Kelompok Tutor 1
Dosen Tutor : dr. William Adi
F, anak laki-laki, 22 bulan, BB: 4,8 kg, PB: 60 cm, dibawa ke RS karena tidak mau
makan. Orang tua An.F khawatir karena badan anaknya semakin lama semakin kurus.Selama
ini berat badannya selalu di bawah garis merah berdasarkan KMS. Saat ini anak tampak
lemas, sangat kurus, mata cekung, perut, muka, dan kaki kelihatan semakin membesar,
rambut tipis, mudah rontok dan bibir kering. Menurut ibu, An.F juga sering diare. Saat ini
An.F belum bisa berjalan, baru bias duduk. F adalah anak kelima dari lima bersaudara, ibu F
mengatakan bahwa pertumbuhan An.F lebih lambat dibanding kakaknya. Pendidikan terakhir
orang tua An.F adalah SD, ayah bekerja sebagai buruh dan ibu tidak bekerja. Waktu lahir
berat badan An.F 2 kg dan panjang badan 40 cm, lahir spontan ditolong oleh bidan. Sejak
lahir anak diberi ASI saja Selama 6 bulan setelah itu diberi makanan pendamping ASI
seadanya, tidak diberi susu formula. Pada pemeriksaan fisik didapatkan anak apatis,
konjungtiva palpebra anemis, wajah tampak seperti wajah orang tua. Rambut kemerahan dan
mudah dicabut, perut buncit, otot-otot kaki atrofi, edema tibia (+), crazy pavement dermatosis
(+), baggy pants (+). Diagnosis dari RS adalah anak gizi buruk.Dokter kemudian mencoba
memberi tahu status gizi anak dengan menggunakan standar antropometri penilaian status
gizi anak (WHO-NCHS dan CDC). Apa yang terjadi pada An.F? Bagaimana
penatalaksanaannya?
B. Klarifikasi Istilah
1. KMS : Kartu Menuju Sehat.1
2. Bidan : Seseorang yang telah mengikuti pendidikan bidan.1
3. Apatis : Tidak ada perasaan atau emosi; ketidakacuhan.2
4. Diare : Frekuensi dan konsistensi pengeluaran feses yang abnormal.2
5. Konjungtiva Palpebra Anemis : Kelopak mata bagian bawah terlihat pucat.2
6. Atrofi : Mengecilnya sel, jaringan, organ atau bagian tubuh.2
7. Gizi Buruk : Status kebutuhan gizi yang tak tertutupi.2
8. Crazy Pavement Dermatosis : Gejala bercak-bercak putih atau merah muda
dengan tepi hitam yang ditemukan pada bagian tubuh yang sering ditekan.2
9. Baggy Pants : Otot paha yang mengendur.2
10. Antropometri : Ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan pengukuran besar, berat,
dan proporsi tubuh manusia.2
C. Identifikasi Masalah
1. Apa makna klinis tidak mau makan?
2. Bagaimana BB ideal pada anak usia 22 bulan dan bagaimana status gizi anak F?
3. Apa saja yang menyebabkan anak tidak mau makan?
4. Mengapa An.F tubuhnya semakin lama semakin kurus?
5. Penyakit apa saja yang ditandai dengan BB anak yang semakin lama semakin kurus,
rambut tipis, mudah rontok dan bibir kering?
6. Bagaimana cara membaca grafik KMS dan interpretasinya?
7. Apa makna klinis anak tampak lemas, sangat kurus, mata cekung, muka dan kaki
semakin membesar?
8. Apakah hubungan keluhan An.F dengan diare?
9. Mengapa pada usia An.F sekarang, ia belum bisa berjalan, baru bisa duduk dan
pertumbuhannya lebih lambat disbanding dengan kakaknya?
10. Apa hubungan status social orang tua dengan keluhan An.F?
11. Apakah ada hubungan waktu lahir BB 2 kg, PB 40cm, lahir spontan dengan keluhan
sekarang?
12. Bagaimana interpretasi dan pemeriksaan fisik pada An.F?
13. Apa hubungan An.F yang diberi ASI 6 bulan, setelahnya diberi makanamn pengganti
ASI seadanya, tidak diberi susu dormula dengan keluhan saat ini?
14. Apakah indikasi pemberian susu formula?
15. Bagaimana cara pengukuran status gizi dengan atropometri pada anak menurut WHO-
NCHS dan CDC?
16. Kapan penggunaan pengukuran status gizi dengan antropometri pada anak menurut
WHO-NCHS dan CDC?
17. Bagaimana alur penegakan diagnosis pada An.F?
18. Apa DD penyakit An.F?
19. Apa yang terjadi pada An.F?
20. Apa definisi gizi buruk?
21. Bagaimana epidemiologi gizi buruk?
22. Bagaimana etiologi gizi buruk?
23. Bagaimana klasifikasi gizi buruk?
24. Bagaimana patofisiologi-patogenesis gizi buruk?
25. Apa manifestasi klinis gizi buruk?
26. Bagimana penatalaksanaan gizi buruk?
27. Bagaimana edukasi terhadap penyakit gizi buruk?
28. Bagaimana pencegahan terhadap penyakit gizi buruk?
29. Apa komplikasi penyakit gizi buruk?
30. Bagaimana prognosis penyakit gizi buruk?
D. Analisis Masalah
1. Apa makna klinis tidak mau makan?
Terjadi malnutrisi, akibatnya sel-sel kekurangan nutrisi yang menyebabkan kerusakan
pada mukosa lambung sehingga vili-vili usus berkurang, akhirnya penyerapan nutrisi
pun terganggu selain itu juga akibat terganggunya konduksi yang menghantarkan
impuls ke hypothalamus sebagai rangsangan lapar, akibatnya anak tidak mau makan.3
Kesimpulan : Pada An.F, Berat Badan (BB) dan Tinggi Badan (TB) berada di bawah
BB dan TB ideal.
