OLEH :
David S. Koamesah
Reynaldy S. Djawa
Maria C. Bay
KELOMPOK 8
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
2017
DAFTAR TILIK PENILAIAN STATUS GIZI METODE ANTROPOMETRI
Pendahuluan
Pada masa 2 tahun pertama kehidupan (bayi dibawah dua tahun/baduta) memiliki
karakteristik pertumbuhan fisik serta perkembangan sosial yang cepat. Perubahan-
perubahan dapat terjadi pada masa tersebut yang akan mempengaruhi cara serta asupan
makanan. Di Indonesia masalah gizi masih menjadi masalah nasional. Kelompok usia
bayi dibawah dua tahun (baduta) termasuk kelompok yang rentan terhadap masalah
gizi.
Kriteria utama untuk menentukan status gizi pada bayi dibawah usia 2 tahun adalah
dengan menggunakan indeks antropometri. Ada 3 indeks yang dipakai yaitu berat badan
untuk umur, panjang badan untuk umur dan berat badan untuk panjang badan. Status
gizi dapat diklasifikasikan status gizi baik, kurang, buruk atau lebih.
Tujuan Instruksional Umum
Mahasiswa diharapkan mampu melakukan penentuan status gizi dengan pengukuran
antropometrik pada anak usia 0-24 bulan secara tepat dan benar.
Tujuan Instruksional Khusus
1. Mampu mengetahui alat-alat yang akan dipergunakan pada pengukuran.
2. Mampu melakukan persiapan alat dengan benar.
3. Mampu melakukan penjelasan tujuan dilakukannya penentuan status gizi pada ibu
anak usia 0-24 bulan.
4. Mampu melakukan pengukuran berat badan anak usia 0-24 bulan.
5. Mampu melakukan pengukuran panjang badan anak usia 0-24 bulan.
6. Mampu melakukan penentuan status gizi anak usia 0-24 bulan.
Media dan Alat Bantu Pembelajaran
1. Buku panduan belajar penentuan status gizi dengan pengukuran antropometri pada
anak usia 0- 24- bulan.
2. Baby scale atau weighing scale SECA 703
3. Length board SECA 207
4. Manekin bayi.
5. Lembar pemeriksaan status gizi anak usia 0-24 bulan.
6. Tabel standar penilaian status gizi anak usia 0-24 bulan.
Metode Pembelajaran
1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar.
2. Ceramah.
3. Diskusi
4. Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)
PENUNTUN BELAJAR PENENTUAN STATUS GIZI DENGAN PENGUKURAN
ANTROPOMETRI PADA ANAK USIA 0- 24 BULAN
Pendahulan
Kelompok usia anak pra sekolah usia 2 tahun hingga dibawah 6 tahun merupakan
kelompok usia yang rentan terhadap masalah gizi di Indonesia. Oleh karena itu,
penentuan status gizi perlu dilakukan dengan melakukan pengukuran antropometri.
Pada kelompok usia ini, pertumbuhan secara konstan akan terjadi sehingga perlu
dilakukan pengukuran antropometri seperti berat badan, tinggi badan. Salah satu cara untuk
menilai pertumbuhan adalah dengan melihat grafik pertumbuhan terutama pada
indikator berat badan terhadap tinggi badan dengan menggunakan grafik pertumbuhan.
Tujuan Instruksional Umum
Mahasiswa diharapkan mampu melakukan penentuan status gizi dengan pengukuran
antropometrik pada anak usia 24-60 bulan secara tepat dan benar.
Tujuan Instruksional Khusus
1. Mampu mengetahui alat-alat yang akan dipergunakan pada pengukuran.
2. Mampu melakukan persiapan alat dengan benar.
3. Mampu melakukan penjelasan tujuan dilakukannya penentuan status gizi pada ibu
anak usia 24-60 bulan.
4. Mampu melakukan pengukuran berat badan anak usia 24-60 bulan.
5. Mampu melakukan pengukuran tinggi badan anak usia 24-60 bulan.
6. Mampu melakukan penentuan status gizi anak usia 24-60 bulan.
Media dan Alat Bantu Pembelajaran
1. Buku panduan belajar penentuan status gizi dengan pengukuran antropometri pada
anak usia 24-60 bulan.
2. Weighing scale SECA 703.
3. Mobile stadiometer SECA 213.
4. Lembar pemeriksaan status gizi anak usia 24-60 bulan.
5. Tabel standar penilaian status gizi anak usia 24-60 bulan.
Metode Pembelajaran
1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar.
2. Ceramah.
3. Diskusi
4. Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)
PENUNTUN BELAJAR PENENTUAN STATUS GIZI DENGAN PENGUKURAN
ANTROPOMETRI PADA ANAK USIA 24-60 BULAN
Pendahuluan
Status gizi merupakan status kesehatan dari suatu individu yang dipengaruhi
oleh asupan makanan dan penggunaan nutrien di dalam tubuh. Status gizi dapat
menjadi prediktor suatu outcome penyakit dan juga dapat menjadi salah satu cara
pencegahan dini suatu penyakit.
Salah satu metode dalam penentuan status gizi adalah pengukuran antropometri.
Untuk orang dewasa, penentuan status gizi undernutrisi atau overnutrisi dilakukan
dengan menghitung indeks massa tubuh (IMT). Indeks massa tubuh dapat diperoleh
dari hasil pengukuran berat badan dan tinggi badan pada orang dewasa.
