Anda di halaman 1dari 19

KATA PENGANTAR

Berawal dari adanya permintaan pada penulis untuk memberikan materi pada suatu
Pelatihan Standarisasi Penulisan Tugas Akhir, buku kecil ini disusun kembali dari makalah
yang penulis sajikan pada pelatihan tersebut dengan maksud agar lebih praktis dan enak
untuk dibaca.

Buku kecil ini tidak banyak menyajikan hal-hal baru akan tetapi hanya berupa
penyegaran dan penekanan-penakanan tentang isue plagiarisme. Penulis berpendapat bahwa
dalam penulisan-penulisan tugas akhir mahasiswa maupun karya tulis ilmiah dosen
penekanannya selama ini baru pada pada proforma-proforma sistimatika ilmiahnya saja.
Sementara penekanan pada substansi proses ilmiahnya masih kurang diperhatikan. Hal itu
juga didorong oleh budaya ingin cepat berhasil sehingga ketekunan dan minat untuk
mendalami substansi yang diteliti juga mendjadi kurang.

Untuk menangkal dan menghindari plagiarisme dibutuhkan sudut pandang dan


pemahaman yang sejalan antara lembaga perguruan tinggi, dosen, dan mahasiswa yang di
atur dengan kode etik ilmiah yang baku serta penerapan sangsi akademik yang tegas. Dengan
buku kecil ini setidak-tidaknya kita semua khususnya dosen pembimbing tergugah kembali
untuk mengutamakan segi orisinalitas dalam menghasilkan karya-karya ilmiah sehingga
benar-benar bermanfaat bagi masyarakat.

Bekasi, April 2003

Penyusun,

Julissar An-Naf

RINGKASAN

Plagiarisme adalah ketidakjujuran dalam menghasilkan karya tulis karena menggunakan karya
dan fikiran orang lain seolah-olah menjadi karya dan fikirannya. Secara tidak sengaja juga bisa
terjadi bila lalai dalam mengemukan sumber pustaka dengan lengkap dan cermat. Hasil dari
plagiarisme disebut plagiat dan pelakunya disebut plagiator.

Plagiarisme belum cukup dikenali dan difahami khususnya di kalangan mahasiswa sehingga
tingkat kejadiannya cukup tinggi dan sulit dipantau. Munculnya perilaku sebagai plagiator
disamping sebagai prilaku kriminil biasa juga karena kekurangberhasilan dalam mentranformasikan
metoda pendidikan sehingga pola berfikir analitis dan sintesis tidak terinternalisasikan dalam
pendidikan tinggi. Prilaku yang tidak cendikia seperti gemar meniru dan mencontek menjadi lebih
terbiasa.

Indonesia telah ikut meratifikasi Konvensi Bern tentang Kerlindungan atas Hasil Karya Tulis
dan Seni dan telah pula mempunyai Undang-undang Hak atas Kekayaan Intelektual. Departemen
Pendidikan Nasional serta Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi telah mempertegas pula
tentang perlunya perguruan tinggi terbebas dari plagiarisme. Karena itu perguruan tinggi perlu
menindaklanjuti secara melembaga dan sistematis, diatur dengan kode etik ilmiah yang dipatuhi,
serta diwujudkan dengan mekanisme dan proses yang nyata seperti misalnya membentuk komisi anti
plagiat.

Lembaga pendidikan tinggi, dosen, dan mahasiswa harus bertanggungjawab secara kolektif
dalam mengenali dan menangkal plagiarisme. Khususnya dosen senior dan pembimbing mahasiswa
harus memiliki pengetahuan, keterampilan, dan motivasi yang kuat untuk mengenali, menangkal
serta memberi sangsi akdemik yang tegas pada para plagiator yang ada dilingkungan perguruan
tingginya.

I. PENDAHULUAN

Plagiarisme adalah ketidakjujuran dalam menghasilkan karya tulis karena menggunakan


karya dan fikiran orang lain seolah-olah menjadi karya dan fikirannya baik disengaja maupun
tidak disengaja. Judul atau tema dari buku kecil ini terdiri dari dua bagian, yaitu: pertama,
mengenali plagiarisme dan kedua, permasalahan plagiarisme di perguruan tinggi yang
dianggap menjadi tantangan bagi lembaga perguruan tinggi, dosen, maupun mahasiswanya.
Isue sentral yang dipertanyakan, apakah plagiarisme memang belum dikenali; dan mengapa
perlu dikenali. Pengamatan dan kesimpulan penulis sekian lama berada di lingkungan
perguruan tinggi di Indonesia mengesankan bahwa memang plagiarisme atau plagiat itu
belum benar-benar dikenali atau setidak-tidaknya baru dikenali secara samar-samar, instant
atau kulitnya saja baik oleh kalangan dosen lebih-lebih oleh kalangan mahasiswa.
Selanjutnya, pertanyaan menyangkut permasalahan plagiarisme. Penulis berpendapat,
setidak-tidaknya pada kondisi sekarang ini permasalahan itu masih menjadi peristiwa
keseharian bahkan menjadi hal yang rutin terjadi atau tingkat kejadiannya (incident) cukup
tinggi. Memang tertutup-tutupi oleh label kelembagaan perguruan tinggi sebagai lembaga
ilmiah, tapi ibarat gunung es yang hanya terlihat puncaknya saja padahal volume di bawah
permukaan air sangatlah besar.

Runtutan pertanyaan penting yang kemudian perlu diajukan adalah apa sebenarnya yang
menjadi latar belakang dari fenomena di atas. Plagiarime atau bentuk kata kerjanya to
plagiarize secara harfiah berarti menjiplak (Echols dan Shadily, 1983: 132 ) atau bahasa
populernya menyontek. Menyontek ini sesungguhnya adalah suatu metoda belajar yang
paling primer. Kita lihat misalnya pada kelompok bermain (play group) anak-anak balita
ataupun taman kanak-kanak (kinder garten), praktis metoda belajar yang diterapkan adalah
menjiplak, meniru, mencontoh dan sejenisnya. Karena itu lulusan taman kanak-kanak
umumnya adalah individu-individu yang pada dasarnya baru siap untuk meniru atau
mencontoh. Penulis berpendapat bahwa pada proses pendidikan selanjutnya, mulai sekolah
dasar sampai perguruan tinggi, telah terjadi kegagalan atau kesalahan tranformasi metoda dan
proses belajar mengajar dari meniru ke bentuk-bentuk yang analitis, sintetis, improvisatif,
kreatif, dan inovatif. Kegagalan transformasi tersebut berakibat pada perilaku (behavior)
meniru menjadi pola yang menetap atau setidak-tidaknya lebih dominan di kalangan hasil
didik katimbang perilaku yang kreatif. Oleh sebab itu banyak pendapat yang menyarankan
agar proses belajar mengajar dirubah istilahnya dan hakekatnnya menjadi proses
pembelajaran (learning process) yang lebih cendrung menganalisa (analitis) dan
menyimpulkan sendiri (sintesis). Sejalan dengan itu, di negara-negara maju sudah sejak lama
pendidikan-pendidikan di sekolah lanjutan dan perguruan tinggi bergeser pendekatannya dari
pedagogy ke andragogy adult ducation atau pendidikan orang dewasa.

