Anda di halaman 1dari 48

Volume 3 Issue 1 January 2012 ISSN 2086-9223

Radioterapi
& Onkologi
Indonesia
TINJAUAN PUSTAKA
Penggunaan Inhibitor Selektif COX-2 Sebagai Upaya
Peningkatan Radiosensitivitas
Faisal Adam, Nana Supriana

Brakiterapi High Dose Rate dan Low Dose Rate


Dari Sisi Radiobiologi
Alfred Julius Petrarizky, Irwan Ramli

LAPORAN KASUS
Brakiterapi Implan pada Oral Tongue carcinoma
Rima Novirianthy, M. Djakaria

Brakiterapi Intraoperatif pada Soft Tissue Sarcoma


Yoke Surpri Marlina, Sri Mutya Sekarutami

Xeroderma Pigmentosum dengan Basal cell Carcinoma


Julijamnasi, R. Susworo

Journal of
The Indonesian Radiation Oncology Society

Radioter Onkol Page Jakarta, ISSN


Vol .3 Issue 1
Indones 1-35 January 2012 2086-9223
RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo
Departemen Radioterapi
P
SA ERTA Stereotactic Radiosurgery (SRS)

High-Tech
TU
NY MA da Stereotactic Radiosurgery (SRS)
Ad
i IN n SAT
DO U
NE -
SIA

Radiotherapy
!

Stereotactic Radiosurgery
(SRS)
Stereotactic Radiosurgery (SRS) adalah suatu bentuk radiasi
eksterna yang menggunakan
Stereotactic Radiotherapy (SRT) dosis tinggi dalam satu kali
Intensity-modulated Radiotherapy (IMRT) Di Departemen kami, SRS telah penyinaran untuk
menghancurkan jaringan tumor
dilakukan sejak Februari 2009,
Image-guided Radiotherapy (IGRT) dan hingga kini kami telah dan malformasi vaskular.
melayani lebih dari 50 pasien.

Stereotactic Radiotherapy (SRT)

Awal tahun lalu kami


melakukan suatu
lombatan dalam
teknologi radiasi dan
sejak saat itu kami
SRT with HeadFix
terus mengembangkan
teknik SRS, SRT, IMRT,
SRT with BodyFix Stereotactic Radiotherapy (SRT) memiliki prinsip yang
dan IGRT. sama dengan SRS, hanya saja pemberiannya diberikan
secara fraksinasi dalam beberapa sesi.

Intensity-Modulated Radiotherapy
(IMRT)

IMRT merupakan pengembangan dari 3D-CRT


dimana digunakan berkas sinar yang dibagi menjadi
berkas-berkas yang lebih kecil sehingga tercapai
intensitas sinar yang akurat pada tiap titik pada
jaringan tumor. Hal ini dicapa dengan modulasi atau
pengaturan intensitas berkas sinar dengan bantuan
komputer.

IMRT telah diterima menjadi pilihan utama terapi


radiasi bermacam-macam kanker di negara maju.

Departemen Radioterapi
RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo
Alamat : Jl. Diponegoro No. 71, Jakarta
Telepon : +62 21 3921155; Fax : +62 21 3926288
Email : info@radioterapi-cm.org
Website : www.radioterapi-cm.org
Radioterapi
& Onkologi
Indonesia
Journal of The Indonesian Radiation Oncology Society

Tujuan dan Ruang Lingkup


Majalah Radioterapi & Onkologi Indonesia, Journal of the Indonesian Radiation Oncology Society (ISSN 2086-9223) diterbitkan 3
kali dalam setahun. Tujuan diterbitkannya adalah untuk menyebarkan informasi dan meningkatkan perkembangan ilmu onkologi
radiasi di Indonesia. Ruang lingkupnya meliputi semua aspek yang berhubungan dengan onkologi radiasi, yaitu onkologi molekuler,
radiobiologi, kombinasi modalitas terapi (bedah-radioterapi-kemoterapi), onkologi pencitraan, fisika medis radioterapi dan ilmu
radiografi-radioterapi (radiation therapy technology/RTT).

Pemimpin Umum
Soehartati A. Gondhowiardjo

Ketua Penyunting
Sri Mutya Sekarutami

Dewan Penyunting
Fielda Juwita Yoke Surpri Marlina Gregorius Ben Prayogi
Rima Novirianthy
Rhandyka Rafli

Mitra Bestari (peer-reviewer)


Soehartati A. Gondhowiardjo M. Djakaria R. Susworo
K.R.M.T. Salugu Maesadji T. Setiawan Soetopo Tuti amalia

Desain Layout
Rima Novirianthy Yoke Surpri Marlina Rhandyka Rafli

Panduan Penulisan Artikel: Artikel yang diterima dalam bentuk penelitian, tinjauan pustaka, laporan kasus, editorial
dan komentar. Artikel diketik dengan font Times New Roman 11, spasi 1, margin
narrow, 1 kolom, maksimal 10 halaman untuk artikel pendek dan maksimal 15 halaman
untuk artikel panjang. Ukuran kertas A4 (210 x 297 mm) sesuai rekomendasi UNESCO.
Judul artikel harus singkat menggambarkan isi artikel, jumlah kata hendaknya tidak
lebih dari 15 kata.

Penelitian, berisi hasil penelitian orisinil. Format terdiri dari pendahuluan, metode
penelitian, hasil, diskusi, kesimpulan dan daftar pustaka. Pernyataan tentang conflict of
interest dan ucapan terima kasih diperbolehkan bila akan dimuat.

Tinjauan pustaka, berisi artikel yang membahas suatu bidang atau masalah yang baru
atau yang penting dimunculkan kembali (review) berdasarkan rujukan literatur. Format
menyangkut pendahuluan, isi, dan daftar pustaka.

Editorial, berisi topik-topik hangat yang perlu dibahas. Surat, berisi komentar,
pembahasan, sanggahan atau opini dari suatu artikel. Editorial dan surat diakhiri format
daftar pustaka sebagai rujukan literature.

Abstrak wajib disertakan dalam setiap artikel, ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa
Inggris, maksimal 200 kata. Kata kunci berjumlah minimal 3 kata. Abstrak pada artikel
penelitian harus berisi tujuan penelitian/latar belakang, metode penelitian, hasil utama,

Volume 3 Issue 1 January 2012 ISSN 2086-9223


Radioterapi
& Onkologi
Indonesia
Journal of The Indonesian Radiation Oncology Society

dan kesimpulan. Rujukan ditulis dengan gaya Vancouver, diberi nomor urut sesuai
dengan rujukan dalam teks artikel. Table dan gambar harus singkat dan jelas. Gambar
boleh berwarna maupun hitam putih. Judul tabel ditulis di atas tabel, catatan ditulis di
bawah tabel. Judul gambar ditulis di bawah gambar.

Artikel dikirim melalui email: onkologi.radiasi@gmail.com atau alamat penerbit.


Artikel yang masuk menjadi hak milik dewan redaksi. Artikel yang diterima untuk
dipublikasikan maupun yang tidak akan diinformasikan ke penulis.

Contoh penulisan rujukan:


1. Artikel Jurnal
Jurnal dengan volume tanpa nomor/issue, pengarang 6 orang atau kurang:
Swaaak-Kragten AT, de Wilt JHW, Schmitz PIM, Bontenbal M, Levendag PC.
Multimodality treatment for anaplastic thyroid carcinoma-treatment outcome in 75
patients. Radiother Oncol 2009;92:100-104

Jurnal dengan volume dan nomor:


Kadin ME. Latest lymphoma classification in skin deep. Blood 2005;105(10):3759

Jurnal suplemen dengan pengarang lebih dari 6 orang:


Aulitzky WE, Despres D, Rudolf G, Aman C, Peschel C, Huber C, et al.
Recombinant interferon beta in chronic myelogeneous leukemia. Semin Hematol
2005; 30 Suppl 3:S14-17

*Catatan: bulan dan tanggal terbit jurnal (bila ada) dapat dituliskan setelah tahun
terbit jurnal tersebut

2. Buku
Penulis pribadi atau penulis sampai 6 orang:
Beyzadeoglu M, Ozyigit G, Ebruli C. Basic radiation oncology. Heidelberg
(Germany):Springer-Verlag;2010

Penulis dalam buku yang telah diedit:


Perez CA, Kavanagh BD. Uterine cervix. In: Perez CA, Brady LW, Halperin EC,
Schmidt-Ullrich RK, editors. Principle and practice of radiation oncology 4th ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;2004

Bab (chapter) dalam buku:


Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita selekta kedokteran ed
3 jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2000. Bab 5, Ilmu bedah;p.281-409

Buku terjemahan:
Van der Velde CJH, Bosman FT, Wagener DJTh, penyunting. Onkologi ed 5
direvisi [Arjono, alih bahasa]. Yogyakarta: Panitia Kanker RSUP Dr. Sardjito;1999

*Catatan: penulis lebih dari 6 ditulis et al setelah penulis ke-6. Khusus bab dalam
buku harus ditulis judul bab dan halamannya.

Volume 3 Issue 1 January 2012 ISSN 2086-9223


Radioterapi
& Onkologi
Indonesia
Journal of The Indonesian Radiation Oncology Society

3. Internet (Web)
National Cancer Institute. Cervical Cancer Treatment [internet].2009 [cited 2009 Jul
13]. Available from: http://www.cancer.gov/cancertopics/pdg/teratment/cervical/
healthprofessional

4. Tipe artikel jurnal yang perlu disebutkan (seperti abstrak, surat atau editorial):
Fowler JS. Novel radiotherapy schedules aid recovery of normal tissue after
treatment [editorial]. J Gastrointestin Liver Dis 2010;19(1):7-8

5. Organisasi
Sastroasmoro S, editor. Panduan pelayanan medis Departemen Radioterapi RSCM.
Jakarta:RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo;2007

6. Laporan Organisasi/Instansi/ Pemerintah


Prescribing, recording, and reporting photon beam therapy (supplemen to ICRU 50).
ICRU report. Bethesda, Maryland (US): International Comission of Radiation Units
and Measurements;1999. Report No.:62

7. Disertasi atau tesis


Soetopo S. Faktor angiogenesis VEGF-A dan MVD sebagai predictor perbandingan
daya guna radioterapi metode fraksinasi akselerasi dan konvensional pada
pengobatan karsinoma nasofaring [disertasi]. Bandung: Universitas Padjajaran;2008

8. Pertemuan Ilmiah
Makalah yang dipublikasikan:
Fowler JF. Dose rate effects in normal tissue. In: Mould RF, editor. Brachytherapy
2. Proceedings of Brachytherapy Working Conference 5th International Selectron
Users Meeting; 1998;The Hague, The Netherlands. Leersum, The Netherlands:
Nucletron International B.V.;1989.p.26-40

Makalah yang tidak dipublikasikan:


Kaanders H. Combined modalities for head and neck cancer. Paper presented at:
ESTRO Teaching Course on Evidence-Based Radiation Oncology: methodological
Basis and Clinical Application;2009 June 27- July 2;Bali, Indonesia

Penerbit : Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia (PORI)

Alamat Penerbit: Sekretariat PORI, Departemen Radioterapi Lt.3 RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
Jl. Diponegoro 71, Jakarta Pusat, 10430 Tlp. (+6221) 3903306
Email: pori2000@cbn.net.id
No Rekening Bank Mandiri Cab Jakarta RSCM No. 122-0005699254 an. PORI

Majalah Radioterapi dan Onkologi Indonesia dapat diakses di http://www.pori.go.id

Volume 3 Issue 1 January 2012 ISSN 2086-9223


Radioterapi
& Onkologi
Indonesia
Journal of The Indonesian Radiation Oncology Society

DAFTAR ABSTRAK

Penggunaan Inhibitor Selektif COX-2 Sebagai Upaya


Peningkatan Radiosensitivitas Keywords: COX-2, selective inhibitors, radiosensitivity,
radiation therapy
Faisal Adam, Nana Supriana
Departemen Radioterapi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta Brakiterapi High Dose Rate dan Low Dose Rate dari Sisi
Radiobiologi
Abstrak:
Enzim siklooksigenase (COX) terutama COX-2 memiliki Alfred Julius Petrarizky, Irwan Ramli
peran signifikan dalam patogenesis dan evolusi kanker. Departemen Radioterapi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo,
Ekspresi COX-2 ditemukan meningkat pada berbagai jenis Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
kanker serta dikaitkan dengan sifat yang lebih agresif dan
prognosis yang lebih buruk. Terapi radiasi sendiri dapat Abstrak:
menginduksi ekspresi COX-2 lebih lanjut. Senyawa Brakiterapi merupakan salah satu modalitas terapi radiasi
prostanoid yang diperantarai COX-2 dapat menurunkan yang memiliki peranan penting dalam penatalaksanaan
respon tumor terhadap radiasi dengan mekanisme utama kanker. Terdapat berbagai jenis laju dosis brakiterapi yang
berupa inhibisi apoptosis dan promosi angiogenesis. Oleh memiliki efek radiobiologis yang berbeda. Tiap jenis
karena itu, inhibisi COX-2 menjadi salah satu opsi untuk brakiterapi memiliki keuntungan dan kerugian masing-
memperbaiki keberhasilan radiasi. Berbagai studi masing, sehingga pemilihan penggunaannya memerlukan
memperlihatkan bahwa penggunaan inhibitor tersebut dapat pengetahuan terhadap efek dari brakiterapi tersebut. Penting
menekan aktivitas COX-2 sehingga memberikan respon bagi seorang dokter onkologi radiasi untuk memahami efek
positif terhadap radiasi. Tulisan ini akan membahas peran radiobiologis dari brakiterapi karena dapat mempengaruhi
inhibitor selektif COX-2 dalam meningkatkan rasio terapeutik yang nantinya akan berpengaruh terhadap
radiosensitivitas melalui berbagai mekanisme yang keberhasilan terapi penyakit pasien. Tulisan ini akan
selanjutnya dapat berdampak pada peningkatan respon membahas brakiterapi high dose rate dan low dose rate
tumor terhadap radiasi. khususnya dari aspek radiobiologi.

Kata kunci: COX-2, inhibitor selektif, radiosensitivitas, Kata kunci: brakiterapi, high dose rate, low dose rate,
terapi radiasi radiobiologi, rasio terapeutik

Abstract: Abstract:
Cyclooxygenase (COX) enzymes, particularly COX-2, play Brachytherapy is an important radiation treatment
an important role in the pathogenesis and evolution of modality and play important roles in the management of
cancer. Overexpression of COX-2 in many types of cancer various cancers. Brachytherapy has many different dose
is often associated with more aggressive tumor behavior rates which have their own radiobiological effect. Each
and poor prognosis. Radiation therapy itself may also dose rate has its own advantages and disadvantages. Its
induce further expression of COX-2 in tumor cells. Two important for radiation oncologists to understand the
major mechanisms of reduced tumor response to radiation biological response of brachytherapy because of its
by COX-2 derived prostanoids are prevention of apoptotic relation with the therapeutic ratio that will influence the
cell death and promotion of angiogenesis. Hence, inhibiting success of the treatment. This article reviews the
COX-2 becomes an option in improving radiation efficacy. radiobiological aspect of high dose rate and low dose rate
Several studies have shown that use of selective inhibitors brachytherapy.
may counter COX-2 activity, thus resulting positive
Keywords: brachytherapy, high dose rate, low dose rate,
response to radiation therapy. This article will review the
radiobiology, therapeutic ratio
role of COX-2 selective inhibitors through several
mechanisms in enhancing radiosensitivity, furthermore
potentiate tumor response to radiation therapy.

i
Radioterapi
& Onkologi
Indonesia
Journal of The Indonesian Radiation Oncology Society

Brakiterapi Implan pada Oral Tongue Carcinoma Abstrak:


Penatalaksanaan soft tissue sarcoma (STS) meliputi
Rima Novirianthy, M. Djakaria kombinasi antara bedah, radioterapi dan kemoterapi. Terapi
Departemen Radioterapi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, yang optimal bertujuan mengeradikasi penyakit lokal dengan
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta meminimalkan cacat fungsional. Meskipun pembedahan tetap
menjadi modalitas terapi utama untuk semua tumor lokal
Abstrak: STS, saat ini ditetapkan bahwa secara konservatif
terbukti bahwa diperlukan dosis yang tinggi pada tumor mempertahankan fungsi diikuti oleh radiasi ajuvan
untuk memperoleh kontrol lokal yang baik. Dengan radiasi memberikan kontrol lokal yang adekuat dengan hasil
eksterna saja sulit untuk menghindarkan jaringan normal kosmetik dan fungsional dan kualitas hidup yang baik.
disekitarnya seperti kelenjar air liur, mandibula, dan otot-otot Brakiterapi merupakan cara yang efektif untuk meningkatkan
mengunyah dari efek lanjut yang tidak diinginkan. Pada terapeutik rasio terapi radiasi, baik memberikan keuntungan
kanker lidah, terutama oral tongue, penggunaan brakiterapi biologis dan dosimetrik dalam pengobatan pasien dengan
terbukti meningkatkan kontrol lokal, baik sebagai terapi STS. Secara khusus, brakiterapi intra-operatif high dose rate
tunggal maupun sebagai terapi kombinasi dengan (HDR), pasca eksisi lokal yang luas, telah menunjukkan
pembedahan atau radiasi eksterna. Keuntungan brakiterapi peningkatan yang signifikan dalam kontrol lokal STS baik
adalah dosis lokal yang tinggi dengan rapid fall-off, dan sebagai terapi tunggal maupun maupun sebagai terapi
overall treatment duration yang pendek. Volume tumor kombinasi dengan pembedahan atau radiasi eksterna
primer memperoleh dosis total, yang tidak dapat dicapai dibandingkan dengan pasien yang diobati dengan
dengan aman jika menggunakan radiasi eksterna saja dan pembedahan saja. Seleksi pasien yang tepat, teknik implan,
rapid fall-off menyebabkan sparing jaringan normal yang dan treatment planning merupakan faktor kunci untuk
relatif lebih baik. meningkatkan hasil pengobatan.

Kata Kunci : brakiterapi implan, oral tongue carcinoma Kata kunci : soft tissue sarcoma, brakiterapi intraoperatif,
kontrol lokal.
Abstract:
Experiences in treating head and neck tumors with Abstract:
irradiation has demonstrated that a high tumor dose is Management of soft tissue sarcoma (STS) includes a
required to achieve local control. With external beam combination of surgery, radiotherapy and chemotherapy.
irradiation alone, it is cult
dif to spare adjacent normal Optimal therapy aims to eradicate the local disease with
tissues such as the salivary glands, the mandible, and minimal functional disability. Although surgery remains the
mastication muscles which sustain undesirable late effects. primary treatment modality for all local tumor STS, currently
In Oral tongue cancer, brachytherapy has proved to defined conservatively that maintaining the function followed
delivered good local control, as a sole or combined treatment by adjuvant radiation provide adequate local control with
with surgery or external beam irradiation. The advantages good functional and cosmetic results and good quality of life.
of brachytherapy are a high localized dose with rapid fall-off, Brachytherapy is an effective way to improve the therapeutic
and a short overall treatment duration. The primary tumor ratio of radiation therapy, both biologic and dosimetric
volume achieves a total dose which cannot be safely advantage in the treatment of patients with STS. In
delivered by external beam alone, and rapid fall-off allows particular, intra-operative high dose rate (HDR)
relative sparing of critical normal tissue. brachytherapy, post-wide local excision, has shown
significant improvement in local control of STS either as
Keywords : implant brachytherapy, oral tongue carcinoma monotherapy or as well as combination therapy with surgery
or external beam radiotherapy compared with patients
treated with surgery only. Proper patient selection, implant
Brakiterapi Intraoperatif pada Soft Tissue Sarkoma technique, and treatment planning is a key factor for
improving treatment outcomes.
Yoke Surpri Marlina, Sri Mutya Sekarutami
Departemen Radioterapi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Keywords: soft tissue sarcoma, intraoperative
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta brachytherapy, local control

ii
Radioterapi
& Onkologi
Indonesia
Journal of The Indonesian Radiation Oncology Society

Xeroderma Pigmentosum dengan Basal cell Carcinoma Kata kunci: Karsinoma sel basal, radioterapi, xeroderma
Julijamnasi, Susworo R pigmentosum
Departemen Radioterapi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta Abstract:
A 14 years old adoloscence had a skin disorder since 5 (five)
Abstrak: years prior to the hospital with complaints unheal wounds
Seorang remaja pria usia 14 tahun mengalami kelainan kulit near the corner of right eye with watery eyes. In the skin on
sejak 5 (lima) tahun sebelum ke rumah sakit dengan keluhan other parts of body also appear black spots that are getting a
luka yang tidak kunjung sembuh di dekat sudut mata kanan lot. One month prior to hospital, the wound is getting bigger,
disertai mata berair. Pada kulit di bagian tubuh lainnya juga and speech disorders began to be discovered. Patients
muncul bintik-bintik hitam yang semakin hari semakin diagnosed as Xeroderma pigmentosum (XP) with medial
banyak. Satu bulan sebelum ke rumah sakit, luka tersebut canthus ulcer, and suspected for Basal cell carcinoma
semakin membesar, dan mulai ditemukan gangguan bicara. (BCC). Patients are recommended for biopsy, followed by
Pasien didiagnosa sebagai Xeroderma pigmentosum (XP) wide excision and reconstruction (skin graft). The results of
dengan ulkus kantus medial, dan suspek Karsinoma sel basal post-surgical histopathological concluded BCC with a free
(KSB). Dianjurkan untuk biopsi, dilanjutkan Eksisi luas surgical margin of palpebra inferior medial chantus incision,
dengan rekonstruksi (skin graft). Hasil histopatologik pasca- medial superior chantus, nasal angle, superior margin and
bedah menyimpulkan KSB dengan batas sayatan kantus inferior margin. Two weeks post-surgery obtained suggest
medial palpebra inferior, kantus medial superior, batas sudut the failure of the reconstruction (graft failure) and consulted
nasal, batas superior, batas inferior bebas tumor. Dua minggu to the Radiotherapy Department.
pasca-bedah didapatkan kesan kegagalan rekonstruksi (Graft
failure) dan dikonsulkan untuk kemungkinan radiasi ke Keywords: basal cell carcinoma, radiotherapy, xeroderma
bagian Radioterapi. pigmentosum

iii
Radioterapi
& Onkologi
Indonesia
Journal of The Indonesian Radiation Oncology Society

DAFTAR ISI

TINJAUAN PUSTAKA
Penggunaan Inhibitor Selektif COX-2 Sebagai Upaya Peningkatkan Radiosensitivitas 1-7
Faisal Adam, Nana Supriana

Brakiterapi High Dose Rate dan Low Dose Rate dari sisi Radiobiologi 8-13
Alfred Julius Petrarizky, Irwan Ramli

LAPORAN KASUS
Brakiterapi Implan pada Oral Tongue Carcinoma 14-21
Rima Novirianthy, M. Djakaria

Brakiterapi Intraoperatif pada Soft Tissue Sarcoma 22-30


Yoke Surpri Marlina, Sri Mutya Sekarutami

Xeroderma Pigmentosum dengan Basal Cell carcinoma 31-35


Julijamnasi, R. Susworo

Volume 3 Issue 1 January 2012 ISSN 2086-9223


Penggunaan Inhibitor Selektif COX-2 Sebagai Upaya Peningkatan Radiosensitifitas
(Faisal Adam, Nana Supriana) 1

RADIOTERAPI & ONKOLOGI


Indonesia
Journal Of The Indonesian Radiation Oncology Society

Tinjauan Pustaka
PENGGUNAAN INHIBITOR SELEKTIF COX-2
SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN
RADIOSENSITIVITAS
Faisal Adam, Nana Supriana
Departemen Radioterapi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Informasi Artikel Abstrak / Abstract


