Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit Kanker merupakan salah satu penyebab kematian utama

seluruh dunia. Pada tahun 2012, sekitar 8,2 juta kematian disebabkan oleh

kanker. Kanker paru, hati, kolorektal, leher rahim dan kanker payudara

adalah penyebab terbesar kematian akibat kanker setiap tahunnya. Lebih

dari 30% dari kematian akibat kanker disebabkan oleh lima faktor risiko

perilaku dan pola makan, yaitu Indeks massa tubuh tinggi, kurang konsumsi

buah, sayur, kurang aktivitas fisik, penggunaan rokok, dan konsumsi alkohol

berlebihan. Merokok merupakan faktor risiko utama kanker yang

menyebabkan terjadinya lebih dari 20% kematian akibat kanker di dunia

setiap tahunnya terjadi di Afrika, Asia dan Amerika. Diperkirakan kasus

kanker pertahun akan meningkat dari 14 juta pada 2012 menjadi 22 juta

dalam dua dekade berikutnya (Kemenkes, 2015). Sebagian besar kanker

endometrium adalah adenokarsinoma (Brohet, 2015). Adenokarsinoma

endometrium merupakan tumor ginekologik yang paling sering terjadi di

dunia barat. Menempati urutan ke empat kanker pada perempuan setelah

adenokarsinoma payudara, kolon, dan paru (Anwar, 2014).

Dalam Tata laksana pengobatan adenokarsinoma endometrium,

diketahui beberapa metode antara lain radioterapi, pembedahan dan

kemoterapi. Pembedahan sering terkendala oleh lokasi dan ukuran tumor,

sehingga radioterapi memiliki peran yang sangat penting dalam Tata laksana

penanganan adenokarsinoma endometrium (Rasjidi, 2011).

1
2

Radioterapi adalah suatu metode pengobatan pada kasus keganasan

salah satunya adalah adenokarsinoma, dengan memanfaatkan radiasi

pengion untuk membunuh dan menghentikan pertumbuhan sel-sel

adenokarsinoma (Sigit dkk, 2016). Prinsip radioterapi adalah memberikan

dosis radiasi yang mematikan tumor pada daerah yang telah ditentukan

(volume target) sedangkan jaringan normal sekitarnya mendapat dosis

seminimal mungkin sehingga dapat membunuh tumor, meningkatkan

kualitas hidup, dan memperpanjang kualitas hidup (Stephens, 2009).

Dalam bidang ginekologi, radioterapi mempunyai peran penting untuk

mengobati tumor maligna, karena 60% penderita tumor ginekologi yang

masuk rumah sakit sudah dalam keadaan inoperable, sehingga pengobatan

diutamakan dengan radioterapi atau kombinasi kemoterapi dan radioterapi

(Anwar, 2014). Salah satu metode yang paling banyak digunakan di sentra

radioterapi adalah pemberian radiasi eksterna terlebih dahulu kemudian

dilanjutkan dengan pemberian radiasi interna brakhiterapi (Susworo, 2017).

Brakhiterapi merupakan metode pemberian radioterapi dimana sumber

radiasi (radioaktif) secara langsung dikontakkan dengan tumor, baik secara

interna maupun eksterna. Brakhiterapi menggunakan sumber radiasi tertutup

yaitu Radium 226, Cobalt 60, Cesium 137 dan Iridium 192. Dalam terapi

dengan brakhiterapi dikenal dua teknik yaitu manual loading (konvensional)

dan remote afterloading (Bapeten, 2017).

Menurut Susworo (2017), Brakhiterapi pada kasus-kasus yang

mempunyai indikasi adenokarsinoma endometrium pasien pasca bedah

diberikan dengan aplikator berbentuk silinder vagina dengan dosis 10 Gy

pada setengah sentimeter dari permukaan silinder. Tindakan brakhiterapi


3

diberikan dua kali dengan memperhatikan ketebalan puncak vagina,

terutama pada kasus residu mikroskopik pasca bedah. Apabila dengan

menggunakan 2 buah aplikator ovoid diletakkan pada puncak vagina dengan

menggunakan dosis 10 Gy berjarak satu sentimeter dari puncak vagina.

Dilakukan sebanayak dua kali selang satu minggu. Dilakukan pemantauan

dosis yang diterima oleh rektum dan Vesika Urinaria adalah 60 Gy

ditetapkan berdasarkan foto radiologi AP, PA dan Lateral.

Menurut Rasjidi (2011), pelaksanaan brakhiterapi intrakaviter pada

adenokarsinoma endometrium dapat diberikan dengan dua metode pesawat

afterloading, yaitu pesawat afterloading dengan laju dosis tinggi High Dose

Rate (HDR), yaitu bila laju dosisnya diatas 12 Gy / Jam (umumnya 100 Gy /

jam), Pesawat afterloading dengan intensitas radiasi rendah secara manual

Low Dose Rate (LDR), yaitu bila laju dosisnya < 2 Gy / jam. Umumnya

brakhiterapi diberikan dengan aplikator berbentuk silinder intravaginal,

dengan memperhatikan ketebalan puncak vagina terutama pada kasus

dengan residu mikroskopik pasca bedah. Brakhiterapi juga bisa dilakukan

dengandua buah aplikator ovoid yang diletakkan dipuncak vagina. Dosis

untuk pasca radiasi eskternal diberikan dosis 5 Gy setiap 1 minggu dengan

dosis total 15 Gy selama 3 minggu. Jika yang diberikan adalah terapi tunggal

(tanpa radiasi eksternal) dosis yang diberikan setiap minggu adalah 7 Gy,

dengan dosis total 21 Gy selama 3 minggu.

