Anda di halaman 1dari 6

Konstruksi Jamban Pada Daerah Pasang Surut Pantai,

Daerah Banjir, serta Rumah Panggung


Tulisan ini sebetulnya memenuhi permintaan Mas Faidul - Kendari , saat chatting di media sillaturrahim facebook kemarin. Saya

menggunakan acuan yang dibuat WSP dan UP3D LPPM-ITS. Pada dasarnya perencanaan jamban pada daerah khusus ini tetap

mengacu pada teori hydrogeology penyebaran dan pergerakan air akibat resapan alamiah sesuai tinggi rendagnya Muka Air

Tanah (MAT). Berbagai Aspek MAT terhadap letak dan konstruksi jamban, akan saya sampaikan dilain kesempatan.

Pada kondisi khusus ini, kontruksi jamban dapat dibuat dengan dua model :

1. Jamban dengan permukaan ditinggikan. Jamban model ini dapat dilihat sebagaimana gambar dibawah ini. Dengan

meninggikan permukaan dasar bangunan jamban sehingga dapat menampung rumah jamban sekaligus penampungan
tinja di bawahnya.

2. Jamban untuk daerah banjir/pasang surut, atau rumah panggung. Jamban model ini dirancang untuk digunakan pada

daerah yang biasa terkena dampak banjir selama musim hujan. Juga cocok digunakan pada daerah pasang surut serta

rumah panggung. Jika kita lihat gambar diatas, sumur penampung tinja berada diatas tanah. Sumur ini dihubungkan

dengan slab dan closet melalui sejumlah ring beton dan pipa. Jumlah ring beton dan panjang pipa dapat disesuaikan

dengan ketinggian air selama banjir atau pasang surut. Karena sumur akan penuh selama banjir atau pasang, maka

bagian satu-satunya yang dapat digunakan dari tangki adalah bagian yang melewati permukaan banjir atau pasang.

Rumah jamban perlu ditinggikan melebihi permukaan air yang tertinggi. Jamban model ini akan lebih mahal biaya

pembuatannya daripada jamban jenis lain. Juga harus diperhitungkan semakin berkurangnya kekuatan bahan bangunan

yang digunakan akibat terendam air. Akan sangat disarankan jika menggunakan bahan dengan spesifikasi tahan air.

Persyaratan Teknis Konstruksi


Persyaratan Teknis Konstruksi model jamban diatas antara lain :

1. Tangki septic menggunakan pasangan batu bata biasa dengan adukan 1ps:2sm:3kp, sedangkan untuk adukan kedap

air/plester menguunakan adukan 1sm:3ps

2. Tangki septic harus dilengkapi dengan pipa udara dengan diameter 50 mm (2) dan tinggi 25 m dari permukaan tanah.

3. Tangki septic harus dilengkapi dengan lubang periksa yang berukuran 40 cm x 40 cm.

Persyaratan Teknis Resapan

1. Konstruksi sumur resapan merupakan sumuran yang berdiameter 80 cm dengan kedalaman 160 cm

2. Sumur resapan menggunakan pasangan batu bata system sarang lebah pada bagian bawah (daerah yang terendam air),

dan konstruksi bata dengan adukan kapur untuk bagian atas (daerah kering).

Pengurasan jamban jenis ini menjadi tidak mudah untuk dilakukan. Dampak dari pengerjaan tukang yang kurang baik, akan dapat

menyebabkan runtuh atau ring bergeser, sehingga nasehat ahli pertukangan sangat disarankan selama pengerjaan.
Tulisan ini mungkin masih jauh dari detail yang dibutuhkan rekan sanitarian. Namun setidaknya (harapannya) dapat menjadi sedikit

acuan (semoga .

Resistensi Aedes Aegypti Terhadap Insektisida


Sebagaimana kita ketahui, usaha pengendalian dan pemberantasan vektor demam berdarah telah banyak dilakukan. Selain
dengan menerapkan usaha pemberantasan sarang nyamuk (PSN), juga dilakukan fogging untuk memutus mata rantai penularan
DBD. Fogging dimaksudkan sebagai upaya membasmi nyamuk dewasa (aedes aegyti). Di pasaran, saat ini, salah satu jenis
insektisida yang digunakan untuk memberantas vektor demam berdarah dengue adalah malathion.

Malathion merupakan insektisida golongan organofosfat. Ciri khas dari malathion, antara lain mampu melumpuhkan serangga
dengan cepat dengan mekanisme menyerang sistem saraf terutama pada sinapsis. Ciri malathion lain, mempunyai toksisitas relatif
rendah terhadap mammalia dan kurang stabil terhadap vertebrata. Selain itu malathion bersifat korosif terhadap logam, berbau
khas, serta mempunyai rantai karbon yang pendek. Di pasaran bentuk malathion adalah cair, biasa diaplikasikan dalam thermal
fogging. Mode of entry malathion adalah melalui kulit, pernafasan dan pencernaan.