Riwayat Artikel: Enzim siklooksigenase (COX) terutama COX-2 memiliki peran signifikan dalam
Diterima November 2011 patogenesis dan evolusi kanker. Ekspresi COX-2 ditemukan meningkat pada
Disetujui Desember 2011 berbagai jenis kanker serta dikaitkan dengan sifat yang lebih agresif dan
prognosis yang lebih buruk. Terapi radiasi sendiri dapat menginduksi ekspresi
COX-2 lebih lanjut. Senyawa prostanoid yang diperantarai COX-2 dapat
menurunkan respon tumor terhadap radiasi dengan mekanisme utama berupa
inhibisi apoptosis dan promosi angiogenesis. Oleh karena itu, inhibisi COX-2
menjadi salah satu opsi untuk memperbaiki keberhasilan radiasi. Berbagai studi
memperlihatkan bahwa penggunaan inhibitor tersebut dapat menekan aktivitas
COX-2 sehingga memberikan respon positif terhadap radiasi. Tulisan ini akan
membahas peran inhibitor selektif COX-2 dalam meningkatkan radiosensitivitas
melalui berbagai mekanisme yang selanjutnya dapat berdampak pada peningkatan
respon tumor terhadap radiasi.
Kata kunci: COX-2, inhibitor selektif, radiosensitivitas, terapi radiasi

Alamat Korespondensi: Cyclooxygenase (COX) enzymes, particularly COX-2, play an important role in
Dr. Faisal Adam, the pathogenesis and evolution of cancer. Overexpression of COX-2 in many
types of cancer is often associated with more aggressive tumor behavior and poor
Departemen Radioterapi RSUPN
prognosis. Radiation therapy itself may also induce further expression of COX-2
Dr. Cipto Mangunkusumo, in tumor cells. Two major mechanisms of reduced tumor response to radiation by
Fakultas Kedokteran Universitas COX-2 derived prostanoids are prevention of apoptotic cell death and promotion
Indonesia, Jakarta of angiogenesis. Hence, inhibiting COX-2 becomes an option in improving
radiation efficacy. Several studies have shown that use of selective inhibitors may
Email: ical.adam@yahoo.com
counter COX-2 activity, thus resulting positive response to radiation therapy.
This article will review the role of COX-2 selective inhibitors through several
mechanisms in enhancing radiosensitivity, furthermore potentiate tumor response
to radiation therapy
Keywords: COX-2, selective inhibitors, radiosensitivity, radiation therapy

Hak cipta 2012 Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia

Pendahuluan terdiri atas COX-1 dan COX-2, adalah mediator


sintesis senyawa eikosanoid.
Radioterapi sebagai salah satu modalitas terapi COX-1 diekspresikan di semua jaringan dan
kanker memilki keterbatasan berupa tumor yang berperan dalam regulasi homeostasis meliputi motilitas
radioresisten dan risiko efek samping terhadap vaskuler, agregasi trombosit, modulasi sistem
jaringan normal. Berbagai studi terus dikembangkan imunitas, pengaturan integritas mukosa lambung serta
pada tahap molekuler dan jalur sinyal agar didapatkan regulasi pertumbuhan dan diferensiasi sel. COX-2
terapi yang spesifik pada sel tumor. Pada akhirnya, umumnya tidak didapatkan pada jaringan normal,
modalitas terapi ini dapat meningkatkan efektivitas namun diinduksi pada keadaan patologis seperti pada
radiasi maupun kemo-radiasi tanpa penambahan efek respon inflamasi dan keganasan.3
samping yang signifikan pada jaringan normal.1,2 Ekspresi COX-2 meningkat pada berbagai
Enzim siklooksigenase (COX) merupakan kanker, Hal ini dihubungkan dengan sifat tumor yang
salah satu yang menjadi target terapi. COX, yang lebih agresif dan prognosis yang lebih buruk.
Mekanisme yang terjadi meliputi proses
2 Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol Penggunaan Inhibitor
3 (1) January Selektif COX-2 Sebagai Upaya Peningkatan Radiosensitifitas
2012:1-7 2
(Faisal Adam, Nana Supriana)

karsinogenesis, stimulasi pertumbuhan sel, inhibisi traktus gastrointestinal dan nefrotoksik. Sedangkan
apoptosis, promosi angiogenesis dan inhibitor selektif COX-2 dihubungkan dengan efek
1,2,4,5
imunosupresi. samping kardiovaskular.6
Oleh karena itu, berbagai agen yang dapat
menghambat ekspresi dan aktivitas COX-2 pada sel COX-2 pada perkembangan kanker
tumor berperan penting dalam terapi kanker.
COX-2 memiliki kontribusi pada proses
Karakteristik Siklooksigenase (COX) karsinogenesis dan pertumbuhan sel tumor. Ekspresi
COX-2 ditemukan meningkat sejak proses awal hingga
sepanjang pertumbuhan tumor. Berbagai studi yang
COX adalah enzim yang memperantarai
meneliti hal ini dapat dilihat pada tabel 1. Secara
produksi eikosanoid. Asam arakidonat sebagai
umum, prostaglandin yang terlibat berperan pada
prekursor eikosanoid dapat mengalami empat jalur
karsinogenesis, progresivitas tumor, inhibisi apoptosis,
oksigenasi, yang terdiri dari jalur siklooksigenase,
promosi angiogenesis dan supresi imunitas.2
lipoksigenase, P450 epoksigenase, dan isoeikosanoid.
Pada jalur siklooksigenase, terdapat dua tipe enzim Karsinogenesis
yang akan mengkonversi asam arakidonat menjadi
prostaglandin. COX-1 diekspresikan pada seluruh sel
dan senyawa prostanoid yang dihasilkannya berfungsi Suatu studi pada tikus menunjukkan
sebagai regulator homeostasis. Sebaliknya COX-2 peningkatan ekspresi COX-2 secara tunggal mampu
diekspresikan dalam keadaan stress, yang menginduksi timbulnya tumor pada kelenjar payudara.
menghasilkan prostanoid pada inflamasi dan kanker.2,3 Studi lain memperlihatkan peningkatan tumor load
Meskipun keduanya menghasilkan senyawa prostanoid (meliputi jumlah dan volume tumor) pada tikus dengan
yang sama, namun fungsinya berbeda, bergantung familial adenomatous polyposis (FAP) yang
pada respon dan keadaan yang dihadapi. bertransformasi menjadi kanker kolon. Sebaliknya
beberapa studi lain menunjukkan adanya hambatan
karsinogenesis apabila pada subjek penelitian
diberikan COX-2 inhibitor.2 Hasil tersebut
menunjukkan adanya peran COX-2 yang signifikan
pada induksi karsinogenesis.

Progresivitas kanker

Sel-sel tumor dan komponen stromanya


(makrofag, limfosit, fibroblast dan endotel)
memproduksi COX-2 yang selanjutnya meningkatkan
produksi berbagai prostaglandin. Adanya peningkatan
ekspresi COX-2 dikaitkan dengan fenotip yang lebih
ganas, mencakup sifat yang agresif, prognosis yang
buruk, dan kecenderungan metastasis. Selain itu
didapatkan juga pembuktian terbalik dimana
penggunaan celecoxib pada xenograft sel tumor kolon
mampu menghambat pertumbuhan tumor hingga 67%
Gambar 1. Sintesis prostaglandin melalui COX6 dan menurunkan angka metastasis paru hingga 91%.2

Non-steroidal anti-inflammatory drugs Promosi angiogenesis


(NSAID) meng-inhibisi terhadap kerja COX. Berbagai
tipe NSAID memiliki berbagai selektivitas terhadap Angiogenesis mencakup proliferasi sel endotel
kedua enzim COX. Sebagai contoh, indomethacin dan
disekitar tumor, disertai migrasi dan pembentukan
sulindac lebih selektif terhadap COX-1.
Meclofenamate dan ibuprofen memiliki potensi yang struktur pembuluh darah, dilanjutkan pematangan
sama terhadap COX-1 dan COX-2. Sedangkan pembuluh dengan keterlibatan membran basal, perisit
meloxicam dan diclofenac lebih selektif menghambat dan otot polos. Keseluruhan proses tersebut
kerja COX-2.6 diperantarai oleh berbagai faktor pertumbuhan
Inhibitor selektif COX-2 memiliki potensi efek termasuk VEGF. Telah diketahui jika peningkatan
yang setara dengan golongan NSAID lainnya. ekspresi COX-2 akan menginduksi produksi VEGF
Perbedaan keduanya terletak pada potensi untuk
dari sel tumor dan sekitarnya.2
mempengaruhi agregasi trombosit. NSAID dengan
selektivitas terhadap COX-1 bersifat iritatif terhadap
Penggunaan Inhibitor Selektif COX-2 Sebagai Upaya Peningkatan Radiosensitifitas
(Faisal Adam, Nana Supriana) 3

Inhibisi apoptosis Supresi imunitas

Sel tumor dengan kerusakan DNA akan Prostaglandin memiliki efek imunosupresif
mengaktivasi p53 dan mengalami apoptosis. Ekspresi sehingga peningkatan kadarnya akan menginduksi
p53 ikut menginduksi ekspresi COX-2 sebagai respon pertumbuhan tumor. Peningkatan kadar prostaglandin
stress yang melindungi sel dari apoptosis.2 Inhibisi yang diproduksi COX-2 diduga akan meningkatkan
apoptosis juga dikaitkan dengan kemampuan pelepasan IL-10 yang bersifat imunosupresor dan
prostaglandin menginduksi reparasi dari cedera menekan pelepasan IL-12 yang bersifat
subletal akibat radiasi (sublethal damage, SLD). imunostimulator.2
Dengan meningkatkan kemampuan sel memperbaiki
SLD, jalur apoptosis akan terhambat.7

Tabel 1. Peningkatan ekspresi COX-2 pada berbagai kanker.5

Hubungan radiasi dengan COX-2 radiasi pada sel tumor terutama diperantarai oleh
COX-2.1,2
Radiasi pengion, dengan perantara radikal
bebas oksigen, dapat menginduksi produksi eikosanoid Inhibitor selektif COX-2
melalui aktivasi jalur siklooksigenase dan
lipoksigenase dengan didahului pelepasan asam Penggunaan inhibitor selektif COX-2
arakidonat sebagai respon pengaktifan fosfolipase memberikan manfaat yang besar karena memiliki
A2.2,3 target lebih spesifik dan dapat menurunkan risiko efek
Beberapa jam pascaradiasi, berbagai tipe samping terkait COX-1. Mekanisme potensiasi respon
eikosanoid sudah dapat dideteksi, dan bertahan hingga tumor terhadap radiasi dibagi menjadi efek langsung
beberapa minggu. Data juga menunjukkan bahwa dan tidak langsung.1,2,7 Efek langsung meliputi induksi
preparat eikosanoid, terutama prostaglandin, yang apoptosis, regulasi siklus sel dan inhibisi reparasi SLD,
terinduksi radiasi bersifat radioprotektif, dan jalur sedangkan efek tidak langsung mencakup inhibisi
produksi prostaglandin terkait dengan pemberian angiogenesis dan stimulasi imunitas.
4 Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol Penggunaan Inhibitor Selektif COX-2 Sebagai Upaya Peningkatan Radiosensitifitas
3 (1) January 2012:1-7 (Faisal Adam, Nana Supriana) 4

Induksi apoptosis radiosensitif mengalami peningkatan apoptosis yang


diinduksi radiasi dengan pemberian inhibitor COX-2.
Apoptosis dapat didefinisikan sebagai bentuk Namun pada tumor yang relatif radioresisten,
akhir dari rangkaian kaskade sinyal kompleks yang peningkatan sensitivitas terhadap radiasi diduga
akan mengaktivasi suatu protease intraseluler yang berasal dari jalur non-apoptosis, meskipun agen
disebut kaspase. Jalur apoptosis terbagi menjadi jalur tersebut secara tunggal mampu menginduksi
intrinsik dan ekstrinsik. Jalur intrinsik merupakan jalur apoptosis.7,8
utama induksi apoptosis oleh radiasi. Jalur ekstrinsik
tidak mempengaruhi radiosensitivitas secara Inhibisi reparasi sublethal damage (SLD)
signifikan, namun merupakan target potensial berbagai
agen modulator apoptosis termasuk inhibitor COX-2.8 Dari studi invitro terlihat sel yang
mendapatkan kombinasi radiasi dengan agen inhibitor
COX-2 memiliki grafik penurunan persentase survival
rate yang lebih linier. Penjelasan ini dapat dilihat pada
gambar 3. Dari grafik diperlihatkan radiasi yang
dilakukan pada NFSA dan turunan sel karsinoma
A431. Lingkaran hitam memperlihatkan efek radiasi
dengan penggunaan SC-236, sedangkan lingkaran
putih memperlihatkan efek radiasi saja. Dari studi ini
ditunjukkan bahwa radiasi dikombinasikan dengan
penggunaan SC-236 dapat menurunkan cell survival
dengan hilangnya bahu kurva yang menandakan
proses reparasi SLD.1

Gambar 3. Efek penggunaan inhibitor selektif COX-2 terhadap


reparasi SLD 1

Regulasi siklus sel


Gambar 2. Efek penggunaan inhibitor selektif COX-2 terhadap
apoptosis7 Radiasi akan menginduksi berbagai checkpoint
pada siklus sel sebagai respon terhadap adanya
kerusakan DNA. Checkpoint dibutuhkan oleh sel
Gambar 2 memperlihatkan induksi apoptosis sebagai waktu tambahan untuk dapat melakukan
dengan pemberian agen inhibitor selektif COX-2 SC- perbaikan sebelum memasuki fase berikutnya.
236 pada turunan sel sarkoma NFSA. Pada konsentrasi Checkpoint terdapat pada G1, S, G2 awal dan G2
10 M sudah terjadi induksi apoptosis. Apabila akhir. Berbagai bukti menunjukkan bahwa checkpoint
konsentrasi dinaikkan hingga 50 M, didapatkan pada G2 akhir yang memiliki peran untuk menentukan
induksi apoptosis yang lebih besar.7 radiosensitivitas, sebab dapat mencegah masuknya sel
Target inhibitor COX-2 adalah jalur transduksi secara prematur ke fase M, sehingga menurunkan
sinyal yang diperantarai oleh PI3K/protein kinase B tingkat kematian sel.9
(PKB/Akt). PKB/Akt berperan dalam meningkatkan
ambang apoptosis dengan inaktivasi berbagai molekul Peran COX-2 pada regulasi siklus sel
pro-apoptosis seperti prokaspase-9 dan berbagai faktor ditunjukkan melalui induksi ekspresi ataxia
transkripsi lainnya.8 Karakteristik dasar sel tumor telengiectasia related kinase (ATR) yang berperan
terhadap radiasi juga ikut mempengaruhi induksi dalam transduksi sinyal pada checkpoint G2 akhir.
apoptosis. Dari beberapa studi, tumor yang bersifat Rangkaian proses ini akan menyebabkan pemanjangan
Penggunaan Inhibitor Selektif COX-2 Sebagai Upaya Peningkatan Radiosensitifitas
(Faisal Adam, Nana Supriana) 5

checkpoint, sehingga sel dapat mengatasi berbagai Modulasi oksigenasi


kerusakan DNA yang terjadi. Suatu studi
memperlihatkan bahwa celecoxib sebagai inhibitor Inhibitor selektif COX-2 ikut dipertimbangkan
COX-2 mampu menurunkan ekspresi dan aktivitas sebagai modulator terhadap reoksigenasi tumor karena
ATR secara langsung maupun tidak langsung, kemampuannya untuk menurunkan konsumsi oksigen
sehingga akan mencegah terjadinya pemanjangan fase pada sel tumor. Suatu studi memperlihatkan adanya
G2.10 peningkatan pO 2 secara signifikan dalam 30 menit
pasca pemberian agen. Mekanisme yang menjadi dasar
adalah inhibisi dan uncoupling pada proses fosforilasi
oksidatif di mitokondria. Dari studi ini juga
disimpulkan bahwa hal ini cukup untuk meningkatkan
respon tumor terhadap radiasi.13
Keseluruhan mekanisme tersebut menjelaskan
adanya potensiasi respon tumor terhadap radiasi yang
diinduksi oleh inhibitor selektif COX-2. Berbagai studi
klinik pada saat ini mulai dilakukan untuk melihat
toleransi dan keamanan pada pasien serta untuk
menentukan dosis klinik yang dapat diterapkan dalam
jangka panjang tanpa disertai risiko efek samping yang
signifikan.
Gambar 4. Intensitas ATR pada sel. Uji klinik penggunaan inhibitor COX-2
(Ket: -, kontrol; C, celecoxib 50 mol/L; R, 6 Gy IR; CR,
celecoxib 50 mol/L + 6 Gy IR)10
Inhibitor COX-2 pada saat ini telah banyak
diuji sebagai agen anti-tumor, baik digunakan tunggal
maupun dikombinasikan dengan radiasi. Agen tersebut
Inhibisi angiogenesis
mampu menunjukkan peningkatan respon tumor
terhadap radiasi pada model sel tikus dan xenograft
Radiasi pada sel tumor merangsang
manusia tanpa menimbulkan efek yang signifikan pada
angiogenesis secara langsung melalui COX-2 maupun
jaringan normal. Peningkatan respon ini pada berbagai
tidak langsung dengan menginduksi aktivitas Vascular
uji preklinik dapat dikatakan impresif, dengan rasio
Endothelial Growth Factor (VEGF). Ekspresi VEGF
diantara 1.5 hingga >3.0.4
diketahui meningkat dalam 3-7 hari pasca pemberian
Akan tetapi belum banyak uji klinik yang
radiasi. Peningkatan VEGF diduga melindungi sel
dilakukan untuk mendapatkan dosis klinik yang
endotel vaskular dengan meningkatkan ekspresi
adekuat dalam penggunaan inhibitor selektif COX-2.
protein anti-apoptosis Bcl-2.2 Faktor pertumbuhan lain
Dari berbagai uji preklinik diperlihatkan bahwa dosis
yang juga memiliki peranan penting pada angiogenesis
yang dibutuhkan untuk menimbulkan efek anti-tumor
adalah Fibroblast Growth Factor (FGF). FGF akan
maupun peningkatan respon terhadap radiasi selalu
merangsang produksi prostaglandin yang mampu
lebih besar dari dosis standar sebagai anti-inflamasi,
menstimulasi neovaskularisasi di sekitar sel tumor.
sehingga dikahawatirkan insidens efek samping juga
Suatu studi telah membuktikan bahwa ekspresi FGF
meningkat. Selain itu, kesulitan yang dihadapi adalah
juga bergantung pada ekspresi COX-2.11
kemungkinan adanya bias dalam penilaian toksisitas
Stimulasi imunitas seluler mengingat berbagai uji dilakukan dengan kombinasi,
baik dengan radioterapi maupun kemoterapi.
Ekspresi COX-2 pada sel tumor juga dapat Uji klinik banyak dilakukan pada kasus
mempengaruhi sistem imunitas, terutama seluler, yang karsinoma paru, terutama non-small cell lung cancer
diperantarai oleh berbagai sitokin yang tergolong (NSCLC), mengingat tatalaksananya yang cukup sulit.
dalam interleukin (IL). Dua kelompok interleukin yang Suatu uji klinik fase I pada pasien dengan NSCLC
diketahui berperan adalah IL-10 yang bersifat stadium awal dan lokal lanjut yang mendapatkan
imunosupresor dan IL-12 yang bersifat radiasi hingga dosis 66 Gy memperlihatkan
imunostimulator. 2,12
Suatu studi dengan model sel penggunaan celecoxib harian pada dosis 200 800
tumor paru memperlihatkan bahwa ekspresi COX-2 mg masih dapat ditoleransi dengan baik. Toksisitas
pada awalnya akan menginduksi produksi IL-1 yang terkait celecoxib hanya didapatkan pada 3 dari 47
selanjutnya meningkatkan produksi prostaglandin. pasien, masing-masing berupa hipertensi, hematoma
Kadar prostaglandin yang tinggi akan menyebabkan pada bahu dan hemoptisis. Selain itu pada kelompok
up-regulation dari IL-10 dan down-regulation dari IL- pasien ini juga didapatkan angka local progression-
12 oleh limfosit dan makrofag, suatu kondisi yang free survival pada 66.0% di tahun pertama dan 42.2%
akan diregulasi ulang apabila dilakukan inhibisi pada di tahun kedua (Liao et al, 2005).14
COX-2.12
6 Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol Penggunaan Inhibitor
3 (1) January Selektif COX-2 Sebagai Upaya Peningkatan Radiosensitifitas
2012:1-7 6
(Faisal Adam, Nana Supriana)

Uji klinik lain pada pasien dengan NSCLC Kesimpulan


pasca operasi yang mendapatkan radiasi hingga 50.4
Gy juga memperlihatkan toleransi yang baik dengan Berbagai agen inhibitor telah banyak dipelajari
untuk dapat menghambat ekspresi dan aktivitas COX-
pemberian celecoxib harian 2x400 mg.2 Studi lain
2, baik yang bersifat non-selektif maupun selektif,
meneliti pemberian celecoxib 2x400 mg pada pasien tunggal maupun kombinasi. Mekanisme yang
dengan karsinoma serviks yang mendapatkan berperan, terutama bila dikombinasikan dengan
kemoradiasi. Hasil uji memperlihatkan kombinasi ini pemberian radiasi atau kemoradiasi, meliputi induksi
menghasilkan efek samping yang masih dapat apoptosis, regulasi siklus sel, inhibisi reparasi
diterima, meskipun pada sebagian pasien dosis sublethal damage, inhibisi angiogenesis dan stimulasi
diturunkan menjadi 2x300 mg. Efek samping akut imunitas seluler. Keseluruhan mekanisme tersebut
pada akhirnya dapat meningkatkan radiosensitivitas
utama adalah toksisitas gastrointestinal grade 3-4 pada
dan respon tumor terhadap radiasi.
16.1% pasien (Herrera et al, 2007).15 Sementara itu Studi preklinik terhadap inhibitor COX-2 telah
pada studi lain dilaporkan bahwa kombinasi celecoxib menyimpulkan adanya potensiasi respon tumor
dengan kemoradiasi pada pasien dengan karsinoma terhadap radiasi, yang terjadi baik melalui inhibisi
serviks menghasilkan toksisitas yang tidak berbeda ekspresi dan aktivitas COX-2 secara langsung maupun
dengan kemoradiasi saja, dengan efek samping utama tidak langsung dengan menghambat berbagai sinyal
pada sistem hematologic (Gaffney et al, 2007).16 Uji yang diperantarai COX-2. Sedangkan sebagian besar
studi klinik fase I-II menunjukkan toleransi yang
klinik lainnya pada saat ini terus dilakukan, terutama
cukup baik terhadap dosis agen yang diberikan serta
pada kasus dimana radioterapi menjadi standar terapi, adanya perbaikan respon terhadap terapi. Berbagai
seperti pada glioblastoma dan kanker esofagus. Hasil- hasil positif tersebut dapat mendorong adanya berbagai
hasil awal dari berbagai studi tersebut cukup studi lanjutan untuk melihat efektivitas klinik inhibitor
memuaskan, dimana secara umum didapatkan toleransi COX-2 sebagai salah satu modalitas terapi penunjang
terhadap dosis yang digunakan dan didapatkan radiasi.
perbaikan respon terhadap terapi.2

