ASFIKSIA NEONATORUM
Oleh:
Pembimbing:
dr. I Made Kardana, Sp.A(K)
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
responsi kasus yang berjudul Asfiksia Neonatorum ini tepat pada waktunya.
Responsi kasus ini disusun dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya
di Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.
Dalam penulisan responsi kasus ini penulis banyak mendapatkan
bimbingan maupun bantuan, baik berupa informasi maupun bimbingan moril.
Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. dr. Bagus Ngurah Putu Arhana, Sp.A(K) selaku Kepala Bagian Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP
Sanglah.
2. dr. I Wayan Dharma Artana, Sp.A(K) selaku Koordinator Pendidikan
Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana/RSUP Sanglah.
3. dr. I Made Kardana, Sp.A(K) selaku dosen pembimbing atas segala
bimbingan, saran-saran dan bantuan dalam penyusunan responsi kasus ini.
4. Semua pihak yang turut membantu dalam penyusunan responsi kasus ini
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa responsi kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari
semua pihak sangat penulis harapkan dalam rangka penyempurnaannya. Akhirnya
penulis mengharapkan semoga responsi kasus ini dapat bermanfaat di bidang ilmu
pengetahuan dan kedokteran.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB IV PEMBAHASAN 36
BAB V KESIMPULAN 42
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
pada 25-30% yang bertahan hidup timbul gangguan saraf permanen seperti
cerebral palsy (CP) dan retardasi mental.6
Asfiksia neonatorum yang termasuk dalam kegawatdaruratan neonatus
harus mendapatkan penanganan dengan cepat. Penanganan pada kondisi asfiksia
neonatorum tidak menunggu hasil penilaian APGAR, bahkan penanganan sudah
mulai disiapkan ketika didapatkan indikasi gawat janin baik saat sebelum
persalinan maupun saat persalinan.7,8 Penanganan yang cepat akan mencegah
pasien jatuh pada kondisi apnu sekunder dan mencegah komplikasi yang terjadi
karena kondisi hipoksia.9 Oleh karena itu, pengenalan terhadap kondisi-kondisi
gawat janin perlu dilakukan agar perisiapan yang adekuat dapat dilakukan.
Berkaitan dengan fakta-fakta yang telah diuraikan, maka dirasakan perlu
pengkajian lebih lanjut berkaitan dengan asfiksia neonatorum. Hal ini berkaitan
dengan penilaian faktor risiko dan keadaan asfiksia dengan cepat sehingga
persiapan penatalaksaan asfiksia neonatorum dapat dilakukan dengan tepat dan
cepat. Dengan persiapan penatalaksaan yang cepat dan tepat maka komplikasi
yang terjadi dapat diminimalisir, yang selanjutnya akan berkaitan dengan
perbaikan kualitas hidup bayi di masa depan.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
100x/menit, tonus otot buruk, sianosis berat dan kadang-kadang pucat, refleks
irritabilitas tidak ada. Pada keadaan tertentu ditemukan juga keadaan asfiksia berat
dengan henti jantung yaitu keadaan dimana ditemukan bunyi jantung fetus yang
menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung
bayi menghilang post partum.11
4
lahir per tahun. Pada tahun 2000 didapatkan 6,3% bayi asfiksia dari seluruh
kelahiran di RSCM, 2,1% diantaranya lahir dengan asfiksia berat.10
Manifestasi hypoxic-ischemic encephalopaty ditemukan pada 1,5% bayi
dengan asfiksia. Asfiksia neonatorum merupakan penyebab utama dari trauma
serebral yang dapat dicegah yang terjadi pada masa neonatus. Pemulihan secara
menyeluruh mungkin tidak dapat terjadi dan banyak anak yang kemudian
mengalami gangguan neurologis dan pada beberapa kasus dapat mengalami
disabilitas yang permanen. Bayi yang mengalami episode hipoksia-iskemi yang
signifikan saat lahir memiliki risiko disfungsi dari berbagai organ, dengan
disfungsi otak sebagai pertimbangan utama.14
5
Tabel 2.1. Faktor penyebab terjadinya asfiksia neonatorum
Maternal Plasenta/Tali Pusat Neonatal
Diabetes mellitus Solusio plasenta Abnormalitas jalan
Hipertensi Perdarahan fetomaternal napas
Preeklamsia Kompresi tali pusat Gangguan neurologis
Hipotensi/syok (prolaps, nuchal cord, Penyakit
Ruptur uterus belitan, dll) kardiopulmoner berat
Anemia berat Infeksi/inflamasi Gangguan sirkulasi
Infeksi berat (perdarahan)
Infeksi
6
alveoli, pembuluh darah paru akan mengalami relaksasi sehingga
tahanan terhadap aliran darah bekurang. Keadaan relaksasi pembuluh
darah dan peningkatan tekanan darah sistemik, menyebabkan tekanan
pada arteri pulmonalis lebih rendah dibandingkan tekanan sistemik
sehingga aliran darah paru meningkat sedangkan aliran pada duktus
arteriosus menurun.17
Oksigen yang diabsorbsi di alveoli oleh pembuluh darah di vena
pulmonalis dan darah yang banyak mengandung oksigen kembali ke
bagian jantung kiri, kemudian dipompakan ke seluruh tubuh bayi baru
lahir. Pada kebanyakan keadaan, udara menyediakan oksigen (21%)
untuk menginisiasi relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat kadar
oksigen meningkat dan pembuluh paru mengalami relaksasi, duktus
arteriosus mulai menyempit. Darah yang sebelumnya dialirkan melalui
duktus arteriosus kemudian akan dialirkan melalui paru-paru, yang
kemudian mengakibatkan terjadinya proses difusi O2 di alveolus
dimana darah yang melalui paru akan mengangkut banyak oksigen
untuk dialirkan ke seluruh jaringan tubuh.17
Pada akhir masa transisi normal, bayi menghirup udara dan
menggunakan paru-parunya untuk mendapatkan oksigen. Tangisan
pertama dan tarikan napas yang dalam akan mendorong cairan dari
jalan napasnya. Oksigen dan pengembangan paru merupakan rangsang
utama relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat oksigen masuk adekuat
dalam pembuluh darah, warna kulit bayi akan berubah dari abu-abu
atau biru menjadi kemerahan.13,17
2.3.2 Kesulitan yang dialami bayi selama masa transisi
Bayi dapat mengalami kesulitan sebelum lahir, selama persalinan
atau setelah lahir. Kesulitan yang terjadi dalam kandungan, baik
sebelum atau selama persalinan, biasanya akan menimbulkan gangguan
pada aliran darah di plasenta atau tali pusat. Tanda klinis awal dapat
berupa deselerasi frekuensi jantung janin.17
Masalah yang dihadapi setelah persalinan lebih banyak berkaitan
dengan jalan nafas dan atau paru-paru, misalnya sulit menyingkirkan
7
cairan atau benda asing seperti mekonium dari alveolus, sehingga akan
menghambat udara masuk ke dalam paru mengakibatkan hipoksia.
