Anda di halaman 1dari 46

MODUL KETERAMPILAN KLINIS SISTEM

ENDOKRIN, METABOLISME, DAN NUTRISI

OLEH :
David S. Koamesah
Reynaldy S. Djawa
Maria C. Bay

KELOMPOK 8

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
2017
DAFTAR TILIK PENILAIAN STATUS GIZI METODE ANTROPOMETRI

I. KETERAMPILAN PENENTUAN STATUS GIZI DENGAN PENGUKURAN


ANTROPOMETRI PADA ANAK USIA 0-24 BULAN

Pendahuluan
Pada masa 2 tahun pertama kehidupan (bayi dibawah dua tahun/baduta) memiliki
karakteristik pertumbuhan fisik serta perkembangan sosial yang cepat. Perubahan-
perubahan dapat terjadi pada masa tersebut yang akan mempengaruhi cara serta asupan
makanan. Di Indonesia masalah gizi masih menjadi masalah nasional. Kelompok usia
bayi dibawah dua tahun (baduta) termasuk kelompok yang rentan terhadap masalah
gizi.
Kriteria utama untuk menentukan status gizi pada bayi dibawah usia 2 tahun adalah
dengan menggunakan indeks antropometri. Ada 3 indeks yang dipakai yaitu berat badan
untuk umur, panjang badan untuk umur dan berat badan untuk panjang badan. Status
gizi dapat diklasifikasikan status gizi baik, kurang, buruk atau lebih.
Tujuan Instruksional Umum
Mahasiswa diharapkan mampu melakukan penentuan status gizi dengan pengukuran
antropometrik pada anak usia 0-24 bulan secara tepat dan benar.
Tujuan Instruksional Khusus
1. Mampu mengetahui alat-alat yang akan dipergunakan pada pengukuran.
2. Mampu melakukan persiapan alat dengan benar.
3. Mampu melakukan penjelasan tujuan dilakukannya penentuan status gizi pada ibu
anak usia 0-24 bulan.
4. Mampu melakukan pengukuran berat badan anak usia 0-24 bulan.
5. Mampu melakukan pengukuran panjang badan anak usia 0-24 bulan.
6. Mampu melakukan penentuan status gizi anak usia 0-24 bulan.
Media dan Alat Bantu Pembelajaran
1. Buku panduan belajar penentuan status gizi dengan pengukuran antropometri pada
anak usia 0- 24- bulan.
2. Baby scale atau weighing scale SECA 703
3. Length board SECA 207
4. Manekin bayi.
5. Lembar pemeriksaan status gizi anak usia 0-24 bulan.
6. Tabel standar penilaian status gizi anak usia 0-24 bulan.
Metode Pembelajaran
1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar.
2. Ceramah.
3. Diskusi
4. Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)
PENUNTUN BELAJAR PENENTUAN STATUS GIZI DENGAN PENGUKURAN
ANTROPOMETRI PADA ANAK USIA 0- 24 BULAN

PENUNTUN PEMBELAJARAN KETERAMPILAN KLINIK PENENTUAN STATUS GIZI


DENGAN PENGUKURAN ANTROPOMETRI PADA ANAK USIA 0-24BULAN
No Langkah/kegiatan Kasus
Medical consent
1. Sapalah anak (pasien) dan keluarganya dengan ramah
dan perkenalkan diri anda serta tanyakan keadaannya.
2. Berikan informasi umum kepada anak (pasien) atau
keluarganya tentang indikasi/tujuan dan cara
penentuan status gizi pada anak usia 0-24 bulan dengan
pengukuran antropometri berupa berat badan dan
panjang badan. Tanyakan identitas anak (nama, tanggal
3. Jelaskan tentang kemungkinan hasil penentuan status
gizi yang akan diperoleh
4. Lakukan cuci tangan rutin
Persiapan alat
Untuk pengukuran berat badan
5. Baby
scale
-Cek kelayakan pakai (tidak ada kerusakan pada alat) serta
mengembalikan jarum ke angka 0.
- Kalibrasi alat dengan meletakkan besi seberat 5 kg.
Jika jarum menunjuk ke angka 5, maka alat dapat digunakan.
Akan tetapi, jika jarum tidak menunjuk ke angka 5, maka
alat tidak dapat digunakan.
Weighing scale SECA
703
- Cek kelayakan pakai (tidak ada kerusakan pada alat)
serta cek angka pada jendela baca memperlihatkan angka 0
dengan menekan tombol on.
- Kalibrasi alat dengan meletakkan besi seberat 5 kg.
Jika jendela baca menunjuk ke angka 5, maka alat
Untuk pengukuran panjang badan
6. Length board SECA
207
- Cek kelayakan pakai (tidak ada kerusakan baik pada
bagian atas yang akan menyentuh kepala anak serta
bagian bawah yang akan menyentuh tumit dari anak) dan
angka dapat dilihat dengan jelas .
- Letakkan alat pada meja datar dengan alat tersebut
Persiapan pasien
Untuk pengukuran berat badan
7. - Pakai pakaian seminimal mungkin (jaket, popok, kain
sarung dilepaskan) jika perlu mengganti baju dengan baju
yang telah disediakan untuk pengukuran.
- Buka alas kaki (sepatu atau
sendal).
- Keluarkan benda-benda berat yang akan
mempengaruhi hasil pengukuran.
- Dilakukan sebelum anak (pasien) mendapatkan
makanan
Untuk pengukuran panjang badan
8. - Pakai pakaian seminimal mungkin sehingga postur
dapat terlihat dengan jelas (jaket
dilepaskan).
- Lepaskan alas kaki (sendal/sepatu) serta aksesoris
kepala
(jepitan rambut, topi, ikat
rambut).
- Siapkan asisten pengukur sehingga pengukur berjumlah
minimal 2 orang, satu sebagai asisten pengukur yang
bertugas memegang kedua telinga anak sehingga posisi
kepala anak berada pada posisi Frankfurt Plane dan
Pelaksanaan penentuan status gizi
Pengukuran berat badan
9. Baby
scale
- Letakkan anak tersebut pada mangkuk timbangan
dengan pakaian seminimal mungkin secara hati-hati.
- Catat angka yang ditunjuk oleh jarum pada
lembar penentuan status gizi untuk BB.
- Utamakan keselamatan anak pada saat
penimbangan.
- Berikan kembali anak pada ibunya setelah
dilakukan pencatatan.
- Penimbangan dapat dilakukan 2 kali kemudian
dimasukkan nilai rata-rata.
- Catat nilai rata-rata tersebut pada lembar
pemeriksaan status gizi anak untuk BB.
Weighing scale SECA
703,
- Tekan tombol on (sebelah kiri atas) maka akan
muncul angka 0.00 pada jendela baca.
- Minta ibu naik ke alat timbangan tersebut hingga
muncul angka pada jendela baca.
- Tekan tombol hold 2 in 1(dibawah tombol on)
hingga muncul tulisan NET pada jendela baca dan
muncul angka
0.00 pada jendela baca dan ibu diminta
turun.
- Minta ibu dan anak naik ke alat
Pengukuran panjang badan
10. - Baringkan anak dengan posisi terlentang ke tempat
yang datar (meja) yang telah terlebih dahulu
diletakkan alat pengukur di meja tersebut.
- Minta asisten pengukur berada pada bagian atas dari
anak
dengan memegang kedua daun telinga dan membentuk posisi
kepala Frankfur Plane (garis imaginasi dari bagian
inferior orbita horisontal terhadap meatus akustikus
eksterna bagian dalam) dan menyentuh bagian atas dari alat.
- Pegang kedua lutut atau tibia pasien sehingga posisi
kaki
lurus dan tumit menyentuh bagian bawah alat
ukur.
- Baca dan catat angka yang ditunjuk oleh alat
tersebut.
- Pengukur dapat melakukan pengukuran dua kali dengan
menggeser bagian bawah alat pengukur dan memperbaiki
Penentuan status gizi
11. Berat badan menurut umur (BB/U) :
- Kurangilah tanggal pemeriksaan anak dengan
tanggal kelahiran anak dalam bulan untuk mendapatkan umur
pasien anak tersebut.
- Ambil tabel standar berat badan menurut umur
(BB/U)
anak usia 0-60 bulan sesuai dengan jenis
kelamin .
- Carilah umur anak pada kolom umur di tabel kemudian
masukkan hasil pengukuran berat badan anak pada
kolom berat badan (apakah pada kolom -3SD, -2SD, -1 SD,
median,
1 SD, 2 SD atau 3 SD ataukah diantara kolom-
kolom
tersebut).
- Tentukan kategori status gizi berdasarkan tabel indeks
dan ambang batas (z-score) yang telah tersedia (gizi
13 Panjang badan menurut umur (PB/U) :
- Kurangilah tanggal pemeriksaan anak dengan
tanggal kelahiran anak dalam bulan untuk mendapatkan umur
pasien anak tersebut.
- Ambil tabel standar panjang badan menurut umur
(PB/U)
anak usia 0-24 bulan sesuai dengan jenis
kelamin .
- Carilah umur anak pada kolom umur di tabel kemudian
masukkan hasil pengukuran panjang badan anak pada kolom
tinggi badan (apakah pada kolom -3SD, -2SD, -1 SD,
median,
1 SD, 2 SD atau 3 SD ataukah diantara kolom-
kolom
tersebut).
- Tentukan kategori status gizi berdasarkan indeks
14 Berat badan menurut panjang badan (BB/PB)
:
- Kurangilah tanggal pemeriksaan anak dengan
tanggal kelahiran anak dalam bulan untuk mendapatkan
umur pasien.
- Ambil tabel standar berat badan menurut panjang
badan
(BB/PB) anak usia 0-24 bulan sesuai dengan jenis
kelamin.
- Carilah panjang badan anak pada kolom panjang badan
di tabel kemudian masukkan hasil pengukuran berat badan
anak pada kolom berat badan (apakah pada kolom -3SD,
-2SD, -1
SD, median, 1 SD, 2 SD atau 3 SD ataukah diantara kolom-
kolom tersebut).
II. KETERAMPILAN PENENTUAN STATUS GIZI DENGAN PENGUKURAN
ANTROPOMETRI PADA ANAK USIA 24-60 BULAN