Daftar Pustaka

1. Nakata E, Mason KA, Hunter N, Husain A, Raju U, 7. Raju U, Nakata E, Yang P, Newman RA, Ang KK,
Liao Z, et al. Potentiation of tumor response to Milas L. In vitro enhancement of tumor cell
radiation or chemoradiation by selective radiosensitivity by a selective inhibitor of
cyclooxygenase-2 enzyme inhibitors. Int J Radiat cyclooxygenase-2 enzyme: mechanistic
Oncol Biol Phys 2004;58:369-375. considerations. Int J Radiat Oncol Biol Phys
2. Choy H, Milas M. Enhancing radiotherapy with 2002;54:886-894.
cyclooxygenase-2 enzyme inhibitors: a rational 8. Belka C, Jendrossek V, Pruschy M, Vink S, Verheij
advance? J Natl Cancer Inst 2003;95:1440-1452. M, Budach W. Apoptosis-modulating agents in
3. Katzung BG. The eicosanoids: prostaglandins, combination with radiotherapycurrent status and
thromboxanes, leukotriens and related compounds: outlook. Int J Radiat Oncol Biol Phys 2004;58:542-
introduction. In: Katzung BG, editor. Basic and 554.
clinical pharmacology. 11th ed. New 9. Wouters BG, Begg AC. Irradiation-induced
York:McGraw-Hill;2009.p.372-391. damage and the DNA damage response. In: Joiner
4. Horsman MR, Bohm L, Margison GP, Milas L, M, van der Kogel A, editors. Basic clinical
Rosier JF, Safrany G, et al. Tumor radiosensitizers radiobiology, 4th ed. London:Hodder Arnold;2009.
current status of development of various p.11-26.
approaches: report of an international atomic 10. Jun HJ, Kim YM, Park SY, Park JS, Lee EJ, Choi
energy agency meeting. Int J Radiat Oncol Biol SA, et al. Modulation of ionizing radiation-induced
Phys 2006;64:551-561. G2 arrest by cyclooxygenase-2 and its inhibitor
5. Coleman CN, Palayoor ST. Enhancing the effect of celecoxib. Int J Radiat Oncol Biol Phys
radiation therapy using non-steroidal anti- 2009;75:225-234.
inflammatory agents. Maryland:National Institute 11. Masferrer JL, Leahy KM, Koki AT, et al.
of Health Bethesda;2002. Antiangiogenic and antitumor activities of
6. Katzung BG. Non-steroidal anti-inflammatory cyclooxygenase-2 inhibitors. Cancer Res
drugs, disease-modifying antirheumatic drugs, 2000;60:1306-1311.
nonopioid analgesics and drugs used in gout. In: 12. Huang M, Stolina M, Sharma S, et al. Non-small
Katzung BG, editor. Basic and clinical cell lung cancer cyclooxygenase-2 dependent
pharmacology. 11th ed. New York:McGraw- regulation of cytokine balance in lymphocytes and
Hill;2009.p.797-821. macrophages: up-regulation of interleukin 10 and
Penggunaan Inhibitor Selektif COX-2 Sebagai Upaya Peningkatan Radiosensitifitas
(Faisal Adam, Nana Supriana) 7

down-regulation of interleukin 12 production. 15. Herrera FG, Chan P, Doll C, Milosevic M, Oza A,
Cancer Res 1998;58:1208-1216. Syed A, et al. A prospective phase III trial of the
13. Crokart N, Radermacher K, Jordan BF, Baudelet C, cyclooxygenase-2 inhibitor celecoxib in patients
Cron GO, Gregoire V, et al. Tumor with carcinoma of the cervix with biomarker
radiosensitization by antiinflammatory drugs: assessment of the tumor microenvironment. Int J
evidence for a new mechanism involving the Radiat Oncol Biol Phys 2007;67:97-103.
oxygen effect. Cancer Res 2005;65:7911-7916. 16. Gaffney DK, Winter K, Dicker AP, Miller B, Eifel
14. Liao Z, Komaki R, Milas L, et al. A phase I clinical PJ, Ryu J, et al. A phase II study of acute toxicity
trial of thoracic radiotherapy and concurrent for celebrex (celecoxib) and chemoradiation in
celecoxib for patients with unfavorable patients with locally advanced cervical cancer:
performance status inoperable/unresectable non- primary endpoint analysis of RTOG 0128. Int J
small cell lung cancer. Clin Cancer Res Radiat Oncol Biol Phys 2007;67;104-109.
2005;11:3342-3348.
8 Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 3(1) January 2012:8-13
Brakiterapi High Dose Rate dan Low Dose rate Dari Sisi Radiobiologi
8
(Alfred Julius P, Irwan Ramli)

RADIOTERAPI & ONKOLOGI


Indonesia
Journal Of The Indonesian Radiation Oncology Society

Tinjauan Pustaka
BRAKITERPI HIGH DOSE RATE DAN LOW DOSE RATE
DARI SISI RADIOBIOLOGI
Alfred Julius Petrarizky, Irwan Ramli
Departemen Radioterapi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Informasi Artikel Abstrak / Abstract


Riwayat Artikel: Brakiterapi merupakan salah satu modalitas terapi radiasi yang memiliki peranan
Diterima November 2011 penting dalam penatalaksanaan kanker. Terdapat berbagai jenis laju dosis
Disetujui Desember 2011 brakiterapi yang memiliki efek radiobiologis yang berbeda. Tiap jenis brakiterapi
memiliki keuntungan dan kerugian masing-masing, sehingga pemilihan
penggunaannya memerlukan pengetahuan terhadap efek dari brakiterapi tersebut.
Penting bagi seorang dokter onkologi radiasi untuk memahami efek radiobiologis
dari brakiterapi karena dapat mempengaruhi rasio terapeutik yang nantinya akan
berpengaruh terhadap keberhasilan terapi penyakit pasien.Tulisan ini akan
membahas brakiterapi high dose rate dan low dose rate khususnya dari aspek
radiobiologi.
Kata kunci: brakiterapi, high dose rate, low dose rate, radiobiologi, rasio
terapeutik.

Alamat Korespondensi: Brachytherapy is an important radiation treatment modality and play important
Dr. Alfred Julius Petrarizky, roles in the management of various cancers. Brachytherapy has many different
Departemen Radioterapi RSUPN dose rates which have their own radiobiological effect. Each dose rate has its
Dr. Cipto Mangunkusumo, own advantages and disadvantages. Its important for radiation oncologists to
understand the biological respon of brachytherapy because of its relation with
Fakultas Kedokteran Universitas
the therapeutic ratio that will influence the success of the treatment. This article
Indonesia, Jakarta reviews the radiobiological aspect of high dose rate and low dose rate
Email: petrarizky@yahoo.com brachytherapy.
Keywords: brachytherapy, high dose rate, low dose rate, radiobiology,
therapeutic ratio.

Hak cipta 2012 Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia

Pendahuluan yang rendah, dan dapat memakan waktu harian hingga


mingguan. Brakiterapi konvensional yang seperti ini
Brakiterapi berasal dari bahasa Yunani yang disebut sebagai brakiterapi low dose rate.4
artinya terapi jarak dekat dan merupakan bentuk Pada awal tahun 1962, berkembang sebuah
pertama dari terapi radiasi konformal.1,2 Pada pendekatan baru brakiterapi. Sebuah pesawat radiasi
brakiterapi, sumber radiasi diletakkan di dalam atau dapat menggerakan sumber radiasi ke dalam target
sangat berdekatan dengan tumor, sehingga akan radiasi dan kemudian memberikan radiasi dalam waktu
didapatkan rasio yang tinggi antara jaringan tumor yang relatif singkat (kurang dari sejam). Dalam waktu
dengan jaringan normal yang mendapatkan radiasi.1 yang singkat tersebut sumber radiasi dapat
Pada dasarnya terdapat dua bentuk brakiterapi, yaitu memberikan radiasi dengan dosis yang tinggi.
intrakaviter dimana sumber radiasi diletakkan di dalam Brakiterapi seperti ini disebut sebagai brakiterapi laju
kavitas atau rongga tubuh yang berdekatan dengan dosis tinggi atau high dose rate (HDR) brachytherapy.4
tumor, dan interstisial dimana sumber radiasi diimplan Radiasi pada brakiterapi diberikan secara
atau ditanam langsung di dalam tumor atau jaringan.3 berkesinambungan dalam kurun waktu tertentu, dan
Penggunaan brakiterapi berkembang sesaat proses radiobiologis yang terjadi seperti repair,
setelah radium ditemukan.4 Radium ditemukan oleh repopulation, reoxygenation, dan redistribution akan
Marie dan Pierre Curie tahun 1898 dan kemudian mempengaruhi respon jaringan tumor dan jaringan
segera dipelajari efek biologisnya.5 Dengan radium, normal terhadap radiasi, sehingga perbedaan laju dosis
radiasi diberikan secara kontinyu dengan laju dosis juga akan mempengaruhi rasio terapeutik brakiterapi.3
Brakiterapi High Dose Rate dan Low Dose rate Dari Sisi Radiobiologi
9
(Alfred Julius P, Irwan Ramli)

Pemahaman mengenai radiobiologi pada brakiterapi Untuk menggabungkan keuntungan dari kedua
sangat diperlukan untuk dapat memberikan rasio jenis laju dosis tersebut, dicoba dikembangkan suatu
terapeutik yang terbaik, sehingga bisa didapatkan teknik yang disebut sebagai pulsed dose rate (PDR)
tumour control yang baik dan kerusakan jaringan brachytherapy. PDR dikembangkan untuk
normal yang minimal. mendapatkan efek biologis yang menyerupai LDR
tetapi juga mengambil keuntungan teknologi dan
BRAKITERAPI HIGH DOSE RATE DAN LOW optimisasi dari HDR.1,6 Secara umum total dosis dan
DOSE RATE waktu yang diperlukan PDR sama dengan LDR,
namun radiasi diberikan dalam banyak fraksi kecil,
Menurut International Commission on biasanya setiap 1 sampai dengan 4 jam.1 Perbedaan
Radiation Units and Measurements(ICRU) 38, antara PDR dengan LDR menjadi minimal bila PDR
terdapat tiga kategori brakiterapi. Brakiterapi laju dosis menggunakan dosis per fraksi yang kecil, antara 50
rendah, atau Low dose rate (LDR), memiliki laju dosis sampai dengan 60 cGy yang diulang setiap jam.7 Jika
0,4 2 Gy / jam. Brakiterapi laju dosis menengah, atau waktu paruh repair jaringan sangat singkat atau kurang
Medium dose rate (MDR) memiliki laju dosis 2 12 dari setengah jam, maka PDR akan mengakibatkan
Gy / jam. Sedangkan brakiterapi laju dosis tinggi, atau kerusakan biologis lebih banyak dari LDR.1,8 Pada
High dose rate (HDR) memiliki laju dosis lebih dari 12 kasus seperti ini maka total dosis yang diberikan dapat
Gy / jam, dan pemberiannya harus dengan diturunkan menjadi lebih rendah dari total dosis LDR
menggunakan remote afterloader.1 dengan overall time yang sama.1
Bila dibandingkan dengan brakiterapi laju
dosis rendah atau low dose rate (LDR) brachytherapy, FAKTOR RADIOBIOLOGI
maka HDR memiliki beberapa keuntungan:4
Efek biologis dari radioterapi bergantung pada
1. Optimisasi: dengan brakiterapi HDR, maka dapat distribusi dosis, volume jaringan yang diradiasi, laju
dimungkinkan optimisasi dengan inverse planning dosis, fraksinasi dan durasi terapi. Brakiterapi akan
2. Imobilisasi dan stabilitas: durasi terapi HDR yang memberikan isodosis yang melingkari volume target
relatif singkat menghasilkan stabilitas yang lebih kecil, tetapi berbeda dengan radiasi eksterna,
baik terutama untuk aplikator intrakaviter brakiterapi akan memberikan distribusi yang
3. Pasien rawat jalan: kebanyakkan pasien HDR heterogen. Daerah yang jauh dari sumber radiasi akan
mendapatkan brakiterapi sebagai pasien rawat mendapatkan dosis yang sangat minimal, tetapi daerah
jalan, sehingga akan membuat pasien merasa lebih yang berdekatan dengan sumber radiasi akan
nyaman dan juga secara ekonomi menguntungkan mendapatkan dosis yang sangat tinggi.6
karena pasien tidak mengeluarkan biaya untuk
rawat inap. Kerusakan biologis yang disebabkan oleh
4. Lebih nyaman karena ukuran yang lebih kecil ionisasi akibat radiasi dapat dibagi ke dalam tiga
5. Prosedur intraoperatif: brakiterapi HDR tahap:6
memungkinkan dilakukannya brakiterapi
intraoperatif - Fase fisika berlangsung sekitar 10-18 detik. Pada
6. Keamanan radiasi: brakiterapi HDR mengeliminasi fase ini foton berinteraksi dengan elektron orbital,
paparan radiasi terhadap petugas penyinaran. kemudian akan terjadi kenaikan elektron ke tingkat
energi yang lebih tinggi yang disebut sebagai
eksitasi. Selain terjadi eksitasi, pada fase fisika juga
Brakiterapi HDR juga memiliki kerugian bila bisa terjadi ionisasi berupa terlontarnya elektron
dibandingkan dengan brakiterapi LDR:4 dari atom.
- Fase kimia berlangsung sekitar 10-3 detik. Atom
1. Radiobiologi: dibandingkan dengan LDR, maka yang mengalami ionisasi atau eksitasi berinteraksi
terapi HDR memberikan rasio terapeutik yang lebih dan membentuk radikal bebas yang dapat memecah
buruk. ikatan kimia. Radikal bebas ini sangat reaktif dan
2. Bahaya error / kesalahan: prosedur yang lebih dapat menginduksi perubahan kimia pada molekul
kompleks dengan brakiterapi HDR meningkatkan biologis yang penting seperti DNA.
kemungkinan terjadinya kesalahan dalam - Fase biologis terjadi dalam hitungan detik hingga
pemberian terapi dengan HDR tahunan. Pada fase biologis, sel bereaksi terhadap
3. Potensi terjadinya paparan dosis yang sangat tinggi kerusakan kimia yang terjadi. Enzim untuk repair
terhadap pasien dan operator ketika terjadi dapat memperbaiki lesi yang terjadi di dalam DNA.
kegagalan retraksi dari sumber radiasi: sumber Tetapi bisa juga terdapat lesi yang tidak dapat
radiasi HDR dapat memberikan paparan sebesar 7,4 diperbaiki yang kemudian akan mengakibatkan
Gy / menit pada kedalaman 1 cm terhadap pasien. kematian sel. Kematian sel tidak langsung segera
4. Sumber daya: terapi dengan HDR membutuhkan terjadi dan biasanya terjadi pada saat pembelahan
sumber daya yang lebih banyak, baik personil sel (melalui proses apoptosis). Kematian karena lesi
maupun ekonomi.
10 Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 3(1) January 2012:8-13
Brakiterapi High Dose Rate dan Low Dose rate Dari Sisi Radiobiologi
10
(Alfred Julius P, Irwan Ramli)

yang bersifat lethal dapat tertunda setelah untuk menghasilkan double-strand break. Karena
pembelahan mitosis. double-strand break dengan cara ini membutuhkan
dua kali kerusakan, maka probabilitas kematian sel
Radiosensitivitas dan Surviving Fraction akibat komponen menjadi dikuadratkan.4
Secara umum nilai hampir sama untuk
Terdapat beberapa teknik untuk menentukan
berbagai jaringan, yang lebih banyak berbeda adalah
radiosensitivitas suatu jaringan, namun SF 2 (surviving
fraction sel setelah radiasi 2 Gy) adalah yang paling nilai . Namun secara keseluruhan variasi dari nilai
sering digunakan. Pada pengujian ini sel tumor rasio / lebih kecil. Untuk kebanyakan organ, nilai
dikultur kemudian dilihat kemampuan mereka dalam rasio / berkisar antara 2 sampai 3 untuk efek lanjut
menghasilkan koloni. Sel tumor ini akan dibagi pada jaringan normal, dan antara 5 sampai 20 untuk
menjadi dua bagian, yang pertama akan diradiasi, efek akut. Kebanyakkan jaringan tumor bersifat
sedangkan yang kedua tidak diradiasi. Setelah menyerupai efek akut dari jaringan normal, namun
diinkubasi, dihitung jumlah koloni yang ada. Misalnya dengan nilai rentang yang lebih lebar.4
ada 20 koloni pada sel tumor yang tidak diradiasi dari Rasio / ini menunjukkan sensitivitas tumor
100 sel yang dikultur, maka dapat kita katakan plating atau organ terhadap perubahan dosis per fraksi atau
efficiency 20/100 = 0,2. Plating efficiency untuk sel laju dosis. Jika dosis per fraksi (atau laju dosis)
yang diradiasi akan lebih rendah. Misalnya terdapat 8 diturunkan, maka jaringan yang memiliki nilai rasio
koloni dari 400 sel, maka dapat kitakan plating / yang lebih rendah mengalami perubahan respon
efficiency = 8/400 = 0,02. Kemudian akan dihitung biologis yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan
surviving fraction yang ada dengan membandingkan jaringan yang memiliki rasio / lebih tinggi. Karena
plating efficiency sel tumor yang diradiasi dengan yang kebanyakkan jaringan normal respon lambat memiliki
tidak diradiasi (kontrol), sehingga didapatkan rasio / lebih rendah daripada tumor, maka
surviving fraction untuk contoh tersebut adalah 0,02 / perubahan fraksinasi atau laju dosis akan memiliki
0,2 = 0,1.9 perubahan rasio terapeutik yang lebih bermakna. Oleh
karena itu parameter ini menjadi sangat penting dalam
Faktor Fraksinasi (Rasio /) perbandingan radiobiologis antara brakiterapi HDR
dan LDR.11
Salah satu alat yang penting digunakan dalam
perencanaan terapi untuk melihat respon biologis
adalah dengan menggunakan linear-quadratic model.4

Gambar 2. Kurva survival pada jaringan respon akut dan jaringan


respon lambat.6

Kurva pada gambar 2 menunjukkan bahwa


jaringan respon akut memiliki sensitivitas lebih rendah
Gambar 1. Linear quadratic model. 10
terhadap perubahan dosis per fraksi dibandingkan
dengan jaringan respon lambat. Efek biologis akibat
Pada kurva tersebut terdapat dua komponen
peningkatan dosis per fraksi akan meningkat lebih
yang harus diperhatikan. Komponen pertama yaitu
drastis pada jaringan respon lambat dibandingkan
komponen , menunjukkan kerusakan yang terjadi jaringan respon akut, dan dosis per fraksi yang kecil
pada sel ketika suatu partikel merusak kedua rantai akan memberikan kemungkinan risiko komplikasi
molekul DNA, atau disebut juga sebagai double-strand yang lebih sedikit serta rasio terapeutik yang lebih
break. Double-strand break ini diperlukan untuk baik.6
mematikan sel. Komponen kedua yaitu komponen ,
menunjukkan kerusakan yang terjadi ketika suatu Repair
partikel bermuatan merusak hanya salah satu rantai
DNA, yang kemudian akan diikuti oleh usaha repair Sel yang mengalami kerusakan sub-lethal akan
dari DNA. Jika paparan radiasi berikutnya merusak mengalami repair jika memperoleh waktu yang cukup.
rantai DNA setelah terjadi repair, maka kerusakan Jika kerusakan DNA bertambah sebelum sel memiliki
yang terjadi masih hanya merupakan single-strand cukup waktu untuk memperbaiki diri, maka kerusakan
break, dan sisi yang satunya masih harus dirusak lagi sub-lethal tersebut akan berubah menjadi kerusakan
Brakiterapi High Dose Rate dan Low Dose rate Dari Sisi Radiobiologi
11
(Alfred Julius P, Irwan Ramli)

lethal.10,12 Bila sudah terjadi kerusakan lethal yang diobservasi.6 Pada accelerated repopulation terjadi
bersifat irreversible, maka akan terjadi kematian sel. peningkatan laju repopulasi, dan bisa terjadi lebih
Kemampuan repair antara jaringan tumor dan jaringan cepat jika terapi mengalami interupsi setelah tumour
normal berbeda.10 Jaringan normal yang bersifat late doubling time.10 Karena terapi LDR hanya
reacting memiliki kapasitas repair yang lebih besar membutuhkan total waktu yang relatif singkat, maka
dibandingkan dengan sel tumor. Hal ini mungkin repopulasi yang terjadi tidak signifikan. Sedangkan
terjadi karena pada sel tumor terdapat mutasi yang pada terapi HDR, overall treatment time yang
mempengaruhi kemampuan repair, sehingga lebih dibutuhkan biasanya lebih lama daripada terapi LDR,
banyak kematian pada sel tumor dibandingkan dengan sehingga repopulasi yang terjadi antar fraksi dapat
jaringan normal.1 Kerusakan sub-lethal biasanya menjadi sangat signifikan.11
mengalami repair dalam waktu 2 6 jam setelah
radiasi. Repair pada kerusakan sub-lethal ini akan Reoxygenation
tergantung pada laju dosis, dan jelas terlihat pada laju
dosis 0,01 1 Gy / menit.10 Repair rates dan rasio Seiring peningkatan volume tumor melalui
proses proliferasi, kebutuhan tumor akan oksigen akan
/ merupakan parameter utama yang mempengaruhi
semakin meningkat hingga akhirnya vaskularisasi ke
respon jaringan ketika laju dosis berubah, dengan
tumor sudah tidak mencukupi lagi, sehingga dapat
konstanta () = 0.693 / T 1/2 .12 Waktu paruh untuk
terbentuk daerah yang mengalami nekrosis akibat
repair (T 1/2 ) adalah waktu yang diperlukan untuk
hipoksia.10 Radiosensitivitas tumor berbanding terbalik
perbaikan separuh dari DNA yang rusak.1 Nilai T 1/2
dengan hipoksia.11 Sel hipoksik akan 2 3 kali lebih
untuk jaringan tumor atau jaringan normal respon akut
resisten terhadap radiasi. Proses reoksigenisasi yang
adalah setengah hingga satu jam, sedangkan untuk
terjadi biasanya tergantung pada lama terapi dan
jaringan normal respon lambat adalah satu setengah
penyusutan tumor.10
hingga dua jam.1,6 Namun pada kenyataannya, nilai
Terapi HDR akan memberikan waktu antar
T 1/2 sangat bervariasi, dengan rentang waktu antara
insersi untuk terjadinya penyusutan tumor dan
beberapa menit hingga beberapa jam.6,13
reoksigenasi. Penyusutan yang terjadi akan
Laju dosis yang rendah (LDR) akan
mengurangi jarak antar pembuluh kapiler darah di
memberikan kesempatan pada sel yang mengalami
dalam tumor dan akan meningkatkan oksigenisasi ke
kerusakan sub-lethal untuk mengalami perbaikan
sel tumor.9 Reoksigenisasi merupakan proses yang
ketika radiasi.1,10 Secara umum dapat dikatakan
berjalan lambat, dan dapat menjadi kerugian dalam
menurunkan laju dosis akan mengurangi kerusakan
radiasi LDR. Durasi total terapi radiasi dengan
radiobiologis. Peningkatan laju dosis akan
menggunakan LDR biasanya tidak lebih dari beberapa
meningkatkan kemungkinan terjadinya efek lanjut
hari, sehingga pada saat itu belum terjadi
lebih besar dibanding peningkatan tumor control.
reoksigenisasi pada jaringan tumor. LDR memiliki
Sedangkan penurunan laju dosis akan menurunkan
oxygen enhancement ratio (OER) yang lebih rendah
kemungkinan efek lanjut lebih besar dibandingkan
dibandingkan dengan HDR. OER pada HDR dapat
dengan penurunan tumor control. Sehingga rasio
sebesar 2 sampai dengan 3, lebih tinggi bila
terapeutik akan meningkat seiring dengan penurunan
dibandingkan pada LDR yang sebesar 1,6 sampai
laju dosis.12
dengan 1,7.1
Repopulation
Redistribution
Baik tumor maupun sel normal akan tetap
Radiosensitivitas tiap sel dapat berbeda
berproliferasi walaupun terpapar radiasi. Proliferasi
bergantung pada fase dari siklus sel tersebut. Fase
merupakan respon fisiologis dari jaringan tumor dan
yang paling sensitif adalah fase M dan G 2 , sedangkan
normal terhadap penurunan jumlah sel. Repopulasi
yang paling resisten adalah pada saat fase S. Dengan
akan membuat sel tumor lebih resisten terhadap efek
Penggunaan terapi LDR akan membuat sel berkumpul
lethal dari radiasi. Waktu yang dibutuhkan oleh jumlah
di fase G2 yang merupakan fase yang radiosensitif.
sel tumor untuk menjadi dua kali lipat disebut sebagai
Hal ini ditunjukkan melalui hasil pemeriksaan in
tumor doubling time.10 Telah diketahui bahwa
vitro.1,11 Pada praktiknya efek redistribusi ini tidak
kebanyakkan sel tumor pada manusia memiliki
terlalu menunjukkan perbedaan yang bermakna.1
doubling times hanya dalam beberapa hari atau bahkan
dalam waktu kurang dari dua hari.10,11 Repopulasi Biological Effective Dose (BED)
tidak terjadi pada jaringan normal respon lambat dalam
waktu 6-7 minggu setelah radiasi dimulai, tetapi Untuk radiasi tunggal, persamaan biological effective
repopulasi memiliki peranan dalam mematikan sel dose (BED) adalah:4
tumor dan jaringan normal respon akut. Proliferasi
hanya memberikan sedikit efek pada tumor untuk
treatment time yang kurang dari 3-4 minggu. Setelah
3-4 minggu, maka akan terjadi accelerated
repopulation pada jaringan tumor yang harus
12 Brakiterapi High Dose Rate dan Low Dose rate Dari Sisi Radiobiologi
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 3(1) January 2012:8-13 12
(Alfred Julius P, Irwan Ramli)

