Anda di halaman 1dari 4

Defisiensi Imun Nonspesifik

1. Defisiensi Komplemen
Komponen komplemen diperlukan untuk membunuh kuman, opsonosasi, kemotaksis,
pencegahan penyakit autoimun dan eliminasi kompleks antigen antibody. Defisiensi
komplemen dapat menimbulkan berbagai akibat seperti infeksi bakteri yang rekuren dan
peningkatan sensitivitas terhadapa penyakit autoimun. Kebanyakan defisiensi komplemen
bersifat herediter.
a. Defisiensi komplemen primer
Defisiensi komplemen biasanya menimbulkan infeksi yang berulang atau
penyakit kompleks imun seperti LES dan gromeluronefritis.
Defisiensi inhibitor esterase C1
Defek C1 INH menimbulkan aktivitas C1 yang tidak dapat dikontrol dan
produksi kinin yang meningkatkan permeabelitas kapiler. Defek ini
berhubungan dengan angioedem herediter, suatu penyakit yang ditandai
dengan edem lokal sementara namun sering terjadi.
Defisiensi C2 dan C4
Defisiensi C2 dan C4 dapat menimbulkan penyakit menyerupai LES yang
kemungkinan disebabkan oleh kegagalan eliminasi kompleks imun yang
komplemen independen.
Defisiensi C3
Defisiensi C3 dapat menimbulkan reaksi berat yang fatal terutama yang
berhubungan dengan infeksi mikroba piogenik seperti streptokok dan
stafilokok.
Defisiensi C5
Defek C5 dapat menimbulkan kerentanan terhadap bakteri yang
berhubungan dengan gangguan kemotaksis.
Defisiensi C6, C7 dan C8
Defisiensi ini meningkatkan kerentanan terhadap septikemi meningokok
dan gonokok.
b. Defisiensi komplemen fisiologik
Defisiensi ini dpaat ditemukan mpada neonates yang disebabkan kadar C3, C5
dan faktor B yang rendah.
c. Defisiensi komplemen sekunder
Defisiensi komplemen sekunder dapat disebabkan oleh depresi sintesis, misalnya
pada sirosis hati dan malnutrisi protein / kalori.
Defisiensi C1q,r,s
Defisiensi ini biasa terjadi bersamaan dengan LES. Penderita ini sangat
rentan terhadap infeksi bakteri.
Defisiensi C4
Defisiensi ini ditemukan pada beberapa penderita LES.
Defisiensi C2
Defek C2 merupakan defisiensi komplemen ynag paling sering terjadi.
Defisiensi ini juga terdapat pada penderita LES.
Defisiensi C3
Defek C3 mengakibatkan penderita mengalami nfeksi bakteri yang
rekuren.
Defisiensi C5-C8
Penderita defisiensi ini menunjukkan kerentanan terhadap infeksi terutama
neseria.
Defisiensi C9
Defek C9 sangat jarang ditemui. Penderita tidak mengalamai infeksi
rekuren.
2. Defisiensi Interferon dan Lisozim
a. Defisiensi interferon primer
Defisiensi ini dapat menimbulkan infeksi mononucleosis yang fatal.
b. Defisiensi interferon dan lisozim sekunder
Defek interferon dan lisozim dapat ditemukan pada malnutrisi protein / kalori.
3. Defisiensi Sel NK
a. Defisiensi primer
Defek sel NK congenital biasa ditemui pada penderita dengan osteopetrosis.
Kadar IgA, IgG dan kekerapan auto-antibody biasanya meningkat.
b. Defisiensi sekunder
Defek ini dapat disebabkan oleh imunosupresor atau radiasi.
4. Defisiensi Sistem Fagosit
Defisiensi fagosit sering disertai dengan infeksi berulang. Kerentanan terhadap infeksi
piogenik berhubungan langsung dengan jumlah neutrofil yang menurun.
a. Defisiensi kuantitatif
Penurunan produksi neutrofil dapat diakibatkan oleh pemberian depresan sumsum
tulang, leukemia, kondisi genetic yang menimbulkan defek dalam perkembangan
semua sel progenitor dalam sumsum tulang termasuk precursor myeloid.
b. Defisiensi kualitatif
Defisiensi ini dapat mengenai fungsi fagosit seperti kemotaksis,
menelan/memakan dan membunuh mikroba intraseluler.
Chronic Granulomatous Disease (CGD)
CGD merupakan infeksi rekuren berbagai mikroba. CGD biasanya
merupakan penyakit X-linked resesif yang terjadi pada usia 2 tahun
pertama. Pada CGD ditemukan defek neutrofil dan ketidakmampuan
membentuk peroksid hydrogen atau metabolit oksigen lainnya.
Defisiensi G6PD
Defisiensi ini merupakan penyakit imunodefisiensi yang X-linked dengan
gambaran klinis seperti CGD. Penyakit diduga disebabkan oleh defisiensi
generasi NADPH.
Defisiensi mieloperoksidase
Peroksidase ditemukan dalam granul sitoplasma dan dilepas ke fagosom
melalui proses degranulasi yang diikuti dengan fagositosis. Pada defisiensi
mieloperoksidase proses ini terganggu sehingga kemampuan neutrofil
untuk membunuh terganggu.
Sindrom Chideak-Higashi (SCH)
SCH sangat jarang ditemukan, ditandai dengan infeksi rekuren, piogenik,
terutama streptokok dan stafilokok. Pada SCH ditemukan neutrofil dengan
kemoaksis dan kemampuan membunh yang abnormal dengan aktivitas sel
NK dan kadar enzim lisosom menurun.
Sindrom Job
Sindrom Job berupa pilek yang berulang, abses stafilokok, eksim kronos
dan otitis media. Kemampuan neutrofil untuk kemotaksis terganggu, kadar
IgE serum sangat tinggi dan ditemukan eosinofilia.
Lazy Leucocyte Syndrome
Sindrom ini berupa kerentanan terhadap infeksi mikroba yang berat.
Jumlah neutrofil menurun, respon kemotaksis dan inflamasi terganggu.
Defisiensi adhesi leukosit
Defisiensi ini merupakan penyakit imunodefisiensi yang ditandai dengan
infeksi bakteri dan jamur rekuren dan gangguan penyembuhan luka.

Anda mungkin juga menyukai