Anda di halaman 1dari 93

PENGOLAHAN JELANTAH

MENGGUNAKAN KATALIS Ni-BENTONIT

TUGAS AKHIR II
Diajukan dalam Rangka Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Di Universitas Negeri Semarang

Oleh:

Juli Subarti
4350404027
Kimia S1

JURUSAN KIMIA
FALKUTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2009
PENGESAHAN

Tugas Akhir II ini telah dipertahankan di hadapan Sidang Panitia Ujian Tugas Akhir
II Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Negeri Semarang pada tanggal :

Panitia

Ketua Sekretaris

Drs. Kasmadi Imam S., M.S Drs. Sigit Priatmoko, M.Si


NIP.130781011 NIP.131965839

Penguji Utama

Ir. Sri Wahyuni, M. Si


NIP. 131931626

Penguji / Pembimbing I Penguji / Pembimbing II

Drs. Sigit Priatmoko, M.Si Drs. Soeprodjo, M.S


NIP. 131965839 NIP. 130821920

ii
PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam Tugas Akhir II ini benar-benar
hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau
seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam Tugas Akhir II ini
dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, Januari 2009


Penulis

Juli Subarti
4350404027

iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO :
1. Antusiasme dan ketekunan dapat membuat seseorang yang rata-
rata menjadi unggul. Kecerobohan dan kelesuan dapat membuat
seseorang yang unggul menjadi rata-rata (William Ward).
2. Semua impian kita dapat menjadi kenyataan jika kita memiliki
keberanian untuk mengejar mereka (Walt Disneg).
3. Tak ada simpanan yang lebih berguna daripada ilmu.
Tak ada sesuatu yang lebih beruntung daripada adab.
Tak ada kawan yang lebih bagus daripada akal.
Tak ada benda ghaib yang lebih dekat daripada maut.
4. Spiritual force is strongger than any material force that thought
rule the world (Al-Himaone).
PERSEMBAHAN :
Dari hati terdalam, karya kecil ini kupersembahkan pada:
1. Ibu, ibu, ibu dan bapak untuk setiap keringat deras pengorbanan, lantunan
doa, kesabaran, tuntunan dan kasih sayang yang senantiasa menyertai setiap
nafasku.
2. Bapak Haryanto Kamarga dan Ibu Ida Feisal Tanjung yang telah memberi
bantuan dana dan doa.
3. Nenek, kakek, dan adiku, Ari yang sudah memberikan dorongan moril dan
doa.
4. Mbak Atik sekeluarga, dan ibu Sukimin sekeluarga yang selalu mendoakan
dan memberikan perhatian lebih padaku.
5. Teman-teman seperjuangan, Eka, Indri, Indah dan Siwi yang telah membantu
dalam masa-masa sulitku.
6. Kakak-kakak kelas yang telah sudi mengajari dan menasehatiku.

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahNya, sholawat dan salam
semoga selalu tercurah kepada Rasululloh SAW. Alhamdulillah penulis dapat
menyelesaikan Tugas Akhir II yang berjudul Pengolahan Jelantah Menggunakan
Katalis Ni-Bentonit
Penulis merasakan banyak sekali manfaat yang diperoleh selama penyusunan
Tugas Akhir II ini, terutama melatih kesabaran, kekuatan, kedisipilinan dan
ketekunan. Dalam penyusunan Tugas Akhir II ini, banyak sekali pihak yang
membantu dalam penyelesaiannya. Tidak lupa, penulis ingin mengucapkan ungkapan
terimakasih yang tulus dan sedalam-dalamnya kepada berbagai pihak yang telah
membantu demi kelancaran dalam proses penyusunan Tugas Akhir II ini. Ucapan
terimakasih ini penulis sampaikan kepada :
1. Rektor Universitas Negeri Semarang.
2. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri
Semarang.
3. Drs. Sigit Priatmoko, M.Si, selaku Ketua Jurusan Kimia dan pembimbing I yang
telah memberikan bimbingannya dan arahan dalam penulisan Tugas Akhir II ini
dari awal sampai akhir, beserta Staf Dosen yang telah membekali ilmu
pengetahuan selama penulis mengikuti pendidikan di kampus Universitas Negeri
Semarang.
4. Drs. Soeprodjo, M.S, selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan
bimbingannya dan arahan dalam penulisan Tugas Akhir II ini dari awal sampai
akhir.
5. Ir. Sri Wahyuni, M.Si, selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan
masukan, arahan dan saran kepada penulis selama penyusunan Tugas Akhir II.
6. Kepala Laboratorium Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Semarang yang
telah memberikan ijin penelitian.

v
7. Semua teknisi dan laboran di Laboratorium Jurusan Kimia FMIPA Universitas
Negeri Semarang yang telah membantu dalam penelitian.
8. Bapak dan ibu dosen serta staf Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri
Semarang.
9. Teman-teman Kimia 2004 yang telah memberikan bantuan dan dorongan hingga
terselesaikannya Tugas Akhir II ini.
10. Keluarga tercinta yang telah memberikan dorongan dan motivasi hingga
terselesaikannya Tugas Akhir II ini.
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Akhirnya penulis mengharapkan semoga Tugas Akhir II ini dapat


memberikan sumbangan ilmu pengetahuan dan bermanfaat bagi pembaca.

Semarang, Januari 2009


Penulis

Juli Subarti
4350404027

vi
ABSTRAK

Subarti, Juli. 2009. Pengolahan Jelantah Menggunakan Katalis Ni-Bentonit. Tugas


Akhir II, Jurusan Kimia Program Studi Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang. Pembimbing: I. Drs. Sigit
Priatmoko, M.Si, II. Drs. Soeprodjo, M.S.

Kata Kunci: bentonit, nikel, jelantah


Minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia sebagai
media pengolah bahan makanan. Minyak goreng yang dipakai lebih dari tiga kali
penggorengan akan bersifat karsinogenik karena mengandung senyawa-senyawa
alkohol, asam lemak bebas, peroksida, aldehid dan keton akibat dari reaksi hidrolisis,
oksidasi dan polimerisasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar
efektivitas katalis Ni-bentonit dalam mengolah jelantah.
Jelantah diaktivasi dengan larutan asam klorida (HCl) dengan variasi
konsentrasi 1M; 2M; dan 3M dan diimpregnasi dengan logam nikel dengan variasi
massa katalis 1g; 1,2g; 1,4g; 1,6g; 1,8g; dan 2g. Parameter yang ditentukan adalah
angka iod, angka asam, dan angka peroksida.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi optimum didapatkan pada
konsentrasi aktivator HCl 2M dengan serapan nikel 2,0995 mg/g katalis. Katalis pada
keadaan ini dengan massa 2 gram, mampu meningkatkan angka iod dari 26,776
menjadi 30,031 meq/kg minyak atau peningkatan 12,16% dari semula, dan
menurunkan angka asam dari 1,692 menjadi 0,497 mg KOH/g minyak atau
pengurangan 70,63% dari semula, serta angka peroksida dari 9,824 menjadi 4,892
meq/kg minyak atau pengurangan 50,20% dari semula. Selain itu, massa katalis juga
mempengaruhi parameter angka iod, asam, dan peroksida. Angka asam dan angka
peroksida berbanding terbalik dengan massa katalis, semakin besar massa katalis
maka angka asam, dan angka peroksida yang dihasilkan semakin kecil. Sedangkan
angka iod berbanding lurus dengan massa katalis.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penggunaan katalis Ni-bentonit
dalam pengolahan jelantah mengalami kenaikan angka iod, penurunan angka asam,
dan penurunan angka peroksida, tetapi belum memenuhi standar mutu minyak goreng
menurut SNI.

vii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN..................................................................... ii
PERNYATAAN.......................................................................................... iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN .............................................................. iv
KATA PENGANTAR ................................................................................ v
ABSTRAK .................................................................................................. vii
DAFTAR ISI............................................................................................... viii
DAFTAR TABEL....................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN............................................................................... xii

BAB
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah.................................................................. 1
1.2 Permasalahan...................... ............................................................ 4
1.3 Tujuan Penelitian................ ............................................................ 4
1.4 Manfaat Penelitian............... ........................................................... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Minyak Goreng ............................................................................... 5
2.1.1. Cara Pengambilan Minyak Kelapa.................................................. 6
2.1.2. Reaksi-Reaksi yang Terjadi pada Minyak....................................... 7
2.1.3. Kerusakan Minyak........................................................................... 14
2.2 Bentonit ........................................................................................... 15
2.2.1. Tipe-Tipe Bentonit... 16
2.2.2. Pembentukan Bentonit. 20
2.2.3. Aktivasi Bentonit. 21

viii
2.3 Nikel................................................................................................ 23
2.4 Katalis.......................................................................................... ... 25
2.4.1. Tahapan Reaksi Katalitik Heterogen 27
2.4.2. Pemilihan Pengemban...................................................................... 28
2.5 Impregnasi ....................................................................................... 28
2.6 Ultrasonik........................................................................................ 29
2.7 Mekanisme Reaksi .......................................................................... 30
2.7.1. Kerusakan Minyak akibat Reaksi Oksidasi..................................... 31
2.7.2. Kerusakan Minyak akibat Reaksi Polimerisasi............................... 33
III. METODE PENELITIAN
3.1 Penentuan Obyek Penelitian ........................................................... 34
3.1.1. Populasi ........................................................................................... 34
3.1.2. Sampel............................................................................................. 34
3.2 Rancangan Penelitian............. ......................................................... 34
3.2.1 Alat.................................................................................................. 34
3.2.2 Bahan .............................................................................................. 34
3.2.3 Cara Kerja ....................................................................................... 35
3.2.3.1 Aktivasi Ca-bentonit ....................................................................... 35
3.2.3.2 Impregnasi Nikel pada Ca-bentonit ................................................ 35
3.2.3.3 Kalsinasi Ni-bentonit ...................................................................... 35
3.2.3.4 Uji Efektivitas Ni-bentonit.............................................................. 36
3.2.3.5 Pengujian Minyak Hasil.................................................................. 36
3.2.3.6 Tahap Penyiapan Larutan................................................................ 37
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Aktivasi Ca-bentonit........................................................................ 42
4.2 Impregnasi nikel pada bentonit 43
4.3 Kalsinasi Ca-bentonit....................................................................... 44
4.4 Uji efektivitas Ni-bentonit 45
4.4.1 Uji Hasil........................................................................................... 45

ix
4.4.1.1.Angka Iod........................................................................................ 45
4.4.1.2.Angka Asam.................................................................................... 49
4.4.1.3.Angka Peroksida.............................................................................. 53
V. PENUTUP
5.1 Simpulan.......................................................................................... 58
5.2 Saran................................................................................................. 58
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 60
LAMPIRAN................................................................................................ 63

x
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
1. Sumber beberapa asam lemak tak jenuh ......................................... . 11
2. Kriteria uji dan persyaratan berdasarkan SNI ................................. . 13
3. Perbandingan sifat-sifat Ca-bentonit dengan Na-bentonit .............. . 18
4. Sifat-sifat alami unsur Ni ................................................................ . 24
5. Hasil uji angka iod minyak dengan Ni-bentonit dan Ca-bentonit... . 47
6. Hasil uji angka asam minyak dengan Ni-bentonit dan Ca-bentonit.. 50
7. Hasil uji angka peroksida minyak dengan Ni-bentonit dan Ca-bentonit... 54
8. Perbandingan kandungan minyak hasil olahan dengan katalis dan SNI.... 57
9. Standarisasi Larutan Na2S2O3 0,2 N ............................................... ......... 63
10. Standarisasi Larutan KOH 0,1 N .................................................... ......... 63
11. Absorbansi Larutan Standar............................................................ . 68
12. Hasil Perhitungan Angka Iod pada HCl 1M ................................... . 71
13. Hasil Perhitungan Angka Iod pada HCl 2M ................................... . 71
14. Hasil Perhitungan Angka Iod pada HCl 3M ................................... . 72
15. Hasil Perhitungan Angka Iod tanpa Aktivasi.................................. . 72
16. Hasil Perhitungan Angka Iod Minyak Baru dan Jelantah............... . 72
17. Hasil Perhitungan Angka Asam pada HCl 1M ............................... . 73
18. Hasil Perhitungan Angka Asam pada HCl 2M ............................... . 73
19. Hasil Perhitungan Angka Asam pada HCl 3M ............................... . 74
20. Hasil Perhitungan Angka Asam tanpa Aktivasi.............................. . 74
21. Hasil Perhitungan Angka Asam Minyak Baru dan Jelantah........... . 74
22. Hasil Perhitungan Angka Peroksida pada HCl 1M......................... . 75
23. Hasil Perhitungan Angka Peroksida pada HCl 2M......................... . 75
24. Hasil Perhitungan Angka Peroksida pada HCl 3M......................... . 76
25. Hasil Perhitungan Angka Peroksida tanpa Aktivasi ....................... . 76
26. Hasil Perhitungan Angka Peroksida Minyak Baru dan Jelantah .... . 76

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Reaksi hidrolisis trigliserida............................................................ 2


2. Reaksi Safonifikasi ......................................................................... 8
3. Reaksi pembentukan trigliserida ..................................................... 11
4. Model struktur montmorillonit........................................................ 16
5. Aktivasi dengan asam mineral ........................................................ 23
6. Reaksi kerusakan minyak akibat oksidasi....................................... 31
7. Reaksi kerusakan minyak akibat polimerisasi ................................ 33
8. Grafik impregnasi nikel .................................................................. 44
9. Grafik hasil angka iod masing-masing katalis ................................ 47
10. Grafik hasil angka asam masing-masing katalis ............................. 51
11. Grafik hasil angka peroksida masing-masing katalis...................... 55
12. Kurva kalibrasi ................................................................................ 68

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman
1. Standarisasi Larutan... 63
2. Pengujian Minyak Hasil................................................................ 65
3. Tabel Hasil Perhitungan................................................................ 71
4. Alur Kerja Penelitian..................................................................... 77
5. Foto-Foto Penelitian...................................................................... 78
6. Surat Ijin Penelitian Lab. Kimia UNNES...................................... 80
7. Surat Ijin Penelitian Lab. Fisika UNNES....................................... 81

xiii
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia sebagai alat

pengolah bahan-bahan makanan. Minyak goreng berfungsi sebagai media penggoreng

yang sangat penting dan kebutuhannya semakin meningkat, sehingga menghasilkan

jelantah yang meningkat pula.

Jelantah merugikan manusia karena mengandung senyawa-senyawa yang

bersifat karsinogenik, yaitu senyawa-senyawa radikal bebas (hidroperoksida).

Senyawa karsinogenik ini timbul akibat proses penggorengan yang menimbulkan

kerusakan minyak.

