Anda di halaman 1dari 9

Aspek Genetik Kardiomiopati

Abdul Salam M. Sofro


Fakultas Kedokteran Universitas YARSI Jakarta

Pendahuluan

Kardiomiopati adalah kelainan fungsi otot jantung yang bukan diakibatkan


oleh penyakit arteri koroner, kelainan jantung bawaan (congenital), hipertensi atau
penyakit katup. Kardiomiopati yang secara harfiah berarti penyakit miokardium,
atau otot jantung, ditandai dengan hilangnya kemampuan jantung untuk
memompa darah dan berdenyut secara normal (Trelogan, 2000). Kondisi
semacam ini cenderung mulai dengan gejala ringan, selanjutnya memburuk
dengan cepat. Pada keadaan ini terjadi kerusakan atau gangguan miokardium,
sehingga jantung tidak mampu berkontraksi secara normal. Sebagai kompensasi,
otot jantung menebal atau hipertrofi dan rongga jantung membesar. Bersama
dengan proses pembesaran ini, jaringan ikat berproliferasi dan menginfiltrasi otot
jantung. Miosit jantung (kardiomiosit) mengalami kerusakan dan kematian,
akibatnya dapat terjadi gagal jantung, aritmia dan kematian mendadak. Oleh
karena itu kardiomiopati dianggap sebagai penyebab utama morbiditas dan
mortilitas kardiovaskular.
Secara selular, miosit jantung (kardiomiosit) merupakan sel yang sangat
terdiferensiasi dan jarang bereplikasi setelah kelahiran. Dengan demikian,
kehilangan akibat kerusakan kardiomiosit akan berakibat berkurangnya jumlah
unit fungsional miokardium. Jika selama ini kematian kardiomiosit dianggap hanya
karena necrosis, bukti-bukti saat ini menunjukkan bahwa apoptosis juga terjadi
dan ikut menyebabkan timbulnya gagal jantung (Narula et al., 1996).
Meskipun telah ada kemajuan dalam pengobatan dan tersedianya
transplantasi jantung, kardiomiopati masih menjadi penyebab kematian jantung
utama pada anak-anak. Penurunan mortalitas dan morbiditas kelainan ini
memerlukan pemahaman tentang penyebab dan patofiologinya, sehingga
pengobatan kausal dapat diterapkan. Perkembangan iptek khususnya di bidang
biologi molekular, memungkinkan penjelasan lebih rinci tentang berbagai penyakit
atau kelainan mulai dari aspek patogenesis sampai ke aspek klinis. Banyak
penyakit atau kelainan yang selama ini tidak jelas penyebabnya ternyata
menunjukkan adanya kontribusi faktor genetis. Meskipun demikian, analisis
genetis tidak tersedia di semua tempat, sehingga sekalipun faktor yang mendasari
sebagian kelainan dapat diidentifikasi, tidak semua kelainan tadi dapat diungkap
secara jelas. Termasuk dalam penyakit atau kelainan tadi adalah penyakit
kardiovaskular, khususnya kardiomiopati.
Sebagian besar kardiomiopati, khususnya kardiomiopati hipertrofik dan
kardiomiopati bengkak (dilated) adalah bentuk familial dengan ciri pewarisan
utama dominan autosom. Kardiomiopati juga dapat timbul akibat sindroma
herediter lain seperti hemochromatosis, diabetes, atau beberapa penyakit
neuromuskular. Sebagai kelainan familial, kardiomiopati ditandai dengan
heterogenitas genetis baik pada aras alelik maupun nir-alelik (Richard et al., 2006).
Untuk memberi gambaran peran faktor genetis dalam patofisiologi
kardiomiopati, dalam makalah ini akan diuraikan berbagai faktor genetis yang
mendasari timbulnya kelainan. Setidak-tidaknya dengan uraian berikut, gambaran
tentang kontribusi faktor genetik dapat lebih jelas difahami. Review oleh Franz et
al. (2001) serta Murphy dan Starling (2005) memberi wawasan pula tentang
bagaimana perkembangan genetik lewat temuan-temuan molekular akan
berpengaruh pada praktek klinis khususnya terhadap prospek diagnosis molekular
dan pengobatan di masa depan