Lebih lanjut, pada jenjang-jenjang pedidikan sampai pada perguruan tinggi, penulis
berpendapat bahwa belum diupayakan usaha-usaha yang bersungguh-sungguh dan sistimatis
untuk memberantas kebiasaan-kebiasaan menyontek termasuk kurang beraninya
memberlakukan sangsi-sangsi akademis yang tegas terhadap pelakunya. Di sisi lain para
tenaga pengajar juga belum kreatif dan inovatif dalam mengembangkan pola dan metoda
pengujian yang tidak memberi peluang pada perilaku menyontek. Misalnya soal-soal ujian
yang hanya mempertanyakan definisi dan hafalan yang ada di dalam bahan ajar atau handout
hanya akan memperkuat hasrat untuk menyontek. Pada saat bimbingan penyusunan tugas
akhirpun belum dilakukan secara kreatif sehingga plagiarisme tidak tertangkal dan hasilnya
berbau plagiat. Walhasil, lulusan/hasil didik hanya mampu meniru, tidak mampu berkerja
secara analitis dan sintesis di tengah-tengah masyarakat.

Pengalaman penulis dalam mengikuti kuliah pasca sarjana pada sebuah perguruan tinggi
di Negeri Belanda menanamkan kesan yang cukup mendalam. Pada awal-awal perkuliahan,
plagiarisme dibahas secara mendalam dalam suatu sesi Basic Course: Steps to Avoid
Plagiarism, sekaligus sudah diwanti-wanti sejak awal bahwa bila
terjadi/dilaporkan/ditemukan oleh Masters Degree Committe adanya perbuatan plagiarisme
selama menempuh pendidikan bisa berakibat pada pembatalan nilai sampai kepada
pembatalan degree yang telah diperoleh. Sementara itu, menurut pengamatan penulis, pada
hampir setiap kurikulum perguruan tinggi negeri/swasta nasional masalah plagiarisme tidak
secara eksplisit dibahas dan diangkat kepermukaan. Akan tetapi hanya diajarkan sebagai
proforma-proforma penulisan karya tulis ilmiah saja. Karena itu, karya tulis ilmiah yang telah
ditulis dengan proforma yang benarpun masih dapat diragukan orisinalitasnya.

Memang tepat waktunya kalau Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT)
mulai mempertanyakan bagaimana sebuah perguruan tinggi/program studi bisa
mencegah/menangkal praktek-praktek plagiarisme di kalangan dosen dan mahasiswanya
termasuk mencontek. Hal ini perlu diatur dalam suatu Kode Etik Akademik Umum yang
memberi pedoman dan rambu-rambu etika ilmiah dalam pelaksanaan Tridharma Perguruan
Tinggi (BAN-PT, 2001: 8). Penulis sendiri berpendapat bahwa plagiarisme ini bukan hanya
sekedar permasalah tapi sekaligus menjadi tantangan yang harus ditanggulangi secara
sistematis dan konsekuen baik oleh perguruan tinggi sebagai lembaga ilmiah, para dosen
maupun para mahasiswa dalam upaya memperbaiki mutu pendidikan saat ini dan di masa
mendatang.

II. PENGERTIAN PLAGIARISME

Echols dan Shadily (1983: 132) menterjemahkan plagiarism sebagai penjiplakan,


plagiat. Pelakunya disebut penjiplak, plagiator (plagiarist).

Encyclopdia Britannica (CD 99) menguraikan plagiarisme sebagai:

The act of taking the writings of another person and passing them off as
ones own. The fraudulence is closely related to forgery and piracy
practices generally in violation of copyright laws. If only thoughts are
duplicated, expressed in different words, there is no breach of contract.
Also, there is no breach if it can be proved that the duplicated wordage was
arrived at independently.

Heffernan and Lincoln (1986) dalam buku Writing, A College Handbook halaman
522 menjelaskan pula bahwa:

Plagiarism is the dishonest of presenting the words or thoughts of another


writer as if they were your own. You commit plagiarism whenever you use a
source in any way without indicating that you have used it.
Brotowidjoyo (1993) dalam buku Penulisan Karangan Ilmiah halaman 86 menjelaskan
bahwa:

Plagiarism ialah hasil pembajakan atau pencuplikan berupa penggunaan


fakta, penjelasan, ungkapan, dan kalimat orang lain secara tidak sah.
Hasil pembajakan, penculikan, dan penggunaan fakta, ungkapan, dan
sebagainya yang tidak sah tersebut disebut plagiat.

Heffernan and Lincoln (1986: 522) menyarankan bahwa .. bila anda mengutip
kalimat atau paragraf secara keseluruhan, anda harus memberikan tanda kutip diantaranya
dan ditempatkan secara terpisah dari tulisan anda; bila anda meringkas atau menguraikan
pendapat dari penulis lain, anda harus secara jelas menunjukkan di mana anda memulai dan
di mana diakhiri; bila anda menggunakan ide dari penulis lain, hal itu harus anda nyatakan.
..Pada setiap bagian, anda harus secara formal menyebutkan sumber tertulis tempat anda
memperoleh bahan tersebut..

Dalam bukunya, Brotowidjoyo (1993: 86-87) menjelaskan bahwa .. sama halnya


seperti barang tak bergerak milik perorangan, maka ide atau fakta baru yang ditemukan atau
dikumpulkan, penjelasan, ungkapan, kata-kata adalah milik perorangan yang diakui dan
dilindungi oleh undang-undang. Karena itu bila anda menggunakannya dalam tulisan anda,
maka anda berkewajiban untuk mengakui bahwa anda meminjam dari orang lain. Bila anda
tidak menyatakannya atau berpura-pura tidak mengetahui hal itu, maka perbuatan anda
termasuk kategori plagiarisme dan pelanggaran undang-undang.