Kesulitan makan dapat terjadi pada semua kelompok usia anak, tetapi jenis
kesulitan makan dan penyebabnya berlainan, juga mengenai derajat danlamanya.
Penyebab kesulitan makan mungkin karena disebabkan oleh satu penyakit atau kelainan
tertentu, tetapi bisa juga beberapa macam penyakit atau faktor bersama-sama.
1. Faktor Nutrisi
a. Pada bayi berusia 0 1 tahun
Pada bayi umumnya kesulitan makan karena faktor mekanis berkaitan dengan
keterampilan makan biasanya disebabkan oleh cacat atau kelainan bawaan pada mulut
dan kelainan neuro motorik. Selain itu dapat juga oleh kekurangan
pembinaan/pendidikan makan antara lain :
Kesulitan makan pada anak balita berupa berkurangnya nafsu makan makin
meningkat berkaitan dengan makin meningkatnya interaksi dengan lingkungan,
mereka lebih mudah terkena penyakit terutama penyakit infeksi baik yang akut
maupun yang menahun, infestasi cacing dan sebagainya.
Berbagai unsur yang terlibat dalam makan yaitu alat pencernaan makanan dari
rongga mulut, bibir, gigi geligi, langit-langit, lidah, tenggorokan,sistem syaraf, sistem
hormonal, dan enzim-enzim. Maka dari itu bila terdapat kelainan atau penyakit pada
unsur organik tersebut pada umumnya akan disertai dengan gangguan atau kesulitan
makan, untuk praktisnya dikelompokkan menjadi :
b. Pemaksaan untuk memakan atau menelan jenis makanan tertentu yang kebetulan
tidak disukai. Hal ini perlu pendekatan yang tepat dalam melatih anak mau memakan
makanan yang mungkin tidak disukai.
c. Anak dalam kondisi tertentu, misalnya anak daam keadaan demam, mual atau
muntah dan dalam keadan ini anak dipaksa untuk makan.
d. Suasana keluarga, khususnya sikap dan cara mendidik serta pola interaksi antara
orang tua dan anak yang menciptakan suasana emosiyang tidak baik. Tidak tertutup
kemungkinan sikap menolak makan sebagai sikap protes terhadap perlakuan orang
tua, misalnya cara menyuapi yang terlalu keras, pemaksaan untuk belajar dan
sebagainya.5
4. Mengapa An.F tubuhnya semakin lama semakin kurus?
Kurangnya intake makanan menyebabkan berkurangnya asupan nutrisi bagi tubuh,
sehingga tubuh melakukan kompensasai dengan melakukan proses katabolisme yaitu
Glukoneogenesis (proteolisis, lipolisis, dsb ) sehingga bisa menghasilkan glukosa
untuk energi. Proses ini menyebakan cadangan lemak dan protein di bagian tubuh
seperti di subkutan dan otot menjadi habis, kemudian terjadi atropi otot dimana sel-
sel kekurangan asupan dan mengalami kematian.sehingga anak menjadi kurus.4
5. Penyakit apa saja yang ditandai dengan BB anak yang semakin lama semakin kurus?
a. Gizi buruk
b. masalah pada mulut
c. Hipertiroid
d. Diabetes Melitus
e. Diare
f. HIV
g. TBC 6
Keterangan :
Gizi buruk : pita merah kebawah
Status waspada : pita kuning ke hijau muda
Gizi normal : pita hijau tua
Kelebihan berat badan : pita hijau muda ke kuning
Interprestasinya:
Berdasarkan skenario umur anak 22 bulan dan berat badan hanya 4,8 kg
berdasarkan grafik berada pada garis dibawah pita merah (pada gambar di bawah ini
ditunjukkan oleh tanda panah) artinya anak mengalami gizi buruk.
7. Apa makna klinis anak tampak lemas, sangat kurus, mata cekung, muka dan kaki
semakin membesar, rambut tipis, mudah rontok dan bibir kering?
Tampak lemas dan kurus:
Disebabkan karena intake makanan berkurang, sehingga terjadi glukoneogenesis,
proteolisis, lipolisis,dan sebagainya yang akan menyebabkan cadangan lemak dan
protein habis sehingga sel-sel kekurangan asupan dan terjadi kematian sel. Kematian
sel inilah yang menyebabkan terjadinya atropi otot sehingga pasien terlihat kurus dan
lemas.8
Disebabkan karena terjadinya diare dan dehidrasi sehingga kekurangan cairan dan
elektrolit. Kurangnya cairan dan elektrolit menyebabkan hilangnya turgor kulit dan
lemak subkutan sehingga mata terlihat cekung dan bibir kering.8
Perut, muka, dan kaki kelihatan semakin membesar:
9. Mengapa pada usia An.F sekarang, ia belum bisa berjalan, baru bisa duduk dan
pertumbuhannya lebih lambat dibanding dengan kakaknya?