Macam kardiomiopati

Di negara-negara industri, masalah kesehatan masyarakat yang utama


adalah gagal jantung kongestif (Eriksson, 1995). Prevalensinya berkisar antara
1% sampai 2% (Cleland et al., 2001; Andersson & Waagstein, 1993) dan
meskipun tersedia pengobatan yang sudah maju, kematian terkait dengan gagal
jantung tetap tinggi. Pasien-pasien dengan gagal jantung secara garis besar
dapat dikelompokkan menjadi dua berdasarkan disfungsi ventrikel kirinya, yaitu
pasien dengan kardiomiopati akibat iskemik (40-70%) dan nir-iskemik (26-35%)
(Packer et al., 2001). Secara umum, penyebab yang mendasari timbulnya
kardiomiopati nir-iskemik antara lain adalah hipertensi (17%), penyakit katup
jantung (13%) serta kardiomiopati idiopatik (10%) (Andersson & Waagstein, 1993).
Sementara itu, analisis terhadap kelompok pasien kardiomiopati yang tak
diketahui di suatu pusat tersier menunjukkan bahwa 50% pasien gagal jantung nir-
iskemik didiagnosis sebagai kardiomiopati idiopatik (Felker et al. 2000).
Kebanyakan kardiomiopati terjadi sebagai akibat komplikasi penyakit arteri
koroner yang menyebabkan tersumbatnya aliran darah ke otot jantung. Kelainan
ini mengenai 1 dari 100 orang pasien, biasanya laki-laki di atas umur 65 th. Pada
pasien yang lebih tua biasanya lebih banyak terjadi pada perempuan. Sementara
itu, kardiomiopati bukan sebagai akibat penyakit arteri koroner cukup jarang dan
total diderita oleh 50.000 pasien di USA. Tetapi kelainan ini sering dijumpai pada
orang muda dan merupakan alasan utama untuk transplantasi jantung.
Kebanyakan kelainan ini disebabkan faktor genetis dan cenderung dijumpai dalam
keluarga (Trelogan, 2000)
Beberapa klasifikasi untuk kardiomiopati telah dikembangkan (Anonim,
1980), tetapi berdasarkan ciri-ciri morfologis dan hemodinamis, ada empat
kategori kardiomiopati yaitu (i) hypertrophic cardiomyopathy (HCM), (ii) dilated
cardiomyopathy (DCM), (iii) restrictive cardiomyopathy, dan (iv) arrhytmogenic
right ventricular cardiomyopathy (ARVC) (WHO, 1996). Sistem klasifikasi ini juga
meliputi kardiomiopati spesifik yang terkait dengan iskemia, disfungsi katup,
hipertensi, miokarditis, gangguan metabolik, penyakit sistemik, distrofi otot,
gangguan neuromuskular, agen-agen toksik, dan kehamilan lanjut.
1. Dilated cardiomyopathy (DCM)

DCM adalah kardiomiopati yang paling umum, terdapat pada 2 dalam 100
orang dan terjadi manakala otot jantung melemah dan dan tak mampu memompa
darah secara efektif. Otot jantung yang melemah kendur dan rongga jantung
membengkak. Kebanyakan DCM disebabkan oleh penyakit arteri koroner, tetapi
sekitar 30% disebabkan faktor genetis. Kebanyakan kasus DCM terjadi akibat
penyakit lain dan faktor risiko nir-genetis termasuk:
Penyakit arteri koroner sebagai penyebab paling umum.
Konsumsi alkohol berlebihan, kronis yang dapat melemahkan otot jantung
Kardiomiopati peripartum yang terjadi akibat kehamilan atau baru
melahirkan. Jenis DCM ini terkait dengan riwayat pribadi atau keluarga
dengan faktor risiko penyakit jantung lain seperti obesitas, miokarditis,
merokok, alkoholisma dan malagizi.
Infeksi. Beberapa penyakit virus tertentu dapat menyebabkan miokarditis
akut. Meskipun jarang, tetapi infeksi semacam ini dapat berakibat timbulnya
DCM. Di daerah tropis, infeksi parasit tertentu juga merupakan penyebab
DCM.
Obat-obat antikanker, seperti doxorubicin dan daunorubicin dapat merusak
jantung dan menyebabkan DCM pada sekitar 0.4-9% orang bergantung
dosis.