Tujuan Instruksional Umum
Mahasiswa diharapkan mampu melakukan penentuan status gizi dengan pengukuran
antropometrik pada orang dewasa secara tepat dan benar.
Tujuan Instruksional Khusus
1. Mampu mengetahui alat-alat yang akan dipergunakan pada pengukuran.
2. Mampu melakukan persiapan alat dengan benar.
3. Mampu melakukan penjelasan tujuan dilakukannya pengukuran pada pasien orang
dewasa.
4. Mampu melakukan pengukuran berat badan pada pada pasien orang dewasa.
5. Mampu melakukan pengukuran tinggi badan pada pada pasien orang dewasa.
6. Mampu melakukan penentuan status gizi pada pada pasien orang dewasa.
Media dan Alat Bantu Pembelajaran
1. Buku panduan belajar penentuan status gizi dengan pengukuran antropometri
pada orang dewasa.
2. Weighing scale SECA 703.
3. Mobile stadiometer SECA 213.
4. Lembar pemeriksaan status gizi orang dewasa.
5. Tabel klasifikasi status gizi berdasarkan IMT (WHO-Asia Pasifik, 2004).
Metode Pembelajaran
1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar.
2. Ceramah.
3. Diskusi
4. Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)
PENGANTAR
Modul ini dibuat untuk mahasiswa dengan tujuan mencapai kemampuan tertentu dalam
pemeriksaan fisis kelenjar Tiroid (gondok). Pemeriksaan terdiri dari kegiatan inspeksi, palpasi
dan auskultasi. Seorang dokter harus mampu melakukan pemeriksaan Kelenjar Tiroid karena
pembesaran kelenjar tiroid berhubungan dengan Diagnosis berbagai penyakit Tiroid seperti
akibat insufisiensi iodium, inflamasi, hipertiroid (Graves Disease ) dan neoplasma tiroid.
Hipertiroidisme
Kondisi dimana terjadi peningkatan kadar hormon tiroksin akibat hiperaktivitas kelenjar tiroid.
Penyebab terbanyak kondisi ini adalah penyakit Graves, diikuti noduler toksik. Gejala yang
berhubungan dengan hipertiroidisme yaitu : jantung berdebar, gelisah, tidak tahan panas, banyak
keringat, cepat lelah, berat badan menurun drastis walaupun jumlah makan biasa, sulit tidur,
jantung berdebar, cepat emosi, gemetar, telat haid, mencret
Hipotirodisime
Kondisi diakibatkan rendahnya kadar hormon tiroksin. Penyebab terbanyak adalah paska operasi,
paska ablasi iodium radioaktif, dan tiroiditis Hashimoto. Gejala yang berhubungan dengan
hipotiroidisme yaitu : berat badan meningkat walaupun makan sedikit, tidak tahan dingin, keram
tangan dan kaki, cepat lelah, sulit berkeringat, mengantuk, konstipasi, sering haid, kaki-tangan
bengkak
TUJUAN PEMBELAJARAN
INDIKASI
Pada penderita dengan keluhan pembesaran leher
Subyek dengan keluhan hipertiroidisme maupun hipotiroidisme
Pada ibu hamil dan anak sekolah di daerah rawan defisiensi yodium
PENDAHULUAN
Ada tiga komponen yang diharapkan dilakukan oleh dokter dalam mengelola pasien : menegakkan
diagnosis, memberi pengobatan dalam arti luas serta memantau pengobatan tersebut. Penegakkan
diagnosis maupun pemantauan pasien dapat dikerjakan secara anamnesis dan pemeriksaan fisik, secara
biokimia yang rasional dan bila diperlukan menggunakan alat penunjang.
1. ANAMNESIS
Dalam anamnesis ditanyakan mengenai pembesaran didaerah leher depan, adanya keluhan-
keluhan hipertiroid (seperti selalu kepanasan, keringatan, makin kurus, dll). Disamping itu
apakah ada merasakan nyeri atau tanda-tanda penekanan (seperti gangguan menelan, sesak nafas,
suara serak). Apakah terdapat anggota keluarga atau tetangga yang menderita penyakit yang
sama.
2. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik kelenjer tiroid merupakan bagian dari pemeriksaan umum seorang penderita.
Dalam memeriksa leher seseorang, struktur leher lainnya pun harus diperhatikan. Ada beberapa
alasan untuk hal ini, pertama sering struktur ini tertutup atau berubah oleh keadaan kelenjar
tiroid, kedua metastasis tiroid sering terjadi ke kelenjar limfe leher dan ketiga banyak juga
kelainan leher yang sama sekali tidak berhubungan dengan gangguan kelenjer gondok. Riwayat
penyakit dan pemeriksaan fisik sistematik juga diperlukan, sebab dampak yang ditimbulkan oleh
gangguan fungsi kelenjer tiroid melibatkan hampir seluruh organ tubuh, sehingga pengungkapan
detail kelainan organ lainnya sangat membantu menegakkan maupun mengevaluasi gangguan
kelainan penyakit kelenjar tiroid. Pemeriksaan kelenjar tiroid meliputi inspeksi dan palpasi.
