Anda di halaman 1dari 68

Laporan Pendahuluan Penyakit Epistaksis

LAPORAN PENDAHULUAN (LP)

1. DEFINISI
Hidung berdarah (Kedokteran: epistaksis atau Inggris: epistaxis) atau mimisan adalah satu
keadaan pendarahan dari hidung yang keluar melalui lubang hidung.
Sering ditemukan sehari-hari, hampir sebagian besar dapat berhenti sendiri. Harus diingat
epitaksis bukan merupakan suatu penyakit tetapi merupakan gejala dari suatu kelainan.
Ada dua tipe pendarahan pada hidung:

Tipe anterior (bagian depan). Merupakan tipe yang biasa terjadi.

Tipe posterior (bagian belakang).

Dalam kasus tertentu, darah dapat berasal dari sinus dan mata. Selain itu pendarahan yang
terjadi dapat masuk ke saluran pencernaan dan dapat mengakibatkan muntah.
2. ETIOLOGI
Secara Umum penyebab epistaksis dibagi dua yaitu Lokal dan Sistemik
Lokal
Penyebab lokal terutama trauma, sering karena kecelakaan lalulintas, olah raga, (seperti
karena pukulan pada hidung) yang disertai patah tulang hidung (seperti pada gambar di halaman
ini), mengorek hidung yang terlalu keras sehingga luka pada mukosa hidung, adanya tumor di
hidung, ada benda asing (sesuatu yang masuk ke hidung) biasanya pada anak-anak, atau lintah
yang masuk ke hidung, dan infeksi atau peradangan hidung dan sinus (rinitis dan sinusitis)
Sistemik
Penyebab sistemik artinya penyakit yang tidak hanya terbatas pada hidung, yang sering
meyebabkan mimisan adalah hipertensi, infeksi sistemik seperti penyakit demam berdarah
dengue atau cikunguya, kelainan darah seperti hemofili, autoimun trombositipenic purpura.
Selain itu ada juga penyebab lainnya, diantaranya:
Trauma, Perdarahan hidung dapat terjadi setelah trauma ringan, misalnya mengeluarkan
ingus secara tiba-tiba dan kuat, mengorek hidung, dan trauma yang hebat seperti terpukul, jatuh
atau kecelakaan. Selain itu juga dapat disebabkan oleh iritasi gas yang merangsang, benda asing
di hidung dan trauma pada pembedahan.
Infeksi, Infeksi hidung dan sinus paranasal seperti rhinitis atau sinusitis juga dapat
menyebabkan perdarahan hidung.
Neoplasma, Hemangioma dan karsinoma adalah yang paling sering menimbulkan gejala
epitaksis.
Kongenital, Penyakit turunan yang dapat menyebabkan epitaksis adalah telengiaktasis
hemoragik herediter.
Penyakit kardiovaskular, Hipertensi dan kelainan pada pembuluh darah di hidung seperti
arteriosklerosis, sirosis, sifilis dan penyakit gula dapat menyebabkan terjadinya epitaksis karena
pecahnya pembuluh darah.
1. Kelainan Darah
2. Trombositopenia, hemophilia, dan leukemia
3. Infeksi sistemik
4. Demam berdarah, Demam tifoid, influenza dan sakit morbili
5. Perubahan tekanan atmosfer
6. Caisson disease (pada penyelam)
3. KLASIFIKASI
Sumber perdarahan berasal dari bagian anterior atau posterior rongga hidung.
A. Epistaksis Anterior (Mimisan Depan)
Jika yang luka adalah pembuluh darah pada rongga hidung bagian depan, maka disebut
'mimisan depan' (=epistaksis anterior). Lebih dari 90% mimisan merupakan mimisan jenis ini.
Mimisan depan lebih sering mengenai anak-anak, karena pada usia ini selapun lendir dan
pembuluh darah hidung belum terlalu kuat.
Mimisan depan biasanya ditandai dengan keluarnya darah lewat lubang hidung, baik
melalui satu maupun kedua lubang hidung. Jarang sekali perdarahan keluar lewat belakang
menuju ke tenggorokan, kecuali jika korban dalam posisi telentang atau tengadah.
Pada pemeriksaan hidung, dapat dijumpai lokasi sumber pedarahan. Biasanya di sekat
hidung, tetapi kadang-kadang juga di dinding samping rongga hidung.
Mimisan depan akibat :
Mengorek-ngorek hidung
Terlalu lama menghirup udara kering, misalnya pada ketinggian atau
ruangan berAC
Terlalu lama terpapar sinar matahari
Pilek atau sinusitis
Membuang ingus terlalu kuat
Biasanya relatif tidak berbahaya. Perdarahan yang timbul ringan dan dapat berhenti sendiri
dalam 3 - 5 menit, walaupun kadang-kadang perlu tindakan seperti memencet dan mengompres
hidung dengan air dingin.
Beberapa langkah untuk mengatasi mimisan depan:
1) Penderita duduk di kursi atau berdiri, kepala ditundukkan sedikit ke depan.
Pada posisi duduk atau berdiri, hidung yang berdarah lebih tinggi dari
jantung. Tindakan ini bermanfaat untuk mengurangi laju perdarahan. Kepala ditundukkan ke
depan agar darah mengalir lewat lubang hidung, tidak jatuh ke tenggorokan, yang jika masuk ke
lambung menimbulkan mual dan muntah, dan jika masuk ke paru-paru dapat menimbulkan gagal
napas dan kematian.
2) Tekan seluruh cuping hidung, tepat di atas lubang hidung dan dibawah tulang hidung.
Pertahankan tindakan ini selama 10 menit. Usahakan jangan berhenti menekan sampai masa 10
menit terlewati. Penderita diminta untuk bernapas lewat mulut.
3) Beri kompres dingin di daerah sekitar hidung. Kompres dingin membantu
mengerutkan pembuluh darah, sehingga perdarahan berkurang.
4) Setelah mimisan berhenti, tidak boleh mengorek-ngorek hidung dan
menghembuskan napas lewat hidung terlalu kuat sedikitnya dalam 3 jam.
5) Jika penanganan pertama di atas tidak berhasil, korban sebaiknya dibawa
ke rumah sakit, karena mungkin dibutuhkan pemasangan tampon (kasa yang digulung) ke dalam
rongga hidung atau tindakan kauterisasi. Selama dalam perjalanan, penderita sebaiknya tetap
duduk dengan posisi tunduk sedikit kedepan.
B. Epistaksis Posterior (Mimisan Belakang)
Mimisan belakang (=epistaksis posterior) terjadi akibat perlukaan pada pembuluh darah
rongga hidung bagian belakang. Mimisan belakang jarang terjadi, tapi relatif lebih berbahaya.
Mimisan belakang kebanyakan mengenai orang dewasa, walaupun tidak menutup kemungkinan
juga mengenai anak-anak.
Perdarahan pada mimisan belakang biasanya lebih hebat sebab yang mengalami perlukaan
adalah pembuluh darah yang cukup besar.
Karena terletak di belakang, darah cenderung jatuh ke tenggorokan kemudian tertelan
masuk ke lambung, sehingga menimbulkan mual dan muntah berisi darah. Pada beberapa kasus,
darah sama sekali tidak ada yang keluar melalui lubang hidung.
Beberapa penyebab mimisan belakang :
Hipertensi
Demam berdarah
Tumor ganas hidung atau nasofaring
Penyakit darah seperti leukemia, hemofilia, thalasemia dll.
Kekurangan vitamin C dan K.
Dan lain-lain
Perdarahan pada mimisan belakang lebih sulit diatasi. Oleh karena itu, penderita harus
segera dibawa ke puskesmas atau RS.
Biasanya petugas medis melakukan pemasangan tampon belakang. Caranya, kateter
dimasukkan lewat lubang hidung tembus rongga belakang mulut (faring), kemudian ditarik
keluar melalui mulut. Pada ujung yang keluar melalui mulut ini dipasang kasa dan balon. Ujung
kateter satunya yang ada di lubang hidung ditarik, maka kasa dan balon ikut tertarik dan
menyumbat rongga hidung bagian belakang. Dengan demikian diharapkan perdarahan berhenti.
Jika tindakan ini gagal, petugas medis mungkin akan melakukan kauterisasi. Langkah lain yang
mungkin dipertimbangkan adalah operasi untuk mencari pembuluh darah yang menyebabkan
perdarahan, kemudian mengikatnya. Tindakan ini dinamakan ligasi.

4. PATOFISIOLOGI
Terdapat dua sumber perdarahan yaitu bagian anterior dan posterior. Pada epistaksis
anterior, perdarahan berasal dari pleksus kiesselbach (yang paling sering terjadi dan biasanya
pada anak-anak) yang merupakan anastomosis cabang arteri ethmoidakis anterior, arteri sfeno-
palatina, arteri palatine ascendens dan arteri labialis superior.
Pada epistaksis posterior, perdarahan berasal dari arteri sfenopalatina dan arteri ethmoidalis
posterior. Epistaksis posterior sering terjadi pada pasien usia lanjut yang menderita hipertensi,
arteriosclerosis, atau penyakit kardiovaskuler. Perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti
spontan.
Perdarahan yang hebat dapat menimbulkan syok dan anemia, akibatnya dapat timbul
iskemia serebri, insufisiensi koroner dan infark miokard, sehingga dapat menimbulkan kematian.
Oleh karena itu pemberian infuse dan tranfusi darah harus cepat dilakukan.
5. MANIFESTASI KLINIS
Perdarahan dari hidung, gejala yang lain sesuai dengan etiologi yang bersangkutan.
Epitaksis berat, walaupun jarang merupakan kegawatdaruratan yang dapat mengancam
keselamatan jiwa pasien, bahkan dapat berakibat fatal jika tidak cepat ditolong. Sumber
perdarahan dapat berasal dari depan hidung maupun belakang hidung.
Epitaksis anterior (depan) dapat berasal dari pleksus kiesselbach atau dari a. etmoid
anterior. Pleksus kieselbach ini sering menjadi sumber epitaksis terutama pada anak-anak dan
biasanya dapat sembuh sendiri.
Epitaksis posterior (belakang) dapat berasal dari a. sfenopalatina dan a. etmoid posterior.
Perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti sendiri. Sering ditemukan pada pasien dengan
hipertensi, arteriosklerosis atau pasien dengan penyakit jantung. Pemeriksaan yang diperlukan
adalah darah Lengkap dan fungsi hemostasis.
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan penunjang bertujuan untuk menilai keadaan umum penderita, sehingga
pengobatan dapat cepat dan untuk mencari etiologi. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan
adalah pemeriksaan darah tepi lengkap, fungsi hemostatis, uji faal hati dan faal ginjal. Jika
diperlukan pemeriksaan radiologik hidung, sinus paranasal dan nasofaring dapat dilakukan
setelah keadaan akut dapat diatasi.
7. KOMPLIKASI
Mencegah komplikasi, sebagai akibat dari perdarahan yang berlebihan, dapat terjadi syok
atau anemia, turunnya tekanan darah yang mendadak dapat menimbulkan infark serebri,
insufisiensi koroner, atau infark miokard, sehingga dapat menyebabkan kematian. Dalam hal ini
harus segera diberi pemasangan infus untuk membantu cairan masuk lebih cepat. Pemberian
antibiotika juga dapat membantu mencegah timbulnya sinusitis, otitis media akibat pemasangan
tampon.
Kematian akibat pendarahan hidung adalah sesuatu yang jarang. Namun, jika disebabkan
kerusakan pada arteri maksillaris dapat mengakibatkan pendarahan hebat melalui hidung dan
sulit untuk disembuhkan. Tindakan pemberian tekanan, vasokonstriktor kurang efektif.
Dimungkinkan penyembuhan struktur arteri maksillaris (yang dapat merusak saraf wajah) adalah
solusi satu-satunya.
Komplikasi yang dapat timbul:
Sinusitis
Septal hematom (bekuan darah pada sekat hidung)
Deformitas (kelainan bentuk) hidung
Aspirasi (masuknya cairan ke saluran napas bawah)
Kerusakan jaringan hidung infeksi

8. PENATALAKSANAAN
a) Kolaborasi
Aliran darah akan berhenti setelah darah berhasil dibekukan dalam proses pembekuan
darah. Sebuah opini medis mengatakan bahwa ketika pendarahan terjadi, lebih baik jika posisi
kepala dimiringkan ke depan (posisi duduk) untuk mengalirkan darah dan mencegahnya masuk
ke kerongkongan dan lambung.
Pertolongan pertama jika terjadi mimisan adalah dengan memencet hidung bagian depan
selama tiga menit. Selama pemencetan sebaiknya bernafas melalui mulut. Perdarahan ringan
biasanya akan berhenti dengan cara ini. Lakukan hal yang sama jika terjadi perdarahan berulang,
jika tidak berhenti sebaiknya kunjungi dokter untuk bantuan.
Untuk pendarahan hidung yang kronis yang disebabkan keringnya mukosa hidung,
biasanya dicegah dengan menyemprotkan salin pada hidung hingga tiga kali sehari. Jika
disebabkan tekanan, dapat digunakan kompres es untuk mengecilkan pembuluh darah
(vasokonstriksi). Jika masih tidak berhasil, dapat digunakan tampon hidung. Tampon hidung
dapat menghentikan pendarahan dan media ini dipasang 1-3 hari.

Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epitaksis adalah:

Mencegah komplikasi yang timbul akibat perdarahan seperti syok atau infeksi

Mencegah berulangnya epitaksis

Jika pasien dalam keadaan gawat seperti syok atau anemia lebih baik diperbaiki dulu
keadaan umum pasien baru menanggulangi perdarahan dari hidung itu sendiri.
1) Menghentikan perdarahan
Menghentikan perdarahan secara aktif dengan menggunakan kaustik atau tampon jauh
lebih efektif daripada dengan pemberian obat-obat hemostatik dan menunggu darah berhenti
dengan sendirinya. Jika pasien datang dengan perdarahan maka pasien sebaiknya diperiksa
dalam keadaan duduk, jika terlalu lemah pasien dibaringkan dengan meletakan bantal di
belakang punggung pasien. Sumber perdarahan dicari dengan bantuan alat penghisap untuk
membersihkan hidung dari bekuan darah, kemudian dengan menggunakan tampon kapas yang
dibasahi dengan adrenalin 1/10000 atau lidokain 2 % dimasukan ke dalam rongga hidung untuk
menghentikan perdarahan atau mengurangi nyeri, dapat dibiarkan selama 3-5 menit.
2) Perdarahan Anterior
Dapat menggunakan alat kaustik nitras argenti 20-30% atau asam triklorasetat 10% atau
dengan elektrokauter. Bila perdarahan masih berlangsung maka dapat digunakan tampon anterior
(kapas dibentuk dan dibasahi dengan adrenalin + vaseline) tampon ini dapat digunakan sampai 1-
2 hari.
3) Perdarahan Posterior
Perdarahan biasanya lebih hebat dan lebih sukar dicari, dapat dilihat dengan menggunakan
pemeriksaan rhinoskopi posterior. Untuk mengurangi perdarahan dapat digunakan tampon
Beelloqk.
KONSEP ASKEP
1. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1. Perdarahan spontan berhubungan dengan trauma minor maupun mukosa hidung yang rapuh.
2. Obstruksi jalan nafas berhubungan dengan nersihan jalan nafas tidak efektif.
3. Cemas berhubungan dengan perdarahan yang diderita.
4. Nyeri akut berhubungan dengan infeksi saluran nafas atas maupun pengeringan mukosa hidung.
2. INTERVENSI (RENCANA TINDAKAN)
1) Perdarahan spontan berhubungan dengan trauma minor maupun mukosa hidung yang rapuh.
a. Tujuan : meminimalkan perdarahan
b. Kriteria : Tidak terjadi perdarahan, tanda vital normal, tidak anemis
INTERVENSI
Monitor keadaan umum pasien
Monitor tanda vital
Monitor jumlah perdarahan psien
Awasi jika terjadi anemia
Kolaborasi dengan dokter mengenai masalah yang terjadi dengan perdarahan: pemberian
transfusi, medikasi.
2) Bersihan Jalan Nafas tidak efektif
Tujuan : Bersihan jalan nafas menjadi efektif.
b. Kriteria : Frekuensi nafas normal, tidak ada suara nafas tambahan, tidak menggunakan otot
pernafasan tambahan, tidak terjadi dispnoe dan sianosis
INTERVENSI
Kaji bunyi atau kedalaman pernapasan dan gerakan dada. R/ penurunan bunyi nafas dapat
menyebabkan atelektasis, ronchi dan wheezing menunjukkan akumulasi sekret.
Catat kemampuan mengeluarkan mukosa/batuk efektif. R/ Sputum berdarah kental atau cerah
dapat diakibatkan oleh kerusakan paru atau luka bronchial.
Berikan posisi fowler atau semi fowler tinggi. R/ posisi membantu memaksimalkan ekspansi
paru dan menurunkan upaya pernafasan.
Bersihkan sekret dari mulut dan trakea. R/ mencegah obstruksi/aspirasi.
Pertahankan masuknya cairan sedikitnya sebanyak 250 ml/hari kecuali kontraindikasi. R/
Membantu pengenceran sekret.
Berikan obat sesuai dengan indikasi mukolitik, ekspektoran, bronkodilator. R/ mukolitik untuk
menurunkan batuk, ekspektoran untuk membantu memobilisasi sekret, bronkodilator
menurunkan spasme bronkus dan analgetik diberikan untuk menurunkan ketidaknyamanan.
3) Cemas berhubungan dengan perdarahan yang diderita.
a. Tujuan : Cemas klien berkurang/hilang
b. Kriteria :
Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya.
Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta pengobatannya.
INTERVENSI
Kaji tingkat kecemasan klien. R/ menentukan tindakan selanjutnya.
Berikan kenyamanan dan ketentraman pada klien. R/ Memudahkan penerimaan klien terhadap
informasi yang diberikan
Temani klien.
Perlihatkan rasa empati ( datang dengan menyentuh klien
Berikan penjelasan pada klien tentang penyakit yang dideritanya perlahan, tenang serta gunakan
kalimat yang jelas, singkat mudah dimengerti. R/ Meningkatkan pemahaman klien tentang
penyakit dan terapi untuk penyakit tersebut sehingga klien lebih kooperatif.
Singkirkan stimulasi yang berlebihan R/ dengan menghilangkan stimulus yang mencemaskan
akan meningkatkan ketenangan klien.
Tempatkan klien diruangan yang lebih tenang.
Batasi kontak dengan orang lain /klien lain yang kemungkinan mengalami kecemasan.
Observasi tanda-tanda vital. R/ Mengetahui perkembangan klien secara dini.
Bila perlu , kolaborasi dengan tim medis. R/ Obat dapat menurunkan tingkat kecemasan klien.
4) Nyeri akut berhubungan dengan infeksi saluran nafas atas maupun pengeringan mukosa hidung.
a. Tujuan : nyeri berkurang atau hilang
b. Kriteria hasil :
Klien mengungkapakan nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang.
Klien tidak menyeringai kesakitan.
INTERVENSI
Kaji tingkat nyeri klien. R/ Mengetahui tingkat nyeri klien dalam menentukan tindakan
selanjutnya.
Jelaskan sebab dan akibat nyeri pada klien serta keluarganya. R/ Dengan sebab dan akibat nyeri
diharapkan klien berpartisipasi dalam perawatan untuk mengurangi nyeri.
Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi. R/ Klien mengetahui tehnik distraksi dan relaksasi
sehinggga dapat mempraktekkannya bila mengalami nyeri.
Observasi tanda tanda vital dan keluhan klien. R/ Mengetahui keadaan umum dan
perkembangan kondisi klien.
Kolaborasi dngan tim medis. R/ Menghilangkan /mengurangi keluhan nyeri klien. Yaitu :
Terapi konservatif : obat Acetaminopen; Aspirin, dekongestan hidung

DAFTAR PUSTAKA

http://www.scribd.com/doc/124760472/Epistaksis
http://askepdoumbojo.blogspot.com/2011/02/asuhan-keperawatan-klien-dengan.html
http://medlinux.blogspot.com/2012/02/epistaksis.html
http://fourseasonnews.blogspot.com/2012/06/klasifikasi-epistaksis.html
http://keperawatanku.blogspot.com/2010/10/epistaksis-hidung-berdarah.html
https://plus.google.com/101722447462509412460/posts/FLFjALgqXfq
Diposkan oleh Dimas Alfan Ramadhani di 19.04

Asuhan Keperawatan
sebagai bahan sharing bagi seluruh mahasiswa kesehatan By : Yohanes Oda Teda Ona widarma

Selasa, 24 Mei 2011


ASUHAN KEPERAWATAN EPISTAKSIS

1. PENGERTIAN EPISTAKSIS

Epistaksis adalah satu keadaan pendarahan dari hidung yang keluar melalui lubang
hidung akibat sebab kelainan lokal pada rongga hidung ataupun karena kelainan yang terjadi di
tempat lain dari tubuh. Mimisan terjadi pada hidung karena hidung punya banyak pembuluh
darah, terutama di balik lapisan tipis cupingnya. Mimisan sendiri bukan merupakan suatu
penyakit tetapi merupakan gejala dari suatu penyakit, itu artinya mimisan bisa terjadi karena
bermacam sebab dari yang ringan sampai yang berat. Pada umumnya ini terjadi pada anak-anak
karena pembuluh darahnya masih tipis dan sensitif, selain karena pilek. Gangguan mimisan
umumnya berkurang sesuai dengan pertambahan usia. Semakin tambah usia, pembuluh darah
dan selaput lendir di hidungnya sudah semakin kuat, hingga tak mudah berdarah. Epistaksis
bukan suatu penyakit melainkan gejala suatu kelainan.
Klasifikasi
Sumber perdarahan berasal dari bagian anterior atau posterior rongga hidung.

Epistaksis Anterior (Mimisan Depan)


Jika yang luka adalah pembuluh darah pada rongga hidung bagian depan, maka disebut
'mimisan depan' (=epistaksis anterior). Lebih dari 90% mimisan merupakan mimisan jenis ini.
Mimisan depan lebih sering mengenai anak-anak, karena pada usia ini selapun lendir dan
pembuluh darah hidung belum terlalu kuat.
Mimisan depan biasanya ditandai dengan keluarnya darah lewat lubang hidung, baik
melalui satu maupun kedua lubang hidung. Jarang sekali perdarahan keluar lewat belakang
menuju ke tenggorokan, kecuali jika korban dalam posisi telentang atau tengadah.
Pada pemeriksaan hidung, dapat dijumpai lokasi sumber pedarahan. Biasanya di sekat
hidung, tetapi kadang-kadang juga di dinding samping rongga hidung.

Mimisan depan akibat :

1. Mengorek-ngorek hidung

2. Terlalu lama menghirup udara kering, misalnya pada ketinggian atau ruangan berAC

3. Terlalu lama terpapar sinar matahari

4. Pilek atau sinusitis

5. Membuang ingus terlalu kuat


Biasanya relatif tidak berbahaya. Perdarahan yang timbul ringan dan dapat berhenti
sendiri dalam 3 - 5 menit, walaupun kadang-kadang perlu tindakan seperti memencet dan
mengompres hidung dengan air dingin.

Beberapa langkah untuk mengatasi mimisan depan:

1. Penderita duduk di kursi atau berdiri, kepala ditundukkan sedikit ke depan.


Pada posisi duduk atau berdiri, hidung yang berdarah lebih tinggi dari jantung. Tindakan
ini bermanfaat untuk mengurangi laju perdarahan. Kepala ditundukkan ke depan agar
darah mengalir lewat lubang hidung, tidak jatuh ke tenggorokan, yang jika masuk ke
lambung menimbulkan mual dan muntah, dan jika masuk ke paru-paru dapat
menimbulkan gagal napas dan kematian.

2. Tekan seluruh cuping hidung, tepat di atas lubang hidung dan dibawah tulang hidung.
Pertahankan tindakan ini selama 10 menit. Usahakan jangan berhenti menekan sampai
masa 10 menit terlewati. Penderita diminta untuk bernapas lewat mulut.

3. Beri kompres dingin di daerah sekitar hidung. Kompres dingin membantu mengerutkan
pembuluh darah, sehingga perdarahan berkurang.

4. Setelah mimisan berhenti, tidak boleh mengorek-ngorek hidung dan menghembuskan


napas lewat hidung terlalu kuat sediktinya dalam 3 jam.

Jika penanganan pertama di atas tidak berhasil, korban sebaiknya dibawa ke rumah sakit,
karena mungkin dibutuhkan pemasangan tampon (kasa yang digulung) ke dalam rongga hidung
atau tindakan kauterisasi. Selama dalam perjalanan, penderita sebaiknya tetap duduk dengan
posisi tunduk sedikit kedepan.

Epistaksis Posterior (Mimisan Belakang)

Mimisan belakang (=epistaksis posterior) terjadi akibat perlukaan pada pembuluh darah
rongga hidung bagian belakang. Mimisan belakang jarang terjadi, tapi relatif lebih berbahaya.
Mimisan belakang kebanyakan mengenai orang dewasa, walaupun tidak menutup kemungkinan
juga mengenai anak-anak.
Perdarahan pada mimisan belakang biasanya lebih hebat sebab yang mengalami
perlukaan adalah pembuluh darah yang cukup besar.

Karena terletak di belakang, darah cenderung jatuh ke tenggorokan kemudian tertelan


masuk ke lambung, sehingga menimbulkan mual dan muntah berisi darah. Pada beberapa kasus,
darah sama sekali tidak ada yang keluar melalui lubang hidung.

Beberapa penyebab mimisan belakang :

1. Hipertensi

2. Demam berdarah

3. Tumor ganas hidung atau nasofaring

4. Penyakit darah seperti leukemia, hemofilia, thalasemia dll.

5. Kekurangan vitamin C dan K.

6. Dan lain-lain

Perdarahan pada mimisan belakang lebih sulit diatasi. Oleh karena itu, penderita harus
segera dibawa ke puskesmas atau RS.

Biasanya petugas medis melakukan pemasangan tampon belakang. Caranya, kateter


dimasukkan lewat lubang hidung tembus rongga belakang mulut (faring), kemudian ditarik
keluar melalui mulut. Pada ujung yang keluar melalui mulut ini dipasang kasa dan balon. Ujung
kateter satunya yang ada di lubang hidung ditarik, maka kasa dan balon ikut tertarik dan
menyumbat rongga hidung bagian belakang. Dengan demikian diharapkan perdarahan berhenti.

Jika tindakan ini gagal, petugas medis mungkin akan melakukan kauterisasi. Langkah
lain yang mungkin dipertimbangkan adalah operasi untuk mencari pembuluh darah yang
menyebabkan perdarahan, kemudian mengikatnya. Tindakan ini dinamakan ligasi.

2. ANATOMI FISIOLOGI HIDUNG

Anatomi hidung
Hidung terdiri dari hidung bagian luar atau piramid hidung dan rongga hidung. Piramid
hidung terdiri dari :

pangkal hidung (bridge)

dorsum nasi (dorsum=punggung)

puncak hidung

ala nasi (alae=sayap)

kolumela

lubang hidung (nares anterior)

Fisiologi hidung

Fungsi hidung adalah untuk :

1. jalan napas

2. alat pengatur kondisi udara (mengatur suhu dan kelembaban udara)

3. penyaring udara

4. sebagai indra penghidu (penciuman)

5. untuk resonansi udara

6. membantu proses bicara

7. refleks nasal

Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior (depan) dan posterior (belakang). Kasus
epistaksis anterior terutama berasal dari bagian depan hidung dengan asal perdarahan berasal dari
pleksus kiesselbach. Epistaksis posterior umumnya berasal dari rongga hidung posterior melalui
cabang a.sfenopalatina.

Epistaksis anterior menunjukkan gejala klinik yang jelas berupa perdarahan dari lubang
hidung. Epistaksis posterior seringkali menunjukkan gejala yang tidak terlalu jelas seperti mual,
muntah darah, batuk darah, anemia dan biasanya epistaksis posterior melibatkan pembuluh darah
besar sehingga perdarahan lebih hebat.

Epistaksis (mimisan) pada anak-anak umumnya berasal dari littles area/pleksus


kiesselbach (gambar 3) yang berada pada dinding depan dari septum hidung.

Dua faktor yang paling penting dari epistaksis pada anak-anak adalah :

Trauma minor : mengorek hidung, menggaruk, bersin, batuk atau mengedan

Mukosa hidung yang rapuh : terdapat infeksi saluran napas atas, pengeringan mukosa,
penggunaan steroid inhalasi melalui hidung

Penyebab epistaksis lainnya adalah adanya benda asing di dalam rongga hidung, polip
hidung, kelainan darah, kelainan pembuluh darah dan tumor pada daerah nasofaring.