2. Hypertrophic cardiomyopathy (HCM)

HCM terjadi manakala dinding jantung menebal, sehingga dapat mencegah


darah lewat jantung. Kelainan ini cukup jarang, dijumpai pada sekiktar 0.2 %
penduduk Amerika Serikat (USA) atau terdapat pada 2 dalam 1000 orang dan
dapat mengenai laki-laki maupun perempuan semua umur. Gejala awal dan
perjalanan penyakitnya sangat bervariasi. Beberapa pasien tetap stabil setelah
diagnosis dan beberapa lainnya membaik. Tetapi, beberapa pasien menunjukkan
gejala memburuk dan menyebabkan usia pendek. Dalam kebanyakan kasus,
HCM menyebabkan gagal jantung kongestif.
Pasien HCM juga berisiko mengalami kematian jantung mendadak. Ini
berbeda dengan serangan jantung (heart attack) karena pada serangan jantung
terjadi akibat sumbatan arteri menuju jantung. Pada kematian jantung mendadak,
jantung memang berhenti berdenyut. Karena pasien dengan HCM sering tidak
menunjukkan gejala, maka kematian mendadak seringkali merupakan satu-
satunya dan gejala pertama penyakitnya. Dari pasien dewasa yang didiagnosis,
hanya 50% menunjukkan adanya gejala. Pasien lainnya didiagnosis selama
pemeriksaan uji saring orang-orang yang memiliki riwayat penyakit dalam
keluarga atau jika selama pemeriksaan lain terdeteksi adanya abnormalitas.
Otot jantung bersifat sangat adaptif dan mampu membesar bila
diregangkan baik karena katup jantung yang tak berfungsi normal atau tingginya
tekanan darah. Otot yang membesar ini akan menyebabkan dinding jantung
menebal dan mampu memompa lebih kuat. Tetapi, penebalan dinding jantung
juga dapat menyumbat aliran darah. Lazimnya, jantung akan kembali ke ukuran
normal jika tegangan menghilang misalnya bila tekanan darah terkendali.

3. Restrictive cardiomyopathy (RCM)

RCM merupakan kardiomiopati jarang (terjadi 1 dalam 1000 orang), terjadi


manakala dinding jantung menjadi kaku dan tidak cukup lentur untuk terisi darah.
Akibat jantung tidak terisi darah, maka kemampuannya untuk memompa darah ke
seluruh tubuh menjadi tidak efektif. Beberapa keadaan menjadi penyebab
kelainan ini, tetapi yang paling sering adalah adanya timbunan suatu protein yang
dikenal sebagai amyloid di otot jantung. Disamping itu, hemochromatosis dan
akibat penyakit jantung lain yang beberapa diantaranya diwariskan, juga
merupakan penyebab timbulnya RCM.