Inspeksi
Waktu memeriksa kelenjar tiroid hendaknya dipastikan arah sinar yang tepat, sehingga masih memberi
gambaran jelas pada kontur, relief, tekstur kulit maupun benjolan. Demikian pula harus diperhatikan
apakah ada bekas luka operasi. Dengan dagu agak diangkat, perhatikan struktur dibagian bawah-depan
leher. Kelenjar tiroid normal biasanya tidak dapat dilihat dengan cara inspeksi, kecuali pada orang yang
amat kurus, namun apabila dalam keadaan tertentu ditemukan deviasi trachea atau dilatasi vena maka
harus curiga kemungkinan adanya gondok substernal. Biasanya dengan inspeksi saja kita dapat menduga
adanya pembesaran kelenjar tiroid yang lazim disebut gondok. Gondok yang agak besar dapat dilihat,
namun untuk memastikan serta melihat gambaran lebih jelas maka pasien diminta untuk membuat
gerakan menelan (oleh karena tiroid melekat pada trachea ia akan tertarik keatas bersama gerakan
menelan). Manuver ini cukup diagnostik untuk memisahkan apakah satu struktur leher tertentu
berhubungan atau tidak dengan tiroid. Sebaliknya apabila struktur kelenjar tiroid tidak ikut gerakan
menelan sering disebabkan perlengkapan dengan jaringan sekitarnya. Untuk ini dipikirkan kemungkinan
radang kronik atau keganasan tiroid.
Palpasi
Dalam menentukan besar, bentuk konsistensi dan nyeri tekan kelenjar tiroid maka
palpasi merupakan jalan terbaik dan terpenting. Ada beberapa cara, tergantung dari kebiasaan
pemeriksa. Syarat untuk palpasi tiroid yang baik adalah menundukkan leher sedikit serta
menoleh kearah tiroid yang akan diperiksa (menoleh kekanan untuk memeriksa tiroid kanan,
maksudnya untuk memberi relaksasi otot sternokleidomastoideus kanan). Pemeriksa berdiri
didepan pasien atau duduk setinggi pasien. Sebagian pemeriksa lebih senang memeriksa tiroid dari
belakang pasien. Apapun yang dipilih langkah pertama ialah meraba daerah tiroid dengan jari telunjuk
(dan atau 3 jari) guna memastikan ukuran, bentuk, konsistensi, nyeri tekan dan simetri. Untuk
mempermudah meraba tiroid, kita dapat menggeser laring dan tiroid ke satu sisi dengan menggunakan ibu
jari atau jari tangan lain pada kartilago tiroid. Kedua tiroid diperiksa dengan cara yang sama sambil
pasien melakukan gerakan menelan.
Palpasi lebih mudah dilakukan pada orang kurus, meskipun pada orang gemuk tiroid yang membesar juga
dapat diraba dengan mudah. Klasifikasi perbesaran tiroid adalah sebagai berikut :
TINGKAT TANDA-TANDA
Tingkat IA jika pembesaran kelenjar tiroid tidak tampak walaupun leher pada posisi
tengadah maksimum dan pembesaran kelenjar tiroid teraba ketika dipalpasi.
Tingkat IB pembesaran kelenjar tiroid terlihat jika leher pada posisi tengadah
maksimum dan pembesaran kelenjar teraba ketika dipalpasi.
Tingkat II pembesaran kelenjar tiroid terlihat pada posisi kepala normal dari jarak 1
meter.
Tingkat III pembesaran kelenjar tiroid tampak nyata dari jarak jauh (5-6 meter).
Adapun kriteria untuk menyatakan bahwa gondok membesar ialah apabila lobus leteral tiroid sama atau
lebih besar dari falang akhir ibu jari tangan pasien (bukan jari pemeriksa). Apabila dalam pemeriksaan
survei populasi ditemukan nodularitas artinya ditemukan nodul pada lobus kelenjar tiroid, maka temuan
ini perlu dilaporkan secara khusus. Kista kita duga apabila pada rabaan berbentuk hemisferik,
berkonsistensi kenyal, dengan permukaan halus. Gondok keras sering ditemukan pada tiroiditis kronik
atau keganasan pada gondok, kenyal atau lembek pada struma colloides dan pada defisiensi yodium.
Nyeri tekan atau nyeri spontan dapat dijumpai pada radang atau infeksi (tiroiditis autoimun, virus atau
bakteri) tetapi dapat juga karena peregangan mendadak kapsul tiroid oleh hemoragi ke kista, keganasan
atau malahan dapat ditemukan pada hipertiroidisme. Pita ukuran seperti gambar diatas kadang digunakan
untuk menilai secara kasar perubahan ukuran kelenjar, membesar, tetap atau mengecil selama pengobatan
atau observasi. Dalam pengobatan penyakit Graves pengecilan kelenjar diawal pengobatan memberikan
indikasi respon baik sedangkan pembesaran menandakan adanya overtreatment Obat Anti Tiroid (terjadi
hipotiroidisme TSH naik stimulasi dan lingkar leher membesar). Namun ini biasanya terlambat 2
minggu sesudah perubahan biokimia. Palpasi juga berguna dalam menentukan pergeseran trachea (bisa
karena trachea terdesak atau tertarik sesuatu). Cari massa yang menyebabkan pergeseran dengan cara
palpasi. Rabalah pembesaran limfonodi yang dapat merupakan petunjuk penyebaran karsinoma kelenjar
tiroid ke kelenjar limfe regional.