Dari berbagai uraian dan penjelasan mengenai plagiarisme atau plagiat di atas dapat
diambil beberapa kesimpulan atau pengertian:

Pertama, plagiarisme adalah penggunaan ide orang lain dalam suatu karya tulis tanpa
mengemukakan identitas sumbernya;

Kedua, plagiarisme adalah penggunaan kata-kata atau kalimat orang lain dalam suatu karya
tulis tanpa memberi tanda kutip dan/atau mengemukakan identitas sumbernya;

Ketiga, plagiarisme adalah penggunaan uraian, ungkapan, penjelasan orang lain dalam suatu
karya tulis tanpa memberi tanda kutip dan/atau mengemukakan identitas sumbernya;

Keempat, plagiarisme adalah penggunaan fakta (data, informasi) milik orang lain dalam
suatu karya tulis tanpa mengemukakan identitas sumbernya;

Kelima, plagiarisme adalah mengganti identitas penulis dari karya tulis orang lain sehingga
seolah-olah menjadi miliknya.

Jenis Pertama sampai Keempat di atas terkategori sebagai forgery atau pemalsuaan; dan yang
kelima atau terakhir sudah mencapai tingkat piracy atau pembajakan/perompakan. Jadi
sesungguhnya demikian nistanya predikat yang diberikan pada para plagiarist atau plagiator,
karena mereka disamakan kategorinya dengan pemalsu, pembajak/perompak yang melakukan
kegiatan kriminil.

III. ASPEK HUKUM PLAGIARISME


Konvensi Bern:1)

Permasalahan plagiarisme ini sebenarnya sudah menjadi isu yang cukup tua. Pertama
kali dibahas dalam konferensi internasional di Berne atau Bern tahun 1886 dan menghasilkan
Internasional Convention for the Protection of Literary and Artistic Works. Selanjutnya
secara berturut-turut dimodifikasi beberapa kali dalam konferensi internasional di Berlin
tahun 1908, Roma tahun 1928, Brusel tahun 1948, Stokholm tahun 1967, dan Paris 1971.
Hasil-hasil kesepakatannya dihimpun dalam the Berne Copyright Union ysng mana hasil-
hasil kesepakatan tersebut harus dipatuhi oleh para negara anggota konferensi. Inti dari
Konvensi Bern adalah menyepakati bahwa setiap negara anggotanya akan memberikan
perlindungan secara otomatis pada hasil-hasil karya yang pertama kali dipublikasi pada setiap
negara anggota termasuk hasil-hasil karya yang tidak dipublikasi dari para penulis yang
berkewarganegaraan atau bertempat tinggal di negara anggota konvensi. Setiap negara
anggota konvensi harus memberi jaminan pada para pencipta yang berkewarganegaraan
negara anggota bahwa haknya dijamin oleh negaranya. Bila hasil karyanya diterbitkan
pertama kali di negara anggota konvensi tapi penciptanya bukan berkewarganegaraan negara
anggota, negara-negara anggota konvensi hanya dapat membatasi perlindungan sampai batas
bahwa perlindungan tersebut terbatas pada negara tempat penciptanya berkewarganegaraan.

Hasil-hasil karya yang dilindungi oleh revisi konvensi tahun 1928 di Roma meliputi
setiap produksi karya-karya sastra, ilmiah, artistik baik dalam bentuk buku, selebaran,
ceramah, pidato, kotbah, segala bentuk bahan tertulis, karya-karya drama atau drama musikal,
koreografi dan hiburan dalam pertunjukan, bentuk akting yang ditulis dalam skenario,
komposisi musik, gambar, lukisan, karya arsitektur, karya ukiran/pahatan, karya litografi,
ilustrasi, peta, maket, sketsa, karya plastik yang berhubungan dengan geografi, topografi,
arsitektur, dan ilmu pengetahuan. Selain itu juga termasuk karya-karya terjemahan, saduran,
aransemen musik, dan karya-karya reproduksi sastra dan artistik serta koleksi-koleksi
berbagai hasil karya. Revisi konvensi tahun 1948 di Brusel memasukan hasil-hasil karya
sinematografi dan fotografi. Sebagai tambahan revisi Roma dan Brusel memberi
perlindungan pada hasil-hasil karya seni yang digunakan untuk industri/komersil sepanjang
perundang-undangan dalam negeri memungkinkan perlindungan tersebut. Di dalam revisi
Roma ditegaskan bahwa masa berlaku hak cipta (copyright) dari hampir semua bentuk karya
cipta berumur selama penciptanya hidup ditambah 50 tahun, tapi ada beberapa negara yang
memberlakukan lebih singkat. Selanjutnya revisi Stokholm dan Paris agak sedikit
membebaskan hak untuk menterjemahkan sebagai komfromi dari negara-negara maju pada
negara-negara berkembang untuk mengejar ketertinggalan dalam bidang ilmu pengetahuan
dan teknologi.

Di Indonesia:

Indonesia telah pula meratifikasi berbagai konvensi internasional di bidang Hak atas
Kekayaan Intelektual (HaKI) termasuk Berne Convention for the Protection of Literacy and
Artistic Works. Konvensi tersebut diratifikasi dengan Keputusan Presiden No. 18 Tahun 1997.
Pada sekitar tahun 1958 Indonesia pernah menyatakan keluar dari Bern Convention dengan
harapan agar dapat melakukan berbagai kegiatan untuk memindahkan ilmu dari luar negeri ke
dalam negeri, misalnya dengan menterjemahkan, meniru, menyalin ciptaan-ciptaan para
pencipta luar negeri. Tapi ternyata maksud baik tersebut tidak banyak memberikan hasil
karena toh tidak banyak juga karya-karya dihasilkan (Purba, 2000). Pada era globalisasi saat
ini kesertaan Indonesia dalam Bern Convention tentunya tidak perlu dipersoalkan lagi seperti
di masa yang lalu dengan alasan: menjaga kesejajaran harkat dan martabat bangsa kita dalam
masyarakat internasional, di sisi lain memaksa kita agar menjadi bangsa pencipta (creator)
bukan bangsa peniru, selain melindungi pula hasil karya bangsa kita sendiri di dunia
internasional.