Untuk radiasi terfraksinasi, tiap fraksi baru akan


memulai kurva baru yang dimulai dari level surviving
fraction terakhir dari fraksinasi sebelumnya, sehingga
persamaannya menjadi:4,14

dengan n adalah jumlah fraksi dan d adalah dosis per


fraksi.4

Untuk radiasi dengan menggunakan LDR, situasi Gambar 3. Peningkatan repair half-time akan menurunkan cell
survival untuk LDR dan akan menurunkan selisih cell survival
menjadi lebih rumit karena selama radiasi juga terjadi dengan HDR.14
mekanisme repair, sehingga efektivitas radiasi
menjadi berkurang. Persamaannya menjadi Gambar 3 menunjukkan efek dari repair half-
time dari jaringan normal respon lambat terhadap cell
survival untuk LDR dengan laju dosis 0,5 Gy / jam.
Seperti terlihat pada gambar tersebut, seiring
peningkatan repair half-time pada suatu jaringan,
maka repair yang terjadi juga akan semakin berkurang
sehingga cell survival pun juga akan berkurang. Hal ini
tidak terjadi pada HDR yang tidak bergantung pada
dimana T adalah durasi terapi, R adalah laju dosis,
repair half-time, sehingga semakin lama repair half-
adalah konstanta repair ( = 0,693 / T 1/2 ) .4,11 time suatu jaringan, semakin sedikit selisih efek
Untuk menghitung kompensasi waktu biologis yang dihasilkan antara LDR dengan HDR.14
tambahan yang diperlukan akibat peluruhan sumber Survival dari sel tumor juga perlu
radiasi, dapat digunakan rumus: diperhatikan. Jika dosis HDR disesuaikan untuk
mendapatkan cell survival pada tumor yang sama
R t = R 0 . e-t dengan LDR, maka peningkatan repair half-time untuk
sel normal respon lambat akan mengurangi survival
dengan R t adalah laju dosis pada waktu t, R 0 adalah dari sel normal untuk LDR, tetapi tidak memiliki
laju dosis awal, adalah konstanta waktu peluruhan, pengaruh terhadap HDR. Oleh karena itu, peningkatan
dan t adalah interval waktu antara radiasi pertama repair half-time akan mencapai suatu titik dimana
dengan radiasi kedua. Untuk radiasi dengan HDR, survival dari jaringan normal pada LDR akan sama
maka laju dosis pada rumus tersebut dapat diganti atau bahkan lebih rendah dari HDR.14 Hal ini
dengan dosis per fraksi. Untuk mendapatkan dosis ditunjukkan pada kurva di gambar 4.
radiasi yang sama, maka waktu paparan pada radiasi
fraksi pertama (T 0 ) harus diperpanjang menjadi T t
pada fraksi berikutnya

R 0 . T0 = R t . Tt = D

sehingga akan didapatkan:

Pada umumnya dikatakan untuk mendapatkan


efek biologis yang ekuivalen dengan LDR maka HDR Gambar 4. Biologically effective dose (BED) untuk jaringan
diberikan dalam banyak fraksi dengan dosis per fraksi normal respon lambat dengan BED tumor yang konstan (80 Gy).
Parameter yang digunakan adalah / tumor = 10 Gy, / jaringan
yang kecil. Sebelumnya juga sudah disebutkan bahwa normal respon lambat = 3 Gy, repair half-time tumor = 1,5 jam.14
HDR dikatakan memiliki efek radiobiologis yang lebih
buruk dibandingkan dengan LDR yang terlihat pada Pada gambar 4 terlihat, dengan BED tumor
kurva di gambar 3. Namun menurut Orton, HDR dapat yang tetap maka peningkatan laju dosis atau dosis per
memberikan efek radiobiologis yang lebih baik fraksi akan meningkatkan BED respon lambat.
dibandingkan dengan LDR.14 Perhatikan bahwa HDR menjadi ekuivalen dengan
Brakiterapi High Dose Rate dan Low Dose rate Dari Sisi Radiobiologi
13
(Alfred Julius P, Irwan Ramli)

LDR jika repair half-time untuk jaringan respon terjadi karena masing-masing jenis brakiterapi tersebut
lambat 2,5 jam. Jika repair half-time lebih lama dari memiliki efek radiobiologis yang berbeda. Perlu
2,5 jam maka LDR memiliki BED yang lebih tinggi diperhatikan juga bahwa jaringan tumor dan jaringan
atau lebih merusak jaringan normal dibandingkan normal juga memiliki respon radiobiologis yang
dengan HDR.14 berbeda. Pengetahuan mengenai respon radiobiologis
dari masing-masing jenis tumor dan jaringan normal
Kesimpulan akan membantu dalam menentukan jenis dan dosis
terapi yang tepat sehingga dicapai rasio terapeutik
Brakiterapi memiliki laju dosis berbeda yang yang terbaik. Dengan pengetahuan radiobiologi ini
masing-masing memiliki keuntungan dan kerugian. juga diharapkan kita dapat memanfaatkan brakiterapi
Dalam menggunakan tiap macam brakiterapi tersebut yang kita miliki dengan seoptimal mungkin.
perlu diperhatikan efek radiobiologis yang dapat

Daftar Pustaka
1. Stewart AJ, Jones B. Radiobiologic Concepts for 7. Hall EJ, Brenner DJ. Pused Dose Rate
Brachytherapy. In: Devlin PM. Brachytherapy: Brachytherapy. Radiotherapy and Oncology. 1997;
Applications and Technique. 1st ed. Philadelphia: 45: 1-2.
Lippincott Williams and Wilkins; 2007. p. 1-17. 8. Haustermans K, Fowler J, Landuyt W, Lambin P,
2. Nag S, Dobelbower R, Glasgow G, Gustafson G, Kogel A, Schueren E. Is Pulsed Dose Rate more
Syed N, Thomadsenf B, Williamson JF. Inter- Damaging to Spinal Cord of Rats than Continuous
society standards for the performance of Low Dose Rate? Radiotherapy and Oncology.
brachytherapy: a joint report from ABS, ACMP 1997; 45: 39-47.
and ACRO. Critical Reviews in Oncology 9. Joiner M, Kogel A.Basic Clinical Radiobiology. 4th
Hematology. 2003; 48: 1-17. ed. London: Hodder Arnold; 2009.
3. Yue NJ. Principles and Practice of Brachytherapy 10. Beyzadeoglu M, Oyzigit G, Ebruli C. Basic
Dosimetry. Radiation Measurements. 2007; 41: 22- Radiation Oncology. New York: Springer; 2010. p.
7. 71-144.
4. Halperin EC, Perez CA, Brady LW, editors. Perez 11. Dale RG, Jones B. The Clinical Radiobiology for
and Bradys Principle and Practice of Radiation Brachytherapy. The British Journal of Radiology.
Oncology. 5th ed. Philadelphia: Lippincott Williams 1998; 71: 465-483.
and Wilkins; 2008. 12. Brenner DJ. Radiation Biology in Brachytherapy.
5. Shrivastava S. Brachytherapy - Perspectives in Journal of Surgical Oncology. 1997; 65: 66-70.
evolution: Take it with a bag of salt... J Can Res 13. Fowler JF. Are Half-Times of Repair Reliably
Ther 2005;1:73-4. Shorter for Tumors than for Late Normal-Tissue
6. Mazeron JJ, Scalliet P, Limbergen EV, Lartigau E. Effects? Int. J. Radiation Oncology Biol. Phys.
Radiobiology of Brachytherapy and the Dose-Rate 1995; 31(1): 189-190.
Effect. In: Gerbaulet A, Ptter R, Mazeron JJ, 14. Orton CG. High-Dose-Rate Brachytherapy may be
Meertens H, Limbergen EV. The GEC ESTRO Radiobiologically Superior to Low-Dose Rate due
Handbook of Brachytherapy. Leuven: ACCO; to Slow Repair of Late-Responding Normal Tissue
2002. p. 95-121. Cells. Int. J. Radiation Oncology Biol. Phys. 2001;
49(1): 183-189.
14 Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 3(1) January 2012:14-21 Brakiterapi Implan Pada Oral Tongue Carcinoma 14
(Rima Novirianthy, M. Djakaria)

RADIOTERAPI & ONKOLOGI


Indonesia
Journal Of The Indonesian Radiation Oncology Society

Laporan Kasus
BRAKITERAPI IMPLAN PADA ORAL TONGUE
CARCINOMA
Rima Novirianthy, M. Djakaria
Departemen Radioterapi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Informasi Artikel Abstrak / Abstract


Riwayat Artikel: Penanganan keganasan kepala dan leher dengan radiasi telah terbukti bahwa
Diterima November 2011 diperlukan dosis yang tinggi pada tumor untuk memperoleh kontrol lokal yang
Disetujui Desember 2011 baik. Dengan radiasi eksterna saja sulit untuk menghindarkan jaringan normal
disekitarnya seperti kelenjar air liur, mandibula, dan otot-otot mengunyah dari
efek lanjut yang tidak diinginkan. Pada kanker lidah, terutama yang oral tongue,
penggunaan brakiterapi terbukti meningkatkan kontrol lokal, baik sebagai terapi
tunggal maupun sebagai terapi kombinasi dengan pembedahan atau radiasi
eksterna. Keuntungan brakiterapi adalah dosis lokal yang tinggi dengan rapid
fall-off, dan overall treatment duration yang pendek. Volume tumor primer
memperoleh dosis total, yang tidak dapat dicapai dengan aman jika menggunakan
radiasi eksterna saja dan rapid fall-off menyebabkan sparing jaringan normal
yang relatif lebih baik.
Kata Kunci : brakiterapi implan, oral tongue carcinoma.

Alamat Korespondensi: Experiences in treating head and neck tumors with irradiation has demonstrated
Dr. Rima Novirianthy that a high tumor dose is required to achieve local control. With external beam
Departemen Radioterapi RSUPN cult to spare adjace nt normal tissues such as the
irradiation alone, it is dif
Dr. Cipto Mangunkusumo, salivary glands, the mandible, and mastication muscles which sustain
undesirable late effects. In Oral tongue cancer, brachytherapy has proved to
Fakultas Kedokteran Universitas
delivered good local control, as a sole or combined treatment with surgery or
Indonesia, Jakarta external beam irradiation. The advantages of brachytherapy are a high localized
E mail: dose with rapid fall-off, and a short overall treatment duration. The primary
rima.novirianthy@yahoo.com tumor volume achieves a total dose which cannot be safely delivered by external
beam alone, and rapid fall-off allows relative sparing of critical normal tissue.
Keywords : implant brachytherapy, oral tongue carcinoma.

Hak cipta 2012 Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia

Pendahuluan sulit untuk menghindarkan jaringan normal di


sekitarnya dari efek lanjut yang tidak diinginkan,
Brakiterapi berasal dari bahasa Yunani seperti pada kelenjar liur, dan otot-otot mengunyah.
brachy yang berarti dekat, sehingga brakiterapi Dengan menggunakan brakiterapi dapat diperoleh
secara kasar dapat diartikan sebagai terapi jarak keuntungan berupa dosis lokal yang cukup tinggi
dekat.1,2 Brakiterapi adalah metode pengobatan di dengan rapid fall-off, sehingga volume tumor primer
mana sumber radioaktif tertutup yang digunakan untuk dapat memperoleh dosis total, yang tidak dapat dicapai
memberikan radiasipada jarak dekat dengan cara dengan aman jika menggunakan radiasi eksterna saja
aplikasi interstisial, Intrakaviter, atau plesioterapi. Di dan menyebabkan dan sparing jaringan normal yang
masa lalu, brakiterapi dilakukan sebagian besar dengan relatif lebih baik. Selain itu juga diperoleh overall
sumber radium atau radon dengan laju dosis rendah. treatment duration yang lebih pendek.3,4
Saat ini, penggunaan radionuklida buatan seperti137Cs,
192 198
Ir, Au, 125I, dan103Pd meningkat dengan pesat Laporan Kasus
seiring dengan peningkatan penggunaan laju dosis
tinggi. 3 Seorang wanita usia 69 tahun, dikonsulkan
Pada penanganan berbagai kasus keganasan dari Departemen THT RSCM dengan keterangan KSS
kepala dan leher ditemukan bahwa diperlukan dosis lidah pro kemoradiasi. Riwayat penyakit pasien berupa
radiasi yang tinggi pada tumor untuk memperoleh keluhan muncul benjolan kecil berwarna keputihan
kontrol lokal yang baik. Dengan radiasi eksterna saja pada lidah sebelah kanan sejak 2 tahun yang lalu. Saat
Brakiterapi Implan Pada Oral Tongue Carcinoma
(Rima Novirianthy, M. Djakaria) 15

itu pasien periksa ke Puskesmas dan diberi obat mengurangi trauma pada struktur yang
minum namun tidak ada perbaikan sehingga rujuk ke dilewatinya.
RSUD namun pasien tidak langsung berobat. Satu 4. Pemasangan kateter implan
tahun yang lalu, benjolan dirasakan makin membesar, Tindakan pemasangan implan dilakukan di
disertai nyeri menelan dan telinga berdenging, pasien kamar operasi dalam anestesi umum dengan
ke THT RSCM. Saat itu pilihan terapi yang diberikan endotracheal tube. Pasien diposisikan supine
operasi atau radiasi. Pasien menolak tindakan operasi. dan mengganjal bahu agar kepala
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan hiperekstensi. Selanjutnya dilakukan tindakan
umum baik, TB 160 cm, BB 60 Kg, kesadaran CM, asepsis dan antisepsis lapangan operasi.
KPS 90-100%. Pemeriksaan status lokalis ditemukan Lokasi penusukan trokar baik pada daerah
massa menonjol di oral tongue di bagian 2/3 posterior submental maupun dorsal lidah ditandai
lateral kanan dengan bercak keputihan, tidak melewati dengan metilen blue. Ujung lidah anterior
garis tengah, berbenjol-benjol ukuran 4x3x3 cm, difiksasi dengan silk.2.0. Dilakukan
konsistensi keras-kenyal, tidak nyeri tekan. Tidak penusukan trokar melalui submental hingga
teraba pembesaran kelenjar getah bening leher maupun menembus dorsal lidah pada lokasi yang
supraklavukula. Pasien masih dapat menjulurkan lidah dikehendaki. Setelah menembus lidah,
dengan arah yang relatif lurus. dimasukkan kateter kecil sambil menarik lepas
Pemeriksaan CT scan lidah tertanggal 11 trokar. Pemasangan kateter sesuai dengan
November 2010, didapatkan kesan massa di perencanaan sebelumnya, yaitu empat kateter
anterolateral lidah, mengenai m. hyoglossus kanan dengan jarak antara kateter 10 mm. Setelah
dengan pembesaran kelenjar getah bening multiple di semua kateter terpasang, diambil foto
submandibula kanan, DD/ tumor lidah T2N1Mx, kista lokalisasi AP-lateral dengan pesawat C-Arm.
multiple thyroid kiri. 5. Dosimetri
Hasil pemeriksaan histopatologi yang berasal Dosis dikalkulasi di TPS dengan sistem Paris.5
dari biospi lidah disimpulkan karsinoma sel skuamosa Dosis yang dikehendaki 3,5 Gy dengan laju
berdifferensiasi sedang. dosis >12 Gy/jam. Panjang aktif 25 mm
Pasien direncanakan mendapatkan radiasi dengan mulai aktif 2,5 mm dari button.
eksterna dengan teknik 3D conformal dosis total 50-54 Berikut ini adalah gambaran distribusi dosis :
Gy dilanjutkan brakiterapi implan 4x 3,5 Gy
Tahapan brakiterapi yang dijalani pasien ini
adalah sebagai berikut:
1. Evaluasi
Dilakukan penilaian ulang status lokalis A
setelah radiasi eksterna 50 Gy dan didapatkan
pengecilan ukuran tumor menjadi 1x1x1 cm,
dan disimpulkan pasien ini sesuai untuk
dilakukan brakiterapi implan.
2. Persiapan B C
Persiapan yang dilakukan berupa pemeriksaan
penunjang seperti laboratorium darah lengkap
serta foto thoraks. Pasien kemudian Gambar 1.Distribusi dosis.(A). Sumbu X, (B). Sumbu Z,
(C). Sumbu Y.
dikonsultasikan ke divisi kardiologi untuk
penilaian toleransi tindakan anestesi dan 6. Penyinaran
prosedur implan sendiri. Pemeriksaan gigi Penyinaran dengan remote afterloading
geligi juga dijalani untuk mendapatkan machine menggunakan sumber radiasi
kesehatan rongga mulut yang baik serta Iridium-192, HDR, dengan hiperfraksinasi, 2
pembuatan spacer pada ahli prostodontia. fraksi per hari, jarak antara fraksi minimal 6
Spacer terbuat dari acrylic resin dengan jam. Dosis per fraksi yang diberikan 3,5 Gy.
peletakan spacer pada lateral kanan sesuai 7. Pengawasan
dengan letak tumor yang bertujuan Pengawasan yang dilakukan berupa
menjauhkan rahang dari area implantasi. pengawasan tanda vital, jalan nafas serta
3. Perencanaan keluhan nyeri pasien. Suction pada rongga
Pasien direncanakan brakiterapi implan mulut dilakukan jika lendir banyak.
dengan teknik plastic tube tanpa loop oleh Tatalaksana nyeri dilakukan oleh ahli anestesi,
karena tidak ditemukan penonjolan massa di dengan pemberian dynastat 2x40 mg, serta
arah dorsal lidah, berdasarkan sistem Paris. drip tramadol per 8 jam. Selama penyinaran,
Jumlah kateter empat buah yang diletakkan 2 nyeri dapat diatasi dengan baik serta tidak ada
baris sejajar (double plane) dengan gangguan jalan nafas. Tidak dijumpai juga
menggunakan kateter diameter terkecil untuk reaksi akut mukosa yang berlebihan.
16 Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 3(1) January 2012:14-21 Brakiterapi Implan Pada Oral Tongue Carcinoma 16
(Rima Novirianthy, M. Djakaria)

Pemberian nutrisi dilakukan melalui Brachy adalah kata Yunani untuk 'dekat'
nasogastric tube dan sejak hari kedua pasien sehingga brakiterapi secara kasar dapat diterjemahkan
sudah mencoba minum melalui oral tanpa ada sebagai terapi jarak dekat. Sebuah materi radioaktif
keluhan tersedak. dimasukkan langsung ke dalam atau di dekat tumor
dan dosis radiasi bisa berkonsentrasi disana. Dosis
Diskusi jatuh sangat cepat menurut hukum kuadrat terbalik,
dan jaringan normal sekitarnya menerima dosis yang
Oral tongue atau mobile tongue adalah bagian substansial lebih rendah dari tumor. 1,2,3
dua pertiga anterior lidah yang terdapat di rongga Terdapat tiga kategori laju dosis pada
mulut. Sedangkan sepertiga lidah bagian posterior brakiterapi, yaitu low dose rate (LDR) dengan laju
yang berada di orofaring disebut base of tongue. dosis < 2 Gy/jam, medium dose rate (MDR) dengan
Keduanya dibatasi oleh insersio dari anterior faucial laju dosis >2 Gy hingga < 12 Gy/jam, dan high dose
pillar dan linea circumvallate papillae. Oral tongue rate (HDR) dengan laju dosis >12 Gy/jam. Brakiterapi
dibedakan atas empat area : ujung lidah, bagian lateral, laju dosis rendah (LDR) adalah jenis hiperfraksinasi
permukaan dorsal dan permukaan ventral. Terdapat yang ekstrim dan oleh karena itu sparing jaringan
enam pasang otot (muskulus) yang membentuk oral normal relatif lebih baik. Laju dosis mungkin rendah
tongue. Tiga otot ekstrinsik dan tiga otot intrinsik. tetapi diberikan secara terus menerus, yang
Otot-otot ekstrinsik meliputi genioglossus, hyoglossus, mempersingkat waktu perawatan keseluruhan dan
dan styloglossus. Sedangkan otot-otot intrinsik mengurangi kesempatan untuk repopulasi tumor
meliputi lingual, vertical, dan transversus. Lidah selama pengobatan. Sebaliknya, brakiterapi laju dosis
berperan pada fungsi perasa, menelan, serta fonasi.1,6 tinggi (HDR) harus difraksinasi untuk menghindari
Delapan puluh lima persen tumor muncul pada morbiditas pada jaringan normal.3
daerah lateral, 10 hingga 15% pada permukaan ventral Keuntungan lain dari brakiterapi termasuk
serta kurang dari 5% pada permukaan dorsal.6 lokalisasi yang akurat dan imobilisasi dari tumor, yang
menghilangkan masalah kesalahan set-up dan gerakan
organ yang terjadi pada radiasi eksternal. Kelemahan
brakiterapi adalah pada berbagai prosedur yang sering
diperlukan untuk mengakses tumor, kebutuhan tenaga
terampil, dan proteksi radiasi terhadap pasien, staf
dan masyarakat umum.3
Pada brakiterapi implan, sumber dimasukkan
secara langsung ke dalam jaringan. Iridium-192 adalah
kawat yang ideal dan dapat dipotong untuk setiap
panjang dan melengkung seperti yang diperlukan.
Kawat ini digunakan sebagaihairpin pada pengobatan
kanker lidah bagian oral, atau sebagai loop pada
pengobatan kanker bagian dasar lidah.3,7
Kanker lidah stadium awal atau yang masih
terlokalisir merupakan kandidat ideal untuk brakiterapi
karena terdapat kebutuhan untuk kontrol lokal serta
untuk mempertahankan struktur dan fungsi lidah.6
a. Brakiterapi sebagai modalitas tunggal
Gambar 2. Anatomi Lidah
Brakiterapi sebagai modalitas tunggal
direkomendasikan pada tumor T1 N0 dan T2 N0
Faktor penyebab utama kanker ini adalah yang ukuran terbesar tumor primernya tidak
tembakau, yang bisa bersamaan dengan konsumsi lebih dari 3 cm. Dosis yang umumnya diberikan
alkohol. Lelaki paling banyak terkena dibandingkan 65 hingga 75 Gy selama 6 hingga 7 hari. Radiasi
wanita. Penyebaran tumor lokal melalui otot-otot lidah diberikan pada volume target dengan LDR, 0,4
menuju ke dasar mulut dan mandibula. Aliran limfatik hingga 0,6 Gy per jam. Laju dosis dipertahankan
lidah adalah melalui kelenjar getah bening (KGB) di bawah 0,6 Gy/jam bertujuan untuk mencapai
jugulo-digastrik. Namun KGB submental, kontrol lokal yang lebih baik namun komplikasi
submandibula dan leher atas serta bawah juga bisa pada jaringan lunak lebih sedikit. Penggunaan
terlibat. Resiko keterlibatan KGB meningkat pada HDR pada brakiterapi saja jarang digunakan,
ukuran tumor yang besar serta dalamnya penetrasi ke karena masih belum cukup data yang
otot. Kebanyakan kanker lidah merupakan karsinoma mendukung sebagai guideline pada kasus ini,
sel skuamosa.6 baik dari segi jumlah fraksi minimum maupun
Penatalaksaan utama untuk kanker lidah dosis perfraksi pada kasus yang radikal.1,4,6,8,9
stadium awal adalah glosektomi parsial, dengan atau Tucek dkk10 mendapatkan pemakaian
tanpa diseksi leher.6 brakiterapi HDR sebagai modalitas tunggal 18 x
Brakiterapi implan pada oral tongue carcinoma
Brakiterapi Implan Pada Oral Tongue Carcinoma
(Rima Novirianthy, M. Djakaria) 17