Perdarahan hidung

Rongga hidung mendapat aliran darah dari cabang arteri maksilaris (maksila=rahang atas)
interna yaitu arteri palatina (palatina=langit-langit) mayor dan arteri sfenopalatina. Bagian depan
hidung mendapat perdarahan dari arteri fasialis (fasial=muka). Bagian depan septum terdapat
anastomosis (gabungan) dari cabang-cabang arteri sfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri
labialis superior dan arteri palatina mayor yang disebut sebagai pleksus kiesselbach (littles area)
3. ETIOLOGI EPISTAKSIS
Beberapa penyebab epistaksis dapat digolongkan menjadi etiologi lokal dan sistemik.
Etiologi lokal
1. Trauma lokal misalnya setelah membuang ingus dengan keras, mengorek hidung, fraktur hidung
atau trauma maksilofasia lainnya.
2. Tumor, baik tumor hidung maupun sinus yang jinak dan yang ganas. Tersering adalah tumor
pembuluh darah seperti angiofibroma dengan ciri perdarahan yang hebat dan karsinoma
nasofaring dengan ciri perdarahan berulang ringan bercampur lendir atau ingus.
3. Idiopatik yang merupakan 85% kasus epistaksis, biasanya ringan dan berulang pada anak dan
remaja.
Ketiga diatas ini merupakan penyebab lokal tersering.
Etiologi lainnya

iritasi gas atau zat kimia yang merangsang ataupun udara panas pada mukosa hidung;

Keadaan lingkungan yang sangat dingin

Tinggal di daerah yang tinggi atau perubahan tekanan atmosfir yang tiba tiba

Iatrogenik akibat operasi

Pemakaian semprot hidung steroid jangka lama

Benda asing atau rinolit dengan keluhan epistaksi ringan unilateral clsertai Ingus berbau
busuk.

Etiologi sistemik
1. Hipertensi dan penyakit kardiovaskuler lainnya seperti arteriosklerosis. Hipertensi yan disertai
atau anpa arteriosklerosis rnerupakan penyebab epistaksis tersering pada usia 60-70 lahun,
perdarahan biasanya hebat berulang dan mempunyai prognosis yang kurang baik,
2. Kelainan perdarahan misalnya leukemia, hemofilia, trombositopenia dll.
3. Infeksi, misalnya demam berdarah disertai trornbositopenia, morbili, demam tifoid dll.
Termasuk etiologi sistemik lain
a. Lebin jarang terjadi adalah gangguan keseimbangan hormon misalnya pada kehamilan,
menarke dan menopause
b. kelainan kongenital misalnya hereditary hemorrhagic Telangieclasis atau penyakit
Rendj-Osler-Weber;
c. Peninggian tekanan vena seperti pada ernfisema, bronkitis, pertusis, pneumonia, tumor
leher dan penyakit jantung
d. pada pasien dengan pengobatan antikoagjlansia.

4. PATOFISIOLOGI

Hidung kaya akan vaskularisasi yang berasal dari arteri karotis interna dan arteri karotis
eksterna. Arteri karotis eksterna menyuplai darah ke hidung melalui percabangannya arteri
fasialis dan arteri maksilaris. Arteri labialis superior merupakan salah satu cabang terminal dari
arteri fasialis. Arteri ini memberikan vaskularisasi ke nasal arterior dan septum anterior sampai
ke percabangan septum. Arteri maksilaris interna masuk ke dalam fossa pterigomaksilaris dan
memberikan enam percabangan : a.alveolaris posterior superior, a.palatina desenden ,
a.infraorbitalis, a.sfenopalatina, pterygoid canal dan a. pharyngeal.
Arteri palatina desenden turun melalui kanalis palatinus mayor dan menyuplai dinding
nasal lateral, kemudian kembali ke dalam hidung melalui percabangan di foramen incisivus
untuk menyuplai darah ke septum anterior.
Arteri karotis interna memberikan vaskularisasi ke hidung. Arteri ini masuk ke dalam
tulang orbita melalui fisura orbitalis superior dan memberikan beberapa percabangan. Arteri
etmoidalis anterior meninggalkan orbita melalui foramen etmoidalis anterior. Arteri etmoidalis
posterior keluar dari rongga orbita, masuk ke foramen etmoidalis posterior, pada lokasi 2-9 mm
anterior dari kanalis optikus. Kedua arteri ini menyilang os ethmoid dan memasuki fossa kranial
anterior, lalu turun ke cavum nasi melalui lamina cribriformis, masuk ke percabangan lateral dan
untuk menyuplai darah ke dinding nasal lateral dan septum.
Pleksus kiesselbach yang dikenal dengan little area berada diseptum kartilagenous
anterior dan merupakan lokasi yang paling sering terjadi epistaksis anterior. Sebagian besar arteri
yang memperdarahi septum beranastomosis di area ini.
Sebagian besar epistaksis (95%) terjadi di little area. Bagian septum nasi anterior
inferior merupakan area yang berhubungan langsung dengan udara, hal ini menyebabkan mudah
terbentuknya krusta, fisura dan retak karena trauma pada pembuluh darah tersebut.
Walaupun hanya sebuah aktifitas normal dilakukan seperti menggosok-gosok hidung
dengan keras, tetapi hal ini dapat menyebabkan terjadinya trauma ringan pada pembuluh darah
sehingga terjadi ruptur dan perdarahan. Hal ini terutama terjadi pada membran mukosa yang
sudah terlebih dahulu mengalami inflamasi akibat dari infeksi saluran pernafasan atas, alergi atau
sinusitis.

5. TANDA dan GEJALA


Perdarahan dari hidung, gejala yang lain sesuai dengan etiologi yang bersangkutan.
Epitaksis berat, walaupun jarang merupakan kegawatdaruratan yang dapat mengancam
keselamatan jiwa pasien, bahkan dapat berakibat fatal jika tidak cepat ditolong. Sumber
perdarahan dapat berasal dari depan hidung maupun belakang hidung. Epitaksis anterior (depan)
dapat berasal dari pleksus kiesselbach atau dari a. etmoid anterior. Pleksus kieselbach ini sering
menjadi sumber epitaksis terutama pada anak-anak dan biasanya dapat sembuh sendiri.
Epitaksis posterior (belakang) dapat berasal dari a. sfenopalatina dan a etmoid posterior.
Perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti sendiri. Sering ditemukan pada pasien dengan
hipertensi, arteriosklerosis atau pasien dengan penyakit jantung.

6. TEST DIAGNOSTIK
- Pemeriksaan Laboratorium
Jika perdarahan sedikit dan tidak berulang, tidak perlu dilakukan pemeriksaan penunjang.
Jika perdarahan berulang atau hebat lakukan pemeriksaan lainnya untuk memperkuat diagnosis
epistaksis.
- Pemeriksaan darah tepi lengkap.
- Fungsi hemostatis
- EKG
- Tes fungsi hati dan ginjal
- Pemeriksaan foto hidung, sinus paranasal, dan nasofaring.
- CT scan dan MRI dapat diindikasikan untuk menentukan adanya rinosinusitis, benda asing dan
neoplasma.

7. KOMPLIKASI

Sinusitis

Septal hematom (bekuan darah pada sekat hidung)

Deformitas (kelainan bentuk) hidung

Aspirasi (masuknya cairan ke saluran napas bawah)

Kerusakan jaringan hidung infeksi

Komplikasi epistaksis :Hipotensi, hipoksia, anemia, aspirasi pneumonia

Komplikasi kauterisasi : Sinekia, perforasi septum

Komplikasi pemasangan tampon : Sinekia, rinosinusitis, sindrom syok toksik, Perforasi


septum, tuba eustachius tersumbat, aritmia (overdosis kokain atau lidokain )

Komplikasi embolisasi : Perdarahan hematom, nyeri wajah, hipersensitivitas, paralisis


fasialis, infark miokard.

Komplikasi ligasi arteri : kebas pada wajah, sinusitis, sinekia, infark miokard.
Mencegah komplikasi, sebagai akibat dari perdarahan yang berlebihan, dapat terjadi syok
atau anemia, turunnya tekanan darah yang mendadak dapat menimbulkan infark serebri,
insufisiensi koroner, atau infark miokard, sehingga dapat menyebabkan kematian. Dalam hal ini
harus segera diberi pemasangan infus untuk membantu cairan masuk lebih cepat. Pemberian
antibiotika juga dapat membantu mencegah timbulnya sinusitis, otitis media akibat pemasangan
tampon.
Kematian akibat pendarahan hidung adalah sesuatu yang jarang. Namun, jika disebabkan
kerusakan pada arteri maksillaris dapat mengakibatkan pendarahan hebat melalui hidung dan
sulit untuk disembuhkan. Tindakan pemberian tekanan, vasokonstriktor kurang efektif.
Dimungkinkan penyembuhan struktur arteri maksillaris (yang dapat merusak saraf wajah) adalah
solusi satu-satunya.

8. PENCEGAHAN
1. Jangan mengkorek-korek hidung.
2. Jangan membuang ingus keras-keras.
3. Hindari asap rokok atau bahan kimia lain.
4. Gunakan pelembab ruangan bila cuaca terlalu kering.
5. Gunakan tetes hidung NaCl atau air garam steril untuk membasahi hidung.
6. Oleskan vaselin atau pelembab ke bagian dalam hidung sebelum tidur, untuk mencegah
kering.
7. Hindari benturan pada hidung

9. PENANGANAN

A. Penanganan umum
1.Pasien dengan perdarahan hidung biasa mengontrol hal tersebut dengan melakukan
penekanan langsung ataupun mengaplikasikan suatu obyek dingin pada hidung.
2.Jika upaya tersebut gagal, pasien biasanya akan langsung mengontak atau pergi ke
rumah sakit atau unit gawat darurat untuk mendapatkan pertolongan.
3.Pendekatan pertama yang biasa dilakukan adalah kauterisasi ataupun pemasangan
tampon hidung (nasal packing). Kauterisasi bermanfaat hanya jika sumber perdarahan pada
mukosa hidung jelas terlihat. Kebanyakan epistaksis berhasil ditangani dengan pemasangan
tampon di dalam hidung, karena selain mempertahankan mukosa hidung tetap lembab, juga
bertindak sebagai tamponade untuk perdarahannya. Tampon hidung sendiri bisa berupa tampon
posterior ataupun anterior tergantung letak sumber perdarahannya. Perlu diperhatikan bahwa saat
melakukan pemasangan tampon, penempatannya harus tepat, dan tetap waspada terhadap potensi
komplikasi, antara lain: trauma, infeksi, dehidrasi, dan tentu saja berubahnya ventilasi akibat
obstruksi aliran udara lewat hidung, sehingga penderita akan menghirup udara melalui mulut
yang akan berpengaruh terhadap mekanisme fisiologis pernapasan paru.
4.Langkah lainnya dalam penanganan epistaksis adalah termasuk menilai derajat
kehilangan darah dan perlu tidaknya transfusi. Penyakit yang mendasari juga harus dicari dan
diobati secara tepat.
5.Pada kasus trauma, penanganan tepat dan segera terhadap setiap kondisi yang
membahayakan jiwa diprioritaskan terlebih dahulu. Manajemen terhadap jalan napas (airway)
dan penggantian cairan tubuh sangat penting, dan di saat yang sama juga dibutuhkan tindakan
emergensi untuk mengontrol epistaksis dan melindungi jalan napas. Untuk tujuan ini biasanya
dilakukan pemasangan folley catheter yang diinflasikan di daerah nasofaring (area di belakang
hidung) dan ditarik dari lubang hidung depan untuk menekan area perdarahan potensial di bagian
belakang hidung sekaligus melindungi jalan napas.

B. Penanganan khusus
1.Pendekatan lainnya adalah dengan melakukan ligasi pembuluh darah yang mensuplai
darah ke hidung. Pilihan untuk ligasi dilakukan jika penanganan melalui kauterisasi maupun
tampon hidung gagal.Pertimbangan lainnya dari intervensi vaskuler secara dini ini adalah
kenyamanan pasien, masa perawatan di rumah sakit, dan kefektivan secara keseluruhan. Secara
umum ligasi A. maksilaris lebih efektif dibandingkan A. karotis eksterna, mengingat ligasi pada
A. karotis eksterna masih memungkinkan suplai darah ke lokasi perdarahan melalui sistem
vaskularisasi kolateral, di samping komplikasi serius yang mungkin timbul, seperti stroke dan
trauma vaskuler.
2.Pendekatan terkini dari intervensi vaskuler secara langsung adalah visualisasi
angiografi dan embolisasi cabang terminal A. maksilaris.
3.Dari sekian banyak pendekatan dalam penanganan epistaksis, sebenarnya yang paling
penting adalah kehati-hatian dalam mengevaluasi kondisi penderita, serta identifikasi letak
perdarahan secara akurat. Dan pilihan yang diambil apapun itu, harus benar-benar
dipertimbangkan berdasarkan kondisi yang ada, resiko maupun keuntungan dari setiap tindakan.

10. PENATALAKSANAN

Kolaborasi
Aliran darah akan berhenti setelah darah berhasil dibekukan dalam proses pembekuan
darah. Sebuah opini medis mengatakan bahwa ketika pendarahan terjadi, lebih baik jika posisi
kepala dimiringkan ke depan (posisi duduk) untuk mengalirkan darah dan mencegahnya masuk
ke kerongkongan dan lambung.
Pertolongan pertama jika terjadi mimisan adalah dengan memencet hidung bagian depan
selama tiga menit. Selama pemencetan sebaiknya bernafas melalui mulut. Perdarahan ringan
biasanya akan berhenti dengan cara ini. Lakukan hal yang sama jika terjadi perdarahan berulang,
jika tidak berhenti sebaiknya kunjungi dokter untuk bantuan.
Untuk pendarahan hidung yang kronis yang disebabkan keringnya mukosa hidung,
biasanya dicegah dengan menyemprotkan salin pada hidung hingga tiga kali sehari. Jika
disebabkan tekanan, dapat digunakan kompres es untuk mengecilkan pembuluh darah
(vasokonstriksi). Jika masih tidak berhasil, dapat digunakan tampon hidung. Tampon hidung
dapat menghentikan pendarahan dan media ini dipasang 1-3 hari.
Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epitaksis adalah:
Mencegah komplikasi yang timbul akibat perdarahan seperti syok atau infeksi
Mencegah berulangnya epitaksis
Jika pasien dalam keadaan gawat seperti syok atau anemia lebih baik diperbaiki dulu keadaan
umum pasien baru menanggulangi perdarahan dari hidung itu sendiri.