4. Arrhythmogenic right ventricular dysplasia

Jenis ini merupakan kardiomiopati yang sangat jarang dan dijumpai pada
sekitar 1 dari 5000 orang. Ciri kelainan ini adalah digantikannya otot jantung
ventrikel kanan secara bersangsur-angsur oleh lapisan jaringan lemak yang
akhirnya menyebabkan masalah besar dalam ritme jantung. Karena jantung
dengan tiba-tiba dapat berhenti berdenyut, maka kelainan ini merupakan
penyebab lazim kematian mendadak akibat penyakit jantung.
Sekitar seperlima kasus kematian mendadak akibat kelainan jantung pada
orang berusia kurang dari 35 tahun dan merupkan penyebab kematian mendadak
utama pada atlit muda usia. Kelainan ini belum banyak diketahui, tetapi antara 30
sampai 90% bersifat familial dan diwarsiakan secara dominant autosom.

Aspek genetik kardiomiopati

Telah diketahui bahwa kelainan pada manusia dapat timbul akibat faktor
genetis dan lingkungan. Ada kalanya suatu kelainan muncul murni karena faktor
genetis, sebaliknya ada kalanya suatu kelainan muncul murni karena faktor
lingkungan. Sebagian besar kelainan atau penyakit muncul sebagai hasil
kombinasi faktor genetis dan lingkungan.
Bagi kelainan yang ditentukan oleh faktor genetis, maka faktor yang
ditemukenali mungkin terjadi karena kerusakan gena tunggal (pewarisan gena
tunggal = monogenic inheritance), kerusakan beberapa gena (pewarisan banyak
gena = polygenic inheritance) atau kelainan multifaktor yang melibatkan banyak
gena dan lingkungan. Dari berbagai jenis kelainan ini, pewarisan kelainan gena
tunggal pada keturunan akan berlangsung mengikuti hukum Mendel sederhana.
Tetapi untuk kelainan banyak gena dan multifaktor, pola pewarisan akan semakin
kompleks.
Lebih dari satu dasawarsa yang lalu, kardiomiopati dianggap sebagai
idiopathic dengan penyebab yang sulit dijelaskan. Perkembangan teknik-teknik
genetik khususnya pada aras molekul dalam beberapa tahun belakangan
memungkinkan pemahaman lebih lanjut tentang penyakit pada manusia termasuk
kardiomiopati serta penyakit pada mahluk hidup lain. Kelainan yang selama ini
idiopathic, sekarang diketahui sebagai akibat adanya mutasi gena. Tetapi,
identifikasi mutasi pada pasien kardiomiopati justru mengungkap kompleksitas
molekul penyebab kelainan ini.
Pada dasarnya, fungsi jantung sangat ditentukan oleh fungsi otot jantung
yang dipengaruhi oleh kondisi sel-sel otot (atau miosit) yang memiliki kemampuan
berkontraksi. Sebagaimana diketahui, unit fungsional untuk kontraksi dalam sel
otot (atau miosit) adalah sarkomer. Dalam miosit, protein yang bersifat kontraktil
ini dapat dikelompokkan menjadi filament tebal dan filament tipis yang dalam
proses kontraksi melibatkan peristiwa luncuran dan saling kait. Termasuk dalam
filament tebal adalah rantai berat myosin, protein C pengikat miosin dan rantai
ringan myosin. Sementara itu, termasuk filament tipis adalah aktin, kompleks
troponin (troponin I, C dan T) serta tropomiosin. Gangguan pada salah satu dari
protein kontraktil ini dapat berpengaruh pada fungsi otot. Oleh karena itu mutasi
pada lokus gena protein-protein filamen tadi dapat mengganggu produk
proteinnya dan selanjutnya mengganggu fungsi kontraksi miosit.

