Anda di halaman 1dari 13

FINE NEEDLE ASPIRATION CYTOLOGY (FNAC) ADALAH SEBUAH DIAGNOSTIK

PADA LIMFADENOPATI PEDIATRIK

DHINGRA V *, MISRA V **, MISHRA R***, BHATIA R****, SINGHAL M*****

ABSTRAK
Pengantar : limfadenopati adalah salah satu penyakit yang sering di jumpai di antara klinik
pasien anak, mempunyai beberapa etiologi dan dapat menimbulkan suatu keraguan diagnostik
untuk dokter anak. Oleh karena itu, perlu untuk mengetahui diagnosa pasti untuk memberikan
pengobatan yang tepat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi peran diagnostik
Biobsi jaringan dengan memakai jarum di limfadenopati pada pediatrik.
Bahan dan Metode : Penelitian ini dilakukan pada pasien sampai umur 14 tahun, yang teraba
massa di nodul limfe. Lamanya penelitian ini adalah 3 tahun. jumlah total kasus 270 yang
termasuk dalam studi untuk pemeriksaan sitologi. Pemeriksaan histopatologi dilakukan pada 90
pasien. Kedua apusan tetap kering dan basah disiapkan dalam semua kasus dan diwarnai dengan
MGG dan pewarnaan Papanicolaou.
Hasil : Secara keseluruhan, inflamasi limfadenopati terdapat 88,5% dari total lesi kelenjar getah
bening; termasuk 56% kasus hiperplasia reaktif, 28,1% kasus limfadenitis granulomatosa dan
4,4% kasus limfadenitis non spesifik akut. lesi ganas terlihat pada 11,5% penderita. Secara
keseluruhan, akurasi diagnostik pemeriksaan sitologi adalah 98,89% dan sensitivitas dan
spesifisitas secara keseluruhan adalah 91,3% dan 99,1%, masing-masing.
Kesimpulan : pengambilan jaringan dengan jarum adalah teknik yang bagus, dan mudah
dilakukan dalam dignostik limfadenopati pada pediatrik.
Kata Kunci : Biosi jaringan dengan jarum, FNAC, pediatrik, anak-anak, limfadenopati.
Kata kunci

FNAC adalah prosedur yang sangat sederhana dan cepat yang dapat dilakukan
dengan mudah pada anak-anak.
FNAC cukup akurat dalam diagnosis limfadenopati
Hal ini mengurangi tindakan untuk melakukan eksisi biopsi dalam banyak kasus,
sehingga terhindar anak-anak dari komplikasi bedah

1
Pengenalan

Limfadenopati adalah salah satu penyakit yang sering di jumpai di antara klinik pasien

anak rawat jalan. Limfadenopati memiliki beberapa etiologi mulai dari proses inflamasi untuk

kondisi ganas, sehingga menjadi keraguan diagnostik untuk dokter anak. Oleh karena itu, perlu

untuk sampai pada diagnosis yang jelas untuk memberikan pengobatan yang tepat. FNAC adalah

prosedur yang sangat sederhana dan cepat yang dapat dilakukan dengan mudah pada anak-anak.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi peran diagnostik biosi pengambilan

jaringan dengan jarum pada limfadenopati untuk kelompok usia pediatrik. Hal Ini telah

ditunjukkan dalam beberapa penelitian sebelumnya, sehingga FNA cukup akurat dalam diagnosis

limfadenopati. Dalam beberapa tahun terakhir, FNAC telah muncul sebagai prosedur diagnostik

yang handal dalam kelompok usia anak, sehingga menghindarkan keinginan untuk biopsi eksisi.

Bahan dan Metode

Penelitian ini dilakukan pada pasien sampai umur 14 tahun, yang teraba massa kelenjar

limfe. Limfadenopati dianggap bermakna jika ukuran limfadenopati pada kelompok servikal >

1.0 cm dan kelompok inguinal > 1,5 cm. Para pasien yang dipilih rawat jalan dan bangsal.

