KELOMPOK II
ANGGOTA KELOMPOK:
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2017
1
4. Tidak mengiritasi atau menimbulkan alergi pada bibir.
5. Melembabkan bibir dan tidak mengeringkannya
6. Memberikan warna yang merata pada bibir
7. Penampilannya harus menarik, baik warna maupun bentuknya
8. Tidak menetaskan menyak, permukaannya mulus, tidak bopeng atau
berbintik-bintik, atau memperllihatkan hal-hal lain yang tidak menarik
(Tranggono dan Latifah, 2007)
III.MONOGRAFI BAHAN
3.1 Cera alba
Malam putih adalah hasil pemurnian dan pengelantangan malam kuning
yang diperoleh dari sarang lebah madu Apis mellifera Linne (Famili Apidae) dan
memenuhi syarat uji kekeruhan penyabunan.
Pemerian : Padatan putih kekuningan, sedikit tembus cahaya dalam
keadaan lapisan tipis ; bau khas lemah dan bebas bau
tengik. Bobot jenis lebih kurang 0,95.
Kelarutan : Tidak larut dalam air; agak sukar larut dalam etanol dingin.
Etanol mendidih melarutkan asam serotat dan bagian dari
mirisin yang merupakan kandungan malam putih. Larut
sempurna dalam kloroform, dalam eter, dalam minyak
lemak dan minyak atsiri. Sebagian larut dalam benzena
dingin dan dalam karbon disulfida dingin. Pada suhu lebih
kurang 30o C larut sempurna dalam benzena dan dalam
karbon disulfida.
Titik lebur : 62-65oC
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik.
(Depkes RI, 1995)
3.2 Oleum ricini ( minyak jarak)
Minyak jarak adalah minyak lemak yang diperoleh dari biji Ricinus
communis Linnae ( Familia Euphorbiaceae), tidak mengandung bahan tambahan.
Pemerian :Cairan kental, transparan, kuning pucat atau hampir tidak
berwarna; bau lemah, bebas dari bau sing dan tengik ; rasa
khas.
Kelarutan :Larut dalam etanol; dapat bercampur dengan etanol
mutlak, denganasam asetat glasial, dengan kloroform dan
dengan eter.
Bobot jenis :antara 0,957 dan 0,961
2
Penyimpanan :Dalam wadah tertutup rapat dan hindarkan dari panas
berlebih
( Depkes RI, 1995)
3.3 Vaselin album
Vaselin putih adalah campuran yang dimurnikan dari hidrokarbon setengah
padat, diperoleh dari minyak bumi dan keseluruhan atau hampir keseluruhan
dihilangkan warnanya. Dapat mengandung stabilisator yang sesuai.
Pemerian : Putih atau kekuningan pucat, massa berminyak transparan
dalam lapisan tipis setelah didinginkan pada suhu 0oC
Kelarutan : Tidak larut dalam air; sukar larut dalam etanol dingin atau
panas dan dalam etanol mutlak dingin; mudah karut dalam
benzena , dalam karbon disulfida, dalam kloroform; larut
dalam heksana, dan dalam sebagian besar minyak lemak dan
minyak atsiri.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
(Depkes RI, 1995)
3.4 Lanolin
3
3.5 Propilenglikol
Bobot Molekul : 76,09 g/mol
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, kental, tidak berbau,
manis, berasa sedikit tajam seperti gliserin
Penggunaan : Propilenglikol pada konsentrasi 15% digunakan sebagai
humektan pada sediaan topikal; 15-30% digunakan
sebagai bahan pengawet pada sediaan larutan dan
semisolida; digunakan sebagai solven atau kosolven
dengan konsentrasi 10-30% pada sediaan larutan
aerosol, 10-25% pada sediaan larutan oral, 10-60% pada
sediaan parenteral, dan 5-80% pada sediaan topikal
Kelarutan : Dapat bercampur dengan aseton, kloroform, etanol 95%,
gliserin, dan air; larut 1:6 dalam eter; tidak dapat
bercampur dengan minyak mineral atau campuran
minyak, tetapi dapat dilarutkan oleh beberapa minyak
essensial
Suhu Lebur : -59C
Stabilitas Propilenglikol stabil pada suhu kamar jika disimpan pada
wadah tertutup baik, tetapi pada keadaan terbuka dan
temperatur tinggi akan teroksidasi dan menghasilkan
produk seperti propionaldehida, asam laktat, asam
piruvat, dan asam asetat. Propilenglikol stabil ketika
dicampur dengan etanol 95%, gliserin, atau air.