Namun penggunaan insektisida (untuk memberantas`n nyamuk aedes aegypti) yang kurang terkendali akan berakibat terjadinya
resistensi pada nyamuk. Menurut World Health Organization (WHO), pengertian resistensi adalah berkembangnya kemampuan
toleransi suatu spesies serangga terhadap dosis toksik insektisida yang mematikan sebagian besar populasi. Secara prinsip
mekanisme resistensi ini akan mencegah insektisida berikatan dengan titik targetnya atau tubuh serangga menjadi mampu untuk
mengurai bahan aktif insektisida sebelum sampai pada titik sasaran. Sedangkan jenis atau tingkatan resistensi itu sendiri meliputi
tahap rentan, toleran baru kemudian tahap resisten. Beberapa faktor yang mempengaruhi mekanisme resistensi insektisida pada
aedes aegypti ini, antara lain :

Faktor genetic. Faktor ini tergantung pada keberadaan gen resisten yang mampu mengkode pembentukan enzim tertentu
dalam tubun nyamuk. Enzim inih akan menetralisir keberadaan insektisida (misalnya enzim esterase).

Faktor biologis yaitu kecepatan regenerasi nyamuk aedes aegypti. Kemampuan beradaptasi terhadap tekanan alam
seperti pemberian insektisida dan didukung kecepatan regenerasi yang tinggi menyebabkan nyamuk cepat menurunkan
generasi yang resisten.

Faktor operasional meliputi bahan kimia yang digunakan, cara aplikasi, frekuensi, dosis dan lama pemakaian.

Laju perkembangan resistensi sangat dipengaruhi oleh tingkat tekanan seleksi yang diterima oleh suatu populasi nyamuk Aedes
aegypti Pada kondisi yang sama populasi yang menerima tekanan yang lebih keras akan berkembang menjadi populasi yang
resisten dalam waktu yang lebih singkat dibandingkan dengan populasi yang menerima tekanan seleksi lebih lemah.
Resistensi Aedes?

Pada dasarnya mekanisme resistensi insektisida pada serangga dapat dibagi menjadi tiga tahap. Pada tahap pertama terjadi
peningkatan detoksifikasi insektisida, sehingga insektisida menjadi tidak beracun (hal ini disebabkan pengaruh kerja enzim
tertentu). Kemudian terjadi penurunan kepekaan titik target insektisida pada tubuh,. Tahap selanjut terjadi penurunan laju penetrasi
insektisida melalui kulit, sehingga menghambat masuknya bahan aktif insektisida dan meningkatkan enzim detoksifikasi.

Untuk menilai dan mengukur tingkat resistensi vektor aedes aegypti ini dapat dilakukan dengan melakukan uji susceptibility.
Pengujian ini digunakan untuk menguji resistensi nyamuk terhadap insektisida. Uji ini menggunakan dosis insektisida sesuai
standard WHO. Secara garis besar metode penilaian uji, dilakukan dengan menghitung jumlah nyamuk yang mati setelah terpapar
insektisida. Sesuai standar ini, terdapat tiga jenis kategori pembacaan yaitu rentan jika jumlah kematian lebih dari 98%, toleran jika
jumlah kematian antara 80%-98% dan resisten jika kematian kurang dari 80%.
Pengertian dan Standar Makanan Jajanan
Makanan jajanan adalah makanan dan minuman yang diolah oleh pengrajin makanan di tempat penjualan dan atau disajikan
sebagai makanan siap santap untuk dijual bagi umum selain yang disajikan jasa boga, rumah makan/restoran, dan hotel.
Sedangkan pengertian penanganan makanan jajanan adalah kegiatan yang meliputi pengadaan, penerimaan bahan makanan,
pencucian, peracikan, pembuatan, pengubahan bentuk, pewadahan, penyimpanan, pengangkutan, penyajian makanan atau
minuman.

