Teknik Persediaan
Teknik Persediaan
BAB I
PENDAHULUAN
Pengendalian persediaan merupakan fungsi manajerial yang sangat penting, karena persediaan
fisik banyak perusahaan melibatkan investasi rupiah terbesar dalam pos aktiva lancer. Bila
perusahaan menanamkan terlalu banyak dananya dalam persediaan, menyebabkan biaya
penyimpanan yang berlebihan, dan mungkin mempunyai opportunity cost yang lebih besar.
Demikian pula, bila perusahaan tidak mempunyai persediaan yang mencukupi, dapat
mengakibatkan biaya biaya terjadinya kekurangan bahan.
Persediaan merupakan salah satu aset yang paling mahal di banyak perusahaan, mencerminkan
sebanyak 40% dari total modal yang diinvestasikan. Manajer operasi diseluruh dunia telah lama
menyadari bahwa manajemen persediaan yang baik itu sangatlah penting. Di satu pihak, suatu
perusahaan dapat mengurangi biaya dengan cara menurunkan tingkat persediaan di tangan. Di
pihak lain, konsumen akan merasa tidak puas bila suatu produk stoknya habis. Oleh karena itu,
perusahaan harus mencapai keseimbangan antara investasi persediaan dan tingkat pelayanan
konsumen.
Semua organisasi mempunyai beberapa jenis sistem perencanaan dan pengendalian persediaan.
Dalam hal produk-produk fisik, organisasi harus menentukan apakah akan membeli atau
membuat sendiri produk mereka. Setelah hal ini ditetapkan, langkah berikutnya adalah
meramalkan permintaan. Kemudian manajer operasi menetapkan persediaan yang diperlukan
1
untuk melayani permintaan tersebut. Pada makalah ini, akan dibahas fungsi, jenis, dan
pengelolaan persediaan. Kemudian akan dibicarakan mengenai metode Economic Order
Quantity serta Analisis ABC yang digunakan dalam manajemen persediaan.
Makalah ini dibuat sebagai salah satu tugas mata kuliah Riset Operasi. Tujuan yang diharapkan
adalah agar mahasiswa mengetahui bagaimana mengelola persediaan dengan mengunakan
metode metode manajemen persediaan yang ada.
1.3 Manfaat
Makalah ini diharapkan memberikan manfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada
umumnya berupa ilmu mengenai pengelolaan persediaan pada perusahaan. Semoga makalah ini
dapat digunakan sebagai referensi bagi pihak yang ingin mempelajari hal yang berkaitan dengan
persediaan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Istilah persediaan ( Inventory ) adalah suatu istilah umum yang menunjukkan segala sesuatu atau
sumber daya sumber daya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya terhadap pemenuhan
permintaan. Permintaan akan sumber daya mungkin internal ataupun eksternal. Ini meliputi
persediaan bahan mentah, barang dalam proses, barang jadi atau produk akhir, bahan pembantu
atau pelengkap, dan komponen lain yang menjadi keluaran produk perusahaan (Handoko, 1997,
hal: 333).
Sedangkan menurut Herjanto (1999, hal: 219) Persediaan adalah bahan atau barang yang
disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk proses produksi
atau perakitan, untuk dijual kembali, dan untuk suku cadang dari suatu peralatan atau mesin.
Persediaan dapat berupa bahan mentah, bahan pembantu, barang dalam proses, barang jadi,
ataupun suku cadang.
Setiap perusahaan perlu mengadakan persediaan untuk menjamin kelangsungan hidup usahanya.
Untuk mengadakan persediaan, dibutuhkan sejumlah uang yang diinvestasikan dalam persediaan
tersebut. Oleh karena itu, setiap perusahaan haruslah dapat mempertahankan suatu jumlah
persediaan optimum yang dapat menjamin kebutuhan bagi kelancaran kegiatan perusahaan
dalam jumlah dan mutu yang tepat dengan biaya yang serendah-rendahnya. Untuk mengatur
tersedianya suatu tingkat persediaan yang optimum, maka diperlukan suatu sistem pengawasan
persediaan. Tujuan dari pengawasan persediaan ini adalah (Assauri, 1998):
b. Menjaga agar pembentukan persediaan tidak terlalu besar atau berlebih, sehingga biaya yang
timbul oleh persediaan tidak terlalu besar.
3
c. Menjaga agar pembelian secara kecil-kecilan dapat dihindari karena mengakibatkan
meningkatnya biaya pemesanan.
Jenis Persediaan
Persediaan dapat dikelompokkan menurut jenis dan posisi barang tersebut di dalam urutan
pengerjaan produk, yaitu (Assauri, 1998):
Merupakan persediaan dari barang-barang yang dibutuhkan untuk proses produksi. Barang ini
bisa diperoleh dari sumber-sumber alam, atau dibeli dari supplier yang menghasilkan barang
tersebut.