Propilenglikol bersifat higroskopis
Penyimpanan Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya, di
tempat sejuk dan kering
Inkompatibilitas : Propilenglikol tidak tercampurkan dengan reagen
pengoksidasi seperti potasium permanganat
Fungsi : Humectan
4
(Depkes RI, 1995).
5
tidak berbau atau berbau khas lemah, mempunyai sedikit
rasa terbakar(Rowe et al, 2009).
Penggunaan : Metilparaben dengan persentase 0,02 0,3% digunakan
sebagai bahan pengawet pada sediaan topikal.
Metilparaben bersama dengan metil paraben digunakan
pada berbagai formulasi sediaan farmasetika (Rowe et al,
2009).
Kelarutan : Sukar larut dalam air, dalam benzene dan dalam karbon
tetraklorida; mudah larut dalam etanol dan dalam
eterterbakar (Depkes RI, 1995).
Suhu Lebur : 125 - 128 C (Rowe et al, 2009).
Stabilitas : Larutan cair metal paraben pada pH 36 dapat disterilkan
dengan autoklaf pada suhu 120C selama 20 menit, tanpa
terdekomposisi. Larutan pH 36 stabil (kurang dari 10%
terdekomposisi) sekitar 4 tahun pada temperature ruangan.
Sementara larutan pH 8 atau lebih terhidrolisis dengan
cepat (10% atau lebih sekitar 60 hari pada temperatur
ruangan)(Rowe et al, 2009).
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik(Depkes RI, 1995).
Inkompatibilitas : Aktivitas anti bakteri metal paraben dan paraben lainnya
akan menurun jika terdapat surfaktan ninionik, seperti
polisorbat 80, yang dapat menghasilkan misel. Walaupun
propilenglikol (10%) menunjukkan potensi pada aktivitas
antibakteri paraben dalam keberadaan surfaktan nonionik
dan mencegah interaksi antara metal paraben dan
polisorbat 80. Inkompatibilitas dilaporkan terjadi dengan
substansi lain seperti bentonit, magnesium trisilikat, talk,
tragakan, sodium alginat, minyak essensial, sorbitol, dan
atropin. Metil paraben juga bereaksi dengan beberapa gula
dan gula alkohol. Absorpsi metil paraben oleh plastik.
6
Polietilen dengan berat jenis rendah dan tinggi tidak
menyerap metal paraben. Metil paraben kehilangan
warnanya dengan keberadaan tembaga dan terhidrolisis
dengan basa lemah dan asam kuat (Rowe et al., 2009).
Fungsi : Metilparaben dengan persentase 0,02 0,3% digunakan
sebagai bahan pengawet pada sediaan topikal.
Metilparaben bersama dengan metil paraben digunakan
pada berbagai formulasi sediaan farmasetika
(Rowe et al, 2009).
3.9 BHT
Butil hidroksitoluena mengandung tidak kurang dari 99,0 % C15H24O
Struktur dan BM: C15H24O, 220,35
Pemerian : Hablur padat, putih; bau khas, lemah.
Kelarutan : Tidak larut dalam air dan propilen glikol; mudah
larutdalam etanol, dalam kloroform dan dalam eter.
Titik beku : Tidak kurang dari 69,2 oC; sesuai tidak kurang dari
99,0 % C15H24O
Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik.
(Depkes RI, 1995).
3.10 Carnauba Wax
Pemerian : kuning pucat berwarna bubuk, serpih, atau
benjolan yang tidak teratur dari keras, lilin rapuh.
Memiliki bau hambar karakteristik dan praktis
tidak ada rasa. Hal ini bebas dari bau tengik.
Berbagai jenis dan nilai yang tersedia secara
komersial.