IV. TERJADINYA PLAGIARISME;

DAPAT DIHINDARI DENGAN MENGUTIP SECARA JUJUR, CERMAT, DAN


TERAMPIL

Disamping telah dikemukakan di atas bagaimana plagiarisme terjadi dengan kesengajaan


melalui forgery atau pemalsuaan maupun piracy atau pembajakan, tidak kalah penting untuk
diperhatikan bahwa plagiarisme juga dapat terjadi tanpa kesengajaan, karena kecerobohan
atau ketidakfahaman mengenai makna dari plagiarisme itu sendiri. Heffernan and Lincoln
(1986: 523-524) menjelaskan bagaimaana plagiarime dapat terjadi, yaitu:

1. Menyalin kata demi kata secara berkesinambungan tanpa memberikan tanda kutip atau
menyebutkan nama pengarangnya;

2. Menyalin kata-kata, kata-kata kunci dan ungkapan/ucapan tanpa memberikan tanda kutip
atau menyebutkan nama pengarang/sumbernya;

4. Menyusun uraian/penjelasan baru tanpa menyebutkan nama pengarang/ sumbernya;

5. Mengambil ide pangarang lain tanpa menyebutkan sumbernya.

Contoh-contoh mengenai jenis-jenis kejadian plagiarime di atas sudah banyak diberikan


dalam berbagai buku. Seyogianya mahasiswa terlebih-lebih dosen harus berminat memahami
kasus per kasus di atas. Misalnya dalam buku Writing, A College Handbook tulisan
Heffernan and Lincoln (1986) halaman 524-524 ada Exercise 1 dan Exercise 2 untuk
Recognizing Plagiarism (latihan-latihan untuk mengenali dan memahami plagiarisme).
Plagiarisme sering terjadi secara tidak sengaja, karena itu perlu difahami secara medalam
melalui latihan-latihan sehingga kita bisa mengevaluasi diri apakah kita telah melakukan
plagiarisme sekaligus menghindari terjadinya plagiarisme tersebut.

Bagaimana plagiarisme dapat dihindari ? Selain pengetahuan atau knowledge yang


telah diuraikan di atas, tentunya juga dibutuhkan motivasi (motivation) yang kuat untuk
berperilaku jujur (honest) serta berketerampilan (skillful) dalam tata cara menulis karya
ilmiah.1) Hal yang paling menentukan adalah menamamkan sikap atau perilaku jujur sebagai
seorang cendikiawan sejati. Seorang cendikiawan harus mampu secara jelas hitam-putih
membedakan pemikirannya sendiri yang asli atau orisinil dengan pemikiran orang lain
yang ia pinjam untuk alat bantu dalam menghasilkan/menjelaskan hasil-hasil pemikirannya.
Dengan cara itulah ilmu pengetahuan menghasil berbagai buah-buahan, kemudian buah-buah
tersebut dipanen dan dijadikan pupuk untuk menghasilkan buah-buah ilmu pengetahuan yang
baru. Begitulah peradaban ilmu pengetahuan berkembang. Untuk mempertegas penjelasan
tentang perlunya membedakan fikiran kita dengan fikiran orang lain secara jujur dalam
menulis karya ilmiah, penulis masih ingat apa yang diungkapkan oleh Prof. B.N.F White,
seorang Anthropologist dan Indonesianologist yang membimbing penulis dalam menulis tesis
di Institute of Social Studies, Den Haag. Beliau mengatakan bahwa sewaktu beliau menulis
disertasi doktornya di Columbia University, ada ucapan seorang petani di Jawa yang beliau
kutip tapi beliau lupa siapa orangnya, kapan dan di mana. Karena itu, hal itu beliau jelaskan
dengan sebuah catatan kaki (footnote) bahwa pendapat tersebut di kutip dari sumber, waktu
maupun tempat yang sudah tidak dapat diingat lagi. Mungkin ilustrasi tersebut bisa
menjelaskan bagaimana kejujuran harus diutamakan walaupun caranya kelihatannya menjadi
sedikit aneh dan agak lucu.

Keterampilan mengenai bagaimana mendokumentasikan sumber dapat dipelajari dari


berbagai buku dengan berbagai gaya misalnya gaya yang disarankan oleh Modern Language
Association (MLA), mulai dari bagaimana membuat kutipan langsung (direct quotation),
kutipan tidak langsung (indirect quotation), catatan kaki (footnote) atau catatan akhir
(endnote), maupun cara menulis bibliogafi/referensi/daftar pustaka. Beberapa contohnya juga
dapat dilihat dalam makalah ini, seperti:

Kutipan Langsung:

Plagiarism is the dishonest of presenting the words or thoughts of another


writer as if they were your own (Heffernan and Lincoln,1986: 522).

Kutipan di atas diambil secara keseluruhan karena itu diberi tanda kutip di antara kutipan
yang diambil (..) dan disertai juga sumber referensinya yang terdiri dari nama pengarang
(Heffernan and Lincoln), tahun terbitan buku (1986), dan halaman bukunya (522).

Kutipan Tidak Langsung:

Plagiarism ialah hasil pembajakan atau pencuplikan berupa penggunaan


fakta, penjelasan, ungkapan, dan kalimat orang lain secara tidak sah.
Hasil pembajakan, penculikan, dan penggunaan fakta, ungkapan, dan
sebagainya yang tidak sah tersebut disebut plagiat (Brotowidjoyo, 1993:
86).

Kutipan di atas diambil secara tidak langsung yaitu dengan menguraikan atau
mengungkapkan kembali pendapat yang dikutip karena itu ditulis dalam paragraf terpisah
lalu disertai dengan sumber referensinya yang terdiri dari nama pengarang (Brotowidjoyo),
tahun terbitan (1993), dan halaman buku (86).

Catatan Kaki atau Catatan Akhir:

Bagaimana plagiarisme dapat dihindari ? Selain pengetahuan atau knowledge yang telah
diuraikan di atas, tentunya juga dibutuhkan motivasi (motivation) yang kuat untuk
berperilaku jujur (honest) serta berketerampilan (skillful) dalam tata cara menulis karya
ilmiah.1)

1) Sejalan dengan Taxonomi Bloom-Simpson: Affective, Cognitive dan Psychomotoric.