A. PERSIAPAN PASIEN 0 1 2
B. MENCUCI TANGAN 0 1 2
Inspeksi 0 1 2
Palpasi 0 1 2
3. PENGATURAN DIET
Kebutuhan Zat Gizi dan Diet Pada Penderita Hipertiroidisme
Hipertiroidisme adalah sebuah kondisi dimana kelenjar tiroid memproduksi hormon dalam
jumlah yang melebihi normal, Gejala- gejalanya adalah depresi, merasa kedinginan, lelah, kering
dan rambut rontok, kulit gatal, otot kram, mandul dan masalah datang bulan.
Kebutuhan zat gizi pada penderita hipertiroidisme mencakup:
a. Menghindari konsumsi garam beryodium secara berlebihan
b. Menghindari makanan yang beryodium tinggi seperti ubur- ubur dan ganggang laut.
c. Pilihlah makanan yang mengandung cukup karbohidrat dan lemak yang berfungsi sebagai
protein.
d. Konsumsi makanan yang mengandung suplemen alami yaitu yang mengandung vitamin dan
nutrisi seperti riboflavin, lecithin dan thiamin.
Diet yang diberikan pada penderita hipertiroidisme yaitu Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein
(TKTP), yang sering juga disebut dengan diet Energi Tinggi Protein Tinggi (ETPT) yaitu diet
yang mengandung energi dan protein di atas kebutuhan normal. Diet ini diberikan dalam bentuk
makanan biasa ditambah dengan makanan sumber protein tinggi seperti susu, telur, dan daging.
Diet ini diberikan bila pasien telah mempunyai nafsu makan dan dapat menerima makanan
lengkap.
Pemberian diet TKTP ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan energi dan protein yang
meningkat untuk mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan tubuh serta untuk menambah
berat badan hingga mencapai berat badan normal. Adapun syarat-syarat diet TKTP ini adalah
energi tinggi, yaitu 40-45 kkal/kg BB; protein tinggi, yaitu 2,0-2,5 g/kg BB; lemak cukup, yaitu
10-25 % dari kebutuhan energi total; karbohidrat cukup, yaitu sisa dari kebutuhan energi total;
vitamin dan mineral cukup sesuai kebutuhan normal; dan makanan diberikan dalam bentuk
mudah cerna.
Pemberian diet TKTP disesuaikan dengan jenis diet TKTP yang harus diberikan. Adapun jenis
diet TKTP adalah berupa diet TKTP I dan diet TKTP II. Diet TKTP I dengan energi 2600 kkal
dan protein 100 g (2 g/kg BB). Diet TKTP II dengan energi 3000 kkal dan protein sebesar 125 g
(2,5 g/kg BB). Indikasi pemberian diet TKTP ini adalah pada penderita hipertiroid.
Bahan makanan sehari adalah berupa makanan biasa ditambahkan dengan bahan makanan
yang ditambahkan yaitu berupa susu, telur ayam, daging, formula komersial, dan gula pasir.
Tabel 1.2. Bahan Makanan untuk Makanan Biasa dalam Sehari
Bahan Makanan Berat (g) URT
Beras 300 4 gls nasi
Daging 100 2 ptg sdg
Telur ayam 50 1 btr
Tempe 100 4 ptg sdg
Kacang hijau 25 2 sdm
Sayuran 200 2 gls
Buah pepaya 200 2 ptg sdg
Gula pasir 25 2 sdm
minyak 30 3 sdm
Sumber: Almatsier, 2006
Tabel 1.3. Nilai Gizi Diet Makanan Biasa
Zat Gizi Jumlah Satuan
Energi 2146 Kkal
Protein 76 G
Lemak 59 G
Karbohidrat 331 G
Kalsium 622 Mg
Besi 20,8 Mg
Vitamin A 3761 RE
Tiamin 1,0 Mg
Vitamin C 237 Mg
Sumber: Almatsier, 2006
Selanjutnya, untuk bahan makanan TKTP adalah bahan makanan biasa seperti yang terdapat
pada Tabel 1.2. ditambahkan dengan bahan makanan seperti pada Tabel 1.4. dan nilai gizi
berdasarkan jenis diet TKTP nya dapat dilihat pada Tabel 1.5.
Tabel 1.4. Bahan Makanan untuk Diet TKTP yang ditambahkan pada Makanan Biasa
Bahan Makanan TKTP I TKTP II
Berat (g) URT Berat (g) URT
Susu 200 1 gls 400 2 gls
Telur ayam 50 1 btr 100 2 btr
Daging 50 1 ptg sdg 100 2 ptg sdg
Formula 200 1 gls 200 1 gls
komersial
Gula pasir 30 3 sdm 30 3 sdm
Sumber: Almatsier, 2006
Tabel 1.5. Nilai Gizi Bahan Makanan untuk Diet TKTP berdasarkan Jenis Dietnya
Kandungan Gizi TKTP I TKTP II
Energi (kkal) 2690 3040
Protein (g) 103 120
Lemak (g) 73 98
Karbohidrat (g) 420 420
Kalsium (mg) 700 1400
Besi (mg) 30,2 36
Vitamin A (RE) 2746 2965
Tiamin (mg) 1,5 1,7
Vitamin C (mg) 114 116
Sumber: Almatsier, 2006
Ada beberapa bahan makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan berdasarkan golongan
bahan makanan dalam diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP). Adapun bahan makanan
tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.6.