Terapi simptomatis Umum


Tenangkan penderita, jika penderita khawatir perdarahan akan bertambah hebat, sumbat hidung
dengan kapas dan cuping hidung dijepit sekitar 10 menit.
Penderita sebaiknya duduk tegak agar tekanan vaskular berkurang dan mudah membatukkan
darah dari tenggorokan, menggunakan apron plastik serta memegang suatu wadah berbentuk
ginjal untuk melindungi pemakainya.
Kompres dingin pada daerah tengkuk leher dan juga pangkal hidung.
Turunkan tekanan darah pada penderita hipertensi.
Hentikan pemakaian antikoagulan.
Pemberian cairan elektrolit pada perdarahan hebat, dan keadaan pasien lemah.

Terapi Lokal

Buang gumpalan darah dari hidung dan tentukan lokasi perdarahan.


Pasang tampon anterior yang telah dibasahi dengan adrenalin dan lidokain atau pantokain untuk
menghentikan perdarahan dan mengurangi rasa nyeri.
Setelah perdarahan berhenti, dilakukan penyumbatan sumber perdarahan dengan menyemprotkan
larutan perak nitrat 20-30% (atau asam trikloroasetat 10%), atau dengan elektrokauter. Bila
terdapat pertemuan pembuluh darah septum anterior dan lokasi perdarahan ditemukan, maka
terbaik mengkauterisasi bagian pinggirnya dan tidak benar-benar di pembuluh darah itu sendiri
karena kauterisasi langsung pada pembuluh darah tersebut biasanya akan menyebabkan
perdarahan kembali. Harus hati-hati agar tidak membuat luka bakar yang luas dan nekrosis
jaringan termasuk kartilago dibawahnya sehingga terjadi perforasi septum nasi.
Cara yang paling baik untuk mengontrol epistaksis anterior (setelah dekongesti dan kokainisasi)
dengan suntikan 2 ml lidokain 1% di regio foramen incisivum pada dasar hidung. Pengontrolan
perdarahan anterior dengan cara ini dapat menghindari masalah perforasi septum, karena
elektrokauterisasi diberikan ke tulang dasar hidung dan bukan pada septum.
Bila dengan cara tersebut perdarahan masih terus berlangsung, maka diperlukan pemasangan
tampon anterior yang telah diberi vaselin atau salep antibiotika agar tidak melekat sehingga tidak
terjadi perdarahan ulang saat tampon dilepaskan. Tampon dibuat dari lembaran kasa steril
bervaselin, berukuran 72 x inci, dimasukkan melalui lubang hidung depan, dipasang secara
berlapis mulai dari dasar sampai puncak rongga hidung dan harus menekan sumber perdarahan.
Tampon dipasang selama 1-2 hari, sebagian dokter juga melapisi tampon dengan salep antibiotik
untuk mengurangi bakteri dan pembentukan bau.
Dapat juga digunakan balon intranasal yang dirancang untuk menekan regio septum anterior
(pleksus kiesselbach) atau daerah etmoidalis. Cara ini lebih mudah diterima pasien karena lebih
nyaman.1,2,7,8,12,14

Medika Mentosa

Pada pasien yang dipasang tampon anterior, berikan antibiotik profilaksis.


Vasokontriktor topikal : Oxymetazoline 0,05%.
o Menstimulasi reseptor alfa-adrenergik sehingga terjadi vasokonstriksi.
o Dosis : 2-3 spray pada lubang hidung setiap 12 jam.
o Kontraindikasi : hipersensitivitas
o Hati-hati pada hipertiroid, penyakit jantung iskemik, diabetes melitus, meningkatkan tekanan
intraokular.
Anestesi lokal : lidokain 4%
o Digunakan bersamaan dengan oxymetazoline
o Menginhibisi depolarisasi, memblok transmisi impuls saraf
o Kontraindikasi : hipersensitivitas.
Salep antibiotik : mopirocin 2% (Bactroban Nasal)
o menghambat pertumbuhan bakteri.
o Dosis : 0,5 g pada setiap lubang hidung selama 5 hari.
o Kontraindikasi : hipersensitivitas.
Perak Nitrat
o Mengkoagulasi protein seluler dan menghancurkan jaringan granulasi.
o Kontraindikasi : hipersensitivitas, kulit yang terluka.10,11
Intervensi radiologi, angiografi dengan embolisasi percabangan arteri karotis intema. Hal
ini dilakukan jika epistaksis tidak dapat dihentikan dengan tampon.
Pembedahan

o Ligasi Arteri
Ligasi arteri etmoid anterior dilakukan bila dengan tampon anterior perdarahan masih
terus berlangsung. Ligasi dilakukan dengan membuat sayatan mulai dari bagian medial alis
mata,lalu melengkung ke bawah melalui pertengahan antara pangkal hidung dan daerah kantus
media. Insisi langsung diteruskan ke tulang, dimana periosteum diangkat dengan hari-hari dan
periorbita dilepaskan, lalu bola mata ditarik ke lateral, arteri etmoid anterior merupakan cabang
arteri optalmika terletak pada sutura frontomaksilolaksimal. Pembuluh ini dijepit dengan suatu
klip hemostatik, atau suatu ligasi tunggal.
o Septal dermatoplasty pada pasien osler-weber-rendu-syndrome mukosa septum diambil dan
kartilago diganti dengan skin graft.6,7,9

Follow up
Cegah perdarahan ulang dengan menggunakan nasal spray, salep Bactroban nasal
Berikan antibiotika oral dan topikal untuk mencegah rinosinusitis
Hindari aspirin dan NSAID lainnya
Kontrol masalah medis lainnya seperti hipertensi, defesiensi vitamin k melalui konsultasi dengan
ahli spesialis lainnya

Edukasi pasien

Hindari cuaca yang panas dan kering


Hindari makanan yang pedas dan panas
Bernafas dengan mulut terbuka.

Menghentikan perdarahan
Menghentikan perdarahan secara aktif dengan menggunakan kaustik atau tampon jauh
lebih efektif daripada dengan pemberian obat-obat hemostatik dan menunggu darah berhenti
dengan sendirinya. Jika pasien datang dengan perdarahan maka pasien sebaiknya diperiksa
dalam keadaan duduk, jika terlalu lemah pasien dibaringkan dengan meletakan bantal di
belakang punggung pasien. Sumber perdarahan dicari dengan bantuan alat penghisap untuk
membersihkan hidung dari bekuan darah, kemudian dengan menggunakan tampon kapas yang
dibasahi dengan adrenalin 1/10000 atau lidokain 2 % dimasukan ke dalam rongga hidung untuk
menghentikan perdarahan atau mengurangi nyeri, dapat dibiarkan selama 3-5 menit.

Perdarahan Anterior
Dapat menggunakan alat kaustik nitras argenti 20-30% atau asam triklorasetat 10% atau
dengan elektrokauter. Bila perdarahan masih berlangsung maka dapat digunakan tampon anterior
(kapas dibentuk dan dibasahi dengan adrenalin + vaseline) tampon ini dapat digunakan sampai 1-
2 hari.

Perdarahan Posterior
Perdarahan biasanya lebih hebat dan lebih sukar dicari, dapat dilihat dengan
menggunakan pemeriksaan rhinoskopi posterior. Untuk mengurangi perdarahan dapat digunakan
tampon Beelloqk.

Tampon Beelloqk
Mandiri
Pada epitaksis, gejala yang utama adalah perdarahan dari hidung, gejala yang lain sesuai
dengan etiologi yang bersangkutan. Oleh sebab itu pada tindakan penanganan mandiri perawat,
yang harus diperhatikan adalah penanganan pada:

Risiko kekurangan volume cairan,

Nyeri,
Risiko infeksi.

Tindakan mandiri perawat

Awasi tanda-tanda vital

Awasi masukan/haluaran, hitung kehilangan cairan akibat perdarahan

Evaluasi turgor kulit, pengisian kapiler dan membrane mukosa mulut

Kaji keluhan nyeri

Awasi tanda-tanda vital

Berikan posisi yang nyaman

Dorong penggunaan manajemen nyeri

Kurangi prosedur tindakan invasive

Awasi tanda-tanda vital Kurangi pengunjung

Perawatan
Aliran darah akan berhenti setelah darah berhasil dibekukan dalam proses pembekuan
darah. Sebuah opini medis mengatakan bahwa ketika pendarahan terjadi, lebih baik jika posisi
kepala dimiringkan ke depan (posisi duduk) untuk mengalirkan darah dan mencegahnya masuk
ke kerongkongan dan lambung.
Pertolongan pertama jika terjadi mimisan adalah dengan memencet hidung bagian depan
selama tiga menit. Selama pemencetan sebaiknya bernafas melalui mulut. Perdarahan ringan
biasanya akan berhenti dengan cara ini. Lakukan hal yang sama jika terjadi perdarahan berulang,
jika tidak berhenti sebaiknya kunjungi dokter untuk bantuan.
Untuk pendarahan hidung yang kronis yang disebabkan keringnya mukosa hidung,
biasanya dicegah dengan menyemprotkan salin pada hidung hingga tiga kali sehari.
Jika disebabkan tekanan, dapat digunakan kompres es untuk mengecilkan pembuluh
darah (vasokonstriksi). Jika masih tidak berhasil, dapat digunakan tampon hidung. Tampon
hidung dapat menghentikan pendarahan dan media ini dipasang 1-3 hari. Kematian akibat
pendarahan hidung adalah sesuatu yang jarang.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA EPISTAKSIS


A. PENGKAJIAN
1. Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan
2. Riwayat Penyakit sekarang
3. Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh sulit bernafas, tenggorokan.
4. Riwayat penyakit dahulu :
- Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma
- Pernah mempunyai riwayat penyakit THT
- Pernah menedrita sakit gigi geraham
5. Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang lalu yang
mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang.
6. Riwayat spikososial
a. Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih0
b. Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
7. Pola fungsi kesehatan

a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

- Untuk mengurangi flu biasanya klien mengkonsumsi obat tanpa memperhatikan efek samping

b. Pola nutrisi dan metabolisme :


- biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung

c. Pola istirahat dan tidur


- selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering pilek

d. Pola Persepsi dan konsep diri


- klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsep diri menurun
e. Pola sensorik
- daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus menerus (baik purulen ,
serous, mukopurulen).

8. Pemeriksaan fisik

a. status kesehatan umum : keadaan umum , tanda vital, kesadaran.


b. Pemeriksaan fisik data focus hidung : rinuskopi (mukosa merah dan bengkak).

Data subyektif :

- Mengeluh badan lemas

Data Obyektif

- Perdarahan pada hidung/mengucur banyak

- Gelisah

- Penurunan tekanan darah

- Peningkatan denyut nadi

- Anemia

B. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul

1. PK : Perdarahan

2. Bersihan Jalan Nafas tidak efektif

3. Cemas

4. Nyeri Akut

C. Perncanaan Keperawatan

1. PK : Perdarahan

Tujuan : meminimalkan perdarahan

Kriteria : Tidak terjadi perdarahan, tanda vital normal, tidak anemis

INTERVENSI
- Monitor keadaan umum pasien

- Monitor tanda vital

- Monitor jumlah perdarahan psien

- Awasi jika terjadi anemia

- Kolaborasi dengan dokter mengenai masalah yang terjadi dengan perdarahan : pemberian transfusi,
medikasi

2. Bersihan Jalan Nafas tidak efektif

Tujuan : Bersihan jalan nafas menjadi efektif


Kriteria : Frekuensi nafas normal, tidak ada suara nafas tambahan, tidak menggunakan otot
pernafasan tambahan, tidak terjadi dispnoe dan sianosis
No. Intervensi Rasional

1 Mandiri
Penurunan bunyi nafas dapat
Kaji bunyi atau kedalaman menyebabkan atelektasis, ronchi dan
pernapasan dan gerakan dada. wheezing menunjukkan akumulasi
sekret
Catat kemampuan mengeluarkan
mukosa/batuk efektif Sputum berdarah kental atau cerah
dapat diakibatkan oleh kerusakan paru
atau luka bronchial
Berikan posisi fowler atau semi Posisi membantu memaksimalkan
fowler tinggi ekspansi paru dan menurunkan upaya
Bersihkan sekret dari mulut dan pernafasan
trakea Mencegah obstruksi/aspirasi
Pertahankan masuknya cairan Membantu pengenceran sekret
sedikitnya sebanyak 250 ml/hari
kecuali kontraindikasi

2 Kolaborasi Mukolitik untuk menurunkan batuk,


Berikan obat sesuai dengan indikasi ekspektoran untuk membantu
mukolitik, ekspektoran, memobilisasi sekret, bronkodilator
bronkodilator menurunkan spasme bronkus dan
analgetik diberikan untuk menurunkan
ketidaknyamanan

3. Cemas
Tujuan : Cemas klien berkurang/hilang
Kriteria :
- Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya
- Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta pengobatannya.

No. Intervensi Rasional


1 2 3
1 Kaji tingkat kecemasan klien Menentukan tindakan selanjutnya
Berikan kenyamanan dan Memudahkan penerimaan klien
ketentraman pada klien : terhadap informasi yang diberikan
Temani klien Meningkatkan pemahaman klien
Perlihatkan rasa empati( datang tentang penyakit dan terapi untuk
dengan menyentuh klien ) penyakit tersebut sehingga klien lebih
kooperatif
Berikan penjelasan pada klien
tentang penyakit yang dideritanya Dengan menghilangkan stimulus yang
perlahan, tenang seta gunakan mencemaskan akan meningkatkan
kalimat yang jelas, singkat mudah ketenangan klien.
dimengerti Mengetahui perkembangan klien secara
Singkirkan stimulasi yang dini.
berlebihan misalnya : Obat dapat menurunkan tingkat
- Tempatkan klien diruangan yang kecemasan klien
lebih tenang
- Batasi kontak dengan orang
lain /klien lain yang kemungkinan
mengalami kecemasan
Observasi tanda-tanda vital.
Bila perlu , kolaborasi dengan tim
medis
4. Nyeri Akut

Tujuan : nyeri berkurang atau hilang

Kriteria hasil :
- Klien mengungkapakan nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang
- Klien tidak menyeringai kesakitan

No. Intervensi Rasional


1 2 3
1 Kaji tingkat nyeri klien Mengetahui tingkat nyeri klien dalam
Jelaskan sebab dan akibat nyeri menentukan tindakan selanjutnya
pada klien serta keluarganya Dengan sebab dan akibat nyeri
Ajarkan tehnik relaksasi dan diharapkan klien berpartisipasi dalam
perawatan untuk mengurangi nyeri
distraksi
Klien mengetahui tehnik distraksi dan
Observasi tanda tanda vital dan
relaksasi sehinggga dapat
keluhan klien
mempraktekkannya bila mengalami
Kolaborasi dngan tim medis nyeri
Terapi konservatif : Mengetahui keadaan umum dan
a. obat Acetaminopen; Aspirin, perkembangan kondisi klien.
dekongestan hidung Menghilangkan /mengurangi keluhan
nyeri klien

EPISTAKSIS
Rabu, 04 Desember 2013
LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
PENYAKIT EPISTAKSIS

Oleh :

Nama : VIVIN SULISTIANI


Kelas : 1C
NIM : 13.125

AKADEMI KEPERAWATAN
PEMERINTAHAN KOTA PASURUAN
2013

LAPORAN PENDAHULUAN EPISTAKSIS


1. Definisi Epistaksis
Epistaksis, perdarahan dari hidung (Kedokteran: epistaksis atau Inggris: epistaxis) atau
mimisan adalah satu keadaan pendarahan dari hidung yang keluar melalui lubang hidung yang
dapat terjadi akibat sebab lokal atau sebab umum (kelainan sistemik). Epistaksis bukan suatu
penyakit, melainkan gejala suatu kelainan. Epistaksis sering ditemukan sehari-hari, hampir
sebagian besar epistaksis dapat berhenti sendiri. Epistaksis disebabkan oleh adanya suatu kondisi
kelainan atau keadaan tertentu yang bisa bersifat ringan sampai berat dan akhirnya dapat
berakibat fatal.