1. Hypertrophic cardiomyopathy (HCM)

Penyebabnya masih banyak belum diketahui, tetapi tampaknya faktor


genetis atau kecenderungan familial (lebih dari 90% kasus) merupakan penyebab
utama (Murphy & Starling, 2005). Beberapa kasus HCM memang dapat terjadi
pada individu yang tak memiliki riwayat keluarga. Sekitar 50% pasien HC memiliki
sepupu satu yang juga didiagnosis HCM. Pada HCM, sel otot jantung membesar
dan berakibat menebalnya dinding jantung, sehingga jantung tak dapat berfungsi
dengan baik. Seperti diketahui, kemampuan otot jantung untuk mengatur
ketebalannya dikendalikan oleh gena-gena khusus. Mutasi gena-gena ini dapat
menimbulkan hipertrofi otot jantung.
HCM dapat terjadi lewat dua cara. Pada beberapa kasus muncul yang
disebut kasus sporadic HCM yang tidak diwariskan dari salah satu dari kedua
orangtua. Sementara itu 60%-70% kasus mendapatkan HCM lewat pewarisan
gena mutan yang menyebabkan kecenderungan muncul HCM. Gena mutan
semacam ini diwariskan secara dominan autosom. Sejauh ini telah dikenali
berbagai macam gena penyebab HCM. Empat diantaranya telah dikarakterisasi
dengan baik, tetapi gena yang kelima belum teridentifikasi. Diduga lokus gena ini
terletak di kromosom 7. Kesemua gena tadi merupakan bagian dari mekanisma
yang memungkinkan kontraksi otot jantung, yaitu:
Beta-myosin heavy chain (MYH7)
Alpha-tropomyosin (TMSA)
Cardiac troponin-T (TNNT2)
Myosin binding protein C (MYBPC).
Unidentified gene on chromosome 7 (CMH5)
Analisis linkage yang memberi bukti awal adanya heterogenitas alelik
akibat mutasi pada lokus gena protein sarkomer seperti myosin- rantai berat,
troponin T, tropomiosin- dan protein pengikat myosin miokard, menunjukkan
bahwa HCM muncul sebagai akibat kerusakan protein sarkomer otot jantung.
Heterogenitas alelik tadi timbul karena mutasi pada lokus di kromosom 4q11
(Jarcho et al., 1989), kromosom 11p11 (Carrier et al., 1993), kromosom 1q32
(Watkins et al., 1993), dan kromosom 15q22 (Thierfelder et al., 1993). Mutasi
gena penyandi protein sarkomer ini menghasilkan HCM lewat berbagai
mekanisma. Beberapa mutasi gena yang bersifat dominant akan membuat suatu
alel menjadi tidak aktif, akibatnya jumlah protein fungsionalnya berkurang.
Sementara itu, mutasi gena dominant lainnya menghasilkan protein mutan yang
mengganggu fungsi protein normalnya atau memiliki fungsi yang berbeda.
Jika diamati, kebanyakan mutasi pada HCM adalah mutasi misense baik itu
pada gena miosin maupun protein sarkomer yang lain. Tetapi mutasi pada myosin
jauh lebih banyak dibanding mutasi pada aktin sebagai penyebab HCM. Yang
menarik, polimorfisma gena rennin-angiotensin-aldosterone system (RAAS) yang
tidak terkait langsung sebagai protein kontraktil juga berperan dalam timbulnya
HCM (Ortlepp et al., 2002). Selanjutnya Poirier et al. (2003) melaporkan adanya
27 polimorfisma dalam empat gena penyandi komponen utama jalur reaksi
kalsineurin yang terkait dengan hipertrofi otot dan DCM.
Dipandang dari sudut genetik, keanekaragaman mutasi dan jumlah gena
yang mutasinya menimbulkan HCM ditafsirkan sebagai bukti kemunculan penyakit
yang relatif baru dalam perjalanan evolusi manusia. Heterogenitas molekular
semacam ini juga menjadi dasar keanekaragaman manifestasi klinis pada pasien-
pasien yang didiagnosis HCM.