Makanan jajanan yang juga dikenal sebagai street foods adalah jenis makanan yang dijual di kaki lima, pinggiran jalan, di stasiun, di
pasar, tempat pemukiman, serta lokasi yang sejenis. Secara prinsip, pada umumnya makanan jajanan terbagi menjadi empat
kelompok yaitu :

1. Makanan utama atau main dish seperti bakso, mie ayam.

2. Penganan atau snack seperti makanan kemasan, kue-kue.

3. Minuman seperti berbagai macam es dan minuman kemasan.

4. Buah-buahan segar seperti mangga, melon.

Kita mengenal kehadiran makanan jajanan ini lebih dominan di sekolah. Bagi anak sekolah, makanan jajanan merupakan bagian
yang tak terpisahkan dari kegiatan sehari-hari mereka. Makanan jajanan digunakan sebagai alternatif untuk memenuhi kebutuhan
gizi anak sekolah karena keterbatasan waktu orang tua mengolah makanan di rumah. Selain murah makanan jajanan juga mudah
didapat. Berdasarkan kondisi ini seharusnya makanan jajanan dapat dikelola menjadi produk sehat yang aman dikonsumsi.
Makanan jajanan sehat adalah makanan yang memiliki ciri sebagai berikut:

1. Bebas dari lalat, semut, kecoa dan binatang lain yang dapat membawa kuman penyakit.

2. Bebas dari kotoran dan debu lain.

3. Makanan yang dikukus, direbus, atau digoreng menggunakan panas yang cukup artinya tidak setengah matang.

4. Disajikan dengan menggunakan alas yang bersih dan sudah dicuci lebih dahulu dengan air bersih.

5. Kecuali makanan jajanan yang di bungkus plastik atau daun, maka pengambilan makanan lain yang terbuka hendaklah
dilakukan dengan menggunakan sendok, garpu atau alat lain yang bersih, jangan mengambil makanan dengan tangan.

6. Menggunakan makanan yang bersih, demikian pula lap kain yang digunakan untuk mengeringkan alat-alat itu supaya
selalu bersih.

Sedangkan makanan jajanan yang aman merupakan makanan yang mempunyai syarat-syarat sebagai berikut:

1. Tidak menggunakan bahan kimia yang dilarang.

2. Tidak menggunakan bahan pengawet yang dilarang.

3. Tidak menggunakan bahan pengganti rasa manis atau pengganti gula.

4. Tidak menggunakan bahan pewarna yang dilarang.

5. Tidak menggunakan bumbu penyedap masakan atau vetsin yang berlebihan.

6. Tidak menggunakan air yang dimasak dengan tidak matang.


7. Tidak menggunakan bahan makanan yang sudah busuk, atau yang sebenarnya tidak boleh diolah, misalnya telah
tercemari oleh obat serangga atau zat kimia yang berbahaya.

8. Tidak menggunakan bahan makanan yang tidak dihalalkan oleh agama.

9. Tidak menggunakan bahan makanan atau bahan lain yang belum dikenal. oleh masyarakat.

Masalah utama yang harus kita diperhatikan terkait dengan makanan jajanan adalah buruknya sanitasi dan tidak terjaminnya
kebersihan dalam mengolah dan menyajikan makanan sehingga dapat mengakibatkan masalah kesehatan masyarakat

Tinjauan Aspek Lingkungan pada Vektor DHF


Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit infeksi virus yang dibawa melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti. Tanda-tanda
umum demam berdarah antara lain diitandai demam yang bersifat bifasik selama 2-7 hari dan adanya manifestasi pendarahan.
Haemorraghic Fever atau demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit menular yang menjadi masalah serius kita.
Penyakit ini masih sering menimbulkan KLB, juga kematian.

Demam Berdarah Dengue disebabkan virus yang termasuk kelompok B Arthropod Borne Virus (Arbovirosis) dalam genus
Flavivirus. Secara epidemiologi terdapat tiga faktor yang memegang peranan pada penularan infeksi virus dengue, yaitu manusia,
virus, dan vektor perantara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti.

Selain Eedes aegypti, keberadaan nyamuk Aedes albopictus, Aedes polynesiensis dapat berperan sebagi vector. Pada Aedes
dapat mengandung virus dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia. Kemudian virus yang ada di
kelenjar liur berkembang biak dalam waktu 8-10 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat ditularkan kembali kepada manusia
pada saat gigitan berikutnya.

Virus dalam tubuh nyamuk betina dapat ditularkan kepada telurnya (transovarian transmission), namun perannya dalam penularan
virus tidak penting. Sekali virus dapat masuk dan berkembang biak di dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan dapat
menularkan virus selama hidupnya (infektif).

Di dalam tubuh manusia, virus memerlukan waktu masa tunas 4-6 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan penyakit.
Penularan dari manusia kepada nyamuk hanya dapat terjadi bila nyamuk menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu
2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul.

Manusia merupakan pembawa utama virus dengue. Berdasarkan beberapa penelitian, perbaikan transportasi yang disertai
perpindahan orang dan barang yang cepat dari daerah dengue ke daerah nondengue atau sebaliknya. Kepadatan penduduk dapat
mempermudah transmisi virus dengue karena sifat multiple-bitting dari virus

Aspek Lingkungan Pada Penyebaran Vektor DBD

Sebagian Habitat Aedes Aegipty

Aspek Cuaca dan Iklim


Pola berjangkit infeksi virus dengue dipengaruhi oleh iklim dan kelembaban udara. Pada suhu yang panas (28-320C) dengan
kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes akan tetap bertahan hidup untuk jangka waktu yang lama.