Merupakan persediaan barang-barang yang terdiri dari parts yang diterima dari perusahaan lain,
yang secara langsung diassembling dengan parts lain tanpa melalui proses produksi.
Merupakan persediaan barang-barang yang diperlukan dalam proses produksi untuk membantu
kelancaran produksi, tetapi tidak merupakan bagian dari barang jadi.
Merupakan barang-barang yang belum berupa barang jadi, akan tetapi masih diproses lebih
lanjut sehingga menjadi barang jadi.
Merupakan barang-barang yang selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk
disalurkan kepada distributor, pengecer, atau langsung dijual ke pelanggan.
4
Fungsi fungsi Persediaan
Efesiensi operasional suatu organisasi dapat ditingkatkan karena berbagai fungsi penting
persediaan. Pertama, harus diingat bahwa persediaan adalah sekumpulan produk fisikal pada
berbagai tahap proses transformasi dari bahan mentah ke barang dalam proses, dan kemudian
barang jadi. Fungsi fungsi dari persediaan antara lain:
1. Fungsi Decoupling
Fungsi penting persediaan adalah memungkinkan operasi operasi perusahaan internal dan
eksternal mempunyai kebebasan. Persediaan decouples ini memungkinkan perusahaan dapat
memenuhi langganan tanpa terganggu supplier.
Persediaan bahan mentah diadakan agar perusahaan tidak akan sepenuhnya tergantung pada
pengadaannya dalam hal kuantitas dan waktu pengiriman. Persediaan barang dalam proses
diadakan agar departemen departemen dan proses proses individual perusahaan terjaga
kebebasannya. Persediaan barang jadi diperlukan untuk memenuhi permintaan produk yang tidak
pasti dari para langganan. Persediaan yang diadakan untuk menghadapi fluktuasi permintaan
konsumen yang tidak dapat diperkirakan atau diramalkan disebut fluctuation stock.
Melalui penyimpanan persediaan, perusahaan dapat memproduksi dan membeli sumber daya
sumber daya dalam kuantitas yang dapat mengurangi biaya per unit. Persediaan Lot Size ini
perlu mempertimbangkan penghematan dalam hal pembelian, biaya pengangkutan per unit lebih
murah karena perusahaan melakukan pembelian dalam kuantitas yang lebih besar, dibandingkan
dengan biaya biaya yang timbul karena besarnya persediaan ( biaya sewa gedung, investasi,
resiko dan sebagainya ).
3. Fungsi Antisipasi
Sering perusahaan menghadapi fluktuasi permintaan yang dapat diperkirakan dan diramalkan
berdasar pengalaman atau data data masa lalu, yaitu permintaan musiman. Dalam hal ini
perusahaan dapat mengadakan persediaan musiman.
5
Disamping itu, perusahaan juga sering menghadapi ketidakpastian jangka waktu pengiriman dan
permintaan akan barang selama periode permintaan kembali, sehingga memerlukan kuantitas
persediaan ekstra yang sering disebut persediaan pengaman. Pada kenyataannya, persediaan
pengaman merupakan pelengkap fungsi decoupling yang telah diuraikan diatas. Persediaan
antisipasi ini penting agar kelancaran proses produksi tidak terganggu.
- Biaya transportasi
- Jika diproduksi sendiri maka akan ada biaya penyiapan (set up cost): surat menyurat dan
biaya untuk menyiapkan perlengkapan dan peralatan.
- Biaya yang dinyatakan dan dihitung sebesar peluang yang hilang apabila nilai persediaan
digunakan untuk investasi (Cost of capital).
- Biaya yang meliputi biaya gudang, asuransi, dan pajak (Cost of storage). Biaya ini
berubah sesuai dengan nilai persediaan.
d. Biaya resiko kerusakan dan kehilangan (Cost of obsolescence, deterioration and loss).
6
B. METODA TEKNIK PERSEDIAAN
Metode yang digunakan dalam pengelolaan persediaan adalah seperti yang tercantum dibawah
ini. Namun yang menjadi pembahasan dalam makalah ini adalah metode Economic Order
Quantity ( EOQ ) dan Analisis ABC.
4. METODA HYBRID
5. METODA ABC
Metoda Economic Order Quantity (EOQ) adalah metoda yang dapat dipergunakan baik untuk
barang barang yang dibeli maupun yang diproduksi sendiri. Model EOQ adalah nama yang
biasa digunakan untuk barang barang yang dibeli, sedangkan ELS ( Economic Lot Size )
digunakan untuk barang barang yang diproduksi secara internal. Perbedaan pokoknya adalah
bahwa, untuk ELS, biaya pemesanan ( ordering cost ) meliputi biaya penyiapan pesanan untuk
dikrimkan ke pabrik dan biaya penyiapan mesin mesin ( setup cost ) yang diperlukan untuk
mengerjakan pesanan.