2. Dilated cardiomyopathy (DCM)

Meskipun dikatakan bahwa DCM dijumpai pada 1 dari 200 orang (Trelogan,
2000), dalam kajian populasi prevalensi DCM adalah 1 dalam 2.500 (Codd et al.,
1989 dalam Murphy & Starling, 2005), tetapi mungkin lebih tinggi karena pasien-
pasien yang asimptomatik sangat mungkin tidak terdiagnosis. Kajian keluarga
menunjukkan bahwa sampai 50% kasus DCM adalah keturunan, diwariskan
secara dominan autosom dan sebagian kecil resesif autosom, X-linked dan
gangguan mitokondria. Penyebab kelainan ini sangat sedikit diketahui dan sangat
heterogen, tetapi faktor genetik diduga menyumbang sekitar 30-50% dari seluruh
kasus, yaitu berupa mutasi gena-gena tertentu yang diwariskan. Mutasi yang
pertama kali ditemukan adalah mutasi pada gena protein sitoskelet yang disebut
distrofin dan dijumpai pada pasien-pasien DCM bersamaan dengan gangguan
distrofi otot Duchene dan Becker. Gena ini terdapat pada kromosom X dan
diwariskan lewat pola pewarisan terkait-X (Murphy & Starling, 2005). Dalam
perkembangan kemudian, ditemukan beberapa mutasi pada protein sitoskelet
seperti desmin (Dalakas et al., 2000), dan D-Sarkoglikan (Tsubata et al., 2000).
Pada DCM juga ditemukan pasien dengan mutasi gena protein membran
inti seperti emerin dan lamin A/C (Fatkin et al., 1999). Protein sitoskelet ini penting
untuk mempertahankan integritas struktur dan mengantarkan daya kerja otot.
Kebanyakan mutasi protein sitoskelet menyebabkan disfungsi jantung saja
meskipun beberapa mutasi menyebabkan disfungsi otot jantung sekaligus otot
skelet. Mutasi lamin A/C terkait dengan distrofi otot Emery-Dreifuss (X-linked),
tetapi juga dengan DCM autosom dominan dan mungkin terkait dengan bentuk
parah berinsidensi kematian mendadak tinggi.
Beberapa mutasi gena protein sarkomer, yaitu troponin T dan miosin-
rantai berat yang semula hanya dijumpai pada HCM, pada beberapa keluarga
ternyata juga menyebabkan DCM. Sampai sekitar 6% kasus DCM familial
disebabkan oleh mutasi protein kompleks troponin (troponin T, I & C). Dilaporkan
juga adanya mutasi gena suatu pompa kalsium yaitu fosfolamban (Schmitt et al.,
2003) dan protein lorong kalsium yang sensitif ATP (Bienengraeber et al., 2004).
Mengingat heterogenitas DCM, dalam waktu dekat masih sulit dilaksanakan
pemeriksaan genetik untuk diagnosis kelainan jantung ini.

3. Restrictive cardiomyopathy (RCM)

Beberapa kasus RCM masih dinyatakan sebagai idiopatik, tetapi beberapa


kelainan yang diwariskan seperti amiloidosis dapat menimbulkan kelainan ini.
Akhir-akhir ini dilaporkan bahwa pasien yang tampak sebagai RCM idiopatik,
ternyata menunjukkan adanya mutasi gena troponin I (TNNI3) pada enam dari
sembilan pasien yang diperiksa (Mogensen et al., 2003). Mutasi pada gena
protein troponin I ini ternyata juga dijumpai pada pasien HCM. Adanya mutasi
yang sama pada pasien RCM dengan proporsi yang cukup besar menunjukkan
bahwa RCM adalah bagian dari ekspresi klinis protein kontraktil sarkomer maupun
HCM.

4. Arrhythmogenic right ventricular dysplasia (ARVD)

Pada ARVD lazim dijumpai kelainan familial yang diwariskan secara


dominant autosom. Tetapi, pada pasien di pulau Naxos Yunani, dijumpai
pewarisan resesif autosom. Kelainan ini disebabkan oleh adanya mutasi delesi
pada gena plakoglobin yang menyandi protein penghubung antar sel yang di otot
jantung adalah miosit (McKoy et al., 2000). Fenomena ini didukung dengan
dilaporkannya mutasi pada reseptor ryanodin jantung (Tiso et al., 2001) yang
merupakan informasi penting mengenai patogenesis kelainan ini bahwa ARVD
disebabkan oleh gangguan protein penghubung sel ke sel.
Kesimpulan