2. Etiologi
a. Lokal
1) Trauma misalnya trauma maksilofasial waktu mengeluarkan ingus dengan kuat, bersin,
mengorek hidung, terjatuh, terpukul, iritasi oleh gas yang merangsang.
2) Benda asing dan rinolit, dapat menyebabkan mimisan ringan disertai ingus yang berbau busuk.
3) Infeksi hidung dan sinus paranasal, seperti rinitis, sinusitis; serta granuloma spesifik, seperti
lepra dan sifilis.
4) Iatrogenik (pembedahan).
5) Neoplasma pada cavum nasi atau nasofaring, baik jinak maupun ganas yang berhubungan
dengan neoplasma biasanya sedikit dan intermiten, kadang-kadang ditandai dengan mukus yang
bernoda darah, Hemongioma, karsinoma, serta angiofibroma.
6) Zat kimia (logam berat seperti merkuri, kromium dan fosfor, asam sulfur, amonia, gasolin,
glutaraldehid).
7) Benda asing dan perforasi septum. Perforasi septum nasi atau abnormalitas septum dapat
menjadi predisposisi perdarahan hidung. Bagian anterior septum nasi, bila mengalami deviasi
atau perforasi, akan terpapar aliran udara pernafasan yang cenderung mengeringkansekresi
hidung. Pembentukan krusta yang keras dan usaha melepaskan dengan jari menimbulkan trauma
digital. Pengeluaran krusta berulang menyebabkan erosimembrana mukosa septum dan
kemudian perdarahan.
8) Kelainan kongenital, kelainan kongenital yang sering menyebabkan epistaksis ialah perdarahan
telangiektasis heriditer (hereditary hemorrhagic telangiectasia/Osler's disease). Pasien ini juga
menderita telangiektasis diwajah, tangan atau bahkan di traktusgastrointestinal dan/atau
pembuluh darah paru.
9) Idiopatik, biasanya terjadi berulang dan ringan pada anak dan remaja.
10) Pengaruh lingkungan, misalnya perubahan tekanan atmosfir mendadak seperti pada penerbang
dan penyelam (penyakit caisson) atau lingkungan yang udaranya sangat dingin.
b. Gangguan Sistemik
1) Penyakit kardiovaskuler, hipertensi dan kelainan pembuluh darah, seperti pada aterosklerosis,
nefritis kronik, sirosis hepatis, sifilis, diabetes melitus dapat menyebabkan epistaksis. Epistaksis
akibat hipertensi biasanya hebat, sering kambuh dan prognosisnya tidak baik.
2) Kelainan darah misalnya trombositopenia, hemofilia dan leukemia, ITP, diskrasiadarah, obat-
obatan seperti terapi antikoagulan, aspirin dan fenilbutazon dapat pula mempredisposisi
epistaksis berulang.
3) Gangguan endokrin seperti pada kehamilan, menstruasi dan menopause, kadang-
kadang beberapa wanita mengalami perdarahan persisten dari hidung menyertai fasemenstruasi.
4) Infeksi sistemik seperti demam berdarah, influenza, morbili, demam tifoid.
5) Telangiektasia hemoragik herediter (Osler weber rendu disease) merupakan penyakit autosomal
dominan yang ditunjukkan dengan adanya perdarahan berulang karena anomali pembuluh darah.
6) Kelainan hematologi seperti hemopilia, leukemia, multiple myeloma, imune trombositopenia
purpura (ITP), polisitemia vera.
7) Obat-obatan seperti NSAID, aspirin, warfarin, agen kemoterapeutik.
8) Defisiensi Vitamin C dan K.

3. Klasifikasi
a. Epistaksis anterior dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach yang merupakan sumber pendarahan
epistaksis yang sering dijumpai pada anak-anak dapat juga berasal dari arteri ethmoidanterior.
Perdarahan dapat berhenti sendiri (spontan) dan dapat dikendalikan dengan tindakan sederhana.
b. Epistaksis posterior berasal dari arteri sphenopalatina dan arteri ethmoid posterior.
Pendarahan cenderung lebih berat dan jarang behenti sendiri, sehingga dapat
menyebabkan anemia, hipovolemi dan syok. Epistaksis posterior sering ditemukan
pada pasien dengan penyakit kardiovaskular (penyakit jantung), hipertensi, arteriosklerosis.
Pendarahan posterior terjadi bila sebagian besar darah yang keluar masuk ke dalam faring,
tampon anterior tidak dapat menghentikan perdarahan, dan pada pemeriksaan hidung tampak
perdarahan di posterior superior.

4. Patofisiologi
Hidung kaya akan vaskularisasi yang berasal dari arteri karotis interna dan arteri karotis
eksterna. Arteri karotis eksterna menyuplai darah ke hidung melalui percabangannya arteri
fasialis dan arteri maksilaris. Arteri labialis superior merupakan salah satu cabang terminal dari
arteri fasialis. Arteri ini memberikan vaskularisasi ke nasal arterior dan septum anterior sampai
ke percabangan septum. Arteri maksilaris interna masuk ke dalam fossa pterigomaksilaris dan
memberikan enam percabangan : a.alveolaris posterior superior, a.palatina desenden ,
a.infraorbitalis, a.sfenopalatina, pterygoid canal dan a. pharyngeal. Arteri palatina desenden turun
melalui kanalis palatinus mayor dan menyuplai dinding nasal lateral, kemudian kembali ke
dalam hidung melalui percabangan di foramen incisivus untuk menyuplai darah ke septum
anterior.
Arteri karotis interna memberikan vaskularisasi ke hidung, arteri ini masuk ke dalam
tulang orbita melalui fisura orbitalis superior dan memberikan beberapa percabangan. Arteri
etmoidalis anterior meninggalkan orbita melalui foramen etmoidalis anterior. Arteri etmoidalis
posterior keluar dari rongga orbita, masuk ke foramen etmoidalis posterior, pada lokasi 2-9 mm
anterior dari kanalis optikus. Kedua arteri ini menyilang os ethmoid dan memasuki fossa kranial
anterior, lalu turun ke cavum nasi melalui lamina cribriformis, masuk ke percabangan lateral dan
untuk menyuplai darah ke dinding nasal lateral dan septum.
Pleksus kiesselbach yang dikenal dengan little area berada diseptum kartilagenous
anterior dan merupakan lokasi yang paling sering terjadi epistaksis anterior. Sebagian besar arteri
yang memperdarahi septum beranastomosis di area ini.
Sebagian besar epistaksis (95%) terjadi di little area. Bagian septum nasi anterior
inferior merupakan area yang berhubungan langsung dengan udara, hal ini menyebabkan mudah
terbentuknya krusta, fisura dan retak karena trauma pada pembuluh darah tersebut. Walaupun
hanya sebuah aktifitas normal dilakukan seperti menggosok-gosok hidung dengan keras, tetapi
hal ini dapat menyebabkan terjadinya trauma ringan pada pembuluh darah sehingga terjadi ruptur
dan perdarahan. Hal ini terutama terjadi pada membran mukosa yang sudah terlebih dahulu
mengalami inflamasi akibat dari infeksi saluran pernafasan atas, alergi atau sinusitis.

5. Manifestasi Klinis
Perdarahan dari hidung, gejala yang lain sesuai dengan etiologi yang bersangkutan.
Epitaksis berat, walaupun jarang merupakan kegawatdaruratan yang dapat mengancam
keselamatan jiwa pasien, bahkan dapat berakibat fatal jika tidak cepat ditolong. Sumber
perdarahan dapat berasal dari depan hidung maupun belakang hidung.
Epitaksis anterior (depan) dapat berasal dari pleksus kiesselbach atau dari a. etmoid
anterior. Pleksus kieselbach ini sering menjadi sumber epitaksis terutama pada anak-anak dan
biasanya dapat sembuh sendiri.
Epitaksis posterior (belakang) dapat berasal dari a. sfenopalatina dan a. etmoid posterior.
Perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti sendiri. Sering ditemukan pada pasien dengan
hipertensi, arteriosklerosis atau pasien dengan penyakit jantung. Pemeriksaan yang diperlukan
adalah darah Lengkap dan fungsi hemostasis.
Pasien sering menyatakan bahwa perdarahan berasal dari bagian depan dan
belakanghidung. Perhatian ditujukan pada bagian hidung tempat awal terjadinya perdarahan atau
pada bagian hidung yang terbanyak mengeluarkan darah.
Kebanyakan kasus epistaksis timbul sekunder trauma yang disebabkan oleh
mengorek hidung menahun atau mengorek krusta yang telah terbentuk akibat
pengeringan mukosahidung berlebihan. Penting mendapatkan riwayat trauma terperinci.
Riwayat pengobatan atau penyalahgunaan alkohol terperinci harus dicari. Banyak pasien minum
aspirin secara teratur untuk banyak alasan.
Aspirin merupakan penghambat fungsi trombosit dan dapat meyebabkan pemanjangan
atau perdarahan. Penting mengenal bahwa efek ini berlangsung beberapa waktu dan bahwa
aspirin ditemukan sebagai komponen dalam sangat banyak produk. Alkohol merupakan
senyawa lain yang banyak digunakan, yang mengubah fungsi pembekuan secara
bermakna.

6. Pemeriksaan Diagnotik
a. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperhatikan keadaan umum pasien, apakah sangat lemah
ataukah ada tanda-tanda syok, sebagai akibat banyaknya darah yang keluar bila mungkin lakukan
pemeriksaan rinoskopi anterior dengan pasien dalam posisi duduk.
Untuk melakukan pemeriksaan yang adekuat, pasien harus ditempatkan pada ketinggian
yang memudahkan pemeriksaan bekerja, harus cukup untuk menginspeksi sisi dalam hidung.
Sisi anterior hidung harus diperiksa dengan spekulum hidung. Spekulum harus disokong dengan
jari telunjuk pada ala nasi. Kemudian pemeriksa menggunakan tangan yang satu lagi untuk
mengubah posisi kepala pasien untuk melihat semua bagian hidung. Hidung harus dibersihkan
dari bekuan darah, cairan, maupun sekret dengan alat penghisap. Sesudah dibersihkan semua
lapangan dalam hidung diobservasi untuk mencari tempat dan faktor-faktor penyebab
pendarahan. Setelah hidung dibersihkan, dimasukkan kapas yang sudah dibasahi dengan larutan
anestesi lokal yaitu larutan pantokain atau larutan lidokain 2% dan ditetesi larutan adrenali
1/1000 kedalam hidung untuk menghilangkan rasa sakit dan membuat vasokontriksi pembuluh
darah sehingga pendarahan dapat berhenti untuk sementara, sesudah 10-15 menit kapas dalam
hidung dikeluarkan dan bekuan darah dibersihkan dengan alat penghisap lalu dilakukan evaluasi.
Berikut beberapa evaluasi yang harus dilakukan :
1 ) Rinoskopi anterior, pemeriksaan harus dilakukan dengan cara teratur dari anterior ke posterior.
Vestibulum, mukosa hidung dan septum nasi, dinding lateral dan konkhainferior harus diperiksa
dengan cermat.
2 ) Rinoskopi posterior, pemerisaa nasofaring dengan rinoskopi posterior penting pada pasien
dengan epistaksis berulang dan sekret hidung kronik untuk menyingkirkan neoplasma.
3 ) Pengukuran tekanan darah, tekanan darah erlu diukur untuk menyingkirkan diagnosis hipertensi,
karena hipertensi dapat menyebabkan epistaksis yang hebat dan sering beruang.
4 ) Rontgen sinus dan CT-Scan atau MRI Rontgen sinus dan CT-Scan atau MRI penting mengenali
neoplasma atau infeksi.
5 ) Endoskopi hidung untuk melihat atau menyingkirkan kemungkina penyakit lainnya.
6 ) Skrining terhadap koagulopati Tes-tes yang tepat termasuk waktu protrombin serum, waktu
tromboplastin parsial, jumlah platelet dan waktu pendarahan.
7 ) Riwayat penyakit, riwayat penyakit yang teliti dapat mengungkapkan setiap masalah kesehatan
yang mendasari epistaksis.

b . Pemeriksaan Penunjang
Jika perdarahan sedikit dan tidak berulang, tidak perlu dilakukan pemeriksaan penunjang.
Tetepi jika perdarahan berulang atau hebat lakukan pemeriksaan lainnya untuk memperkuat
diagnosis epistaksis.
1) Pemeriksaan darah tepi lengkap.
2) Fungsi hemostatis
3) EKG
4) Tes fungsi hati dan ginjal
5) Pemeriksaan foto hidung, sinus paranasal, dan nasofaring.
6) CT scan dan MRI dapat diindikasikan untuk menentukan adanya rinosinusitis, benda asing dan
neoplasma