Kerusakan minyak mempengaruhi mutu dan nilai gizi bahan pangan yang

digoreng. Minyak yang rusak akibat proses oksidasi dan polimerisasi akan

menimbulkan berbagai macam penyakit. Apabila minyak ini dipakai akan

menghasilkan bahan makanan dengan warna yang kurang menarik dan cita rasa yang

tidak enak. Pembentukan senyawa polimer selama proses menggoreng terjadi karena

reaksi polimerisasi adisi asam lemak tak jenuh. Hal ini terbukti dengan terbentuknya

bahan menyerupai gum yang mengendap di dasar tempat penggorengan,yaitu

senyawa hidrokarbon jenuh (Ketaren, 1986). Kerusakan minyak atau lemak akibat

pemanasan pada suhu tinggi (200-250 C) menghasilkan senyawa aldehid, keton,

hidrokarbon, alkohol, dan senyawa aromatis yang akan mengakibatkan keracunan


2

dalam tubuh dan berbagai macam penyakit, misalnya pengendapan lemak dalam

pembuluh darah, kanker dan menurunkan nilai cerna lemak. Namun, kerusakan

minyak juga bisa terjadi selama penyimpanan. Penyimpanan yang salah dalam jangka

waktu tertentu dapat menyebabkan pecahnya ikatan trigliserida pada minyak lalu

membentuk gliserol dan asam lemak bebas (Ketaren, 1986). Kerusakan yang terjadi

selama penyimpanan minyak dikarenakan oleh udara lembab, reaksinya sebagai

berikut:

O
H2COCR
O H2COH
O
HCOCR + H2O 3 RCOH + HCOH
O
H2COCR H2COH
Asam Lemak Gliserol
Trigliserida

Gambar 1. Reaksi hidrolisis trigliserida

Di sisi lain, Indonesia memiliki endapan mineral aluminosilikat cukup

banyak, yang tersebar di berbagai daerah. Mineral tersebut berupa lempung salah

satunya bentonit. Bentonit dikenal murah dan memiliki struktur berpori dengan luas

permukaan yang tinggi. Meskipun mempunyai banyak kelebihan, tetapi bentonit alam

memiliki kelemahan yaitu rusaknya struktur lapis dan hilangnya porositas karena

pemanasan pada suhu tinggi (Cool dan Vansant, 1998). Hal ini dapat diatasi dengan

melakukan proses penyisipan ion atau molekul ke dalam interlayer yang dikenal

dengan proses interkalasi. Penyisipan atau pengembanan pada penelitian ini

menggunakan logam Ni. Pemilihan logam Ni didasarkan karena logam Ni merupakan


3

logam transisi yang memiliki orbital d yang belum penuh terisi elektron. Oleh karena

itu, logam nikel mudah membentuk ikatan kovalen koordinasi sehingga

pembentukkan zat antara pada permukaan katalis menjadi lebih mudah.

Pengembanan logam transisi Ni pada bentonit mempunyai tujuan

meningkatkan stabilitas termal, volume pori dan luas permukaan, sehingga

memperbanyak situs aktif. Keadaan ini diharapkan akan mempercepat reaksi antar

reaktan dengan katalis akan semakin besar.

Alternatif pemecahan masalah adalah mengolah jelantah menggunakan logam

Ni yang dibuat sebagai katalis yang diembankan pada bentonit. Pengolahan jelantah

dengan bentonit akan meningkatkan kualitas minyak goreng.

Proses pengolahan jelantah telah dilakukan oleh Wulyoadi, dkk. (2004),

dengan menggunakan membran. Hasil yang diperoleh menunjukkan minyak goreng

mengalami penurunan bilangan asam dan peroksida, namun belum memenuhi

persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI) (Wulyoadi, dkk., 2004). Demikian juga

dengan penelitian yang dilakukan oleh Sumarni, dkk. (2004) dengan menggunakan

arang aktif untuk penjernihan jelantah. Pengolahan jelantah dengan menggunakan

membran, mempunyai kelemahan dalam biaya yang dibutuhkan besar dan umur

membran tidak terlalu lama. Penggunaan karbon aktif untuk penjernihan jelantah juga

mempunyai kelemahan karena memungkinkan tertinggalnya logam berat di dalam

minyak goreng hasil. Logam berat seperti Zn umumnya digunakan sebagai aktivator

pada pembuatan karbon aktif.


4

Dari latar belakang yang dipaparkan di atas, dapat dibuat alternatif penelitian

Pengolahan Jelantah Menggunakan Katalis Ni-Bentonit.

1.2 Permasalahan

Permasalahan yang muncul dan akan dipecahkan dalam penelitian ini adalah:

a. Apakah katalis nikel yang diembankan pada bentonit dapat dipakai untuk

regenerasi minyak jelantah?

b. Sejauh mana katalis Ni-bentonit dapat meregenerasi minyak jelantah?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui apakah katalis nikel yang diembankan pada bentonit dapat

dipakai untuk regenerasi minyak jelantah.

b. Untuk mengetahui regenerasi minyak jelantah dengan identifikasi angka

asam, angka iodium, dan angka peroksidanya.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk pemanfaatan sumber daya alam mineral berupa bentonit sebagai

katalis.

b. Untuk meningkatkan kualitas fisik dan kimia jelantah.

c. Meningkatkan diversifikasi produk yang berasal dari bahan galian untuk

industri penjernih minyak goreng.


5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Minyak Goreng

Minyak kelapa merupakan bagian paling berharga dari buah kelapa.

Kandungan minyak pada daging buah kelapa tua adalah sebanyak 34,7%. Minyak

kelapa digunakan sebagai bahan baku industri minyak goreng. Minyak kelapa dapat

diekstrak dari daging kelapa segar, atau diekstrak dari daging kelapa yang telah

dikeringkan (kopra) (Tarwiyah, 2001). Berdasarkan tingkat ketidakjenuhan minyak

dapat dinyatakan dengan bilangan iod (iodine value), maka minyak kelapa dapat

dimasukkan ke dalam golongan non drying oils, karena bilangan iod minyak tersebut

berkisar antara 7,5 10,5.

Minyak kelapa yang belum dimurnikan mengandung sejumlah kecil

komponen bukan minyak, misalnya fosfatida, gum sterol (0,06 0,08%), tokoferol

(0,003%) dan asam lemak bebas (kurang dari 5%). Sterol yang terdapat di dalam

minyak nabati disebut phitosterol dan mempunyai dua isomer, yaitu beta sitoterol

(C29H50O) dan stigmasterol (C29H48O). Sterol bersifat tidak berwarna, tidak berbau,

stabil dan berfungsi sebagai stabilizer dalam minyak. Tokoferol mempunyai tiga

isomer, yaitu -tokoferol (titik cair 158-160 oC), -tokoferol (titik cair 138-140 oC)

dan -tokoferol. Persenyawaan tokoferol bersifat tidak dapat disabunkan, dan

berfungsi sebagai anti oksidan.


6

Warna coklat pada minyak yang mengandung protein dan karbohidrat bukan

disebabkan oleh zat warna alamiah, tetapi oleh reaksi browning. Warna ini

merupakan hasil reaksi dari senyawa karbonil (berasal dari pemecahan peroksida)

dengan asam amino dari protein, dan terjadi terutama pada suhu tinggi. Warna pada

minyak kelapa disebabkan oleh zat warna dan kotoran kotoran lainnya.

Zat warna alamiah yang terdapat pada minyak kelapa adalah karoten yang

merupakan hidrokarbon tidak jenuh dan tidak stabil pada suhu tinggi. Pada

pengolahan minyak menggunakan uap panas maka warna kuning yang disebabkan

oleh karoten akan mengalami degradasi.

2.1.1 Cara Pengambilan Minyak Kelapa

Minyak nabati yang sering digunakan sebagai minyak goreng adalah minyak

kelapa sawit. Minyak kelapa sawit mengandung asam lemak miristat sebanyak 1%,

palmitat 40%, stearat 4%, oleat 45% dan linoleat 8% (Fox dan Cameron, 2005).

Minyak ini diambil dari daging buah kelapa sawit dengan cara sebagai berikut: Mula-

mula kelapa sawit dicacah, kemudian dihaluskan menjadi serbuk kasar dan

dipanaskan, kemudian dipress sehingga mengeluarkan minyak. Ampas yang

dihasilkan masih mengandung minyak. Ampas digiling sampai halus, kemudian

dipanaskan dan dipress untuk mengeluarkan minyaknya. Minyak yang terkumpul

diendapkan dan disaring. Minyak yang didapat diperlakukan :


7

a. Penambahan senyawa alkali (KOH atau NaOH) untuk netralisasi

(menghilangkan asam lemak bebas).

b. Penambahan bahan penyerap (absorben) warna, biasanya menggunakan arang

aktif agar dihasilkan minyak yang jernih dan bening.

c. Pengaliran uap air panas ke dalam minyak untuk menguapkan dan

menghilangkan senyawa-senyawa yang menyebabkan bau yang tidak

dikehendaki.

2.1.2 Reaksi-Reaksi yang Terjadi pada Minyak

Pada umumnya reaksi-reaksi yang terjadi pada minyak adalah:

2.1.2.1 Hidrolisis

Hidrolisis minyak adalah penguraian lemak atau trigliserida oleh molekul air

menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi ini akan lebih sempurna jika

ditambahkan katalisator misalnya enzim lipase. Proses hidrolisis dapat terjadi secara

autokatalis atau dapat dikatalis oleh metal.

Secara alami minyak kelapa sawit mengandung air yang tidak dapat

dipisahkan. Jumlah kandungan air pada minyak dapat bertambah karena pengolahan

minyak kelapa sawit itu sendiri serta pada saat penyimpanan. Kenaikan kandungan

air pada saat penyimpanan disebabkan oleh udara lembab dan kebocoran coil

pemanas pada tangki penyimpan. Secara alami hidrolisis minyak sawit terjadi

karena dipacu oleh enzim lipase yang dibantu oleh sinar matahari pada kondisi

atmosfer. Reaksi hidrolisis minyak kelapa sawit sama seperti reaksi hidrolisis

umumnya pada trigliserida sebagai berikut :


8

enzim

Trigliserida + Air Asam lemak + Gliserin

enzim

CPO + Air Asam lemak + Gliserin

enzim

C3H8 (OOCR) + 3H2O C3H8(OH)3 + 3RCOOH

2.1.2.2 Hidrogenasi

Hidrogenasi yaitu adisi hidrogen terhadap ikatan rangkap asam lemak yang

tak jenuh, sehingga terjadi asam lemak yang jenuh, yang mempunyai titik lebur lebih

tinggi dibanding dengan asam lemak yang tak jenuh.

2.1.2.3 Safonifikasi

Proses saponifikasi ini didahului dengan proses hidrolisis trigliserida.

Selanjutnya hasil hidrolisis ini (asam lemaknya) akan membentuk garam asam

lemaknya dengan alkali yang disebut sabun.


O
H2COCR
O H2COH
O
HCOCR
+ NaOH + H2O 3 RCO- Na+ + HCOH
O
H2COCR
H2COH
Trigliserida
Sabun Gliserol
Gambar 2. Reaksi Safonifikasi

2.1.2.4 Oksidasi

Asam lemak tak jenuh biasanya mengalami oksidasi pada ikatan rangkapnya

dan sebagai hasil oksidasi adalah hidroperoksida. Bau dan rasa yang tidak enak yang
9

timbul pada margarin yang telah lama disimpan disebut ketengikan, ini disebabkan

oleh hidrolisis komponen-komponen gliserida yang dipercepat oleh enzim lipase. Di

samping itu ketengikan dapat disebabkan oleh oksidasi asam lemak tak jenuh dan

prosesnya akan dipercepat oleh cahaya.

Reaksi hidrolisis dan reaksi oksidasi merupakan penyebab perubahan kualitas

minyak sawit selama pengolahan dan penyimpanan. Reaksi ini menyebabkan asam

lemak bebas dan digliserida serta monogliserida pada minyak akan berubah. Reaksi

hidrolisis di atas berlangsung sangat lambat, dan dapat mengubah kualitas produk

hidrolisis. Hidrolisis dengan bantuan enzim dapat dipakai untuk produksi masal asam

lemak dan gliserin serta turunannya.

Lemak dan minyak merupakan zat makanan yang penting untuk menjaga

kesehatan tubuh manusia. Selain itu lemak dan minyak juga merupakan sumber

energi yang lebih efektif dibanding dengan karbohidrat dan protein. Satu gram

minyak atau lemak dapat menghasilkan 9 kkal, sedangkan karbohidrat dan protein

hanya menghasilkan 4 kkal/gram. Minyak dan lemak juga berfungsi sebagai sumber

dan pelarut bagi vitamin-vitamin A, D, E, dan K (Winarno, 2004).

Minyak dan lemak tidak berbeda dalam bentuk umum trigliseridanya, tetapi

hanya berbeda dalam bentuk (wujud). Perbedaan ini didasarkan pada perbedaan titik

lelehnya. Pada suhu kamar lemak berwujud padat, sedangkan minyak berwujud cair.

Titik leleh minyak dan lemak tergantung pada strukturnya, biasanya meningkat

dengan bertambahnya jumlah karbon. Banyaknya ikatan ganda dua karbon juga

berpengaruh. Trigliserida yang kaya akan asam lemak tak jenuh, seperti asam oleat
10

dan linoleat, biasanya berwujud minyak sedangkan trigliserida yang kaya akan lemak

jenuh seperti asam stearat dan palmitat, biasanya adalah lemak. Semua jenis lemak

tersusun dari asam-asam lemak yang terikat oleh gliserol. Sifat dari lemak tergantung

dari jenis asam lemak yang terikat dengan senyawa gliserol. Asam-asam lemak yang

berbeda disusun oleh jumlah atom karbon maupun hidrogen yang berbeda pula. Atom

karbon, yang juga terikat oleh dua atom karbon lainnya, membentuk rantai yang zig-

zag. Asam lemak dengan rantai molekul yang lebih panjang lebih rentan terhadap

gaya tarik menarik intermolekul, (dalam hal ini yaitu gaya Van der waals) sehingga

titik leburnya juga akan naik (Tambun, Rondang. 2006).

Minyak merupakan trigliserida yang tersusun atas tiga unit asam lemak,

berwujud cair pada suhu kamar (25 C) dan lebih banyak mengandung asam lemak

tidak jenuh sehingga mudah mengalami oksidasi. Minyak yang berbentuk padat

biasa disebut dengan lemak. Minyak dapat bersumber dari tanaman, misalnya minyak

zaitun, minyak jagung, minyak kelapa, dan minyak bunga matahari. Minyak dapat

juga bersumber dari hewan, misalnya minyak ikan sardin, minyak ikan paus dan

lain-lain (Ketaren, 1986). Trigliserida merupakan senyawa hasil kondensasi satu

molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak atau dapat juga disebut dengan

ester dari gliserol dan asam lemak.


11

O
O
C R1 O C
H2C OH HO H2C R1 H
O O
HC OH + C R2 HC O C + 3 O
R2
HO H
H2C OH O O
H2C
C R3 O C
R3
gliserol HO tri gliserida
asamlemak
Gambar 3. Reaksi pembentukan trigliserida

Kebanyakan minyak yang terdapat di alam merupakan trigliserida yang

artinya ketiga bagian asam lemak dari gliserida itu tidaklah sama.

Tabel.1. Sumber beberapa asam lemak tak jenuh (Fessenden,


1995: 408)
Nama Struktur Sumber
Asam
Lemak
Palmitoleat CH3(CH2)5CH=CH(CH2)7CO2H nabati dan
hewani
Lemak
Oleat CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7CO2H nabati dan
hewani
Linoleat CH3(CH2)4CH=CHCH2CH=CH(CH2)7CO2H Minyak
nabati
Linolenat CH3CH2CH=CHCH2CH=CHCH2CH=CH(CH2)7CO2H Minyak biji
rami
Arakidonat CH3(CH2)4(CH=CHCH2)4(CH2)2CO2H Minyak
nabati

Asam lemak tidak lain adalah asam alkanoat atau asam karboksilat berderajat

tinggi (rantai C lebih dari 6). Karena berguna dalam mengenal ciri-cirinya, asam

lemak dibedakan menjadi asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. Asam lemak

jenuh hanya memiliki ikatan tunggal di antara atom-atom karbon penyusunnya,

sementara asam lemak tak jenuh memiliki paling sedikit satu ikatan ganda di antara
12

atom-atom karbon penyusunnya. Pada umumnya asam lemak mempunyai jumlah

atom karbon genap (Poedjiadi, 1994).

Asam lemak merupakan asam lemah, dan dalam air terdisosiasi sebagian.

Umumnya berfase cair atau padat pada suhu ruang (27 C). Semakin panjang rantai C

penyusunnya, semakin mudah membeku dan juga semakin sukar larut. Asam lemak

jenuh bersifat lebih stabil (tidak mudah bereaksi) daripada asam lemak tak jenuh.

Ikatan ganda pada asam lemak tak jenuh mudah bereaksi dengan oksigen (mudah

teroksidasi). Karena itu, dikenal istilah bilangan oksidasi bagi asam lemak (Tarwiyah,

2001).