Kardiomiopati sebagai deskripsi fenotip klinis, terbukti memiliki patogenesis


yang kompleks. Sebagaimana penyakit atau kelainan dengan patogenesis yang
kompleks, kebanyakan fenotip yang ditampilkan adalah hasil atau konsekuensi
interaksi faktor lingkungan (atau environment, nurture) dan genetis (atau nature).
Dengan demikian pengungkapan struktur genetic berbagai penyakit (khususnya
yang bukan murni kelainan genetik) termasuk kardiomiopati, sangat bermanfaat
untuk ikut menjelaskan keberagaman fenotip klinis lewat mekanisma interaksinya
dengan factor lingkungan.
Sampai saat ini telah banyak dilaporkan mutasi pada lokus gena berbagai
protein kontraktil sakomer otot jantung. Disamping itu juga mutasi pada lokus gena
yang tidak terkait langsung dengan protein kontraktil sarkomer. Tetapi fenotip
klinis yang muncul adalah berbagai jenis kardiomiopati yang secara klinis sangat
heterogen. Kajian terus menerus lewat kajian keluarga dan analisis molekular
sangat diperlukan untuk menjelaskan fenomena heterogenitas klinis kardiomiopati.
Informasi yang lebih ekstensif mengenai berbagai bentuk mutasi yang mendasari
kardiomiopati memungkinkan upaya diagnosis yang lebih dini di masa depan dan
diikuti dengan upaya pengelolaan penyakitnya secara lebih tepat.