Lamanya penelitian adalah tiga tahun. Semua pasien ini, dikerjakan secara menyeluruh, termasuk

mengambil riwayat klinis pasien dan pemeriksaan umum, lokal dan sistemik, bersama dengan

pemeriksaan rutin dan khusus termasuk X-ray dada (tampilan PA), aspirasi sumsum tulang, USG

dan CT-Scan (jika diindikasikan).

Dua ratus delapan puluh delapan pasien melakukan FNAC; Namun, 18 kasus (6,25%),

bahan itu tidak termasuk pemeriksaan sitologi dan mereka dikeluarkan dari penelitian. Hanya

270 kasus yang tersedia untuk penelitian. pemeriksaan histopatologi dilakukan pada 90 pasien.

2
Kedua apusan tetap kering dan basah disiapkan dalam semua kasus dan diwarnai dengan MGG

dan pewarnaan Papanicolaou. pewarnaan Ziehl-Neelsen digunakan apapun indikasinya.

Hasil

Dalam studi ini, 153 pasien laki-laki dan 117 pasien perempuan. Rasio laki-laki dan

perempuan adalah 1,30 : 1. Jumlah maksimum kasus berada di kelompok usia 7-14 tahun (156

kasus, 57,8%), diikuti oleh 84 (31,2%) dan 30 kasus (11%) di Rata-ratakan umur 2-6 tahun dan

0-1 tahun, masing-masing. Distribusi pembesaran kelenjar getah bening dibagi menjadi umum

dan lokal. limfadenopati secara umum didefinisikan sebagai pembesaran melebihi dari dua regio.

Dalam penelitian ini, limfadenopati lokal terdapat 243 kasus (90%) dan kategori umum

terdapat 27 kasus (10%.). Jumlah maksimal kasus memiliki limfadenopati servikal (79%),

ditambah limfa nodul aksilla (11%) dan inguinal (10%). Kelompok servikal node, anterior atas

dan posterior atas dalam kelenjar servikal mencakup kasusnya sebesar (68,0%). Ukuran node

diukur pada semua kasus. Node terbesar yang didapat memiliki diameter maksimal 5,5 cm.

Diagnosis 270 kasus limfadenopati berdasarkan pemeriksaan sitologi saja ditunjukkan

pada [Tabel / Gambar 1]. Namun, korelasi Cytohistologi bisa dilakukan dalam 90 kasus saja,

seperti yang ditunjukkan pada [Tabel / Gambar 2] Kriteria sitologi yang diambil untuk klasifikasi

adalah sebagai berikut:

(Tabel / Gambar 1) Diagnosis 270 Kasus Limfadenopati Berdasarkan Pemeriksaan Sitologi

3
Tabel / Gambar 2) Korelasi Cytohistological Dari 90 Kasus

Lesi Inflamasi

Dua ratus tiga puluh sembilan kelenjar limfe inflamasi terdiagnosa oleh FNAC.

Mereka dikelompokkan ke dalam tiga sub-kategori.

Hiperplasia Reaktif

Kasus ini menunjukkan kumpulan sel limfoid. Pembagian sitologi sel tergantung

apakah folikel atau jaringan intrafollicular yang di aspirasi. Dengan demikian, kelenjer limfe

mengandung sel-sel dari pusat asal yang aktif memiliki banyak centrocytes dan centroblasts,

sedangkan limfosit matang, sel plasma dan immunoblasts relatif jarang [Tabel / Gambar 3]

(Gambar 3A) apusan yang mempunyai sel dari jaringan interfollicular yang didominasi limfosit

4
matang, sel plasma dan immunoblasts. Mereka mungkin dari kasus limfadenopati infeksi virus.

Kasus ini dikelompokkan sebagai hiperplasia non-spesifik. Selain sel ini, Hiperplasia reaktif

menunjukkan banyak makrofag. Beberapa sitoplasma mengandung debris nucleus

introcytoplasmik. Latar belakang ini juga menunjukkan fragmen sitoplasma, dikenal tubuh

aslymphoglandular [Tabel / Gambar 3].