Tabel 1.6. Bahan Makanan yang Dianjurkan dan Tidak Dianjurkan dalam Diet Tinggi Kalori Tinggi
Protein (TKTP)
Golongan Bahan Makanan Dianjurkan Tidak Dianjurkan
Sumber Karbohidrat Nasi, roti, mi, makaroni, dan
hasil olah tepung-tepungan
lain, seperti cake, tarcis,
puding, dan pastry; dodol;
ubi; karbohidrat sederhana
seperti gula pasir.
Sumber Protein Hewani Daging sapi, ayam, ikan, Dimasak dengan banyak
telur, susu, dan hasil olah minyak atau kelapa/ santan
seperti keju dan yoghurt kental
custard dan es krim
Sumber Protein Nabati Semua jenis kacang- di masak dengan banyak
kacangan dan jenis olahnya, minyak atau kelapa/santan
seperti tahu, tempe, dan kental
pindakas
Sayuran Semua jenis sayuran, di masak dengan banyak
terutama jenis B, seperti minyak atau kelapa/santan
bayam, buncis, daun kental
singkonng, kacang panjang,
labu siam, dan wortel
direbus, dikukus dan di tumis
Buah-buahan Semua jenis buah segar, buah
kaleng, buah kering, dan jus
buah
Lemak dan Minyak Minyak goreng, mentega, Santan kental
margarin, santan encer
Minuman Soft drink, madu, sirup, teh, Minuman rendah energi
kopi encer
Bumbu Bumbu tidak tajam, seperti Bumbu yang tajam, seperti
bawang merah, bawang cabe dan merica
putih, laos, salam, dan kecap
Sumber: Almatsier, 2006
Makanan lain yang di anjurkan dan dihindari yaitu karena tubuh mengalami metabolisme
yang berlebihan, maka dibutuhkan asupan vitamin dan mineral tambahan, seperti: vitamin B
kompleks (B1, B6, B12), vitamin C, vitamin E, asam amino esensial yang dapat terkandung di
berbagai suplemen. Hindari minuman yang mengandung kafein dan nikotin.
Beberapa makanan yang dapat membantu menguasai hipertiroid:
1. Omega 3 asam lemak yang penting untuk fungsi normal dari kelenjar tiroid dan karena itu harus
dimasukkan dalam diet untuk hipertiroidisme. Biji rami merupakan sumber ideal untuk asam
lemak esensial.
2. Sayuran berdaun hijau seperti sawi dan bayam diyakini menekan fungsi tiroid dan harus
berlimpah dalam diet. Hindari sayuran ini jika menderita gejala hipotiroidisme.
3. Anggota dari keluarga sayuran silangan seperti kubis, kembang kol, dan brokoli juga akan
membantu mengontrol gejala hipertiroid dengan mengurangi produksi hormon.
4. Sayuran lobak mengandung zat yang disebut thioglucosides yang menghambat penyerapan
yodium dan membantu orang dengan tiroid yang terlalu aktif.
5. Kedelai juga diyakini untuk membantu diet untuk hipertiroidisme untuk mengontrol tiroid over-
dirangsang.
6. Kalsium dan magnesium hanya bekerja sama dalam rasio 3:1 adalah cara luar biasa untuk
meningkatkan diet untuk hipertiroidisme.
7. Tiroid penurunan berat badan adalah salah satu gejala hipertiroid. Protein diet tinggi
dikombinasikan dengan latihan moderat diyakini untuk membantu dalam membangun kembali
otot massa yang hilang karena hipertiroid.
8. Antioksidan makanan kaya seperti buah, anggur, buah-buahan segar dan sayuran harus
berlimpah disertakan dalam diet untuk hipertiroidisme yang akan mengimbangi kekurangan gizi
disebabkan oleh metabolisme yang tinggi.
9. Seluruh butir seperti millet, beras merah, dan lain-lain yang dikombinasikan dengan berbagai
kacang-kacangan dan biji-bijian merupakan sumber kaya seng, unsur penting yang diperlukan
untuk semua fungsi tubuh yang mungkin habis karena hipertiroidisme.
10. Produk susu merupakan sumber protein yang sangat baik dan komponen lemak serta diperlukan
untuk diet hipertiroidisme.
3. Makanan yang rendah protein: seafood, daging yang berwarna putih, telur.
4. Makanan yang banyak mengandung serat: gandum, lentil, apel, kacang merah, sayuran berdaun
hijau.
Penderita hipotiroid wajib hindari goitrogen. Makanan goitrogen adalah jenis makanan yang
dapat mengganggu fungsi tiroid. Jika dimakan secara berlebihan, zat tertentu dalam makanan
goitrogen ini akan menghambat fungsi normal tiroid dan bisa memicu terjadinya gondok
(pembesaran kelenjar tiroid). Tidak semua makanan goitrogen perlu dihindari oleh penderita
hipotiroid.
Namun, ada dua jenis makanan goitrogen yang harus dihindari penderita hipotiroid untuk
mencegah terganggunya fungsi tiroid, yaitu:
a. Kacang Kedelai
Makanan yang terbuat dari kacang kedelai mengandung kadar isoflavon yang tinggi yang
merupakan salah satu goitrogen. Bukti menunjukkan bahwa jika mengonsumsi makanan yang
terbuat dari kedelai, termasuk susu kedelai, tahu, dan tempe, bisa menimbulkan kelainan tiroid
termasuk gondok dan autoimun tiroiditis. Susu formula dari kacang kedelai dianggap berbahaya
bagi kesehatan kelenjar bayi dan dikaitkan dengan penyakit autoimun tiroid.
b. Gluten / Glutein
Glutein, ditemukan dalam biji-bijian seperti gandum, barley, rye, dan oat. Hampir semua
makanan olahan merupakan goitrogen potensial yang dapat memicu penyakit Hashimoto,
penyebab utama hipotiroidisme di Amerika. Makanan lain yang termasuk kategori makanan
goitrogenik adalah brokoli, kembang kol, kubis, kubis Brussel, dan lain-lain.