3 Gy, dua fraksi perhari cukup aman dengan Prosedur pada dasarnya dengan menusukkan
kontrol lokal yang menjanjikan. jarum metal/trokar yang rigid melalui submental
b. Brakiterapi kombinasi bedah/radiasi eksterna mengarah ke tempat keluar yang dikehendaki
Untuk tumor berukuran >3-4 cm (lesi T2 besar pada lidah. Kemudian plastic tube dimasukkan
dan T3) atau lesi N1, brakiterapi dapat diberikan kedalam jarum metal tersebut dengan melepaskan
sebagai booster setelah radiasi eksterna 40-50 jarum metal, dan difiksasi dengan button. Sumber
Gy. Untuk pasien N0, dosis radiasi eksterna radioaktif kemudian dimasukkan secara
yang diberikan sekitar 50 Gy dalam 5 minggu, afterloading melalui plastic tube mengikuti
meliputi lesi primer dan leher. Setelah 2 3 perencanaan dosimetri yang telah disetujui.6,8
minggu dilakukan brakiterapi implan sebagai Loop digunakan pada tumor yang berukuran
booster dengan dosis 20 30 Gy. Sedangkan besar agar mencakup keseluruhan volume serta
pada pasien dengan keterlibatan KGB leher pada tumor yang terletak di dasar lidah.Teknik
diberikan radiasi eksterna 50 Gy pada lesi loop lebih kompleks, karena sulit bagi sumber
primer dan leher, ditambah booster hingga 60 radiasi untuk mengikuti jembatan. Loop bisa
Gy pada KGB yang positif (gross nodal digantikan dengan dua tube yang parallel dan
disease). Beberapa minggu kemudian baru distribusi dosis dapat dioptimisasi dengan
direncanakan diseksi KGB leher dan brakiterapi meningkatkan dwell time pada saat sumber berada
implan yang biasanya dikerjakan secara di ujung kateter yang buntu.4,8
bersamaan.1,4,6,8
Brakiterapi ajuvan juga dapat Prosedur brakiterapi implan pada lidah
diberikan pada tumor pasca reseksi radikal 1. Seleksi pasien dan work-up pra-tindakan
dengan close margin atau positive margin, Kandidat potensial dari tindakan ini harus
terlebih pada keadaan dimana reseksi lebih jauh menjalani pemeriksaan daerah kepala leher secara
dapat menyebabkan gangguan fungsi yang teliti, dan foto toraks. Pemeriksaan CT scan dan
signifikan. Dosis yang diberikan dengan MRI mungkin bermanfaat. Kesehatan rongga
brakiterapi saja harus berkisar 60-65 Gy pada mulut dan gigi geligi harus diperhatikan, jika
positive margin, dan dosis minimal 50 Gy pada perlu dapat dilakukan pemeriksaan radiologis
close margin dengan LDR. Untuk brakiterapi panoramik. Saat pasien direncanakan brakiterapi,
implan lidah booster setelah radiasi eksterna, maka dokter gigi akan mengevaluasi keadaan gigi
kebanyakan dilakukan dengan HDR.1,4,6 serta periodontal secara lengkap. Jika pelu
ekstraksi gigi, maka harus menunggu hingga
Teknik brakiterapi implan pada lidah penyembuhan sempurna sebelum memulai
a. Teknik guide gutter brakiterapi untuk menghindari nekrosis.
Teknik ini dapat diaplikasikan pada tumor yang Penggunaan prostesis dengan lead shielding dapat
berukuran sangat kecil (panjangnya tidak lebih mengurangi dosis pada mandibula hingga 50%
dari 30 mm) terutama pada orang tua karena dan untuk mencegah osteoradionekrosis.
prosedurnya dapat dilakukan dengan anestesi Sehingga beberapa senter mewajibkan
lokal dan pasien posisi duduk meskipun kadang penggunaan lead shielding ini. Meskipun
dilakukan juga dengan anestesi umum. Hairpin demikian, pemakaian spacer yang terbuat dari
iridium disiapkan dengan separasi yang sudah acrylic resin sendiri terbukti menurunkan resiko
fixed yaitu 12 mm. 4,6,7 osteoradionekrosis.4,7,11,12
b. Teknik plastic tube (dengan atau tanpa loop) 2. Penentuan target
Teknik plastic tube merupakan teknik yang Volume target yang ingin diobati adalah Gross
paling sering digunakan dengan berbagai tumour volume (GTV) yang biasanya dapat diraba
modifikasi yang dapat dilakukan. Dengan teknik ditambah margin minimal 5 mm maupun tumor
ini dapat diberikan jarak antara sumber radiasi bed. 6,11
yang lebih lebar dibandingkan teknik hairpin 3. Pemasangan implan
yang hanya 12 mm dan dapat digunakan pada Brakiterapi implan dengan teknik plastic tube
volume target yang lebih besar. Jarak antara harus dilakukan di ruang operasi yang dilengkapi
kateter yang diperkenankan 8 sampai 20 mm. dengan peralatan anestesi serta fasilitas
Dengan teknik ini pula dapat memakai mesin pencahayaan dan suction yang adekuat. Serta
remote afterloading sehingga mengurangi resiko harus tersedia peralatan untuk mengatasi
paparan. Teknik ini dikerjakan dengan anestesi perdarahan yang ekstensif serta harus ada dua
umum.4,6,7 orang yang berkompeten.4
Sebelum tindakan harus dibuat perencanaan 4. Penentuan dosis dan laju dosis
mengenai jumlah loop, separasi, dan panjang Pada LDR, pemberian total dosis yang tinggi
aplikator mengikuti sistem Paris serta identifikasi direkomendasikan untuk memperoleh kontrol
berbagai struktur normal yang penting, seperti lokal yang baik. Laju dosis dipertahankan 0,3-0,6
arteri fasialis, arteri karotis, dan os hyoid.
18 Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 3(1) January 2012:14-21 Brakiterapi Implan Pada Oral Tongue Carcinoma 18
(Rima Novirianthy, M. Djakaria)

Gy/jam untuk meminimalisir efek samping tiap enam bulan selama tahun 4 dan 5, dan tiap
lanjut.4 tahun sesudahnya. Dua komplikasi utama dari
Sedangkan pada HDR, dosis per fraksi yang tindakan ini adalah nekrosis jaringan lunak dan
lebih kecil dapat mengurangi kerusakan jaringan, nekrosis tulang. Nekrosis jaringan lunak biasanya
namun memerlukan jumlah fraksi yang banyak. merupakan proses yang self limiting, menyembuh
Dosis yang direkomendasikan oleh ESTRO antara dengan sendirinya seiring berjalannya waktu,
3 dan 4 Gy per fraksi. Jika diberikan dua fraksi serta dapat ditatalaksana dengan medikamentosa :
dalam sehari, maka interval antara kedua fraksi antibiotik, steroid, analgesik serta cairan pencuci
harus selama mungkin dengan interval minimal 6 mulut. Nekrosis tulang dapat menjadi parah
jam.4 sehingga terkadang memerlukan tindakan reseksi
5. Perencanaan dan pelaporan terapi mandibula. Insidens nekrosis tulang menjadi
Distribusi dosis dikalkukasi dengan treatment jarang seiring dengan penggunaan lead gutters.
planning system (TPS) berdasarkan imej (foto Reaksi mukosa akut akan terjadi pada pasien dan
lokalisasi) dengan sumber dummy. Distribusi mencapai puncaknya pada hari ke 7 hingga 10
dosis dikalkukasi berdasarkan sistem Paris. Saat setelah tindakan. 4,6,8,9
ini, kalkulasi dosis dengan menggunakan imejing
3D (CT/MRI) sangat direkomendasikan meskipun
dengan menggunakan film orthogonal sudah
memadai.Sistem remote afterloading dengan
teknologi stepping source, memperbolehkan
optimisasi posisi kateter (dwell) serta waktu.
Pelaporan brakiterapi implan dilakukan sesuai
dengan ICRU report 58.4

Tabel 1. Pelaporan brakiterapi interstisial


Recommendations for reporting interstitial therapy according to ICRU report 58
Description of the clinical conditions, including GTV and CTV
Description of the technique (is the application performed following a system ?)
Source specification, including RAKR (Reference Air Kerma Rate) and TRAK
(Total Reference Air Kerma)
Complete description of the time-dose pattern
Treatment description
Mean central dose (MCD), Minimum Target Dose, Homogeneity Index Gambar 3.A). KSS lidah T2N0M0 pada oral tongue bagian laeral
Volumes and their dimensions, including PTV, Treated Volume, high-dose kiri. B). Pandangan dari arah submental pada brakiterapi implan
regions, low-dose regions, reference volume, irradiated volume (level 2) booster setelah radiasi eksterna 50 Gy, dosis yang diberikan 25-
Coverage and conformity if possible Gy. C). mukositis pada tempat implan terjadi setelah tujuh hari
Organ at risks
pasca tindakan.1

Sumber: kepustakaan no.4 dengan modifikasi Beberapa sistem telah digunakan untuk
menghitung dan menggambarkan distribusi dosis dari
6. Pengawasan saat terapi brakiterapi implan. Sistem Manchester banyak
Selama terapi, diperlukan pengawasan yang digunakan untuk implan pada kasus ginekologi.
sangat teliti untuk mendeteksi potensi terjadinya Sedangkan sistem Paris secara khusus dirancang untuk
displacement dari sumber radioaktif maupun digunakan dengan teknik afterloading ini.2,5
kateter. Pemberian analgesik dan antiinflamasi Kebanyakan studi mengenai brakiterapi
yang adekuat diperlukan. Serta pencuci mulut dan implan pada lidah dengan menggunakan LDR. Ada
dukungan nutrisi pasien melalui pipa nasogastrik tiga keuntungan utama dari brakiterapi LDR: (1) posisi
atau gastrostomi jika diperlukan.4 dari sumber berada di dekat atau dalam tumor, yang
7. Pelepasan kateter memungkinkan distribusi dosis yang baik, (2) waktu
Pelepasan kateter harus dilakukan di ruang pengobatan keseluruhan yang pendek, untuk mencegah
operasi agar tatalaksana perdarahan dan proteksi repopulasi tumor; dan (3) tingkat dosis yang rendah,
jalan nafas dapat dilakukan secara lebih efektif. yang menghasilkan suatu peningkatan keuntungan
Akses intravena direkomendasikan dan jumlah rasio terapetik antara kontrol tumor dan kerusakan
orang yang ikut sebaiknya 2 (dua) orang. Jika jaringan. Namun insidensi komplikasi jangka panjang
terjadi perdarahan, kompresi bimanual selama cukup signifikan terutama nekrosis. Saat ini HDR telah
sepuluh menit cukup efektif untuk menghentikan menjadi standar pada brakiterapi. Namun masih
perdarahan arteri.4 terdapat ketakutan akan meningkatnya angka
8. Perawatan dan follow up pasien pasca terapi komplikasi lanjut, sehingga masih sedikit studi yang
Pasien harus difollow up secara regular. GEC- mengenai brakiterapi implan dengan HDR ini. 13
ESTRO merekomendasikan pemeriksaan oleh
ahli onkologi radiasi pada satu bulan setelah
terapi, tiap tiga bulan selama tahun 1 hingga 3,
Brakiterapi Implan Pada Oral Tongue Carcinoma
(Rima Novirianthy, M. Djakaria) 19

Kontraindikasi Brakiterapi Implan pada Oral dan Ghossein (Curie Institute, Paris). Terapi yang
Tongue Carcinoma2,4,6 diberikan meliputi radiasi eksternal, brakiterapi
Brakiterapi implan lidah merupakan kontraindikasi implan, serta operasi, baik sebagai terapi tunggal
pada : maupun kombinasi. Kebanyakan pasien mendapat
1. Keadaan pasien tidak fit untuk menjalani brakiterapi saja pada T1 dan T2, sedangkan T2 yang
prosedur besar dan T3 mendapatkan kombinasi radiasi eksternal
2. Stadium T4 dengan keterlibatan tulang dengan brakiterapi impan. Angka kontrol lokal yang
3. Batas tumor atau volume target tidak dapat dicapai pada brakiterapi implan setelah radiasi
diidentifikasi secara jelas eksternal sekitar 86%, 80% dan 68% pada lesi T1, T2,
4. Terdapat infeksi aktif dan T3.8
5. Tumor sulit dijangkau (not accessible) Teknik yang digunakan adalah teknik plastic
6. Cakupan yang tidak komplit dari jaringan tube tanpa loop. Teknik ini sesuai untuk kanker lidah
lunak disekitar tulang setelah suatu tindakan bagian oral meskipun beberapa literatur lebih
pembedahan. menyukai teknik hairpin dengan LDR. Namun
penggunaan hairpin telah banyak ditinggalkan
Pasien yang dilaporkan adalah pasien dengan belakangan ini dengan semakin berkembangnya mesin
kanker lidah bagian oral tongue stadium awal afterloading. Dengan plastic tube, teknik implantasi
(T2N0M0). Penanganan oral tongue carcinoma dapat lebih dioptimalisasi. Tidak terbatas seperti
stadium awal biasanya dengan operasi karena halnya template hairpin, yang jaraknya sudah fixed.
kecenderungan failure pada kasus seperti ini terletak Serta oleh karena menggunakan HDR, dapat juga
pada area lokal dan regional. Umeda dkk16, dilakukan optimisasi pada dwell time serta dwell step.17
melaporkan operasi merupakan metode yang optimal Saat ini unit brakiterapi HDR telah tersedia di
untuk pasien-pasien kanker lidah stadium I-II, dan berbagai departemen radioterapi di dunia termasuk
angka kesintasan keseluruhan yang lebih superior Indonesia. Namun masih sedikit referensi mengenai
dibandingkan metode brakiterapi implan baik dengan penggunaannya pada kanker lidah. Dosis per fraksi
LDR dan HDR. Dengan tindakan bedah yang ekstensif yang tinggi diperlukan pada HDR, namun
akan dapat mencapai kontrol lokal yang baik namun kemungkinan mengalami sejumlah komplikasi yang
masih memungkinkan terjadi perubahan fungsi yang lebih berat daripada LDR masih ditakutkan. Terdapat
permanen serta kekhawatiran status marjin. Brakiterapi berbagai rekomendasi yang ditawarkan, termasuk
merupakan cara terbaik untuk meradiasi tumor, tumor GEC-ESTRO, namun masih belum terdapat konsensus
bed serta penjalaran tumor sambil tetap mengenai hal tersebut, terutama mengenai dosis
mempertahankan jaringan sehat serta menurunkan efek ekuivalen terhadap LDR.
samping radiasi akibat radiasi eksterna.14,15,16 Suatu uji fase III oleh Inoue dkk18, yang
Stadium awal merupakan kandidat yang ideal membandingkan brakiterapi implant HDR dan LDR
bagi brakiterapi implan terutama sebagai terapi pada 51 pasien oral tongue carcinoma stadium dini
tunggal.17 Meskipun beberapa literatur menyarankan didapatkan hasil kontrol lokal yang sama antara
terapi kombinasi pada T2. Pasien ini mendapatkan kelompok HDR dan LDR (kontrol lokal 5 tahun, 87%
brakiterapi implan sebagai booster setelah radiasi dan 84%). 26 pasien mendapat brakiterapi implan
eksterna. Brakiterapi implan yang digunakan sebagai LDR dengan dosis 70 Gy selama 4-9 hari dan 25
booster setelah radiasi eksterna bertujuan untuk pasien mendapat brakiterapi implan HDR dengan dosis
memberikan dosis yang lebih tinggi pada tumor 60 Gy dalam 10 fraksi. Uji ini merupakan pilot study
dengan dosis pada organ at risk dapat dikurangi. yang membandingkan hasil terapi brakiterapi HDR
Brakiterapi tidak diberikan diawal sebagai terapi dan LDR untuk kanker lidah stadium dini.
tunggal mengingat ukuran tumor yang relatif besar, Berdasarkan uji fase III ini, brakiterapi implan HDR
4x3x3 cm. Beberapa studi melaporkan pemberian hiperfraksi bisa menjadi alternatif untuk menggantikan
brakiterapi implan booster setelah radiasi eksterna LDR.
dosis 40- 55 Gy. Pada pasien ini dosis radiasi eksterna Penelitian oleh Guinot dkk19, menyatakan
yang diberikan adalah 54 Gy. Satu minggu setelah penggunaan brakiterapi implan HDR pada kanker
radiasi eksternal, pasien mulai dipersiapkan untuk lidah cukup aman dengan hasil yang serupa dengan
brakiterapi dan baru menjalani brakiterapi pada LDR dengan insidensi komplikasi yang rendah serta
minggu ke tiga. Rentang waktu ini masih sesuai dapat mencapai angka kontrol lokal yang sangat baik
dengan rekomendasi yaitu 1-4 minggu setelah radiasi, pada stadium dini. Penelitian tersebut melaporkan
meskipun ada beberapa studi yang melaporkan brakiterapi implant pada 50 pasien oral tongue
rentang waktu 1-2 minggu setelah radiasi eksterna . carcinoma lesi T1-T2 dengan HDR. Dosis perfraksi
Terdapat banyak literatur yang mendukung yang digunakan 3-4 Gy. Pada kelompok brakiterapi
peran brakiterapi implan pada penatalaksanaan kanker saja menunjukkan kontrol lokal 100%, sedangkan pada
lidah terutama oral tongue. Salah satu studi terbesar kelompok kombinasi dengan radiasi eksterna kontrol
mencakup 600 pasien KSS lidah T1-3 oleh Decroix lokal 3 dan 5 tahun sebesar 80 % dan 69%.
20 Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 3(1) January 2012:14-21 Brakiterapi Implan Pada Oral Tongue Carcinoma
(Rima Novirianthy, M. Djakaria) 20

Gambar 4. (A). Spacer yang terbuat dari silicon ditambahkan pada sisi kanan dental cast. (B). Spacer diletakkan di mulut pasien, sejak
beberapa hari sebelum tindakan brakiterapi.23

Nekrosis jaringan lunak terjadi pada 16% kasus dan daerah tersebut. Berbagai modalitas yang tersedia
nekrosis tulang pada 4% kasus. Angka kontrol lokal meliputi operasi, radiasi eksternal, brakiterapi maupun
dan komplikasi ini serupa dengan brakiterapi LDR kombinasi ketiga modalitas tersebut. Berbagai literatur
pada kasus yang sama. Laporan oleh Tucek dkk9 juga
masih belum pasti mengenai terapi pilihan yang
menunjukkan angka yang serupa pada brakiterapi
implan lidah dengan HDR dengan kontrol lokal yang terbaik oleh karena kelebihan serta kekurangan
menjanjikan. masing-masing terapi. Pada pembedahan meskipun
Patra dkk20, yang melaporkan brakiterapi dengan operasi rekonstruksi, reseksi masih mungkin
implan HDR sebagai booster setelah radiasi eksterna menyebabkan defisit fungsional. Selanjutnya,
pada keganasan kepala leher, didapatkan hasil angka kekhawatiran tentang margin yang adekuat atau
kontrol lokoregional 79%, sehingga brakiterapi keterlibatan kelenjar getah bening, yang sering
booster dikatakan sangat efektif. Meskipun Petera
akhirnya harus mendapatkan radiasi ajuvan yang
dkk21serta Sminia dkk22dalam penelitiannnya tentang
brakiterapi HDR vs LDR pada penanganan kanker selanjutnya bisa meningkatkan morbiditas lanjut.
lidah mendapatkan secara radiobiologis HDR memiliki Pengalaman yang cukup dalam pengobatan
risiko komplikasi yang lebih tinggi bila dibandingkan kanker lidah dengan radioterapi telah menunjukkan
LDR pada tumour control probability yang sama. bahwa dosis yang tinggi pada tumor diperlukan untuk
Penggunaan spacer terbukti menurunkan mencapai kontrol lokal. Sayangnya, bahkan dengan
angka osteoradionekrosis.21,23 Pada pasien ini pencitraan modern dan teknologi baru seperti IMRT,
menggunakan spacer yang sederhana terbuat dari
masih sulit untuk menghindarkan jaringan normal
acrylic. Spacer dilekatkan pada dental cast dan dibuat
mengikuti model yang dikehendaki yang bertujuan yang berdekatan dengan radiasi eksternal saja.
menjauhkan rahang dari sumber radiasi, sehigga Brakiterapi implan (interstisial) adalah solusi ideal jika
spacer tidak terbuat dari timbal seperti yang kita ingin memberikan dosis tinggi khusus pada
dikehendaki pada literatur sebagai shielding. Kejadian volume tumor primer sehingga membatasi risiko
komplikasi lanjut pada pasien ini belum dapat komplikasi atau efek lanjut yang tidak diinginkan.
ditentukan mengingat pasien baru selesai brakiterapi 2
Pasien yang dilaporkan dengan diagnosis oral
bulan. Namun komplikasi akut yang terjadi relatif
ringan, berupa mukositis derajat 2 dan hanya tongue carcinoma T2 N0 M0 mendapatkan brakiterapi
berlangsung selama 2 minggu pasca tindakan. Tidak implan sebagai booster pasca radiasi eksterna yang
dijumpai nekrosis, infeksi serta perdarahan pada pasien sesuai seperti yang disebutkan pada literatur
ini.12,24 sebelumnya dengan hasil efek samping yang tolerable.
Di sisi lain, meskipun brakiterapi interstisial
dianggap sebagai teknik yang sangat efektif untuk
Kesimpulan
pengobatan kanker lidah, namun belum ada uji
Lidah berperan penting pada fungsi menelan randomized yang dilakukan untuk mengkonfirmasi
serta fonasi. Mempreservasi fungsi ini adalah sebuah keunggulan brakiterapi implan dibandingkan radiasi
tantangan yang sulit saat kita mengobati keganasan di eksternal.
Brakiterapi Implan Pada Oral Tongue Carcinoma
(Rima Novirianthy, M. Djakaria) 21

DAFTAR PUSTAKA

1. Malon R R, Myers J N, Khuntia D, Harari P M. 14. Umeda M, Komatsubara H, Nishimatsu N, Yokoo S,


Oral Cavity cancer. InPerez and Brady's Principles Shibuya Y, Komori T. High-Dose-Rate Interstitial
and Practice of Radiation Oncology, 5th Edition. Brachytherapy for Stage I-II Tongue Cancer. Oral
Lippincott Williams & Wilkins2008 Surg oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod
2. Khan F M. Physics of Radiation Therapy, The, 3rd 2000;90:667-670
Edition, 2003 Lippincott Williams & Wilkins 15. Oota S, Shibuya H, Yoshimura R, Watanabe H,
3. Barrett A, Dobbs J, Morris S, Roques T. Principles of Miura M. Brachytherapy of Stage II Mobile Tongue
Brachytherapy. In: Practical Radiotherapy Planning. Carcinoma: Prediction of Local Control and QOL.
London: Hodder Arnold 2009 Radiation Oncology 2006, 1;21. Available from:
4. Mazeron J J, Ardiet J M, Haie-Meder C, Kovacs G, http://www.ro-journal.com/content/1/1/21
levendag P, Peiffert D, et al. GEC-ESTRO 16. Umeda M, Komatsubara H, Ojima Y, Minamikawa
recommendations for brachytherapy for head and T, Shibuya J, Yokoo S, et al. A comparison of
neck squamous cell carcinomas. Radiotherapy and brachytherapy and surgery for the treatment of stage
Oncology 2009;91:150156 III squamous cell carcinoma of the tongue. Int J
5. Marinello G. Paris System for Interstitial Oral Maxillofac Surg 2005;34:739744
Brachytherapy. In: Radiotherapy and Brachytherapy. 17. Leung T W, Wong V Y W, Wong C M, Tung S Y,
Dordrecht: Springer Science + Business Media Tsang A, Lowes M, et al. Technical Hints for High
B.V.;2009 Dose Rate Interstitial Tongue Brachytherapy.
6. Ash D, Gerbaulet A. Oral Tongue cancer. In: The Clinical Oncology. 1998; 10:231-236
GEC ESTRO handbook of brachytherapy. 18. Inoue T, Inoue S, Yoshida K, Yoshioka Y,
Brussels: ESTRO publisher; 2002 Shimamoto S, Tanaka E, et al. Phase III Trial of
7. Ngan R K C, Wong R K Y, Tang F. Interstitial High- Vs Low-Dose-rate Interstitial Radiotherapy for
Brachytherapy for Early Oral Tongue Cancer Using Early Mobile Tongue Cancer. Int J Radiation
Iridium Hairpin or Wire. J HK Coll Radiol Oncology Biol Phys 2001;51(1):171175
2004;7:88-94 19. Guinot J L, Santos M, Tortajada M I, Carrascosa M,
8. Devlin P M. Brachytherapi in head and Neck Cancer. Estelles E, Vendrell J B, et al. Efficacy of High-dose-
In: Brachytherapy Applications and Technique. rate Interstitial Brachytherapy in Patients with Oral
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;2007 Tongue carcinoma. Brachytherapy 2010;9: 227-234
9. Fujita M, Hirokawa Y, Kashiwado KJ, Akagi Y, 20. Patra N, Goswani J, Basu S, Chatterjee K, Sarkar S
Kashimoto K, Kiriu H, et al. Interstitial K. Outcomes of high dose rate interstitial boost
Brachytherapy for Stage I and II Squamous Cell brachytherapy after external beam radiation therapy
Carcinoma of The Oral Tongue: Factors Influencing in head and neck cancerdAn Indian (single
Local Control and Soft Tissue Complications. Int J institutional) learning experience. Brachytherapy
Radiation Oncology Biol Phys 1999;44(4):767775 2009;8:248-254
10. Tucek L, Petera J, Sirak I, Vosmik M, Dolezalova H, 21. Petera J, Matula P, Paluska P, Sirak I, Macingova Z,
Brokesova S, et al. Hyperfractionated High-Dose Kasaova L, et al. High Dose Rate versus Low Dose
Rate Brachytherapy in the Treatment of Oral Tongue rate Brachytherapy in the Treatment of Tongue
Cancer. Rep Pract Oncol and Radiother (2011), Carcinoma A Radiobiological Study. Neoplasma.
doi:10.1016/j.rpor.2011.07.001 2009;56(2):163-168
11. Nag S, Cano E R, Demanes J, Puthawala A A, 22. Sminia P, Schneider J C, Fowler J F. The Optimal
Vikram B. The American Brachytherapy Society Fraction Size In High-Dose-Rate Brachytherapy:
Recommendations For High-Dose-Rate Dependency On Tissue Repair Kinetics And
Brachytherapy For Head-And-Neck Carcinoma. Low-Dose Rate. Int. J. Radiation Oncology Biol.
Int. J. Radiation Oncology Biol. Phys. 2001;50(5): Phys 2002;52(3):844 849
1190 1198 23. Obinata K, Ohmori K, Tuchiya K, Nishioka T,
12. Yuasa K, Kawazu T, Morita M, Uehara S, Kunitake Shirato H, Nakamura M. Clinical study of a spacer to
N, Kanda S. A new, simple method of making a help prevent osteoradionecrosis resulting from
spacer in interstitial brachytherapy for mobile tongue brachytherapy for tongue cancer. Oral Surg Oral Med
cancer. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Oral Pathol Oral Radiol Endod 2003;95:246-250
Endod 2000;89:519-21 24. Urashima Y, Nakamura K, Shioyama Y, Nomoto S,
13. Brenner D J. Radiation Biology in Brachytherapy. Ohga S, Toba T, et al. Treatment of Early Tongue
Journal of Surgical Oncology 1997;65:6670 Carcinoma with Brachytherapy : Result of a 25-Year
Period. Anticancer Research 2007;27: 3519-3524,
TARGIT:
Targeted Intraoperative Radiation Therapy with INTRABEAM