(Tabel / Gambar 3) (A): Aspirasi menunjukkan populasi polimorfik sel limfoid dalam kasus
limfadenitis reaktif (MGG, 100x)
(Tabel / Gambar 3) (B): Aspirasi menunjukkan populasi polimorfik sel limfoid dalam kasus
limfadenitis reaktif (MGG, 400x)
(Tabel / Gambar 3) (C): Aspirasi menunjukkan kelompok sel-sel epitel dalam kasus limfadenitis
granulomatosa (MGG, 400x)
(Tabel / Gambar 3) (D): Aspirasi menunjukkan sel raksasa Langhan dalam kasus limfadenitis
granulomatosa (MGG, 100x)

5
Dari 49 kasus diagnosis sitologi, 48 dikonfirmasi oleh kasus histopatologi Andone

ternyata menjadi limfoma non Hodgkin bukan hiperplasia reaktif.

Granulomatosa Limfadenitis

Dari 76 kasus yang terdiagnosis sebagai limfadenitis granulomatosa, 51 kasus

menunjukkan granuloma epiteloid dengan bahan caseous dan 25 kasus mempunyai granuloma

epiteloid tanpa bahan caseous. sel epitel dengan karakteristik inti memanjang melengkung

dengan sitoplasma tidak jelas yang biasanya terlihat di cluster [Tabel / Gambar 3] (Gambar 3C).

Kadang-kadang, (lima kasus) sel raksasa berinti Langhan yang terlihat [Tabel / Gambar 3]

(Gambar 3D). bahan caseous adalah eosinophilic, granular dan tidak memiliki sisa-sisa sel yang

dikenali.

Beberapa kasus disajikan dalam infeksi sekunder dan di dalamnya, ada antibiotik

disarankan dan mengulang melakukan FNAC. Dalam kasus ini di mana hanya bahan caseous

terlihat, FNAC diulangi disarankan untuk mencari granuloma. Dalam semua kasus ini, apusan

sitologi diwarnai dengan noda Ziehl Neelsen untuk BTA (AFB) dan hanya 7% kasus terbukti

positif. Meskipun respon granulomatosa terlihat dalam berbagai infeksi dan proses non infeksi

(baik jinak dan ganas), tuberkulosis begitu umum di negara kita, setiap kasus yang relevan secara

klinis limfadenitis granulomatosa harus dianggap sebagai limfadenitis TB, kecuali bukti lain [ 7].

Kami telah mengumpulkan semua kasus limfadenitis granulomatosa dengan presentasi

klinis, tes Mantoux, AFB, budaya, PCR dan tanggapan mereka terhadap antitubercular Agen.

Dari 26 kasus yang terdiagnosis oleh sitologi, 25 dikonfirmasi oleh histopatologi. Salah satu

kasus di mana diagnosis tuberkulosis dibuat atas dasar sel epiteloid, ternyata menjadi limfoma

Hodgkin oleh histopatologi.

Suporatif Akut

6
Cytosmears menunjukkan degeneratif sel-sel inflamasi terutama sel polimorf. Aspirasi

diulangi setelah disarankan terapi antibiotik.

Keganasan Lesi Limfoma Non-Hodgkin

populasi monoton yaitu tipe sel tunggal paling mendominasi, dasar yang penting untuk

diagnosis limfoma non-Hodgkin di Pap sitologi [Tabel / Gambar 4] (Gambar 4A dan 4B) Dalam

penelitian ini, lima kasus telah terdiagnosis secara benar oleh FNAC. Salah satu kasus yang

terdiagnosis oleh kami sebagai hiperplasia reaktif ternyata limfoma non-Hodgkin. Sebaliknya,

satu kasus yang kami didiagnosis limfoma non-Hodgkin ternyata hiperplasia reaktif.

Limfoma Hodgkin

Kehadiran sel reed sternberg adalah penting untuk mendiagnosis limfoma hodgkin.

