagian besar berupa
lahan tidur dan lahan marginal sehingga tidak produktif untuk tanaman pangan. Di
Pulau Jawa yang padat penduduk, rata-rata pemilikan lahan usaha tani berkisar hanya
0,2 ha/KK petani. Namun, banyak pula lahan tidur yang terlantar. Ada 300.000 ha
lahan kering terbengkelai di Pulau Jawa dari kawasan hutan yang menjadi tanah
kosong terlantar. Masyarakat sekitar hutan dengan desakan ekonomi dan tuntutan
lapangan kerja tidak ada pilihan lain untuk memanfaatkan lahan-lahan kritis dan lahan
kering untuk usaha tani pangan seperti jagung, padi huma dan kedelai serta kacang
tanah. Secara alamiah hal ini membantu penambahan luas lahan pertanian pangan,
meskipun disadari bahwa produktivitas di lahan tersebut masih rendah, seperti jagung
2,5 3,5 ton/ha dan padi huma 1,5 ton/ha dan kedelai 0,6 1,1 ton/ha, tetapi
pemanfaatannya berdampak positif bagi peningkatan produksi pangan.
Melihat kenyataan di atas maka solusi terbaik adalah: (1) pemerintah sebaiknya
memberikan ijin legal atas hak pengelolaan lahan yang telah diusahahan petani yaitu
semacam HGU untuk usaha produktif usaha tani tanaman pangan sehingga petani
dapat memberikan kontribusi berupa pajak atas usaha dan pemanfaatan lahan
tersebut, (2) memberikan bimbingan teknologi budidaya khususnya untuk menerapkan
teknologi organik dan Bio/hayati guna meningkatkan kesuburan lahan dan menjamin
usaha tani yang berkelanjutan dan ramah lingkungan dan (3) Melibatkan stakeholder
dan swasta yang memiliki komitmen menunjang dalam sistem Agribisnis tanaman
KETAHANAN PANGAN DAN TEKNOLOGI PRODUKTIVITAS MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN INDONESIA Page 5 of 12
pangan sehingga akan menjamin kepastian pasar, Sarana Input teknologi produktivitas
dan nilai tambah dari usaha tani terpadunya. Pengelolaan lahan kering untuk
pertanian dapat dilakukan dengan menerapkan teknologi produktivitas organik agar
memberikan kontribusi yang nyata bagi peningkatan produksi pangan dan
kesejahteraan masyarakat. Sebagai contoh jika 150.000 ha lahan ini digunakan untuk
budidaya Jagung jika dengan tambahan teknologi produktivitas organik dapat
menghasilkan rata-rata 6,5 ton/ha yang dilakukan dengan 2 kali MT maka akan terjadi
penambahan produksi sebesar: 1,95 juta ton jagung, berarti akan mensubstitusi lebih
dari 60% impor Jagung. Multiple effek dari usaha tani tanaman pangan ini sangat
berarti dalam upaya meningkatkan kesejahteraan petani dan masyarakat sekitar dan
bagi kepentingan nasional.
KETAHANAN PANGAN DAN TEKNOLOGI PRODUKTIVITAS MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN INDONESIA Page 6 of 12
Melihat kondisi saat ini dan trend produksi pangan yang semakin tergantung
impor dan bergesernya pola konsumsi masyarakat maka untuk mencapai kemandirian
pangan ke depan harus dilakukan melalui upaya-upaya terpadu secara terkonsentrasi
pada peningkatan produksi pangan nasional yang terencana mulai presisi di sektor
hulu proses (on farm) dan hilirnya. Yang perlu ditekankan adalah: peningkatan
produktivitas dan penerapan teknologi bio/hayati organik, perluasan areal pertanian
pangan dan optimalisasi pemberdayaan sumber daya pendukung lokalnya, kebijakan
tataniaga pangan dan pembatasan impor pangan, pemberian kredit produksi dan
subsidi bagi petani pangan, pemacuan kawasan sentra produksi dan ketersediaan silo
untuk stock pangan sampai tingkat terkecil dalam mencapai swasembada pangan di
setiap daerah. Untuk itu pemacuan peningkatan produksi pangan nasional harus
ditunjang dengan kesiapan dana, penyediaan lahan, teknologi, masyarakat dan
infrastrukturnya yang dijadikan sebagai kebijakan ketahanan pangan nasional.