Sayuran ini bisa menjadi goitrogen, terutama bila dikonsumsi ketika mentah dan dalam
jumlah besar. Tetapi sayuran tersebut mengandung banyak nutrisi sehat sehingga masih bisa
dikonsumsi dalam jumlah moderat dan sebaiknya dikukus atau direbus terlebih dahulu sebelum
dimakan.
PENATALAKSAAN DIABETES MELITUS TANPA KOMPLIKASI
1. Jangka pendek: menghilangkan keluhan dan tanda DM. Mempertahankan rasa nyaman,
dan mencapai target pengendalian glukosa darah.
2. Jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati dan
neuropati.
3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortaliltas DM.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah,
berat badan dan profil lipid melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarkan
perawatan mandiri dan perubahan perilaku.
Pilar Pengelolaan DM
1. Edukasi
- Pendekatan tim (perawat edukator diabetes, dokter, ahli gizi, podiatris, psikiatris dan
pekerja sosial)
- Komunikasi tim yang baik diperlukan untuk mencegah kebingungan pasien
- Materi Edukasi:
a. Pengetahuan tentang patofisiologi DM
b. Komplikasi dan pencegahan komplikasi
c. Diet
d. Olah raga
e. OHO dan insulin (termasuk cara penyuntikan insulin)
f. Perawatan kaki
g. Follow up care
h. Penanganan hipo dan hiperglikemi
i. PGDM (Pemeriksaan Gula Darah Mandiri)
j. Perawatan diri dikala sakit
k. Melakukan perjalanan jauh
3. Latihan jasmani
- Manfaat olah raga bagi pasien DM:
Meningkatkan kontrol GD
Menurunkan risiko penyakit kardiovaskular, jika dilakukan minimal 30 menit, 3-
4kali/minggu sampai HR mencapai 220-umur/menit
Menurunkan BB
Menimbulkan kegembiraan
- Sebelum melakukan olah raga, pasien DM:
Melakukan evaluasi medis
Diidentifikasi kemungkinan adanya masalah mikro dan makroangiopati yang akan
bertambah buruk dengan olah raga
- Jenis olah raga:
Rekreasional maupun profesional sport boleh dilakukan oleh pasien DM
Hindari olah raga dengan kontak tubuh
- Informasi yang perlu disampaikan pada pasien
Cek gula darah sebelum olah raga, cek apakah butuh tambahan glukosa
4. Intervensi farmakologis
- Terapi farmakologis diberikan bersamaan dengan pengaturan makan dan latihan jasmani
(gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan suntikan.
- Obat hipoglikemik oral (OHO) dibagi berdasarkan cara kerjanya:
a. Pemicu sekresi insulin: sulfonilurea dan glinid
b. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: tiazolidindion
c. Penghambat glukoneogenesis: metformin
d. Penghambat absorbsi glukosa: penghambat glukosidase alfa
e. DPP-IV inhibitor
Glibenclamide 1,25/250
+ Metformin Glucovance 2,5/500 12-24 1-2
5/500
Glimepiride+
Metformin Amaryl M 1/250 1-2
2/500
Mengatur
Pionix-M 15/500 dosis 18-24 1-2
Obat Pioglitazone + 15/850 mak- Bersama
kombinasi Metformin simum /sesudah
tetap masing- makan
masing
kom-
Actosmet 15/850 ponen 1-2
Sitagliptin + 50/500
Metformin Janumet 50/850 2
50/1000
Vildagliptin + 50/500
Metformin Galvusmet 50/850 12-24 2
50/1000
Saxagliptin + Kombiglyze
Metformin XR 5/500 1
PENDAHULUAN
Penemuan insulin lebih dari 80 tahun yang lalu merupakan salah satu penemuan terbesar
dalam dunia kedokteran pada abad ke-20. Saat ini, penggunaan insulin mengalami kemajuan
yang pesat. Beberapa kemajuan itu antara lain dalam hal jumlah penggunaan insulin per pasien,
perbaikan mutu insulin, dan cara penggunaan insulin. Penemuan insulin dimulai dari jenis yang
belum dapat dibuat dengan murni, kemudian insulin manusia yang dibuat dengan rekayasa
genetika, sampai insulin analog dengan farmakokinetik menyerupai insulin endogen. Diabetes
melitus tipe 2 (DMT2) merupakan penyakit progresif dengan karakteristik penurunan fungsi sel
beta pankreas.
Seiring meningkatnya angka kejadian DMT 2 , terutama pada orang berusia relatif muda
dan kemungkinan usia hidup masih panjang, maka semakin banyak pasien DMT2 dengan
defisiensi insulin. Pada kasus-kasus tersebut, akan dibutuhkan insulin dalam penatalaksanaannya.