dengan adanya malnutrisi, intake makanan akan menurun , mamacu tubuh untuk
melakukan glukoneogenesis, proteolisis, lipolisis sehingga cadangan lemak dan
protein berkurang. Cadangan lemak dan protein berkurang tersebut akan
menyebabkan atropi otot sehingga pasien tidak bisa berjalan.10
10. Apa hubungan status social orang tua dengan keluhan An.F?
Protein dan karbohidrat adalah zat yang sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh
dan berkembang. Meskipun intake makanan mengandung kalori yang cukup, tidak
semua makanan mengandung protein/ asama amino yang memadai. Bayi yang
masih menyusui umumnya mendapat protein dari ASI yang diberikan ibunya,
namun bagi yang tidak memperoleh ASI protein dari sumber-sumber lain (susu,
telur, keju, tahu dan lain-lain ) sangat dibutuhkan. Kurangnya pengetahuan ibu
mengenai keseimbangan nutrisi anak berperan penting terhadap terjadinya
kwashiorkor, terutama pada masa peralihan ASI ke makanan pengganti ASI.
Hidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, keadaan sosial
dan politik tidak stabil, ataupun adanya pantangan untuk menggunakan makanan
tertentu dan sudah berlangsung turun-temurun dapat menjadi hal yang
menyebabkan terjadinya gizi buruk.
11. Apakah ada hubungan waktu lahir BB 2 kg, PB 40cm, lahir spontan dengan keluhan
sekarang?
Kemungkinan ada hubungannya, pada saat lahir anak tersebut memiliki berat badan
yang kurang (2kg) dimana berat badan normal saat lahir adalah 2500-4000 gr dan
tinggi badan yang juga kurang (40cm) dimana tinggi badan normal saat lahir yakni
48-52 cm. Hasil tersebut menandakan kebutuhan nutrisi An.F tidak tercukupi dan jika
tidak ditangani maka kekurangan nutrisi tersebut akan berlanjut hingga dewasa maka
terjadilah malnutrisi berkepanjangan menimbulkan keluhan-keluhan demikian.4
13. Apa hubungan An.F yang diberi ASI 6 bulan, setelahnya diberi makanamn pengganti
ASI seadanya, tidak diberi susu dormula dengan keluhan saat ini?
Pemberian hanya ASI saja, segera setelah bayi lahir sampai umur 6 bulan tanpa
makanan atau cairan lain termasuk air putih, kecuali obat dan vitamin disebut ASI
eksklusif. Dimana ASI ekslusif berfungsi untuk mencukupi gizi bayi.
Susu formula umum adalah formula yang disediakan untuk bayi sehat maupun sakit
dengan penyakit non metabolik sebagai pengganti ASI.
Susu formula khusus adalah formula yang disediakan untuk bayi atau anak dengan
penyakit metabolik bawaan atau didapat, seperti maldigesti, malabsorbsi, dan gangguan
enzim maupun hormonal.11
Pada kasus ini dengan BB lahir anak yang awalnya 2 kg dimana kemungkinan bayi
lahir prematur atau bisa juga normal berarti telah terjadi kekurangan nutrisi sejak dalam
kandungan. Pemberian konsumsi gizi pada anak yang hanya sebatas ASI dan MP-ASI
seadanya tidak dapat menggantikan kekurangan kalori pada anak. Seharusnya dengan
berat badan lahir kurang tersebut pemberian ASI tidak hanya sampai usia bayi tersebut 6
bulan namun harus diteruskan hingga gizi anak mencukupi dan frekuensi pemberian ASI
juga harus lebih sering dan diberikan dengan menggunakan pipa sonde karena refleks
menghisap pada bayi ini belum berfungsi dengan baik. Juga memberikan MP-ASI tidak
bisa hanya seadanya, pada anak yang BB lahirnya normal MP-ASI diberikan dengan
frekuensi 2-3 kali dalam sehari maka dari itu untuk An. F harus diberikan lebih sering
bisa sampai 5 kali atau lebih dalam sehari.3
Tidak diberikannya susu formula mungkin juga berhubungan dengan status pekerjaan
orang tua dan keadaan ekonomi keluarga dimana susu formula memang terbilang cukup
mahal. Sehingga pada kasus ini anak yang hanya diberikan ASI selama 6 bulan,
seharusnya sebagai pengganti ASI, susu formula perlu diberikan. Dan juga mengingat BB
lahir An. F yang rendah, maka sebaiknya dari lahir disamping pemberian ASI yang utama,
berikan juga susu formula khusus untuk bayi berat badan lahir rendah, untuk memenuhi
kekurangan nutrisi dan mengejar pertumbuhan agar sesuai dengan pertumbuhan anak lain
yang seusianya.3
Sehingga hubungannya dengan keluhan yang dialami An. F adalah An. F telah
mengalami kekurangan gizi sejak lahir dengan pemberian nutrisi yang tidak mencukupi,
dimana setelah 6 bulan kebutuhan nutrisi bayi akan meningkat. Kebutuhan nutrisi nya
tidak tercukupi hanya dari ASI saja. Sekitar 70% tercukupi dari ASI dan 30% nya dari
makanan pendamping.
14. Apakah indikasi pemberian susu formula?
A. Kondisi bayi
B. Kondisi ibu
A.Kondisi bayi
Bayi kurang bulan memerlukan kalori, lemak dan protein lebih banyak dari bayi
cukup bulan agar dapat menyamai pertumbuhannya dalam kandungan. ASI bayi prematur
mengandung kalori, protein dan lemak lebih tinggi dari ASI bayi matur, tetapi
masalahnya adalah ASI prematur berubah menjadi ASI matur setelah 3 -4 minggu. Jadi
untuk BKB kurang dari 34 minggu setelah 3 minggu kebutuhan tidak terpenuhi lagi.