7. Komplikasi
Dapat terjadi langsung akibat epistaksis sendiri atau akibat usaha penanggulangannya.
a. Akibat perdarahan hebat
1) Syok dan anemia
2) Tekanan darah yang turun mendadak dapat menimbulkan iskemia otak, insufisiensi koroner dan
infark miokard, sehingga dapat menyebabkan kematian, dalam hal ini harus segera dilakukan
pemberian infus atau transfusi darah untuk membantu cairan masuk lebih cepat.
b. Akibat pemasangan tampon
1) Pemasangan tampon dapat menimbulkan sinusitis, otitis media, , aritmia (overdosis kokain atau
lidokain ) bahkan septikemia. Oleh karena itu pada setiap pemasangan tampon harus selalu
diberikan antibiotik dan setelah 2-3 hari harus dicabut meski akan dipasang tampon baru bila
masih berdarah.
2) Sebagai akibat mengalirnya darah secara retrograd melalui tuba Eustachius, dapat terjadi
hemotimpanum dan air mata yang berdarah.
3) Pada waktu pemasangan tampon Bellocq dapat terjadi laserasi palatum mole dan sudut bibir
karena benang terlalu kencang dilekatkan.
c. Akibat embolisasi
1) Perdarahan hematom (bekuan darah pada sekat hidung)
2) Nyeri wajah
3) Hipersensitivitas
4) Paralisis fasialis
5) Infark miokard
6) Deformitas (kelainan bentuk) hidung.
8. Penatalaksanaan Medis
a. Terapi simptomatis Umum
1) Tenangkan penderita, jika penderita khawatir perdarahan akan bertambah hebat, sumbat hidung
dengan kapas dan cuping hidung dijepit sekitar 10 menit.
2) Penderita sebaiknya duduk tegak agar tekanan vaskular berkurang dan mudah membatukkan
darah dari tenggorokan, menggunakan apron plastik serta memegang suatu wadah berbentuk
ginjal untuk melindungi pemakainya.
3) Kompres dingin pada daerah tengkuk leher dan juga pangkal hidung.
4) Turunkan tekanan darah pada penderita hipertensi.
5) Hentikan pemakaian antikoagulan.
6) Pemberian cairan elektrolit pada perdarahan hebat, dan keadaan pasien lemah.
b. Terapi Lokal
1) Buang gumpalan darah dari hidung dan tentukan lokasi perdarahan.
2) Pasang tampon anterior yang telah dibasahi dengan adrenalin dan lidokain atau pantokain untuk
menghentikan perdarahan dan mengurangi rasa nyeri.
3) Setelah perdarahan berhenti, dilakukan penyumbatan sumber perdarahan dengan
menyemprotkan larutan perak nitrat 20-30% (atau asam trikloroasetat 10%), atau dengan
elektrokauter. Bila terdapat pertemuan pembuluh darah septum anterior dan lokasi perdarahan
ditemukan, maka terbaik mengkauterisasi bagian pinggirnya dan tidak benar-benar di pembuluh
darah itu sendiri karena kauterisasi langsung pada pembuluh darah tersebut biasanya akan
menyebabkan perdarahan kembali. Harus hati-hati agar tidak membuat luka bakar yang luas dan
nekrosis jaringan termasuk kartilago dibawahnya sehingga terjadi perforasi septum nasi.
4) Cara yang paling baik untuk mengontrol epistaksis anterior (setelah dekongesti dan kokainisasi)
dengan suntikan 2 ml lidokain 1% di regio foramen incisivum pada dasar hidung. Pengontrolan
perdarahan anterior dengan cara ini dapat menghindari masalah perforasi septum, karena
elektrokauterisasi diberikan ke tulang dasar hidung dan bukan pada septum.
5) Bila dengan cara tersebut perdarahan masih terus berlangsung, maka diperlukan pemasangan
tampon anterior yang telah diberi vaselin atau salep antibiotika agar tidak melekat sehingga tidak
terjadi perdarahan ulang saat tampon dilepaskan. Tampon dibuat dari lembaran kasa steril
bervaselin, berukuran 72 x inci, dimasukkan melalui lubang hidung depan, dipasang secara
berlapis mulai dari dasar sampai puncak rongga hidung dan harus menekan sumber perdarahan.
Tampon dipasang selama 1-2 hari, sebagian dokter juga melapisi tampon dengan salep antibiotik
untuk mengurangi bakteri dan pembentukan bau.
6) Dapat juga digunakan balon intranasal yang dirancang untuk menekan regio septum anterior
(pleksus kiesselbach) atau daerah etmoidalis. Cara ini lebih mudah diterima pasien karena lebih
nyaman.
c. Medika Mentosa
1) Pada pasien yang dipasang tampon anterior, berikan antibiotik profilaksis.
2) Vasokontriktor topikal : Oxymetazoline 0,05%.
a) Menstimulasi reseptor alfa-adrenergik sehingga terjadi vasokonstriksi.
b) Dosis : 2-3 spray pada lubang hidung setiap 12 jam.
c) Kontraindikasi : hipersensitivitas
d) Hati-hati pada hipertiroid, penyakit jantung iskemik, diabetes melitus, meningkatkan tekanan
intraokular.
3) Anestesi lokal : lidokain 4%
a) Digunakan bersamaan dengan oxymetazoline
b) Menginhibisi depolarisasi, memblok transmisi impuls saraf
c) Kontraindikasi : hipersensitivitas.
Salep antibiotik : mopirocin 2% (Bactroban Nasal)
d) Menghambat pertumbuhan bakteri.
e) Dosis : 0,5 g pada setiap lubang hidung selama 5 hari.
f) Kontraindikasi : hipersensitivitas.
4) Perak Nitrat
a) Mengkoagulasi protein seluler dan menghancurkan jaringan granulasi.
b) Kontraindikasi : hipersensitivitas, kulit yang terluka.
(1) Intervensi radiologi, angiografi dengan embolisasi percabangan arteri karotis intema. Hal ini
dilakukan jika epistaksis tidak dapat dihentikan dengan tampon.
(2) Pembedahan
Ada tiga prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis yaitu :

1. Menghentikan perdarahan

2. Mencegah komplikasi yang timbul akibat perdarahan seperti syok atau infeksi

3. Mencegah berulangnya epistaksis


Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mencegah terjadinya epistaksis antara lain yaitu :
1. Gunakan semprotan hidungatau tetes larutan garam, pada lubang hidung dua sampai tiga kali
sehari. Untuk membuat tetes larutan ini dapat mencampur 1 sendok teh garam kedalam secangkir
gelas, kemudian didihkan selama 20 menit lalu biarkan sampai hangat kuku.
2. Gunaan alat untuk melembabkan udara dirumah
3. Gunakan gel hidung larut air di hidung, oleskan dengan cotton bud
4. Jangan masukkan cotton bud melebini 0,5-0,6 cm ke dalam hidung
5. Hindari meniup melalui hidung terlalu keras
6. Bersin melalui mulut
7. Hindari memasukkan benda keras ke dalam hidung, termasuk jari
8. Batasi pengguna obat-obatan yang dapat meningkatkan pendarahan seperti aspirin atau
ibuprofen
9. Konsultasikan ke dokter bila alergi tidak lagi bisa ditangani dengan obat alergi biasa
10. Berhentilah merokok, merokok menyebabkan hidung menjadi kering sehingga mudah iritasi
Ligasi arteri etmoid anterior dilakukan bila dengan tampon anterior perdarahan masih
terus berlangsung. Ligasi dilakukan dengan membuat sayatan mulai dari bagian medial alis
mata,lalu melengkung ke bawah melalui pertengahan antara pangkal hidung dan daerah kantus
media. Insisi langsung diteruskan ke tulang, dimana periosteum diangkat dengan hari-hari dan
periorbita dilepaskan, lalu bola mata ditarik ke lateral, arteri etmoid anterior merupakan cabang
arteri optalmika terletak pada sutura frontomaksilolaksimal. Pembuluh ini dijepit dengan suatu
klip hemostatik, atau suatu ligasi tunggal. Septal dermatoplasty pada pasien osler-weber-rendu-
syndrome mukosa septum diambil dan kartilago diganti dengan skin graft.
Aliran darah akan berhenti setelah darah berhasil dibekukan dalam proses pembekuan
darah. Sebuah opini medis mengatakan bahwa ketika pendarahan terjadi, lebih baik jika posisi
kepala dimiringkan ke depan (posisi duduk) untuk mengalirkan darah dan mencegahnya masuk
ke kerongkongan dan lambung.
Pertolongan pertama jika terjadi mimisan adalah dengan memencet hidung bagian depan
selama tiga menit. Selama pemencetan sebaiknya bernafas melalui mulut. Perdarahan ringan
biasanya akan berhenti dengan cara ini. Lakukan hal yang sama jika terjadi perdarahan berulang,
jika tidak berhenti sebaiknya kunjungi dokter untuk bantuan.
Untuk pendarahan hidung yang kronis yang disebabkan keringnya mukosa hidung,
biasanya dicegah dengan menyemprotkan salin pada hidung hingga tiga kali sehari. Jika
disebabkan tekanan, dapat digunakan kompres es untuk mengecilkan pembuluh darah
(vasokonstriksi). Jika masih tidak berhasil, dapat digunakan tampon hidung. Tampon hidung
dapat menghentikan pendarahan dan media ini dipasang 1-3 hari.

KONSEP ASKEP
1. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
a. Perdarahan spontan berhubungan dengan trauma minor maupun mukosa hidung yang rapuh.
b. Obstruksi jalan nafas berhubungan dengan nersihan jalan nafas tidak efektif.
c. Cemas berhubungan dengan perdarahan yang diderita.
d. Nyeri akut berhubungan dengan infeksi saluran nafas atas maupun pengeringan mukosa hidung.
e. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi-perfusi
f. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia
2. Intervensi
a. Awasi tanda-tanda vital
b. Awasi masukan/haluaran, hitung kehilangan cairan akibat perdarahan
c. Evaluasi turgor kulit, pengisian kapiler dan membrane mukosa mulut
d. Kaji keluhan nyeri
e. Awasi tanda-tanda vital
f. Berikan posisi yang nyaman
g. Dorong penggunaan manajemen nyeri
h. Kurangi prosedur tindakan invasive
i. Awasi tanda-tanda vital Kurangi pengunjung

DAFTAR PUSTAKA

1. Nguoyen, Quoc AMD. Epistaksis. Last Updated : July 5th 2005. Available at : URL :
http://www.Emedicine.com Accessed : April 23th 2006
2. Cody D, Thane R, et.al. Epistaksis, Dalam Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorokan. Edisi
Bahasa Indonesia. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran, EGC, 1991. Hal. 245-50.
3. Anonymous. Perdarahan Hidung. Last Updated : December. 21st 2005. Available at : URL
http://www.medicastore.com. Accessed : April 27th 2006.
4. Nizar, NW. Mangunkusumo, Endang. Epistaksis. Dalam Soepardi EA, Iskandar N, Editor. Buku
Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung dan Tenggorokan Leher. Edisi ke-5. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI, 2001. Hal. 125-7.
5. Higler, Peter A. Penyakit Hidung. Dalam : Adam GL, Boies LR, Higler PA Boies : Buku Ajar
Penyakit THT. Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran. EGC, 1997. Hal .
224-32.
6. Syamsuhidajat R, Wim de Jong. Epistaksis. Dalam Buku ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran. EGC, 2004. Hal . 364-5.
7. Ruckeinstein Michael J. Rhinology in Comprehensive Review of Otolaryngology. 1st ed.
Philadelphia, Elsevies Inc, 2004. Hal. 83-4.
8. Anias, Christiane R. Otorrhinology. Available at URL : http://www.medstudents.com. Accessed :
April 23th 2006.
9. Anonymous. Epistaxis. Last Updated : March 13th 2005. Available at : URL
http://www.ccspublishing.com/journals-epistavis.htm. Accessed : April 23th 2006.
10. Thompson, Sharon W. Epsitaksis in Emergency Care of Children. Boston : Jones and Barlett
Publisher, 1990. Hal . 190-1.
11. Soudheiner, Judith M. The Nose & Paranasal Sinuses in Hay, Wiiliam W. et.al. Current Pediatric
Diagnose and Treatment. 6th Ed. USA : The Mc. Groww Hill Companies Inc, 2003. Hal. 479.
12. Rifki, Nusjirwan, Mangunkusumo, Endang. Epistaksis. Dalam : Iskandar Nurbaiti. Helmi, Editor
: Panduan Penatalaksanaan Gawat Darurat Telinga Hidung Tenggorokan. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI, 2004. Hal. 61-4.
13. Thaller, Seth R. Gramick, Mark S. Diagram Diagnostik Penyakit Telinga Hidung dan
Tenggorokan. Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC , 1991. Hal. 90-
1.
14. Harold, Ludman. Perdarahan Hidung. Dalam : Petunjuk Penting Pada Penyakti THT. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran Hipokrates, 1996. Hal. 56-61.
15. Hazenfield, Hugh N. Nosebleeds (Epistaxis). Available at URL :
http://www.homehawaii.rr.com/dochazenfield/the-nose.htm

MIMISAN(EPISTAKSIS)

Pendahuluan

Epistaksis atau perdarahan hidung seringkali dapat menjadi berat, berubah menjadi
kasusgawat darurat dan memerlukan tindakan segera. Epistaksis biasanya terjadi
tiba-tiba. Perdarahan mungkin banyak, bisa juga sedikit. Penderita selalu ketakutan
sehingga merasa perlu memanggil dokter.Sebagian besar darah keluar atau
dimuntahkan kembali.

Anatomi vasculer

Suplai darah cavum nasi berasal dari sistem karotis; arteri karotis eksterna dan
karotis interna. Arteri karotis eksterna memberikan suplai darah terbanyak
pada cavum nasi melalui :

1. Arteri sphenopalatina, cabang terminal arteri maksilaris yang berjalan melalui


foramen sphenopalatina yang memperdarahi septum tiga perempat posterior dan
dinding lateral hidung.
2. Arteri palatina desenden memberikan cabang arteri palatina mayor, yang berjalan
melalui kanalis incisivus palatum durum dan menyuplai bagian inferoanterior
septum nasi. Sistem karotis interna melalui arteri oftalmika mempercabangkan
arteri ethmoid anterior dan posterior yang men darahi septum dan dinding lateral
superior

Definisi Epistaksis

Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung yang penyebabnya bisa lokal atau
sistemik. Perdarahan bisa ringan sampai serius dan bila tidak segera ditolong dapat
berakibat fatal. Sumber perdarahan biasanya berasal dari bagian depan atau bagian
belakang hidung.

1. Epistaksis ringan biasanya berasal dari bagian anterior hidung, umumnya mudah diatasi dan
dapat berhenti sendiri.

2. Epistaksis berat berasal dari bagian posterior hidung yang dapat menimbulkan syok dan anemia
serta dapat menyebabkan terjadinya iskemia serebri, insufisiensi koroner dan infark miokard
yang kalau tidak cepat ditolong dapat berakhir dengan kematian. Pemberian infus dan transfusi
darah serta pemasangan tampon atau tindakan lainnya harus cepat dilakukan. Disamping itu
epistaksis juga dapat merupakan tanda adanya pertumbuhan suatu tumor baik ganas maupun
jinak. Ini juga memerlukan penatalaksanaan yang rinci dan terarah untuk menegakkan diagnosis
dan menentukan modalitas pengobatan yang terbaik.