Bradikardia akibat hipoksia dan iskemia akan menghambat peningkatan
tekanan darah (hipotensi sistemik).15
Selain itu kekurangan oksigen atau kegagalan peningkatan tekanan
udara di paru-paru akan mengakibatkan arteriol di paru-paru tetap
konstriksi sehingga terjadi penurunan aliran darah ke paru-paru dan
pasokan oksigen ke jaringan. Pada beberapa kasus, arteriol di paru-paru
gagal untuk berelaksasi walaupun paru-paru sudah terisi dengan udara
atau oksigen yang mengakibatkan terjadinya keadaan Persisten
Pulmonary Hypertension Newborn (PPHN).13,15
2.3.3 Reaksi bayi terhadap kesulitan selama masa transisi normal
Bayi baru lahir akan melakukan usaha untuk menghirup udara ke
dalam paru-parunya yang mengakibatkan cairan paru keluar dari alveoli
ke jaringan insterstitial di paru sehingga oksigen dapat dihantarkan ke
arteriol pulmonal dan menyebabkan arteriol berelaksasi. Jika keadaan
ini terganggu maka arteriol pulmonal akan tetap kontriksi, alveoli tetap
terisi cairan dan pembuluh darah arteri sistemik tidak mendapat
oksigen.11
Pada saat pasokan oksigen berkurang, akan terjadi konstriksi
arteriol pada organ seperti usus, ginjal, otot dan kulit, namun demikian
aliran darah ke jantung dan otak tetap stabil atau meningkat untuk
mempertahankan pasokan oksigen. Penyesuaian distribusi aliran darah
akan menolong kelangsungan fungsi organ-organ vital. Walaupun
demikian jika kekurangan oksigen berlangsung terus maka akan terjadi
kegagalan fungsi miokardium dan kegagalan peningkatan curah
jantung, penurunan tekanan darah, yang mengkibatkan aliran darah ke
seluruh organ akan berkurang. Sebagai akibat dari kekurangan perfusi
oksigen dan oksigenasi jaringan, akan menimbulkan kerusakan jaringan
otak yang irreversible, kerusakan organ tubuh lain, atau kematian.13,17
Keadaan bayi yang membahayakan akan memperlihatkan satu atau
lebih tanda-tanda klinis seperti tonus otot buruk karena kekurangan
8
oksigen pada otak, otot dan organ lain; depresi pernapasan karena otak
kekurangan oksigen; bradikardia (penurunan frekuensi jantung) karena
kekurangan oksigen pada otot jantung atau sel otak; tekanan darah
rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung, kehilangan darah
atau kekurangan aliran darah yang kembali ke plasenta sebelum dan
selama proses persalinan, takipnu (pernapasan cepat) karena kegagalan
absorbsi cairan paru-paru dan sianosis karena kekurangan oksigen di
dalam darah.13,17
2.3.4 Mekanisme yang terjadi pada bayi baru lahir yang mengalami gangguan
di dalam kandungan atau pada masa perinatal
Penelitian laboratorium menunjukkan bahwa pernapasan adalah
tanda vital pertama yang berhenti ketika bayi baru lahir kekurangan
oksigen. Setelah periode awal pernapasan yang cepat maka periode
selanjutnya disebut apnu primer (Gambar 1).11 Rangsangan seperti
mengeringkan atau menepuk telapak kaki akan menimbulkan
pernapasan. Walaupun demikian bila kekurangan oksigen terus
berlangsung, bayi akan melakukan beberapa usaha bernapas cepat dan
dangkal yang kemudian terjadi apnu sekunder, rangsangan saja tidak
akan menimbulkan kembali usaha pernapasan bayi baru lahir. Bantuan
pernapasan harus diberikan untuk mengatasi masalah akibat kekurangan
oksigen.11
Frekuensi jantung mulai menurun pada saat bayi mengalami apnu
primer. Tekanan darah akan tetap bertahan sampai dimulainya apnu
sekunder sebagaimana diperlihatkan dalam gambar di bawah ini
(kecuali jika terjadi kehilangan darah pada saat memasuki periode
hipotensi).11 Bayi dapat berada pada fase antara apnu primer serta apnu
sekunder dan seringkali keadaan yang membahayakan ini dimulai
sebelum atau selama persalinan. Akibatnya saat lahir, sulit untuk
menilai berapa lama bayi telah berada dalam keadaan membahayakan.