Dalam semua kasus, sel reed sternberg terlihat di cytosmears [tabel / gambar 4] (gambar 4c)

banyak atipikal sel mononuklear besar dengan nukleolus menonjol juga terlihat. Selain sel-sel

ini, variabel jumlah sel plasma, limfosit, eosinofil dan sel reaktif terlihat di latar belakang.Dalam

penelitian ini, dua kasus terdiagnosis sebagai Hodgkin lymphoma oleh FNAC dan keduanya

tampak pada histologi [Tabel / Gambar 4] (Gambar 4D) Satu kasus yang didiagnosis sebagai

TBC oleh FNAC sebenarnya limfoma Hodgkin.

7
(Tabel / Gambar 4) (A): Aspirasi apusan dari limfoma Non Hodgkin, menunjukkan populasi
monomorfik sel limfoid (Pap, 100x)
(Tabel / Gambar 4) (B): Aspirasi apusan dari limfoma Non Hodgkin, menunjukkan populasi
monomorfik sel limfoid (MGG, 400x)
(Tabel / Gambar 4) (C): limfoma Aspirasi smear Hodgkin, menunjukkan satu sel Reed Sternberg
(Pap, 400x)
[Tabel / Gambar 4] (D): Bagian parafin dari kelenjar getah bening. limfoma Hodgkin, nodular
sclerosis, menunjukkan sel lacunar (H & E, 100x)

Infitrat Leukemia

Empat kasus limfoblastik akut leukemia yang diagnosis oleh GBP dan tampakan

pemeriksaan sumsum tulang dengan limfadenopati; Namun, hanya dua kasus yang

dikonfirmasikan dengan histopatologi. Cytosmears dari semua kasus ini menunjukkan limfoblas

yang serupa dengan apa yang ditemukan oleh GBP dan pada pemeriksaan sumsum tulang

terdiagnosis sebagai infiltrat leukemia. Dalam penelitian ini, kami menemukan akurasi

diagnostik keseluruhan cytosmears menjadi 98,89% dan sensitivitas secara keseluruhan

spesifisitas menjadi 91,3% dan 99,1%, masing-masing.

Diskusi

Penelitian ini dilakukan terutama untuk mengetahui peran FNAC sebagai alat diagnostik,

dengan kelebihan dan keterbatasan, pada limfadenopati anak. Dalam penelitian ini, pemeriksaan

sitologi dilakukan kepada 270 pasien, sedangkan pemeriksaan histopatologi kelenjar getah

bening hanya bisa dilakukan pada 90 pasien.

Secara keseluruhan, inflamasi limfadenopati terdiri 88,5% dari total lesi nodul limfe;

termasuk 56% kasus hiperplasia reaktif, 28,1% kasus limfadenitis TBC dan 4,4% kasus

8
limfadenitis nonspesifik akut. lesi keganas terlihat 11,5% dari pasien. Temuan ini sesuai dari

yang disampaikan oleh Locham et al, yang terdiagnosis hiperplasia reaktif dalam 68% kasus,

limfadenopati TBC 29% kasus, keganasan 3% kasus [8]. Tripathi et al menemukan hiperplasia

reaktif dalam 64% kasus, tuberkulosis dan neoplasia 4% pasien [9]. Sankaran et al juga

mengamati hiperplasia limfoid sebagai kondisi yang paling umum pada lesi jinak, diikuti oleh

tuberculosis [10] .Jain et al mengatakan 1,8% kasus ganas dalam penelitiannya [11]. Temuan ini

dari 11,5% jauh lebih tinggi dari informasi sebelumnya; ini bisa terjadi karena rujukan relatif

diduga kasus limfoma ke pusat kami.

Jumlah maksimum kasus (79%) penelitian dimasukkan kelompok sevikal kelenjar getah

bening. Hal Ini dapat dikaitkan dengan penduduk asli dari group.As sosial-ekonomi rendah

mereka memiliki insiden tinggi infeksi orofaringeal, gigi dan kulit kepala, yang menyebabkan

pembesaran kelenjar getah bening dileher, penyebaran kebagian region tubuh menandakan

limfadenitis reaktif.