Keberadaan ikatan ganda pada asam lemak tak jenuh menjadikannya memiliki

dua bentuk cis dan trans. Semua asam lemak nabati alami hanya memiliki bentuk cis.

Asam lemak bentuk trans hanya diproduksi oleh sisa metabolisme hewan atau dibuat

secara sintetis. Akibat polarisasi atom H, asam lemak cis memiliki rantai yang

melengkung. Asam lemak trans karena atom H-nya berseberangan tidak mengalami

efek polarisasi yang kuat dan rantainya tetap relatif lurus.

Minyak goreng adalah minyak yang berasal dari lemak tumbuhan atau hewan

yang dimurnikan dan berbentuk cair dalam suhu kamar dan biasanya digunakan untuk

menggoreng makanan. Hampir semua minyak murni mengandung tidak kurang dari

98% trigliserida dan 2% komponen non trigliserida (0,2% digliserida, 0,1% asam

lemak bebas, 0,3% sterol, 0,1% tokoferol dan fosfolipid), serta sejumlah komponen

zat warna dalam jumlah hanya beberapa ppm. Minyak goreng biasanya bisa

digunakan hingga 3-4 kali penggorengan


13

(http://id.wikipedia.org/wiki/Minyak_goreng"). Jika digunakan berulang kali, minyak

akan berubah warna menjadi cokelat kehitaman, terdapat partikel-partikel padat yang

terlarut dalam minyak. Jelantah dapat menimbulkan beberapa penyakit jika

dikonsumsi oleh tubuh secara terus menerus. Hal ini disebabkan proses oksidasi

jelantah menjadi gliserol dan asam lemak bebas serta polimerisasi adisi dari asam

lemak tak jenuh pada minyak goreng.

Minyak goreng yang baik mempunyai sifat tahan panas, stabil pada cahaya

matahari, tidak merusak rasa hasil gorengan, menghasilkan produk dengan tekstur

dan rasa yang bagus, asapnya sedikit setelah dipakai berulang-ulang dan

menghasilkan warna keemasan pada produk. Standart mutu minyak goreng di

Indonesia diatur dalam SNI-3741-1995 sebagai berikut :

Tabel. 2. Kriteria uji dan persyaratan berdasarkan SNI


No. Kriteria Uji Persyaratan
1. Bau, rasa Normal, normal
2. Warna Muda jernih
3. Citra rasa Hambar
4. Kadar air Maks. 0,3%
5. Berat jenis 0,9 gram/L
6. Asam lemak bebas maks. 0,3%
7. Bilangan peroksida maks. 2 meg/kg
8. Bilangan iodium 45-46
9. Bilangan penyabunan 196-206
10. Titik asap min. 200 0C
11. Cemaran logam
Besi maks. 1,5 mg/kg
Timbal maks. 0,1 mg/kg
Tembaga maks. 40 mg/kg
Seng maks. 0,05 mg/kg
Raksa maks. 0,1 mg/kg
Timah maks. 0,1 mg/kg
(Sumber: Dewan Standarisasi Nasional, 1995)
14

2.1.3 Kerusakan Minyak

Kerusakan minyak selama proses penggorengan akan mempengaruhi mutu

dan nilai gizi dari bahan makanan yang diolah. Kerusakan minyak pada suhu tinggi

umumnya merupakan akibat dari reaksi :

2.1.3.1 Reaksi oksidasi

Oksidasi minyak akan menghasilkan senyawa aldehid, keton, hidrokarbon,

alkohol, serta senyawa aromatis yang mempunyai bau tengik dan rasa getir.

Ketengikan (rancidity) pada minyak goreng terjadi karena asam lemak pada suhu

ruang dirombak akibat hidrolisis atau oksidasi menjadi hidrokarbon, alkanal, atau

keton, serta sedikit epoksi dan alkohol (alkanol). Bau yang kurang sedap muncul

akibat campuran dari berbagai produk ini.

(http://id.wikipedia.org/wiki/Asam_lemak). Kerusakan karena reaksi oksidasi ini

terdiri dari enam tahapan, yaitu :

a. Tahap permulaan terbentuk Volatile Decomposition Product (VDP) yang

dihasilkan dari pemecahan rantai karbon asam lemak.

b. Proses hidrolisis trigliserida karena adanya air. Hal ini terbukti dengan adanya

kenaikan jumlah asam lemak bebas dalam minyak.

c. Oksidasi asam-asam lemak berantai panjang.

d. Degradasi ester oleh panas.

e. Oksidasi asam lemak yang terikat pada posisi alfa dalam trigliserida.

f. Autooksida keton dan aldehid menjadi asam karboksilat.


15

2.1.3.2 Reaksi Polimerisasi

Pembentukkan senyawa polimer selama proses menggoreng terjadi karena

reaksi polimerisasi adisi dari asam lemak tak jenuh. Hal ini dibuktikan dengan

terbentuknya bahan menyerupai gum yang mengendap di dasar tempat penggorengan.

Kerusakan minyak akibat pemanasan pada suhu tinggi akan mengakibatkan

keracunan dalam tubuh dan menimbulkan berbagai penyakit. Bahan makanan yang

mengandung minyak dengan angka peroksida yang tinggi akan mempercepat

ketengikan dan keracunan (Ketaren, 1986).

Parameter kriteria minyak goreng higenis adalah kadar asam lemak bebas,

kadar air, bilangan iodine, bilangan peroksida, bau dan rasa serta warna (Library,

2006).

2.2. Bentonit

Bentonit adalah lempung yang mengandung monmorillonit dalam dunia

perdagangan dan termasuk kelompok dioktohedral. Bentonit dengan rumus

Si8(AlMg)4O20(OH)4 (Henry D Foth, 1988:321) merupakan mineral aluminosilikat

(Al-silikat) yang banyak digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan berbagai

produk di berbagai industri, salah satunya adalah katalis. Monmorillonit memiliki

sifat liat yang sangat tinggi, berkerut jika dipanaskan, dan butirannya berkeping

halus. Berat jenisnya berkisar antara 2,4-2,8 (www.distam-propu.go.id).


16

Gambar 4. Model struktur montmorillonit menurut


(a) Edelman dan Favajee, (b) menurut Hoffman dan Endel
(Tan, KH., 1991).

Bentonit memiliki pola geometris molekul 2:1, yaitu lapisan aluminium

oktahedral berada di antara dua lapisan silika tetrahehral membentuk lapisan dasar.

Lapisan ini tersusun secara bertumpuk yang dapat mengakibatkan atom-atom oksigen

tersusun secara berdampingan dari lapisan tetrahedral yang bersebelahan. Selama

pembentukannya, beberapa atom aluminium dalam celah lapisan oktahedral dapat

digantikan oleh magnesium. Penggantian atom ini terjadi karena kedua atom ini

memiliki ukuran yang hampir sama, sehingga penggantian seperenam atom

aluminium tidak akan menyebabkan tekana yang berlebihan dalam pola geometris

molekulnya.

2.4.1. Tipe-Tipe Bentonit

Bentonit dapat dibagi menjadi dua golongan berdasarkan kandungan

alumunium silikat hydrous, yaitu activated clay dan fuller's Earth. Activated clay

adalah lempung yang kurang memiliki daya pemucat, tetapi daya pemucatnya dapat

ditingkatkan melalui pengolahan tertentu. Sementara itu, fuller's earth digunakan di


17

dalam fulling atau pembersih bahan wool dari lemak. Sedangkan berdasarkan tipenya,

bentonit dibagi menjadi dua, yaitu :

2.2.1.1 Tipe Wyoming (Na-bentonit Swelling bentonite)

Na bentonit memiliki daya mengembang hingga delapan kali dari semula

apabila dicelupkan ke dalam air, dan tetap terdispersi beberapa waktu di dalam air.

Dalam keadaan kering berwarna putih atau krim, pada keadaan basah dan terkena

sinar matahari akan berwarna mengkilap. Perbandingan soda dan kapur tinggi,

suspensi koloidal mempunyai pH: 8,5-9,8, tidak dapat diaktifkan, posisi pertukaran

diduduki oleh ion-ion sodium (Na+). Na-bentonit dimanfaatkan sebagai pengisi

(filler), lumpur bor, penyumbat kebocoran bendungan pada Teknik Sipil, bahan

pencampur pembuatan cat, bahan baku farmasi, dan perekat pasir cetak pada industri

pengecoran logam, sesuai sifatnya mampu membentuk suspensi kental setelah

bercampur dengan air.

2.2.1.2 Mg (Ca-bentonit non swelling bentonite)

Tipe bentonit ini kurang mengembang apabila dicelupkan ke dalam air, dan

tetap terdispersi di dalam air, tetapi secara alami atau setelah diaktifkan mempunyai

sifat menghisap yang baik. Perbandingan kandungan Na dan Ca rendah, suspensi

koloidal memiliki pH: 4-7. Posisi pertukaran ion lebih banyak diduduki oleh ion-ion

kalsium dan magnesium. Karena sifat daya tukar ion yang tinggi dan bersifat

menyerap inilah, montmorillonit dapat dipergunakan sebagai bahan pemucat warna

dan sebagai bahan perekat pasir cetak (www.distam-propu.go.id). Dalam keadaan

kering bersifat rapid slaking, berwarna abu-abu, biru, kuning, merah dan coklat.
18

Penggunaan bentonit dalam proses pemurnian minyak goreng perlu aktivasi terlebih

dahulu. Ca-bentonit banyak dipakai sebagai bahan penyerap. Ca-bentonit dapat

dimanfaatkan sebagai bahan lumpur bor setelah melalui pertukaran ion, sehingga

terjadi perubahan menjadi Na-bentonit.

Tabel. 3. Perbandingan sifat-sifat Ca-bentonit dengan Na-bentonit


Sifat Fisik Ca-bentonit Na-bentonit
Kekuatan dalam keadaan basah Tinggi Sedang
Perkembangan daya ikat Cepat Sedang
Kekuatan tekan Sedang Tinggi
Panas Rendah Tinggi
Kering Rendah Tinggi
Keawetan
Daya tahan terhadap penyusutan Rendah Tinggi
Daya mengembang Tidak baik Sangat baik
Kemantapan terhadap panas pada suhu cetak Tidak baik Sangat baik
Daya mengalirkan pasir Sangat baik Sedang
Sifat bentang Mudah Sukar
(Herlina,1999:10)

Ca-bentonit memiliki kekuatan yang lebih tinggi dari Na-bentonit dalam

keadaan basah. Perkembangan daya ikat Ca-bentonit lebih cepat dari Na-bentonit, hal

ini disebabkan karena jarak antar molekul pada Ca-bentonit lebih dekat sehingga daya

ikatnya lebih kuat. Kekuatan tekan Na-bentonit lebih tinggi dari Ca-bentonit karena

disebabkan oleh daya mengembang Na-bentonit lebih besar, yaitu delapan kali lipat

dari Ca-bentonit. Hal ini juga berkaitan dengan daya tahan terhadap penyusutan Na-

bentonit lebih tinggi. Sedangkan sifat bentang Ca-bentonit lebih mudah karena

memiliki lapisan yang lebih sedikit.


19

Bentonit dapat dimanfaatkan dalam bidang industri, seperti industri sabun,

barang-barang dari semen, kimia, minyak sawit, kosmetika dan mesin. Pada industri

minyak sawit, bentonit yang dipakai adalah bentonit yang mengandung SiO2 (37,88-

84,43%); Al2O3 (13,24-19,68%); Fe2O3 (3,23-19,68%); TiO2 (0,07-0,7%); CaO

(2,14-15,4%); MgO (1,68-2,21%); K2O (0,48-1,58%); Na2O3 (0,12-0,53%); dan

bleaching power (25,38-38,11%) (Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi

Mineral dan Batubara, 2005).

Bentonit mempunyai sifat mengadsorpsi karena ukuran pori-porinya kecil dan

memiliki kapasitas permukaan ion yang tinggi. Pengembangan bentonit disebabkan

oleh adanya penggantian isomorphous pada lapisan oktohedral (Mg oleh Al) dalam

menghadapi kelebihan muatan di ujung kisi-kisinya. Adanya gaya elektrostatis yang

mengikat kristal pada jarak 4,5 dari permukaan cukup kuat untuk mempertahankan

unit-unitnya, dan akan tetap terjaga unit itu untuk tidak saling merapat. Pada

pencampuran dengan air, bentonit akan mengembang dengan membuat jarak antara

setiap unit makin melebar dan lapisannya menjadi bentuk serpihan. Di samping itu,

bentonit akan mempunyai permukaan yang luas jika berada dalam zat pensuspensi

(Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara, 2005).


20

2.4.2. Pembentukan Bentonit

Proses pembentukan bentonit dapat diklasifikasikan menjadi empat, yaitu :

2.2.2.1 Endapan Hasil Pelapukan

Faktor utama dalam pembentukan endapan bentonit sebagai hasil pelapukan

adalah komposisi kimia dan daya larut air terhadap batuan asalnya. Mineral-mineral

utama dalam pembentukan bentonit anatara lain: plagioklas, kalium-feldspar

(KAlSi3O8), biotit (2(MgFe)2Al2(SiO4)3), muskovit, serta sedikit kandungan senyawa

alumina dan ferromagnesia. Pembentukan bentonit dari proses pelapukan diakibatkan

oleh adanya reaksi antara ion-ion hidrogen yang terdapat dalam air tanah dengan

senyawa silikat.

2.2.2.2 Proses Hidrotermal

Proses ini berlangsung karena adanya injeksi larutan hidrotermal yang bersifat

asam merembes melalui celah-celah rekahan pada batuan yang dilaluinya, sehingga

mengakibatkan terjadinya reaksi antar larutan tersebut dengan batuan itu. Pada saat

reaksi berlangsung, komposisi larutan hidrotermal tersebut menjadi berubah. Unsur-

unsur alkali akan dibawa ke arah luar, sehingga selama proses itu berlangsung akan

terjadi daerah atau zona yang berkembang dari asam ke basa dan pada umumnya

berbentuk melingkar sepanjang rekahan dimana larutan itu menginjeksinya.

Terjadinya monmorillonit sebagai mineral penyusun utama bentonit terjadi karena

adanya ubahan dari felspar plagioklas, mineral mika dan feromagnesia. Hal ini dapat

terjadi dikarenakan adanya magnesium (Mg) dan kalium (K) yang berasal dari mika

atau felsfar. Peristiwa ini terjadi pada alterasi hidrotermal tingkat rendah.
21

2.2.2.3 Proses Devitrifikasi

Pada proses ini bentonit dapat terbentuk dari hasil mekanisme pengendapan

debu vulkanik yang kaya akan gelas mengalami devitrifikasi (perubahan gelas

vulkanik menjadi mineral lempung), setelah diendapkan pada lingkungan danau atau

laut.

2.2.2.4 Proses Sedimentasi

Menurut Millot (1970), monmorillonit dapat terbentuk tidak saja dari tufa

melainkan juga dari endapan sedimen dalam suasana basa (alkali) yang banyak

mengandung silika (authigenic neoformation) atau yang biasa disebut endapan kimia.

Mineral-mineral yang terbentuk secara sedimen yang tidak berasosiasi dengan tufa

adalah attapulgit, sepeolit dan monmorillonit.

2.4.3. Aktivasi Bentonit

Peningkatan efektivitas penyerapan pada bentonit dapat dilakukan dengan

aktivasi. Proses aktivasi dibedakan menjadi dua cara, yaitu :

2.2.3.1 Aktivasi secara fisis

Aktivasi secara fisis adalah perlakuan panas hampir di semua reaksi yang ada,

tanpa pemberian zat aditif. Biasanya pemanasan menggunakan temperatur 200-400


0
C, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pemanasan ini berfungsi untuk

menguapkan air yang terperangkap dalam pori-pori bentonit sehingga jumlah pori-

pori yang kosong dan luas permukaan internal kristal akan bertambah, yang akan

mengakitkan interaksi antara adsorbat dan adsorben lebih efektif. Pada penelitian ini

akan dilakukan proses aktivasi secara fisis atau kalsinasi. Kalsinasi biasanya
22

o
dilakukan pada temperatur 400 C dan disertai dengan aliran gas nitrogen.