A flexible Treatment Platform


for Radiotherapy:

Efficient Local Tumour Control


Safety shown by Clinical Experience
Improved Patient Convenience
Optimized System Mobility

Carl Zeiss Surgical GmbH www.meditec.zeiss.com/radiotherapy


A Carl Zeiss Meditec Company E-mail: intrabeam@meditec.zeiss.com
Carl-Zeiss-Strae 22
73447 Oberkochen/Germany
22 Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 3(1) January 2012:22-30 Brakiterapi Intraoperatif Pada Soft Tissue Sarkoma 22
(Yoke Surpri Marlina,Sri Mutya Sekarutami)

RADIOTERAPI & ONKOLOGI


Indonesia
Journal Of The Indonesian Radiation Oncology Society

Laporan Kasus
BRAKITERAPI INTRAOPERATIF PADA SOFT TISSUE
SARKOMA
Yoke Surpri Marlina, Sri Mutya Sekarutami
Departemen Radioterapi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Informasi Artikel Abstrak / Abstract


Riwayat Artikel: Penatalaksanaan soft tissue sarcoma (STS) meliputi kombinasi antara bedah ,
Diterima November 2011 radioterapi dan kemoterapi. Terapi yang optimal bertujuan mengeradikasi
Disetujui Desember 2011 penyakit lokal dengan meminimalkan cacat fungsional. Meskipun pembedahan
tetap menjadi modalitas terapi utama untuk semua tumor lokal STS, saat ini
ditetapkan bahwa secara konservatif mempertahankan fungsi diikuti oleh radiasi
ajuvan memberikan kontrol lokal yang adekuat dengan hasil kosmetik dan
fungsional dan kualitas hidup yang baik. Brakiterapi merupakan cara yang efektif
untuk meningkatkan terapeutik rasio, baik memberikan keuntungan biologis dan
dosimetrik dalam pengobatan pasien dengan STS. Secara khusus, intra-operatif
high dose rate (HDR) brakiterapi, pasca eksisi lokal yang luas, telah
menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam kontrol lokal STS baik sebagai
terapi tunggal maupun maupun sebagai terapi kombinasi dengan pembedahan
atau radiasi eksterna dibandingkan dengan pasien yang diobati dengan
pembedahan saja. Seleksi pasien yang tepat, teknik implan, dan treatment
planning merupakan faktor kunci untuk meningkatkan hasil pengobatan.
Kata kunci : soft tissue sarcoma, brakiterapi intraoperatif, kontrol lokal

Alamat Korespondensi: Management of soft tissue sarcoma (STS) treatment includes a combination of
Dr. Yoke Surpri Marlina surgery, radiotherapy and chemotherapy. Optimal therapy aims to eradicate the
Departemen Radioterapi RSUPN local disease with minimal functional disability. Although surgery remains the
Dr. Cipto Mangunkusumo, primary treatment modality for all local tumor STS, currently defined
conservatively that maintaining the function followed by adjuvant radiation
Fakultas Kedokteran Universitas
provide adequate local control with functional and cosmetic results and good
Indonesia, Jakarta quality of life. Brachytherapy is an effective way to improve the therapeutic ratio
E mail: of radiation therapy, both biologic and dosimetric advantage in the treatment of
yokemarlina@yahoo.com patients with STS. In particular, intra-operative high dose rate (HDR)
brachytherapy, post-wide local excision, has shown significant improvement in
local control of STS either as monotherapy or as well as combination therapy
with surgery or external radiation compared with patients treated with surgery
only. Proper patient selection, implant technique, and treatment planning is a key
factor for improving treatment outcomes.
Keywords: soft tissue sarcoma, intraoperative brachytherapy, local control

Hak cipta 2012 Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia

Pendahuluan STS ekstremitas, dengan rata-rata lokal kontrol 5


tahun adalah 74-87% 2.3
Teknik remote afterloading memungkinkan
Penatalaksanaan STS pada ekstremitas telah kita untuk melakukan intraoperatif brakiterapi dengan
berubah secara dramatis sejak 1980-an, ketika mengurangi risiko radiasi untuk tenaga medis,
Rosenberg et al.1 memperlihatkan bahwa operasi limb- memberikan dosis lokal yang tinggi pada tumor bed
sparing dengan radioterapi ajuvan memberikan hasil dan sparing jaringan normal yang cukup baik.4.5.6.7
kontrol lokal yang sangat baik. Radioterapi telah BT intraoperatif belum memiliki protokol
menjadi bagian dari pengobatan multimodal dan yang pasti. Diperlukan skill yang cukup untuk dapat
multidisiplin selain pembedahan dan kemoterapi pada melakukan pemasang implant kateter brakiterapi dan
Brakiterapi Intraoperatif Pada Soft Tissue Sarkoma
(Yoke Surpri Marlina,Sri Mutya Sekarutami) 23

kecermatan. Secara umum terapi STS merupakan ditempatkan di antara kateter dan struktur
terapi multimodalitas dan multidisiplin. neurovaskular. Namun, tidak ada
Beberapa penelitian melaporkan ukuran tumor kontraindikasi absolut ke implan yang
kurang dari 5 cm memberikan Disease Free Survival memiliki kontak langsung dengan struktur
dan Overall Survival 88 % dibandingkan dengan tumor neurovaskular, tulang, atau struktur normal
lebih dari 10 cm adalah 63,3%. Pada tumor lebih dari lainnya jika mereka berada pada risiko tinggi
10 cm berisiko terjadi metastasis 80%. 8 secara mikroskopis.
Tata Memorial Hospital 9melaporkan pasien
yang diterapi dengan BT + RE dan BT saja, dengan
kontrol lokal masing-masing 86% dan 82%. kateter
Suit et al.8, Martin et al., dan Lindberg et al.
melaporkan kontrol lokal pada pasien dengan kateter 1-2cm
pembedahan dan HDRBT 80-90%. 2-5cm 2-5cm
Tumor bed
kateter
Teknik kateter 1-2cm

General recommendations 10 Gambar 6. Kateter diletakkan 1-2 cm melalui tepi lateral


dan 2-5cm melalui arah longitudinal4
1. Sebuah penilaian praoperasi dilakukan
multidisiplin bersama oleh ahli bedah,
onkologi radiasi, dan onkologi medis
memungkinkan optimasi dan koordinasi Teknik Penanaman Kateter 11
keputusan pengobatan. Penilaian pra operasi 1. Dalam kebanyakan kasus implan single-plane
harus mencakup informasi klinis, radiografi, akan cukup untuk menutupi CTV tersebut.
dan patologis. Ada sistem penilaian yang 2. Diameter kateter harus sesuai dengan sumber
berbeda, dan dokter harus menyadari sistem radioaktif yang dipilih.
penilaian yang digunakan, karena keputusan 3. Entry point kateter pada kulit harus setidaknya
pengobatan tergantung sebagian pada grade 1 sentimeter dari sayatan dengan pertimbangan
tumor. Tim operasi, berdasarkan temuan diberikan untuk kemudahan loading kateter
intraoperatif, dapat mengubah keputusan dan mungkin gravitasi yang tergantung
pengobatan. drainase dari entry point kulit
2. Pada saat operasi, Clinical Target Volume 4. Penempatan tabung afterloading pada surgical
(CTV) harus ditentukan oleh pencitraan, bedah bed dapat melintang atau sejajar dengan
dan temuan patologis dan digambarkan dengan sayatan bedah dengan satu atau kedua
penempatan radiopak penanda seperti klip ujungnya memanjang menembus kulit. Bila
bedah. Kemudian tanda tersebut dapat hanya salah satu ujung kateter memanjang
digunakan selama perencanaan pengobatan melewati kulit, ujung terpajan harus disegel
dan tindak lanjut evaluasi dari lokasi untuk mengurangi risiko infeksi.
pengobatan. CTV didefinisikan sebagai 5. Untuk membantu penempatan paralel, kateter
volume jaringan yang dianggap beresiko untuk dapat ditanamkan ke dalam tumor bed dan
ekstensi mikroskopis tumor dan termasuk dijahit dengan benang vicryl yang mudah
tumor bed yang divisualisasikan pada studi diserap tubuh. Teknik ini mungkin ideal untuk
radiografi dan di bawah visualisasi langsung dinding dada, intrathoracic atau
intraoperatif. Perlu dicatat bahwa CTV intraabdominal implan.
kadang-kadang sulit untuk dibatasi pada kasus 6. Kateter idealnya harus ditempatkan secara
bidang melengkung atau berbentuk tidak susunan paralel dengan interval 1 sampai 1,5
teratur . cm . Konfigurasi yang tepat secara langsung
3. Kateter harus ditempatkan sepenuhnya akan berdampak pada dosimetri implan dan
mencakup CTV tersebut. Ini adalah langkah harus mencerminkan volume klinis.
yang paling penting dalam suatu keberhasilan 7. Bahwa ada kesepakatan umum
pemasangan implan. memperlakukan Volume harus mencakup
4. Bila mungkin, struktur normal yang berisiko tumor bed ditambah margin, tidak ada
untuk komplikasi harus diidentifikasi dan konsensus pasti untuk ukuran margin. Margin
batas-batasnya menggunakan radiopak yang digunakan tergantung pada berikut
berbeda dari yang digunakan untuk faktor: (1) penggunaan BRT sebagai modalitas
mengidentifikasi penanda CTV tunggal atau gabungan EBRT dan BRT, (2)
5. Upaya harus dilakukan untuk mengurangi kendala anatomi; (3) toleransi jaringan normal,
dosis kritis pada struktur normal. Sebagai dan (4) faktor patologis, termasuk grade,
contoh, lapisan dari gelfoam mungkin lapangan tumor, dan status margin bedah.
24 Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 3(1) January 2012:22-30Brakiterapi Intraoperatif Pada Soft Tissue Sarkoma 24
(Yoke Surpri Marlina,Sri Mutya Sekarutami)

Treatment planning atau Perencanaan 1. Distribusi dosis harus diperhitungkan dalam


pengobatan umumnya difasilitasi dengan beberapa bidang dengan interval 0.5 - 1.0 cm
memperluas penempatan kateter setidaknya 1 yang lurus ke ribbon. Tingkat dosis untuk
cm di belakang tepi lateral CTV. Kateter kontur isodose secara kontinyu dan mencakup
memperpanjang minimal 2 cm di CTV dalam CTV harus yang dipilih sebagai prescription
plane longitudinal. dose . Treatment time ditentukan dengan
8. Karena ada dosis tinggi di sekitar implan, membagi dosis yang ditentukan dengan
spacer (tissue expander) harus digunakan bila prescription dose rate.
memungkinkan untuk meminimalkan dosis 2. Sedikit data yang mengenai korelasi dose-
pada critical normal tissue. volume histogram (DVH) dan hasil pada STS.
9. Harus dipastikan bahwa insisi dapat ditutup ABS menganjurkan perhitungan DVH implan
tanpa ketegangan pada luka . Orientasi kateter dan struktur penting sekitarnya yang menjadi
harus didasarkan pada geometry dari dasar perhatian. Tumor D90, D100, (masing-masing
sayatan dan antisipasi penutupan pembedahan. dosis 90% dan 100 % dari CTV) dan V100,
Penempatan kateter harus tersusun untuk V150, V200 dan (persentase CTV menerima
menghindari pergeseran jaringan dan / atau dosis yang ditentukan 100%, 150%, dan
ketegangan pada luka. 200%) semua harus dicatat. ABS
10. Untuk memastikan tidak ada pergeseran menganjurkan korelasi dari semua parameter
kateter pada saat penutupan insisi, kateter dengan hasil klinis (lokal kontrol dan
harus diamankan melalui penempatan dalam morbiditas)
fasia dan otot atau dengan jahitan. Jika implan
melintasi joint regio, harus Sistem Paris untuk implant kawat iridium-92
mempertimbangkan posisi pascaoperasi dari dan digunakan pada system HDR berbasis komputer.
ekstremitas untuk menghindari gerakan kateter Ketentuan distribusi untuk implant iridium-92
jika ekstremitas adalah diletakkan berbeda dari dengan sistem Paris:4
posisi pada saat implantasi. Kateter juga harus Kateter harus sejajar dan lurus.
diamankan dari luar menggunakan salah satu Line harus berjarak sama.
dari sejumlah teknik yang tersedia. Line atau plane dimana terdapat mid point
11. Menyisipkan kawat plastik atau logam harus (central plane) harus berada di sudut yang
dipertahankan dalam lumen kateter sampai sesuai terhadap aksis sumber.
waktu pengobatan (dan di antara pengobatan Aktivitas line harus linier sepanjang tiap
untuk brakiterapi HDR) untuk meminimalkan aplikator, dan identik untuk semua aplikator.
risiko pengkusutan dari kateter. Jarak antara kateter yang diperkenankan
12. Intraoperatif lokalisasi radiografi harus minimum 8 mm untuk volume terkecil dan 20
dilakukan segera setelah penutupan sayatan mm untuk volume yang terbesar.
jika terjadi pergeseran kateter. Untuk volume implan, distribusi sumber-
sumber di penampang (central plane) harus
berada dalam segitiga sama sisi atau kotak.
Radioactive source loading10 Panjang aktif rata-rata harus lebih panjang dari
1. Ketika BT digunakan sebagai monoterapi pada target volume sebesar 25-30 persen
ajuvan, source loading harus dimulai tidak tergantung pada jumlah dan jarak kateter yang
kurang dari 5 hari setelah penutupan luka. digunakan.2,11
Namun, sumber radioaktif mungkin
dimasukan sebelumnya (secepat 2 sampai 3
hari setelah operasi) jika dosis kurang dari 20
Gy diberikan dengan BT sebagai pelengkap
untuk RE.
2. Ribbon yang mengandung sumber radioaktif
harus dipastikan kedudukannya dengan klip
atau kancing untuk mencegah tergelincir.

Dosimetri
Gambar 7. Basal dose rate point untuk konfigurasi implant yang
Dosimetri didasarkan pada radiografi yang berbeda berdasarkan system Paris4
diambil setelah implantasi dari kateter perioperatif.
Pemasangan implant pada sistem Paris dapat
Panjang radioaktif ditentukan sesuai dengan lebar dari
dilakukan single plane ataupun multiple plane
target, dengan memperhitungkan definitif laporan
tergantung ketebalan tumor atau tumor bed.
patologis.10
Brakiterapi Intraoperatif Pada Soft Tissue Sarkoma
(Yoke Surpri Marlina,Sri Mutya Sekarutami) 25

Tabel 1. Pelaporan brakiterapi interstisial4 dimensi posisi kateter dan source dalam.
Pendekatan ini meminimalkan kesalahan.
Recommendation for reporting interstitial therapy according to ICRU report 58

Description of the clinical conditions,including GTV and CTV Optimasi rencana pengobatan10
Descrption of the thechnique (is the application performed following a system ?)
Source specification, including RAKN (Reference Air Kerma Rate) and TRAK (Total 1. Treatment planning dapat dilakukan secara
Reference Air Kerma) manual atau menggunakan computer-based
Complete description of the time-dose pattern
Treatment description optimization algorithms. ABS
Mean central dose (MCD), Minimum Target Dose, Homogeneity Index merekomendasikan menggunakan optimisasi
Volumes and their dimensions, including PTV, Treated Volume, High-dose regions, low-
dose regions, reference volume, irradiated volume (level 2) komputer untuk distribusi dosis; computer-
Coverage and conformity if possible
Organs at risk
optimized plan dapat secara manual
dimodifikasi agar sesuai dengan keadaan
klinis.
Lokalisasi radiografi10 2. Kekuatan sumber yang seragam merupakan
1. Pascaoperasi radiografi menggunakan dummy penerapan umum. Teknik ini menghasilkan
dalam kateter untuk mengidentifikasi posisi pemberian dosis sentral yang lebih tinggi,
dari sumber radioaktif hal ini diperlukan untuk yang memudahkan perhitungan, dan dapat
perencanaan dosimetri. Jika digunakan teknik mengurangi potensi kesalahan. Pada sisi lain,
ortogonal radiografi, sebuah film ketiga (pada penggunaan kekuatan memiliki unggulan
yang berbeda sudut) direkomendasikan untuk memungkinkan distribusi dosis lebih
verifikasi dan deliniasi lokasi source. konformal sebagai bagian dari rencana
Penempatan suatu grid dikulit membantu pengobatan individual
dalam menentukan dosis kulit.
2. Untuk mencapai kejelasan gambar dan akurasi Verifikasi
yang optimal dalam rekonstruksi, semua ABS merekomendasikan penggunaan Paterson-Parker
percobaan yang mungkin harus dibuat untuk tabel, yang cocok untuk sebagian besar planar implan
memposisikan pasien sehingga kateter sejajar untuk verifikasi.7
dengan rotasi sumbu ganty (yaitu, sumbu
longitudinal meja). Pengecualian terjadi ketika Dosis, Dosis rata-rata, Fraksinasi
salah satu lokasi anatomi tidak memungkinkan Jika LDR brakiterapi digunakan sendiri dosis
atau ketika kateter tidak semua sejajar. total 60-75 Gy dengan laju dosis 40 - 60 cGy / jam
3. Algoritma rekonstruksi pita harus diberikan sesuai dengan hasil pembedahan dan
memperhitungkan divergensi beam . patologik. Jika LDR brakiterapi dikombinasikan
4. Untuk setiap biji dummy, setiap film akan dengan terapi radiasi eksternal dosis brakiterapi
memberikan hasil memanjang (y) koordinat, tergantung pada dosis RE. Dosis total keseluruhan
yaitu, di sepanjang sumbu rotasi gantri. Jika bervariasi 70-80 Gy dengan dosis brakiterapi 25 - 35
pasien tidak bergerak sementara 2 radiografi Gy. Ketika dosis brakiterapi lebih dari 65 Gy
yang diambil, y koordinat harus cukup untuk (brakiterapi saja), atau lebih dari 30 Gy (dalam
mengidentifikasi tiap biji dummy. Pada pengobatan kombinasi), volume menerima lebih dari
prakteknya, pasien bisa bergerak saat 65/30 Gy berkurang. Pengisian sumber radiasi harus
pengambilan kedua film. Akhir posisi biji disesuaikan untuk boost volume difokuskan pada
dummy diambil untuk menjadi titik tengah daerah beresiko tertinggi terjadinya kekambuhan lokal.
dari rekonstruksi dua posisi. Perbedaannya Optimisasi distribusi dosis juga dapat dengan mudah
antara dua posisi menentukan kesalahan diterapkan menggunakan stepping source technology.7
lokalisasi. Akurasi dalam 0,2 cm adalah Untuk HDR brakiterapi yang
mudah dicapai dengan hati-hati direkomendasikan ABS7 Untuk brakiterapi
mengidentifikasi biji dummy dan digitalisasi. intraoperatif HDR dosis berkisar 10 sampai 15 Gy
Kegagalan dalam mencapai tingkat akurasi (diresepkan pada kedalaman 0,5 cm, brakiterapi
yang seharusnya harus dilakukan evaluasi digunakan sebagai booster untuk RE.7
ulang prosedur rekonstruksi. Pemilihan brakiterapi sebagai ajuvan boost
5. Rekonstruksi biji dummy diverifikasi dengan terapi dengan RE untuk primary sarcoma 7
membandingkan hasil gambar komputer 1. Untuk pasien dengan intermediate sampai high
posisi biji dummy dengan independen (ketiga) grade STS baik dengan margin negatif atau
simulasi film dan diterima jika perbedaan positif, BT dapat digunakan sebagai booster
kurang dari 0,2 cm setelah demagnification untuk wide-field RE.
6. Dokter menetapkan CTV pada setiap plane 2. ABS mengakui RE sebagai adjuvant standar
biasanya 1 cm dan tegak lurus terhadap modalitas pengobatan lokal low grade STS.
kateter. Pasien dengan low grade STS tidak
7. Potongan melintang pada pencitraan (CT atau seharusnya diberi adjuvan BRT sebagai
MRI) memungkinkan untuk rekonstruksi 3- modalitas tunggal, karena telah dibuktikan
26 Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 3(1) January 2012:22-30 Brakiterapi Intraoperatif Pada Soft Tissue Sarkoma 26
(Yoke Surpri Marlina,Sri Mutya Sekarutami)