Pemeriksaan fisik tidak dapat membedakan antara apnu primer dan
sekunder, namun respon pernapasan yang ditunjukkan akan dapat
memperkirakan kapan mulai terjadi keadaan yang membahayakan itu.17
9
Gambar 1. Perubahan frekuensi jantung dan tekanan darah
selama apnu.8
Keadaan apnu dapat dikatakan sebagai apnu primer jika bayi
menunjukkan tanda pernapasan segera setelah dirangsang, dan apnu
sekunder jika bayi tidak menunjukkan adanya perbaikan setelah
dilakukan perangsangan. Sebagai gambaran umum, semakin lama
seorang bayi dalam keadaan apnu sekunder, semakin lama pula dia
bereaksi untuk dapat memulai pernapasan. Walau demikian, segera
setelah ventilasi yang adekuat, hampir sebagian besar bayi baru lahir
akan memperlihatkan gambaran reaksi yang sangat cepat dalam hal
peningkatan frekuensi jantung.7,17
Jika setelah pemberian ventilasi tekanan positif yang adekuat,
ternyata tidak memberikan respons peningkatan frekuensi jantung maka
keadaan yang membahayakan ini seperti gangguan fungsi miokardium
dan tekanan darah, telah jatuh pada keadaan kritis. Pada keadaan seperti
ini, pemberian kompresi dada dan obat-obatan mungkin diperlukan
untuk resusitasi.7,17
Jika setelah pemberian ventilasi tekanan positif yang adekuat,
ternyata tidak memberikan respons peningkatan frekuensi jantung maka
keadaan yang membahayakan ini seperti gangguan fungsi miokardium
dan tekanan darah, telah jatuh pada keadaan kritis. Pada keadaan seperti
ini, pemberian kompresi dada dan obat-obatan mungkin diperlukan
untuk resusitasi.7,17
10
2.5 Manifestasi Klinis Asfiksia Neonatorum
Manifestasi klinis biasanya terjadi 12 jam setelah asfiksia berat yaitu
stupor sampai koma, pernafasan periodik atau usaha bernapas yang ireguler,
oligouria, hipotonus, tidak ada refleks kompleks seperti Moro dan hisap, kejang
tonik-klonik atau multifokal antara 12-24 jam dapat terjadi apnea yang
menggambarkan disfungsi batang otak. Dua puluh empat sampai 72 jam
kemudian dapat terjadi perburukan, berupa koma, apnea lama dan mati batang
otak.10
Asfiksia umumnya merupakan akibat hipoksia janin yang menimbulkan
tanda-tanda klinis pada janin atau bayi seperti berikut:
Denyut jantung janin lebih dari 100x/menit atau kurang dari
100x/menit tidak teratur;
Mekonium dalam air ketuban pada janin letak kepala;
Tonus otot buruk karena kekurangan oksigen pada otak, otot, dan
organ lain;
Depresi pernafasan karena otak kekurangan oksigen;
Bradikardi (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen
pada otot-otot jantung atau sel-sel otak;
Tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung,
kehilangan darah atau kekurangan aliran darah yang kembali ke
plasenta sebelum dan selama proses persalinan;
Takipnu (pernafasan cepat) karena kegagalan absorbsi cairan paru-paru
atau nafas tidak teratur;
Sianosis (warna kebiruan) karena kekurangan oksigen didalam darah,
dan pucat.15
11
untuk mencari faktor risiko terhadap terjadinya asfiksia neonatorum, baik
faktor neonatus, faktor ibu, dan faktor plasenta. Anamnesis yang kuat dan
menunjukkan tanda-tanda asfiksia neonatus ini dapat membantu
menegakkan diagnosis.7
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisis, skor APGAR dipakai untuk menentukan derajat
berat ringannya asfiksia. Asfiksia dapat terjadi selama periode intrauterin atau
antepartum, durante partum maupun post partum. Jika bayi mengalami
asfiksia intrauterin berarti maka bayi dapat dikatakan mengalami kejadian
gawat janin atau fetal distress. Penegakan diagnosis asfiksia durante atau
postpartum dapat ditegakkan dengan menentukan nilai APGAR score pada
menit 1, 5, 10, dan 15.7,18
Penentuan skor APGAR dapat dilakukan dengan cara: bayi baru lahir
diletakkan di bawah radiant heater; pemeriksaan dilakukan pada menit
pertama dan kelima setelah lahir; bila penilaian menit ke-5 <7, penilaian
dilanjutkan setiap 5 menit sampai menit ke-20, penilaian APGAR meliputi 5
kriteria (Tabel 1).7,18
Tabel 2.2 Skor APGAR
Klinis 0 1 2
Detak jantung Tidak ada < 100 x/menit >100x/menit
Pernafasan Tidak ada Tak teratur Tangis kuat
Refleks saat jalan nafas Tidak ada Menyeringai Batuk/bersin
dibersihkan
Tonus otot Lunglai Fleksi ekstrimitas Fleksi kuat
(lemah) gerak aktif
Warna kulit Biru pucat Tubuh merah Merah seluruh
ekstrimitas biru tubuh
Nilai 0-3 : Asfiksia berat
Nilai 4-6 : Asfiksia sedang
Nilai 7-10 : Normal
Walaupun nilai APGAR tidak penting dalam pengambilan keputusan
pada awal resusitasi, akan tetapi nilai APGAR dapat menolong dalam upaya
12
penilaian keadaan bayi dan penilaian efektivitas upaya resusitasi.10 Maka dari
itu nilai APGAR diperhatikan pada menit ke-1 dan menit ke-5. bila nilai
APGAR 5 menit masih kurang dari 7, penilaian dilanjutkan tiap 5 menit
sampai skor mencapai 7. Nilai APGAR berguna untuk menilai keberhasilan
resusitasi bayi baru lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai
resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak
menangis.7,12
c. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan penunjuang pada bayi dengan asfiksia mungkin akan
didapatkan hasil sebagai berikut: hasil analisis gas darah tali pusat yang
menunjukkan hasil asidosis pada darah tali pusat, PaO2 < 50 mm H2O ,
PaCO2 > 55 mm H2O dan pH < 7,30. Pada bayi yang sudah tidak
membutuhkan bantuan resusitasi aktif, pemeriksaan penunjang diarahkan
pada kecurigaan atas komplikasi. Pemeriksaan penunjuang yang dapat
dilakukan meliputi: darah perifer lengkap; analisa gas darah sesudah lahir;
gula darah sewaktu, elektrolit darah (kalsium, Natrium, Kalium); BUN/SC;
laktat; pemeriksaan thorax foto dan BOF tiga posisi; pemeriksaan USG
kepala; pemeriksaan EEG, dan CT scan kepala.7,12
13
tekanan positif, kompresi dada, pemberian efinefrin dan atau pengembang
volume, dan penilaian.7,8,12
2.7.1 Langkah awal dalam stabilisasi
2.7.1.1 Memberikan kehangatan
Bayi diletakkan di bawah alat pemancar panas (radiant warmer)
dalam keadaan telanjang agar panas dapat mencapai tubuh bayi
dan memudahkan eksplorasi seluruh tubuh.7 Bayi dengan BBLR
memiliki kecenderungan tinggi menjadi hipotermi dan harus
mendapat perlakuan khusus. Beberapa kepustakaan
merekomendasikan pemberian teknik penghangatan tambahan
seperti penggunaan plastik pembungkus dan meletakkan bayi
dibawah pemancar panas pada bayi kurang bulan dan BBLR.