Penggunaan gas nitrogen dimaksudkan agar kalsinasi lebih sempurna dan tidak

terjadi reaksi lain yang tidak diinginkan selama kalsinasi. Sedangkan proses oksidasi

pada bentonit dimaksudkan untuk menghilangkan sisa-sisa karbon (carbon deposite)

yang terbentuk karena adanya penyerapan senyawa-senyawa organik selama proses

pembentukan bentonit di alam.

2.2.3.2 Aktivasi secara kimia

Aktivasi secara kimia dilakukan dengan cara membersihkan pori-pori dan

kristal bentonit dan membuang senyawa pengotor, serta mengatur kembali letak atom

yang dipertukarkan (Is Fatimah, 1997).

Pada proses aktivasi kimia melibatkan reagen asam mineral. Proses ini

dilakukan dengan cara mencampurkan bentonit dengan asam mineral dengan

berbagai konsentrasi, lalu diaduk selama 24 jam dan disaring. Residu yang dihasilkan

dicuci dengan air demineralisasi lalu dikeringkan.

Pada proses aktivasi ini terjadi tiga reaksi, yaitu :

a. Asam mineral yang dapat melarutkan komponen pengotor Fe2O3, Al2O3, CaO

dan MgO yang mengisi pori-pori adsorben. Hal ini mengakibatkan terbukanya

pori-pori yang tertutup sehingga dapat menambah luas permukaan adsorben.

b. Ion-ion Ca2+ dan Mg2+ yang berada pada permukaan kristal adsorben secara

berangsur-angsur diganti oleh ion H+ dari asam mineral.

c. Sebagian ion H+ yang telah menggantikan ion Ca2+ dan Mg2+ akan ditukar

oleh ion Al3+ yang telah larut dalam asam mineral (Ketaren, 1986:206).
23

Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

Ca2= 2H+
clay clay
Mg2+ + 4H+ 2H+ + Ca2= + Mg2=

Gambar 5. Aktivasi dengan asam mineral


(Sumber: Ketaren, 1986).

Aktivasi secara kimia pada bentonit bertujuan untuk menukar katio-kation

yang berada dalam interlayer dengan ion H+, sehingga menjadi lebih aktif. Jika

interlayer jenuh dengan ion H+, maka selanjutnya ion ini akan menerobos lapisan

oktahedral menggantikan ion Al3+, Fe3+, dan Mg2+.

2.3. Nikel

Nikel adalah sebuah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang

Ni dan nomor atom 28, sehingga memiliki sejumlah elektron yang tidak berpasangan

pada konfigurasi elektron orbital d-nya. Karena inilah, Ni menjadi reaktif jika

direaksikan dengan senyawa lain. Konfigurasi elektron atom nikel adalah sebagai

berikut:

28Ni : [Ar] 4s2 3d8

Sesuai aturan Hund, pada orbital 3d ini terdapat dua elektron tak berpasangan.

Keadaan inilah yang menentukan sifat-sifat nikel, termasuk peranannya dalam

berbagai reaksi katalitik. Oleh karena itu logam nikel mudah membentuk ikatan

kovalen koordinat sehingga pembentukan zat antara pada permukaan katalis menjadi
24

lebih mudah. Dalam mekanisme reaksi yang menggunakan katalis padatan terjadi

peristiwa adsorpsi molekul-molekul reaktan pada permukaan padatan logam yang

memiliki elektron tak berpasangan dalam orbital d.

Logam nikel merupakan logam transisi mempunyai daya adsorpsi yang sangat

kuat. Hal ini berhubungan dengan adanya karakteristik orbital d yang memiliki

pasangan elektron belum penuh. Peranan komponen aktif logam nikel pada

permukaan katalis adalah untuk mengadsorpsi reaktan yang telah terdifusi pada

permukaan katalis, sehingga dapat mempercepat reaksi antar rektan (Kalangit, 1995).

Nikel memiliki fase padat pada suhu kamar, dan titik lebur 1728 K, sedangkan

ciri-ciri atom Ni yang lain dapat dilihat pada tabel 4. berikut :

Tabel. 4. Sifat-sifat alami unsur Ni


Sifat-sifat Alami unsur Ni
Struktur kristal Kubus berpusat badan
Bilangan oksidasi 3, 2
Energi ionisasi ke-1: 737,1 kJ/mol
ke-2: 1753,0 kJ/mol
ke-3: 3395,0 kJ/mol
Jari-jari atom 135 pm

Logam nikel di alam ditemukan dalam meteorit dan berbagai mineral. Unsur

logam transisi ini berwarna putih keperakan, keras, dapat ditempa (jika dipukul-pukul

akan memipih), bersifat feromagnetik (dapat dipengaruhi medan magnet walaupun

tidak terlalu kuat), semikonduktor, tahan terhadap korosi, tidak larut dalam asam non

oksidator, dapat membentuk senyawa anorganik kompleks. Logam ini digunakan

sebagai komponen berbagai paduan logam atau baja, sebagai pelapis permukaan
25

logam, untuk katalis, sebagai pemberi warna hijau pada keramik, dan untuk

komponen baterai (Mulyono, 2001). Bijih nikel yang penting dalam perdagangan ada

dua tipe yaitu (1) laterit, yang merupakan bijih oksida-silikat seperti granerit,

(Ni,Mg)6Si4O10(OH)8, dan nikel-ferus limonit, (Fe,Ni)O(OH).nH2O dan (2) Sulfida,

seperti pentadit, (Ni,Fe)9S8 yang tercampuri tembaga dan kobal hingga bijih

mengandung ~1.5% Ni (Sugiyarto, 2001).

Pada penelitian yang akan dilakukan ini, nikel berfungsi sebagai peluas gugus

atau situs aktif, hal ini disebabkan oleh adanya elektron tak berpasangan pada orbital

d. Nikel juga berfungsi sebagai pemutus ikatan hidrokarbon yang dihasilkan dari

reaksi polimerisasi adisi asam lemak tak jenuh.

Pada penelitian ini, Ni-bentonit berfungsi sebagai bahan pengikat senyawa-

senyawa yang dihasilkan dari reaksi oksidasi seperti hidroperoksida, keton, dan

sedikit epoksi serta alkohol. Campuran dari senyawa-senyawa hasil tersebut

mengakibatkan bau yang tidak sedap.

2.4. Katalis

Katalis adalah zat yang mempercepat laju reaksi tanpa mengalami perubahan

kimia setelah reaksi. Laju reaksi kimia didefinisikan sebagai laju perubahan

konsentrasi yakni berkurangnya konsentrasi reaktan atau bertambahnya konsentrasi

produk setiap satuan waktu.

Katalis adalah zat yang dapat mempengaruhi laju/kecepatan suatu reaksi dan

diperoleh kembali di akhir reaksi (Mulyono, 2001). Katalis dapat juga dikatakan

sebagai zat yang meningkatkan laju reaksi dan dapat diperoleh kembali dengan tidak
26

mengalami perubahan pada akhir reaksi (Castellan, 1964). Katalis diperlukan dalam

jumlah yang sedikit untuk suatu reaksi, tidak mempengaruhi harga tetapan

kesetimbangan, tidak memulai suatu reaksi tetapi hanya mempengaruhi laju reaksi

dan bekerja secara spesifik (Kasmadi dan Luhbandjono, 1996).

Katalis hanya mempercepat reaksi, tidak memulai reaksi secara

termodinamika yang tidak dapat berlangsung. Entalpi reaksi dan faktor-faktor

termodinamika yang lain hanya merupakan fungsi keadaan atau sifat alami dari

reaktan dan produk sehingga tidak dapat berubah oleh adanya katalis. Faktor kinetika

yang dipengaruhi oleh katalis adalah laju reaksi, tenaga pengaktifan dan sifat keadaan

transisi (Triyono, 2002:15).

Di laboratorium dan pabrik-pabrik, katalisator merupakan pembantu yang

paling baik. Ahli-ahli kimia telah mengenal katalisator sejak dua abad yang lalu yaitu

pada tahun 1781 ketika Parmentier secara kebetulan mengetahui bahwa tepung lebih

mudah diuraikan jika dimasak bersama-sama dengan asam. Ada dugaan bahwa

katalisator adalah benda-benda yang amat halus dengan permukaan yang besar. Hal

ini memungkinkan benda-benda yang akan bereaksi melekat pada katalisator

sehingga ada percampuran yang baik antara zat-zat yang bereaksi (Santosa, 2003).

Reaksi katalitik atau reaksi terkatalis berarti reaksi mengalami perubahan laju

yang disebabkan oleh aksi suatu zat dan zat tersebut diperoleh kembali setelah reaksi

berlangsung. Katalis dibagi menjadi dua, yaitu katalis homogen dan katalis

heterogen. Katalis homogen adalah katalis yang fasanya sama dengan fasa sistem
27

reaksi. Sedangkan katalis heterogen adalah katalis yang fasanya tidak sama dengan

fasa sistem reaksi.

2.4.1. Tahapan Reaksi Katalitik Heterogen

Di bawah ini merupakan beberapa tahapan untuk terjadi reaksi pada proses

katalisis heterogen, yaitu :

a. Transfer molekul-molekul reaktan ke permukaan katalis (difusi).

b. Adsorpsi molekul-molekul reaktan pada permukaan katalis.

c. Reaksi molekul-molekul teradsorpsi pada permukaan katalis menghasilkan

produk.

d. Desorpsi molekul-molekul produk reaksi dari permukaan katalis.

e. Transfer produk reaksi ke fasa fluida (Triyono,2002:47).

Katalis mempunyai temperatur optimum, oleh karena itu jika temperatur

reaksi terlalu tinggi kerja katalis tidak efektif. Mungkin bisa tidak dapat berfungsi

sama sekali karena apabila temperatur terlalu tinggi katalis bisa rusak. Suatu katalis

dapat diracuni oleh suatu zat dalam jumlah yang sangat sedikit yang disebut racun

katalis.

Kehadiran katalis dalam suatu reaksi dapat memberikan mekanisme alternatif

untuk menghasilkan reaksi dengan energi aktivasi lebih rendah dibandingkan dengan

reaksi tanpa katalis. Energi pengaktifan lebih rendah menunjukkan bahwa jumlah

bagian dari molekul-molekul yang memiliki energi kinetik cukup adalah

meningkatkan tumbukan efektif, berarti juga memperbesar laju reaksi. Fungsi katalis

didalam suatu reaksi kimia yaitu pertama untuk menyediakan situs aktif untuk
28

mempertemukan kedua reaktan, dan kedua untuk menyumbangkan energi dalam

bentuk panas sehingga kontribusi ini akan memudahkan molekul reaktan untuk

melewati energi pengaktifan. Kontribusi panas ini sebagai akibat dari proses difusi

dan adsorpsi. Pada permukaan katalis terdapat situs aktif yang berfungsi sebagai

tempat molekul-molekul reaktan teradsorbsi dan teraktivasi.

2.4.2. Pemilihan Pengemban

Menurut Setyawan (2001) pemilihan pengemban pada katalis ini

memperhatikan hal-hal :

a. Memiliki stabilitas tinggi pada pemanasan.

b. Memiliki pori yang memungkinkan terjadinya adsorpsi.

c. Luas permukaan yang besar.

d. Mempunyai kemampuan untuk mengikat logam sebagai katalis.

Pemilihan katalis pada penelitian ini didasarkan pada sifat dan fungsi katalis.

Ca-bentonit dipilih karena memiliki daya ikat senyawa-senyawa hasil oksidasi.

Sedangkan nikel memiliki fungsi sebagai peluas situs aktif.

2.5. Impregnasi

Pada dasarnya ada dua metode untuk menempelkan komponen aktif logam ke

dalam bahan pendukung berpori yaitu impregnasi dan pertukaran ion. Dalam metode

impregnasi padatan berpori, misalnya alumina direndam dalam larutan garam jenuh

dari logam yang ingin ditempelkan. Garam ini akan menempel pada bagian luar dari

bahan pendukung. Kemudian bahan pendukung yang telah mengandung garam

tersebut dikeringkan, selanjutnya dikalsinasi, dan direduksi dengan menggunakan


29

hidrogen untuk memperoleh valensi nol (Kalangit, 1995). Sedangkan dalam metode

pertukaran ion, komponen logam dimasukan ke dalam bahan pendukung dengan

proses pertukaran ion dengan menggunakan senyawa kation komplek. Bahan

pendukung kemudian disaring, dicuci dengan air bebas ion untuk menghilangkan

semua garam bebas. Ion-ion logam akan terdispersi ke seluruh permukaan bahan

pendukung. Katalis yang terjadi kemudian dikalsinasi. Katalis yang dibuat dengan

kedua metode ini akan menghasilkan logam yang terdispersi pada permukaan bahan

pendukung dalam bentuk kristal-kristal kecil yang berdiameter antara 8-100

tergantung pada cara pembuatan dan struktur bahan pendukungnya.

Pada penelitian ini, untuk menempelkan komponen aktif logam ke dalam

bahan pendukung berpori dilakukan dengan cara pertukaran ion. Ca-bentonit

direndam dalam larutan NiCl2.6H2O, larutan ini akan menempel pada bagian luar dari

bahan pendukung. Kemudian bahan pendukung yang telah mengandung nikel

tersebut disaring dan dikeringkan. Selanjutnya dikalsinasi agar kompleks nikel

terdekomposisi disertai penghilangan ligan H2O. Kalsinasi dilakukan pada suhu 400

500 oC. Kemudian direduksi dengan mengalirkan gas hidrogen pada suhu 400 oC,

untuk memperoleh logam dengan valensi nol (Kalangit, 1995).

2.6. Ultrasonik

Ultrasonik adalah suara atau getaran dengan frekuensi yang tinggi yaitu diatas

20 kilohertz. Ultrasonik dibagi menjadi dua, yaitu: magnetostictive dan piezoelectric.

Magnetostictive memiliki bahan yang setengah membesar dan sebagian yang lain

mengecil jika ditetakkan di tengah-tengah medan magnet. Tenaga elektrik dari


30

ultrasonik akan ditukar dengan medan magnet melalui segulung wayar. Medan

magnet ini digunakan untuk mempengaruhi vibrasi mekanik dengan frekuensi

ultrasonik dalam kepingan resonan mekanikel atau bahan magnet lainnya yang terikat

dengan permukaan untuk divibrasikan. Sedangkan piezoelectric akan menukar tenaga

elektrik ke elemen-elemen piezoelectric yang akan bergema. Ultarsonik dengan

bahan piezoelectric selalu digunakan dalam berbagai aplikasi gelombang ultrasonik,

antara lain: untuk uji tak merusak, diagnosa medis, navigasi bawah tanah, sistem

komunikasi, dan teknik deteksi vibrasi beton. Ultrasonik dengan bahan piezoelectric

mengubah energi mekanik menjadi energi listrik, dan sebaliknya.

Gelombang ultrasonik dapat merambat dalam medium padat, cair dan gas.

Frekuensi yang diasosiasikan dengan gelombang ultrasonik pada aplikasi elektronik

dihasilkan oleh getaran elastis dari sebuah kristal kuarsa yang diinduksikan oleh

resonan dengan suatu medan listrik bolak-balik yang diberikan.

Teori kavitasi menyebutkan ketika gelombang ultrasonik dirambatkan dalam

cairan akan timbul ledakan micro bubble yang berakibat pada putusnya ikatan kimia

antar atom-atom penyusun molekul cairan. Atas dasar inilah, maka metode sonikasi

dapat diterapkan untuk impregnasi logam Ni dalam bentonit.