Hemalatha et al dan Sen et al menunjukkan insiden TB paling tingggi pada kelompok

servikal kelenjar getah bening, diikuti oleh kelenjar limfe di ketiak [12], [13]. Kumar et al

menyatakan bahwa kelenjar getah bening serviks terutama terlibat pada kasus tuberculosis anak-

anak, sedangkan kelenjar limfa servikal dan kelenjar limfe aksila keduanya tipe pada orang

dewasa [14]. Temuan ini telah di sepakati dengan penelitian yang sudah ada.

Dalam penelitian ini, jumlah maksimum kasus; 243 dari 270 (90,0%) disajikan dengan

lokasi limfa denopati yang luas dibandingkan dengan 10% yang diperlihatkan dengan

limfadenopati secara umum. obsevasi ini sama dengan temuan Gupta et al [15]. dalam

kelanjutan pekerjaan mereka, mereka menemukan bahwa jumlah maksimum kasus limfoma

ditemukan dengan limfadenopati generalisata. Sama dengan penelitian sebelumnya, sebelumnya

9
juga menemukan bahwa 17 dari 31 (55%) kasus limfoma ditemukan dengan limfadenopati

generalisata.

Secara keseluruhan sensitivitas dan spesifisitas yang dilaporkan oleh Prasad et al adalah

89,2% dan 100%, semuanya, sesuai dengan temuan kami [16]. Sejauh diagnosis limfadenitis

TBC masih dikhawatirkan, dari diagnostik keakuratan cytosmears dalam penelitian dengan total

98,89%, yang mirip dengan yang dilaporkan oleh Singh et al dan Patra et al [17], [18]. Dengan

total 98,4% penelitian ini sesuai dengan yang Sankaran et al.

Sensitivitas cytosmears dalam kasus penyakit Hodgkin dalam penelitian ini adalah

66,6%. Sankaran et al melaporkan sensitivitas dalam pekerjaannya sebagai 30%, lebih rendah

dibandingkan dengan penelitian ini. Kapasitas 100% dalam penelitian ini adalah setara dengan

yang Sankaran et al yaitu 98,6%.

Dalam kasus limfoma non-Hodgkin, akurasi diagnostik dalam penelitian ini adalah

97,78%, yang sedikit lebih tinggi dari yang dilaporkan oleh Gupta et al. Sensitivitas 97,95% pada

kasus limfoma non-Hodgkin dalam penelitian ini disajikan lebih tinggi sebagai perbandingan

dengan 80,3% yang diamati oleh Sankaran et al, sedangkan kapasitas yang diobservasi 98,80%

pada kasus limfoma non-Hodgkin adalah sesuai dengan temuan Sankaran et al yaitu 95,4%. Jain

et al melaporkan keakurasi diagnostik 100% pada limfadenopati ganas pada anak-anak.

Secara keseluruhan, akurasi diagnostik cytosmears adalah 98,89% dan secara

keseluruhan sensitivitas dan kapasitasnya 91,3% dan 99,1%, masing-masing. Temuan-temuan ini

disepakati dengan temuan Godvin et al dan Frable et al. [19], [20]. Dengan demikian, baik

sitologi penganbilan dengan jarum adalah teknik yang handal, mudah dan ekonomis dengan

akurasi diagnostik yang tinggi; tetapi tidak 100% akurat. Banyak penyakit kelenjar getah bening

mungkin memerlukan konfirmasi dari cytodiagnosis dengan pemeriksaan histopatologi.