Alat lain yang bisa digunakan adalah alas penghangat.7,8,12
2.7.1.2 Memposisikan bayi dengan sedikit menengadahkan kepalanya
Bayi diletakkan telentang dengan leher sedikit tengadah dalam
posisi menghidu agar posisi faring, laring dan trakea dalam satu
garis lurus yang akan mempermudah masuknya udara. Posisi ini
adalah posisi terbaik untuk melakukan ventilasi dengan balon
dan sungkup dan/atau untuk pemasangan pipa endotrakeal.7,8,12
2.7.1.3 Membersihkan jalan napas sesuai keperluan
Aspirasi mekoneum saat proses persalinan dapat menyebabkan
pneumonia aspirasi. Salah satu pendekatan obstetrik yang
digunakan untuk mencegah aspirasi adalah dengan melakukan
penghisapan mekoneum sebelum lahirnya bahu (intrapartum
suctioning), namun bukti penelitian dari beberapa pusat
penelitian menunjukkan bahwa cara ini tidak menunjukkan efek
yang bermakna dalam mencegah aspirasi mekonium.7,8,12
Cara yang tepat untuk membersihkan jalan napas adalah
bergantung pada keaktifan bayi dan ada/tidaknya mekonium.
Bila terdapat mekoneum dalam cairan amnion dan bayi tidak
bugar (bayi mengalami depresi pernapasan, tonus otot kurang
dan frekuensi jantung kurang dari 100x/menit) segera dilakukan
14
penghisapan trakea sebelum timbul pernapasan untuk mencegah
sindrom aspirasi mekonium. Penghisapan trakea meliputi
langkah-langkah pemasangan laringoskop dan selang
endotrakeal ke dalam trakea, kemudian dengan kateter
penghisap dilakukan pembersihan daerah mulut, faring dan
trakea sampai glotis. Bila terdapat mekoneum dalam cairan
amnion namun bayi tampak bugar, pembersihan sekret dari jalan
napas dilakukan seperti pada bayi tanpa mekonium.7,8,12
2.7.1.4 Mengeringkan bayi, merangsang pernapasan dan meletakkan
pada posisi yang benar
Meletakkan pada posisi yang benar, menghisap sekret, dan
mengeringkan akan memberi rangsang yang cukup pada bayi
untuk memulai pernapasan. Bila setelah posisi yang benar,
penghisapan sekret dan pengeringan, bayi belum bernapas
adekuat, maka perangsangan taktil dapat dilakukan dengan
menepuk atau menyentil telapak kaki, atau dengan menggosok
punggung, tubuh atau ekstremitas bayi.7,8,12
Bayi yang berada dalam apnu primer akan bereaksi pada hampir
semua rangsangan, sementara bayi yang berada dalam apnu
sekunder, rangsangan apapun tidak akan menimbulkan reaksi
pernapasan. Karenanya cukup satu atau dua tepukan pada
telapak kaki atau gosokan pada punggung. Jangan membuang
waktu yang berharga dengan terus menerus memberikan
rangsangan taktil.7,8,12
Keputusan untuk melanjutkan dari satu kategori ke kategori berikutnya
ditentukan dengan penilaian tiga tanda vital secara simultan (pernapasan,
frekuensi jantung dan warna kulit). Waktu untuk setiap langkah adalah sekitar
30 detik, lalu nilai kembali, dan putuskan untuk melanjutkan ke langkah
berikutnya (Gambar 2).7,8,12
15
2.6.2 Penilaian
Penilaian dilakukan setelah 30 detik untuk menentukan perlu
tidaknya resusitasi lanjutan. Tanda vital yang perlu dinilai adalah
sebagai berikut:
2.7.2.1 Pernapasan
Resusitasi berhasil bila terlihat gerakan dada yang adekuat,
frekuensi dan dalamnya pernapasan bertambah setelah rangsang
taktil. Pernapasan yang megap-megap adalah pernapasan yang
tidak efektif dan memerlukan intervensi lanjutan.7,8,12
2.7.2.2 Frekuensi jantung
Frekuensi jantung harus diatas 100x/menit. Penghitungan bunyi
jantung dilakukan dengan stetoskop selama 6 detik kemudian
dikalikan 10 sehingga akan dapat diketahui frekuensi jantung
permenit.7,8,12
2.7.2.3 Warna kulit
Bayi seharusnya tampak kemerahan pada bibir dan seluruh
tubuh. Setelah frekuensi jantung normal dan ventilasi baik, tidak
boleh ada sianosis sentral yang menandakan hipoksemia. Warna
kulit bayi yang berubah dari biru menjadi kemerahan adalah
petanda yang paling cepat akan adanya pernapasan dan sirkulasi
yang adekuat. Sianosis akral tanpa sianosis sentral belum tentu
menandakan kadar oksigen rendah sehingga tidak perlu
diberikan terapi oksigen. Hanya sianosis sentral yang
memerlukan intervensi.7,8,12
16
Gambar 2. Diagram alur resusitasi neonatus.7
2.7.3 Terapi medikamentosa
2.7.3.1 Epinefrin
Indikasi penggunaan epinefrin pada asfiksia neonatorum
meliputi: denyut jantung bayi < 60 x/menit setelah paling tidak
30 detik dilakukan ventilasi adekuat dan pemijatan dada; dan
keadaan asistolik. Dosis epinefrin yang diberikan yakni 0,1-0,3
ml/kg BB dalam larutan 1 : 10.000 (0,01 mg-0,03 mg/kg BB).
Pemberian epinefrin dapat dilakukan secara intravena atau
endotrakeal dan dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu.7,8,12
17
2.7.3.2 Volume ekspander
Volume ekspander dapat diberikan dengan indikasi: bayi baru
lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan
tidak ada respon dengan resusitasi; dan hipovolemia
kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis
ditandai adanya pucat, perfusi buruk, nadi kecil/lemah, dan pada
resusitasi tidak memberikan respon yang adekuat.7,8,12
Jenis cairan yang diberikan meliputi: larutan kristaloid yang
isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat); dan transfusi darah
golongan O negatif jika diduga kehilangan darah banyak. Dosis
pembeiran cairan awal mencapai 10 ml/kg BB IV pelan selama
5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan respon
klinis.7,8,12
2.7.3.3 Bikarbonat
Pemberian bikarbonat dapat dilakukan pada keadaan asidosis
metabolik, bayi-bayi baru lahir yang mendapatkan resusitasi.
Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik. Penggunaan
bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia
harus disertai dengan pemeriksaan analisa gas darah dan
kimiawi.7,8,12
Bikarbonat dapat diberikan dengan dosis 1-2 mEq/kg BB atau 2
ml/Kg BB (4,2%) atau 1 ml/kg bb (8,4%). Pemberian bikarbonat
dapat dilakukan dengan cara mengencerkan bikarbonat dengan
aquabides atau dekstrose 5% sama banyak diberikan secara
intravena dengan kecepatan minimal 2 menit. Efek samping
bikarbonat dapat menyebabkan keadaan hiperosmolaritas dan
kandungan CO2 dari bikarbonat diduga dapat merusak fungsi
miokardium dan otak.7,8,12
18
2.7.3.4 Nalokson
Nalokson hidroklorida adalah antagonis narkotik yang tidak
menyebabkan depresi pernafasan. Sebelum diberikan nalakson,
ventilasi harus adekuat dan stabil. Nalokson diberikan pada
keadaan depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya
menggunakan narkotik empat jam sebelum persalinan. Nalokson
tidak diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya baru dicurigai
sebagai pemakai obat narkotika sebab akan menyebabkan tanda
withdrawal tiba-tiba pada sebagian bayi. Nalokson diberikan
dengan dosis 0,1 mg/kg BB (0,4 mg/ml atau 1 mg/ml) secara
intravena, endotrakeal atau bila perfusi baik dapat diberikan
secara intramuscular atau subkutan.7,8,12
2.7.3.5 Antibiotika
Antibiotika dapat diberikan pada bayi asfiksia dengan asfiksia
berat, antibiotika yang diberikan yakni golongan ampisilin atau
aminoglikosid.7,8,12
19
2.8.1 Dampak sistem susunan saraf pusat
Ensefalopati hipoksik-iskemik adalah terminologi yang digunakan untuk
menggambarkan kelainan neuropatologis dan klinis yang diperkirakan terjadi
pada bayi baru lahir akibat asfiksia intrapartum atau masa neonatal. Ensefalopati
hipoksik-iskemik merupakan kelainan neuropatologis yang paling sering
ditemukan pada bayi yang mengalami asfiksia, di samping perdarahan
periventrikular-intraventrikular yang terutama terjadi pada bayi kurang bulan.
Kelainan neurologis yang dapat ditimbulkan akibat ensefalopati hipoksik- iskemik
adalah gangguan intelegensia, kejang, gangguan perkembangan psikomotor dan
kelainan motorik yang termasuk di dalam palsi serebral.19
2.8.2 Dampak sistem kardiovaskular
Bayi dengan asfiksia perinatal dapat mengalami iskemia miokardial
transien. Secara klinis dapat ditemukan gejala gagal jantung seperti, takipnu,
takikardia, pembesaran hati dan irama derap. Bising sistolik dapat terdengar di
garis sternalis kiri bawah (regurgitasi trikuspid) dan dapat terdengar di apeks
(regurgitasi mitral). Foto toraks memperlihatkan kardiomiopati dan kongesti vena
pulmonalis. EKG memperlihatkan depresi segmen S-T di mid precordium dan
gelombang T yang negatif abnormal di left precordium. Serum kreatin kinase
plasma MB isoenzime meningkat >5-10% mungkin menunjukkan adanya
kerusakan miokard. Ekokardiografi memperlihatkan struktur jantung yang normal
tetapi kontraksi ventrikel kiri berkurang terutama di dinding posterior. Selain itu
ditemukan hipertensi pulmonal persisten, insufisiensi trikuspid, nekrosis
miokardium, dan renjatan.19
2.8.3 Dampak terhadap ginjal
Hipoksia ginjal dapat menimbulkan gangguan perfusi dan dilusi ginjal, serta
kelainan filtrasi glomerulus. Hal ini timbul karena proses redistribusi aliran darah
akan menimbulkan beberapa kelainan ginjal antara lain nekrosis tubulus dan
perdarahan medula. Gejala utama oliguria disertai peningkatan blood urea
nitrogen (BUN) dan kreatinin. Gagal ginjal diduga terjadi karena ginjal sangat
sensitif terhadap hipoksia. Hipoksia yang terjadi dalam 24 jam pertama kehidupan
akan mengakibatkan iskemia ginjal yang awalnya bersifat sementara namun bila
hipoksia berlanjut akan menyebabkan kerusakan korteks dan medula yang bersifat
20
menetap. Bayi dengan asfiksia mempunyai risiko untuk terjadinya nekrosis
tubular akut dan SIADH. Oleh karena itu perlu dilakukan pemantauan jumlah
urin, urinalisis, berat jenis urin, osmolaritas dan elektrolit urin dan serum.
Pengukuran kadar kreatinin urin dan serum bersamaan dengan kadar natrium urin
dan serum diperlukan untuk menghitung fraksi ekskresi natrium dan indeks ginjal
untuk memastikan adanya gangguan ginjal. Pengukuran kadar b2-mikroglobulin
di urin juga berguna untuk mengetahui disfungsi tubulus proksimal ginjal. Besar
ginjal perlu dipantau dengan USG.9,19
2.8.4 Dampak terhadap hepar
Hati dapat mengalami kerusakan yang berat (shock liver), sehingga
fungsinya dapat terganggu. Kadar transaminase serum (SGOT, SGPT), faktor
pembekuan (PT, PTT, dan fibrinogen), albumin dan bilirubin harus dipantau.