Daftar Pustaka

1. Anonim, 1980. Report of the WHO/ISFC task force on the definition and classification of
cardiomyopathies. Eur Heart J Br Heart J. 44: 672-673
2. Andersson B, Waagstein F. 1993. Spectrum and outcome of congestive heart failure in a
hospitalized population. Am Heart J. 126: 632-640.
3. Bienengraeber M, Olson TM, Seliwanov VA, et al. 2004. ABCC9 mutations identified in human
dilated cardiomyopathy disrupt catalytic KATP channel gating. Nat Genet. 36: 382-387.
4. Carrier L, Hengstenberg C, Beckmann JS, Guicheney P, Dufour C, Bercovici J, Dausse E,
Berebbi-Bertrand I, Wisnewsky C, Pulvenis D, et al. 1993.Mapping of a novel gene for familial
hypertrophic cardiomyopathy to chromosom 11. Nat Genet. 4: 311-313
5. Cleland JG, Khan A, Clark A. 2001. The heart failure epidemic: exactly how big is? Eur Heart J.
22: 623-626
6. Dalakas MC, Park KY, Semino-Mora C, et al., 2000. Desmin myopathy: a skeletal myopathy
with cardiomyopathy caused by mutations in the desmin gene. N Engl J Med. 343: 770-780.
7. Eriksson H. 1995. Heart failure: a growing public health problem. J. Intern Med. 237:135-141.
8. Fatkin D, MacCrae CA, Sasaki T, et al. 1999. Missense mutations in the rod domain of the
Lamin a/c gene as causes of dilated cardiomyopathy and conduction system disease. N Engl J
Med. 341: 1715-1724.
9. Felker GM, Thompson RE, Hare JM, et al. 2000. Underlying causes and long-term survival in
patients with initially unexplained cardiomyopathy. N Engl J Med. 342:1077-84.
10. Franz WM, Muller OJ, Katus HA. 2001. Cardiomyopathies: from genetics to the prospect of
treatment. The Lancet, 358: 1627-1637.
11. Jarcho JA, McKenna W, Pare JAP, Solomon SD, Holcombe RF, Dickie S, Levi T, Donis-Keller
H, Seidman JG, Seidman CE. 1989. Mapping a gene for familial hypertrophic cardiomyopathy
to chromosome 14q1. N Engl J Med. 321, 1372-1378.
12. McKoy G, Protonataris N, Crosby A, et al. 2000. Identification of a deletion in plakoglobin in
arrhytmogenic right ventricular cardiomyopathy, planoplantar keratoderma and woolly hair
(Naxos disease). Lancet, 355:2119-2124.
13. Mogensen J, Kubo T, Duque M, Uribe W, Shaw A, Murphy R, Gimeno JR, Elliott P, McKenna
WJ. 2003. Idiopathic restrictive cardiomyopathy is part of the clinical expression of cardiac
troponin I mutations. J Clin Invest, 111 (2): 209-216.
14. Murphy RT & Starling RC. 2005. Genetics and cardiomyopathy: Where are we now? Cleveland
Clinic J of Medicine, 70 (6) : 456-483.
15. Narula J, Haider N, Virmani R, DiSilvano TG, Kolodgie FD, Hajjar RJ, Schmidt U, Semigran J,
Dec GW, Khaw BA. Apoptosis in myocytes in end-stage heart failure. New Engl J Med. 335:
1182-1189.
16. Ortlepp JR, Vosberg HP, Reith S, Ohme F, Mahon NG, Schroder D, Klues HG, Hanrath P,
McKenna WJ. 2002. Genetic polymorphisms in the rennin-angiotensi-aldosterone system
associated with expression of left ventricular hypertrophy in hypertrophic cardiomyopathy: a
study of five polymorphic genes in a family with a disease causing mutation in the myosin
binding protein C gene. Heart, 87 (3): 270-275
17. Packer M, Coats AJS, Fowler MB, et al. 2001. Effect of carvedilol on the survival of patients
with severe chronic heart failure. N Engl J Med. 244: 1651-1658.
18. Poirier O, Nicaud V, McDonagh T, Dargie HJ, Desnos M, et al. 2003. Polymorphisms of genes
of the cardiac calcineurin pathway and cardiac hypertrophy. European J Hum Genetics. 11:
659-664
19. Richard P, Villard E, Charron P, Isnard R. 2006. The Genetic Bases of Cardiomyopathies. J
Am Coll Cardiol, doi:10.1016/j.jacc.2006.09.014 (Published online 16 October 2006).
20. Schmitt JP, Kamisago M, Asahi M, et al. 2003. Dilated cardiomyopathy and heart failure
caused by a mutation in phospholamban. Science, 299: 1410-1413.
21. Thierfelder L, MacRae C, Watkins H, Tomfohrde J, Williams M, McKenna W, Bohm K, Noeske
G, Schlepper M, Bowcock A et al. 1993. A familial hypertrophic cardiomyopathy locus maps to
chromosome 15q2. Proc. Nat. Acad. Sci. USA. 90, 6270-6274.
22. Tiso N, Stephan DA, Nava A, et al. 2001. Identification of mutations in the cardiac ryanodine
receptor gene in families affected with arrhytmogenic right ventricular cardiomyopathy type 2.
Hum Mol Genetics. 10: 189-194.
23. Trelogan S. 2000. What is Cardiomyopathy.
http://www.genetichealth.com/HD_What_is_Cardiomyopathy.shtml
24. Tsubata S, Bowles KR, Vatta M, et al. 2000. Mutations in the human delta-sarcoglycan gene in
familial and sporadic dilated cardiomyopathy. J Clin Invest. 106: 655-662
25. Watkins H, MacRae C, Thiefelder L, Chou YH, Frenneaux M, McKenna W, Seidman JG and
Seidman CE. 1993. A disease locus for familial hypertrophic cardiomyopathy maps to
chromosome 1q3. Nat Genet. 3: 333-337.
26. WHO. 1996. Report of the 1995 World Health Organization/International Society and
Federation of Cardiology Task Force on the definition and classification of cardiomyopathies.
Circulation. 93: 841-842

Anda mungkin juga menyukai