Pendahulan
Kelompok usia anak pra sekolah usia 2 tahun hingga dibawah 6 tahun merupakan
kelompok usia yang rentan terhadap masalah gizi di Indonesia. Oleh karena itu,
penentuan status gizi perlu dilakukan dengan melakukan pengukuran antropometri.
Pada kelompok usia ini, pertumbuhan secara konstan akan terjadi sehingga perlu
dilakukan pengukuran antropometri seperti berat badan, tinggi badan. Salah satu cara untuk
menilai pertumbuhan adalah dengan melihat grafik pertumbuhan terutama pada
indikator berat badan terhadap tinggi badan dengan menggunakan grafik pertumbuhan.
Tujuan Instruksional Umum
Mahasiswa diharapkan mampu melakukan penentuan status gizi dengan pengukuran
antropometrik pada anak usia 24-60 bulan secara tepat dan benar.
Tujuan Instruksional Khusus
1. Mampu mengetahui alat-alat yang akan dipergunakan pada pengukuran.
2. Mampu melakukan persiapan alat dengan benar.
3. Mampu melakukan penjelasan tujuan dilakukannya penentuan status gizi pada ibu
anak usia 24-60 bulan.
4. Mampu melakukan pengukuran berat badan anak usia 24-60 bulan.
5. Mampu melakukan pengukuran tinggi badan anak usia 24-60 bulan.
6. Mampu melakukan penentuan status gizi anak usia 24-60 bulan.
Media dan Alat Bantu Pembelajaran
1. Buku panduan belajar penentuan status gizi dengan pengukuran antropometri pada
anak usia 24-60 bulan.
2. Weighing scale SECA 703.
3. Mobile stadiometer SECA 213.
4. Lembar pemeriksaan status gizi anak usia 24-60 bulan.
5. Tabel standar penilaian status gizi anak usia 24-60 bulan.
Metode Pembelajaran
1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar.
2. Ceramah.
3. Diskusi
4. Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)
PENUNTUN BELAJAR PENENTUAN STATUS GIZI DENGAN PENGUKURAN
ANTROPOMETRI PADA ANAK USIA 24-60 BULAN

PENUNTUN PEMBELAJARAN KETERAMPILAN KLINIK PENENTUAN STATUS GIZI


DENGAN PENGUKURAN ANTROPOMETRI PADA ANAK USIA 24-60 BULAN
No Langkah/kegiatan Kasus
Medical consent
1. Sapalah anak (pasien) dan keluarganya dengan ramah
dan perkenalkan diri anda serta tanyakan keadaannya.
2. Berikan informasi umum kepada anak (pasien) dan
keluarganya tentang indikasi/tujuan dan cara
penentuan status gizi pada anak usia 24-60 bulan dengan
pengukuran antropometri berupa berat badan dan tinggi
3. Jelaskan tentang kemungkinan hasil penentuan status
gizi yang akan diperoleh.
4. Lakukan cuci tangan rutin.
Persiapan alat
Untuk pengukuran berat badan
5. Weighing scale SECA
703
- Cek kelayakan pakai (tidak ada kerusakan pada alat)
serta cek angka pada jendela baca memperlihatkan angka 0
dengan menekan tombol on.
- Kalibrasi alat dengan meletakkan besi seberat 5 kg.
Jika
jendela baca menunjuk ke angka 5, maka alat
dapat digunakan. Akan tetapi, jika jendela baca tidak
Untuk pengukuran tinggi badan
6. Stadiometer SECA 213
- Cek alat dengan tiang alat tegak lurus terhadap dinding
- Cek jendela baca dapat digeser naik ataupun turun
serta angka terlihat dengan jelas.
Persiapan pasien
Untuk pengukuran berat badan
7. - Pakai pakaian seminimal mungkin (jaket, popok, kain
sarung dilepaskan) jika perlu mengganti baju dengan baju
yang telah disediakan untuk pengukuran.
- Buka alas kaki (sepatu atau
sendal).
- Keluarkan benda-benda berat yang akan
mempengaruhi hasil pengukuran.
- Dilakukan sebelum pasien mendapatkan makanan
Untuk pengukuran tinggi badan
8. - Pakai pakaian seminimal mungkin sehingga postur
tubuh dapat terlihat dengan jelas (jaket dilepaskan). Jika
perlu mengganti pakaian dengan pakaian yang telah
disediakan untuk pengukuran.
- Lepaskan alas kaki (sendal/sepatu) serta aksesoris
kepala
(jepitan rambut, topi, ikat
rambut).

Pelaksanaan penentuan status gizi


Pengukuran berat badan
9. - Nyalakan weighing scale SECA 703 dengan menekan
tombol on (sebelah kiri atas) maka akan muncul angka
0.00 pada jendela baca.
- Minta pasien tersebut naik ke alat ukur dalam posisi berdiri
tanpa dibantu oleh siapapun.
- Minta pasien berdiri menghadap lurus ke depan
(kepala
tidak menunduk), berdiri tegak, rileks dan
tenang.
- Bacalah angka yang muncul pada jendela baca
alat.
Pengukuran tinggi badan
10. - Minta pasien berdiri tegak dengan tangan dalam posisi
tergantung bebas di depan tubuh di depan tiang pengukur.
- Minta pasien memandang lurus ke depan
sehingga
membentuk posisi kepala Frankfurt Plane (garis imaginasi
dari bagian inferior orbita horisontal terhadap meatus
acusticus eksterna bagian dalam).
- Minta pasien untuk menempelkan kepala bagian
belakang, bahu bagian belakang, bokong dan kedua tumit
anak pada tiang pengukur.
- Turunkan bagian alat yang dapat digeser hingga
menyentuh
bagian atas kepala dan rambut
anak.
- Minta pasien inspirasi maksimum pada saat diukur
untuk meluruskan tulang belakang.
Penentuan status gizi
11. Berat badan menurut umur (BB/U) :
- Kurangilah tanggal pemeriksaan anak dengan
tanggal kelahiran anak dalam bulan untuk mendapatkan umur
pasien anak tersebut.
- Ambil tabel standar berat badan menurut umur
(BB/U)
anak usia 0-60 bulan sesuai dengan jenis
kelamin .
- Carilah umur anak pada kolom umur di tabel kemudian
masukkan hasil pengukuran berat badan anak pada
kolom berat badan (apakah pada kolom -3SD, -2SD, -1 SD,
median,
1 SD, 2 SD atau 3 SD ataukah diantara kolom-
kolom
tersebut).
- Tentukan kategori status gizi berdasarkan tabel indeks
dan ambang batas (z-score) yang telah tersedia (gizi
12. Tinggi badan menurut umur (TB/U)
:
- Kurangilah tanggal pemeriksaan anak dengan
tanggal kelahiran anak dalam bulan untuk mendapatkan umur
pasien anak tersebut.
- Ambil tabel standar tinggi badan menurut umur
(TB/U)
anak usia 24-60 bulan sesuai dengan jenis
kelamin .
- Carilah umur anak pada kolom umur di tabel kemudian
masukkan hasil pengukuran tinggi badan anak pada
kolom tinggi badan (apakah pada kolom -3SD, -2SD, -1 SD,
- Tentukan kategori status gizi berdasarkan indeks
dan ambang batas (z-score) yang telah tersedia (sangat
pendek, pendek, normal atau tinggi).
-Catat status gizi tersebut pada lembar penentuan status gizi
yang tersedia untuk kategori TB/U.
13. Berat badan menurut tinggi badan (BB/TB)
:
- Kurangilah tanggal pemeriksaan anak dengan
tanggal kelahiran anak dalam bulan untuk mendapatkan
umur pasien.
- Ambil tabel standar berat badan menurut tinggi
badan
(BB/TB) anak usia 24-60 bulan sesuai dengan jenis
kelamin.
- Carilah tinggi badan anak pada kolom tinggi badan di tabel
kemudian masukkan hasil pengukuran berat badan anak pada
kolom berat badan (apakah pada kolom -3SD, -2SD, -1 SD,
median, 1 SD, 2 SD atau 3 SD ataukah diantara
kolom- kolom tersebut).
- Tentukan kategori status gizi berdasarkan indeks
III. KETERAMPILAN PENENTUAN STATUS GIZI DENGAN PENGUKURAN
ANTROPOMETRI PADA ORANG DEWASA

Pendahuluan
Status gizi merupakan status kesehatan dari suatu individu yang dipengaruhi
oleh asupan makanan dan penggunaan nutrien di dalam tubuh. Status gizi dapat
menjadi prediktor suatu outcome penyakit dan juga dapat menjadi salah satu cara
pencegahan dini suatu penyakit.
Salah satu metode dalam penentuan status gizi adalah pengukuran antropometri.
Untuk orang dewasa, penentuan status gizi undernutrisi atau overnutrisi dilakukan
dengan menghitung indeks massa tubuh (IMT). Indeks massa tubuh dapat diperoleh
dari hasil pengukuran berat badan dan tinggi badan pada orang dewasa.
Tujuan Instruksional Umum
Mahasiswa diharapkan mampu melakukan penentuan status gizi dengan pengukuran
antropometrik pada orang dewasa secara tepat dan benar.
Tujuan Instruksional Khusus
1. Mampu mengetahui alat-alat yang akan dipergunakan pada pengukuran.
2. Mampu melakukan persiapan alat dengan benar.
3. Mampu melakukan penjelasan tujuan dilakukannya pengukuran pada pasien orang
dewasa.
4. Mampu melakukan pengukuran berat badan pada pada pasien orang dewasa.
5. Mampu melakukan pengukuran tinggi badan pada pada pasien orang dewasa.
6. Mampu melakukan penentuan status gizi pada pada pasien orang dewasa.
Media dan Alat Bantu Pembelajaran
1. Buku panduan belajar penentuan status gizi dengan pengukuran antropometri
pada orang dewasa.
2. Weighing scale SECA 703.
3. Mobile stadiometer SECA 213.
4. Lembar pemeriksaan status gizi orang dewasa.
5. Tabel klasifikasi status gizi berdasarkan IMT (WHO-Asia Pasifik, 2004).
Metode Pembelajaran
1. Demonstrasi sesuai dengan daftar panduan belajar.
2. Ceramah.
3. Diskusi
4. Partisipasi aktif dalam skill lab (simulasi)

PENUNTUN BELAJAR PENENTUAN STATUS GIZI DENGAN PENGUKURAN


ANTROPOMETRI PADA ORANG DEWASA (BERDASARKAN INDEKS MASSA
TUBUH)