Model EOQ digunakan untuk menentukan kuantitas pesanan persediaan yang meminimumkan
biaya langsung penyimpanann persediaan dan biaya kebalikannya ( inverse cost ) pemesanan
persediaan. Gambar dibawah menunjukkan hubungan antara biaya penyimpanan dan biaya
pemesanan dalam bentuk grafik.
7
Model manajemen persediaan dapat dirumuskan sebagai berikut:
S : Biaya setiap kali pemesanan (ordering cost) dalam rupiah per pesanan
i : Biaya pengelolaan (carrying cost) adalah persentase terhadap nilai persediaan per
tahun.
OC = S (D/Q)
CC = ic (Q/2)
TC = S (D/Q) + ic (Q/2)
Model EOQ di atas dapat diterapkan bila anggapan anggapan berikut ini dipenuhi:
8
Biaya pesan/order konstan
Wakttu antara pesanan dilakukan dan barang diterima (lead time/L) konstan
Analisis ABC membagi persediaan yang ada ke dalam tiga kelompok berdasarkan volume
tahunan dalam jumlah uang. Analisis ABC merupakan penerapan persediaan dari Prinsip Pareto.
Prinsip Pareto menyatakan bahwa ada "beberapa yang penting dan banyak yang sepele".
Pemikiran yang mendasari prinsip ini adalah bagaimana memfokuskan sumber daya pada bagian
persediaan penting yang sedikit itu dan bukan pada bagian persediaan yang banyak namun
sepele.
Untuk menentukan nilai uang tahunan dari volume dalam analisis ABC, dilakukan pengukuran
permintaan tahunan dari setiap butir persediaan dikalikan dengan biaya per unit. Butir persediaan
kelas A adalah persediaan-persediaan yang jumlah nilai uang per tahunnya tinggi. Butir-butir
persediaan semacam ini mungkin hanya mewakili sekitar 15% dari butir-butir persediaan total,
tetapi mewakili 70% sampai 80% dari total biaya persediaan. Butir persediaan kelas B adalah
butir-butir persediaan yang volume tahunannya (dalam nilai uang) sedang. Butir-butir persediaan
ini mungkin hanya mewakili 30% dari keseluruhan persediaan dan 15% sampai 25% dari
nilainya. Butir - butir persediaan yang volume tahunannya kecil, dinamakan kelas C, yang
mewakili hanya 5% dari keseluruhan volume tahunan tetapi sekitar 55% dari keseluruhan
persediaan.
Kriteria selain volume tahunan dalam nilai uang dapat menentukan klasifikasi butir persediaan.
Misalnya, perubahan teknis yang diantisipasi, masalah-masalah pengiriman, masalah-masalah
mutu, atau biaya per unit yang tinggi dapat membawa butir persediaan yang menaik ke dalam
klasifikasi yang lebih tinggi. Keuntungan pembagian butir-butir persediaan ke dalam kelas-kelas
memungkinkan ditetapkannya kebijakan dan pengendalian untuk setiap kelas yang ada.
Kebijakan yang dapat didasarkan pada analisis ABC sebagai berikut:
9
1. Perkembangan sumber daya pembelian yang dibayarkan kepada pemasok harus
lebih tinggi untuk butir persediaan A dibandingkan butir persediaan C.
2. Butir persediaan A, berlainan dengan butir persediaan B dan C. harus dikendalikan secara
lebih ketat; mungkin karena butir persediaan A ini ditempatkan di wilayah yang lebih tertutup
dan mungkin karena keakuratan catatan persediaannya harus lebih sering diverifikasi.
10
BAB III
RANGKUMAN
a. Sebagai penyangga proses produksi sehingga proses operasi dapat berjalan terus
b. Menetapkan banyaknya barang yang harus disimpan sebagai sumber daya agar tetap ada
d. Menghindari kekurangan/kelebihan
e. Metode ABC
11
5. Model EOQ digunakan untuk menentukan kuantitas pesanan persediaan yang
meminimumkan biaya langsung penyimpanann persediaan dan biaya kebalikannya ( inverse
cost ) pemesanan persediaan.
6. Analisis ABC membagi persediaan yang ada ke dalam tiga kelompok berdasarkan volume
tahunan dalam jumlah uang. Kelas A merupakan barang barang dalam jumlah unit berkisar 15
sampai 20%, kelas B merupakan barang barang dengan jumlah fisik 30 sampai 40% dan kelas
C merupakan barang barang dengan jumlah fisik 40 sampai 60%.
12
DAFTAR PUSTAKA
Dimyati. Tjutju, Operations Research Model model Pengambilan Keputusan, Sinar Baru
Algensindo, Bandung, 2003.
Handoko, Dasar dasar Manajemen Produksi Dan Operasi. BPFE, Yogyakarta, 1997.
Subagyo Pangestu, Marwan Asri, dan T. Hani Handoko. Dasar-Dasar Operation Research,
Yogyakarta: PT. BPFE-Yogyakarta, 2000.
Eddy Herjanto, 2003. Manajemen Produksi dan Operasi, Edisi Kedua Grasindo. Jakarta
13