Volume lambung BKB kecil dan motilitas saluran cerna lambat sehingga asupan
ASI tidak optimal. Untuk merangsang produksi ASI, diperlukan isapan yang baik dan
pengosongan payudara. Refleks mengisap bayi prematur kurang / belum ada, akibatnya
produksi ASI sangat tergantung pada kesanggupan ibu memerah.
Beberapa penelitian klasik antara lain oleh Lucas dan Schanler telah membuktikan
manfaat ASI pada bayi prematur, akan mengurangi hari rawat, menurunkan insidensi
enterokolitis nekrotikans (EKN) dan menurunkan kejadian sepsis lanjut, hal hal yang
sangat bermakna untuk perawatan BKB kecil di Indonesia. Sehingga perlu diusahakan
memberi kolostrum (perah) terutama pada perawatan bayi di hari hari pertama.
Masih banyak ibu yang memberi tambahan susu formula pada bayinya yang
cukup bulan dan sehat karena merasa ASInya belum keluar atau kurang. Salah satu
penyebab adalah kurangnya informasi bahwa memberi susu formula terutama pada hari
hari pertama kelahiran mungkin mengganggu produksi ASI, bonding, dan dapat
menghambat suksesnya menyusui dikemudian hari. Bayi yang diberi formula akan
kenyang dan cenderung malas untuk menyusu sehingga pengosongan payudara menjadi
tidak baik. Akibatnya payudara menjadi bengkak sehingga ibu kesakitan, dan akhirnya
produksi ASI memang betul menjadi kurang. Belum lagi akibat pemberian susu formula,
masalah medis lain yang mungkin timbul adalah perubahan flora usus, terpapar antigen
dan kemungkinan meningkatnya sensitivitas bayi terhadap susu formula (alergi) dan bayi
kurang mendapat perlindungan kekebalan dari kolostrum yang keluar justru di hari hari
pertama kelahiran.
Bagi ibu yang melahirkan di fasilitas kesehatan, peraturan rumah bersalin / rumah
sakit serta sikap dan dukungan petugas kesehatan sangat mempengaruhi keberhasilan
mereka menyusui di kemudian hari. Apabila secara rutin diberikan informasi dan motivasi
kepada ibu hamil, diberi kesempatan untuk inisiasi menyusu dini, kemudian didukung
dan dibantu mempraktekkan teknik menyusui yang benar selama ibu dirawat,
kemungkinan ibu akan berhasil menyusui eksklusif sehingga tambahan pengganti ASI
tidak diperlukan .
a)Bayi yang berisiko hipoglikemia dengan gula darah yang tidak meningkat meskipun
telah disusui dengan baik tanpa jadwal atau diberi tambahan ASI perah. Risiko
hipoglikemi dapat terjadi pada bayi kecil untuk masa kehamilan, pasca stress iskemik
intrapartum, dan bayi dari ibu dengan diabetes mellitus terutama yang tidak terkontrol.
Tata laksana yang dianjurkan adalah:
a. Segera setelah lahir bayi disusui tanpa jadwal, dan jaga kontak kulit dengan ibu agar
tidak hipotermi (untuk mengatasi hipotermi bayi memerlukan banyak energi).
b. Gula darah plasma hanya diukur bila ada risiko atau ada gejala hipoglikemia dan
sebaiknya diukur sebelum minum / umur bayi 4-6 jam.
c. Dibenarkan memberi suplemen ASI perah atau susu formula bila gula darah < 2.6
mmol (40 mg/dl) dan diulang 1 jam setelah minum ASI. mencukupi, penambahan
susu formula dikurangi dan akhirnya dihentikan.
d. Bila gula darah tetap tidak meningkat ikuti tata laksana penanganan hipoglikemi
sesuai panduan rumah sakit.
b) Bayi yang secara klinis menunjukkan gejala dehidrasi (turgor/ tonus kurang, frekuensi
urin < 4x setelah hari ke-2, buang air besar lambat keluar atau masih berupa mekonium
setelah umur bayi > 5 hari).
c) Berat bayi turun 8 10% terutama bila laktogenesis pada ibu lambat.
d) Hiperbilirubinemia pada hari-hari pertama, bila diduga produksi ASI belum banyak
atau bayi belum bisa menyusu efektif. Kuning karena ASI (breastmilk jaundice), bila
bilirubin melebihi 20 25 mg/dL pada bayi sehat. Anjuran untuk membantu diagnosis
dengan menghentikan ASI 1-2 hari sambil sementara diberi susu formula. Bila bilirubin
terbukti menurun, ASI dimulai kembali.
e) Lain-lain: bayi terpisah dari ibu, bayi dengan kelainan kongenital yang sukar menyusu
langsung (sumbing, kelainan genetik). Dapat kita simpulkan, bahwa pada kasus-kasus di
atas suplemen susu formula hanya diberikan sampai masalah teratasi sambil bayi terus
disusui. Setelah itu ibu dan bayinya harus dibantu dan didukung agar bayi tetap mendapat
ASI eksklusif.