Padi
Dalam kurun waktu satu dasa warsa ke depan Indonesia harus mampu mandiri
dalam memenuhi kebutuhan pangan bagi masyarakat-nya. Tabel 2 menggambarkan
keragaan pemacuan produksi dan pengurangan impor padi yang dipandang rasional.
Dengan asumsi pertumbuhan penduduk rata-rata per tahun 1,5 % dan impor
beras sekitar 1,5 - 2 juta ton pada tahun 2003 dan produksi dalam negeri sekitar 52
juta ton, maka untuk mencapai swasembada pada tahun 2010 diperlukan trend
peningkatan produksi sebesar 1,8 2,1 % pertahun. Peningkatan ini sangat rasional
dan dapat dilakukan dengan melihat potensi produk-tivitas yang dapat ditingkatkan
dan potensi ketersediaan lahan baru yang dapat dibuka seperti lahan pasang surut,
lebak dan lahan kering untuk padi (Suprihatno, dkk, 1999; Irianto, Gatot, dkk., 2002).
Jagung
Pada tahun 2002 impor jagung mencapai 2,2 juta ton dan sejak tahun 2000
pertumbuhan produksinya menunjukkan trend yang cenderung negatif. Melihat potensi
yang ada bahwa hal upaya memacu produksi jagung dalam 10 tahun kedepan masih
dapat dilakukan, bahkan sekalipun untuk dapat mencapai surplus (ekspor). Dengan
menciptakan tingkat pertumbuhan produksi 2 % sampai 6,5 %per tahun maka pada
tahun 2010 Indonesia akan dapat mengekspor jagung. Hal ini sangat rasional untuk
dapat diwujudkan dan dicapai mengingat masih banyak lahan tidur dan lahan kering
potensial yang dapat dimanfaatkan secara optimal untuk dapat meningkatkan
produksi jagung. Peluang penerapan teknologi produktivitas Bio hayati organic dan
penerapan benih hibrida untuk meningkatkan produktivitas dari rata-rata 3,5 ton/ha
menjadi lebih dari 6,5 ton/ha di lahan tersebut masih sangat rasional apalagi agribisnis
jagung telah didukung dengan tersedia dan kesiapan stakeholder dari hulu sampai
hilirnya.
Kedelai
KETAHANAN PANGAN DAN TEKNOLOGI PRODUKTIVITAS MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN INDONESIA Page 7 of 12
kembali bertanam kedelai. Upaya perimbangan impor dan pertumbuhan produksi
kedelai jika produksi dapat terus ditingkatkan secara linear dari 13 % di tahun 2003
terus tumbuh meningkat hingga 20 % pada tahun 2010. Selama dasawarsa ke depan
(2003 2013), yang rasional dilakukan adalah menekan impor dengan substitusi dari
produksi dalam negeri sampai tinggal 10 20 % impor. Hal ini relevan dengan kondisi
saat ini dan dapat terjadi jika ada pengaturan tata niaga untuk kepastian harga yang
layak saat petani panen raya dan menciptakan produktivitas kedelai yang tinggi
sehingga menurunkan biaya produksinya per satuan hasil.
Menerapkan kebijakan tata niaga kedelai, pembatasan impor (tarif bea masuk)
dan insentif/subsidi bagi petani produsen dipandang perlu pada komoditas ini karena
merupakan komoditi hajat hidup orang banyak (Inkopti, 2001), jika memang keputusan
kemandirian pangan sebagai keputusan politik untuk ketahanan pangan. Persoalan
teknologi produktivitas kedelai dan lahan sebenarnya bukan lagi sebagai
permasalahannya, hanya saja jika petani tidak diberikan subsidi teknologi,
produktivitasnya tetap rendah (< 1,2 ton/ha) dan biaya produksi per satuan produk
menjadi tinggi sehingga ke depannya tidak dapat bersaing dipasaran bebas. Upaya ini
perlu dilakukan dengan dengan menerapkan kebijakan yang simultan untuk
merangsang pertumbuhan tinggi baik dengan melibatkan stakeholder pelaku bisnis
kedelai dari hulu hingga hilir, teknologi, petani, perbankan dan pemerintah.