Keuntungan yang mendasar dari penggunaan insulin dibandingkan obat antidiabetik oral dalam
pengobatan diabetes melitus adalah insulin terdapat di dalam tubuh secara alamiah. Selain itu,
pengobatan dengan insulin dapat diberikan sesuai dengan pola sekresi insulin endogen.
Sementara itu, kendala utama dalam penggunaan insulin adalah pemakaiannya dengan
cara menyuntik dan harganya yang relatif mahal. Namun demikian, para ahli dan peneliti terus
mengusahakan penemuan sediaan insulin dalam bentuk bukan suntikan, seperti inhalan sampai
bentuk oral agar penggunaannya dapat lebih sederhana dan menyenangkan bagi para pasien.
Insulin adalah hormon yang dihasilkan dari sel pankreas dalam merespon glukosa. Insulin
merupakan polipeptida yang terdiri dari 51 asam amino tersusun dalam 2 rantai, rantai A terdiri
dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin mempunyai peran yang
sangat penting dan luas dalam pengendalian metabolisme, efek kerja insulin adalah membantu
transport glukosa dari darah ke dalam sel.
Untuk penderita DMT1 tidak dianjurkan memberikan terapi insulin dengan dua kali
suntikan karena sangat sulit mencapai kendali glukosa darah yang baik. Pada penderita DMT2
rejimen seperti pada penderita DMT1 juga dapat digunakan, namun karena pada penderita
DMT2 tidak ditemukan kekurangan insulin yang mutlak dan untuk meningkatkan kenyamanan
penderita, pemberian insulin dapat dimodifikasi. Misalnya untuk penderita DMT2 masih bisa
menggunakan rejimen dua kali suntikan sehari dengan insulin campuran/kombinasi yang
diberikan sebelum makan pagi dan sebelum makan malam. Atau hanya diberikan satu kali sehari
dengan insulin basal yang diberikan pada malam hari dengan kombinasi obat oral. Misalnya,
metformin yang diberikan sebagai tambahan terapi insulin dapat memperbaiki glukosa darah dan
lipid serum lebih baik dibandingkan hanya meningkatkan dosis insulin. Demikian juga efek
sampingnya seperti hipoglikemia dan penambahan berat badan menjadi berkurang.
TIPE-TIPE INSULIN
Cara pemberian :
1. SC : insulin short acting, rapid acting, intermediate, dan insulin long acting
2. IV : biasa langsung IV ( dicampur dalam botol infuse yang mengandung glukosa) atau
syringe pump (insulin short acting dan rapid acting)
3. CSII (continous subcutan insulin infusion) : (insulin short acting dan rapid acting)
mengeluarkan insulin dengan kecepatan yang bervariasi sesuai dengan kebutuhan
individu.
TES GLUKOSA DARAH
a. Persiapan pasien:
GDP :
- Pasien dipuasakan 8 12 jam sebelum tes.
- Semua obat dihentikan dulu, bila ada obat yang harus diberikan ditulis pada formulir
permintaan tes.
GD2PP:
- Dilakukan 2 jam setelah tes GDP.
- Pasien diberikan makanan yang mengandung 100 gram karbohidrat sebelum tes dilakukan.
- Puasa minimal 8 jam dimulai malam hari sebelum tes dilakukan, minum air putih
diperbolehkan.
b. Persiapan sampel:
Pengambilan sampel sebaiknya pagi hari karena adanya variasi diurnal. Pada sore hari glukosa darah
lebih rendah sehingga banyak kasus DM yang tidak terdiagnosis.
Untuk tes saring atau kontrol DM, sampelnya adalah plasma vena, serum, atau darah kapiler. Untuk tes
diagnostik sampel yang dianjurkan adalah plasma vena, akan tetapi dapat juga digunakan sampel whole
blood, arah vena ataupun kapiler dengan memperhatikan angka kriteria diagnostik yang berbeda.
Molaritas glukosa pada plasma vena hampir sama dengan glukosa pada whole blood. Konsentrasi glukosa
plasma lebih tinggi ~11 % dibanding whole blood, pada hematokrit normal. Konsentrasi plasma heparin
lebih rendah 5 % dibanding serum.
Sampel plasma, stabil selama kurang dari 1 jam, bila lebih dari 1 jam konsentrasi glukosa turun karena
adanya glikolisis ex vivo.
Untuk sampel simpan tambahkan glikolisis inhibitor (Natrium fluorida 2,5 mg/mL darah). Sampel ini
stabil pada suhu 15 25C selama 24 jam, dan pada suhu 4C stabil selama 10 hari.
Sampel serum stabil selama kurang dari 2 jam.
c. Metode tes:
Tes UV dengan metode enzimatik: glucose oxidase / hexokinase. Persamaan reaksinya sebagai
berikut:
- Sampel ditambah dengan R1 (buffer/ATPNADP), selanjutnya
- Tambahkan R2 (HK/G-6-PDH) sehingga bereaksi sbb:
HK
Glukosa + ATP G-6-P + ADP
Heksokinase mengkatalisis fosforilase glukosa menjadi glukosa-6-fosfatase oleh
ATP.
G-6-P + NADP G-6-PDH gluconate-6-P + NADPH + H
Konsentrasi glukosa diukur secara fotometrik.
PASCAANALITIK.