2.7. Mekanisme Kimia

Kerusakan minyak goreng dikarenakan pemanasan pada suhu tinggi dengan

mengalami reaksi oksidasi dan polimerisasi. Mekanisme reaksi kerusakan minyak

sebagai berikut :
31

2.7.1. Kerusakan minyak akibat reaksi oksidasi.

H
H H
C C COOH
R1 C C
H H
H

Sisi aktif

1) Inisiasi
H H
Energi
H H
(panas)
C C C* C + H*
C C
H H H

2) Propagasi
H H
H H
C* C + O2 C C
C C
H O H
R a d ik a l b e b a s O*
P e ro k sid a

H H H H
H H
C C + C C 2 C C
C C
O
O H H H
O* Persenyawaan oksida
Peroksida Asam lemak tak jenuh

H H
H H
C C + C* C
C C
O H H
OH
Hidroperoksida Radik al bebas
32

H H
H H
C C C C + OH -
C C
O H O* H
OH Radikal alkoksi
Hidroperoksida

H O H
H C
C C C H + *C
C H
O* H
Aldehid Radikal bebas
Radikal alkoksi

H H H
H
H H H
H
C C + C C C C + C* C
C C C
C
O* H H H H
OH H
Radikal alkoksi Asam lemak tak jenuh Persenyawaan Alkohol Radikal bebas

3) Terminasi
H
H H
H H
H H
C C C C
C* C + C C +
C C
C C
O H H H
H O* H

Radikal bebas Radikal alkoksi Persenyawaan keton Asam lemak tak jenuh

Atau menurut SNI:

R CH CH COOH + O O R CH CH COOH
O
O
R CH CH COOH + O O R CH + CH COOH
O O O O
Gambar 6. Reaksi kerusakan minyak akibat oksidasi.
(Sumber: Winarno, 2004: 106 dan SNI 01-3555-1998)
33

2.7.2. Kerusakan minyak akibat reaksi polimerisasi.

R O O R
panas
2RO .
Peroksida Radikal Oksida

RO . + 2HC CH R O CH2 C.H

R R
H

R O CH2 C.H + H2C CH R O CH2 C CH2 C .H


R R R R
Polimer

Gambar 7. Reaksi kerusakan minyak akibat polimerisasi.


(Sumber: Hart, dkk., 2003: 106).
34

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Penentuan Obyek Penelitian

3.1.1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian (Arikunto,2006). Populasi

dalam penelitian ini adalah minyak goreng bekas.

3.1.2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti

(Arikunto,2006). Sampel dalam penelitian ini adalah minyak goreng bekas yang

sudah digunakan untuk menggoreng tempe sebanyak 5 kali penggorengan serta Ca-

bentonit dari PT Indrasari, Semarang.

3.2 Rancangan Penelitian


3.2.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: beaker gelas,

erlenmeyer bertutup, labu ukur, labu leher tiga, neraca analitik, furnace, desikator,

botol semprot, pH meter, kondesor, sentrifuge, penyaring buchner, kain saring,

termometer, hot plate, buret, dan pipet.

3.2.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: jelantah (sebagai

sampel), Ca-bentonit (sebagai bahan pembuatan katalis), NiCl2.6H2O (untuk

pengembanan logam pada bentonit), Na2S2O3 0,2N (untuk menitrasi kelebihan iod),

HCl 1M, HCl 2M, HCl 3M (untuk mengurangi Al di dalam kerangka menjadi Al di
35

luar kerangka), KI (untuk membentuk senyawa jenuh pada ikatan rangkap minyak),

KOH 0,1M (untuk menitrasi kelebihan asam lemak bebas), Reagen Hanus (iodium

bromida), CHCl3, Asetat glacial, Br2, aquades (untuk mengencerkan larutan), kertas

saring (untuk menyaring padatan), gas nitrogen (untuk merenggangkan ruang antar

pori sehingga gas dapat menembus pori-pori yang kecil dan dapat mendesak kotoran-

kotoran serta zat-zat organik sisa yang masih menempel dalam bentonit aktif pada

pori), gas H2 (untuk proses reduksi), etanol 96 %, pp, dan amilum (sebagai indikator).

3.2.3 Cara Kerja


3.2.3.1.Aktivasi Ca-bentonit

Mula-mula Ca-bentonit ditimbang sebanyak 30 gram lalu ditambah 300 mL

HCl 1M, 2M, atau 3M dan diaduk selama 24 jam. Setelah itu, disaring dan residunya

dicuci dengan akuades, lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 110-120 0C kira-kira

selama 2 jam.

3.2.3.2.Impregnasi Nikel pada Ca-bentonit

Impregnasi nikel pada bentonit dilakukan dengan cara perendaman bentonit

ke dalam larutan NiCl2. 6H2O 0,2M dan diultrasonik selama 2 jam. Kemudian

disaring, dicuci dengan air demineralisasi sampai bebas ion Cl- dan dikeringkan

dalam ovenpada suhu 110-120 0C kira-kira selama 2 jam.

3.2.3.3.Kalsinasi Ni-bentonit

Bentonit yang sudah diimpregnasi dengan nikel kemudian dikalsinasi pada

suhu 400 0C, dan dialiri gas N2 2 mL/menit selama 2 jam pada suhu 400 0C yang

bertujuan untuk merenggangkan ruang antar pori sehingga gas dapat menembus pori-
36

pori yang kecil dan dapat mendesak kotoran-kotoran serta zat-zat organik sisa yang

masih menempel dalam bentonit aktif pada pori, selain itu, gas N2 bertujuan untuk

mengusir sisa-sisa gas Cl2. Kemudian dialiri gas H2 2 mL/menit selama 1 jam pada

suhu 400 0C.

3.2.3.4.Uji Efektivitas Ni-bentonit

Mula-mula minyak sebanyak 250 mL ditambah dengan 1 gram katalis dalam

erlenmeyer. Lalu, dipanaskan dengan magnetic stired dengan kecepatan 1000

putaran/menit pada suhu 70 0C dan hasilnya disaring. Variasi jumlah katalis Ni-

bentonit (1; 1,2; 1,4; 1,6; 1,8; 2 g)

3.2.3.5. Pengujian Minyak Hasil

3.2.3.5.1 Penentuan Angka Iod : Minyak ditimbang sebanyak 0,5 g lalu dilarutkan

dalam 10 mL CHCl3 dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer bertutup. Lalu tambahkan

10 mL reagen Hanus dan dibiarkan selama 1 jam di tempat yang gelap. Setelah itu,

tambahkan 10 mL KI 10% dan dikocok selama 3 menit. Sebagian iodium akan

dibebaskan dari larutan ini. Iodium yang dibebaskan dititrasi dengan Na2S2O3 0,2N

sampai larutan berwarna kuning. Lalu tambahkan 1 mL amilum dan titrasi

dilanjutkan hingga warna biru tepat hilang. Lakukan titrasi blanko dengan 10 mL

reagen Hanus tanpa sampel dengan cara yang sama (Ketaren, 1986).

3.2.3.5.2 Penentuan Angka Asam : Mula-mula sampel ditimbang sebanyak 5 g lalu

ditambah dengan 50 mL alkohol netral 96% dan dipanaskan selama 10 menit lalu

digojog dengan kuat untuk melarutkan asam lemak bebas. Setelah dingin, larutan

dititrasi dengan KOH 0,1M dengan menambahkan indikator PP sampai berwarna


37

merah muda. Angka asam dinyatakan sebagai jumlah milligram KOH yang

diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram minyak.

3.2.3.5.3 Penentuan Angka Peroksida : Sampel minyak ditimbang sebanyak 5 g lalu

dimasukkan ke dalam Erlenmeyer dan ditambah dengan 30 mL campuran pelarut

yang terdiri dari 60% asam asetat glasial dan 40% CHCl3 . setelah minyak larut,

tambahkan 50 mL KI 10% sambil dikocok selama 2 menit. Kemudian tambahkan 30

mL aquades. Kelebihan iod akan dititrasi dengan Na2S2O3 0,2N. Lakukan pada

blanko dengan cara yang sama. -Masing-masimg pengujian dilakukan secara duplo.

3.2.3.6.Tahap Penyiapan Larutan

3.2.3.6.1 Pembuatan 1 L larutan hidroksida (KOH) 0,1N

Menimbang 5,6 gram KOH (Mr = 56), dimasukkan ke dalam beaker glass dan

dilarutkan dengan aquades secukupnya, kemudian dipindahkan ke dalam labu takar 1

L dan diencerkan dengan aquades hingga tanda pada labu takar, dikocok hingga

homogen, selanjutnya larutan distandarisasi.

3.2.3.6.2 Pembuatan 1 L larutan natrium thiosulfat (Na2S2O3) 0,2N

Menimbang 24,8 gram Na2S2O3.5H2O (Mr = 248), dimasukkan ke dalam

beaker glass dan dilarutkan dengan aquades secukupnya, kemudian dipindahkan ke

dalam labu takar 1 L dan diencerkan dengan aquades hingga tanda pada labu ukur,

dikocok hingga homogen, selanjutnya larutan distandarisasi (Sudarmadji, dkk., 1997:

145).
38

3.2.3.6.3 Pembuatan 250 mL larutan kalium iodida (KI) 15%

Menimbang 37,5 gram kristal KI, dimasukkan ke dalam beaker glass dan

dilarutkan dengan aquades secukupnya, kemudian dipindahkan ke dalam labu takar

250 mL dan diencerkan dengan aquades hingga tanda, dikocok hingga homogen.

Larutan KI 15% disimpan dalam botol warna gelap.

3.2.3.6.4 Pembuatan larutan Hanus

a) Iodin (I2) kristal sebanyak 13,615 gram ditambahkan 825 mL asam asetat

glasial, kemudian dipanaskan dan diaduk. Setelah didinginkan diambil 25

mL dan diencerkan sampai 200 mL, selanjutnya dititrasi dengan larutan

Na2S2O3 0,2N. Catat volume larutan Na2S2O3 yang dibutuhkan sebagai A

mL.

b) Bromin (Br2) sebanyak 3 mL ditambahkan 200 mL asam asetat glasial,

dicampur dan diaduk sampai homogen. Ambil 5 mL kemudian diencerkan

sampai 150 mL dengan aquades dan ditambah 10 mL KI 15% selanjutnya

dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,2N. Catat volume larutan Na2S2O3 yang

dibutuhkan sebagai B mL.

Perhitungan:

Jumlah larutan bromin yang ditambahkan pada 800 mL larutan iodium =

A 25
800
B5
39

c) Setelah larutan iodin dicampur dengan larutan bromin selanjutnya

diencerkan dengan asam asetat glasial sampai 1L (Sudarmadji, dkk., 1997:

145).

3.2.3.6.5 Pembuatan 100 mL larutan amilum 1%

Melarutkan 1 gram amilum dalam sedikit air dingin diaduk lalu dimasukan

ke dalam aquades yang telah mendidih hingga 100 mL sambil diaduk dan didihkan

hingga larut (Sudarmadji, dkk., 1997: 143).

3.2.3.6.6 Pembuatan asam klorida 1, 2, dan 3M

Membuat HCl 3M, mulu-mula mengukur HCl pekat 267 mL, lalu

ditempatkan dalam labu takar 1 L dan diencerkan dengan aquades sampai tanda batas.

Sedangkan untuk membuat HCl 2M, dibutuhkan 167 mL HCl 3M, lalu diencerkan

dalam labu takar 250 mL dengan aquades, dan untuk membuat HCl 1M,

membutuhkan HCl 2M 125 mL yang diencerkan dalam labu takar 250 mL.

3.2.3.6.7 Pembuatan larutan nikel klorida heksahidrat 0,2M

Menimbang 11,885 gram kristal NiCl2.6H2O (Mr 237,7), dimasukkan ke

dalam beaker glass dan dilarutkan dengan aquades secukupnya, kemudian

dipindahkan ke dalam labu takar 250 mL dan diencerkan dengan aquades hingga

tanda, dikocok hingga homogen.

3.2.3.6.8 Standarisasi larutan

1. Standarisasi larutan Na2S2O3

Menimbang 278 mg kalium bromat (KBrO3, Mr = 167), dimasukkan ke

dalam beaker glass dan dilarutkan dengan aquades secukupnya, pindahkan ke dalam
40

labu takar 100 mL kemudian diencerkan dengan aquades hingga batas. Pindahkan ke

dalam erlenmeyer 250 mL kemudian tambahkan 0,5 gram KI dan 2 mL HCl 4 N.

Dibuat tiga kali ulangan.

Larutan segera dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,2N yang sudah

dipersiapkan hingga warna berubah menjadi kuning pucat. Encerkan dengan 50 mL

aquades kemudian tambahkan 2 mL indikator amilum dan meneruskan titrasi hingga

warna biru hilang.

m KBrO 3 1000
N larutan Na2S2O3 =
27,8 V Na 2 S 2 O 3

m KBrO3 = berat KBrO3 yang digunakan (gram)

V Na2S2O3 = volume Na2S2O3 yang dibutuhkan untuk titrasi (mL)

27,8 = Mr ekivalen KBrO3

1000 = faktor konversi liter menjadi mililiter

(Sudarmadji, dkk., 1997: 145).

2. Standarisasi larutan KOH

Menimbang 0,1 gram asam oksalat (C2H2O4.2H2O, Mr = 126) dimasukkan

ke dalam beaker glass dan dilarutkan dengan aquades secukupnya, pindahkan ke

dalam labu takar 25 mL kemudian diencerkan dengan aquades hingga tanda. Dibuat

tiga kali ulangan.

Pindahkan larutan ke dalam erlenmeyer 250 mL dan tambahkan 2-3 tetes

indikator phenolptalin, selanjutnya dititrasi dengan KOH 0,1N yang akan

distandarisasi hingga warnanya menjadi merah jambu.


41

m C 2 H 2 O 4 .2H 2 O 1000
N larutan KOH =
63 V KOH

m C2H2O4.2H2O = berat C2H2O4.2H2O yang digunakan (gram)

V KOH = volume KOH yang dibutuhkan untuk titrasi (mL)

63 = Mr ekivalen C2H2O4.2H2O

1000 = faktor konversi liter menjadi mililiter

(Sudarmadji, dkk., 1997: 146).


42

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penelitian tentang pengolahan jelantah menggunakan katalis Ni-bentonit telah

dilaksanakan pada tanggal 19 Agustus sampai 22 Desember 2008 di Laboratorium

Kimia Fisik dan Instrumen Jurusan Kimia Universitas Negeri Semarang.

Dalam bab ini membahas mengenai data-data hasil penelitian yang meliputi

kajian tentang kemampuan bentonit hasil impregnasi sebagai katalis dengan variasi

konsentrasi aktivasi dan variasi massa bentonit yang digunakan untuk mengolah

jelantah.

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak goreng yang telah

digunakan untuk menggoreng tempe sebanyak lima kali penggorengan. Kemudian

minyak tersebut diolah dengan Ca-bentonit yang lolos 150 mesh yang diaktivasi

dengan larutan HCl dengan variasi konsentrasi (1M, 2M, dan 3M). Setelah dilakukan

aktivasi, bentonit diimpregnasi dengan logam nikel. Dengan variasi massa bentonit,

jelantah diolah dan diuji efektivitasnya dengan mengidentifikasi angka iod, angka

asam, dan angka peroksida.

4.1 Aktivasi Ca-bentonit

Ca-bentonit yang lolos 150 mesh diaktivasi dengan HCl bertujuan untuk

mengurangi Al di dalam kerangka menjadi Al di luar kerangka (menukar kation

polivalen dengan kation monovalen yaitu dengan kation H+). HCl yang digunakan

untuk mengaktivasi Ca-bentonit divariasi konsentrasinya, yaitu 1M, 2M, dan 3M.
43

Cara aktivasinya yaitu, Ca-bentonit direndam dalam HCl dan diaduk selama 24 jam.

Pengadukan bertujuan untuk memudahkan pertukaran kation H+ ke dalam kerangka

bentonit menggantikan Al3+, sehingga Al menjadi berada di luar kerangka bentonit.