KETAHANAN PANGAN DAN TEKNOLOGI PRODUKTIVITAS MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN INDONESIA Page 8 of 12
ramah lingkungan. Disamping itu teknologi yang diterapkan harus bersifat sederhana,
mudah dimengerti dan dilaksanakan petani sehingga dapat diterapkan di lapangan
secara utuh dan memiliki kawalan/pendampingan di lapangan untuk menjamin
keberhasilannya.
Sebagai contoh teknologi pupuk hayati Bio P 2000 Z yang diramu dari kumpulan
mikro-organisme indegenus terseleksi bersifat unggul berguna yang dikondisikan agar
dapat hidup harmonis bersama saling bersinergi dengan kultur mikro-organisme
komersial serta dibekali nutrisi dan unsur hara mikro dan makro yang berguna bagi
mikroba dan komoditas budidaya. Sekumpulan mikro-organisme unggul berguna
dikemas dalam pupuk hayati Bio Perforasi terdiri dari dekomposer (Hetrotrop,
Putrefaksi), pelarut mineral dan phospat, fiksasi nitrogen, Autotrop (fotosintesis) dan
mikroba fermentasi serta mikroba penghubung (seperti Mycorrhiza) yang bekerja
bersinergi dan nutrisi bahan organik sederhana, seperti senyawa protein/peptida,
karbohidrat, lipida, Vitamin, senyawa sekunder, enzim dan hormon; serta unsur hara
makro: N, P, K, S, Ca, dan lainnya berkombinasi dengan hara mikro: seperti Mg, Si, Fe,
Mn, Zn, Mn, Mo, Cl, B, Cu, yang semua unsur yang disebut di atas diproses melalui
cara fermentasi.
Kesimpulan
KETAHANAN PANGAN DAN TEKNOLOGI PRODUKTIVITAS MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN INDONESIA Page 9 of 12
1. Laju pertumbuhan produksi pangan nasional dalam dasa warsa terakhir rata-rata
cenderung terus menurun sedangkan laju pertumbuhan jumlah penduduk terus
meningkat yang berarti semakin meningkat ketergantungan pangan nasional pada
impor merupakan bahaya laten bagi kemandirian dan ketahanan pangan nasional.
2. Produksi pangan yang terus menurun lebih disebabkan karena: produktivitas hasil
budidaya petani rata-rata masih rendah dan perluasan areal lahan pertanian
stagnan serta lahan yang ada cenderung menurun kualitasnya sehingga perlu
upaya mengatasi permasalahan tersebut dengan terobosan yang konstruktif dalam
produktivitas dan perluasan lahan.
6. Penerapan teknologi organik seperti Bio P 2000 Z yang memanfaatkan sinergi jasa
mikroba unggul mampu meningkatkan produktivitas tanaman lebih tinggi dari
teknologi pupuk konvensional/kimia dan memiliki manfaat memperbaiki kesuburan
lahan serta menjaga produktivitas tinggi lahan yang berkelanjutan.