a. Tidak menyusui sama sekali bila pengadaan susu formula dapat diterima,
mungkin dilaksanakan, terbeli, berkesinambungan dan aman (AFASS acceptable,
feasible, affordable, sustainable dan safe).
b. Bila ibu dan bayi dapat diberikan obat-obat ARV (Anti Retroviral) dianjurkan
menyusui eksklusif sampai bayi berumur 6 bulan dan dilanjutkan menyusui
sampai umur bayi 1 tahun bersama dengan tambahan makanan pendamping ASI
yang aman.
c. Bila ibu dan bayi tidak mendapat ARV, rekomendasi WHO tahun 1996 berlaku
yaitu ASI eksklusif yang harus diperah dan dihangatkan sampai usia bayi 6 bulan
dilanjutkan dengan susu formula dan makanan pendamping ASI yang aman.
b) Ibu penderita HTLV (Human T-lymphotropic Virus) tipe 1 dan 2 Virus ini juga
menular melalui ASI. Virus tersebut dihubungkan dengan beberapa keganasan dan
gangguan neurologis setelah bayi dewasa. Bila ibu terbukti positif, dan syarat AFASS
dipenuhi, tidak dianjurkan memberi ASI.
c) Ibu penderita CMV (citomegalovirus) yang melahirkan bayi prematur juga tidak
dapat memberikan ASInya.
Pada ibu perlu dijelaskan bahwa penghentian menyusui hanya sementara dan ibu
dapat melanjutkan menyusui bayinya kembali sesuai dengan perkembangan
kesehatannya. Selain itu, petugas kesehatan harus dapat memberi informasi cara
mempertahankan produksi ASI dan bila perlu rujuklah pada konsultan atau klinik laktasi.
1. Ibu sakit berat sehingga tidak bisa merawat bayinya misalnya psikosis, sepsis, atau
eklamsi
2. Virus herpes simplex type 1 (HSV-1): kontak langsung mulut bayi dengan luka di
dada ibu harus dihindari sampai pengobatannya tuntas
a. Opioid dan kombinasinya mungkin memberi efek samping seperti mengantuk atau
depresi pernafasan sehingga lebih baik dihindari bila ada alternatif yang lebih
aman.
c. Bila ibu memerlukan pemeriksaan dengan zat radioaktif maka pemberian ASI
pada bayi dihentikan selama 5 kali masa paruh zat tersebut. Selama ibu tidak
memberikan ASI, ASI tetapdiperah dan dibuang untuk mempertahankan produksi
ASInya.
Pertimbangan memberi susu formula pada beberapa kondisi kesehatan ibu yang lain:
1. Ibu yang merokok, peminum alkohol, pengguna ekstasi, amfetamin dan kokain dapat
dipertimbangkan untuk diberisusu formula, kecuali ibu menghentikan kebiasaannya
selama menyusui.
b. Insufisiensi kelenjar mammae primer: dicurigai bila payudara tidak membesar tiap
menstruasi / ketika hamil dan produksi ASI memang minimal.
Kesimpulan
Kecuali pada keadaan khusus, bayi cukup bulan sehat tidak memerlukan tambahan
susu formula asalkan bayi diberi kesempatan untuk segera menyusu dan tidak dipisahkan
dari ibunya.
Bila dianggap perlu, harus diingat bahwa tujuan pemberian tambahan susu formula
adalah memberi nutrisi bayi sementara masalah diatasi.
Proses menyusui dan menyusu antara ibu dan bayi perlu dinilai oleh seseorang yang
memahami manajemen laktasi dan bila perlu berikan intervensi.
Di rumah sakit, sebaiknya ada informed consent bila hendak memberi tambahan susu
formula. Alasan pemberian, jumlah, cara pemberian dan jenis formula harus ditulis
lengkap dan jelas.
Berdasarkan skenario
Anak lahir spontan dengan BBL ketika lahir hanya 2 kg yang artinya berat badannya
kurang dari normal. Kemungkinan anak ketika dalam kandungan kurang mendapatkan
nutrisi yang semestinya sehingga BBL ketika lahir rendah. sehingga diperlukan susu
formula sebagai penambah gizi selain pemberian ASI selama 6 bulan. Sedangkan
berdasarkan skenario anak hanya mendapatkan ASI selama 6 bulan tanpa di berikan susu
formula. Ditambah lagi setelah 6 bulan anak hanya diberi MPASI seadanya sehingga
membuat kondisi gizi anak semakin buruk yang berkepanjangan. 12
15. Bagaimana cara pengukuran status gizi dengan atropometri pada anak menurut WHO-
NCHS dan CDC?
LINGKAR KEPALA
1. Lingkarkan pita lingkar kepala pada kepala kepala anak
2. cek posisi pita
3. baca hasilnya, dan catat
Titik Kritis :
a.lingkarkan pita lingkar kepala dengan tepat di kening.
b. Cek posisi pita jangan sampai longgar
c.Posisi pita ukur harus tepat pada bagian kepala yang paling menonjol
d. Catat hasilnya dengan ketelitian 1 mm
4. biofisik
Cara WHO-CDC-NCHS
Nilai sekarang / Nilai ideal menurut umur pada kurva CDC- NCHS x 100%
=.%
4,8 : 12,5 x 100% = 38,4% ( An.F mengalami gizi buruk karena kurang dari 60%)
*Untuk nilai ideal menurut umur dapat di lihat pada Kurva CDC-NCHS WHO.
16. Kapan penggunaan pengukuran status gizi dengan antropometri pada anak menurut
WHO-NCHS dan CDC?