Ditengarai, aenyebaran Aedes aegypti di pedesaan akhir-akhir ini sangat terkait dengan pengembangan sistem penyediaan air
bersih pedesaan dan sistem transportasi yang lebih baik.

Selain itu curah curah hujan lebih dari 200 cm per tahun, menjadikan populasi Aedes aegypti di perkotaan, semi perkotaan dan
pedesaan lebih stabil. Menurut data WHO (2003), urbanisasi cenderung meningkatkan jumlah habitat yang cocok untuk Aedes
agypti. Di beberapa kota yang banyak pepohonan, Aedes aegypti dan Aedes albopictus hidup bersamaan, namun pada umumnya
Aedes aegypti lebih dominan, tergantung pada keberadaan dan jenis habitat jentik serta tingkat urbanisasi
Curah hujan dapat menambah jumlah tempat breading places atau dapat pula menghilangkan tempat perindukan. Curah hujan
dapat juga berpengaruh terhadap suhu dan kelembaban nisbi udara. Curah hujan 140 mm/minggu dapat menghambat
berkembangbiaknya nyamuk. Curah hujan tinggi juga dimungkinkan menyebabkan hilangnya tempat perindukan vektor karena
terbawa aliran air.

Berdasarkan aspek suhu, walaupun nyamuk dapat bertahan hidup pada suhu rendah, namun kemampuan proses metabolism
nyamuk menurun atau bahkan terhenti bila suhu udara turun sampai dibawah suhu kritis. Pada suhu diatas 35C berdampak pada
proses fisiologis nyamuk. Sedangkan suhu optimum rata-rata pertumbuhan nyamuk antara 25C - 27C. Pertumbuhan nyamuk
akan terhenti sama sekali pada suhu kurang dari 10C atau lebih dari 40C. Sementara untuk proses pertumbuhan jentik
memerlukan suhu antara 25C - 30C.

Sementara berdasarkan aspek kelembaban udara, merupakan faktor penting dalam pertumbuhan nyamuk. Kelembaban optimal
yang diperlukan untuk pertumbuhan nyamuk antara 60% sampai 80%. Jika keadaan suhu udara dan kelembaban yang optimal,
umur nyamuk dapat mencapai satu bulan (umur nyamuk Aedes aegypti betina rata-rata 10 hari). Fakroe kelembapan secara tidak
langsung dapat berpengaruh terhadap umur nyamuk. Misalnya pada kelembaban tinggi menyebabkan nyamuk cepat payah
sehingga dapat menyebabkan kematian. Sedangkan pada kelembaban kurang dari 60% umur nyamuk akan menjadi pendek.

Asepek Ketinggian
Menurut WHO (2003), berdasarkan penelitian, aspek ketinggian merupakan faktor penting yang membatasi penyabaran Aedes
aegypti. Misalnya pada dataran rendah (kurang dari 500 meter) tingkat populasi nyamuk dari sedang hingga tinggi, sementara di
daerah pegunungan (lebih dari 500 meter) populasinya rendah. Di negara-negara Asia Tenggara ketinggian 1000 sampai 1500
meter merupakan batas penyebaran Ae.aegypti. Dibelahan dunia lain, nyamuk tersebut di temukan di daerah yang lebih tinggi
seperti di temukan pada ketinggian 2200 meter di Kolumbia

Aspek Kecepatan Angin


Kecepatan angin cecara tidak langsung dapat berpengaruh terhadap kelembaban dan suhu udara. Juga dapat berpengaruh pada
jarak terbang nyamuk. Sebagaimana diketahui, jarak terbang nyamuk betina rata-rata 40 meter, dengan jarak terbang maksimal 100
meter. Namun jarang terbang secara pasiv dapat lebih jauh sehingga berpengaruh pada proses penyebaran DBD secara
kewilayahan.

Aspek Lingkungan Biologi


Menurut Depkes RI (1992), banyak lingkungan biologik yang mendukung terjadinya tempat perindukan dan perkembangbiakan
vektor DBD, misalnya pot tanaman bias, tempat minum hewan piaraan, perangkap semut dan sebagainya termasuk barang-barang
bekas yang potensial sebagai tempat tergenangnya air. Selain itu dengan banyaknya tanaman hias dan pekarangan di sekitar
rumah juga akan mempengaruhi kelembaban dan pencahayaan yang memungkinkan sebagai tempat untuk istirahat nyamuk Aedes
aegypti.

Anda mungkin juga menyukai