Etiologi

Beberapa penyebab epistaksis dapat digolongkan menjadi etiologi lokal dan sistemik.
Etiologi local

1. Trauma lokal misalnya setelah membuang ingus dengan keras, mengorek hidung, fraktur hidung
atau trauma maksilofasia lainnya.

2. Tumor, baik tumor hidung maupun sinus yang jinak dan yang ganas. Tersering adalah tumor
pembuluh darah seperti angiofibroma dengan ciri perdarahan yang hebat dan karsinoma
nasofaring dengan ciri perdarahan berulang ringan bercampur lendir atau ingus.

3. Idiopatik yang merupakan 85% kasus epistaksis, biasanya ringan dan berulang pada anak dan
remaja. Ketiga diatas ini merupakan penyebab lokal tersering.

Eiologi lainnya yaitu

iritasi gas atau zat kimia yang merangsang ataupun udara panas pada
mukosa hidung;

Keadaan lingkungan yang sangat dingin

Tinggal di daerah yang tinggi atau perubahan tekanan atmosfir yang tiba tiba

Pemakaian semprot hidung steroid jangka lama

Benda asing atau rinolit dengan keluhan epistaksi ringan unilateral clsertai
Ingus berbau busuk.

Etiologi sistemik

1. Hipertensi dan penyakit kardiovaskuler lainnya seperti arteriosklerosis. Hipertensi yang


disertai atau tanpa arteriosklerosis rnerupakan penyebab epistaksis tersering pada usia 60-
70 lahun, perdarahan biasanya hebat berulang dan mempunyai prognosis yang kurang
baik,

2. Kelainan perdarahan misalnya leukemia, hemofilia, trombositopenia dll.


3. Infeksi, misalnya demam berdarah disertai trornbositopenia, morbili, demam tifoid dll.

Termasuk etiologi sistemik lain

A. Lebih jarang terjadi adalah gangguan keseimbangan hormon misalnya pada kehamilan, menarke
dan menopause

B. kelainan kongenital misalnya hereditary hemorrhagic Telangieclasis atau penyakit Rendj-Osler-


Weber;

C. Peninggian tekanan vena seperti pada ernfisema, bronkitis, pertusis, pneumonia, tumor leher dan
penyakit jantung

D. pada pasien dengan pengobatan antikoagjlansia.

Sumber perdarahan

Sumber perdarahan berasal dari bagian anterior atau posterior rongga hidung.

Epistaksis anterior

Berasal dari pleksus Kiesselbach atau a.etmoidalis anterior. Perdarahan


biasanya ringan, mudah diatasi dan dapat berhenti sendiri.

Pada saat pemeriksaan dengan lampu kepala, periksalah pleksus Kiesselbach


yang berada di septum bagian anterior yang merupakan area terpenting pada
epistaksis. la merupakan anastomosis cabang a.etmoidalis anterior, a.sfenopaltina,
a. palatina asendens dan a.labialis superior. Terutama pada anak pleksus ini di
dalam mukosa terletak lebih superfisial, mudah pecan dan menjadi penyebab
hampir semua epistaksis pada anak.

Epistaksis posterior
umumnya berat sehingga sumber perdarahan seringkali sulit dicari. Umumnya berasal dari
a.sfenopalatina dan a.etmoidalis posterior. Sebagian besar darah mengalir ke rongga
mulut dan memerlukan pemasangan tampon posterior untuk mengatasi perdarahan.
Sering terjadi pada penderita usia lanjut dengan hipertensi.

Patofisiologi

Rongga hidung kita kaya dengan pembuluh darah. Pada rongga bagian depan,
tepatnya pada sekat yang membagi rongga hidung kita menjadi dua, terdapat
anyaman pembuluh darah yang disebut pleksus Kiesselbach. Pada rongga bagian
belakang juga terdapat banyak cabang-cabang dari pembuluh darah yang cukup
besar antara lain dari arteri sphenopalatina.

Rongga hidung mendapat aliran darah dari cabang arteri maksilaris


(maksila=rahang atas) interna yaitu arteri palatina (palatina=langit-langit) mayor
dan arteri sfenopalatina. Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari arteri
fasialis (fasial=muka). Bagian depan septum terdapat anastomosis (gabungan) dari
cabang-cabang arteri sfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri labialis superior
dan arteri palatina mayor yang disebut sebagai pleksus kiesselbach (littles area).

Jika pembuluh darah tersebut luka atau rusak, darah akan mengalir keluar melalui
dua jalan, yaitu lewat depan melalui lubang hidung, dan lewat belakang masuk ke
tenggorokan.

Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior (depan) dan posterior (belakang). Kasus
epistaksis anterior terutama berasal dari bagian depan hidung dengan asal
perdarahan berasal dari pleksus kiesselbach. Epistaksis posterior umumnya berasal
dari rongga hidung posterior melalui cabang a.sfenopalatina.

Epistaksis anterior menunjukkan gejala klinik yang jelas berupa perdarahan dari
lubang hidung. Epistaksis posterior seringkali menunjukkan gejala yang tidak terlalu
jelas seperti mual, muntah darah, batuk darah, anemia dan biasanya epistaksis
posterior melibatkan pembuluh darah besar sehingga perdarahan lebih hebat
jarang berhenti spontan.

Pemeriksaan

Pemeriksaan meliputi pemeriksaan anamnesis,keadaan umum, dan pemeriksaan fisik


hidung.

Anamnesis

Pada anamnesis perlu ditanyakan :


apakah perdarahan ini baru perlama kali atau sebelumnya sudah pernah

kapan terakhir lerjadinya.

jumlah perdarahan

Perlu lebih detail karena pasien biasanya dalam keadaan panik dan
cenderung mengatakan bahwa darah yang keluar adalah banyak. Tanyakan apakah
darah yang keluar kira-kira satu sendok alau satu cangkir Sisi mana yang berdarah
jjga perlu dilanyakan,

Apakah satu sisi yang sama atau keduanya;

Apakah ada trauma, infeksi sinus, operas hidung atau sinus

apakah ada hipertensi

keadaan mudah berdarah

Apakah ada penyakit paru kronik, penyakit kardiovaskuler, arteriosklerosis;


apakah sering makan obat-obatan seperti aspirinn atau produk antikoagjlansia

Pemeriksaan keadaan umum.

Tanda vital harus dimonitor. Segeralah pasang infus jika ada penurunan tanda vital, adanya
riwayat perdarahan profus, baru mengalami sakit berat misalnya serangan jantung, stroke
atau pada orang tua.

Pemeriksaan hidung.

Pemeriksaan yang diperlukan berupa :

1. Rinoskopi anterior
Pemeriksaan harus dilakukan dengan cara teratur dari anterior ke posterior.
Vestibulum,mukosa hidung dan septum nasi, dindng lateral hidung dan
konkha inferior harus diperiksa dengan cermat

2. Rinoskopi posterior

Pemeriksaan nasofaring dengan rinoskopi posterior penting pada pasien


dengan epistaksis dan secret hidung kronik untuk menyingkirkan neoplasma

3. Pengukuran tekanan darah

Tekana darah perlu diukur untuk menyingkirkan diagnosis hipertensi, karena


hipertensi dapat menyebabkan epistaksis yang hebat dan sering berulang

4. Rontgen sinus

Rontgen sinus penting mengenali neoplasma atau infeksi

5. Skrinning terhadap koagulopati

Tes-tes yang tepat termasuk waktu protombin serum,waktu tromboplastin


parsial, jumlah platlet dan waktu perdarahan

6. Riwayat penyakit

Riwayat penyakit yang teliti dapat mengungkapkan setiap masalah


kesehatan yang mendasari epistaksis

Komplikasi

Komplikasi yang dapat timbul :

sinusitis

septal hematom (bekuan darah pada sekat hidung)


deformitas (kelainan bentuk) hidung

aspirasi (masuknya cairan ke saluran napas bawah)

kerusakan jaringan hidung

infeksi

Penatalaksanaan

3 prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis :

Menghentikan perdarahan

Mencegah komplikasi

Mencegah berulang nya epistaksis

Penaganan awal

1. Siapkan alat dan bahan

2. Keadaan umum penderita:

presyok/syok

anemis

3. berusaha menentukan sumber perdarahan

Beberapa cara untuk menghentikan perdarahan :


A. Metode trotter

B. Tampon efedrin 1% atau adrenalin 1/100.000

C. Kaustik (PERAK NITRAS ATAU TRICHLOR ACETIC ACID)

D. Tampon anterior

E. Tampon bellocq

F. Usaha paling akhir : ligasi arteri

Tampon Belloque

Perdarahan posterior yang berat biasanya baru dapat diatasi setelah


dipasang tampon posterior atau tampon Belloque. Tampon ini dibuat dari kasa dan
berukuran 3x2x2 cm dan mempunyai 3 buah benang, 2 buah pada satu sisi dan
sebuah lagi pada sisi lain. Tampon ini harus memenuhi koana. Cara memasangnya
adalah sebagai berikut:

Dimasukkan kateter terlebih dahulu ke lubang hidung, gunanya untuk


menarik tampon Belloque ke koana.

Ujung kateter yang tampak di orofaring ditarik keluar rongga mulut dengan
pinset dan diikat pada 2 benang yang terdapat pada 1 sisi tampon, kateter
kemudian ditarik meluar melalui rongga hidung, tampon akan tertarik ke dalam
rongga mulut dan dengan ujung jari telunjuk tampon didorong masuk ke koana.

Selanjutnya dipasang tampon anterior dan kedua benang yang keluar dari
lubang hidung diikatkan / difiksasi sehingga tampon Belloque tadi akan terfiksasi
dengan baik di koana. Benang yang satu lagi akan tetap berada di rongga mulut
dan difiksasi pada pipi dengan plaster, guna benang ini adalah untuk menarik
tampon keluar melalui rongga mulut setelah 2-3 hari. Pasien dengan Belloque
tampon harus dirawat.Sebagai pengganti tampon Belloque dapat dipakai kateter
Foley dengan balon. Balonnya diletakkan di nasofaring dan dikembangkan dengan
air.
Pada setiap pemasangan tampon, harus selalu diberi antibiotik untuk
mencegah terjadinya otitis media dan sinusitis. Jika pasien gelisah obat penenang
atau terapi suportif dapat diberikan. Obat hemotatik juga dapat diberikan meskipun
manfaatnya masih diragukan.

Ligasi Arteri

Ligasi arteri dilakukan pada epistaksis berat dan berulang yang tidak dapat diatasi dengan
pemasangan tampon. Jenis arteri yang diligasi tergantung sumber perdarahan. Jika
berasal dari bagian belakang rongga hidung, biasanya dari a.sfenopalatina yang
merupakan cabang a.maksilaris, dilakukan ligasi a.maksilaris di fossa pterigomaksila (di
belakang dinding belakang sinus maksila) melalui pendekatan Caldwel-Luc. Jika tidak
berhasil dilakukan ligasi a.karotis eksterna di daerah leher. Jika perdarahan berasal dari
bagian atas rongga hidung biasanya dari a.etmoidalis anterior atau posterior, ligasi
dilakukan pada arteri arteri ini melalui insisi kulit di daerah medial orbita.

Embolisasi

Embolisasi pembuluh darah juga dapat dilakukan dengan panduan arteriografi dengan
memasukkan gel sponge atau lainnya, namun terdapat risiko terjadi emboli otak.

Mencegah mimisan

Jangan mengorek hidung, terutama bila kuku panjang

Jangan terlalu keras bila sisih (mengeluarkan lendir dari hidung)

Menggunakan humidifier dalam ruangan selama winter


Menggunakan semprot hidung berisi saline (over the counter) sebelum tidur

Oleskan Vaseline/petroleum jelly dekat lubang hidung sebelum tidur

Menghindari trauma pada wajah

Menggunakan masker bila bekerja di laboratorium untuk menghindari menghirup zat-zat kimia
secara langsung

Hindari asap rokok karena asap dapat mengeringkan dan mengiritasi mukosa

Jika menderita alergi berikan obat antialergi untuk mengurangi gatal pada hidung

Stop pemakaian aspirin karena akan memudahkan terjadinya mimisan dan membuat mimisan
berkepanjangan

Kesimpulan
Bermacam-macam cara mengatasi epistaksis tergantung dari asal perdarahan dan berat
ringannya perdarahan telah dikemukakan. Namun dalam penatalaksanaannya, pertu pula
dicari faktor penyebab sistemik jika dicurigai keberadaannya melalui berbagai
pemeriksaan termasuk konsultasi ke ahli penyakit dalam. Pasien/orang tua pasien
biasanya dalam keadaan panik sehingga terapi suportif juga penting untuk dilaksanakan.
Jika penyebabnya suatu tumor, diagnosis dini merupakan suatu tindakan yang harus
dilaksanakan agar perluasan tumor dapat dihindarkan, namun tindakan ini dapat
berbahaya jika tumor tersebut merupakan tumor pembuluh darah. Umumnya semua
tindakan harus dilaksanakan dengan cermat, cepat dan tepat dengan memikirkan semua
kemungkinan penyebab epistaksis.

Kepustakaan
Roland NJ, McRae RDR dan Mc.Cobe AW. Key topics in Otolaryngology, Bios Scientific
Publisher Limited, 1995.

Balenger JJ, Snow JrJB. Otorhinolaryngology, Head and Neck Surgery, 15th Ed.William &
Wilkins, Baltimore, 1996.

MIMISAN(EPISTAKSIS)

Pendahuluan

Epistaksis atau perdarahan hidung seringkali dapat menjadi berat, berubah menjadi
kasusgawat darurat dan memerlukan tindakan segera. Epistaksis biasanya terjadi
tiba-tiba. Perdarahan mungkin banyak, bisa juga sedikit. Penderita selalu ketakutan
sehingga merasa perlu memanggil dokter.Sebagian besar darah keluar atau
dimuntahkan kembali.

Anatomi vasculer

Suplai darah cavum nasi berasal dari sistem karotis; arteri karotis eksterna dan
karotis interna. Arteri karotis eksterna memberikan suplai darah terbanyak
pada cavum nasi melalui :

3. Arteri sphenopalatina, cabang terminal arteri maksilaris yang berjalan melalui


foramen sphenopalatina yang memperdarahi septum tiga perempat posterior dan
dinding lateral hidung.
4. Arteri palatina desenden memberikan cabang arteri palatina mayor, yang berjalan
melalui kanalis incisivus palatum durum dan menyuplai bagian inferoanterior
septum nasi. Sistem karotis interna melalui arteri oftalmika mempercabangkan
arteri ethmoid anterior dan posterior yang men darahi septum dan dinding lateral
superior
Definisi Epistaksis

Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung yang penyebabnya bisa lokal atau
sistemik. Perdarahan bisa ringan sampai serius dan bila tidak segera ditolong dapat
berakibat fatal. Sumber perdarahan biasanya berasal dari bagian depan atau bagian
belakang hidung.

