Anda di halaman 1dari 5

1001indonesia.net Pulau Flores menjadi asal beberapa jenis kopi yang telah mendunia.

Ada kopi Flores di dataran tinggi Colo yang sudah menjadi kebanggaan petani setempat sejak
perkebunannya dimulai oleh pemerintah kolonial Belanda. Di Kabupaten Ngada, terdapat
kopi arabika Bajawa yang tak kalah populer. Sebagian besar petani di sana malah lebih
dahulu mandiri mengenalkan kopi ini ke dunia internasional dengan mengekspornya ke
negara-negara besar, seperti Amerika Serikat dan Jepang.

Kopi arabika Bajawa atau yang dikenal dengan label Arabika Flores Bajawa (AFB)
merupakan sumber pendapatan utama bagi masyarakat yang mendiami wilayah dataran tinggi
Ngada yang terletak di Pulau Flores bagian tengah.

Dataran tinggi di Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur ini berlokasi di pertemuan dua
lereng gunung api, yaitu Gunung Inerie dan Gunung Ebulobo. Secara administratif, kawasan
tersebut masuk ke dalam dua kecamatan, yaitu Kecamatan Bajawa dan Kecamatan Golewa.

Perkebunan kopi di dataran tinggi Ngada terletak pada ketiggian antara 1.000 sampai 1.550
meter di atas permukaan laut. Pohon-pohon kopi ditanam pada tanah vulkanik jenis andosol
yang subur. Suhu udara berkisar 15 sampai 25 C. Pada saat-saat tertentu, suhu bisa menjadi
sangat dingin (di bawah 10 C) karena pengaruh hembusan angin muson tenggara dari
Australia.

Kawasan dataran tinggi Ngada memiliki tipe iklim kering dengan curah hujan rata-rata
sekitar 2.500 mm per tahun. Bulan-bulan yang kering berlangsung 35 pada bulan Juni
Oktober. Kondisi geografis ini dinilai sangat sesuai untuk budi daya kopi arabika.

Masyarakat Ngada atau disebut orang Bajawa mulai membudidayakan kopi Arabika sejak
1977. Kala itu pemerintah provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) membeli 4 kg bibit kopi
propelegitim dan 4 kg bibit kopi arabika dari Jember.

Propelegitim ditanam di halaman kantor Dinas Pertanian, Perkebunan, dan Peternakan


Ngada. Sementara bibit kopi arabika dikembangkan di perkebunan misi Katolik Malanuza,
Boawae, sekitar 30 kilometer arah timur Ngada. Di sana, terdapat sekolah pertanian setingkat
sekolah menengah atas.

Pada masa Ngada di pimpin oleh Bupati Matheus John Bey (1978-1988), kopi arabika
dikembangkan di Kecamatan Golewa dan Bajawa. Terdapat dataran tinggi di dua kecamatan
ini yang berada di ketinggian lebih dari 1.000 meter di atas permukaan laut. Lokasi yang
cocok sebagai tempat untuk mengembangkan kopi arabika.

Saat ini, kopi arabika menjadi tanaman favorit di Ngada. Orang Bajawa meyakini budi
daya kopi ini telah mendapat restu dari leluhur dan tidak akan tersaingi. Pembudidayaan kopi
itu diutamakan dengan cara organik untuk menambah cita rasa kopi sehingga terus menjadi
incaran para peminat kopi.
Para petani menanam kopi arabika di bawah lindungan pohon penaung, menggunakan pupuk
alami, dan tidak menggunakan pestisida sintetik. Kopi dipanen secara selektif, hanya kopi
yang sudah masak atau yang sudah berwarna merah saja yang dipetik.

Kopi arabika hasil olahan kelompok tani di Ngada ini ternyata ternyata memiliki mutu tinggi
dan masuk dalam katogeri specialty coffee, terutama karena cita rasanya yang enak, khas, dan
unik.

Pada umumnya kopi arabika yang dari dataran tinggi Ngada jika disangrai pada tingkat
sedang (medium roasting) akan memiliki komponen-komponen cita rasa utama sebagai
berikut: aroma (fragrance) kopi bubuk kering dan kopi seduhan kuat bernuansa bau bunga
(floral), rasa (flavor) enak dan kuat, tingkat kekentalan (body) sedang sampai kental, tingkat
keasaman (acidity) sedang, serta terdapat kesan rasa manis (sweetness) yang kuat.

Dataran tinggi Ngada menjadi penghasil utama kopi di NTT dengan luas lahan sekitar 6.147
ha, terdiri atas 5.351 ha arabika dan 796 robusta. Produksi kopi arabika sebanyak 500 sampai
700 kg gelondong merah per ha.