PENUNTUN PEMBELAJARAN KETERAMPILAN KLINIK PENENTUAN STATUS GIZI


DENGAN PENGUKURAN ANTROPOMETRI PADA ORANG DEWASA (BERDASARKAN
INDEKS MASSA TUBUH)
No Langkah/kegiatan Kasus
Medical consent
1. Sapalah pasien atau keluarganya dengan ramah
dan perkenalkan diri anda serta tanyakan keadaannya.
2. Berikan informasi umum kepada pasien atau keluarganya
tentang indikasi/tujuan dan cara penentuan status gizi
berdasarkan indeks massa tubuh (IMT) dengan cara
pengukuran berat badan dan tinggi badan.
3. Jelaskan tentang kemungkinan hasil penentuan status
gizi yang akan diperoleh
4. Lakukan cuci tangan rutin
Persiapan alat
Untuk pengukuran berat badan
5. Weighing scale SECA
703
- Cek kelayakan pakai (tidak ada kerusakan pada alat)
serta cek angka pada jendela baca memperlihatkan angka 0
dengan menekan tombol on.
- Kalibrasi alat dengan meletakkan besi seberat 5 kg.
Jika
jendela baca menunjuk ke angka 5, maka alat
dapat digunakan. Akan tetapi, jika jendela baca tidak
Untuk pengukuran tinggi badan
6. Stadiometer SECA 213
- Cek alat dengan tiang alat tegak lurus terhadap dinding
- Cek jendela baca dapat digeser naik ataupun turun
serta angka terlihat dengan jelas.
Persiapan pasien
Untuk pengukuran berat badan
7. - Pakai pakaian seminimal mungkin (jaket, kain sarung
dilepaskan) jika perlu mengganti baju dengan baju yang telah
disediakan untuk pengukuran.
- Buka alas kaki (sepatu atau
sendal).
- Keluarkan benda-benda berat yang akan
mempengaruhi hasil pengukuran (kunci, telepon seluler,
dompet, ikat pinggang)
- Dilakukan sebelum pasien mendapatkan makanan
Untuk pengukuran tinggi badan
8. - Pakai pakaian seminimal mungkin sehingga postur
tubuh dapat terlihat dengan jelas (jaket atau kain sarung
dilepaskan). Jika perlu mengganti pakaian dengan pakaian
yang telah disediakan untuk pengukuran.
- Lepaskan alas kaki (sendal/sepatu) serta aksesoris
kepala
(jepitan rambut, topi, ikat rambut, jilbab yang tebal sebaiknya
Pelaksanaan penentuan status gizi
Pengukuran berat badan
9. - Nyalakan weighing scale SECA 703 dengan menekan
tombol on (sebelah kiri atas) maka akan muncul angka
0.00 pada jendela baca.
- Minta pasien tersebut naik ke alat ukur dalam posisi berdiri
tanpa dibantu oleh siapapun.
- Minta pasien berdiri menghadap lurus ke depan
(kepala
tidak menunduk), berdiri tegak, rileks dan
tenang.
- Bacalah angka yang muncul pada jendela baca
alat.
Pengukuran tinggi badan
10. - Minta pasien berdiri tegak dengan tangan dalam posisi
tergantung bebas di depan tubuh di depan tiang pengukur.
- Minta pasien memandang lurus ke depan
sehingga
membentuk posisi kepala Frankfurt Plane (garis imaginasi
dari bagian inferior orbita horisontal terhadap meatus
acusticus eksterna bagian dalam).
- Minta pasien untuk menempelkan kepala bagian
belakang, bahu bagian belakang, bokong dan kedua tumit
anak pada tiang pengukur.
- Turunkan bagian alat yang dapat digeser hingga
menyentuh
bagian atas kepala dan rambut
pasien.
- Minta pasien inspirasi maksimum pada saat diukur
Penentuanuntuk
statumeluruskan
s g iz i tulang belakang.
11. Indeks massa tubuh (IMT)
- Hitung IMT pasien dengan menggunakan rumus
: IMT = BB (kg) /TB (m2).
-Ambil tabel klasifikasi status gizi pada orang dewasa
- Masukkan nilai IMT pasien ke tabel tersebut.
- Tentukan status gizi pasien (status gizi baik, gizi kurang,
gizi buruk) pada pasien tersebut.
2. PENILAIAN KELENJAR TIROID : HIPOTIROID DAN
HIPERTIROID

PENGANTAR

Modul ini dibuat untuk mahasiswa dengan tujuan mencapai kemampuan tertentu dalam
pemeriksaan fisis kelenjar Tiroid (gondok). Pemeriksaan terdiri dari kegiatan inspeksi, palpasi
dan auskultasi. Seorang dokter harus mampu melakukan pemeriksaan Kelenjar Tiroid karena
pembesaran kelenjar tiroid berhubungan dengan Diagnosis berbagai penyakit Tiroid seperti
akibat insufisiensi iodium, inflamasi, hipertiroid (Graves Disease ) dan neoplasma tiroid.
Hipertiroidisme

Kondisi dimana terjadi peningkatan kadar hormon tiroksin akibat hiperaktivitas kelenjar tiroid.
Penyebab terbanyak kondisi ini adalah penyakit Graves, diikuti noduler toksik. Gejala yang
berhubungan dengan hipertiroidisme yaitu : jantung berdebar, gelisah, tidak tahan panas, banyak
keringat, cepat lelah, berat badan menurun drastis walaupun jumlah makan biasa, sulit tidur,
jantung berdebar, cepat emosi, gemetar, telat haid, mencret

Hipotirodisime

Kondisi diakibatkan rendahnya kadar hormon tiroksin. Penyebab terbanyak adalah paska operasi,
paska ablasi iodium radioaktif, dan tiroiditis Hashimoto. Gejala yang berhubungan dengan
hipotiroidisme yaitu : berat badan meningkat walaupun makan sedikit, tidak tahan dingin, keram
tangan dan kaki, cepat lelah, sulit berkeringat, mengantuk, konstipasi, sering haid, kaki-tangan
bengkak

TUJUAN PEMBELAJARAN

Tujuan Pembelajaran Umum


Agar mahasiswa mampu menegakkan diagnosis gangguan hormon tiroid secara klinis praktis
dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik kelenjar Tiroid, meliputi inspeksi, palpasi
dan auskultasi.
Tujuan Pembelajaran Khusus:
Mahasiswa mampu melakukan:
1. Menginformasikan kepada pasien tentang tujuan dari pemeriksaan.
2. Menginformasikan kepada pasien agar melakukan apa yang diinstruksikan oleh pemeriksa.
3. Dapat melakukan pemeriksaan anamnesis, inspeksi, palpasi dan auskultasi Kelenjar Tiroid.
4. Dapat menentukan derajad pembesaran kelenjar tiroid.

INDIKASI
Pada penderita dengan keluhan pembesaran leher
Subyek dengan keluhan hipertiroidisme maupun hipotiroidisme
Pada ibu hamil dan anak sekolah di daerah rawan defisiensi yodium

MEDIA DAN ALAT BANTU PEMBELAJARAN


1. Penuntun belajar untuk melakukan pemeriksaan (palpasi) kelenjar tiroid
2. Cahaya yang cukup

PENDAHULUAN
Ada tiga komponen yang diharapkan dilakukan oleh dokter dalam mengelola pasien : menegakkan
diagnosis, memberi pengobatan dalam arti luas serta memantau pengobatan tersebut. Penegakkan
diagnosis maupun pemantauan pasien dapat dikerjakan secara anamnesis dan pemeriksaan fisik, secara
biokimia yang rasional dan bila diperlukan menggunakan alat penunjang.

1. ANAMNESIS
Dalam anamnesis ditanyakan mengenai pembesaran didaerah leher depan, adanya keluhan-
keluhan hipertiroid (seperti selalu kepanasan, keringatan, makin kurus, dll). Disamping itu
apakah ada merasakan nyeri atau tanda-tanda penekanan (seperti gangguan menelan, sesak nafas,
suara serak). Apakah terdapat anggota keluarga atau tetangga yang menderita penyakit yang
sama.
2. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik kelenjer tiroid merupakan bagian dari pemeriksaan umum seorang penderita.
Dalam memeriksa leher seseorang, struktur leher lainnya pun harus diperhatikan. Ada beberapa
alasan untuk hal ini, pertama sering struktur ini tertutup atau berubah oleh keadaan kelenjar
tiroid, kedua metastasis tiroid sering terjadi ke kelenjar limfe leher dan ketiga banyak juga
kelainan leher yang sama sekali tidak berhubungan dengan gangguan kelenjer gondok. Riwayat
penyakit dan pemeriksaan fisik sistematik juga diperlukan, sebab dampak yang ditimbulkan oleh
gangguan fungsi kelenjer tiroid melibatkan hampir seluruh organ tubuh, sehingga pengungkapan
detail kelainan organ lainnya sangat membantu menegakkan maupun mengevaluasi gangguan
kelainan penyakit kelenjar tiroid. Pemeriksaan kelenjar tiroid meliputi inspeksi dan palpasi.
Inspeksi
Waktu memeriksa kelenjar tiroid hendaknya dipastikan arah sinar yang tepat, sehingga masih memberi
gambaran jelas pada kontur, relief, tekstur kulit maupun benjolan. Demikian pula harus diperhatikan
apakah ada bekas luka operasi. Dengan dagu agak diangkat, perhatikan struktur dibagian bawah-depan
leher. Kelenjar tiroid normal biasanya tidak dapat dilihat dengan cara inspeksi, kecuali pada orang yang
amat kurus, namun apabila dalam keadaan tertentu ditemukan deviasi trachea atau dilatasi vena maka
harus curiga kemungkinan adanya gondok substernal. Biasanya dengan inspeksi saja kita dapat menduga
adanya pembesaran kelenjar tiroid yang lazim disebut gondok. Gondok yang agak besar dapat dilihat,
namun untuk memastikan serta melihat gambaran lebih jelas maka pasien diminta untuk membuat
gerakan menelan (oleh karena tiroid melekat pada trachea ia akan tertarik keatas bersama gerakan
menelan). Manuver ini cukup diagnostik untuk memisahkan apakah satu struktur leher tertentu
berhubungan atau tidak dengan tiroid. Sebaliknya apabila struktur kelenjar tiroid tidak ikut gerakan
menelan sering disebabkan perlengkapan dengan jaringan sekitarnya. Untuk ini dipikirkan kemungkinan
radang kronik atau keganasan tiroid.
Palpasi
Dalam menentukan besar, bentuk konsistensi dan nyeri tekan kelenjar tiroid maka
palpasi merupakan jalan terbaik dan terpenting. Ada beberapa cara, tergantung dari kebiasaan
pemeriksa. Syarat untuk palpasi tiroid yang baik adalah menundukkan leher sedikit serta
menoleh kearah tiroid yang akan diperiksa (menoleh kekanan untuk memeriksa tiroid kanan,
maksudnya untuk memberi relaksasi otot sternokleidomastoideus kanan). Pemeriksa berdiri
didepan pasien atau duduk setinggi pasien. Sebagian pemeriksa lebih senang memeriksa tiroid dari
belakang pasien. Apapun yang dipilih langkah pertama ialah meraba daerah tiroid dengan jari telunjuk
(dan atau 3 jari) guna memastikan ukuran, bentuk, konsistensi, nyeri tekan dan simetri. Untuk
mempermudah meraba tiroid, kita dapat menggeser laring dan tiroid ke satu sisi dengan menggunakan ibu
jari atau jari tangan lain pada kartilago tiroid. Kedua tiroid diperiksa dengan cara yang sama sambil
pasien melakukan gerakan menelan.

Palpasi lebih mudah dilakukan pada orang kurus, meskipun pada orang gemuk tiroid yang membesar juga
dapat diraba dengan mudah. Klasifikasi perbesaran tiroid adalah sebagai berikut :

TINGKAT TANDA-TANDA

Normal tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.