Fungsi :Coating agent
Titik nyala :270-3308C
Kelarutan :Larut dalam kloroform hangat dan toluena
hangat;sedikit larut dalam etanol (95%) mendidih;
praktis tidak larut dalam air.
berat jenis :0,990-0,999 pada 2580C
7
Penyimpanan: dalam wadah tertutup rapat terlindung dari cahaya, sejuk
dan kering
(Rowe et al, 2009)
Wortel (Daucus carota L.) mengandung senyawa karotenoid dalam jumlah besar,
berkisar antara 6000-54800 pg/100 g. Karotenoid adalah pigmen berwarna
kuning, orange dan orange kemerahan.yang terlarut dalam lipida meliputi
kelompok hidrokarbon yang disebut karoten dan derivat oksigenasiny 4-
xantofil.Dengan kandungan karotenoid yang tinggi, wortel dapat dimanfaatkan
sebagai bahan pewarna pangan alami (Bambang Cahyono, 2000). Selain itu,
karoten pada wortel juga berperan sebagai prekursor vitamin A sehingga dapat
memberi nilai tambah tersendiri pada penggunaan wortel sebagai bahan pewama
alami. Dalam setiap 100 gram wortel terkandung 12.000 SI vitamin A (Dirjen Gizi
Depkes RI, l98l ).
III. Formulasi
8
Formulasi Standar I
R/
Formulasi Standar II
R/
Pigmen warna
Beeswax
Lemak cokelat
Parain
Minyak jarak
Esen jeruk
(Siregar dan Utami, 2014)
R/
Cera alba
Lanolin
Vaselin
Setil alcohol
Carnauba wax
9
Oleum ricini
Ekstrak wortel
Propilenglikol
Butyl hidroksitoluen
Metil paraben
10
5.3. Tabel Penimbangan (Formula yang Diajukan)
Untuk 1 Untuk 2
Bahan Kegunaan sediaan sediaan
(gram) (gram)
Carnauba
Basis 1 2
wax
Olium
Emolient 1,7 3,4
ricini
Metil
Pengawet 0,03 0,06
paraben
Ekstrak
Pewarna 7,2 14,4
wortel
Oleum
Pewangi 0,15 0,3
rosae
Propileng
Humektan 1,5 3
ilkol
Disiapkan semua alat dan ditimbang bahan-bahan yang dibutuhkan.
Antioksida
BHT 0,03 0,06
n
kan dalam propilenglikol ditambahkan BHT yang telah dilarutkan dalam ekstrak wortel dalam minya
carnauba wax, setil alcohol, lanolin, dan vaselin alba dillebur di atas penangas dengan cawan porse
II. PROSEDUR KERJA
mpuran 1 dan campuran II.1 2Cara Kerja
dicampurkan setelah suhu turun ditambahkan oleum rosae aduk hingga
Dicetak sediaan selagi cair dan dikemas dalam wadah yang sesuai
VIII. EVALUASI
1. Uji Organoleptis
Dilakukan uji organoleptis meliputi bau, warna, dan konsistensi sediaan.
2. Pemeriksaan Titik Lebur
Metode pengamatan titik lebur lipstik yang digunakan dalam penelitian
adalah dengan cara memasukkan lipstik dalam oven dengan suhu awal 50C
selama 15 menit, diamati apakah melebur atau tidak, setelah itu suhu
dinaikkan 1C setiap 15 menit dan diamati pada suhu berapa lipstik mulai
melebur.
3. Uji Oles Sediaan Lipstik
Uji oles dilakukan secara visual dengan cara mengoleskan lipstik pada
kulit punggung tangan kemudian mengamati banyaknya warna yang
menempel dengan perlakuan 5 kali pengolesan. Sediaan lipstik dikatakan
mempunyai daya oles yang baik jika warna yang menempel pada kulit
punggung tangan banyak dan merata dengan beberapa kali pengolesan pada
tekanan tertentu. Sedangkan sediaan dikatakan mempunyai daya oles yang
tidak baik jika warna yang menempel sedikit dan tidak merata. Pemeriksaan
dilakukan terhadap masing-masing sediaan yang dibuat dan dioleskan pada
kulit punggung tangan dengan 5 kali pengolesan (Keithler, 1956).
4. Penentuan pH Sediaan Lipstik
Sampel dibuat dalam konsentrasi 1% yaitu ditimbang 1 gram sediaan dan
dilarutkan dalam 100 ml aquadest. Kemudian diukur pada pH meter.
1
5. Pemeriksaan homogenitas
Masing-masing sediaan lipstik diperiksa homogenitasnya dengan
memotong sediaan lipstik secara melintang dan diamati. Sediaan harus
menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butir-butir
kasar (Ditjen POM, 1979).
DAFTAR PUSTAKA
Bambang Cahyono (2002) Wortel: Teknik, Budidaya dan Analisis Usaha
Tani. Penerbit Kanisius Yogyakarta.
Depkes RI, 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.