Kopi arabika organik adalah salah satu potensi utama Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara
Timur. Bersama dengan kopi Flores di Manggarai dan kopi Hokeng (Flores Timur), kopi
arabika Bajawa menjadi andalan Flores, dikenal hingga dunia internasional.

Dibanding dua jenis kopi Flores lainnya, kopi arabika Bajawa yang dikenal sebagai Arabica
Flores Bajawa (AFB) memiliki keistimewaan, keunikan, dan kekhasan karena berada di atas
1.000 mdpl. Debu vulkanik dari gunung Inerie membuat aroma kopi menjadi lebih kuat dan
harum.

Keunggulan lain yang dimiliki kopi ini antara lain mudah tumbuh, cepat berproduksi, usia
produksi bisa mencapai 20 tahun, kapasitas produksi 4-5 kg buah merah per pohon, dan
digemari pecinta kopi. Berbagai keistimewaan tersebut menyebabkan harga jual kopi arabika
Bajawa relatif tinggi dan stabil.

Saat ini, budi daya kopi di Pulau Flores semakin menjanjikan. Kondisi ini jauh berbeda
dibandingkan dengan saat petani belum memiliki daya tawar. Pemasaran yang tidak
terkoordinasi membuka peluang tengkulak mempermainkan harga. Perkembangan yang ada
saat ini menunjukkan potensi daerah yang dikelola dengan baik akan meningkatkan
kesejahteraan para petani lokal.