Proses aktivasi Ca-bentonit ini bertujuan untuk memudahkan proses impregnasi nikel

dalam bentonit.

4.2 Impregnasi nikel pada bentonit

Setelah Ca-bentonit diaktivasi, bentonit diimpregnasi dengan logam nikel.

Impregnasi dilakukan dengan cara Ca-bentonit ditambah dengan larutan nikel klorida

heksahidrat 0,2M, kemudian diultrasonik selama 2 jam. Pengultrasonikan bertujuan

untuk memaksa masuknya nikel ke dalam kerangka Ca-bentonit. Menurut teori

kavitasi, ketika gelombang ultrasonik dirambatkan dalam cairan akan timbul ledakan

micro bubble yang berakibat pada putusnya ikatan kimia antar atom-atom penyusun

molekul cairan., sehingga logam Ni dapat masuk dalam kerangka Ca-bentonit.

Impregnasi nikel berfungsi sebagai peluas gugus atau situs aktif, hal ini disebabkan

oleh adanya elektron tak berpasangan pada orbital d. Nikel juga berfungsi sebagai

pemutus ikatan hidrokarbon yang dihasilkan dari reaksi polimerisasi adisi asam

lemak tak jenuh.

Banyaknya logam nikel yang masuk dalam kerangka Ca-bentonit dipengaruhi

oleh kepekatan larutan nikel pada Ca-bentonit dan konsentrasi aktivasi Ca-bentonit.

Jika larutan terlalu pekat, gelombang ultrasonik yang dirambatkan akan sulit

memutuskan ikatan kimia larutan nikel, sehingga nikel yang masuk dalam kerangka

Ca-bentonit akan sedikit. Begitu pula jika larutan encer. Jika larutan encer, intensitas
44

nikel yang masuk dalam kerangka Ca-bentonit akan sedikit. Berikut ini adalah grafik

yang diperoleh dari impregnasi nikel dengan variasi konsentrasi HCl sebagai

aktivator:

Grafik Impregnasi Nikel

2,15
i 2,1
s 2,05
a
n
g 2
e
r
p 1,95
m
ir 1,9
e 1,85
T 1,8
g
n
a 1,75
y
l
e 0 1 2 3 4
ik
N Konsentrasi HCl/M
Gambar 8. Grafik impregnasi nikel
Berdasarkan grafik 8, pada pengujian AAS, nikel yang terimpregnasi paling

banyak pada konsentrasi HCl 2M, yaitu 2,0995 mg nikel setiap 1 gram katalis.

Sedangkan pada konsentrasi 1M, dan 3M serapan nikelnya 1,7933 mg, dan 1,7918

mg nikel setiap 1 gram katalis.

4.3 Kalsinasi Ni-bentonit

Proses kalsinasi katalis Ni-bentonit dilakukan dengan pemanasan pada suhu

400 0C dan mengalirkan gas N2 selama 2 jam pada suhu 400 0C yang bertujuan untuk

merenggangkan ruang antar pori sehingga gas dapat menembus pori-pori yang kecil

dan dapat mendesak kotoran-kotoran serta zat-zat organik sisa yang masih menempel

dalam bentonit aktif serta mengusir sisa-sisa gas Cl2 yang masih ada dalam kerangka
45

bentonit. Kemudian dilanjutkan dengan mengalirkan gas H2 selama 1 jam pada suhu

yang sama, yaitu 400 0C. Pengaliran gas H2 bertujuan untuk mereduksi nikel

bermuatan 2+ menjadi bermuatan 0. Kalsinasi ini bertujuan agar kompleks nikel

terdekomposisi disertai penghilangan ligan H2O.

4.4 Uji efektivitas Ni-bentonit

Efektivitas katalis Ni-bentonit dilakukan dengan mengolah jelantah dengan

variasi massa katalis Ni-bentonit masing-masing konsentrasi aktivasi. Massa katalis

yang digunakan yaitu 1 g; 1,2 g; 1,4 g; 1,6 g; 1,8 g; dan 2 g. Pengolahan jelantah

dilakukan dengan cara mencampurkan jelantah dengan katalis Ni-bentonit dan diaduk

selama 1 jam pada suhu 70 0C. Minyak hasil diidentifikasi dengan menguji angka

asam, angka peroksida, dan angka iod.

4.4.1 Uji Hasil

4.4.1.1 Angka Iod

Angka iod menunjukkan ketidakjenuhan asam lemak penyusun minyak dan

lemak. Asam lemak tidak jenuh mampu mengikat iod dan membentuk senyawa yang

jenuh. Banyaknya iod yang diikat menunjukkan banyaknya ikatan rangkap. Angka

iod dinyatakan sebagai banyaknya gram iod yang diikat oleh 100 gram minyak atau

lemak.

Pada jelantah memiliki angka iod yang sangat rendah. Hal ini dikarenakan

jumlah ikatan rangkap dalam jelantah semakin kecil sebagai akibat dari pemanasan

dengan suhu tinggi dan pemakaian minyak yang lebih dari 3 kali penggorengan atau

mengalami reaksi oksidasi serta menghasilkan asam lemak bebas, alkohol, aldehid,
46

radikal bebas dan ikatan tunggal. Ikatan tunggal pada jelantah ini merupakan senyawa

jenuh yang bukan bersifat antioksidan, sehingga tidak bermanfaat bagi tubuh. Oleh

karena itu, jelantah perlu diolah dengan katalis Ni-bentonit.

Pada prinsipnya penentuan angka iod adalah larutan iodium monobrimida

(hanus) yang ditambahkan dalam campuran asam asetat dan kloroform ke dalam

sampel. Setelah melewati waktu tertentu dilakukan penetapan halogen yang

dibebaskan dengan penambahan kalium iodida (KI). Banyaknya iod yang dibebaskan

dititrasi dengan larutan standar natrium thiosulfat (Na2S2O3) dengan indikator

amilum.

Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

H H I Br

C C + 2 IBr berlebih C C + IBr sisa

H H

I2 + 2 Na2S2O3 2 NaI + Na2S4O6

Minyak goreng baru mempunyai angka iod 30,9017 dan angka iod jelantah

26,776. Setelah diolah dengan katalis Ni-bentonit yang diaktivasi dengan HCl

diperoleh angka iod dengan metode titrasi iodometri, dan sebagai pembanding, angka

iod juga ditentukan pada Ca-bentonit yang belum diaktivasi dengan HCl dan belum

diimpregnasi dengan logam nikel seperti pada tabel 5.


47

Tabel 5. Hasil uji angka iod minyak dengan Ni-bentonit


dan Ca-bentonit
Massa Ni-bentonit dengan Ca-
katalis/gram aktivasi HCl bentonit
1M 2M 3M
1 25,791 25,616 28,645 27,104
1,2 27,652 28,547 28,862 27,399
1,4 28,603 28,642 28,981 27,646
1,6 29,137 29,269 29,325 27,794
1,8 29,453 29,616 29,517 27,874
2 29,702 30,031 29,588 28,361

30,5
30
29,5
29
d 28,5
o
i 28 Ni-bentonit aktivasi
a HCl 1M
k 27,5 Ni-bentonit aktivasi
g HCl 2M
n 27 Ni-bentonit aktivasi
a
26,5 HCl 3M
Ca-bentonit
26
25,5
25
0 0,5 1 1,5 2 2,5

massa katalis/gram
Gambar 9. Grafik hasil angka iod masing-masing katalis

Berdasarkan tabel 5, dan grafik 9, kenaikan angka iod berbanding lurus

dengan jumlah katalis. Semakin besar massa katalis yang ditambahkan, maka

kenaikan angka iod yang dihasilkan akan semakin besar. Kenaikan angka iod terjadi

dari massa katalis terkecil ke terbesar. Hal ini disebabkan massa katalis yang semakin

banyak, kandungan nikel yang digunakan dalam reaksi juga semakin banyak,

sehingga dimungkinkan memicu reaksi pembentukan ikatan rangkap lebih banyak.


48

Sedangkan pada Ca-bentonit tanpa aktivator HCl dan tanpa impregnasi logam

nikel mengalami kenaikan angka iod, tetapi kenaikan yang terjadi sangat sedikit

(tidak signifikan) atau cenderung konstan. Hal ini dikarenakan Ca-bentonit masih

mengandung senyawa-senyawa pengotor misalnya, Fe2O3, CaO dan MgO yang dapat

menghalangi pengolahan pada jelantah, sehingga reaksi yang terjadi tidak optimal.

Selain itu, pada Ca-bentonit tidak terdapat logam nikel yang berfungsi sebagai gugus

peluas situs aktif, sehingga reaksi yang dihasilkan tidak optimal.

Kenaikan angka iod dengan aktivasi HCl 1M dari 26,776 menjadi 29,702

dengan massa katalis 2 gram atau mengalami kenaikan angka iod sebesar 10,93%.

Pada aktivasi HCl 2M mengalami kenaikan angka iod dari 26,776 menjadi 30,031

dengan massa katalis 2 gram atau mengalami kenaikan angka iod sebesar 12,16%.

Pada aktivasi HCl 3M mengalami kenaikan angka iod dari 26,776 menjadi 29,588

dengan massa katalis 2 gram atau mengalami kenaikan angka iod sebesar 10,50%.

Sedangkan pada bentonit tanpa aktivasi dan tanpa diimpregnasi mengalami kenaikan

angka iod dari 26,776 menjadi 28,361 dengan massa 2 gram atau mengalami

kenaikan angka iod sebesar 5,92%.

Berdasarkan persen kenaikan angka iod yang diperoleh, kenaikan angka iod

yang paling besar terjadi pada aktivasi HCl 2M. Hal ini sesuai dengan serapan nikel

pada aktivasi HCl 2M yang paling besar, yaitu 2,0995 mg nikel setiap 1 gram katalis.

Serapan nikel yang besar akan mengakibatkan pengolahan jelantah paling efektif.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan angka iod yang naik

tetapi belum dapat memenuhi standar angka iod menurut SNI yaitu sebesar 45-46.
49

Menurut penelitian Rahayu, Budi (2006) yang berjudul Pemberian Perlakuan

Asam Mineral pada Tanah Liat Montmorillonit dan Aplikasinya untuk Pengolahan

Minyak goreng Bekas, angka iod yang dihasilkan mengalami kenaikan sebesar

67,54% dengan asam mineral H2SO4 2M, dan minyak goreng yang digunakan setelah

pemakaian 5 kali penggorengan.

Hasil yang didapat dari penilitian ini dengan penelitian Rahayu, Budi terdapat

perbedaan kenaikan angka iod yang jauh berbeda. Hal ini mungkin dikarenakan

kondisi ketika penelitian berbeda, salah satunya yaitu: suhu yang digunakan ketika

preparasi jelantah.

4.4.1.2 Angka asam

Angka asam dinyatakan sebagai jumlah miligram KOH yang diperlukan

untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam satu gram minyak atau

lemak. Prinsip penentuan angka asam adalah melarutkan minyak atau lemak dalam

pelarut organik tertentu, dilanjutkan titrasi dengan penitran basa (KOH). Asam lemak

bebas ini dapat terjadi karena kerusakan minyak akibat hidrolisis trigliserida (lemak)

dan pada reaksi oksidasi minyak.


O
H2COCR
O H2COH
O
HCOCR + H2O 3 RCOH + HCOH
O
H2COCR H2COH
Asam Lemak Gliserol
Trigliserida

Angka asam diperoleh dari asam lemak bebas yang terdapat pada minyak

yang pembentukannya terjadi karena adanya air yang bereaksi dengan trigliserida.
50

Katalis Ni-bentonit yang ditambahkan dalam minyak akan mengakibatkan air

berkurang karena air teradsorpsi oleh katalis Ni-bentonit. Sehingga akan mengurangi

reaksi pembentukan asam lemak, dan mengakibatkan angka asam minyak hasil

olahan katalis mengalami penurunan.

Sedangkan reaksi yang terjadi pada penentuan angka asam adalah sebagai

berikut:

O O
R C OH + KOH R C OK + H2O

Minyak goreng baru memiliki angka asam 0,697 mg KOH/g minyak, dan

angka asam jelantah 1,692 mg KOH/g minyak. Setelah diolah dengan katalis Ni-

bentonit yang diaktivasi dengan HCl diperoleh angka asam dengan metode titrasi

asam basa, dan sebagai pembanding, angka asam juga ditentukan pada bentonit yang

belum diaktivasi dengan HCl dan belum diimpregnasi dengan logam nikel seperti

pada tabel 6 berikut ini:

Tabel 6. Hasil uji angka asam minyak dengan


Ni-bentonit dan Ca-bentonit
Massa Ni-bentonit yang Ca-
katalis/gram diaktivasi dengan HCl bentonit
1M 2M 3M
1 1,593 1,392 1,690 1,692
1,2 1,194 1,295 1,493 1,395
1,4 1,097 1,093 1,098 1,197
1,6 0,996 0,898 0,997 1,196
1,8 0,995 0,797 0,997 1,194
2 0,896 0,497 0,797 0,995
51

1,8
1,6
1,4

m 1,2
a
s 1 Ni-bentonit aktivasi
a HCl 1M
a 0,8 Ni-bentonit aktivasi
k HCl 2M
g
n 0,6 Ni-bentonit aktivasi
a HCl 3M
0,4 Ca-bentonit

0,2
0
0 0,5 1 1,5 2 2,5
massa katalis/gram

Gambar 10. Grafik hasil angka asam masing-masing katalis

Berdasarkan tabel 6, dan grafik 10, penurunan angka asam berbanding lurus

dengan jumlah katalis. Semakin besar massa katalis yang ditambahkan, maka

penurunan angka asam yang dihasilkan akan semakin besar. Hal ini terjadi karena

jumlah nikel pada katalis semakin besar yang mengakibatkan adsorbsi air yang

dihasilkan pada penggunaan minyak oleh katalis Ni-bentonit semakin besar.

Sedangkan pada Ca-bentonit tanpa aktivasi dan tanpa impregnasi mengalami

penurunan anmgka asam yang sedikit dari massa terkecil ke massa terbesar. Hal ini

dimungkinkan masih banyak senyawa-senyawa pengotor pada Ca-bentonit misalnya

Fe2O3, CaO, dan MgO yang dapat menghalangi kontak langsung dengan jelantah,

sehingga hasil yang didapat tidak optimal.

Penurunan angka asam dengan aktivasi HCl 1M dari 1,692 mg KOH/g

minyak menjadi 0,896 mg KOH/g minyak dengan massa katalis 2 gram atau

mengalami penurunan angka asam sebesar 47,04%. Pada aktivasi HCl 2M mengalami
52

penurunan angka asam dari 1,692 mg KOH/g minyak menjadi 0,497 mg KOH/g

minyak dengan massa katalis 2 gram atau mengalami penurunan angka asam sebesar

70,63%. Pada aktivasi HCl 3M mengalami penurunan angka asam dari 1,692 mg

KOH/g minyak menjadi 0,797 mg KOH/g minyak dengan massa katalis 2 gram atau

mengalami penurunan angka asam sebesar 52,90%. Sedangkan pada bentonit tanpa

aktivasi dan tanpa diimpregnasi mengalami penurunan angka asam dari 1,692 mg

KOH/g minyak menjadi 0,995 mg KOH/g minyak dengan massa 2 gram atau

mengalami penurunan angka asam sebesar 41,19%.

Berdasarkan persen kenaikan angka asam yang diperoleh, penurunan angka

asam yang paling besar terjadi pada aktivasi HCl 2 M. Hal ini disebabkan serapan

nikel pada aktivasi HCl 2M paling besar, sehingga lebih efektif dalam mengolah

jelantah.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan angka asam yang turun

tetapi belum dapat memenuhi standar angka asam menurut SNI yaitu maksimal 0,3

mg KOH/g.