Penentuan status gizi dilakukan berdasarkan berat badan badan (BB) menurut panjang
badan (PB) atau tinggi badan (TB) (BB/PB atau BB/TB). Grafik pertumbuhan yang
digunakan sebagai acuan adalah grafik WHO 2006 untuk anak di bawah 5 tahun dan
grafik CDC 2000 untuk anak di atas 5 tahun. Grafik WHO 2006 digunakan untuk
anak usia 0 5 tahun karena memiliki keunggulan metodologi dibandingkan CDC
2000.Subjek penelitian WHO didapatkan dari 5 benua dan mempunyai lingkungan
yang mendukung untuk pertumbuhan optimal. Untuk usia 5 tahun sampai dengan 18
tahun menggunakan CDC 2000 dengan pertimbangan grafik WHO 2007 tidak
memiliki grafik BB/TB dan data dari WHO 2007 merupakan smoothing dari data
NCHS 1981.13
ANAMNESIS
1 Diet yang lazim sebelum sakit
5 Lama dan frekuensi muntah atau diare; tampilan muntahan dan tinja cair
11 Riwayat Imunisasi
PEMERIKSAAN FISIK
1 Berat dan (panjang) tinggi badan
2 Edema
6 Tanda kolaps sirkulasi: tangan dan kaki dingin, denyut nadi radial lemah,
kesadaran menurun.
8 Rasa haus
13 Tampilan tinja.
b. Semakin lama semakin kurus dan lemas : hipertiroid, DM, diare kronik, HIV.
Anamnesis
BB lahir 2 kg Anak F lahir dengan
PB lahir 40 cm Berat Badan Lahir
Proses kelahiran Lahir Spontan Rendah dan lahir secara
spontan
Nutrisi 0-6 bulan ASI eksklusif Malnutrisi
Nutrisi 6-22 bulan MPASI
Pemberian susu formula seadanya
Tidak diberi
susu formula
Status gizi buruk dibagi menjadi tiga bagian, yakni gizi buruk karena kekurangan
protein (disebut kwashiorkor), karena kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut
marasmus), dan kekurangan kedua-duanya.3
b. Infeksi
Tanda-tanda Kwashiorkor :
3. Otot-otot mengecil, lebih nyata apabila diperiksa pada posisi berdiri dan duduk,
anak berbaring terus menerus.
6. Pembesaran hati
9. Gangguan kulit berupa bercak merah yang meluas dan berubah menjadi hitam
terkelupas ( crazy pavement dermatosis ).
Tanda-tanda Marasmus :
c. Cengeng, rewel
d. Perut cekung.
e. Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada.
f. Sering disertai diare kronik atau konstipasi / susah buang air, serta penyakit
kronik.
Untuk penatalaksaan an.F saat ini yaitu dengan memberikan makanan sebagai
pendamping ASI yang mengandung banyak protein bernilai hayati tinggi, banyak
kalori (untuk mengatasi kondisi kekurangan energi), cukup cairan (atasi dehidrasi),
cukup vitamin dan mineral (terutama atasi keaadaan rambut), masing-masing dalam
bentuk yang mudah dicernakan dan diserap.
Namun pada kondisi an. F ini, toleransinya terhadap makanan masih rendah
sehingga dalam pemberian nutrisinya harus dimulai dari dosis yang kecil terlebih
dahulu, setelha itu dinaikkan secara bertahap.
Untuk protein : 3-4 gr/kgBB/hari
Untuk karbohidrat : 160-175 kalori/kgBB/hari15
1 Atasi/cegah hipoglikemia
2 Atasi/cegah hipotermia
3 Atasi/cegah dehidrasi
4 Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
5 Obati/cegah infeksi
6 Koreksi defisiensi nutrien mikro
7 Mulai pemberian makanan
8 Fasilitasi tumbuh-kejar (catch up growth)
9 Lakukan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental
10 Siapkan dan rencanakan tindak lanjut setelah sembuh.
a. Komplikasi utama yang terjadi ketika malnutrisi (kekurangan zat makanan) adalah
mental, terganggunya otak.
b. Infeksi yaitu, diare, pneumonia, sepsis gram negatif, malaria, infeksi saluran
kencing
c. Gagal jantung yang berhubungan dengan anemia
d. Hipotermia
e. Hipoglikemia
f. Hipokalemia
g. Diare akut
h. Dehidrasi
i. Anemia
j. Kekurangan vitamin A
k. Intoleransi Laktosa. 8
Definisi Edukasi
Epidemiologi Pencegahan
Etiologi Prognosis
Klasifikasi Komplikasi
Patofisiologi-
Patogenesis
SINTESIS
MALNUTRISI
Malnutrisi adalah asupan makan yang kurang dari kebutuhan pada seseorang yang
berakibat terjadinya berbagai gangguan biologi dari orang tersebut yang ditandai dengan
penurunan berat badan >10% dari berat badan sebelumnya 3bulan terakhir atau pengukuran
berat badan kurang dari 90% berat badan ideal berdasarkan tinggi badan atau IMT(Indeks
Massa Tubuh) <18,5.3
1. Marasmus
2. Kwashiorkor
3. Marasmus-Kwasiorkor8
A. Marasmus
Marasmus adalah keadaan dimana kurangnya kalori dan protein.Seorang penderita
dikatakan marasmus biasanya berat badan sekitar 60% dari berat badan normal. 3
Patogenesis
Marasmus merupakan penyakit yang terjadi akibat tidak adanya asupan gizi yang
mencukupi sehingga terjadi hipoglikemia. Dalam tubuh, apabila terjadi penurunan kadar gula
darah maka akan dilakukan kompensasi dengan cara glukoneogenesis (pembentukan glukosa
dari bahan non-karbohidrat), sehingga terjadi lipolisis dan proteolisis. Tanpa adanya asupan
makanan, maka kadar protein dan lemak akan habis sehingga terjadi kekurangan kalori
protein10
Patofisiologi
Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori, protein,
atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu
berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi.
Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal
yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai
oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk
menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi
kekurangan.
Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan
asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan ginjal. Selama puasa jaringan
lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Otot dapat mempergunakan
asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan
menahun. Tubuh akan mempertahankan diri dengan sampai memecah protein lagi seteah
kira-kira kehilangan separuh dari tubuh.10
Marasmus ditandai dengan :
1. BB/U < 60 %
2. Edema tidak terlalu mencolok
3. Penciutan/ pengurusan (wasting) otot generalisata dan tidak adanya lemak subkutis.
4. Tampak sangat kurus, hingga tulang terbungkus kulit
5. Sering mengalami hambatan pertumbuhan linier
6. Kulit kering, tanpa turgor, tampak longgar dan berkerut karena hilangnya lemak
subkutis
7. Penampakan klasik wajah cekung atau berkeriput yang mirip orang tua, terjadi akibat
hilangnya bantalan lemak temporal dan bukal. Bantalan lemak bukal merupakan
simpanan jaringan lemak yang paling akhir dimobilisasi pada keadaan kelaparan dan
hilangnya bantalan ini mencerminkan durasi dan keparahan malnutrisi.
8. Biasanya dijumpai gambaran metabolok adaptif, misalnya hipotermia, perlambatan
kecepatan denyut nadi adn hipotensi
9. Hipoglikemia karena berpuasa untuk jangka waktu yang lama
10. Cengeng, rewel
11. Sering disertai : penyakit kronik, diare kronik8
B. Kwasiorkor
Kwasiorkor disebabkan oleh insufisiensi asupan protein dan sering berkaitan dengan
defisiensi asupan energi.
Kwasiorkor ditandai oleh :
1. BB/U > 80 %
2. Cenderung muncul saat anak pada fase penyapihan atau pasca penyapihan
3. Terdapat edema yang lunak, pitting (lekukan kulit yang bertahan beberapa menit saat kita
tekan kulit kita), dan tidak nyeri biasanya di kaki dan tungkai bawah tetapi juga dapat
meluas ke wajah dan ekstremitas atas pada kasus yang parah
4. Wajah membulat dan sembab.
5. Pandangan mata sayu.
6. Dermatitis (peradangan kulit) termasuk hiperkeratosis (hipertrofi lapisan bertanduk pada
kulit) , dan dispigmentasi akibat deskuamasi epidermis
7. Rambut tipis, tekstur rambut jadi kering, rapuh, dan lurus, warnanya berubah menjadi
merah atau abu-abu kekuningan (flag sign _ rambut normal berubah menjadi rambut
dispigmentasi sesuai status gizi)
8. Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis.
9. tinggi mungkin normal, atau tak bertambah
10. Walaupun terjadi penurunan berat, tetapi kegagalan pertambahan berat secara benar
sering tertutupi oleh edema.
11. Biasanya datang dengan ekstremitas perifer yang dingin dan pucat
12. Ada hepatomegali akibat infiltrasi lemak
13. Abdomen sering menonjol
14. Limfosit T dan respon imun seluler menjadi tumpul sehingga anak lebih rentan terhadap
infeksi akut dan kronik, anemia, diare
15. Terjadi pengecilan otot ( atrofi ), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk
16. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi
cokelat kehitaman atau terkupas (crazy pavement dermatosis )8
C. Marasmus Kwarsiorkor
Marasmus kwashiokoradalah suatu bentuk malutrisi karbohidrat dan protein,tanda
khusunya merupakan gabungan dari gejala klinis marasmus dan kwashiokor.keadaan ini
dapat terjadi pada malnutrisi kronik saat jaringan subkutis ,massa otot dan simpanan lemak
menghilang.Gambaran utama adalah edema kwasiokor ,dengan atau tanpa lesi kulit dan
kakeksia marasmus.
Gejala yang tampak merupakan campuran dari beberapa gejala klinik khwarsiorkor
dan marasmus, dengan BB/U < 60 % baku median WHO-NCHS disertai edema yang tidak
mencolok.9
Kesadaran apatis
Penurunan kesadaran pada kasus gizi buruk dapat berupa apatis, somnelen sampai
stupor. Penurunan kesadaran ini dapat disebabkan oleh dampak dari diare itu sendiri. Diare
dapat menyebabkan peningkatan pengeluaran zat makanan dan juga cairan tubuh yang
berlebih. Keadaan ini membuat pasien gizi buruk mengalami dehidrasi. Jika dehidrasi tidak
ditangani dengan cepat, maka akan timbul dehidrasi yang berat sehingga menyebabkan
renjatan hipovolemik. Gejala dari renjatan hipovolemik ini sendiri adalah takikardia,
hipotensi , penurunan kesadaran (apatis), kulit menjadi kering, mata cekung, ubun-ubun
cekung dan berat badan menjadi turun drastis.4
PENATALAKSANAAN
8. Perawatan
Hipoglikemi, hipotermi, diare/dehidrasi, kulit, mata.