3. Epistaksis ringan biasanya berasal dari bagian anterior hidung, umumnya mudah diatasi dan
dapat berhenti sendiri.

4. Epistaksis berat berasal dari bagian posterior hidung yang dapat menimbulkan syok dan anemia
serta dapat menyebabkan terjadinya iskemia serebri, insufisiensi koroner dan infark miokard
yang kalau tidak cepat ditolong dapat berakhir dengan kematian. Pemberian infus dan transfusi
darah serta pemasangan tampon atau tindakan lainnya harus cepat dilakukan. Disamping itu
epistaksis juga dapat merupakan tanda adanya pertumbuhan suatu tumor baik ganas maupun
jinak. Ini juga memerlukan penatalaksanaan yang rinci dan terarah untuk menegakkan diagnosis
dan menentukan modalitas pengobatan yang terbaik.

Etiologi

Beberapa penyebab epistaksis dapat digolongkan menjadi etiologi lokal dan sistemik.

Etiologi local

4. Trauma lokal misalnya setelah membuang ingus dengan keras, mengorek hidung, fraktur hidung
atau trauma maksilofasia lainnya.
5. Tumor, baik tumor hidung maupun sinus yang jinak dan yang ganas. Tersering adalah tumor
pembuluh darah seperti angiofibroma dengan ciri perdarahan yang hebat dan karsinoma
nasofaring dengan ciri perdarahan berulang ringan bercampur lendir atau ingus.

6. Idiopatik yang merupakan 85% kasus epistaksis, biasanya ringan dan berulang pada anak dan
remaja. Ketiga diatas ini merupakan penyebab lokal tersering.

Eiologi lainnya yaitu

iritasi gas atau zat kimia yang merangsang ataupun udara panas pada
mukosa hidung;

Keadaan lingkungan yang sangat dingin

Tinggal di daerah yang tinggi atau perubahan tekanan atmosfir yang tiba tiba

Pemakaian semprot hidung steroid jangka lama

Benda asing atau rinolit dengan keluhan epistaksi ringan unilateral clsertai
Ingus berbau busuk.

Etiologi sistemik

1. Hipertensi dan penyakit kardiovaskuler lainnya seperti arteriosklerosis. Hipertensi yang


disertai atau tanpa arteriosklerosis rnerupakan penyebab epistaksis tersering pada usia 60-
70 lahun, perdarahan biasanya hebat berulang dan mempunyai prognosis yang kurang
baik,

2. Kelainan perdarahan misalnya leukemia, hemofilia, trombositopenia dll.

3. Infeksi, misalnya demam berdarah disertai trornbositopenia, morbili, demam tifoid dll.

Termasuk etiologi sistemik lain


E. Lebih jarang terjadi adalah gangguan keseimbangan hormon misalnya pada kehamilan, menarke
dan menopause

F. kelainan kongenital misalnya hereditary hemorrhagic Telangieclasis atau penyakit Rendj-Osler-


Weber;

G. Peninggian tekanan vena seperti pada ernfisema, bronkitis, pertusis, pneumonia, tumor leher dan
penyakit jantung

H. pada pasien dengan pengobatan antikoagjlansia.

Sumber perdarahan

Sumber perdarahan berasal dari bagian anterior atau posterior rongga hidung.

Epistaksis anterior

Berasal dari pleksus Kiesselbach atau a.etmoidalis anterior. Perdarahan


biasanya ringan, mudah diatasi dan dapat berhenti sendiri.

Pada saat pemeriksaan dengan lampu kepala, periksalah pleksus Kiesselbach


yang berada di septum bagian anterior yang merupakan area terpenting pada
epistaksis. la merupakan anastomosis cabang a.etmoidalis anterior, a.sfenopaltina,
a. palatina asendens dan a.labialis superior. Terutama pada anak pleksus ini di
dalam mukosa terletak lebih superfisial, mudah pecan dan menjadi penyebab
hampir semua epistaksis pada anak.

Epistaksis posterior

umumnya berat sehingga sumber perdarahan seringkali sulit dicari. Umumnya berasal dari
a.sfenopalatina dan a.etmoidalis posterior. Sebagian besar darah mengalir ke rongga
mulut dan memerlukan pemasangan tampon posterior untuk mengatasi perdarahan.
Sering terjadi pada penderita usia lanjut dengan hipertensi.
Patofisiologi

Rongga hidung kita kaya dengan pembuluh darah. Pada rongga bagian depan,
tepatnya pada sekat yang membagi rongga hidung kita menjadi dua, terdapat
anyaman pembuluh darah yang disebut pleksus Kiesselbach. Pada rongga bagian
belakang juga terdapat banyak cabang-cabang dari pembuluh darah yang cukup
besar antara lain dari arteri sphenopalatina.

Rongga hidung mendapat aliran darah dari cabang arteri maksilaris


(maksila=rahang atas) interna yaitu arteri palatina (palatina=langit-langit) mayor
dan arteri sfenopalatina. Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari arteri
fasialis (fasial=muka). Bagian depan septum terdapat anastomosis (gabungan) dari
cabang-cabang arteri sfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri labialis superior
dan arteri palatina mayor yang disebut sebagai pleksus kiesselbach (littles area).
Jika pembuluh darah tersebut luka atau rusak, darah akan mengalir keluar melalui
dua jalan, yaitu lewat depan melalui lubang hidung, dan lewat belakang masuk ke
tenggorokan.

Epistaksis dibagi menjadi 2 yaitu anterior (depan) dan posterior (belakang). Kasus
epistaksis anterior terutama berasal dari bagian depan hidung dengan asal
perdarahan berasal dari pleksus kiesselbach. Epistaksis posterior umumnya berasal
dari rongga hidung posterior melalui cabang a.sfenopalatina.

Epistaksis anterior menunjukkan gejala klinik yang jelas berupa perdarahan dari
lubang hidung. Epistaksis posterior seringkali menunjukkan gejala yang tidak terlalu
jelas seperti mual, muntah darah, batuk darah, anemia dan biasanya epistaksis
posterior melibatkan pembuluh darah besar sehingga perdarahan lebih hebat
jarang berhenti spontan.

Pemeriksaan

Pemeriksaan meliputi pemeriksaan anamnesis,keadaan umum, dan pemeriksaan fisik


hidung.

Anamnesis

Pada anamnesis perlu ditanyakan :

apakah perdarahan ini baru perlama kali atau sebelumnya sudah pernah

kapan terakhir lerjadinya.


jumlah perdarahan

Perlu lebih detail karena pasien biasanya dalam keadaan panik dan
cenderung mengatakan bahwa darah yang keluar adalah banyak. Tanyakan apakah
darah yang keluar kira-kira satu sendok alau satu cangkir Sisi mana yang berdarah
jjga perlu dilanyakan,

Apakah satu sisi yang sama atau keduanya;

Apakah ada trauma, infeksi sinus, operas hidung atau sinus

apakah ada hipertensi

keadaan mudah berdarah

Apakah ada penyakit paru kronik, penyakit kardiovaskuler, arteriosklerosis;


apakah sering makan obat-obatan seperti aspirinn atau produk antikoagjlansia

Pemeriksaan keadaan umum.

Tanda vital harus dimonitor. Segeralah pasang infus jika ada penurunan tanda vital, adanya
riwayat perdarahan profus, baru mengalami sakit berat misalnya serangan jantung, stroke
atau pada orang tua.

Pemeriksaan hidung.

Pemeriksaan yang diperlukan berupa :

7. Rinoskopi anterior

Pemeriksaan harus dilakukan dengan cara teratur dari anterior ke posterior.


Vestibulum,mukosa hidung dan septum nasi, dindng lateral hidung dan
konkha inferior harus diperiksa dengan cermat
8. Rinoskopi posterior

Pemeriksaan nasofaring dengan rinoskopi posterior penting pada pasien


dengan epistaksis dan secret hidung kronik untuk menyingkirkan neoplasma

9. Pengukuran tekanan darah

Tekana darah perlu diukur untuk menyingkirkan diagnosis hipertensi, karena


hipertensi dapat menyebabkan epistaksis yang hebat dan sering berulang

10. Rontgen sinus

Rontgen sinus penting mengenali neoplasma atau infeksi

11. Skrinning terhadap koagulopati

Tes-tes yang tepat termasuk waktu protombin serum,waktu tromboplastin


parsial, jumlah platlet dan waktu perdarahan

12. Riwayat penyakit

Riwayat penyakit yang teliti dapat mengungkapkan setiap masalah


kesehatan yang mendasari epistaksis

Komplikasi

Komplikasi yang dapat timbul :

sinusitis

septal hematom (bekuan darah pada sekat hidung)

deformitas (kelainan bentuk) hidung

aspirasi (masuknya cairan ke saluran napas bawah)


kerusakan jaringan hidung

infeksi

Penatalaksanaan

3 prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis :

Menghentikan perdarahan

Mencegah komplikasi

Mencegah berulang nya epistaksis

Penaganan awal

3. Siapkan alat dan bahan

4. Keadaan umum penderita:

presyok/syok

anemis

3. berusaha menentukan sumber perdarahan

Beberapa cara untuk menghentikan perdarahan :

G. Metode trotter
H. Tampon efedrin 1% atau adrenalin 1/100.000

I. Kaustik (PERAK NITRAS ATAU TRICHLOR ACETIC ACID)

J. Tampon anterior

K. Tampon bellocq

L. Usaha paling akhir : ligasi arteri

Tampon Belloque

Perdarahan posterior yang berat biasanya baru dapat diatasi setelah


dipasang tampon posterior atau tampon Belloque. Tampon ini dibuat dari kasa dan
berukuran 3x2x2 cm dan mempunyai 3 buah benang, 2 buah pada satu sisi dan
sebuah lagi pada sisi lain. Tampon ini harus memenuhi koana. Cara memasangnya
adalah sebagai berikut:

Dimasukkan kateter terlebih dahulu ke lubang hidung, gunanya untuk


menarik tampon Belloque ke koana.

Ujung kateter yang tampak di orofaring ditarik keluar rongga mulut dengan
pinset dan diikat pada 2 benang yang terdapat pada 1 sisi tampon, kateter
kemudian ditarik meluar melalui rongga hidung, tampon akan tertarik ke dalam
rongga mulut dan dengan ujung jari telunjuk tampon didorong masuk ke koana.

Selanjutnya dipasang tampon anterior dan kedua benang yang keluar dari
lubang hidung diikatkan / difiksasi sehingga tampon Belloque tadi akan terfiksasi
dengan baik di koana. Benang yang satu lagi akan tetap berada di rongga mulut
dan difiksasi pada pipi dengan plaster, guna benang ini adalah untuk menarik
tampon keluar melalui rongga mulut setelah 2-3 hari. Pasien dengan Belloque
tampon harus dirawat.Sebagai pengganti tampon Belloque dapat dipakai kateter
Foley dengan balon. Balonnya diletakkan di nasofaring dan dikembangkan dengan
air.
Pada setiap pemasangan tampon, harus selalu diberi antibiotik untuk
mencegah terjadinya otitis media dan sinusitis. Jika pasien gelisah obat penenang
atau terapi suportif dapat diberikan. Obat hemotatik juga dapat diberikan meskipun
manfaatnya masih diragukan.

Ligasi Arteri

Ligasi arteri dilakukan pada epistaksis berat dan berulang yang tidak dapat diatasi dengan
pemasangan tampon. Jenis arteri yang diligasi tergantung sumber perdarahan. Jika
berasal dari bagian belakang rongga hidung, biasanya dari a.sfenopalatina yang
merupakan cabang a.maksilaris, dilakukan ligasi a.maksilaris di fossa pterigomaksila (di
belakang dinding belakang sinus maksila) melalui pendekatan Caldwel-Luc. Jika tidak
berhasil dilakukan ligasi a.karotis eksterna di daerah leher. Jika perdarahan berasal dari
bagian atas rongga hidung biasanya dari a.etmoidalis anterior atau posterior, ligasi
dilakukan pada arteri arteri ini melalui insisi kulit di daerah medial orbita.

Embolisasi

Embolisasi pembuluh darah juga dapat dilakukan dengan panduan arteriografi dengan
memasukkan gel sponge atau lainnya, namun terdapat risiko terjadi emboli otak.

Mencegah mimisan

Jangan mengorek hidung, terutama bila kuku panjang

Jangan terlalu keras bila sisih (mengeluarkan lendir dari hidung)

Menggunakan humidifier dalam ruangan selama winter


Menggunakan semprot hidung berisi saline (over the counter) sebelum tidur

Oleskan Vaseline/petroleum jelly dekat lubang hidung sebelum tidur

Menghindari trauma pada wajah

Menggunakan masker bila bekerja di laboratorium untuk menghindari menghirup zat-zat kimia
secara langsung

Hindari asap rokok karena asap dapat mengeringkan dan mengiritasi mukosa

Jika menderita alergi berikan obat antialergi untuk mengurangi gatal pada hidung

Stop pemakaian aspirin karena akan memudahkan terjadinya mimisan dan membuat mimisan
berkepanjangan

Kesimpulan
Bermacam-macam cara mengatasi epistaksis tergantung dari asal perdarahan dan berat
ringannya perdarahan telah dikemukakan. Namun dalam penatalaksanaannya, pertu pula
dicari faktor penyebab sistemik jika dicurigai keberadaannya melalui berbagai
pemeriksaan termasuk konsultasi ke ahli penyakit dalam. Pasien/orang tua pasien
biasanya dalam keadaan panik sehingga terapi suportif juga penting untuk dilaksanakan.
Jika penyebabnya suatu tumor, diagnosis dini merupakan suatu tindakan yang harus
dilaksanakan agar perluasan tumor dapat dihindarkan, namun tindakan ini dapat
berbahaya jika tumor tersebut merupakan tumor pembuluh darah. Umumnya semua
tindakan harus dilaksanakan dengan cermat, cepat dan tepat dengan memikirkan semua
kemungkinan penyebab epistaksis.

Kepustakaan
Roland NJ, McRae RDR dan Mc.Cobe AW. Key topics in Otolaryngology, Bios Scientific
Publisher Limited, 1995.

Balenger JJ, Snow JrJB. Otorhinolaryngology, Head and Neck Surgery, 15th Ed.William &
Wilkins, Baltimore, 1996.

Anda mungkin juga menyukai