Menurut penelitian Rahayu, Budi (2006) yang berjudul Pemberian Perlakuan

Asam Mineral pada Tanah Liat Montmorillonit dan Aplikasinya untuk Pengolahan

Minyak goreng Bekas, angka asam yang dihasilkan mengalami penurunan sebesar

11,58% dengan asam mineral H2SO4 2M, dan minyak goreng yang digunakan setelah

pemakaian 5 kali penggorengan.


53

Hasil yang didapat dari penilitian ini dengan penelitian Rahayu, Budi terdapat

perbedaan penurunan angka asam yang jauh berbeda. Hal ini mungkin dikarenakan

kondisi ketika penelitian berbeda.

4.4.1.3 Angka peroksida

Angka peroksida menunjukkan tingkat kerusakan minyak karena oksidasi.

Apabila minyak dipanaskan dan terkena udara dapat mengalami reaksi-reaksi

oksidasi. Awalnya akan terbentuk alill radikal, kemudian radikal peroksida, dan

hidroperoksida, kemudian rantai-rantai molekul putus menjadi radikal dengan rantai

lebih pendek dan reaktif. Tingginya angka peroksida menunjukkan telah terjadi

kerusakan pada minyak tersebut dan minyak akan segera mengalami ketengikan.

Pembentukan peroksida karena reaksi oksidasi sebagai berikut:

R CH CH COOH + O O R CH CH COOH
O
O
R CH CH COOH + O O R CH + CH COOH
O O O O

Pada penentuan angka peroksida dipakai pelarut khloroform dan asam asetat.

Khloroform bersifat non polar dan asam asetat bersifat polar. Campuran keduanya

adalah campuran pelarut polar dan non polar yang dapat melarutkan minyak goreng.

Penggunaan pelarut polar dan non polar dikarenakan lipida yang terkandung dalam

minyak goreng bukan hanya terdiri dari bahan organik yang larut dalam pelarut

organik non polar tetapi juga pelarut anorganik polar.


54

Larutan KI ditambahkan ke dalam minyak, kemudian akan terjadi reaksi

antara KI dengan senyawa peroksida pada minyak. I2 akan dibebaskan pada reaksi

tersebut selanjutnya dititrasi dengan larutan standar natrium thiosulfat dengan

indikator amilum. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut


H H H H

C C + 2 KI C C + 2 K 2O + I2

O O
P E R O K S ID A

I2 + 2 N a 2S 2O 3 2 N a I + N a 2S 4O 6

Minyak goreng baru memiliki angka peroksida 4,901 meq/kg minyak, dan

angka peroksida jelantah 9,824 meq/kg minyak. Setelah diolah dengan katalis Ni-

bentonit yang diaktivasi dengan HCl ditentukan angka peroksidanya dengan metode

titrasi iodometri, dan sebagai pembanding, angka peroksida juga ditentukan pada

bentonit yang belum diaktivasi dengan HCl dan belum diimpregnasi dengan logam

nikel seperti pada tabel 7 berikut ini:

Tabel 7. Hasil uji angka peroksida minyak dengan


Ni-bentonit dan Ca-bentonit
Massa Ni-bentonit yang Ca-
katalis/gram diaktivasi dengan HCl bentonit
1M 2M 3M
1 9,825 9,835 9,835 9,821
1,2 9,821 9,831 9,833 9,818
1,4 9,795 9,813 9,832 9,813
1,6 9,772 9,751 9,820 9,802
1,8 4,920 4,915 4,950 9,802
2 4,910 4,892 4,932 9,798
55

12
10
a
id
s 8
k Ni-bentonit aktivasi
o
r HCl 1M
e 6 Ni-bentonit aktivasi
p HCl 2M
a 4 Ni-bentonit aktivasi
k
g HCl 3M
n Ca-bentonit
a 2
0
0 0,5 1 1,5 2 2,5
\ massa katalis/gram

Gambar 11. Grafik hasil angka peroksida masing-masing katalis

Berdasarkan tabel 7 dan grafik 11, penurunan angka peroksida berbanding

lurus dengan jumlah katalis. Semakin besar massa katalis yang ditambahkan, maka

penurunan angka peroksida yang dihasilkan akan semakin besar. Hal ini terjadi

karena reaksi adsorpsi antara katalis dengan minyak semakin besar, sehingga

penurunan angka peroksida menjadi semakin besar.

Penurunan angka peroksida pada masing-masing tidak jauh berbeda. Hal ini

dapat dikatakan konsentrasi HCl tidak mempengaruhi secara signifikan terhadap

penurunan angka peroksida.

Penurunan angka peroksida pada Ca-bentonit tanpa aktivator HCl mengalami

kenaikan yang tidak signifikan atau cenderung konstan. Hal ini dimungkinkan Ca-

bentonit tidak mengandung nikel sehingga reaksinya tidak berjalan lancar, dan

penurunan angka peroksida yang terjadi tidak signifikan.

Penurunan angka peroksida dengan aktivasi HCl 1M dari 9,824 meq/kg

minyak menjadi 4,910 meq/kg minyak dengan massa katalis 2 gram atau mengalami
56

penurunan angka peroksida sebesar 50,02%. Pada aktivasi HCl 2M mengalami

penurunan angka peroksida dari 9,824 meq/kg minyak menjadi 4,892 meq/kg minyak

dengan massa katalis 2 gram atau mengalami penurunan angka peroksida sebesar

50,20%. Pada aktivasi HCl 3M mengalami penurunan angka peroksida dari 9,824

meq/kg minyak menjadi 4,950 meq/kg minyak dengan massa katalis 2 gram atau

mengalami penurunan angka peroksida sebesar 49,61%. Sedangkan pada bentonit

tanpa aktivasi dan tanpa diimpregnasi mengalami penurunan angka peroksida dari

9,824 meq/kg minyak menjadi 9,798 meq/kg minyak dengan massa 2 gram atau

mengalami penurunan angka peroksida sebesar 0,26%.

Berdasarkan penurunan angka peroksida yang diperoleh, penurunan terjadi

pada aktivasi HCl 2 M. Hal ini disebabkan nikel yang terimpregnasi pada bentonitnya

paling besar, sehingga lebih efektif dalam pengolahan jelantah.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan angka peroksida yang

turun tetapi belum dapat memenuhi standar angka peroksida menurut SNI yaitu

maksimal 2 meq/Kg.

Dari hasil uji pengolahan jelantah menggunakan katalis Ni-bentonit, massa

bentonit yang paling efektif adalah 2 gram dan aktivasi bentonit yang paling efektif

adalah HCl 2M. Hasil yang diperoleh belum memenuhi SNI.

Menurut penelitian Rahayu, Budi (2006) yang berjudul Pemberian Perlakuan

Asam Mineral pada Tanah Liat Montmorillonit dan Aplikasinya untuk Pengolahan

Minyak goreng Bekas, angka peroksida yang dihasilkan mengalami penurunan


57

sebesar 76,19% dengan asam mineral H2SO4 2M, dan minyak goreng yang digunakan

setelah pemakaian 5 kali penggorengan.

Hasil yang didapat dari penilitian ini dengan penelitian Rahayu, Budi terdapat

perbedaan penurunan angka peroksida yang jauh berbeda. Hal ini mungkin

dikarenakan kondisi ketika penelitian berbeda.

Perbandingan kandungan-kandungan minyak hasil pengolahan dengan katalis

Ni-bentonit dan SNI adalah sebagai berikut:

Tabel 8. Perbandingan kandungan minyak hasil olahan dengan


katalis dan SNI
Keterangan SNI Ni-bentonit dengan Ca-
aktivasi bentonit bentonit
1M 2M 3M
Angka iod 45-46 29,702 30,031 29,645 28,361
Angka asam 0,3 0,896 0,497 0,797 0,995
Angka peroksida 2 4,910 4,892 4,932 9,798
58

BAB V

PENUTUP

5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan

sebagai berikut:

1. Katalis nikel yang diembankan pada bentonit dapat dipakai untuk

meregenerasi jelantah dengan mengalami kenaikan angka iod dari 26,776

menjadi 30,031 atau mengalami kenaikan 12,16%, penurunan angka asam

dari 1,692 menjadi 0,497 mg KOH/g minyak atau mengalami penurunan

70,63%, dan angka peroksida dari 9,824 menjadi 4,892 meq/kg atau

mengalami penurunan sebesar 50,20%. Hasil yang didapat belum memenuhi

SNI, yaitu angka iod antara 45-46, angka asam maksimal 0,3 mg KOH/g

minyak, dan angka peroksida maksimal 2 meq/kg.

2. Katalis Ni-bentonit yang paling efektif dalam pengolahan jelantah yaitu pada

aktivasi HCl 2M dengan massa 2 gram.

5.2. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian untuk pengolahan jelantah dengan berbagai jenis

aktivator, konsentrasi aktivator dan katalis lain atau absorben lain sehingga

didapatkan hasil yang memenuhi standar mutu SNI.


59

2. Diharapkan penggunaan minyak goreng tidak lebih dari 3 kali penggorengan

dengan suhu kurang dari 100 0C dan hindarkan dari penyimpanan yang terlalu

lama.
60

DAFTAR PUSTAKA

. 2007. Asam Lemak http://id.wikipedia.org/wiki/Asam_lemak (diakses 20


desember 2007)

. 2006. Library All rights reserved (diakses 20 desember 2007)

. 2007. Minyak Goreng http://id.wikipedia.org/wiki/Minyak_goreng" (diakses


20 desember 2007)

. 2008. Nikel http://ms.wikipedia.org/wiki/Nikel (diakses 11 januari 2008)

. 2008. Nikel Laterit http://id.wikipedia.org/wiki/Nikel_laterit" (diakses 11


januari 2008)

. 2004. Proyek Kerja Dinas Pertambangan Sumatra Utara


http/www.distam_propu.go.id (diakses 20 desember 2007)

. 2005. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan


Batubara. (diakses 11 januari 2008)

. 1995. Standar Nasional Indonesia Minyak Goreng. Dewan Standarisasi


Nasional. Jakarta.

. 1998. Standar Nasional Indonesia Minyak Goreng. Dewan Standarisasi


Nasional. Jakarta.

Aman Santoso, Hayumi Retno W., Muntolib, dan Sumari. 2005. Pengolahan Limbah
Minyak Goreng Limbah Industri Kecil Menggunakan Zeolit Aktif dengan
Filtrasi Vakum Lembaga Pengabdian kepada Masyarakat. Malang:
Universitas Negeri Malang (diakses 20 desember 2007)

Arikunto, suharsimi. 1996. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Castellan, G.W. 1964. Physical Chemistry Third Edition. Massachussetts: Addison


Wesley Publishing Company

Fessenden dan Fessenden. 1995. Organic Chemistry. Edisi ketiga diterjemahkan oleh
Pudjatmaka, A. Jakarta: Erlangga.
61

Fox, B.A dan Cameron, A.G. 2005. Ilmu Pangan (Terjemahan oleh Wisnu Sunarto).
Semarang: UNNES (tidak dipublikasikan)

Hart, Harold, Lislie E. Craine, David J. Hart. 2003. Kimia Organik. Diterjemhkan
oleh Sumina S. A. Jakarta: Erlangga.

Henry, D. Fort. 1988. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Yogyakarta: UGM

Herlina. 1999. Pembuatan Karakteristik dan Uji Aktivitas Se/bentonit pada


Peningkatan Kualitas Minyak Jelantah, Skripsi. Yogyakarta: UGM.

IPTEK. 2006. Teknologi Penjernihan Minyak Goreng Arland.(diakses 20 desember


2007)

Is, Fatimah. 1997. Aktivitas Zeolit Alam Asal Cipatujah Sebagai Adsorben dalam
Pengolahan Limbah Cair Tapioka. Skripsi UGM.

Kalangit, Hans. 1995. Pembuatan Dan Karakterisasi Nikel-Zeolit Sebagai Katalis


Dalam Proses Oksidasi Langsung n-Pentana. Thesis S-2. Yogyakarta:
Program Pasca Sarjana UGM

Karimah, Kun Najiyana. 2006. Kapasitas Adsorpsi Bentonitterhadap Logam Cr (III)


pada Kondisi Optimum. Semarang: FMIPA UNNES.

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak Dan Lemak Pangan. Jakarta: UI


Press

Mulyono HAM. 2001. Kamus Kimia. PTG. Bandung: Gresindo

Muslih, Dandan.2006. Simulasi Perancangan Transduser Ultrasonik Berpita Rata


Menggunakan Model Kisi. Thesisi ITB. (diakses 18 februari 2009)

Poedjiadi, Anna. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI-Press

Puryana, IG.P. Sudita. 2005. Jurnal Skala Husada.

Rahayu, Budi. 2006. Pemberian Perlakuan Asam Mineral pada Tanah Liat
Montmorillonit dan Aplikasinya untuk Pengolahan Minyak Goreng Bekas.
Semarang: FMIPA UNNES.

Rusdy, Ekmal. 2008. Minyak Jelantah. Riau: Peneliti Fungsional Balitbang. (diakses
7 Mei 2008)
62

Santosa, Nurwachid Budi. 2003. Kinetika Kimia. Semarang: FMIPA UNNES.

Sunarso. 2007. Lempung Kita yang Terlupakan. (diakses 7 Mei 2008)

Sugiyarto, Kristian H. 2001. Dasar-Dasar Kimia Anorganik Logam. Yogyakarta:


UNY

Supardi, Kasmadi Imam dan Luhbandjono, Gatot. 1996. Kimia Dasar. Semarang:
FMIPA UNNES

Tambun, Rondang. 2006. Hibah Kompetisi Konten Matakuliah E-Learning. USU


(diakses 20 desember 2008)

Tan, KH., 1991. Dasar-Dasar Kimia Tanah. Yogyakarta: UGM.

Tarwiyah, Kemal. 2001. Teknologi Tepat Guna Agroindustri Kecil Sumatera Barat.
Sumatra Barat. (diakses 20 desember 2007)

Triyono. 2002. Kimia Katalis. Yogyakarta: FMIPA UGM

Triyono, Heru. 2003. Preparasi Katalis Cr2O3-H5NZA untuk Reaksi Perengkahan


Pelumas Cair Bekas pada Temperatur 450 0C. Jember: Universitas Jember.

Vogel. 1985. Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimakro, Edisi
ke lima, penerjemah: L. Setiono dan A. Hadyana Pujaatmaka. Jakarta: PT
Kalman Media Pustaka.

Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan Dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
63

LAMPIRAN 1
Standarisasi Larutan
a. Larutan Na2S2O3
Standarisasi dengan kalium bromat (KBrO3)
m KBrO 3 x 1000
N larutan Na2S2O3 =
27,8 V Na 2 S 2 O 3
Tabel 9. Standarisasi Larutan Na2S2O3 0,2 N

Massa KBrO3 Volume Na2S2O3 Normalitas


0,2741 39,91 0,247
0,2753 40,42 0,245
0,2775 40,58 0,246

N1 + N2 + N3
N Na2S2O3 =
3
= 0,247 + 0,245 + 0,246 = 0,246 N
3

b. Larutan KOH
Standarisasi dengan asam oksalat (C2H2O4.2H2O)
m C2 H 2O4 .2H 2O 1000
N larutan KOH =
63 V KOH
Tabel 10.Standarisasi Larutan KOH 0,1 N

Massa C2H2O4.2H2O Volume KOH Normalitas


0,1157 20,18 0,091
0,1125 20,29 0,088
0,1142 20,60 0,088
64

N1 + N2 + N3
N KOH =
3
= 0,089 + 0,088 + 0,088 = 0,089
3
65

LAMPIRAN 2

Pengujian Minyak Hasil

a. Untuk menghitung angka iod digunakan rumus:

(B - S) N 12,69
Angka iod =
m

B = jumlah mL Na2S2O3 untuk titrasi blanko

S = jumlah mL Na2S2O3 untuk titrasi sampel

N = normalitas larutan Na2S2O3

m = berat sampel (gram)

Ar.iodin 126,9
12,69 = = (Ketaren, 1986: 55).
10 10

b. Untuk menghitung angka asam digunakan rumus:

A N 56,1
Angka asam =
m

A = jumlah mL KOH untuk titrasi

N = normalitas larutan KOH

m = berat sampel (gram)

56,1 = Mr KOH (Ketaren, 1986: 45).

c. Untuk menghitung angka peroksida digunakan rumus:

A N 1000
Angka peroksida =
m

A = jumlah mL Na2S2O3 untuk titrasi

N = normalitas larutan Na2S2O3


66

m = berat sampel (gram) (Ketaren, 1986: 60).

d. Menghitung Absorbansi sampel

0.25 gram sampel ditambah 12.5 mL HCl (1+1), lalu dididihkan sampai Ni

larut. Setelah itu, didinginkan dan diencerkan sampai volume 50 mL

larutan induk untuk kalibrasi 10 ppm:

% Ni= Ar Ni x 100% = 58.71 x 100% = 24,7%


Mr NiCl26H2O 237.7

24,7 = 0.01
100 x

x = 0,04049 gram

Larutan nikel 1 ppm:

M1.V1 = M2.V2

10 ppm. V1 = 1 ppm. 100 mL

V1 = 10 mL

Larutan nikel 0.14 ppm:

M1.V1 = M2.V2

1 ppm. V1 = 0,14 ppm. 50 mL

V1 = 7 mL

Larutan nikel 0,12 ppm:

M1.V1 = M2.V2

1 ppm. V1 = 0,12 ppm. 50 mL

V1 = 6 mL
67

Larutan nikel 0,10 ppm:

M1.V1 = M2.V2

1 ppm. V1 = 0,10 ppm. 50 mL

V1 = 5 mL

Larutan nikel 0,08 ppm:

M1.V1 = M2.V2

1 ppm. V1 = 0,08 ppm. 50 mL

V1 = 4 mL

Larutan nikel 0,06 ppm:

M1.V1 = M2.V2

1 ppm. V1 = 0,06 ppm. 50 mL

V1 = 3 mL

Larutan nikel 0,04 ppm:

M1.V1 = M2.V2

1 ppm. V1 = 0,04 ppm. 50 mL

V1 = 2 mL

Larutan nikel 0,02 ppm:

M1.V1 = M2.V2

1 ppm. V1 = 0,02 ppm. 50 mL

V1 = 1 mL
68

Tabel 11. Absorbansi Larutan Standar


Konsentrasi/ppm Absorbansi
0,02 0,003
0,04 0,005
0,06 0,008
0,08 0,011
0,1 0,014
0,12 0,016
0,14 0,018
sampel I 0,012
sampel II 0,014
sampel III 0,012

Sampel diencerkan 100 kali.

Kurva kalibrasi:

Konsentrasi sampel I:

Y = 0,1304x + 0,0003

0,012 = 0,1304x + 0,0003

0,0117 = 0,1304x

x = 0,0897 ppm = 0,0897 mg/L


69

massa sampel I = 0,2501 gram

konsentrasi sampel: 100 . 0,0897 mg/L . 50 L = 0,4485 mg/0,2501 g


1000
= 1,7933 mg/g

Konsentrasi sampel II:

Y = 0,1304x + 0,0003

0,014 = 0,1304x + 0,0003

0,0137 = 0,1304x

x = 0,1051 ppm = 0,1051 mg/L

massa sampel II = 0,2503 gram

konsentrasi sampel: 100 . 0,1051 mg/L . 50 L = 0,5255 mg/0,2503 g


1000

= 2,0995 mg/g

Konsentrasi sampel III:

Y = 0,1304x + 0,0003

0,012 = 0,1304x + 0,0003

0,0117 = 0,1304x

x = 0,0897 ppm = 0,0897 mg/L

massa sampel III = 0,2503 gram

konsentrasi sampel: 100 . 0,0897 mg/L . 50 L = 0,4485 mg/0,2503 g


1000

= 1,7918 mg/g
70
71

LAMPIRAN 3

Tabel Hasil Perhitungan

1. Angka iod

V Na2S2O3 blanko = 5,75 mL

Tabel 12. Perhitungan Angka Iod pada Ni-bentonit dengan


aktivasi HCl 1M
Massa Berat V Na2S2O3 0,246 N/mL Angka iod Rata-rata
katalis/g minyak/g angka iod
1 0,5085 1,55 25,788 25,791
0,5083 1,55 25,794
1,2 0,5133 1,20 27,672 27,652
, 0,5032 1,28 27,692
1,4 0,5131 1,05 28,598 28,603
0,5075 1,10 28,608
1,6 0,5056 1,03 29,150 29,137
0,5087 1,00 29,124
1,8 0,5139 0,90 29,554 29,453
0,5055 1,00 29,352
2 0,5064 0,94 29,669 29,702
0,5016 0,97 29,735

Tabel 13. Perhitungan Angka Iod pada Ni-bentonit dengan


aktivasi HCl 2M
Massa Berat V Na2S2O3 0,246 N/mL Angka iod Rata-rata
katalis/g minyak/g angka iod
1 0,5035 1,62 25,599 25,616
0,5056 1,60 25,633
1,2 0,5116 1,07 28,561 28,547
0,5038 1,14 28,533
1,4 0,5057 1,11 28,673 28,642
0,5016 1,15 28,611
1,6 0,5049 1,00 29,341 29,269
0,5032 1,04 29,197
1,8 0,5044 0,97 29,597 29,616
0,5026 0,99 29,635
2 0,5036 0,91 29,989 30,031
0,5028 0,91 30,073
72

Tabel 14. Perhitungan Angka Iod pada Ni-bentonit dengan


aktivasi HCl 3M
Massa Berat V Na2S2O3 0,246 N/mL Angka iod Rata-rata
katalis/g minyak/g angka iod
1 0,5084 1,08 28,655 28,645
0,5019 1,15 28,635
1,2 0,5133 1,00 28,869 28,862
0,5117 1,02 28,855
1,4 0,5012 1,10 28,976 28,981
0,5177 0,94 28,986
1,6 0,5057 1,00 29,318 29,325
0,5072 0,98 29,332
1,8 0,5130 0,90 29,506 29,517
0,5098 0,93 29,528
2 0,5050 0,97 29,584 29,588
0,5061 0,95 29,592

Tabel 15. Perhitungan Angka Iod Ca-bentonit tanpa Aktivasi


Massa Berat V Na2S2O3 0,246 N/mL Angka iod Rata-rata
katalis/g minyak/g angka iod
1 0,5042 1,37 27,109 27,104
0,5102 1,32 27,106
1,2 0,5035 1,33 27,403 27,399
0,5060 1,31 27,395
1,4 0,5187 1,16 27,651 27,646
0,5048 1,28 27,641
1,6 0,5072 1,23 27,801 27,794
0,5065 1,24 27,787
1,8 0,5042 1,25 27,869 27,874
0,5039 1,25 27,879
2 0,5053 1,16 28,357 28,361
0,5058 1,15 28,365

Tabel 16. Perhitungan Angka Iod Minyak Baru dan Jelantah


Massa minyak/g V Na2S2O3 0,246 Angka iod Rata-rata angka iod
N/mL
Minyak Jelantah Minyak Jelantah Minyak Jelantah Minyak Jelantah
baru baru baru baru
0,5062 0,5024 0,74 1,44 30,900 26,775 30,902 26,776
0,5096 0,5039 0,71 1,43 30,904 26,777
73

2. Angka asam

Tabel 17. Perhitungan Angka Asam pada Ni-bentonit dengan


aktivasi HCl 1M
Massa Berat V KOH 0.089N/mL Angka Rata-rata
katalis/g minyak/g asam angka asam
1 5,0197 1,60 1,591 1,593
5,0049 1,60 1,595
1,2 5,0172 1,20 1,198 1,194
5,0110 1,20 1,190
1,4 5,0198 1,10 1,099 1,097
5,0256 1,10 1,095
1,6 5,0158 1,00 0,999 0,996
5,0056 1,00 0,993
1,8 5,0060 1,00 0,994 0,995
5,0145 1,00 0,996
2 5,0227 0,90 0,894 0,896
5,0169 0,90 0,898

Tabel 18. Perhitungan Angka Asam pada Ni-bentonit dengan


aktivasi HCl 2M
Massa Berat V KOH 0.089N/mL Angka Rata-rata
katalis/g minyak/g asam angka asam
1 5,0055 1,39 1,390 1,392
5,0131 1,40 1,394
1,2 5,0166 1,30 1,297 1,295
5,0049 1,30 1,293
1,4 5,0056 1,10 1,096 1,093
5,0185 1,10 1,090
1,6 5,0982 0,92 0,899 0,898
5,0039 0,90 0,897
1,8 5,0285 0,80 0,795 0,797
5,0637 0,81 0,799
2 5,0371 0,50 0,499 0,497
5,0561 0,50 0,495
74

Tabel 19. Perhitungan Angka Asam pada Ni-bentonit dengan


aktivasi HCl 3M
Massa Berat V KOH 0.089N/mL Angka Rata-rata
katalis/g minyak/g asam angka asam
1 5,0168 1,70 1,693 1,690
5,0316 1,70 1,687
1,2 5,0288 1,50 1,491 1,493
5,0167 1,50 1,495
1,4 5,0068 1,10 1,099 1,098
5,0341 1,11 1,097
1,6 5,0091 1,00 0,998 0,997
5,0191 1,00 0,996
1,8 5,0251 1,01 0,999 0,997
5,0097 1,00 0,995
2 5,0182 0,80 0,799 0,797
5,0275 0,80 0,795

Tabel 20. Perhitungan Angka Asam Ca-bentonit tanpa Aktivasi


Massa Berat V KOH 0.089N/mL Angka Rata-rata
katalis/g minyak/g asam angka asam
1 5,0089 1,72 1,690 1,692
5,0164 1,70 1,694
1,2 5,0384 1,41 1,393 1,395
5,0255 1,41 1,397
1,4 5,0226 1,21 1,199 1,197
5,0197 1,20 1,195
1,6 5,0132 1,20 1,195 1,196
5,0118 1,20 1,197
1,8 5,0315 1,20 1,193 1,194
5,0269 1,20 1,195
2 5,0093 1,00 0,997 0,995
5,0173 1,00 0,993

Tabel 21. Perhitungan Angka Asam Minyak Baru dan Jelantah


Massa minyak/g V KOH 0.089 N/mL Angka asam Rata-rata angka asam
Minyak Jelantah Minyak Jelantah Minyak Jelantah Minyak Jelantah
baru baru baru baru
5,0056 5,0371 0,70 1,71 0,695 1,691 0,697 1,692
5,0198 5,0393 0,70 1,71 0,699 1,693
75

3. Angka peroksida

Tabel 22. Perhitungan Angka Peroksida pada Ni-bentonit dengan


aktivasi HCl 1M
Massa Berat V Na2S2O3 0,246 N/mL Angka Rata-rata angka
katalis/g minyak/g peroksida peroksida
1 5,0251 0,20 9,827 9,825
5,0299 0,20 9,823
1,2 5,0305 0,20 9,822 9,821
5,0109 0,20 9,820
1,4 5,0099 0,20 9,793 9,795
5,0135 0,20 9,797
1,6 5,0304 0,20 9,769 9,772
5,0081 0,20 9,775
1,8 5,0319 0,10 4,921 4,920
5,0077 0,10 4,919
2 5,0166 0,10 4,912 4,910
5,0164 0,10 4,908

Tabel 23. Perhitungan Angka Peroksida pada Ni-bentonit dengan


aktivasi HCl 2M
Massa Berat V Na2S2O3 0,246 N/mL Angka Rata-rata angka
katalis/g minyak/g peroksida peroksida
1 5,0092 0,20 9,833 9,835
5,0182 0,20 9,837
1,2 5,0242 0,20 9,830 9,831
5,0607 0,20 9,832
1,4 5,0130 0,20 9,815 9,813
5,0209 0,20 9,811
1,6 5,0277 0,20 9,755 9,751
5,0193 0,20 9,747
1,8 5,0074 0,10 4,913 4,915
5,0150 0,10 4,917
2 5,0118 0,10 4,891 4,892
5,0209 0,10 4,893
76

Tabel 24. Perhitungan Angka Peroksida pada Ni-bentonit dengan


aktivasi HCl 3M
Massa Berat V Na2S2O3 0,246 N/mL Angka Rata-rata angka
katalis/g minyak/g peroksida peroksida
1 5,0077 0,20 9,834 9,835
5,0260 0,20 9,836
1,2 5,0179 0,20 9,831 9,833
5,0308 0,20 9,835
1,4 5,0224 0,20 9,831 9,832
5,0508 0,20 9,833
1,6 5,0339 0,20 9,823 9,820
5,0192 0,20 9,817
1,8 5,0116 0,10 4,984 4,950
5,0065 0,10 4,952
2 5,0271 0,10 4,930 4,932
5,0220 0,10 4,934

Tabel 25. Perhitungan Angka Peroksida Ca-bentonit tanpa Aktivasi


Massa Berat V Na2S2O3 0,246 N/mL Angka Rata-rata angka
katalis/g minyak/g peroksida peroksida
1 5,0261 0,20 9,820 9,821
5,0182 0,20 9,822
1,2 5,0227 0,20 9,816 9,818
5,0340 0,20 9,820
1,4 5,0194 0,20 9,816 9,813
5,0446 0,20 9,810
1,6 5,0042 0,20 9,800 9,802
5,0032 0,20 9,804
1,8 5,0290 0,20 9,801 9,802
5,0113 0,20 9,803
2 5,0281 0,20 9,795 9,798
5,0032 0,20 9,801

Tabel 26. Perhitungan Angka Peroksida Minyak Baru dan Jelantah


Massa minyak/g V Na2S2O3 0,246 Angka peroksida Rata-rata angka
N/mL peroksida
Minyak Jelantah Minyak Jelantah Minyak Jelantah Minyak Jelantah
baru baru baru baru
5,0338 5,0071 0,10 0,20 4,887 9,821 4,901 9,824
5,0064 5,0294 0,10 0,20 4,914 9,827
77

LAMPIRAN 4
Alur Kerja Penelitian
1. Aktivasi Ca-bentonit

30 g Ca-bentonit

Ditambah 300 ml HCl 1M


(diaduk 24 jam)

Disaring

Residu dicuci dengan


aquades

Dioven 110-120 0C
selama 2 jam
Variasi konsentrasi HCl (1M, 2M dan 3M)
2. Impregnasi nikel pada Ca-bentonit
Bentonit ditambah NiCl2.6H2O 0.2 M

Diultrasonik selama 2 jam

Disaring, dicuci sampai bebas Cl-, dan


dioven
78

3. Uji Efektivitas Katalis


250 ml minyak ditambah
1 g katalis

Dipanaskan dengan
magnetic stired dengan
kecepatan 1000
putaran/menit dan suhu
70 0C dan disaring
Variasi jumlah Ni-bentonit
4. Pengujian minyak goreng hasil
a. Penentuan angka iod
0,5 g minyak

Ditambah 10 ml CHCl3 pada


erlenmeyer bertutup

Ditambah 10 ml Hanus

Dibiarkan 1 jam pada tempat gelap

Ditambah 10 ml KI 10% lalu


dikocok 3 menit

Dititrasi dengan Na2S2O3 0,2M


(kuning)

Ditambah amilum

Dititrasi lanjut (biru hilang)

Lakukan pada blanko


79

b. Penentuan angka asam


5 g minyak

Ditambah 50 ml alcohol 96%

Dipanaskan 10 menit (digojog)

didinginkan

Dititrasi dengan KOH 0,1M


(merah muda)

c. Penentuan angka peroksida

5 g minyak

Ditambah 30 ml (60% asam


asetat glacial dan 40% CHCl3)

Ditambah 50 ml KI 10%

Dikocok 2 menit

Ditambah 30 ml aquades

Dititrasi dengan Na2S2O3 0,2M

Lakukan pada blanko


80

Anda mungkin juga menyukai