Tingkat IA jika pembesaran kelenjar tiroid tidak tampak walaupun leher pada posisi
tengadah maksimum dan pembesaran kelenjar tiroid teraba ketika dipalpasi.

Tingkat IB pembesaran kelenjar tiroid terlihat jika leher pada posisi tengadah
maksimum dan pembesaran kelenjar teraba ketika dipalpasi.

Tingkat II pembesaran kelenjar tiroid terlihat pada posisi kepala normal dari jarak 1
meter.

Tingkat III pembesaran kelenjar tiroid tampak nyata dari jarak jauh (5-6 meter).

Adapun kriteria untuk menyatakan bahwa gondok membesar ialah apabila lobus leteral tiroid sama atau
lebih besar dari falang akhir ibu jari tangan pasien (bukan jari pemeriksa). Apabila dalam pemeriksaan
survei populasi ditemukan nodularitas artinya ditemukan nodul pada lobus kelenjar tiroid, maka temuan
ini perlu dilaporkan secara khusus. Kista kita duga apabila pada rabaan berbentuk hemisferik,
berkonsistensi kenyal, dengan permukaan halus. Gondok keras sering ditemukan pada tiroiditis kronik
atau keganasan pada gondok, kenyal atau lembek pada struma colloides dan pada defisiensi yodium.
Nyeri tekan atau nyeri spontan dapat dijumpai pada radang atau infeksi (tiroiditis autoimun, virus atau
bakteri) tetapi dapat juga karena peregangan mendadak kapsul tiroid oleh hemoragi ke kista, keganasan
atau malahan dapat ditemukan pada hipertiroidisme. Pita ukuran seperti gambar diatas kadang digunakan
untuk menilai secara kasar perubahan ukuran kelenjar, membesar, tetap atau mengecil selama pengobatan
atau observasi. Dalam pengobatan penyakit Graves pengecilan kelenjar diawal pengobatan memberikan
indikasi respon baik sedangkan pembesaran menandakan adanya overtreatment Obat Anti Tiroid (terjadi
hipotiroidisme TSH naik stimulasi dan lingkar leher membesar). Namun ini biasanya terlambat 2
minggu sesudah perubahan biokimia. Palpasi juga berguna dalam menentukan pergeseran trachea (bisa
karena trachea terdesak atau tertarik sesuatu). Cari massa yang menyebabkan pergeseran dengan cara
palpasi. Rabalah pembesaran limfonodi yang dapat merupakan petunjuk penyebaran karsinoma kelenjar
tiroid ke kelenjar limfe regional.

PENUNTUN BELAJAR KETERAMPILAN MELAKUKAN ANAMNESIS


GANGGUAN FUNGSI TIROID DAN PEMERIKSAAN (PALPASI) KELENJAR
TIROID

NO. LANGKAH / KEGIATAN KASUS

A. PERSIAPAN PASIEN 0 1 2

1. Pasien disapa dengan ramah kemudian perkenalkan diri anda


pada pasien secara lengkap.

2. Persilahkan klien untuk duduk.

3. Berikanlah informasi umum tentang pemeriksaan yang


akan dilakukan dan mintalah persetujuan pasien serta
menjamin kerahasiaan pemeriksaan.

4. Berikanlah informasi tentang cara melakukan, tujuan,


manfaat pemeriksaan tiroid untuk klien.

5. Jelaskanlah tentang kemungkinan hasil yang akan diperoleh.

6. Melakukan anamnesis kepada pasien mengenai identitas


pasien (nama,umur,alamat,pekerjaan) dan gejala klinik yang
dialami : keluhan utama
(onset,kualitas,kuantitas,durasi,yang memperberat, penyakit
penyerta), riwayat minum obat, riwayat keluarga terdahulu,
diet.

7. Melakukan anamnesis kepada pasien sesuai gejala


klinik akibat hipertiroidisme : jantung berdebar,
gelisah, tidak tahan panas, banyak keringat, cepat lelah,
berat badan menurun drastis walaupun jumlah makan
biasa, sulit tidur, jantung berdebar, cepat emosi,
gemetar, telat haid, mencret (5 gejala).
8. Melakukan anamnesis kepada pasien sesuai gejala
klinik akibat hipotiroidisme : berat badan meningkat
walaupun makan sedikit, tidak tahan dingin, keram
tangan dan kaki, cepat lelah, sulit berkeringat,
mengantuk, konstipasi, sering haid, kaki-tangan
bengkak (5 gejala)
9. Menyampaikan hasil anamnesis serta rencana pemeriksaan
lanjutan yang diperlukan agar dapat menegakkan diagnosis.

10. Menjelaskan prosedur pemeriksaan kelenjar tiroid serta


meminta persetujuan untuk melakukan pemeriksaan.

11. Persilahkanlah klien duduk atau berdiri menghadap ke


sumber cahaya sehingga sumber cahaya cukup
menerangi bagian leher yang diperiksa

12. Aturlah posisi klien sedemikian rupa sehingga saat


mengamati kelenjar tiroid, posisi mata pemeriksa harus
sejajar (horizontal) dengan leher orang yang diperiksa.

B. MENCUCI TANGAN 0 1 2

1. Lakukanlah cuci tangan rutin

C. CARA PEMERIKSAAN KELENJAR TIROID

Inspeksi 0 1 2

1. Lakukanlah pengamatan pada bagian leher klien, terutama


pada lokasi kelenjar tiroidnya

2. Amatilah ada pembesaran kelenjar tiroid yang tampak


nyata (tingkat II dan tingkat III).

3. Jika tidak nampak pembesaran, memintalah agar klien


menengadah dan menelan ludah.

Palpasi 0 1 2

1. Berdirilah di belakang klien, lalu letakkanlah dua jari


telunjuk dan dua jari tengahnya pada masing-masing lobus
kelenjar tiroid yang letaknya beberapa sentimeter di bawah
jakun.

2. Rabalah (palpasi) dengan jari-jari tersebut di daerah


kelenjar tiroid.

(Perabaan (palpasi) jangan dilakukan dengan tekanan terlalu


keras atau terlalu lemah. Tekanan terlalu keras akan
mengakibatkan kelenjar masuk atau pindah ke bagian
belakang leher, sehingga pembesaran tidak teraba. Perabaa
terlalu lemah akan mengurangi kepekaan perabaan

D. MELAKUKAN CUCI TANGAN 0 1 2


1. Lakukanlah cuci tangan rutin setelah menyelesaikan
pemeriksaan

E. MENENTUKAN TINGKAT PEMBESARAN KELENJAR 0 1 2


TIROID

1. Gunakanlah kriteria pada acuan untuk menentukan derajat


pembesaran tiroid.

3. PENGATURAN DIET
Kebutuhan Zat Gizi dan Diet Pada Penderita Hipertiroidisme
Hipertiroidisme adalah sebuah kondisi dimana kelenjar tiroid memproduksi hormon dalam
jumlah yang melebihi normal, Gejala- gejalanya adalah depresi, merasa kedinginan, lelah, kering
dan rambut rontok, kulit gatal, otot kram, mandul dan masalah datang bulan.
Kebutuhan zat gizi pada penderita hipertiroidisme mencakup:
a. Menghindari konsumsi garam beryodium secara berlebihan
b. Menghindari makanan yang beryodium tinggi seperti ubur- ubur dan ganggang laut.
c. Pilihlah makanan yang mengandung cukup karbohidrat dan lemak yang berfungsi sebagai
protein.
d. Konsumsi makanan yang mengandung suplemen alami yaitu yang mengandung vitamin dan
nutrisi seperti riboflavin, lecithin dan thiamin.
Diet yang diberikan pada penderita hipertiroidisme yaitu Diet Tinggi Kalori Tinggi Protein
(TKTP), yang sering juga disebut dengan diet Energi Tinggi Protein Tinggi (ETPT) yaitu diet
yang mengandung energi dan protein di atas kebutuhan normal. Diet ini diberikan dalam bentuk
makanan biasa ditambah dengan makanan sumber protein tinggi seperti susu, telur, dan daging.
Diet ini diberikan bila pasien telah mempunyai nafsu makan dan dapat menerima makanan
lengkap.
Pemberian diet TKTP ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan energi dan protein yang
meningkat untuk mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan tubuh serta untuk menambah
berat badan hingga mencapai berat badan normal. Adapun syarat-syarat diet TKTP ini adalah
energi tinggi, yaitu 40-45 kkal/kg BB; protein tinggi, yaitu 2,0-2,5 g/kg BB; lemak cukup, yaitu
10-25 % dari kebutuhan energi total; karbohidrat cukup, yaitu sisa dari kebutuhan energi total;
vitamin dan mineral cukup sesuai kebutuhan normal; dan makanan diberikan dalam bentuk
mudah cerna.
Pemberian diet TKTP disesuaikan dengan jenis diet TKTP yang harus diberikan. Adapun jenis
diet TKTP adalah berupa diet TKTP I dan diet TKTP II. Diet TKTP I dengan energi 2600 kkal
dan protein 100 g (2 g/kg BB). Diet TKTP II dengan energi 3000 kkal dan protein sebesar 125 g
(2,5 g/kg BB). Indikasi pemberian diet TKTP ini adalah pada penderita hipertiroid.
Bahan makanan sehari adalah berupa makanan biasa ditambahkan dengan bahan makanan
yang ditambahkan yaitu berupa susu, telur ayam, daging, formula komersial, dan gula pasir.
Tabel 1.2. Bahan Makanan untuk Makanan Biasa dalam Sehari
Bahan Makanan Berat (g) URT
Beras 300 4 gls nasi
Daging 100 2 ptg sdg
Telur ayam 50 1 btr
Tempe 100 4 ptg sdg
Kacang hijau 25 2 sdm
Sayuran 200 2 gls
Buah pepaya 200 2 ptg sdg
Gula pasir 25 2 sdm
minyak 30 3 sdm
Sumber: Almatsier, 2006
Tabel 1.3. Nilai Gizi Diet Makanan Biasa
Zat Gizi Jumlah Satuan
Energi 2146 Kkal
Protein 76 G
Lemak 59 G
Karbohidrat 331 G
Kalsium 622 Mg
Besi 20,8 Mg
Vitamin A 3761 RE
Tiamin 1,0 Mg
Vitamin C 237 Mg
Sumber: Almatsier, 2006

Selanjutnya, untuk bahan makanan TKTP adalah bahan makanan biasa seperti yang terdapat
pada Tabel 1.2. ditambahkan dengan bahan makanan seperti pada Tabel 1.4. dan nilai gizi
berdasarkan jenis diet TKTP nya dapat dilihat pada Tabel 1.5.
Tabel 1.4. Bahan Makanan untuk Diet TKTP yang ditambahkan pada Makanan Biasa
Bahan Makanan TKTP I TKTP II
Berat (g) URT Berat (g) URT
Susu 200 1 gls 400 2 gls
Telur ayam 50 1 btr 100 2 btr
Daging 50 1 ptg sdg 100 2 ptg sdg
Formula 200 1 gls 200 1 gls
komersial
Gula pasir 30 3 sdm 30 3 sdm
Sumber: Almatsier, 2006