Di sini penulis memberi Catatan Kaki karena uraian atau ungkapan di atas bukan murni dari
penulis tapi diinspirasikan dari sumber tertentu dalam hal ini Taxonomi Bloom-Simpson.
Catatan Kaki diletakan di bawah halaman yang bersangkutan sedangkan Catatan Akhir
diletakan di akhir tulisan sebelum Daftar Pustaka.

Daftar Pustaka:

Ada aturan-aturan khusus mengenai tata cara penulisan daftar pustaka sesuai dengan
sumbernya, apakah buku, jurnal, makalah, selebaran, sampai bahan yang tidak dipublikasikan
dan hal ini perlu dipelajari agar menjadi suatu keterampilan. Namun secara umum daftar
pustaka harus menunjukkan nama pengarang, tahun terbitan, judul dan edisi, penerbit dan
kota tempat penerbit.

Contoh:

Brotowidjoyo, M.D. (1993)

Penulisan Karangan Ilmiah, Edisi Kedua. Jakarta, Akademika Pressindo..

Heffernan, J.A.W and J.E. Lincoln (1986)

Writing, A College Handbook, Second Edition. New York London, W.W. Norton &
Company.

Demikianlah beberapa contoh sederhana telah diberikan di atas. Pada kesempatan ini
penulis tidak memberikan contoh-contoh secara lengkap dan terperinci karena keterbatas
ruang dan waktu. Teknis penulisan dokumentasi sumber dapat dipelajari secara khusus dan
sudah cukup banyak buku yang diterbitkan tentang hal itu.

Pada akhirnya, yang paling utama adalah: kutipan langsung atau tidak langsung, catatan
kaki atau catatan akhir maupun cara menulis bibliogafi/referensi/daftar pustaka harus
memenuhi persyaratan agar dapat ditelusuri sumber aslinya. Karena pada dasarnya
masyarakat ilmiah mempunyai hak untuk menguji keaslian atau orisinalitas suatu karya
ilmiah dan bila dijumpai adanya plagiarisme dapat melaporkan kepada lembaga yang
bersangkutan bahkan bila ada yang merasa dirugikan dapat menggugat kepada instansi yang
berwenang. Oleh sebab itu sudah banyak terjadi gelar Doktor ataupun Gelar Profesor
terpaksa dicabut oleh pemberinya karena ditemui adanya unsur-unsur plagiarisme dalam
karya-karya tulis yang mendukung gelar tersebut walaupun mungkin tidak dilakukan dengan
sengaja.

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setiap Perguruan Tinggi yang ada di Indonesia memiliki tujan untuk menjunjung
tinggi nilai kebenaran. Salah satu nilai kebenaran itu terlihat ketika seorang mahasiswa
mendapat tugas dari dosennya untuk membuat makalah. Makalah merupakan tugas yang
sering diberikan kepada mahasiswa,karena di dalam makalah termuat analisa dan data. Dalam
pembuatan makalah juga terdapat pengembangan. Pengembangan inilah yang menjadi suatu
inovasi dan memunculkan hal baru, baik berupa gagasan maupun teori.
Tetapi dalam penulisan makalah, tidak jarang terjadi suatu tindakan dimana ide-ide
yang dituang dalam makalah tersebut tidak sesuai dengan cara pengutipan yang benar.
Pembuatan makalah dalam dunia akademik merupakan suatu bukti kompetensi seorang
akademis. Sehingga mengutip karya tulis atau ide orang lain menjadi salah satu jalan pintas
peletakan ide konsep maupun analisa dalam makalah. Disinilah sering terjadi suatu
permasalahan ketika kutipan yang diambil dari suatu karya tertentu tidak memberi penjelasan
asal inspirasi tersebut. Sehingga kreativitas dalam diri mahasiswa kurang berkembang. Hal
itu dilakukan mahasiswa untuk membuat tugas dengan cara yang cepat dari dosennya. Praktik
plagiat tersebut sudah banyak terjadi di Indonesia. Oleh karena itu penulis mengambil judul
Plagiat Makalah Mahasiswa dan Penanggulangannya.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas,rumusan masalahnya yaituBagaimanakah perilaku
plagiat makalah dan cara penanggulangannya?

BAB 2. PEMBAHASAN

Makalah merupakan karya ilimiah yang berisi analisa dan data. Untuk mendukung
keabsahan makalah tersebut diperlukan syarat-syarat tertentu,sehingga kebenarannya dapat
ditelusuri. Tugas pembuatan makalah sebenarnya bertujuan baik, yaitu untuk
mengembangkan kebiasaan intelektual mahasiswa agar terbiasa dengan budaya baca dan
tulis, namun jika maksud baik tersebut disalah artikan oleh mahasiswa dan mahasiswa
menganggap tugas hanya sebagai beban yang harus segera diselesaikan maka yang terjadi
adalah penyimpangan, sehingga mahasiswa mencari jalan pintas guna meringankan beban
tersebut. Sehingga perilaku plagiat lah yang digunakan untuk menyelesaikan tugas mereka.
Secara umum plagiat dapat didefinisikan sebagai pengambilan karangan (pendapat dsb) orang
lain dan menjadikannya seolah-olah karangan / pendapat sendiri. Dalam pembuatan makalah
khususnya pada bagian landasan teori dan pembahasan memerlukan pendapat para ahli,
namun mahasiswa dalam mengutip pendapat seseorang tidak sesuai dengan aturan yang ada,
kadang mereka mengada-ada nama pendapat. Tidak jarang pendapat seorang ahli dijadikan
naskah agar kelihatan indah dan sebagainya. Terlebih apabila mahasiswa cenderung memilih
yang instan artinya mahasiswa dalam pembuatan makalah hanya copas(copy paste) naskah
dari internet dengan tidak menyebutkan sumbernya. Sehingga tulisan yang ada di internet
yang merupakan hasil karya seseorang diakui sebagai hasil karyanya. Hal ini dilakukan
karena mereka kurang memiliki percaya diri dengan kemampuan yang dimilikinya dan lebih
percaya dengan karya orang lain. Dengan kecanggihan teknologi yang ada sekarang ini,
pelaku plagiat semakin canggih karena mereka juga memanfaatkan kecanggihan teknologi
untuk membantu tugasya yaitu dalam pembuatan makalah yang instan dengan mengambil
sebagian atau seluruh naskah di internet, dengan menggunakan jasa penyusunan karya ilmiah
yang berdalih pengetikan karya ilmiah. Para jasa pengetikan karya ilmiah tersebut ternyata
juga menerima jasa penyusunan karya ilmiah dengan uang yang cukup tinggi. Para
mahasiswa rela membayar dengan harga yang tidak murah asalkan tugas yang diketik selesai.
Perilaku plagiat yang memilukan adalah mahasiswa hanya mengedit makalah yang sudah
ada. Hal yang disayangkan lagi apabila para pelaku plagiat tidak mempunyai rasa bersalah
atas tindakannya yang menyebabkan perilaku ini semakin memasyarakat dikalangan
akademis tiap tahunnya. Perilaku plagiat diatas dapat di tanggulangi dari pihak inter maupun
ekster antara lain:
Dari pihak intern (mahasiswa)
1) Lebih meningkatkan keimanannya dan mempunyai pegangan bahwa perilaku plagiat adalah
dosa dan harus dihindari.
2) Menambah pengetahuan dengan membudayakan senang baca dan tulis.
3) Meningkatkan kreativitas dengan belajar tulis menulis, untuk menuangkan ide-ide dalam
fikiran sejak dini.
4) Dalam penulisan agar selalu mencantumkan sumber apapun dari karya yang di tulis .
5) Membiasan memiliki etika moral yang baik
Dari pihak ekstern (lembaga perguruan tinggi,dosen/tenaga pendidik)
1) Menerbitkan buku pedoman penulisan karya ilmiah
2) Memberikan peringatan teguran,peringatan tertulis
3) Memberikan sanksi kepada mahasiswa yang bersangkutan sesuai Undang-Undang yang
mengatur plagiat
4) Hendaknya lembaga perguruan tinggi memiliki sistem elektronik untuk mendeteksi
timbulnya perilaku plagiat,karena semakain canggihnya teknologi.