Kadar amoniak serum harus diukur. Diberikan faktor-faktor pembekuan jika
diperlukan. Kadar gula darah dipertahankan pada 75- 100 mg/dl. Obat-obat yang
didetoksifikasi di hati juga harus dimonitor kadarnya secara ketat. Kegagalan
fungsi hati merupakan pertanda prognosis yang buruk.19
2.8.5 Dampak terhadap sistem vascular
Seringkali ditemukan KID akibat rusaknya pembuluh darah, kegagalan
hati membuat faktor pembekuan dan sumsum tulang gagal memproduksi
trombosit. Penanganannya meliputi pemantauan Protrombin Time (PT)/Partial
Tromboplastin Time (PTT), fibrinogen dan trombosit serta pemberian faktor-
faktor pembekuan jika diperlukan. Jazayeri dkk meneliti kadar eritropoetin pada
203 orang neonatus cukup bulan, 70 di antaranya dengan mekonium pada cairan
amnion. Hasil penelitian didapatkan kadar eritropoetin neonates cukup bulan
dengan mekonium pada cairan amnion lebih tinggi dibandingkan kontrol,
sehingga keluarnya mekonium dapat dihubungkan dengan kejadian hipoksia fetus
kronik.19
2.8.6 Dampak terhadap sistem gastrointestinal
Kelainan saluran cerna ini terjadi karena radikal bebas oksigen yang
terbentuk pada penderita hipoksia beserta faktor lain seperti gangguan koagulasi
dan hipotensi, menimbulkan kerusakan epitel dinding usus. Gangguan fungsi yang
terjadi dapat berupa kelainan ringan yang bersifat sementara seperti muntah
21
berulang, gangguan intoleransi makanan atau adanya darah dalam residu lambung
sampai kelainan perforasi saluran cerna, enterokolitis nekrotikans kolestasis dan
nekrosis hepar.9
2.8.7 Dampak terhadap sistem audiovisual
Gangguan pada fungsi penglihatan dan pendengaran dapat terjadi secara
langsung karena proses hipoksia dan iskemia, ataupun tidak langsung akibat
hipoksia iskernia susunan saraf pusat atau jaras-jaras yang terkait yang
menimbulkan kerusakan pada pusat pendengaran dan penglihatan. Johns ,dkk.
pada penelitian terhadap 6 bayi prematur yang menderita kelainan jantung bawaan
sianotik, 3 bayi di antaranya menderita retinopati. Retinopati yang ditemukan
ternyata tidak hanya karena peninggian tekanan oksigen arterial tetapi pada
beberapa penderita disebabkan oleh hipoksemia yang menetap. Selain retinopati,
kelainan perdarahan retina dilaporkan pula pada bayi penderita perinatal hipoksia.
Sebuah penelitian yang memeriksa secara berkala (antara usia 1 sampai 36 bulan)
ketajaman dan lapangan penglihatan 66 bayi penderita asfiksia, menemukan
bahwa nilai ketajaman serta luas lapangan penglihatan bayi prematur lebih rendah
dan lebih sempit bila dibandingkan dengan bayi cukup bulan normal. Gangguan
ketajaman dan lapangan penglihatan tersebut semakin nyata apabila bayi juga
menderita kelainan susunan saraf pusat seperti perdarahan intraventrikuler atau
leukomalasi periventrikuler. Penelitian jangka panjang dengan alat brainstem
auditory evoked responses yang dilakukan pada bayi dengan riwayat asfiksia,
menemukan gangguan fungsi pendengaran pada sejumlah bayi. Selanjutnya dari
penelitian tersebut dilaporkan bahwa kelainan pendengaran ditemukan pada
17,1% bayi pasca asfiksia yang disertai gangguan perkembangan otak, dan 6,3%
pada penderita tanpa gangguan perkembangan otak.9
2.8.8 Dampak terhadap paru
Dampak asfiksia terhadap paru adalah hipertensi pulmonal persisten,
mekanisme terjadinya adalah vasokonstriksi paru akibat hipoksia dan asidosis,
pembentukan otot arteriol paru pada masa pranatal, pelepasan zat aktif seperti
leukotrin dan pembentukan mikrotrombus; perdarahan paru, edem paru karena
gagal jantung, acute respiratory distress syndrome, HMD sekunder akibat
22
gangguan produksi surfaktan karena asfiksia, dan aspirasi mekonium. Pengobatan
berupa oksigenasi dan ventilasi yang adekuat.19
23
BAB III
TINJAUAN KASUS
24
3.2.6 Riwayat Penyerta
a. Riwayat Prenatal
- Antenatal Care (ANC) dikatakan teratur dan dilakukan setiap bulan di bidan sebanyak
3 kali dan dokter spesialis kandungan setiap bulan yaitu sebanyak 6 kali.
- Dikatakan pernah dilakukan USG 5 kali di dokter spesialis kandungan, dengan hasil
tidak ada perdarahan dan tidak tampak adanya kelainan.
- HPHT (Hari Pertama Haid Terakhir) tanggal 2 Januari 2016 sehingga dapat dihitung
TP (Taksiran Partus) pada tanggal 9 Oktober 2016.
- Riwayat penggunaan obat sedasi, analgesi ataupun anastesi disangkal oleh ibu.
- Riwayat pendarahan tidak ada.
- Dengan faktor resiko infeksi mayor ketuban hijau dan faktor resiko minor infeksi; KPD
> 12 jam, ibu demam lebih dari 370C dan keputihan
b. Riwayat Penyakit Ibu
Ibu memiliki tidak memiliki riwayat hipertensi yang muncul pada saat kehamilan.
Riwayat demam saat kehamilan, anemia, penyakit diabetes mellitus, hepatitis B,
tuberkulosis (TB), asma, dan penyakit jantung disangkal oleh ibu penderita. Riwayat
kematian neonatus sebelumnya juga sangkal oleh ibu pasien. Riwayat alergi obat
disangkal oleh. ibu pasien
c. Riwayat Intranatal
- Pada tanggal 29 September 2016 pk 17.00 WITA ibu mengeluhkan adanya keluar air
secara tiba-tiba dari vagina, tidak dapat ditahan, berbau dan berwarna kehijauan dan
segera dibawa ke RSUP Sanglah. Pukul 18.00 WITA ibu sampai di RSUP Sanglah.
- Ibu didiagnosis dengan G1P0000, dengan umur kehamilan 38 minggu dan 5 hari + KPD
- Pasien lahir tanggal 30 September 2016 pukul 08.00 WITA.
- Tidak ada riwayat perdarahan, gawat janin, dan demam.
- Dilakukan iduksi persalinan dengan induksi oksitosin karena ibu didiagnosis KPD
lebih dari 12 jam.