Tabel 1.5. Nilai Gizi Bahan Makanan untuk Diet TKTP berdasarkan Jenis Dietnya
Kandungan Gizi TKTP I TKTP II
Energi (kkal) 2690 3040
Protein (g) 103 120
Lemak (g) 73 98
Karbohidrat (g) 420 420
Kalsium (mg) 700 1400
Besi (mg) 30,2 36
Vitamin A (RE) 2746 2965
Tiamin (mg) 1,5 1,7
Vitamin C (mg) 114 116
Sumber: Almatsier, 2006
Ada beberapa bahan makanan yang dianjurkan dan tidak dianjurkan berdasarkan golongan
bahan makanan dalam diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP). Adapun bahan makanan
tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.6.
Tabel 1.6. Bahan Makanan yang Dianjurkan dan Tidak Dianjurkan dalam Diet Tinggi Kalori Tinggi
Protein (TKTP)
Golongan Bahan Makanan Dianjurkan Tidak Dianjurkan
Sumber Karbohidrat Nasi, roti, mi, makaroni, dan
hasil olah tepung-tepungan
lain, seperti cake, tarcis,
puding, dan pastry; dodol;
ubi; karbohidrat sederhana
seperti gula pasir.
Sumber Protein Hewani Daging sapi, ayam, ikan, Dimasak dengan banyak
telur, susu, dan hasil olah minyak atau kelapa/ santan
seperti keju dan yoghurt kental
custard dan es krim
Sumber Protein Nabati Semua jenis kacang- di masak dengan banyak
kacangan dan jenis olahnya, minyak atau kelapa/santan
seperti tahu, tempe, dan kental
pindakas
Sayuran Semua jenis sayuran, di masak dengan banyak
terutama jenis B, seperti minyak atau kelapa/santan
bayam, buncis, daun kental
singkonng, kacang panjang,
labu siam, dan wortel
direbus, dikukus dan di tumis
Buah-buahan Semua jenis buah segar, buah
kaleng, buah kering, dan jus
buah
Lemak dan Minyak Minyak goreng, mentega, Santan kental
margarin, santan encer
Minuman Soft drink, madu, sirup, teh, Minuman rendah energi
kopi encer
Bumbu Bumbu tidak tajam, seperti Bumbu yang tajam, seperti
bawang merah, bawang cabe dan merica
putih, laos, salam, dan kecap
Sumber: Almatsier, 2006

Makanan lain yang di anjurkan dan dihindari yaitu karena tubuh mengalami metabolisme
yang berlebihan, maka dibutuhkan asupan vitamin dan mineral tambahan, seperti: vitamin B
kompleks (B1, B6, B12), vitamin C, vitamin E, asam amino esensial yang dapat terkandung di
berbagai suplemen. Hindari minuman yang mengandung kafein dan nikotin.
Beberapa makanan yang dapat membantu menguasai hipertiroid:
1. Omega 3 asam lemak yang penting untuk fungsi normal dari kelenjar tiroid dan karena itu harus
dimasukkan dalam diet untuk hipertiroidisme. Biji rami merupakan sumber ideal untuk asam
lemak esensial.
2. Sayuran berdaun hijau seperti sawi dan bayam diyakini menekan fungsi tiroid dan harus
berlimpah dalam diet. Hindari sayuran ini jika menderita gejala hipotiroidisme.
3. Anggota dari keluarga sayuran silangan seperti kubis, kembang kol, dan brokoli juga akan
membantu mengontrol gejala hipertiroid dengan mengurangi produksi hormon.
4. Sayuran lobak mengandung zat yang disebut thioglucosides yang menghambat penyerapan
yodium dan membantu orang dengan tiroid yang terlalu aktif.
5. Kedelai juga diyakini untuk membantu diet untuk hipertiroidisme untuk mengontrol tiroid over-
dirangsang.
6. Kalsium dan magnesium hanya bekerja sama dalam rasio 3:1 adalah cara luar biasa untuk
meningkatkan diet untuk hipertiroidisme.
7. Tiroid penurunan berat badan adalah salah satu gejala hipertiroid. Protein diet tinggi
dikombinasikan dengan latihan moderat diyakini untuk membantu dalam membangun kembali
otot massa yang hilang karena hipertiroid.
8. Antioksidan makanan kaya seperti buah, anggur, buah-buahan segar dan sayuran harus
berlimpah disertakan dalam diet untuk hipertiroidisme yang akan mengimbangi kekurangan gizi
disebabkan oleh metabolisme yang tinggi.
9. Seluruh butir seperti millet, beras merah, dan lain-lain yang dikombinasikan dengan berbagai
kacang-kacangan dan biji-bijian merupakan sumber kaya seng, unsur penting yang diperlukan
untuk semua fungsi tubuh yang mungkin habis karena hipertiroidisme.
10. Produk susu merupakan sumber protein yang sangat baik dan komponen lemak serta diperlukan
untuk diet hipertiroidisme.

Kebutuhan Zat Gizi dan Diet Pada Penderita Hipotiroidisme


Hipotiroidisme adalah sebuah kondisi dimana kelenjar tiroid memproduksi hormon dalam
jumlah yang kurang dari normal, Gejala- gejalanya adalah lelah, lesu, depresi, kulit menjadi
kering, penurunan berat badan, sensitif terhadap suhu dingin, dan mengalami masalah dalam
ingatan.
Makanan yang perlu dihindari pada penderita hipotiroidisme yaitu:
a. Kacang Brazil
Hanya satu ons kacang Brazil memberikan 780% dari nilai harian yang direkomendasikan
untuk selenium. Selenium merupakan suatu antioksidan kuat yang tidak hanya mencegah
kerusakan sel dari radikal bebas, tapi juga diperlukan untuk pembentukan hormon tiroid.
Selenium diperlukan untuk pembentukan triiodothyronine (T3) hormon tiroid dan membantu
mengatur fungsi tiroid. Anda juga dapat menemukan selenium dalam ikan tuna, daging sapi,
udang, dan jamur crimini.
b. Rumput Laut
Contoh rumput laut dari beberapa varietas yang populer adalah nori, kombu, Wakame, dan
dulse. Rumput laut terkenal karena digunakan untuk membuat gulungan sushi. Selain itu, rumput
laut juga digunakan dalam sup dan salad dan tersedia dalam bentuk snack kering. Rumput laut
mengandung nutrisi berharga dan berbagai mineral yang diambil dari air laut tempat dimana
mereka tumbuh. Diantaranya adalah iodium, mineral yang diperlukan oleh kelenjar tiroid untuk
menghasilkan hormon tiroid T3 dan T4 (tiroksin).
c. Ikan dan Minyak Ikan
Ikan mengandung asam lemak omega-3 EPA (eicosapentaenoic acid) dan DHA
(docosahexaenoic acid) yang tinggi. Menurut para ahli, kedua bahan tersebut sangat penting
untuk fungsi tiroid, bahkan membantu sel agar lebih sensitif terhadap hormon tiroid. Asam
lemak Omega-3 juga memiliki efek anti-inflamasi yang bermanfaat untuk penyakit aoutoimun
tiroid, yang biasanya dikaitkan dengan peradangan.
d. Daging Merah dan Tiram
Beberapa orang yang menderita hipotiroid akan mengalami risiko defisiensi zat besi. Oleh
karena itu dianjurkan untuk mengonsumsi berbagai makanan yang kaya akan zat besi, seperti
daging sapi, kerang, tiram, daging kalkun gelap, dan bayam.

Jenis makanan lain yang dianjurkan yaitu:


1. Makanan yang mengandung yodium: garam meja, seafood, supplemen yang mengandung
yodium.
2. Makanan yang mengandung rendah gula karena dapat mengontrol produksi insulin dalam tubuh.
Makan makanan seperti ice cream, permen adalah makanan yang mengandung kadar gula tinggi,
tapi tdak hanya itu, masih ada makanan lain yang mengandung kadar gula tinggi seperti: wortel,
jagung, roti, beras putih, kentang .

3. Makanan yang rendah protein: seafood, daging yang berwarna putih, telur.

4. Makanan yang banyak mengandung serat: gandum, lentil, apel, kacang merah, sayuran berdaun
hijau.

5. Vitamin dan Mineral: Zink dan Selenium

Penderita hipotiroid wajib hindari goitrogen. Makanan goitrogen adalah jenis makanan yang
dapat mengganggu fungsi tiroid. Jika dimakan secara berlebihan, zat tertentu dalam makanan
goitrogen ini akan menghambat fungsi normal tiroid dan bisa memicu terjadinya gondok
(pembesaran kelenjar tiroid). Tidak semua makanan goitrogen perlu dihindari oleh penderita
hipotiroid.
Namun, ada dua jenis makanan goitrogen yang harus dihindari penderita hipotiroid untuk
mencegah terganggunya fungsi tiroid, yaitu:
a. Kacang Kedelai
Makanan yang terbuat dari kacang kedelai mengandung kadar isoflavon yang tinggi yang
merupakan salah satu goitrogen. Bukti menunjukkan bahwa jika mengonsumsi makanan yang
terbuat dari kedelai, termasuk susu kedelai, tahu, dan tempe, bisa menimbulkan kelainan tiroid
termasuk gondok dan autoimun tiroiditis. Susu formula dari kacang kedelai dianggap berbahaya
bagi kesehatan kelenjar bayi dan dikaitkan dengan penyakit autoimun tiroid.
b. Gluten / Glutein
Glutein, ditemukan dalam biji-bijian seperti gandum, barley, rye, dan oat. Hampir semua
makanan olahan merupakan goitrogen potensial yang dapat memicu penyakit Hashimoto,
penyebab utama hipotiroidisme di Amerika. Makanan lain yang termasuk kategori makanan
goitrogenik adalah brokoli, kembang kol, kubis, kubis Brussel, dan lain-lain.
Sayuran ini bisa menjadi goitrogen, terutama bila dikonsumsi ketika mentah dan dalam
jumlah besar. Tetapi sayuran tersebut mengandung banyak nutrisi sehat sehingga masih bisa
dikonsumsi dalam jumlah moderat dan sebaiknya dikukus atau direbus terlebih dahulu sebelum
dimakan.
PENATALAKSAAN DIABETES MELITUS TANPA KOMPLIKASI

Tujuan Pengelolaan DM Secara Umum

1. Jangka pendek: menghilangkan keluhan dan tanda DM. Mempertahankan rasa nyaman,
dan mencapai target pengendalian glukosa darah.
2. Jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati dan
neuropati.
3. Tujuan akhir pengelolaan adalah turunnya morbiditas dan mortaliltas DM.
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah,
berat badan dan profil lipid melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarkan
perawatan mandiri dan perubahan perilaku.