tidak ada perbaikan dengan implan lebih dari digunakan sebagai booster RE 45-50 Gy tergantung
pembedahan saja. ABS merekomendasikan pada marjin bedah. IOHDR umumnya tidak digunakan
bahwa RE adjuvant sendiri atau dalam sebagai modalitas tunggal karena kerugian
kombinasi dengan booster implan harus radiobiologik dan potensi untuk
digunakan untuk pasien dengan low grade STS toksisitas terkait dengan penggunaan dosis tunggal
yang membutuhkan terapi adjuvant yang besar. Selanjutnya data klinis diperlukan untuk
3. Pasca operasi BT untuk pasien dengan lesi menentukan peran spesifik dari IOHDR pada
kecil harus dipertimbangkan sebagai pilihan pengelolaan STS.10
pengobatan adjuvant pada penetapan margin
positif, margin yang tidak pasti,mungkin Komplikasi
kontaminasi saat pembedahan, atau lesi yang Komplikasi akut BT terutama meliputi
mendalam yang sulit untuk diikuti. gangguan penyembuhan luka dan termasuk
dehiscence luka (6%) dan kerusakan kulit (6%), edema
Pengawasan distal tungkai (10%), gangguan gerak (5%), fibrosis
Diperlukan perawatan khusus perioperatif subkutaneus (21%).12
brakiterapi sehubungan dengan efek samping awal dari Beberapa studi terbaru melaporkan komplikasi
prosedur pembedahan dan brakiterapi.Komplikasi gangguan penyembuhan luka dan fibrosis subkutaneus
bedah khas adalah perdarahan, infeksi, hematoma dan rata-rata 21%-24%.13
dehiscence luka. dalam.Penting untuk memeriksa
geometri implan dengan pencitraan, dan jika ada Laporan Kasus
pergeseran akan dilakukan penghitungan ulang
dosimetri tersebut.Antibiotik profilaksis tidak wajib Pasien seorang wanita 17 tahun dikonsulkan
diberikan tetapi kecuali jika ada gejala lokal atau dari Departemen Bedah Onkologi RSCM dengan
umum. 7 keterangan liposarkoma region femur sinistra
ABS7 mengakui bahwa ajuvan dosis yang T2bN1M0 rekurensi pasca operasi tahun 2009.
optimal untuk BT pascaoperasi dan kisaran dosis Pertengahan tahun 2008 timbul benjolan di
belum ada ketetapan pasti . Dosis yang lebih tinggi paha kiri bagian atas sebesar kacang tanah. Tidak
mungkin direkomendasikan pada Tumor yang besar nyeri,tidak gatal, tidak ada kemerahan dikulit, pasien
(misalnya, positif atau marjin yang tidakjelas) tidak melakukan pengobatan. Februari 2009 benjolan
membesar kurang lebih sebesar telur burung puyuh,
LDR sebagai terapi tunggal. keras, tidak dapat digerakkan dari dasarnya, tidak nyeri
Berdasarkan publikasi data retrospektif dan tekan, tidak ada kemerahan pada kulit, tidak ada
prospektif pasien post operasi dengan high grade STS demam. Pasien berobat ke RS Benggala, Serang
pada ekstremitas atau superficial trunk, ABS dilakukan operasi pada bulan Maret 2009 dengan hasil
merekomendasikan dosis 40-45 Gy diberikan 4 samapi PA tertanggal 1 April 2009, kesan : gambaran
6 hari. Biasanya dosis yang diberikan 0.45 Gy/jam histopatologis sesuai dengan pleomorfik liposarkoma
(berkisar antara 0.35-0.60 Gy/jam) 10 a/r femur sinistra. Anjuran untuk dilakukkan terapi
radiasi tapi pasien tidak melanjutkan terapi apapun
LDR kombinasi dengan RE karena tidak ada biaya. Januari 2010 pada bekas luka
Pasien post operasi dengan STS ekstremitas operasi timbul benjolan sebesar telur bebek. Pasein
atau superficial trunk, ABS merekomendasikan berobat ke RS Benggala dan dianjurkan untuk
booster 15-25 Gy dengan kisaran 0.45 Gy/jam dilakukan operasi tapi pasien menolak karena tidak ada
diberikan 2-3 hari dilanjutkan RE 45-50 Gy (1.8-2 biaya. Juni 2010 ukuran benjolan pada paha kiri
Gy/hari) 10 kurang lebih sebesar kepala bayi, kaki kiri dirasa berat
untuk berjalan, pasien berobat ke Benggala dan di
Fraksinasi HDR rujuk ke RSCM.
ABS menyadari bahwa belum ada konsensus Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum baik,
mengenai jumlah fraksinasi HDR dan total dosis yang TB 165 cm BB 56 Kg, kesadaran Compos Mentis,
tepat untuk menggantikan LDR dengan remote after KPS 90 100%.
loading HDR. Tanpa mempengaruhi kontrol tumor,
HDR BT memberikan keuntungan antara lain proteksi Pemeriksaan Imejing
radiasi, rawat jalan, waktu perawatan yang singkat, Thoraks PA, USG whole abdomen tanggal 13
pengurangan biaya, peningkatan toleransi pasien, dan Juli 2010 didapatkan hasil thoraks dalam batas normal.
perawatan. Dosis HDR berkisar 3-9 Gr/fraksi MRI tanggal 7 Juli 2010 didapatkan hasil
diberikan 1-3 kali sehari10. tampak massa hipointens pada T1 menjadi hiperintens
pada T2 dan juga T2 fat suppression. Massa
Intra operatif HDR brakiterapi (IOHDR) berlobulasi didaerah anterolateral proximal femur
Sangat sedikit data IOHDR untuk STS. Dosis sinistra yang tampaknya berasal dari extra dan
10-15 Gy prescribed pada kedalaman 0,5 cm
Brakiterapi Intraoperatif Pada Soft Tissue Sarkoma
(Yoke Surpri Marlina,Sri Mutya Sekarutami) 27

2. Pasien direncakan brakhiterapi implant dengan


teknik plastic tube berdasarkan system Paris.
3. Tindakan pemasangan kateter implan
dilakukan dikamar operasi dengan anestesi
umum setelah operasi removal tumor. Setelah
eksisi lokal yang luas, tumor bed oleh ahli
bedah dan onkologi radiasi, diberi tanda
dengan menggunakan radio-opak klip bedah.
Plastic after loading catheter dimasukkan ke
Gambar 1. Status Lokalis : tampak massa pada paha kiri diameter dalam tumor bed tumor menggunakan trokar
54x68x45cm, konsistensi lunak sampai keras, terfixir, batas tegas, dan dipasang 20 plastik kateter (4 diatas, 16
permukaan kulit licin tampak scar operasi panjang 25 cm, NT (-) dibagian bawah), double-plane digunakan
KGB ingunal kanan dan kiri : tidak teraba membesar
pada pasien ini,. Daerah yang dipasang kateter
implant tumor bed dengan marjin 2 cm arah
intramuscular, meliputi m.fasius intermedius et lateral cranial-kaudal. Kateter ditempatkan sejajar
dan m.tensor fascia lata. Pasca pemberian kontras satu sama lain dengan jarak 1,0-1,5 cm.
massa tampak menyangat heterogen. Ukuran massa Setelah selesai pemasangan kateter implant,
sekitar 25 x 19 x 16 cm. Tampak edema jaringan dipasang dainase dan sayatan operasi dijahit.
lemak subkutis di sekitar massa. Korteks dan bone 4. Dosis dilakukan di TPS dengan sistem Paris,
marrow femur tidak tampak signal patologis. A.V. dimana dosis yang diberikan adalah 5x4 Gy.
femoralis poplitea bentuk dan kaliber baik. Radiografi ortogonal diambil pada hari
Disimpulkan kesan tumor extra dan intramuscular keempat atau kelima pasca operasi untuk
daerah antero-lateral proximal femur sinistra tanpa dosimetri dan treatment planning.
keterlibatan os femur dan vascular, sesuai gambaran 5. Penyinaran dengan remote afterloading
mixoid liposarcoma. machine menggunakan Iridium 192, HDR
Pemeriksaan CT scan thoraks tanggal 16 dengan hiperfraksinasi, 2 fraksi perhari, jarak
Agustus 2010 tidak terdapat tanda-tanda metastasis antara fraksi minimal 6 jam. Dosis perfraksi
pada thoraks. adalah 4 Gy.
Pemeriksaan Patologi Anatomi
Review PA yang dilakukan tanggal 13 Juli No length Panjang aktif 1,5 cm
aplikator dari kedalaman
2010 (No PA 1004804) didapatkan hasil sesuai dengan button
1 15,5 8,5 7
Atypical Lipomatous tumour/well differentiated Dose point 1 cm
2 17 10 7
liposarcoma. 3 18,3 10,5 7,8 dari aplikator
Pemeriksaan tanggal 8 September 2010 (No 4 17 11,5 6,5
PA 1006158) didapatkan hasil histologi sesuai dengan 5 20,2 10,5 9,7
High Grade Sarcoma. Untuk memastikan perlu 6 22,2 10,1 12,1
dilakukan pemeriksaan imunohistokimia. 7 22,2 10,8 11,4
8 21,6 9 12,6
Pemerikasaan Imunohistokimia tanggal 18
9 21,5 9,2 12,3
November 2010 (no Imun/No PA : 110732/1006158) 10 20,6 8,4 12,2
didapatkan hasil dari gambaran morfologik dan 11 20,8 8,5 12,3
imunohistokimia, paling sesuai dengan liposarkoma 12 19,3 8,3 11
jenis campuran antara liposarkoma pleomorfik (derajat 13 21,3 9,7 11,6
3) dan liposarkoma mixoid (derajat 1) 14 20,8 10,4 10,4
15 19,5 9,7 9,8
16 19 9,7 9,3
Penatalaksanaan 17 17,5 8,2 9,3
Pada pasien ini sesuai dengan pembicaraan 18 21,2 11,2 10
kasus sulit tanggal 31 Agustus 2010 di Departemen 19 20 10,6 10,4
Radioterapi RSCM akan dilakukan operasi removal 20 21,3 10,3 11
tumor bersamaan dengan intra operatif brakiterapi
(5x4 Gy) dan dilanjutkan dengan Radiasi Eksterna 50 6. Dilakukan pengawasan tehadap tanda vital
Gy (25x2 Gy) serta keluhan nyeri serta perawatan luka
Adapun pelaksanaan operasi dan brakiterapi operasi. Post operasi pasien dirawat di gedung
intraoperatif tanggal 1 September 2010 adalah sebagai A devisi bedah onkologi RSCM
berikut: 7. Pelepasan kateter dilakukan di ruang
1. Persiapan berupa pemeriksaan penunjang brakiterapi Departemen Radioterapi dengan
seperti laboraturium darah lengkap, thoraks memperhatikan aspek a/antiseptic saat
foto, konsultasi ke devisi kardiologi dan pencabutan kateter, kateter dicabut dengan
anestesi (dikonsulkan oleh devisi bedah memotong button dan menariknya pada ujung
onkologi sebelum operasi dilakukan) kateter sisi lain yang tersisa di luar kulit,
28 Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 3(1) January 2012:22-30Brakiterapi Intraoperatif Pada Soft Tissue Sarkoma 28
(Yoke Surpri Marlina,Sri Mutya Sekarutami)

tempat source dimasukkan.. Pasien sel lemak matang. Liposarkoma adalah soft tissue
diistirahatkan 1 minggu kemudian dilanjutkan sarcoma (STS) yang paling sering terjadi pada dewasa,
RE 25x2 Gy AP-PA dengan pesawat Variant dengan angka kejadian 14% -18% dari semua sarkoma
soft tissue. 9.14.15.16.17
Pada pasien ini terjadi penyembuhan luka Liposarkoma Myxoid adalah jenis yang paling
yang tidak sempurna pada jahitan operasi 3x2x1 cm, umum yang kedua dari liposarkoma, mewakili 30%-
pus (-), darah (-), nyeri (+). 40% dari semua liposarkoma di ekstremitas.
Liposarkoma terjadi paling umum pada ekstremitas
bawah, terutama paha.11.18
Liposarkoma terjadi pada daerah fasia
intermuskularis atau deep-seat area. Jarang ditemukan
di jaringan subkutan. Lokasi liposarkoma (dalam
urutan penurunan frekuensi) termasuk bokong,
retroperitoneum, batang, pergelangan kaki, proksimal
A B tungkai , kepala dan leher, dan pergelangan tangan.7
Insiden kejadian laki-laki dan wanita adalah
2:1. Kebanyakan pasien dengan tumor ini berusia 18-
Gambar 2. (A) Liposarkoma 30x20x11cm, berat 3,8 kg
saat operasi. (B) Liposarkoma post removal tumor 67 tahun, dengan usia rata-rata 42 tahun. Pasien
dengan liposarkoma di ekstremitas rata-rata 5-10 tahun
lebih muda dibandingkan dengan tumor di
retroperitoneum 3.
Gambaran klinis adalah ukurannya yang
besar, slow growing, massa tanpa rasa sakit atau tidak
nyeri tekan pada palpasi. Jika tumor tumbuh dan
menekan saraf dan pembuluh darah,akan
menimbulkan rasa sakit. Berkurangnya gerakan pada
A ekstremitas tempat lokasi tumor dan pembengkakan di
B
daerah tumor.7.18
Gambar 3. (A) Pemasangan plastic tube intraoperatif Secara histologi, diklasifikasikan ke dalam 5
brakiterapi parallel pada tumor bed. (B) Brakiterapi intertitial bentuk utama;8.14.15.16.17.18.19 Well-diferentiated- well-
intraoperatif liposarkoma pada paha kiri; tampak skar operasi diferentiated liposarcoma (WDLS), Myxoid,
Dedifferentiated, Pleomorfik, Mixed type.

Staging19

Grade Description
and TNM
G1 Well differentiated
G2 Moderately differentiated
A B C G3 Poorly differentiated
G4 Undifferentiated
Gambar 4. Distribusi dosis(A) sumbu X (B) sumbu Y (C) sumbu T1 Tumor 5cm in largest dimension
Z T1a Superficial to deep fascia
T1b Deep to deep fascia (includes retroperitoneal,
intrathoracic, and most head and neck tumor)
T2 Tumor 5cm in largest dimension
T2a Superficial to deep fascia
T2b Deep to deep fascia (includes retroperitoneal,
intrathoracic, and most head and neck tumor)
Tumor 5 cm in largest dimension
N1 Regional nodal metastasis
M1 Distant metastasis

5-Yr Survival
T1a T1b T2a T2b Stage %
Stage
A B I 86
G1 or G2 IA IB IIA
II 72
G3 or G4 IIB IIC III
o III 52
Gambar 5. (A) Foto orthogonal gantri 320 . (B) Foto orthogonal N1 IV
IV 10-20
M1
gantri 20o

Diskusi
Brakiterapi Pada Soft Tissue Sarkoma
Penatalaksanaan liposarkoma meliputi
Liposarkoma pertama kali dilaporkan pada
kombinasi antara bedah, radioterapi, kemoterapi.
tahun 1857 oleh Rudolph Virchow.9.14.15 Liposarkomas
Terapi yang optimal bertujuan mengeradikasi penyakit
berasal dari sel mesenchymal primitif bukan dari sel-
Brakiterapi Intraoperatif Pada Soft Tissue Sarkoma
(Yoke Surpri Marlina,Sri Mutya Sekarutami) 29

lokal dengan meminimalkan cacat fungsional. jarak antar-kateter menjadi tidak sama. Optimisasi
Meskipun pembedahan tetap menjadi modalitas terapi memainkan peran penting untuk mencapai suatu
utama untuk semua tumor lokal STS, sekarang distribusi dosis yang sama dalam volume implan
ditetapkan bahwa konservatif mempertahankan fungsi bahkan jika jarak kateter tidak dapat-sama.
diikuti oleh radiasi ajuvan memberikan kontrol lokal Selanjutnya, lokasi yang harus dihindari seperti tulang,
yang adekuat dengan hasil kosmetik dan fungsional vena dan arteri serta saraf, juga dapat dicapai melalui
dan kualitas hidup yang baik. 12.13.20.21.22 optimasi.20.25.26
Peran kemoterapi masih kontroversial American Brachytherapy Society (ABS) 10
13
(Jones ), doksorubisin, ifosfamid dan dacarbazine memberikan rekomendasi untuk penggunaan
yang paling efektif. Rekurensi, metastatik adalah brakiterapi:
penyebab paling umum dari kegagalan terapi, Bila tumor telah direseksi ,intermediated
khususnya untuk high grade dan bulky tumors. Pada high grade (Gr2 - Gr3), negative margin:
keadaan ini, kemoterapi harus dapat pertimbangkan. operasi diikuti dengan brakiterapi saja
Radioterapi eksternal Pascaoperasi telah Bila reseksi tidak adekuat dengan ukuran
memainkan peran penting dalam kontrol lokal dari tumor > 5 cm, dan margin bedah positif:
tumor dan merupakan bagian tak terpisahkan dari operasi diikuti dengan brakiterapi dan RE.
protokol pengobatan. Namun, late toxicities yang Brakiterapi sebaiknya tidak diberikan pada keadaan :10
terkait dengan dosis tinggi EBRT yang diperlukan Jika implant tidak adekuat mengkover CTV
untuk mencapai kontrol lokal yang memuaskan, seperti Jika toleransi jaringan normal tidak tercapai
fibrosis jaringan, hilangnya gerak sendi, neuritis, dan sehingga dosis implantasi tidak optimal
tungkai edema.12 Ulserasi luas dikulit
Brakiterapi sebagai modalitas yang baik
dimana komplikasi ini dapat dikurangi tanpa
mengganggu radiasi yang adekuat pada tumor bed, Kesimpulan
yaitu dengan memberikan dosis tinggi radiasi untuk
volume tumor atau tumor bed dan merupakan cara Sebagai kesimpulan, brakiterapi memainkan
yang cukup efektif untuk melindungi jaringan normal peranan penting pada pengobatan STS pada pasien ini
di dekatnya. Pendekatan terapi ini, digunakan sendiri untuk meningkatkan lokal kontrol limb preservation,
atau dalam kombinasi dengan radiasi sparing jaringan normal, dan kosmetik. Ketepatan
eksterna.20.21.22.23.24 target volume sangat penting, didasarkan pada CT scan
Aspek yang paling penting dari implan atau MRI. Intraoperatif implan harus dilakukan dengan
intraoperatif BT pada liposarkoma (STS) adalah untuk bantuan ahli bedah dan ahli patologi. Ukuran tumor,
menjaga jarak antar-kateter pada lokasi anatomi yang lokasi, jenis histopatologi dan grade berperan untuk
mungkin tidak teratur. Jarak kateter yang tidak sama terjadinya resiko metastase dan faktor prognostik, dan
akan meningkatkan kemungkinan hot spot atau cold hasil dari terapi.
spot pada tumor bed. Karena ketidak teraturan dari
lokasi anatomi sering dijumpai pada liposarkoma/STS,

Daftar pustaka

1. Oertel S, Treiber M, Hinguranage HZ, et al. brachytherapy to the tumors bed in soft tissue
Intraoperative electron boost radiation followed by sarcoma located in extremities. J Clin Oncol
moderate doses of external beam radiotherapy in 2004;16:457-460.
lim-sparing treatment of patients with extremity 6. Lartigau L, Gerbaulet A. Soft tissue sarcoma of
soft-tissue sarcoma. Int.J.Radiation Oncology extremities in adult;PDF: 27:561-572
Biol.Phys 2005;64:1416-1423. 7. Monge MR, Cambeiro M. New techniques in
2. Pisters PW, Harrison LB, Brennan MF, et al. Long- irradiation: clinical implications of perioperative
term results of a prospective randomized trial of high dose rate brachytherapy. Annal of
adjuvant brachytherapy in soft tissue sarcoma. J Oncol;2005:16:ii73-ii78
Clin Oncol 1996;14:859868. 8. Korah MP, Deyrup AT, Monson DK et al.
3. Kretzler A, Molls M, Wurschmidt F, et al. Anatomic tumor location influences the success of
Intraoperative radiotherapy of soft tissue sarcoma comtemporary limb sparing surgery and radiation
of the extremity. Strahlenther Oncol among adult with soft tissue sarcomas of the
2004;180:365370. extremities. Int.J.Radiation Oncology
4. Devin P M. Brachytherapy Applications and Biol.Phys;2011:1-7
Technique, Philadephia: Lippincott Williams & 9. Ng YCS, Tan MH. Liposarcoma of the extremities:
Wilkins;2007:54-61 a review of the cases seen and managed in a major
5. Baumert BG, Infanger M, Reiner B, Davis JB. A tertiary hospital in Singapore. Singapore Med
novel technique using customized templates for the J;2009:857-860
application of fractionated interstitial HDR
30 Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 3(1) January 2012:22-30Brakiterapi Intraoperatif Pada Soft Tissue Sarkoma 30
(Yoke Surpri Marlina,Sri Mutya Sekarutami)

10. Murray PM. Soft tissue sarcoma of the upper Prognostic factor and long-term result of 155
extremity. Hand Clin;2004:325-333 patient. Annals of Surgical Oncology;2006:560-
11. Liposarcoma. Diunduh dari http://medical- 567
wiki.com/article/liposarcoma-sysptoms-and- 21. Ballo MT, Zagars GK, Cormier JN, et al.Interval
treatment. 12 Desember 2011 between surgery and radiotherapy; effect on local
12. Bolling T, Schuller P, Distelmaier B, et al. control of soft tissue sarcoma. Int.J. Radiation
Perioperative High-dose rate brachytherapy using a Oncology Biol.Phys;2004:1461-1467
bendy apllicator (flap): treatment result of 74 22. Robbison E, Bleakney RR, Ferguson PC, et al.
Patients.Anticancer Research;2008:3885-3890 Multidisciplinary management of soft tissue
13. Koizumi M, Inoue T, Yamazaki H. Perioperative sarcoma. RadioGraphics;2008:2069-2086
fractionated high-dose rate brachytherapy for 23. Kim YB, Shin KH, Roh JK, et al. Clinical
malignant bone and soft tissue tumors. Int.J. significance of margin status in postoperative
Radiation Oncology Biol.Phys;1999:989-993 radiotherapy for extremity and truncal soft tissue
14. Demetri GD, Antonia SB, Bui MM et al. Soft sarcoma. Int.J. Radiation Oncology
Tissue Sarcoma. JNCCN;2010:630-674 Biol.Phys;2008:139-144
15. Washington CM, Leaver D. Principles and Practice 24. Pitson G, Robinson P, Wilke D, et al. Radiation
Radiation Therapy,3rdedition Mosby;2010:597-600 respon: An additional unique signature of myxoid
16. Maheshwari GK, Baboo H, Patel MH, et al. liposarcoma. Int.J. Radiation Oncology
Liposarcoma of the floor of the mouth: A case Biol.Phys;2004:522-526
report. Turkish Jurnal of Cancer;2002:32:69-74 25. Azinovic I, Monge RM, Aristu JJ, et al.
17. Liposarcoma. Diunduh dari http://sarcomahelp Intraoperative radiotherapy electron followed by
.org/liposarcoma.html.12 Desember 2011 moderate doses of external beam radiotherapy in
18. Liposarcoma. Diunduh dari http://www.drugs.com/ resected soft tissue sarcoma of the
cg/liposarcoma.html. 12 Desember 2011 extremities.J.Radiotherapy and
19. Nag S, Shasha D, Janjan N, et al. The American Oncology;2003:331-337
Brachytherapy society recommendations for 26. Jamema SV, Sharma PK, Sharma D, et al. Dose
brachytherapy of soft tissue sarcomas.Int.J. optimization of intraoperative high doserate
Radiation Oncology Biol.Phys;2001:1033-1043 interstitial brachytherapy implants for soft tissue
20. Lascar S, Bahl G, Puri A, et al. Perioperative sarcoma.JCRT;2009:240-246
interstitial brachytherapy for soft tissue sarcoma:
Xeroderma Pigmentosum Dengan Basal Cell Carcinoma
(Julijamnasi, R.Susworo) 31

RADIOTERAPI & ONKOLOGI


Indonesia
Journal Of The Indonesian Radiation Oncology Society

Laporan Kasus
XERODERMA PIGMENTOSUM DENGAN
BASAL CELL CARCINOMA
Julijamnasi, R. Susworo
Departemen Radioterapi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Informasi Artikel Abstrak / Abstract


Riwayat Artikel: Seorang remaja pria usia 14 tahun mengalami kelainan kulit sejak 5 (lima)
Diterima November 2011 tahun sebelum ke rumahsakit dengan keluhan luka yang tidak kunjung sembuh
Disetujui Desember 2011 di dekat sudut mata kanan disertai mata berair. Pada kulit di bagian tubuh
lainnya juga muncul bintik-bintik hitam yang semakin hari semakin banyak.
Satu bulan sebelum ke rumah sakit, luka tersebut semakin membesar, dan
mulai ditemukan gangguan bicara. Pasien didiagnosa sebagai Xeroderma
pigmentosum (XP) dengan ulkus kantus medial, dan suspek Karsinoma sel
basal (KSB). Dianjurkan untuk biopsi, dilanjutkan Eksisi luas dengan
rekonstruksi (skin graft). Hasil histopatologik pasca-bedah menyimpulkan KSB
dengan batas sayatan kantus medial palpebra inferior, kantus medial superior,
batas sudut nasal, batas superior, batas inferior bebas tumor. Dua minggu
pasca-bedah didapatkan kesan kegagalan rekonstruksi (Graft failure) dan
dikonsulkan untuk kemungkinan radiasi ke bagian Radioterapi
Kata kunci: Karsinoma sel basal, radioterapi, xeroderma pigmentosum