Interpretasi:1, 2
Darah kapiler < 90 < 5,0 90199 5,011,0 > 200 > 11,1
GDP Plasma vena < 110 < 6,1 110125 6,17,0 > 126 > 7,0
Darah kapiler < 90 < 5,0 90109 5,06,1 > 110 > 6,1
GD2PP Plasma vena < 140 < 7,8 140200 7,811,1 > 200 > 11,1
Darah kapiler < 120 < 6,7 120200 6,711,1 > 200 > 11,1
GDP
Kriteria
0 jam 2 jam
(mg/dL) (mmol/L) (mg/dL) (mmol/L)
GDPT > 110 serta < 126 6,1 > serta < 7,0 < 140 < 7,8
TGT < 126 < 7,0 > 140 serta < 200 7,8 > serta < 11,1
DM > 126 > 7,0 > 200 > 11,1
ALAT DAN BAHAN PEMBELAJARAN :
- Tabung mikro
- Rak tabung
- Rak sampel
- Alat automatik Cobas Mira Plus
- Manekin tangan
Bahan:
- Alcohol Swab
- Sampel serum, plasma EDTA
- Reagen:
R1 Buffer/ATP/NADP
R2 HK/G-6-PDH
HEPES buffer (30 mmol/l. pH 7,0; Mg2+: 4 mmol/l; HK > 8,3 U/ml
(yeast); G-6-PDH > 15 U/ml (E.coli); preservative.
CARA PEMERIKSAAN
KETERAMPILAN KLINIK
TES GLUKOSA URIN
(TES BENEDICT)
1. PRAANALITIK.
Persiapan Pasien:
Sama dengan persiapan pasien pada tes glukosa darah puasa dan tes glukosa darah post
prandial.
Persiapan Sampel:
- Pengambilan sampel urin dapat dilakukan bersamaan dengan pengambilan sampel darah, baik
untuk tes glukosa urin puasa maupun tes glukosa urin post prandial.
- Sampel urin dapat berupa urin post prandial (pertama kali dikemihkan 1,5 3 jam setelah makan)
atau urin sewaktu.
- Sampel urin dimasukkan dalam penampung bersih tanpa bahan pengawet.
- Sebaiknya sampel disimpan pada suhu ruang dan tes dilakukan paling lambat 2 jam setelah
pengambilan sampel.
Prinsip Tes:
Interpretasi:
Warna : Interpretasi:
Hijau kekuningan dan keruh Positif + (1+): sesuai dengan 0,51 % glukosa
Jingga / warna lumpur keruh Positif +++ (3+): sesuai dengan 23,5 % glukosa
- pipet tetes
- gelas piala
- pembakar Bunsen
- kasa asbes, kaki tiga
Bahan: - sampel urin
- reagen Benedict
TES BENEDICT :
Nilai Rujukan :
Glukosa negatif: Bukan DM bila hasil tes berwarna biru, sesuai dengan < 0,5% glukosa.
a) Identitas:
Meliputi nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, nama orang
tua/istri/ penanggung jawab, alamat, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa dan agama.
b) Keluhan utama:
Keluhan utama yang sering dijumpai pada gangguan-gangguan endokrin metabolik
adalah : Nafsu makan menurun, gangguan gizi, BBLR, kelelahan, penrunan BB drastis,
tremor, gangguan pertumbuhan, benjolan di leher, berkeringat banyak, polifagi, polidipsi
dan poliuri.
c) Riwayat penyakit sekarang:
a. Waktu dan lama keluhan berlangsung.
b. Sifat dan beratnya serangan.
c. Hubungan keluhan dengan waktu atau aktifitas.
d. Keluhan yang menyertai serangan.
e. Apakah keluhan pertama kali atau sudah berulang.
f. Faktor pencetus serangan dan juga faktor yang memperberat atau meringankan
serangan.
g. Riwayat penyakit keluarga kandung.
h. Riwayat perkembangan penyakit.
i. Upaya yang sudah dilakukan untuk mengurangi penyakit.
d) Riwayat penyakit dahulu.
e) Anamnesis keseluruhan sistem.
f) Riwayat penyakit keluarga.
g) Riwayat penyakit pribadi.
II. ANAMNESIS PENYAKIT SPESIFIK
a) Diabetes Melitus.
i. Keluhan klasik : Polifagi, polidipsi, poliuri dan penurunan berat badan yang tidak
dapat dijelaskan penyebabnya.
ii. Keluhan lain yang seringa : Lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsi ereksi pada pria ataupun pruritus vulvae pada wanita.
iii. Kegawatdaruratan : Hipoglikemi, koma hiperglikemia, ketoasidosis diabetikum,
dan komplikasi ke organ lainnya.
iv. Riwayat pertanyaa sekarang : Keluhan sudah sejak kapan, apakah ada faktor
risiko (DM/Penyakit endokrin lain).
v. Riwayat penyakit dulu :
1. Apakah sebelumnya sudah ada riwayat DM? Bagaimana
pengobatannya?
2. Pengobatan yang sedang dijalani sekarang.
3. Riwayat komplikasi akut.
4. Riwayat infeksi sebelumnya.
5. Gejala atau riwayat komplikasi kronik.
6. Riwayat penyakit lain diluar DM.
vi. Riwayat Pribadi
1. Pola makan, status nutrisi, dan pertumbuhan berat badan.
2. Pengobatan lain yang berhubungan dengan glukosa darah.
3. Pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan, dan status ekonomi.
4. Kehidupan seksual, penggunaan kontrasepsi dan kehamilan.