Langkah-Langkah Penatalaksanaan Pasien DM

1. Anamnesa dan pemeriksaan fisik lengkap


2. Evaluasi medis khusus diabetes pada pertemuan awal
- Anamnesis keluhan hiperglikemi dan komplikasi
- Pemeriksaan fisik tiap kali pertemuan :
a. TB,BB, TD (diperiksa pada posisi tidur dan duduk)
b. Tanda neuropati
c. Mata
d. Keadaan kaki (termasuk rabaan nadi kaki) kulit dan kuku
3. Laboratorium :
- GDP dan GD2PP
- A1C
- Profil lipid pada keadaan puasa (kolesterol total, HDL, LDL dan trigliserida)
- Kreatinin serum
- Albuminuria
- Keton, sedimen dan protein dalam urin

Pilar Pengelolaan DM

1. Edukasi
- Pendekatan tim (perawat edukator diabetes, dokter, ahli gizi, podiatris, psikiatris dan
pekerja sosial)
- Komunikasi tim yang baik diperlukan untuk mencegah kebingungan pasien
- Materi Edukasi:
a. Pengetahuan tentang patofisiologi DM
b. Komplikasi dan pencegahan komplikasi
c. Diet
d. Olah raga
e. OHO dan insulin (termasuk cara penyuntikan insulin)
f. Perawatan kaki
g. Follow up care
h. Penanganan hipo dan hiperglikemi
i. PGDM (Pemeriksaan Gula Darah Mandiri)
j. Perawatan diri dikala sakit
k. Melakukan perjalanan jauh

2. Terapi gizi medis


- Prinsip pengaturan makan pada penyandang DM hampir sama dengan anjuran makan
untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai kebutuhan kalori dan
zat gizi masing-masing individu. Pada DM ditekankan pentingnya keteraturan makan
dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan terutama yang menggunakan obat
penurun glukosa darah atau insulin.
- Menghitung kebutuhan kalori dengan menggunakan:
Rumus Broca (yang dipakai di klinik):
BBI=(TB-100)-10%
Status gizi:
BB kurang BB<90%BBI
BB normal BB90-110%BBI
BB lebih BB110-120%BBI
BB gemuk BB>120% BBi
IMT (Index Massa Tubuh)
- Contoh perhitungan Kalori dengan rumus Broca:
BBI=(TB-100)-10% dikalikan dengan kebutuhan kalori untuk metabolisme basal
(30kkal/kgBB untuk pria;24 kkal/kgBB untuk wanita)
Penambahan:
10-30% aktifitas
20% stress akut
Koreksi bila gemuk
- Makanan dibagi atas 3 porsi besar: pagi (20%), siang(30%), sore (25%) dan sisa untuk
snack diantara makan pagi siang dan siang-sore. Selanjutnya perubahan disesuaikan
dengan pola makan pasien.
- Standar yang dianjurkan untuk komposisi makanan:
KH 60-70%
Protein 10-15%
Lemak 20-25%

3. Latihan jasmani
- Manfaat olah raga bagi pasien DM:
Meningkatkan kontrol GD
Menurunkan risiko penyakit kardiovaskular, jika dilakukan minimal 30 menit, 3-
4kali/minggu sampai HR mencapai 220-umur/menit
Menurunkan BB
Menimbulkan kegembiraan
- Sebelum melakukan olah raga, pasien DM:
Melakukan evaluasi medis
Diidentifikasi kemungkinan adanya masalah mikro dan makroangiopati yang akan
bertambah buruk dengan olah raga
- Jenis olah raga:
Rekreasional maupun profesional sport boleh dilakukan oleh pasien DM
Hindari olah raga dengan kontak tubuh
- Informasi yang perlu disampaikan pada pasien
Cek gula darah sebelum olah raga, cek apakah butuh tambahan glukosa

4. Intervensi farmakologis
- Terapi farmakologis diberikan bersamaan dengan pengaturan makan dan latihan jasmani
(gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan suntikan.
- Obat hipoglikemik oral (OHO) dibagi berdasarkan cara kerjanya:
a. Pemicu sekresi insulin: sulfonilurea dan glinid
b. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: tiazolidindion
c. Penghambat glukoneogenesis: metformin
d. Penghambat absorbsi glukosa: penghambat glukosidase alfa
e. DPP-IV inhibitor

Tabel 1. Profil OHO yang tersedia di Indonesia


Tabel 2. Obat hipoglikemik oral
Fre
Dosis Lama k/
Nama Harian Kerja ha
Golongan Generik Dagang mg / tab (mg) (jam) ri Waktu
Condiabet 5
Glidanil 5
Harmida 2,5-5
Renabetic 5
Glibenclamide Daonil 5 2,5-20 12-24 1-2
Gluconic 5
Padonil 5
Glipizide Glucotrol-XL 5-10 5-20 12-16 1
Diamicron
MR 30-60 30-120 24 1
Diamicron
Glucored
Linodiab
Pedab
Glikamel
Gliclazide Glukolos 80 40-320 10-20 1-2
Meltika
Glicab
Gliquidone Glurenorm 30 15-120 6-8 1-3
Actaryl 1-2-3-4
Amaryl 1-2-3-4
Diaglime 1-2-3-4
Gluvas 1-2-3-4
Metrix 1-2-3-4 Sebelum
Sulphonylrea makan
Pimaryl 2-3
Simryl 2-3
Versibet 1-2-3
Amadiab 1-2-3-4
Anpiride 1-2-3-4
Glimepiride Glimetic 2 1-8 24 1
Mapryl 1-2
Paride 1-2
Relide 2-4
Velacom 2
/Velacom 3 2-3
Repaglinide Dexanorm 0,5-1-2 1-16 4 2-4
Glinide Nateglinide Starlix 60-120 180-360 4 3
Actos 15-30
Gliabetes 30 Tidak ber-
Prabetic 15-30 gantung
Thiazolidinedi jadwal
one Pioglitazone Deculin 15-30 15-45 24 1 makan
Pionix 15-30
Acrios
Penghambat Glubose Bersama
Alfa- Acarbose Eclid 50-100 100-300 3 suapan
Glukosidase Glucobay pertama
Adecco 500
Efomet 500-850
Formell 500-850
Gludepatic 500 Bersama
Biguanide Metformin Gradiab 500-850 500-3000 6-8 1-3 /sesudah
Metphar 500 makan
Zendiab 500
Diafac 500
Forbetes 500-850
500-850-
Glucophage 1000
Glucotika 500-850
Glufor 500-850
Glunor 500-850
Heskopaq 500-850
Nevox 500
Glumin 500
Glucophage
XR 500-750
Metformin XR Glumin XR 500-2000 24 1-2
Glunor XR
Nevox XR 500
Vildagliptin Galvus 50 50-100 12-24 1-2 Tidak ber-
Penghambat 25-50- gantung
DPP-IV Sitagliptin Januvia 100 25-100 jadwal
24 1 makan
Saxagliptin Onglyza
Linagliptin Trajenta 5 5
Tidak
Penghambat ber-
SGLT-2 Dapagliflozin Forxigra 5-10 5-10 24 1 gantung
jadwal
makan

Glibenclamide 1,25/250
+ Metformin Glucovance 2,5/500 12-24 1-2
5/500
Glimepiride+
Metformin Amaryl M 1/250 1-2
2/500
Mengatur
Pionix-M 15/500 dosis 18-24 1-2
Obat Pioglitazone + 15/850 mak- Bersama
kombinasi Metformin simum /sesudah
tetap masing- makan
masing
kom-
Actosmet 15/850 ponen 1-2

Sitagliptin + 50/500
Metformin Janumet 50/850 2
50/1000

Vildagliptin + 50/500
Metformin Galvusmet 50/850 12-24 2
50/1000

Saxagliptin + Kombiglyze
Metformin XR 5/500 1

Linagliptin + Trajenta 2,5/500


Metformin Duo 2,5/850 2
2,5/1000
- Suntikan:
a. Insulin
b. Agonis GLP-1
Tabel 3. Jenis Insulin

Awitan Puncak Lama


Jenis Insulin Efek Kerja Kemasan (onset)

Insulin analog Kerja Cepat (Rapid-Acting)


Insulin Lispro
(Humalog) Insulin Pen /cartridge Pen,
Aspart (Novorapid) 5-15
1-2 jam 4-6 jam vial
Insulin Glulisin menit
Pen
(Apidra)

Insulin manusia kerja pendek = Insulin Reguler (Short-Acting)


Humulin R 30-60 Vial, pen /
2-4 jam 6-8 jam
Actrapid menit cartridge
Insulin manusia kerja menengah = NPH (Intermediate-Acting)
Humulin N
Vial, pen /
Insulatard Insuman 1,54 jam 4-10 jam 8-12 jam
cartridge
Basal
Insulin analog kerja panjang (Long-Acting)
Insulin Glargine
(Lantus) 13 jam Hampir tanpa 12-24
Insulin Detemir Pen
puncak jam
(Levemir) Lantus 300

Insulin analog kerja ultra panjang (Ultra Long-Acting)


Degludec 30-60 Hampir tanpa Sampai
(Tresiba)* menit puncak 48 jam
Insulin manusia campuran (Human Premixed)
70/30 Humulin (70%
NPH, 30% reguler) 30-60
70/30 Mixtard (70% 312 jam
menit
NPH, 30% reguler)

Insulin analog campuran (Human Premixed)


75/25 Humalogmix
(75% protamin lispro,
25% lispro)
70/30 Novomix 12-30
(70% protamine aspart, 1-4 jam
menit
30% aspart)
50/50 Premix
Lokasi penyuntikan insulin:

5. PEMBERIAN INSULIN PADA DIABETES MELITUS TANPA


KOMPLIKASI

PENDAHULUAN
Penemuan insulin lebih dari 80 tahun yang lalu merupakan salah satu penemuan terbesar
dalam dunia kedokteran pada abad ke-20. Saat ini, penggunaan insulin mengalami kemajuan
yang pesat. Beberapa kemajuan itu antara lain dalam hal jumlah penggunaan insulin per pasien,
perbaikan mutu insulin, dan cara penggunaan insulin. Penemuan insulin dimulai dari jenis yang
belum dapat dibuat dengan murni, kemudian insulin manusia yang dibuat dengan rekayasa
genetika, sampai insulin analog dengan farmakokinetik menyerupai insulin endogen. Diabetes
melitus tipe 2 (DMT2) merupakan penyakit progresif dengan karakteristik penurunan fungsi sel
beta pankreas.
Seiring meningkatnya angka kejadian DMT 2 , terutama pada orang berusia relatif muda
dan kemungkinan usia hidup masih panjang, maka semakin banyak pasien DMT2 dengan
defisiensi insulin. Pada kasus-kasus tersebut, akan dibutuhkan insulin dalam penatalaksanaannya.
Keuntungan yang mendasar dari penggunaan insulin dibandingkan obat antidiabetik oral dalam
pengobatan diabetes melitus adalah insulin terdapat di dalam tubuh secara alamiah. Selain itu,
pengobatan dengan insulin dapat diberikan sesuai dengan pola sekresi insulin endogen.
Sementara itu, kendala utama dalam penggunaan insulin adalah pemakaiannya dengan
cara menyuntik dan harganya yang relatif mahal. Namun demikian, para ahli dan peneliti terus
mengusahakan penemuan sediaan insulin dalam bentuk bukan suntikan, seperti inhalan sampai
bentuk oral agar penggunaannya dapat lebih sederhana dan menyenangkan bagi para pasien.
Insulin adalah hormon yang dihasilkan dari sel pankreas dalam merespon glukosa. Insulin
merupakan polipeptida yang terdiri dari 51 asam amino tersusun dalam 2 rantai, rantai A terdiri
dari 21 asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin mempunyai peran yang
sangat penting dan luas dalam pengendalian metabolisme, efek kerja insulin adalah membantu
transport glukosa dari darah ke dalam sel.