BAB 3. PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Perilaku plagiat adalah pengambilan karangan (pendapat dsb) orang lain dan
menjadikannya seolah-olah karangan atau pendapat sendiri. Perilaku plagiat yang dilakukan
mahasiswa pada pembuatan makalah seperti pada bab pembahasan dapat ditanggulangi oleh
berbagai pihak, baik pada pihak intern(mahasiswa) maupun pihak ekstern(lembaga perguruan
tinggi,dosen/tenaga pendidik).

3.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas,perilaku plagiat pada mahasiswa dapat ditanggulangi
agar dunia pendidikan terhindar dari plagiat.
Bagi mahasiswa
1 Lebih meningkatkan pengetahuan dengan suka baca tulis.
2 Meskipun hukum belum berjalan sesuai aturan yang ada, hendaknya mahasiswa memiliki
kesadaran untuk memiliki etika dan moral yang baik.
Bagi (lembaga perguruan tinggi,dosen/tenaga pendidik)
1 Meningkatkan sanksi hukum yang tegas bagi mahasiswa yang melanggar
2 Memiliki sistem yang dapat melacak karya-karya plagiat,karena tuntutan teknologi

DAFTAR PUSTAKA

http://ditowisnu.wordpress.com/2010/04/29/plagirisme-dalam-dunia-pendidikan/
http://fkep.unand.ac.id/images/pencegahan_dan_penanggulangan_Plagiat.pdf

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Pengertian Hak Paten atau definisi hak paten adalah hak ekslusif yang diberikan oleh
negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi, yg untuk selama waktu
tertentu melaksanakan sendiri invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada
pihak lain untuk melaksanakannya.
Pengertian Hak Paten atau definisi hak paten merupakan bentuk perlindungan hak
kekayaan intelektual yang sangat efektif karena dapat mencegah pelaksanaan invensi oleh
pihak lain tanpa seizin pemegang hak paten, walaupun pihak lain tersebut memperoleh
teknologinya secara mandiri (bukan meniru). Menurut UU hak paten No. 14 Tahun 2001 (UU
hak paten 2001), hak paten diberikan untuk invensi yang memenuhi syarat kebaruan,
mengandung langkah inventif & dapat diterapkan dalam industri selama 20 tahun.
Contoh hak paten : cara mendapatkan hak paten di Indonesia yaitu menganut asas
first-to-file, yang artinya siapa saja mendaftarkan invensinya untuk pertama kalinya di kantor
Paten akan mendapatkan hak paten. Contoh hak paten : cara mendapatkan hak paten di
Amerika Serikat yaitu menganut sisteem first-to-invent, dimana hak paten diberikan kepada
seseorang yang pertama kali menemukan.
Hak khusus yang diberikan negara kepada penemu atas hasil penemuannya di bidang
teknologi, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuannya tersebut atau
memberikan persetujuan kepada orang lain untuk melaksanakannya (Pasal 1Undang-undang
Paten). Paten diberikan dalam ruang lingkup bidang teknologi, yaitu ilmu pengetahuan yang
diterapkan dalam proses industri. Di samping paten, dikenal pula paten sederhana (utility
models) yang hampir sama dengan paten, tetapi memiliki syarat-syarat perlindungan yang
lebih sederhana. Paten dan paten sederhana di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Paten
(UUP).Paten hanya diberikan negara kepada penemu yang telah menemukan suatu penemuan
(baru) di bidang teknologi.

1.2. Tujuan Penulisan Makalah


Tujuan penulisan makalah adalah harapan maupun tujuan dibuatnya makalah ini dibuat
oleh penulis. Tujuan ini memiliki berbagai macam definisi maupun terdiri dari berbagai
macam hal. Adapun tujuan-tujuan dari dibuatnya makalah hukum industri adalah sebagai
berikut:
1. Mengetahui penggunaan hak paten oleh orang awam dan profesional.
2. Mengetahui definisi istilah istilah dalam Hak Paten
3. Mengetahui prosedur pendaftaran Hak Paten

1.3. Sasaran Penulisan Makalah


Penulisan makalah ini memiliki beberapa sasaran penting. Sasaran dari penulisan Makalah
hukum industri ini antara lain sebagai berikut:
1. Meningkatkan pengetahuan masyarakat atau mahasiswa penggunaan hak paten
2. Memberikan wawasan kepada masyarakat tentang berbagai hak hak yang tercakup dalam hak
paten.
3. Memberikan kajian kepada masyarakat atau masyarakangt tentang keuntungan penggunaan
hak paten.
4. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang jangka waktu penggunaan hak paten.
5. Sarana pengungkapan terbuka mengenai informasi teknologi terkini yang berisi tentang
pemahaman tentang hak paten yang dapat diperolah dari penggunaan hak paten tersebut

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Hak Paten


Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil
invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri
invensinya tersebut kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
Hak khusus yang diberikan negara kepada penemu atas hasil penemuannya di bidang
teknologi, untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri penemuannya tersebut atau
memberikan persetujuan kepada orang lain untuk melaksanakannya (Pasal 1
Undang-undang Paten). Paten diberikan dalam ruang lingkup bidang teknologi, yaitu ilmu
pengetahuan yang diterapkan dalam proses industri. Di samping paten, dikenal pula paten
sederhana (utility models) yang hampir sama dengan paten, tetapi memiliki syarat-syarat
perlindungan yang lebih sederhana. Paten dan paten sederhana di Indonesia diatur dalam
Undang-Undang Paten (UUP).