Sistem Aplikasi dengan menggunakan sumber radioaktif Radium yaitu

Sistem Paris, sistem Stockholm, dan Sistem Manchester. Sedangkan Tata

laksana brakhiterapi intrakaviter pada kasus adenokarsinoma endometrium

yang dilakukan di Unit Radioterapi RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta


4

menggunakan sumber radiasi Iridium 192, aplikator yang digunakan yaitu

aplikator silinder. Dosis radiasi yang diberikan 4x7 Gy sehingga target

Volume dimaksimalkan semaksimal mungkin paparan radiasinya pada area

tumor, dan juga memperhatikan paparan dosis toleransi pada organ at risk

yang terdiri dari rektum 70% dan Vesika Urinaria 80% dari tolal dosis yang

diberikan ke target. Pasien yang menggunakan aplikator silinder pada waktu

pemasangannya tidak dilakukan anestesi spinal, akan tetapi sebelum

dipasang aplikator pasien diberi obat anti nyeri yang dimasukkan melalui

anus. Persiapan pasien sebelum dilakukan brakhiterapi antara lain pasien

rawat inap selama satu hari, puasa kurang lebih 8 jam sebelum dilakukan

tindakan brakhiterapi. Pasien juga dilakukan urus-urus menggunakan

dulcolax tablet dan dulcolax supositorian bertujuan untuk membersihkan

rongga abdomen. Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk

mengangkat kasus ini sebagai makalah penulisan skripsi yang berjudul,

“TATA LAKSANA BRAKHITERAPI HIGH DOSE RATE Ir-192 TEKNIK

INTRAKAVITER PADA KASUS ADENOKARSINOMA ENDOMETRIUM DI

UNIT RADIOTERAPI RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA”.

B. Rumusan Masalah

1. Bagamana Tata laksana Brakhiterapi High Dose Rate Ir-192 Teknik

Intrakaviter pada kasus Adenokarsinoma Endometrium di Unit

Radioterapi RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta ?

2. Mengapa dalam Tata laksana Brakhiterapi High Dose Rate Ir-192

Teknik Intrakaviter pada kasus Adenokarsinoma Endometrium di Unit

Radioterapi RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta menggunakan aplikator

Silinder ?
5

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penulisan Skripsi ini adalah untuk :

1. Untuk menjelaskan tentang Tata Laksana Brakhiterapi High Dose Rate Ir-

192 Teknik Intrakaviter Pada Kasus Adenokarsinoma Endometrium di

Unit Radioterapi RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta?

2. Untuk menjelaskan alasan Tata Laksana Brakhiterapi High Dose Rate Ir-

192 Teknik Intrakaviter Pada Kasus Adenokarsinoma Endometrium

menggunakan aplikator Silinder?

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penulisan Skripsi ini adalah :

1. Manfaat Teoritis :

a. Dapat menambah pengetahuan penulis pada khususnya dan

pembaca pada umumnya mengenai Tata laksana Brakhiterapi High

Dose Rate Ir-192 Teknik Intrakaviter pada kasus Adenokarsinoma

Endometrium di Unit Radioterapi RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

b. Sebagai bahan bacaan dan referensi bagi mahasiswa dalam

penulisan Skripsi selanjutnya dengan tema yang sama.

2. Manfaat Praktis

Dapat memberikan masukan dalam meningkatkan pelayanan

Radioterapi, khususnya pada Tata laksana brakhiterapi High Dose Rate

Ir-192 Teknik Intrakaviter pada kasus Adenokarsinoma Endometrium di

Unit Radioterapi RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian brakhiterapi sebelumnya telah dilakukan di RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta membahas tentang adenokarsinoma cerviks disusun oleh


6

1. Waloejo Hadi (2009), dengan judul “Tata Laksana High Dose Rate

(HDR) brakhiterapi dengan teknik intrakaviter pada pasien

adenokarsinoma leher rahim”, sedangkan yang dibahas oleh penulis

mengenai Tata laksana brakhiterapi High Dose Rate Ir-192 dengan

teknik intrakaviterpada kasus adenokarsinoma endometrium. Perbedaan

antara penelitian tersebut dengan penelitian yang penulis lakukan

adalah perbedaan jenis adenokarsinoma, lebih fokus pembahasan

pengenai prosedur brakhiterapi dan perbedaan cara menggunaan

aplikator silinder pada pasien adenokarsinoma endometrium.

2. Inoue (2003) : The Trail of the development of High-dose-rate

Brachytherapy for Cervical Cancer in Japan. Persamaannya membahas

high dose rate brakhiterapi, sedangkan perbedaannya dengan penelitian

ini adalah tempat penelitian dan kasus kanker yang dibahas berbeda.

3. Patel dkk (2005) : High-Dose-Rate Brachytherapy In Uterine Cervikal

Carcinoma. Persamaannya adalah membahas high dose rate

brakhiterapi, sedangkan perbedaannya dengan penelitian ini adalah

tempat penelitian yang berada di inggris dan kasus kanker yang dibahas

berbeda.

Anda mungkin juga menyukai