Macam-macam sediaan insulin:


1.Insulin kerja singkat
Sediaan ini terdiri dari insulin tunggal biasa, mulai kerjanya baru sesudah setengah jam (injeksi
subkutan), contoh: Actrapid, Velosulin, Humulin Regular.
2.Insulin kerja panjang (long-acting)
Sediaan insulin ini bekerja dengan cara mempersulit daya larutnya di cairan jaringan dan
menghambat resorpsinya dari tempat injeksi ke dalam darah. Metoda yang digunakan adalah
mencampurkan insulin dengan protein atau seng atau mengubah bentuk fisiknya, contoh:
Monotard Human.
3.Insulin kerja sedang (medium-acting)
Sediaan insulin ini jangka waktu efeknya dapat divariasikan dengan mencampurkan beberapa
bentuk insulin dengan lama kerja berlainan, contoh: Mixtard 30 HM

MANFAAT PEMBERIAN INSULIN


Berdasarkan berbagai penelitian klinis, terbukti bahwa terapi insulin pada pasien
hiperglikemia memperbaiki luaran klinis. Insulin, selain dapat memperbaiki status metabolik
dengan cepat, terutama kadar glukosa darah, juga memiliki efek lain yang bermanfaat, antara lain
perbaikan inflamasi. Infus insulin (glucose-insulin-potassium[GIK]) terbukti dapat memperbaiki
luaran pada pasien gawat darurat yang dirawat di ruang intensif akibat kelainan jantung atau
stroke.
Terapi insulin intensif pada pasien gawat darurat yang dirawat di ruang intensif terbukti
dapat menurunkan angka kematian. Hal tersebut terutama disebabkan oleh penurunan angka
kejadian kegagalan organ multipel akibat sepsis. Selain itu, penggunaan infus insulin juga dapat
menurunkan mortalitas di rumah sakit secara keseluruhan, sepsis, gagal ginjal akut yang
membutuhkan dialisis atau hemofiltrasi, jumlah transfusi darah sel darah merah, polineuropati,
dan penurunan penggunaan ventilasi mekanis yang berkepanjangan serta lama perawatan di
ruang intensif.
Penggunaan infus insulin-glukosa secara intensif pada pasien infark miokard akut juga
memperbaiki angka kematian jangka panjang. Hal serupa ditemukan pada pasien stroke. Pasien
stroke dengan hiperglikemia ringan sampai sedang yang mendapatkan infus insulin (GIK)
memiliki angka kematian yang lebih kecil dibandingkan pasien tanpa pemberian infus insulin
GIK.

ALUR PEMBERIAN INSULIN


Pada pasien DMT1, terapi insulin dapat diberikan segera setelah diagnosis ditegakkan.
Keputusan yang lebih sulit adalah menentukan waktu memulai terapi insulin pada pasien DMT2.
Pada pasien DMT1, pemberian insulin yang dianjurkan adalah injeksi harian multipel dengan
tujuan mencapai kendali kadar glukosa darah yang baik. Selain itu, pemberian dapat juga
dilakukan dengan menggunakan pompa insulin (continous subcutaneous insulin infusion[CSII]).
Setiap pusat pelayanan memiliki alur terapi diabetes dan mula awal terapi insulin yang
berbeda untuk para pasien DMT2. Alur yang dibuat oleh kesepakatan antara American Diabetes
Association (ADA) dan European Association for the Study of Diabetes (EASD) yang
dipublikasikan pada bulan Agustus 2006 dapat dipakai sebagai salah satu acuan. Ada beberapa
cara untuk memulai dan menyesuaikan dosis terapi insulin untuk pasien DMT2.
Salah satu cara yang paling mutakhir dan dapat dipakai sebagai acuan adalah hasil
Konsensus PERKENI 2006 dan Konsensus ADA-EASD tahun 2006. Sebagai pegangan, jika
kadar glukosa darah tidak terkontrol dengan baik (A1C > 6.5%) dalam jangka waktu 3 bulan
dengan 2 obat oral, maka sudah ada indikasi untuk memulai terapi kombinasi obat antidiabetik
oral dan insulin.Pada keadaan tertentu di mana kendali glikemik amat buruk dan disertai kondisi
katabolisme, seperti kadar glukosa darah puasa >250 mg/dL, kadar glukosa darah acak menetap
>300 mg/dL, A1C >10%, atau ditemukan ketonuria, maka terapi insulin dapat mulai diberikan
bersamaan dengan intervensi pola hidup. Selain itu, terapi insulin juga dapat langsung diberikan
pada pasien DM yang memiliki gejala nyata (poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat
badan).
Kondisi tersebut sering ditemukan pada pasien DMT1 atau DMT2 dengan defisiensi
insulin yang berat. Apabila gejala hilang, obat antidiabetik oral dapat ditambahkan dan
penggunaan insulin dapat dihentikan. Seperti telah diketahui, pada pasien DM terjadi gangguan
sekresi insulin basal dan prandial untuk mempertahankan kadar glukosa darah dalam batas
normal baik pada keadaan puasa maupun setelah makan. Dengan mengetahui mekanisme
tersebut, maka telah dipahami bahwa hakikat pengobatan DM adalah menurunkan kadar glukosa
darah baik puasa maupun setelah makan.
Dalam rangka mencapai sasaran pengobatan yang baik, maka diperlukan insulin dengan
karakteristik menyerupai orang sehat, yaitu kadar insulin yang sesuai dengan kebutuhan basal
dan prandial. Pemberian insulin basal, selain insulin prandial, merupakan salah satu strategi
pengobatan untuk memperbaiki kadar glukosa darah puasa atau sebelum makan. Oleh karena
glukosa darah setelah makan merupakan keadaan yang dipengaruhi oleh kadar glukosa darah
puasa, maka diharapkan dengan menurunkan kadar glukosa darah basal, kadar glukosa darah
setelah makan juga ikut turun.
Cara pemberian insulin basal dapat dilakukan dengan pemberian insulin kerja cepat drip
intravena (hanya dilakukan pada pasien rawat inap), atau dengan pemberian insulin kerja
panjang secara subkutan. Jenis insulin kerja panjang yang tersedia di Indonesia saat ini adalah
insulin NPH, insulin detemir dan insulin glargine.Rejimen injeksi harian multipel ini diterapkan
untuk penderita dengan DMT1. Walaupun banyak cara yang dapat dianjurkan, namun prinsip
dasarnya adalah sama; yaitu insulin prandial dikombinasikan dengan insulin basal dalam usaha
untuk menirukan sekresi insulin fisiologis.

Untuk penderita DMT1 tidak dianjurkan memberikan terapi insulin dengan dua kali
suntikan karena sangat sulit mencapai kendali glukosa darah yang baik. Pada penderita DMT2
rejimen seperti pada penderita DMT1 juga dapat digunakan, namun karena pada penderita
DMT2 tidak ditemukan kekurangan insulin yang mutlak dan untuk meningkatkan kenyamanan
penderita, pemberian insulin dapat dimodifikasi. Misalnya untuk penderita DMT2 masih bisa
menggunakan rejimen dua kali suntikan sehari dengan insulin campuran/kombinasi yang
diberikan sebelum makan pagi dan sebelum makan malam. Atau hanya diberikan satu kali sehari
dengan insulin basal yang diberikan pada malam hari dengan kombinasi obat oral. Misalnya,
metformin yang diberikan sebagai tambahan terapi insulin dapat memperbaiki glukosa darah dan
lipid serum lebih baik dibandingkan hanya meningkatkan dosis insulin. Demikian juga efek
sampingnya seperti hipoglikemia dan penambahan berat badan menjadi berkurang.

TIPE-TIPE INSULIN

Cara pemberian :

1. SC : insulin short acting, rapid acting, intermediate, dan insulin long acting
2. IV : biasa langsung IV ( dicampur dalam botol infuse yang mengandung glukosa) atau
syringe pump (insulin short acting dan rapid acting)
3. CSII (continous subcutan insulin infusion) : (insulin short acting dan rapid acting)
mengeluarkan insulin dengan kecepatan yang bervariasi sesuai dengan kebutuhan
individu.
TES GLUKOSA DARAH

(GDS, GDP, GD2PP, TTGO)


1. PRAANALITIK.

a. Persiapan pasien:

GDP :
- Pasien dipuasakan 8 12 jam sebelum tes.

- Semua obat dihentikan dulu, bila ada obat yang harus diberikan ditulis pada formulir
permintaan tes.

GD2PP:
- Dilakukan 2 jam setelah tes GDP.

- Pasien diberikan makanan yang mengandung 100 gram karbohidrat sebelum tes dilakukan.

TTGO (WHO, 1994):


- Tiga (3) hari sebelum tes makan seperti biasa (karbohidrat cukup).

- Kegiatan jasmani seperti yang biasa dilakukan.

- Puasa minimal 8 jam dimulai malam hari sebelum tes dilakukan, minum air putih
diperbolehkan.

b. Persiapan sampel:

Pengambilan sampel sebaiknya pagi hari karena adanya variasi diurnal. Pada sore hari glukosa darah
lebih rendah sehingga banyak kasus DM yang tidak terdiagnosis.
Untuk tes saring atau kontrol DM, sampelnya adalah plasma vena, serum, atau darah kapiler. Untuk tes
diagnostik sampel yang dianjurkan adalah plasma vena, akan tetapi dapat juga digunakan sampel whole
blood, arah vena ataupun kapiler dengan memperhatikan angka kriteria diagnostik yang berbeda.
Molaritas glukosa pada plasma vena hampir sama dengan glukosa pada whole blood. Konsentrasi glukosa
plasma lebih tinggi ~11 % dibanding whole blood, pada hematokrit normal. Konsentrasi plasma heparin
lebih rendah 5 % dibanding serum.
Sampel plasma, stabil selama kurang dari 1 jam, bila lebih dari 1 jam konsentrasi glukosa turun karena
adanya glikolisis ex vivo.
Untuk sampel simpan tambahkan glikolisis inhibitor (Natrium fluorida 2,5 mg/mL darah). Sampel ini
stabil pada suhu 15 25C selama 24 jam, dan pada suhu 4C stabil selama 10 hari.
Sampel serum stabil selama kurang dari 2 jam.

c. Metode tes:

Metode kimia : metode ortho-toluidin.