9. Dietetik
benar, bertahap, sering, porsi kecil.
10. Pemantauan
Suhu tubuh, tanda hipoglikemi, diet, BB, perilaku sehat, sosial ekonomi.
11. Stimulasi
Rasa aman, senyuman dan mainan sesuai kemampuan anak.
12. Edukasi 8
Ringakasan Tatalaksana :
1. Definisi
KMS (Kartu Menuju Sehat) untuk balita adalah alat yang sederhana dan
murah, yang dapat digunakan untuk memantau kesehatan dan pertumbuhan anak.
Oleh karenanya KMS harus disimpan oleh ibu balita di rumah, dan harus selalu
dibawa setiap kali mengunjungi posyandu atau fasilitas pelayanan kesehatan,
termasuk bidan dan dokter.
KMS-Balita menjadi alat yang sangat bermanfaat bagi ibu dan keluarga untuk
memantau tumbuh kembang anak, agar tidak terjadi kesalahan atau
ketidakseimbangan pemberian makan pada anak.
KMS juga dapat dipakai sebagai bahan penunjang bagi petugas kesehatan
untuk menentukan jenis tindakan yang tepat sesuai dengan kondisi kesehatan dan
gizi anak untuk mempertahankan, meningkatkan atau memulihkan kesehatan- nya.
KMS berisi catatan penting tentang pertumbuhan, perkembangan anak,
imunisasi, penanggulangan diare, pemberian kapsul vitamin A, kondisi kesehatan
anak, pemberian ASI eksklusif dan Makanan Pendamping ASI, pemberian
makanan anak dan rujukan ke Puskesmas/ Rumah Sakit.
KMS juga berisi pesan-pesan penyuluhan kesehatan dan gizi bagi orang tua
balita tenta ng kesehatan anaknya. 7
2. Manfaat KMS (Kartu Menuju Sehat)
Manfaat KMS adalah :
a. Sebagai media untuk mencatat dan memantau riwayat kesehatan balita
secara lengkap, meliputi : pertumbuhan, perkembangan, pelaksanaan
imunisasi, penanggulangan diare, pemberian kapsul vitamin A, kondisi
kesehatan pemberian ASI eksklusif, dan Makanan Pendamping ASI.
b. Sebagai media edukasi bagi orang tua balita tentang kesehatan anak
c. Sebagai sarana komunikasi yang dapat digunakan oleh petugas untuk
menentukan penyuluhan dan tindakan pelayanan kesehatan dan gizi. 7
3. Cara Memantau Pertumbuhan Balita
Pertumbuhan balita dapat diketahui apabila setiap bulan ditimbang, hasil
penimbangan dicatat di KMS, dan antara titik berat badan KMS dari hasil
penimbangan bulan lalu dan hasil penimbangan bulan ini dihubungkan dengan
sebuah garis. Rangkaian garis-garis pertumbuhan anak tersebut membentuk grafik
pertumbuhan anak. Pada balita yang sehat, berat badannya akan selalu naik,
mengikuti pita pertumbuhan sesuai dengan umurnya. 7
a. Balita naik berat badannya bila :
1. Garis pertumbuhannya naik mengikuti salah satu pita warna, atau
2. Garis pertumbuhannya naik dan pindah ke pita warna diatasnya.
Gambar 2.2. Indikator KMS bila balita tidak naik berat badannya
c. Berat badan balita dibawah garis merah artinya pertumbuhan balita mengalami
gangguan pertumbuhan dan perlu perhatian khusus, sehingga harus langsung
dirujuk ke Puskesmas/ Rumah Sakit.
Gambar 2.3. Indikator KMS bila berat badan balita dibawah garis merah
d. Berat badan balita tiga bulan berturut-turut tidak nail (3T), artinya balita
mengalami gangguan pertumbuhan, sehingga harus langsung dirujuk ke
Puskesmas/ Rumah Sakit.
Gambar 2.4. Indikator KMS bila berat badan balita tidak stabil
e. Balita tumbuh baik bila: Garis berat badan anak naik setiap bulannya.
Gambar 2.5. Indikator KMS bila berat badan balita naik setiap bulan
f. Balita sehat, jika : Berat badannya selalu naik mengikuti salah satu pita warna
atau pindah ke pita warna diatasnya.
4. Corry, S. Matondang, dkk. 2003. Diagnosis Fisis Pada Anak. Edisi 2. Jakarta: PT
Sagung Seto.
8. Abdoerrachman, M.H., dkk. 2005. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FKUI.
10. Price, Sylvia A. And Lorraine M.Wilson. 2012. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit Edisi 6. Jakarta : EGC
12. Marnoto, Budining Wirasatari. 2013. Pemberian Susu Formula pada Bayi Baru Lahir.
http://idai.or.id/public-articles/klinik/asi/pemberian-susu-formula-pada-bayi-baru-
lahir.html.Diakses pada 1 Januari 2015.
14. Pudjiadi, Antonius H., dkk. 2009.IDAI.Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Kedokteran
Anak Indonesia. Edisi I.Jakarta: IDAI.
17. Arisma Dr. Mb., 2010. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC.
18. Mansjoer, Arif,dkk. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. 2000. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI
19. World Health Organization. Pocket Book of Hospital Care for Children, Guidelines
for the Management of Common Illnesses with Limited Resources, 2005