2.2 Haukum Yang Mengatur Hak Paten


1. Undang-undang No.14 Tahun 2001 tentang Paten (UUP);
2. Undang-undang No.7 Tahun 1994 tentang Agreement Establishing the Word Trade
Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia);
3. Keputusan persiden No. 16 Tahun 1997 tentang Pengesahan Paris Convention for the
protection of Industrial Property;
4. Peraturan Pemerintah No.34 Tahun 1991 tentang Tata Cara Pemerintah Paten;
5. Peraturan Pemerintah No. 11 Tahun 1991 tentang Bentuk dan Isi Surat Paten;
6. Keputusan Menkeh No. M.01-HC.02.10 Tahun 1991 tentang Paten Sederhana;
7. Keputusan Menkeh No. M.02-HC.01.10 Tahun 1991 tentang Penyelenggaraan pengumuman
paten;
8. Keputusan Menkeh No. N.04-HC.02.10 Tahun 1991 tentang Persyaratan, Jangka Waktu, dan
Tata Cara Pembayaran Biaya Paten;
9. Keputusan Menkeh No.M.06.- HC.02.10 Tahun 1991 tentang Pelaksanaan Pengajuan
Permintaan Paten;
10. Keputusan Menkeh No. M.07-HC.02.10 Tahun 1991 tentang Bentuk dan Syarat-syarat
Permintaan Pemeriksaan Substantif Paten;
11. Keputusan Menkeh No. M.08-HC.02.10 Tahun 1991 tentang Pencatatan dan Permintaan
Salinan Dokumen Paten;
12. Keputusan Menkeh No. M.04-PR.07.10 Tahun 1996 tentang Sekretariat Komisi Banding
Paten;
13. Keputusan Menkeh No. M.01-HC.02.10 Tahun 1991 tentang Tata Cara Pengajuan
Permintaan Banding Paten

2.3 Subyek Yang Dipatenkan


Secara umum, ada tiga kategori besar mengenai subjek yang dapat dipatenkan: proses,
mesin, dan barang yang diproduksi dan digunakan. Proses mencakup algoritma, metode
bisnis, sebagian besar perangkat lunak (''software''), teknik medis, teknik olahraga dan
semacamnya. Mesin mencakup alat dan aparatus. Barang yang diproduksi mencakup
perangkat mekanik, perangkat elektronik dan komposisi materi seperti kimia, obat-obatan,
DNA, RNA, dan sebagainya.
Kebenaran matematika, termasuk yang tidak dapat dipatenkan. ''Software'' yang
menerapkan algoritma juga tidak dapat dipatenkan kecuali terdapat aplikasi praktis (di
Amerika Serikat) atau efek teknikalnya (di Eropa).Saat ini, masalah paten perangkat lunak
(dan juga metode bisnis) masih merupakan subjek yang sangat kontroversial. Amerika Serikat
dalam beberapa kasus hukum di sana, mengijinkan paten untuk ''software'' dan metode bisnis,
sementara di Eropa, ''software'' dianggap tidak bisa dipatenkan, meski beberapa invensi yang
menggunakan ''software'' masih tetap dapat dipatenkan.
Paten yang berhubungan dengan zat alamiah (misalnya zat yang ditemukan di hutan
rimba) dan juga obat-obatan, teknik penanganan medis dan juga sekuensing asam nukleat|
sekuens genetik, termasuk juga subjek yang kontroversial. Di berbagai negara, terdapat
perbedaan dalam menangani subjek yang berkaitan dengan hal ini. Misalnya, di Amerika
Serikat, metode bedah dapat dipatenkan, namun hak paten ini mendapat pertentangan dalam
prakteknya. Mengingat sesuai prinsip sumpah Hipokrates (Hippocratic Oath), dokter wajib
membagi pengalaman dan keahliannya secara bebas kepada koleganya. Sehingga pada tahun
1994, The American Medical Association (AMA) House of Delegates mengajukan nota
keberatan terhadap aplikasi paten ini.
Di Indonesia, syarat hasil temuan yang akan dipatenkan adalah baru (belum pernah
diungkapkan sebelumnya), mengandung langkah inventif (tidak dapat diduga sebelumnya),
dan dapat diterapkan dalam industri. Jangka waktu perlindungan untuk paten biasa adalah
20 tahun, sementara paten sederhana adalah 10 tahun. Paten tidak dapat diperpanjang. Untuk
memastikan teknologi yang diteliti belum dipatenkan oleh pihak lain dan layak dipatenkan,
dapat dilakukan penelusuran dokumen paten.
Ada beberapa kasus khusus penemuan yang tidak diperkenankan mendapat
perlindungan paten, yaitu proses / produk yang pelaksanaannya bertentangan dengan undang-
undang, moralitas agama, ketertiban umum atau kesusilaan; metode pemeriksaan, perawatan,
pengobatan dan/atau pembedahan yang diterapkan terhadap manusia dan/atau hewan; serta
teori dan metode di bidang matematika dan ilmu pengetahuan, yakni semua makhluk hidup,
kecuali jasad renik, dan proses biologis penting untuk produksi tanaman atau hewan, kecuali
proses non-biologis atau proses mikro-biologis.

2.4 Istilah Istilah dalam Paten


Beberapa istilah yang sering digunakan dalam Paten antara lain :
1.4.1 Invensi
Invensi adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan
masalah yang spesifik di bidang teknologi, dapat berupa produk atau proses, atau
penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses. Invensi adalah ide inventor yang
dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi,
dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau
proses.
2.4.2 Inventor atau Pemegang Paten
adalah seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang secara bersama-sama
melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang
menghasilkan Invensi. Pemegang Paten: adalah Inventor sebagai pemilik Paten atau pihak
yang menerima hak tersebut dari pemilik Paten atau pihak lain yang menerima lebih lanjut
hak tersebut, yang terdaftar dalam Daftar Umum Paten.