Metode enzimatik: glucose oxidase / hexokinase.
Tes yang dianjurkan adalah metode enzimatik.
d. Prinsip tes:

Tes UV dengan metode enzimatik: glucose oxidase / hexokinase. Persamaan reaksinya sebagai
berikut:
- Sampel ditambah dengan R1 (buffer/ATPNADP), selanjutnya
- Tambahkan R2 (HK/G-6-PDH) sehingga bereaksi sbb:
HK
Glukosa + ATP G-6-P + ADP
Heksokinase mengkatalisis fosforilase glukosa menjadi glukosa-6-fosfatase oleh
ATP.
G-6-P + NADP G-6-PDH gluconate-6-P + NADPH + H
Konsentrasi glukosa diukur secara fotometrik.

PASCAANALITIK.

Interpretasi:1, 2

Bukan DM Belum Pasti DM DM


Sampel
Tes (mg/dL) (mmol/L) (mg/dL) (mmol/L) (mg/dL) (mmol/L
)
GDS Plasma vena < 110 < 6,1 110199 6,111,0 > 200 > 11,1

Darah kapiler < 90 < 5,0 90199 5,011,0 > 200 > 11,1

GDP Plasma vena < 110 < 6,1 110125 6,17,0 > 126 > 7,0

Darah kapiler < 90 < 5,0 90109 5,06,1 > 110 > 6,1

GD2PP Plasma vena < 140 < 7,8 140200 7,811,1 > 200 > 11,1

Darah kapiler < 120 < 6,7 120200 6,711,1 > 200 > 11,1

Interpretasi TTGO (WHO):3

GDP
Kriteria
0 jam 2 jam
(mg/dL) (mmol/L) (mg/dL) (mmol/L)
GDPT > 110 serta < 126 6,1 > serta < 7,0 < 140 < 7,8
TGT < 126 < 7,0 > 140 serta < 200 7,8 > serta < 11,1
DM > 126 > 7,0 > 200 > 11,1
ALAT DAN BAHAN PEMBELAJARAN :

Alat: - Pipet mikro

- Tabung mikro
- Rak tabung
- Rak sampel
- Alat automatik Cobas Mira Plus
- Manekin tangan
Bahan:

- Alcohol Swab
- Sampel serum, plasma EDTA
- Reagen:
R1 Buffer/ATP/NADP

TRIS (hydroxymethyl)-aminomethane buffer 100 mmol/l, pH 7,8;


Mg2+: 4 mmol/l; ATP >1,7 mmol/l.

R2 HK/G-6-PDH

HEPES buffer (30 mmol/l. pH 7,0; Mg2+: 4 mmol/l; HK > 8,3 U/ml
(yeast); G-6-PDH > 15 U/ml (E.coli); preservative.

CARA PEMERIKSAAN

1. Tes GDP (Cara Automatik)


a. Siapkan reagen lalu letakkan pada raknya.
b. Masukkan 500 l sampel ke dalam tabung mikro, lalu letakkan pada raknya.
c. Buat program tes glukosa pada alat dan selanjutnya tes berjalan secara automatik
d. Hasil tes dibaca secara fotometrik.
2. Tes GD2PP
a. Setelah diberikan makanan yang mengandung 100 gram karbohidrat, 2 jam
kemudian dilakukan tes sesuai dengan cara kerja tes GDP.
3. TTGO
a. Dilakukan tes GDP.
b. Diberikan 75 gram glukosa (Dewasa) atau 1,75 gram /kg BB dilarutkan dalam
250 air dan habisakan dalam waktu 5 menit.
c. Dilakukan tes glukosa 2 jam setelah beban glukosa.
d. Selama tes, subjek yang diperiksa tetap duduk dan tidak merokok.

KETERAMPILAN KLINIK
TES GLUKOSA URIN
(TES BENEDICT)
1. PRAANALITIK.

Persiapan Pasien:

Sama dengan persiapan pasien pada tes glukosa darah puasa dan tes glukosa darah post
prandial.
Persiapan Sampel:
- Pengambilan sampel urin dapat dilakukan bersamaan dengan pengambilan sampel darah, baik
untuk tes glukosa urin puasa maupun tes glukosa urin post prandial.
- Sampel urin dapat berupa urin post prandial (pertama kali dikemihkan 1,5 3 jam setelah makan)
atau urin sewaktu.
- Sampel urin dimasukkan dalam penampung bersih tanpa bahan pengawet.
- Sebaiknya sampel disimpan pada suhu ruang dan tes dilakukan paling lambat 2 jam setelah
pengambilan sampel.
Prinsip Tes:

Mengubah warna zat tertentu (benedict) jika direduksi dengan glukosa.

Interpretasi:

Warna : Interpretasi:

(1+) s/d ( 4+) mungkin/diduga DM

Hijau kekuningan dan keruh Positif + (1+): sesuai dengan 0,51 % glukosa

Kuning keruh Positif ++ (2+): sesuai dengan 11,5 % glukosa

Jingga / warna lumpur keruh Positif +++ (3+): sesuai dengan 23,5 % glukosa

Merah keruh Positif ++++(4+): sesuai dengan > 3,5 % glukosa

ALAT DAN BAHAN:


Alat: - tabung reaksi

- pipet tetes
- gelas piala
- pembakar Bunsen
- kasa asbes, kaki tiga
Bahan: - sampel urin

- reagen Benedict
TES BENEDICT :

a) masukkan 5 ml reagen benedict ke dalam tabung reaksi.


b) Teteskan sebanyak 5-8 tetes (Jangan lebih) urin ke dalam tabung tersebut.
c) Didihkan air pada gelas piala.
d) Masukkan tabung ke dalam air mendidih hingga seluruh sampel terendam pada air mendidih
selama 5 menit.
e) Angkat tabung, kocok isinya dan baca hasil reduksi.

Nilai Rujukan :

Glukosa negatif: Bukan DM bila hasil tes berwarna biru, sesuai dengan < 0,5% glukosa.

ANAMNESIS SISTEM ENDOKRIN


I. PROSEDUR
Anamnesis yang baik terdiri dari : Identitas, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat
penyakit dahulu, riwayat penyakit dalam keluarga, anamnesis susunan sistem dan anamnesis
pribadi.

a) Identitas:
Meliputi nama lengkap pasien, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, nama orang
tua/istri/ penanggung jawab, alamat, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa dan agama.
b) Keluhan utama:
Keluhan utama yang sering dijumpai pada gangguan-gangguan endokrin metabolik
adalah : Nafsu makan menurun, gangguan gizi, BBLR, kelelahan, penrunan BB drastis,
tremor, gangguan pertumbuhan, benjolan di leher, berkeringat banyak, polifagi, polidipsi
dan poliuri.
c) Riwayat penyakit sekarang:
a. Waktu dan lama keluhan berlangsung.
b. Sifat dan beratnya serangan.
c. Hubungan keluhan dengan waktu atau aktifitas.
d. Keluhan yang menyertai serangan.
e. Apakah keluhan pertama kali atau sudah berulang.
f. Faktor pencetus serangan dan juga faktor yang memperberat atau meringankan
serangan.
g. Riwayat penyakit keluarga kandung.
h. Riwayat perkembangan penyakit.
i. Upaya yang sudah dilakukan untuk mengurangi penyakit.
d) Riwayat penyakit dahulu.
e) Anamnesis keseluruhan sistem.
f) Riwayat penyakit keluarga.
g) Riwayat penyakit pribadi.
II. ANAMNESIS PENYAKIT SPESIFIK

a) Diabetes Melitus.
i. Keluhan klasik : Polifagi, polidipsi, poliuri dan penurunan berat badan yang tidak
dapat dijelaskan penyebabnya.
ii. Keluhan lain yang seringa : Lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan
disfungsi ereksi pada pria ataupun pruritus vulvae pada wanita.
iii. Kegawatdaruratan : Hipoglikemi, koma hiperglikemia, ketoasidosis diabetikum,
dan komplikasi ke organ lainnya.
iv. Riwayat pertanyaa sekarang : Keluhan sudah sejak kapan, apakah ada faktor
risiko (DM/Penyakit endokrin lain).
v. Riwayat penyakit dulu :
1. Apakah sebelumnya sudah ada riwayat DM? Bagaimana
pengobatannya?
2. Pengobatan yang sedang dijalani sekarang.
3. Riwayat komplikasi akut.
4. Riwayat infeksi sebelumnya.
5. Gejala atau riwayat komplikasi kronik.
6. Riwayat penyakit lain diluar DM.
vi. Riwayat Pribadi
1. Pola makan, status nutrisi, dan pertumbuhan berat badan.
2. Pengobatan lain yang berhubungan dengan glukosa darah.
3. Pola hidup, budaya, psikososial, pendidikan, dan status ekonomi.
4. Kehidupan seksual, penggunaan kontrasepsi dan kehamilan.

b) Hipertiroid dan Hipotiroid.


i. Hipertiroid :
1. Gejala yang mungkin ditemukan adalah penurunan berat badan,
tremor, cemas, palpitasi, gangguan mata dan adanya goiter.
2. Apakah sebelumnya pernah terdiagnosis tirotoksikosis? Jika iya,
bagaimana pengobatannya?
3. Apakah ada riwayat penyakit autoimun.
4. Apakah ada riwayat penyakit tiroid dalam keluarga?
5. Bagaimana pola makan? Bagaimana pertumbuhan BB?
6. Apakah sedang menjalani program diet? Bagaimana penurunan BB
dirasakan?
ii. Hipotiroid :
1. Seringkali dengan gejala yang tidak khas. Gejala bisa berupa lelah,
kelambatan fisik dan mental, intoleransi terhadap suhu dan dingin,
peningkatan berat badan, konstipasi, CTS, menorhagia, dll. Pasien sangat
jarang mengalami koma.
2. Apakah sebelumnya pernah terdiagnosis hipotiroid? Jika iya,
bagaimana pengobatannya?
3. Apakah ada riwayat hiperkolesterolemia?
4. Apakah pernah mendapat terapi radioiodine?
5. Apakah ada riwayat penyakit tiroid dalam keluarga?
6. Apakah pernah mengkonsumsi obat tiroksin atau amiodaron?
7. Pada bayi dan anak perlu ditanyakan BBL, riwayat hernia
umbilikalis, riwayat ikterus>3 hari, letargi dan sukar minum, gangguan
tumbuh kembang, tanda-tanda intoleransi dingin.

Anda mungkin juga menyukai