Lampiran (tabel 1, 2, 3, 4)
Tabel.1
Komoditi 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003
Padi 7.99 0.12 3.18 6.75 2.73 -3.37 -0.28 3.31 2.03 -2.77 1.82 0.04
Jagung 28.36 -19.68 6.25 22.12 12.87 -5.76 15.95 -9.49 5.14 -3.41 1.92 1.42
Kedelai 20.17 -8.63 -8.37 7.41 -9.69 -10.56 -3.76 5.91 -26.41 -16.74 -21.06 13.36
KETAHANAN PANGAN DAN TEKNOLOGI PRODUKTIVITAS MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN INDONESIA Page 10 of 12
Pendudu
1.4 1.42 1.45 1.52 1.55 1.57 1.59 1.61 1.63 1.66 1.69 1.72
k
Tabel. 2
Target Produksi dan Proyeksi Impor Padi Nasional Tahun 2000 - 2010
(000 ton) 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Kebutuha 52,05 52,11 52,07 53,00 53,79 54,60 55,42 56,25 57,09 57,95 58,82
n 5 4 8 0 5 1 1 2 6 2 2
49,42 49,14 50,07 51,00 51,94 52,90 53,87 54,89 56,02 57,19 58,38
Produksi
9 4 8 0 1 0 7 0 3 1 7
Impor 2,626 2,970 2,000 2,000 1,854 1,701 1,544 1,362 1,073 761 435
Tabel. 3
Target Produksi dan Proyeksi Impor Jagung Nasional Tahun 2000 - 2010
(000 ton) 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Kebutuha 10.50 11.00 11.50 11.66 11.83 12.01 12.19 12.33 12.56 12.75 12.94
n 0 0 0 3 2 6 6 9 4 3 5
10.44 11.06 11.73 12.46 13.28
Produksi 9.676 9.165 9.278 9.409 9.625 9.969
5 5 5 6 5
Impor 824 1.835 2.222 2.254 2.213 2.047 1.251 1.314 229 257 -340
Tabel. 4
Target Produksi dan Proyeksi Impor Kedelai Nasional Tahun 2000 - 2010
(000 ton) 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Kebutuhan 2.295 2.335 2.376 2.417 2.460 2.503 2.547 2.541 2.637 2.025 2.730
Produksi 1.017 923 837 915 1.010 1.126 1.271 1.453 1.653 1.685 2.380
Impor 1.277 1.412 1.558 1.902 1.450 1.376 1.276 1.138 951 697 350
Daftar Pustaka
Abdullah Buang. 2002. Pengenbangan Padi Tipe Baru. Makalah disampaikan Pada
Seminar Temu Lapang BALITPA di KP. Pusakanegara, Subang 26 September 2002
Alihamsyah T., Muhrizal Sarwani dan Isdianto Ar-Riza. 2002. Komponen Utama
Teknologi Optimalisasi lahan Pasang Surut Sebagai Sumber Pertumbuhan
KETAHANAN PANGAN DAN TEKNOLOGI PRODUKTIVITAS MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN INDONESIA Page 11 of 12
Produksi Padi Masa Depan. Makalah disampaikan Pada Seminar IPTEK padi
Pekan Padi Nasional di Sukamandi 22 Maret 2002.
Ananto Eko. 2002. Pengembangan Pertanian Lahan rawa Pasang Surut Mendukung
Peningkatan Produksi Pangan. Makalah disampaikan Pada Seminar IPTEK padi
Pekan Padi Nasional di Sukamandi 22 Maret 2002.
BPS ( Biro Pusat Statistik). 2001. Stasistik Indonesia 2000. BPS Jakarta.
FAO. 1993. Rice In human Nutrition. Food and Nutrition Series. FAO, Rome .
Gurdev S. khush. 2002. Food Security By Design: Improving The Rice Plant in
Partnership With NARS. Makalah disampaikan Pada Seminar IPTEK padi Pekan
Padi Nasional di Sukamandi 22 Maret 2002.
Purba S. dan Las I. 2002, Regionalisasi Opsi Strategi Peningkatan Produksi Beras.
Makalah disampaikan pada Seminar IPTEK padi Pekan Padi Nasional di
Sukamandi 22 Maret 2002.
Mashar Ali Zum, 2000, Teknologi Hayati Bio P 2000 Z Sebagai Upaya untuk Memacu
Produktivitas Pertanian Organik di Lahan Marginal. Makalah disampaikan
Lokakarya dan pelatihan teknologi organik di Cibitung 22 Mei 2000.
Sri Adiningsih J., M. Soepartini, A. kusno, Mulyadi, dan Wiwik Hartati. 1994. Teknologi
untuk Meningkatkan Produktivitas Lahan Sawah dan Lahan Kering. Prosiding
Temu Konsultasi Sumberdaya Lahan Untuk Pembangunan Kawasan Timur
Indonesia di Palu 17 20 Januari 1994.
KETAHANAN PANGAN DAN TEKNOLOGI PRODUKTIVITAS MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN INDONESIA Page 12 of 12