Alamat Korespondensi: A 14 years old adoloscence had a skin disorder since 5 (five) years prior to the
Dr. Julijamnasi hospital with complaints unheal wounds near the corner of right eye with watery
Departemen Radioterapi eyes. In the skin on other parts of body also appear black spots that are getting a
RSUPN Dr. Cipto lot. One month prior to hospital, the wound is getting bigger, and speech
disorders began to be discovered. Patients diagnosed as Xeroderma
Mangunkusumo, Fakultas
pigmentosum (XP) with medial canthus ulcer, and suspected for Basal cell
Kedokteran Universitas carcinoma (BCC). Patients are recommended for biopsy, followed by wide
Indonesia, Jakarta excision and reconstruction (skin graft). The results of post-surgical
E mail: jamnasi@gmail.com histopathological concluded BCC with a free surgical margin of palpebra
inferior medial chantus incision, medial superior chantus, nasal angle, superior
margin and inferior margin. Two weeks post-surgery obtained suggest the
failure of the reconstruction (graft failure) and consulted to the Radiotherapy
Department.
Keywords: basal cell carcinoma, radiotherapy, xeroderma pigmentosum

Hak cipta 2012 Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia

Pendahuluan Sejak berkembangnya berbagai ilmu


pengetahuan dan penemuan-penemuan mutakhir
Hubungan kejadian kanker di dalam satu tentang biologi molekuler, maka semakin terbuka pula
keluarga/hubungan familial, telah diketahui sejak pemahaman tentang mekanisme terjadinya kanker,
Abad Pertengahan. Tidak mengherankan jika ada termasuk kelainan genetik (nature) yang dapat
istilah keluarga kanker yang berarti dalam keluarga diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
tersebut banyak yang ditemukan anggota keluarganya Demikian juga diketahui adanya pengaruh dari
menderita kanker yang hampir sama bentuknya. lingkungan (nurture), seperti polutan hingga pengaruh
Disebabkan pemahaman tentang genetika pada masa infeksi virus dan lain sebagainya terbukti dapat
itu masih sangat minim, maka kejadian tersebut sering menginduksi kanker.
dianggap sebagai suatu kutukan pada keluarga yang Salah satu kelainan genetik yang sangat jarang
bersangkutan. ditemukan adalah Xeroderma pigmentosum (XP),
suatu mutasi genetik yang diwariskan secara
32 Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 3(1) January 2012:31-35
Xeroderma Pigmentosum Dengan Basal Cell Carcinoma
(Julijamnasi, R.Susworo) 32

autosomal resesif dan sering bermanifestasi pada kulit. kulit terganggu dan respons sel limfosit dalam
Kelainan XP ini pertama kali dilaporkan oleh Hebra mengenali antigen melambat drastis, sehingga kulit
dan Kaposi pada tahun 1874, yang menemukan suatu menjadi rentan terhadap infeksi, inflamasi kronik
sindrom yang mereka beri nama Xeroderma ataupun akselerasi proses multiplikasi sel-sel yang
pigmentosum, yang berarti kulit kering yang disertai telah bermutasi untuk menjadi kanker.
pigmen-pigmen. 1 Frechet dkk.5 menemukan bahwa; pada
penderita XP dijumpai over-ekpresi dari enzim
Patofisiologi degradasi Matrix-Metalloproteinase-1 (MMP1) di
fibroblast kulit. Enzim ini berhubungan erat dengan
Pada penderita XP ditemukan adanya proses penuaan dini pada sel dan pada karsinogenesis
keterlibatan gangguan mekanisme perbaikan kode akan meningkatkan risiko penyebaran sel ganas ke
genetik, yakni perlambatan sampai dengan kehilangan pembuluh vaskuler atau limfe.
kemampuan DNA untuk melakukan Nucleotide
Excission Repair (NER). NER berfungsi sebagai suatu Epidemiologi
alur / pathway proses perbaikan (repair) DNA yang
sangat kompleks terhadap Ultraviolet-Induced Secara global, kasus terbanyak dijumpai di
Photoproducts (UVIP) atau Cyclobutane Pyrimidine Jepang, yaitu 1 kasus per 40.000 populasi, dengan
Dimer (CPD) yang terjadi di kulit yang telah terpapar grup mutasi XPA yang terbanyak.
sinar matahari.2,3 Di Amerika Serikat, dijumpai 1 kasus setiap
Sewaktu gelombang UV dari sinar matahari 250.000 populasi, dengan grup mutasi XPC yang
(terutama UVB, spektrum 290-320 nm; UVA tidak terbanyak; demikian juga angka kasus yang sama di
langsung merusak DNA tetapi membentuk radikal Eropa, hanya saja lebih banyak grup mutasi XPA dan
bebas, sedangkan UVC yang paling toksik diserap mutasi XPC.1 Hampir sama pada semua ras dan jenis
hampir seluruhnya oleh lapisan ozon) membentur kelamin. Biasanya terdeteksi pada umur 12 tahun.
kulit, terjadi suatu proses kimiawi kompleks yang
menghasilkan beragam jenis UVIP atau CPD. UVIP Mortalitas / Morbiditas
atau CPD tersebut dapat mengenai sel-sel basal kulit
dan merusak komponen DNA sel tersebut, dalam hal Penderita XP kebanyakan mengalami
ini nukleotida; yang selanjutnya pada sel normal akan gangguan kulit kronik terutama pada pasien dengan
mengaktifkan mekanisme perbaikan. riwayat terpapar sinar matahari; yang kemudian
Enzim-enzim perbaikan akan mengaktifkan tumbuh menjadi kanker kulit pada usia muda, dengan
serangkaian proses enzimatik NER untuk meng-eksisi usia rata-rata 8 tahun. (Gambar 1)
nukloetida yang rusak. Kemudian enzim DNA-
polimerase membentuk nukleotida baru yang oleh Karakteristik Penyakit
DNA-ligase akan disambungkan kembali ke lokasi gap
sehingga DNA kembali normal seperti semula. Pada Penderita XP memiliki karakteristik sebagai
orang normal, proses ini membutuhkan waktu hanya berikut : 1, 2, 3
beberapa menit sampai selesainya proses perbaikan.1, 2, 50% penderitanya memiliki riwayat sensitifitas
3, 4
akut terhadap sinar matahari sejak usia dini
Proses NER pada manusia melibatkan seperti sunburn, kulit terkelupas atau erythema
sedikitnya 67 protein penting yang dapat mengenali menetap hanya karena terpapar sedikit sinar
kerusakan dan meng-insisi DNA3. Salah satu enzim ini matahari. Keterlibatan organ mata seperti atrofi
diatur oleh kelompok gen dalam keluarga XP (dengan palpebra, fotosensitif keratitis, gangguan kornea
varian XPA sampai XPG). Beberapa komponen dan vaskuler mata sampai dengan kebutaan.
kompleks XP memiliki afinitas yang baik mendeteksi Gangguan kulit sangat sering muncul pada usia
kerusakan DNA dan dengan mengaktifkan mekanisme dibawah 2 tahun, seperti xerosis atau
khusus intranuklear yang sangat rumit, sehingga poikiloderma.
enzim-enzim keluarga XP dapat langsung meng- Gangguan perkembangan saraf dengan
eliminasi DNA yang telah rusak parah tanpa melalui manifestasi neurologik, seperti microcephaly,
proses perbaikan sama sekali. Mutasi pada gen XP gangguan reflex tendon, kehilangan
menyebabkan kerusakan DNA sel basal kulit yang pendengaran sensorineural yang progresif dan
lambat atau bahkan tidak dapat diperbaiki lagi. Hal ini penurunan fungsi kognitif yang progresif.
berpotensi untuk terjadinya mutasi ataupun Resiko 1000 kali mendapatkan kanker kulit dan
karsinogenesis sel basal kulit. mata dibandingkan orang normal, dengan angka
Lingkungan mikro sel basal juga sangat kejangkitan kanker kulit non-melanoma
berperan dengan kemungkinan terjadinya dijumpai sebelum usia 10 tahun.
karsinogenesis. Studi klinis memperlihatkan terjadinya
penurunan jumlah sel-sel Langerhans pada area kulit Umumnya penyakit diketahui setelah
yang diinduksi radiasi UV. Akibatnya, fungsi imunitas penderita melewati tiga fase, yaitu3,6 :
Xeroderma Pigmentosum Dengan Basal Cell Carcinoma
(Julijamnasi, R.Susworo) 33

fase I : kulit sehat sewaktu lahir, umumnya 6 bulan genetik. Namun belum ada pemeriksaan rutin yang
kemudian mulai terlihat gangguan kulit di kepala atau direkomendasikan untuk screening.
ekstremitas; seperti erythema, xerosis, dan Unscheduled DNA synthesis (UDS), adalah
hiperpigmentasi di daerah yang terpapar sinar salah satu tes untuk deteksi anomali NER.
matahari; gangguan kulit semakin parah dan mengenai Dikembangkan oleh Bootsma et al (2002) dan
daerah lainnya serta lama kelamaan menjadi Kraemer (2003), metode ini mengukur aktifitas
permanen. gabungan endonuclease, exonuclease, dan polymerase
dalam sistem kompleks NER-DNA. Sampel di-iradiasi
UV dan ditanam dalam medium kultur yang
mengandung radioaktif thymidin, kemudian difiksasi
dengan sejenis x-ray sensitive autoradiographic
emulsion. Baru dilakukan pengukuran yang berulang-
ulang kadar thymidin radioaktif pada sel-sel yang
membelah. Pada sel normal, akan terdapat fibroblas
yang tinggi sinyal radiografiknya pada fase non-S di
nukleus, sebaliknya pada sel XP akan dijumpai sinyal
yang minimal. 1,2,6

Gambar 1. XP dengan Karsinoma sel basal pada Diagnosa Banding


anak Jepang usia 6 tahun
Cockayne syndrome (CS), memiliki ciri yaitu
fase II : muncul poikiloderma, yaitu adanya atrofi pertumbuhan prenatal yang normal, namun pada usia
kulit, telangiectasis, dijumpai segmen hiperpigmentasi- dua tahun mulai muncul kelainan-kelainan seperti
hipopigmentasi berdekatan. gangguan pertumbuhan tengkorak, gigi, tulang dan
kerusakan saraf pendengaran, penglihatan, sistem saraf
fase III : ditandai dengan berbagai keganasan yang pusat maupun perifer yang berakibat kecacatan
muncul termasuk karsinoma sel skwamosa (KSS), permanen; yang dapat berakibat pula pada kematian
karsinoma sel basal (KSB), melanoma maligna dan pada usia 10 20 tahunan.
fibrosarcoma yang cenderung mengenai daerah yang Rothmund-Thomson syndrome, Baller-Gerold
terpapar sinar matahari. syndrome, Hartnup disease, Carney complex

Diagnosa Klinis Keganasan Tersering yang Berhubungan dengan


XP. 1, 2, 3
Gejala fotosensitifitas akut dan gangguan kulit Neoplasia Kulit
berulang pada anak-anak sepantasya dicurigai sebagai Pada penderita XP yang tidak dididik untuk
XP. Terlebih pada penderita yang memiliki riwayat menghindari sinar matahari sejak usia dini dapat
familial XP atau keganasan kulit lainnya. Fotosensitif mennderita keganasan kulit, terutama dekade pertama
pada XP sangat bervariasi dan terkadang muncul kehidupan; dan dilaporkan dengan onset median pada
secara periodik, sehubungan dengan perubahan cuaca usia 8 tahun. Keganasan yang mungkin timbul adalah
atau iklim di belahan bumi non-ekuatorial.3 basal cell carcinoma, squamous cell carcinoma,
Karena adanya keterlibatan pada kulit, mata melanoma dan lain sebagainya.
dan saraf, maka ketiga komponen ini wajib diperiksa Khusus untuk kasus Basal cell carcinoma
untuk diagnosa klinis. Secara laboratoris, pengambilan multipel dengan XP, saat ini diterapi dengan
sampel sel hidup dari pasien suspek XP dapat Imiquimod 5% (5FU topikal) cream yang berfungsi
dilakukan, kemudian dilakukan iradiasi dengan UV. sebagai imunomodulator untuk menekan sel-sel ganas.
Metode ini disebut Cellular UV hypersensitivity curve Selain untuk terapeutik, kini diteliti kemungkinan
atau Kurva Hipersensitifitas seluler terhadap UV; yang penggunaan obat ini untuk profilaksis. 7,8
dikembangkan van Steeg dan Kraemer (1999) dengan Neoplasia Lain
sampel berasal dari fibroblast kulit. Jika positif, sel Terutama pada perokok aktif, penderita XP
dari penderita XP biasanya lebih rentan terbunuh oleh memiliki resiko 1020 kali lipat untuk mendapatkan
iradiasi UV dibandingkan kontrol.6 Namun kanker paru dibandingkan perokok aktif tanpa XP.
pemeriksaan ini belum cukup mengingat ada varian
XP tertentu yang di-iradiasi tetap tidak menunjukkan Konseling Genetik
kerentanan yang berbeda, namun menunjukkan
potensiasi dengan penambahan kafein pada media Konseling genetik mencakup suatu paket
kultur. program pemeriksaan gen yang lebih menitikberatkan
Sampai dengan saat ini, pemeriksaan gen XP untuk deteksi carrier pada keluarga orang-orang yang
tipe XPA dan XPC (kedua tipe ini mencakup lebih dari sudah diketahui pernah ada riwayat XP. Dengan
50% kasus XP) sudah dapat dilakukan secara deteksi demikian dapat dilakukan pencegahan pernikahan
34 Xeroderma Pigmentosum Dengan Basal Cell Carcinoma
Radioterapi & Onkologi Indonesia Vol 3(1) January 2012:31-35 34
(Julijamnasi, R.Susworo)

dengan sesama carrier, sehingga resiko munculnya XP Diskusi Kasus


oleh autosom resesif dapat diminimalisir. Di Indonesia
memang masih belum populer karena keterbatasan Pasien seorang remaja pria usia 14 tahun
fasilitas dan media. Di samping itu juga membutuhkan mengalami kelainan kulit sejak 5 (lima) tahun sebelum
biaya yang cukup mahal. ke rumahsakit dengan keluhan luka yang tidak kunjung
sembuh di dekat pangkal hidung ukuran diameter 1 cm
Penatalaksanaan dekat sudut mata kanan disertai mata berair. Pada kulit
di bagian tubuh lainnya juga muncul bintik-bintik
Xeroderma pigmentosum hitam yang semakin hari semakin banyak (Gambar 2
Disebabkan XP adalah kelainan genetik yang dan 3).
belum dapat dikoreksi, maka lebih diutamakan upaya Satu bulan sebelum ke rumah sakit (RS), luka
pencegahan manifestasi primer dengan menghindari tersebut semakin membesar mencapai diameter 2 cm
sedapat mungkin terpapar sinar matahari. Penggunaan yang sangat dekat dengan kanthus mata. Pasien lalu
sunblock dengan Sun Protection Factor (SPF) diatas berobat ke Bagian Kulit dan mulai ditemukan
15 ataupun jenis bahan pakaian dan kacamata hitam gangguan bicara, dan dirujuk ke Bagian Mata, Bagian
yang mampu menyaring UV memberikan hasil yang Onkologi Bedah dan Bagian Anak. Pasien didiagnosa
bermakna. Pada luka-luka kecil dan premaligna, sebagai Xeroderma pigmentosum dengan ulkus kantus
pemakaian 5FU topikal, potong beku dengan Nitrogen medial, dan Suspek Karsinoma Sel Basal. Dianjurkan
cair, atau dermabrasi dapat membantu. Selain itu untuk biopsi, dilanjutkan Eksisi luas + rekonstruksi /
metode electrodessication, kuretase, eksisi bedah, atau skin graft. Pada tanggal 28 Jan 2008, dilakukan joint
chemosurgery dan lain sebagainya termasuk asupan operation MataKulit untuk melakukan operasi Wide
isoretinoin dapat mencegah timbulnya keganasan baru. excision + rekonstruksi / skin graft.
Pencegahan manifestasi sekunder adalah asupan
Vitamin D untuk mencegah defisiensi yang mungkin
timbul karena prilaku menghindari sinar matahari.3,7

Neoplasia Kulit
Pada kasus yang dapat dioperasi, eksisi dengan
batas sayatan bebas tumor (wide-excision) atau teknik
mengiris lapis demi lapis disebut Mohs surgery
merupakan terapi definitif. Terapi adjuvan dapat
menggunakan radioterapi atau khemoterapi topikal.
Pada kasus yang tidak dapat dioperasi, maka
radioterapi dan khemoterapi merupakan terapi
definitif.
Walaupun pasien XP memiliki kekurangan
untuk perbaikan DNA yang mungkin timbul pada sel
normal akibat radioterapi, namun karena proses yang
terganggu adalah proses NER, sedangkan pada
Gambar 2. Lesi pada pangkal hidung dekat kanthus mata kanan
radioterapi yang lebih berperan adalah Base Excision disertai bintik-bintik hiperpigmentasi di seluruh wajah dan leher
Repair (BER) maka radioterapi sedikit sekali yang sering terpapar sinar matahari.
mempengaruhi efek lanjut terhadap sel normal dan
masih merupakan salah satu modalitas terapi terpilih.
Proses perbaikan BER lebih dipengaruhi oleh gen
ATM (ataxia-telangiectase mutation).5,8,9
Pada kasus ini, XP dengan KSB, yang mana
sifat penjalaran KSB cenderung menuju dasar lesi,
maka batas Clinical Target Volume (CTV) pada lesi
yang belum dioperasi direkomendasikan 1-1,5 cm dari
tepi lesi untuk tumor berdiameter kurang dari 2 cm
dengan dosis 64Gy dalam 32 fraksi; dan 1,5-2 cm
untuk tumor berdiameter lebih dari 2 cm dengan dosis
66 Gy dalam 33 fraksi. Pada kasus pasca-bedah Gambar 3. Bintik-bintik hitam/ hiperpigmentasi di sekujur
dengan batas sayatan bebas tumor, CTV cukup 0,5-1 tubuh pasien
cm dari tepi lesi, dengan dosis radiasinya 50 Gy dalam
20 fraksi, atau 60 Gy dalam 30 fraksi. 7,9,10 Hasil histopatologik pasca-bedah tanggal 2
Feb 2009 menyimpulkan : Karsinoma Sel Basal (KSB)
/ Basal Cell Carcinoma, dengan batas sayatan kantus
medial palpebra inferior, kantus medial superior, batas
Xeroderma Pigmentosum Dengan Basal Cell Carcinoma
(Julijamnasi, R.Susworo) 35

sudut nasal, batas superior, batas inferior bebas tumor. luka kelihatan lebih dangkal disertai jaringan
Pada tanggal 19 Feb 2009, didapatkan kesan kegagalan granulasi, kesan perbaikan.
rekonstruksi (Graft failure), dan dikonsulkan untuk Pada follow-up bulan ke-3, pasien semakin
kemungkinan radiasi ke Bagian Radioterapi. sulit bicara, diduga karena keterlibatan saraf kranial
Di Bagian Radioterapi, dilakukan radiasi atau proses degeneratif akibat kelainan genetiknya.
eksterna dengan elektron 12 MeV dengan Lesi yang diradiasi tidak menutup ataupun membesar
menggunakan kompensator jaringan yang disesuaikan kesan status quo ante (stqa). Namun pada bulan ke-6
dengan kedalaman lesi dan bentuk hidung sampai pada wajah pasien ditemukan lesi baru berukuran 0,5
dengan 60 Gy dalam 30 fraksi. Pasien menjalani CT cm di daerah pipi.
Scan Kepala untuk mendeteksi keterlibatan organ lain
dan tulang; dengan kesimpulan tidak ada tanda-tanda Kesimpulan
invasi ke organ lain. Karena letak lesi yang berdekatan
dengan mata, maka keluarga pasien diberitahu tentang KSB adalah keganasan kulit yang jarang
risiko kerusakan mata, dalam hal ini lensa dan kornea. bermetastase jauh, namun pada 3% kasus ditemukan
Pasca-radiasi luka tampak mengering, area bermetastasis ke kelenjar limfe ataupun organ lain.
radiasi hiperpigmentasi, konjungtiva mata kanan KSB menyebabkan destruksi lokal ke arah dasar lesi
kemerahan, visus kedua mata baik. Pada follow-up 2 sehingga lesi yang timbul menyerupai tukak roden.
minggu pasca-radiasi, konjungtiva mata kanan tenang,

Daftar Pustaka
1. Diwan AH. Xeroderma pigmentosum, eMedicine 5. Tannock IF, Hill RP, Bristow RG, Harrington L
online, www.emedicine.medscape .com; last (ed). Chap. 5 Genome Stability and DNA Repair in
update Oct 7th 2008 : Basic Science of Oncology. 4th ed. Mc Graw Hill;
2. Kraemer KH. Xeroderma pigmentosum, Gene 2005, pp.77-97.
Reviews, www.ncbi.nlm.nih.gov; last update April 6. Halperin EC, Perez CA, Brady LW (ed). Chap. 88
22nd 2008 Unusual Tumors in Childhood, Skin Cancer in :
3. Bower M, Waxman J. Chap. 2 The scientific basis Perez and Brady`s Principles and Practice of
of cancer in : Lecture Notes Oncology. 1st ed. Radiation Oncology. 5th ed. Lippincott Williams &
Blackwell Publishing; 2006, pp.15-35. Wilkins; 2008, pp.1927-8
4. Arlett CF et al. Clinical and cellular ionizing 7. Malhotra AK, et al. Multiple Basal Cell
radiation sensitivity in a patient with xeroderma Carcinomas in Xeroderma Pigmentosum Treated
pigmentosum. The British Journal of Radiology with Imiquimod 5% Cream. Pediatric Dermatology
2006; 79:510-7 Frchet M, Warrick E, Vioux C, July / August 2008; 25(4):488-91
Chevallier O, Spatz A, Benhamou S, et 8. Susworo R. Radioterapi pada Berbagai Kasus, Sub.
al. Overexpression of matrix metalloproteinase 1 in Keganasan Kulit dalam : Radioterapi, Dasar-dasar
dermal fibroblasts from DNA repair- Radioterapi Tatalaksana Radioterapi Penyakit
deficient/cancer-prone xeroderma pigmentosum Kanker. ed. I, UIP, Jakarta. 2006, pp.111-13.
group C patients. Oncogene. Sep 4th 2008; 9. Basal Cell Skin Cancers, in NCCN Guidelines ver
27(39):5223-32. 1.2012. National Comprehensive Cancer Network,
diunduh dari www.nccn.org. Januari 2012
Radioterapi
& Onkologi
Indonesia
Journal of The Indonesian Radiation Oncology Society

UCAPAN TERIMAKASIH

Redaksi majalah Radioterapi & Onkologi Indonesia mengucapkan terimakasih dan penghargaan setinggi-
tingginya kepada Mitra Bestari atas kontribusinya pada penerbitan volume 3 issue 1 tahun 2012 :

Prof. DR. Dr. Soehartati, SpRad (K) Onk.Rad Fak-Kedokteran Universitas Indonesia/
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
Prof. DR. Dr. R. Susworo, SpRad (K) Onk.Rad Fak-Kedokteran Universitas Indonesia/
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
Prof. DR. Dr. S. Maesadji T., SpRad (K) Onk.Rad Fak-Kedokteran Universitas Gadjah Mada/
RSUP Prof. Dr. Sardjito, Yogyakarta

INDEKS PENULIS

A
Alfred Julius Petrarizky Radiat Onkol Indones 2012;3(1):8-13

F
Faisal Adam Radiat Onkol Indones 2012;3(1):1-7

J
Julijamnasi Radiat Onkol Indones 2012;3(1):31-35

R
Rima Novirianthy Radiat Onkol Indones 2012;3(1):14-21

Y
Yoke Surpri Marlina Radiat Onkol Indones 2012;3(1):22-29

Volume 3 Issue 1 January 2012 ISSN 2086-9223


LINEAR ACCELERATOR

NAVIGATION SYSTEM

DOSIMETRY FIXATION

PT. MURTI INDAH SENTOSA


Head Office Tel: 6221-7238312 Email: mist.jkt@murtiindahsentosa.com
Jl. Sultan Iskandar Muda Kav. 29 Kebayoran Lama, Jakarta 12240, Indonesia

Bandung mist.bdg@murtiindahsentosa.com Semarang mist.smg@murtiindahsentosa.com


Surabaya mist.sby@murtiindahsentosa.com Medan mist.mdn@murtiindahsentosa.com
Makasar mist.mks@murtiindahsentosa.com

Anda mungkin juga menyukai