Sumber:
Komoditas Kopi AFB (Arabika from Bajawa) makin diminati oleh para konsumen
di beberapa negara di Amerika dan Eropa. Kopi arabika ini berasal dari
Kabupaten Ngada, Nusa Tenggara Timur. Kabupaten Ngada dan Kabupaten
Manggarai serta Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur yang terdapat di
Kepulauan Flores merupakan salah satu daerah penghasil kopi yang dikunjungi
dimana Komoditi unggulan yaitu Kopi Bajawa Flores dan Manggarai merupakan
Kopi Specialty Indonesia serta pelaku usaha kopi yang ingin bermitra dengan
pelaku usaha agribisnis kopi Indonesia khususnya dalam menjalin
pengembangan pangsa ekspor Indonesia ke wilayah Asia, Eropa dan Amerika.
Didaerah ini Unit Usaha Kopi Pengolahan Hasil (UPH) di Bajawa, Kab. Ngada
telah menunjukkan hasil yang signifikan dari binaan UPH oleh Dinas Pertanian,
Perkebunan dan Peternakan, Kabupaten Ngada. Pada tanggal 13 Juli 2009 yang
lalu Direktur Coffee Amerika Serikat, Nicholous Fullmer dengan eksportir asal
Indonesia PT. Indokom Citra Persada, Asnawi melakukan kemitraan dalam
pengembangan pangsa pasar ekspor Kopi Bajawa Flores ke Amerika. Kopi
merupakan salah satu komoditi unggulan hasil perkebunan Indonesia memiliki
cita rasa yang khas yang tidak dimiliki oleh negara lain, meskipun volume
ekspor kopi Indonesia berada di urutan ke-4 setelah Brazil, Vietnam, dan
Colombia, masih banyak peluang untuk meningkatkannya, karena tidak ada
negara yang memiliki varian produk unggulan sebanyak negeri ini.
Sejarah perkopian berawal pada tahun 1696, ketika untuk kali pertama kopi
berjenis Arabika. Salah satu propinsi di Indonesia yakni, Propinsi Nusa Tenggara
Timur, Khususnya Kabupaten Ngada dan Kab. Manggarai dan Manggarai Timur
memiliki potensi wilayah yang besar dalam pengembangan agribisnis dan
ketahanan pangan terutama untuk komoditi tanaman perkebunan. Kabupaten
Ngada dan Kab. Manggarai serta Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur yang
terdapat di Kepulauan Flores merupakan salah satu daerah yang dikunjungi
pada kesempatan ini dimana Komoditi unggulan seperti Kopi Bajawa Flores dan
Manggarai merupakan Kopi Specialty Indonesia serta pelaku usaha kopi yang
ingin bermitra dengan pelaku usaha agribisnis kopi Indonesia khususnya dalam
menjalin pengembangan pangsa ekspor Indonesia ke wilayah Asia, Eropa dan
Amerika.
Unit Usaha Kopi pengolahan Hasil (UPH) di Bajawa, Kab. Ngada telah
menunjukkan hasil yang signifikan dari binaan UPH oleh Dinas Pertanian,
Perkebunan dan Peternakan, Kabupaten Ngada. Pada tanggal 13 Juli 2009 yang
lalu Direktur Coffee Amerika Serikat, Nicholous Fullmer dengan eksportir asal
Indonesia PT. Indokom Citra Persada, Asnawi melakukan kemitraan dalam
pengembangan pangsa pasar ekspor kopi Bajawa Flores ke Amerika. Dengan
adanya pembentukan suatu Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis untuk
memproteksi dan mempromosikan suatu hak paten dari wilayah tertentu. Pata
tanggal 26 Mei 2009 yang lalu telah dirancang dalam pembentukan Masyarakat
Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG) oleh Dinas Pertanian, Perkebunan dan
Peternakan, Kabupaten Ngada dari 12 UPH Kopi Arabica. Adapun beberapa UPH
aktif yang merupaka unggulan untuk pengembangan Kopi Arabica Bajawa
Flores: UPH Wongo Wali, UPH Lobo Wutu di Wawohae, UPH Famasa di Beiwali,
UPH Papataki di Langa, UPH Sukamaju di Ubedomulo. Untuk areal Kopi Arabica
di Bajawa dengan luas kurang lebih 6000 Ha. Tahun 2009 yang lalu sebanyak 50
Ton Arabica Bajawa Flores di kirim ke Amerika. Dan 12 Unit UPH ini
memproduksi 150 ton/ tahun. Arabica Bajawa Higland original dari Flores pada
tahun 2009 dengan harga ekspor kopi yakni Rp. 26.800,/kg. Tahun 2011 harga
gelondong merah (buah kopi masak dipetik dari pohon) yang dijual petani ke
UPH sekitar Rp 6.000 per kg, dan kopi biji kering yang dijual ke eksportir Rp
51.000 per kg.
Kopi Bajawa yang produksinya secara keseluruhan dibuat secara tradisional dan
sederhana, mulai dari pengeringan, penggilingan, hingga cara memasukkan ke
dalam kemasan. Selain itu Kabupaten Manggarai Propivinsi Nusa Tenggara Timur
yang memiliki Unit Pengolahan Hasil (UPH) salah satunya Pocoranaka merupakan
UPH percontohan demikian juga UPH Wela Waso, Kelurahan Waso, Kec. Langke
Lembong dan UPH Kopi Loo poco, desa Cumbi, Kec. Ruteng, Kabupaten
Manggarai, dengan luas Hektaran kurang lebih 12.000 Ha. Untuk daerah
Kabupaten Manggarai produksi per tahun 486 Ton dari UPH Lleda, P. Ranaka,
Borong, K.Komba, Elar, S. Rampas. Indikasi Geografis (IG) untuk Kopi Bajawa
akan membantu Kelompok Tani, Pelaku Usaha adalah nama suatu daerah atau
kekhasan lokal tertentu, dan mencirikan suatu produk yang dihasilkan dari
daerah tersebut atau kekhasan lokal tertentu. IG dapat memberikan nilai
tambah dan memberikan perlindungan terhadap hal-hal yang telah diadopsi
oleh para produsen dalam hal persyaratan yang diperlukan dan pendekatan
yang telah ditentukan. Mereka dapat memberikan informasi yang lebih rinci
kepada para konsumen mengenai hal ihwal asal dan mutu produk (tempat,
proses, pelaksanaan verifikasi, dll). Untuk pasar global sekarang ini peran
Perlindungan Indikasi Geografis dirasa begitu penting, dimana masyarakat
produser lokal membutuhkan perlindungan hukum terhadap nama asal produk
agar tidak dipergunakan oleh pihak lain untuk melakukan persaingan curang,
selain itu Indikasi Geografis memegang peranan penting dalam memberikan
daya tarik kepada para konsumen nasional maupun Internasional. Mereka
menjamin bahwa produk dapat dirunut asal muasalnya (traceability). Kegiatan
pengembangan industri kopi dengan latar indikasi geografis sangat bermanfaat
bagi kelompok tani di Kabupaten Ngada dan Kabupaten Manggarai untuk
mempatenkan produk suatu daerah yang nantinya juga sangat bermanfaat
dalam suatu brand image suatu daerah. Petani masih membutuhkan bantuan
untuk mesin pengolahan kopi dan bantuan penguatan modal. Petani juga perlu
informasi untuk harga pasaran kopi domestik dan luar negeri tentunya untuk
menjaga kestabilan harga dipasaran serta juga untuk lebih meningkatkan mutu
kopi olahan yang dihasilkan. Diharapkan potensi pengembangan kopi daerah ini
dapat dikembangkan dengan kerjasama diberbagai pihak didalam
pengembangannya. Diharapkan dan dianjurkan kerjasama instasi setempat
terus membina petani / kelompok tani dan memanfaatkan semaksimal mungkin
demi kesejahteraan petani kopi. (Sumber: sumber terkait data Disbun NTT hasil
survey lapangan, data diolah FHero Purba)

Anda mungkin juga menyukai