10
Dengan meningkatnya biaya fasilitas medis, adalah teknik yang mempercepat proses

diagnosis, pembatasan fisik dan trauma psikologis pada pasien dan menghemat pengeluaran

rumah sakit, adalah nilai yang luar biasa. FNAC juga membantu ahli bedah untuk memilih,

membimbing dan memodifikasi rencana perawatan pada pasien yang membutuhkan operasi. Ini

mengurangi kebutuhan untuk melakukan biopsi eksisi dalam banyak kasus, sehingga

menjauhkan anak-anak dari komplikasi bedah. Dengan demikian, FNAC dapat

direkomendasikan sebagai baris pertama penyelidikan dalam diagnosis limfadenopati pada

kelompok usia anak.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Twist CJ, Link MP. Assessment of lymphadenopathy in children. Pediatr Clin N Am

2002; 49: 1009-25


2. Byun JC, Choe BK, Hwang JB, Kim HS, Lee SS. Diagnostic effectiveness of fine needle

aspiration cytology on pediatric cervical lymphadenopathy. Korean J Pediatr

2006;49:162-6.
3. Chu EW, Hoye RC. The clinician and the cytopathologist evaluate fine needle aspiration

cytology. Acta cytological.,1973; 21:413-17.


4. Handa U, Mohan. H, Bal .A. Role of fine needle aspiration cytology in evaluation of

paediatric lymphadenopathy. Cytopathology. 2003 :14; 66 69


5. Ajmal F, Imran A. Comparison of FNAC vs excision biopsy for suspected tuberculous

cervical lymphadenopathy. Annals King Edward med coll 2003; 9:216-8.


6. Bedros AA, Mann JP. Lymphadenopathy in children. Adv Pediatr 1981;28:341 76.
7. Bari A, Wadood A, Qasim K, Fine needle aspiration cytology; evaluation in the diagnosis

of lymphadenopathy in children, Professional Med J 2007; 14: 237-240.


8. Locham KK al. Lymphadenopathy in children role of FNAC. Journal of Cytology. 2002;

19: 183-86.
9. Tripathi S et al. Orissa Journal of Pathology and Microbiology. 2003; 7: 34-36.
10. Sankaran V, Prasad RR, Narasimhan R, Veliath AJ. Fine needle aspiration cytology in the

diagnosis of superficial lymphadenopathy. An analysis of 2,418 cases. Diagn cytopathol.

1996; 15 : 382-16.

12
11. Jain M, Majumdar DD, Agarwal K, Bais AS, Chaudhary M. Fine Needle Aspiration

Cytology as a diagnostic tool in pediatric head and neck lesions. Indian Pediatrics. 1999;

36: 921-23.
12. Hemalatha AN, Kumar BKA, Manjunath YA and Sreelatha R. Tuberculous lymphadenitis

in a Hospital of Banglore. NTI Bulletin. 1997; 33 : 9-10.


13. Sen R, Marwah N, Gupta KB, Marwah S, Arora R and Jain K. Cytomorphological

patterns in Tuberculosis Lymphadenitis. Ind J Tub. 1999; 46: 125-27.


14. Kumar KR. Tuberculous lymphadenitis in children. Role of Fine needle aspiration

cytology. JAPI. 1999; 47 : 976 79.


15. Gupta AK, Nayar M, Chandra M. Reliability and Limitations of Fine Needle aspiration

cytology of lymphadenopathies. Acta cytologica. 1991; 35: 777-83.


16. Prasad R, Garg SK, Mukherji PK, Agarwal PK. Role of Fine needle aspiration cytology

in the diagnosis of lymphadenopathy. Indian J Chest Dis Allied Sci. 1993; 35: 27-9
17. Singh UR, Bhatia A, Deepjyoti V et al. Cytologic Diagnosis of Tuberculous

lymphadenitis in children by fine needle aspiration. Ind J Ped. 1992; 59: 115-18.
18. Patra A K, Nanda BK, Mohapatra BK. and Panda AK: Diagnosis of lymphadenopathy by

fine needle aspiration cytology. Ind. J. Pathol. & Microbiol, 26:273-278, 1983.
19. Godwin JT. Cytology diagnosis of aspiration biopsies of solid or cystic tumors.

Symposium on diagnostic accuracy of cytologic techniques. Acta Cytol. 1964; 8: 206.


20. Frable WJ, Kardis TF. Fine needle aspiration in the diagnosis of lymphoproliferative

disease. Am J Surg Pathol. 1998; 12: 62-72.

13

Anda mungkin juga menyukai