25
Faktor Resiko Infeksi
Mayor Minor
Ibu demam suhu >380c (-) Ketuban Pecah Dini >12 jam (+)
Ketuban Pecah dini >24 jam (-) Asfiksia (1 <5 : 57 ) (+)
Korioamnionitis (+) BBLSR (-)
Fetal distress DJJ > 160 x/ menit (+) Umur kehamilan <37 minggu (-)
Ketuban hijau (+) Gemeli (-)
Keputihan (+)
Tersangka ISK (-)
Ibu demam >37,5 0c (+)
Skor Mayor :3 Skor minor :4
26
Skor Nyeri (NPAT) :0
Status General:
Kepala : normocephali, ubun-ubun besar terbuka datar, ubun- ubun kecil terbuka
datar, caput succadeneum (-), cephal hematome (-)
Rambut : hitam, halus
Mata : an -/-, ikt -/- RP +/+ isokor, edema -/-
THT : nafas cuping hidung (+), bibir sianosis (+)
Leher : JVP (-), pembesaran kelenjar (-), kaku kuduk (-)
Thoraks
Cor : Inspeksi : precordial bulging (-), retraksi subcostal (+)
Palpasi : teraba ictus cordis ICS IV MCL sinistra
Auskultasi : S1S2 normal reguler, tidak ada murmur
Pulmo:Inspeksi : bentuk normal, simetris saat statis dan dinamis,retraksi (+)
Palpasi : gerakan dada simetris
Auskultasi : bronkovesikuler +/+, rhonki +/+, wheezing-/-
Payudara : Areola +/+ (4mm/4mm)
Abdomen :
Inspeksi : distensi (-), tidak tampak vena, tali pusar segar
Auskultasi : bising usus (+) normal
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar just palpable, lien tak teraba
Genitalia : ruggae (+), testis down
Anus : ada
Ekstremitas : akral hangat (+) pada keempat ekstremitas, edema (-), sianosis (+), waktu
pengisian kapiler > 3 detik, plantar creases 2/3 anterior
Kulit : pengelupasan kulit (-), ruam superfisial (-), tampak sianosis.
Lanugo : (+) menipis
Kelainan bawaan: tidak ada
27
Penilaian usia bayi:
Nilai Total
Kriteria Klinis
1 2 3 4 Skor
Tampak 3
Pembuluh Vena venula Tidak jelas / tidak
Tampak vena hanya
darah pada tampak jelas tampak pembuluh
& cabangnya pembuluh
kulit abdomen sekali darah
darah besar
Plantar crease Tidak ada 1/3 anterior 2/3 anterior Seluruh telapak 3
Masa Gestasi
Nilai Kumulatif
(minggu + hari)
7 27 + 2
8 28 + 2
9 29 + 1
10 30 + 1
11 31
12 32
13 32 + 6
14 33 + 6
15 34 + 5
16 35 + 5
17 36 + 4
18 37 + 4
19 38 + 3
20 39 + 3
21 40 + 2
22 41 + 2
23 42 + 2
28
Setelah didapatkan skor total, kemudian cari masa gestasinya sesuai dengan tabel
nilai kematangan di bawah ini. Didapatkan usia penderita adalah 38 minggu 3 hari.
29
APGAR Score
1 5 10
Appearance 0 0 2
Pulse 1 1 2
Grimace 1 1 1
Activity 0 0 1
Respiration 0 1 1
2 3 7
Berdasarkan Skor APGAR tersebut diketahui bayi mengalami Asfiksia Berat.
30
HCT 48,01 % Normal 45,00 67,00
MCV 106,80 fl Normal 92,00- 121,00
MCH 34,73 pg Normal 31,00- 37,00
MCHC 32,51 g/dl Normal 29,00-36,00
RDW 18,33 % Normal 14,90-18,70
PLT 173,70 103/L Normal 140,00-440,00
IT Ratio 0,37 Tinggi <0,20
31
Cor : besar dan konfigurasi normal
Pulmo : tampak konsolidasi di perihiler kanan
Sinus pleura kanan kiri tajam
Diaphragma kanan kiri normal
Tulang-tulang tak tampak kelainan
Kesan : Gambaran Pneumonia
3.7 Penatalaksanaan
a. Ketika baru lahir
Neonatus lahir
Evaluasi : neonatus cukup bulan (+), segera bernafas/menangis(-), tonus otot (-)
Posisikan bayi, rangsang taktil, dan keringkan. Evaluasi : HR 80x/ menit, RR apneu, kulit
sianosis
Pemberian single nasal prong melalau neopuff. PEEP 7 ; Flow 8 ; PIP 18. Evaluasi : HR
144x/menit, RR 72x/menit, SpO2 95%
32
Downe Score 0 1 2
Cyanosis None Cyanotic in air Cyanotic in 40% O2
Retractions None Mild Severe
Grunting None Audible with Audible without
stethoscope stethoscope
Air entry-make baby cry Clear Delayed or Barely audible
and listen to breath decreased
sounds while baby cries
Respiratory rate 60 60 to 80 80 or apneic
episodes
Downe Score :
Sianosis :1
Retraksi :1
Grunting :1
Air entry :1
Respiration :1
Total : 5 (Moderate Respiratory Distress)
33
3.8 Perkembangan Pasien
35
BAB IV
PEMBAHASAN
36
Pasien Tinjauan Pustaka
Anamnesis
- Pasien dikeluhkan tidak - Tidak menangis dan pasien
langsung menangis dan sempat tampak biru merupakan salah satu
biru sesaat setelah dilahirkan tanda hipoksia awal
- Pada saat intranatal ibu - Ketuban pecah dini merupakan
mengalami ketuban pecah dini salah satu faktor risiko terjadinya
- Faktor risiko infeksi: 3 mayor asfiksia neonatorum, karena
(korioamnionitis, fetal distress, berkaitan dengan komplikasi
ketuban hijau) dan 4minor seperti kompresi tali pusat,
(asfiksia, demam, keputihan, korioamnionitis, hingga abruption
ketuban pecah dini>12 jam). plasenta,yang bisa menganggu
aliran darah dari ibu ke bayi.
- Faktor risiko infeksi disebut positif
bila terdapat 1 faktor risiko mayor
atau 2 faktor risiko minor.
Pemeriksaan Fisik
- APGAR score - APGAR score
Didapatkan total penilaian Penegakan diagnosis asfiksia
APGAR score pada menit ke-1 durante atau postpartum dapat
adalah 2, pada menit ke-5adalah ditegakkan dengan menentukan
3, dan pada menit ke-10 adalah nilai APGAR score pada menit 1,
7. 5, 10, dan 15, dengan interpretasi:
1 5 10 Nilai 0-3 : Asfiksia berat
Appearance 0 0 1
Nilai 4-6 : Asfiksia sedang
Pulse 1 1 1
Grimace 1 1 1 Nilai 7-10 : Normal
Activity 0 0 0
APGAR score diperhatikan pada
Respiration 0 1 1
2 3 7 menit ke-1 dan menit ke-5. Bila
APGAR score 5 menit masih< 7,
Berdasarkan nilai APGAR
penilaian dilanjutkan tiap 5 menit
score (5 = 2-3) tersebut
sampai skor mencapai 7.
diketahui bayi mengalami
Asfiksia Berat.