2.4.3 Hak yang Dimiliki Oleh Pemegang Paten


Hak yang dimiliki oleh pemegang paten adalah
1) pemegang paten memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan paten yang dimilikinya,
dan melarang orang lain yang tanpa persetujuan:
(a) dalam hal paten produk: membuat, menjual, mengimport, menyewa, menyerahkan memakai,
menyediakan untuk dijual atau disewakan atau diserahkan produk yang diberi paten;
(b)dalam hal paten proses: menggunakan proses produksi yang diberi paten untuk membuat
barang dan tindakan lainnya sebagaimana yang dimaksud dalam huruf a.
2) pemegang paten berhak memberikan lisensi kepada orang lain berdasarkan surat
perjanjian lisensi;
3) pemegang paten berhak menggugat ganti rugi melalui pengadilan negeri setempat,
kepada siapapun, yang dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam butir 1 di atas;
4) pemegang paten berhak menuntut orang yang sengaja dan tanpa hak melanggar hak
pemegang paten dengan melakukan salah satu tindakan sebagaimana yang dimaksud dalam
butir 1 di atas.

2.4.4 Pengajuan Permohonan Paten


Permohonan paten diajukan dengan cara mengisi formulir yang disediakan untuk itu
dalam bahasa Indonesia dan diketik rangkap 4 (empat). Pemohon wajib melampirkan:
a. surat kuasa khusus, apabila permohonan diajukan melalui konsultan paten terdaftar selaku
kuasa;
b. surat pengalihan hak, apabila permohonan diajukan oleh pihak lain yang bukan penemu;

c. deskripsi, klaim, abstrak: masing-masing rangkap 3 (tiga)


2.4.5 Sistem First to File
Ada 2 macam sistem pendaftaran paten dalam rangka perlindungan hukum, yaitu;
Sistem First to File adalah suatu sistem yang memberikan hak paten bagi mereka yang
mendaftar pertama atas invensi baru sesuai dengan persyaratan. Sistem First to Invent adalah
suatu system yang memberikan hak paten bagi mereka yang menemukan inovasi pertama kali
sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan.
Sistem first-to-file adalah suatu sistem pemberian paten yang menganut mekanisme
bahwa seseorang yang pertama kali mengajukan permohonan dianggap sebagai pemegang
paten, bila semua persyaratannya dipenuhi. Sistem paten yang diterapkan di Indonesia
menganut sistem first-to-file, dalam Pasal 34 UUP disebutkan Apabila untuk satu invensi
yang sama ternyata diajukan lebih dari satu permohonan paten oleh pemohon yang berbeda,
hanya permohonan yang diajukan pertama atau terlebih dahulu yang dapat diterima

Kapan Sebaiknya Permohonan Paten Diajukan ?


Masalah paten, ada ketentuan bahwa pemegang paten wajib melaksanakan patennya
di wilayah Indonesia. Itu artinya, ia mesti memproduksi patennya di Indonesia, mulai dari
investasi, penyerapan tenaga kerja, hingga masalah transfer teknologi. Untuk prosedur paten
di dalam negeri disebutkan, bahwa :
1. Pemohon paten harus memenuhi segala persyaratan.
2. Dirjen HAKI akan mengumumkannya 18 (delapan belas) bulan setelah tanggal
penerimaan permohonan paten.
3. Pengumuman berlangsung selama 6 (enam) bulan untuk mengetahui apakah ada
keberatan atau tidak dari masyarakat.
2. Jika tahap pengumuman ini terlewati dan permohonan paten diterima, maka pemohon
paten berhak mendapatkan hak patennya untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun sejak
terjadi filling date.

2.3.5 Hal-hal Yang Sebaiknya Dilakukan Oleh Seorang Inventor Sebelum Mengajukan
Permohonan Paten
1. Melakukan penelusuran. Tahapan ini dimaksudkan untuk mendapatkan informasi tentang
teknologi terdahulu dalam bidang invensi yang sama (state of the art) yang memungkinkan
adanya kaitannya dengan invensi yang akan diajukan. Melalui informasi teknologi terdahulu
tersebut maka inventor dapat melihat perbedaan antara invensi yang akan diajukan
permohonan Patennya dengan teknologi terdahulu.
2. Melakukan Analisis. tahapan ini dimaksudkan untuk menganalisis apakah ada ciri khusus dari
invensi yang akan diajukan permohonan Patennya dibandingkan dengan Invensi terdahulu.
3. Mengambil Keputusan. Jika invensi yang dihasilkan tersebut mempunyai ciri teknis
dibandingkan dengan teknologi terdahulu, maka invensi tersebut sebaiknya diajukkan
permohonan Patennya.Sebaliknya jika tidak ditemukan ciri khusus, maka invensi tersebut
sebaiknya tidak perlu diajukan untuk menghindari kerugian dari biaya pengajuan
permohonan Paten.

BAB I
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dari bab sebelumnya dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
a. Hak Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil
invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri
invensinya tersebut kepada pihak lain untuk melaksanakannya.
b. Secara umum, ada tiga kategori besar mengenai subjek yang dapat dipatenkan: proses, mesin,
dan barang yang diproduksi dan digunakan
c. Invensi adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah
yang spesifik di bidang teknologi, dapat berupa produk atau proses, atau penyempurnaan dan
pengembangan produk atau proses
d. Pemegang paten memiliki hak eksklusif untuk melaksanakan paten yang dimilikinya, dan
melarang orang lain yang tanpa persetujuan

3.2 Saran
Setelah melakukan pembahasan makalah hukum industri ini, ada beberapa saran yang
harus nya bisa dijadikan feed back untuk pemerintah agar lebih perduli lagi dengan dunia
industri di indonesia.
a. Warga negara yang memiliki hak paten hendaknya dapat memiliki hak yang tercakup dalam
hak paten tersebut
b. Dibutuhkan suatu sinkronanisasi antara lembaga lembaga yang berwenang menegakkan
hukum dibidang Hak Paten
c. Jangka Waktu yang dimiliki dalam hak paten hal nya dapat dipahami oleh
setiap wargan negara agar bisa mentaati dan menghindari penjiplakan.

Anda mungkin juga menyukai