37
- Downe score - Downe score
Pada pasien didapatkan total Downe score berguna untuk
Downe score adalah 6atau menilai derajat respiratory distress
moderate respiratory distress. dengan interpretasi:
Sianosis :1 0-3: Mild respiratory distress
Retraksi :1 4-6: Moderate respiratory distress
Grunting :1 >6: Impending respiratory failure
Air entry :1 - Pneumonia neonatal ditandai
Respiration :1 dengan gambaran klinis berupa
Total :5 adanya distress napas, takikardia,
- Nafas cuping hidung (+) perfusi perifer berkurang, letargi,
- Takipneu (70 kali/menit) ada riwayat takikardia janin dan
- Takikardi (150 kali/menit) skor APGAR rendah.
- Retraksi subcostal (+)
- Auskultasi paru: rhonki +/+
Pemeriksaan Penunjang
- Dari darah lengkap ditemukan - Hasil pemeriksaan laboratorium
adanya leukositosis (41,60 x yang menjadi penanda sepsis atau
103/L) dan peningkatan IT septik marker antara lain: hitung
ratio (0,37). leukosit (N 5.000/uL 30.000/uL),
- Dari pemeriksaan chest X-ray hitung trombosit (N>150.000/uL),
didapatkan adanya konsolidasi IT rasio (N<0,2), CRP (N 1,0
pada perihiler kanan dengan mg/dL atau 10 mg/L). Mendukung
kesan gambaran pneumonia. kecurigaan sepsis bila (+) 2.
- Pemeriksaan chest X-ray pada
pneumonia bisa memberikan
gambaran berupa infiltrat atau
konsolidasi.
38
Diagnosis - Pasien merupakan bayi cukup
- Bayi cukup bulan + sesuai masa bulan (sesuai masa kehamilan)
kehamilan + asfiksia berat + yaitu berusia 38 minggu,
respiratory distress ec suspect didiagnosis asfiksia berat sesuai
pneumonia neonatal dd sepsis dengan keadaan klinis yang dinilai
neonatal awitan dini dengan APGAR score dengan
nilai 2-3-7. Sedangkan diagnosis
respiratory distress berdasarkan
Downe score6 yang menandakan
moderate respiratory distress.
Kecurigaan pneumonia dan sepsis
didapat dari manifestasi klinis
pemeriksaan laboratorium dan
chest X-ray, serta adanya faktor
risiko infeksi.
Penatalaksanaan
Neonatus lahir Resusitasi Awal
Pada pemeriksaan atau penilaian
Evaluasi : neonatus cukup bulan awal dilakukan dengan menjawab
(+), segera bernafas/menangis(- pertanyaan:
), tonus otot (-) 1. apakah neonatus cukup bulan?
2. apakah neonatus bernapas atau
Hangatkan bayi dibawah radian menangis?
warmer 3. apakah tonus otot neonatus baik
atau kuat?
Bersihkan jalan nafas dari mulut
ke hidung dengan suction Stabilisasi
1. Memberikan kehangatan
Posisikan bayi, rangsang taktil, 2. Memposisikan bayi dengan sedikit
dan keringkan. Evaluasi : HR menengadahkan kepalanya.
80x/ menit, RR apneu, kulit 3. Membersihkan jalan napas sesuai
sianosis keperluan
39
4. Mengeringkan bayi, merangsang
pernapasan dan meletakkan pada
Berikan O2 flow tekanan positif posisi yang benar
10 lpm. HR 128x/menit, RR
40x/menit grunting, kulit Penilaian
kemerahan. 1. Pernapasan
Resusitasi berhasil bila terlihat
Pemberian single nasal prong gerakan dada yang adekuat, frekuensi
melalau neopuff. PEEP 7 ; Flow dan dalamnya pernapasan bertambah
8 ; PIP 18. Evaluasi : HR setelah rangsang taktil.Pernapasan
144x/menit, RR 72x/menit, yang megap-megap adalah
SpO2 95% pernapasan yang tidak efektif dan
memerlukan intervensi lanjutan.
Perawatan observasi/ suportif 2. Frekuensi jantung
Perawatan observasi/ suportif Frekuensi jantung harus diatas
- Jaga kehangatan 100x/menit.
- Rawat Tali Pusat 3. Warna kulit
- Puasa 24 jam Setelah frekuensi jantung normal dan
- CPAP support FiO2 40% : PEEP 7 ventilasi baik, tidak boleh ada
: flow 8 sianosis sentral yang menandakan
- Kebutuhan cairan 60ml/kg/hari ~ hipoksemia. Sianosis akral tanpa
195 mL/hari. IVFD D10% 8ml/jam sianosis sentral belum tentu
- Antibiotika lini I Ampicilin menandakan kadar oksigen rendah
50mg/kg/kali ~ 165mg IV tiap 12 sehingga tidak perlu diberikan terapi
jam dan Amikasin 7,5mg/kg/kali oksigen. Hanya sianosis sentral yang
IV ~ 22,5 mg tiap 12 jam memerlukan intervensi.
- Observasi 6 jam
Monitor : tanda vital, cairan masuk dan - Jaga kehangatan dengan
keluar, berat badan, dan tanda-tanda pemberian selimut pada bayi dan
distress napas pemberian terapi berupa radiant
warmer untuk mencegah
hipotermia.
40
- Tali pusat perlu dirawat dengan
tujuan agar tali pusat tidak
mengalami infeksi.
- Antibiotika dapat diberikan pada
bayi asfiksia dengan asfiksia
berat, antibiotika yang diberikan
yakni golongan ampisilin atau
aminoglikosid.
- Volume ekspander dapat
diberikan dengan indikasi bayi
baru lahir yang dilakukan
resusitasi mengalami hipovolemia
dimana pada klinis ditandai
adanya pucat, perfusi buruk, nadi
kecil/lemah, dan pada resusitasi
tidak memberikan respon yang
adekuat.
Pemantauan tanda vital dan
keseimbangan cairan penting
dilakukan untuk menilai
komplikasi yang terjadi setelah
asfiksia pada sistem seperti saraf,
kardiovaskular, paru, vaskuler,
respirasi, metabolik, ginjal, dan
gastrointestinal.
41
BAB V
KESIMPULAN
42
DAFTAR PUSTAKA