Makalah Keperawatan Jiwa Kehilangan Askep
Makalah Keperawatan Jiwa Kehilangan Askep
DISUSUN OLEH :
HABIBULLAH M.ILMANULFIKRY
PRODI SI KEPERAWATAN
2013/2014
HALAMAN JUDUL
Page
1
MAKALAH INI DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SALAH SATU TUGAS MATA KULIAH
KEPERAWATAN JIWA DENGAN JUDUL :
DISUSUN OLEH :
HABIBULLAH M.ILMANULFIKRY
Page
2
HALAMAN PENGESAHAN
Keperawatan Jiwa.Dan telah disetujui serta disahkan pada hari Jumat, tanggal
09 Mei 2014.
Page
3
MOTTO
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
Page
4
MOTTO
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Tujuan Penulisan
C. Metode Penulisan
D. Sistematika Penulisan
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Kehilangan (Loss)
B. Bentuk-Bentuk Kehilangan
C. Sifat Kehilangan
D. Tipe Kehilangan
E. Lima Kategori Kehilangan
F. Tahapan Proses Kehilangan Dan Berduka
G. Faktor Yang Mempengaruhi Cara Setiap Individu Merespon Kehilangan
H. Dukacita, Berkabung, Dan Kehilangan Karena Kematiaan
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KEHILANGAN
1. Pengkajian
2. Analisa data
3. Diagnosa keperawatan
4. Intervensi
5. Evaluasi
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena
atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas
Mata Kuliah Kep. Jiwa . Tugas ini disusun sebagai salah satu tugas dari mata
kuliah Kep. Jiwa .
Page
5
Dalam penyusunan Tugas ini penulis banyak mendapat saran, dorongan,
bimbingan serta keterangan-keterangan dari berbagai pihak yang merupakan
pengalaman yang tidak dapat diukur secara materi, namun dapat
membukakan mata penulis bahwa sesungguhnya pengalaman dan
pengetahuan tersebut adalah guru yang terbaik bagi penulis. Oleh karena itu
dengan segala hormat dan kerendahan hati perkenankanlah penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Suharno S.Kep Ners selaku dosen mata kuliah Kep. Jiwa
6. Semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu yang
telah terlibat banyak membantu sehingga tugas akhir ini dapat
diselesaikan.
Akhir kata semoga dapat bermanfaat bagi penulis sendiri, institusi pendidikan
dan masyarakat luas. Amiiiiiiin!
Page
6
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Page
7
Pengalaman kehilangan dan duka cita adalah hal yang esensial dan
normal dalam kehidupan manusia membiarkan pergi melepaskan dan terus
melangkah terus terjadi ketika individu menjalani tahap pertumbuhan dan
perkembangan normal dengan mengucapkan selamat tinggal kepada tempat
orang, impian dan benda-benda yang disayangi.Kehilangan memungkinkan
individu berupa dan terus berkembang serta memenuhi potensi diri.
Kehilangan dapat direncanakan diharapkan atau terjadi tiba-tibadan proses
berduka yang mengikutinya jarang terjadi dengan nyaman atau
menyenangkan. Walaupun tidak nyaman kehilangan kadang-kadang
bermanfaat dan namun kehilangan juga dapat menghancurkan individu.
Oleh karena itu, memenuhi kebutuhan spiritual individu yang berduka
merupakan aspek Asuhan Keperawatan yang sangat penting.Respon emosional
dan spiritual klien saling terkait ketika klien menghadapi penderitiaan dengan
kesadaran akan kemampuan mengkaji penderitaan klien, perawat dapat
meningkatkan rasa sejahtera. Memberi klien kesempatan untuk menceritakan
penderitaanya
B. Tujuan Penulisan
1. TujuanUmum
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Keperawatan Jiwa pada semester
VI, dan diharapkan bagi mahasiswa agar mampu memahami tentang gangguan
atas kehilangan dan dapat membuat asuhan keperawatan pada pasien dengan
kehilangan dan duka cita.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang konsep dasar asuhan keperawatan
kehilangan dan berduka
b. Mahasiswa mampu menjelaskan proses dari kehilangan dan berduka
c. Mahasiswa mampu menjelaskan pengkajian, analisa data, diagnosa
keperawatan, intervensi dan evaluasi dari asuhan keperawatan kehilangan dan
berduka.
C. Metode Penulisan
Dalam pembuatan makalah ini tim penulis menggunakan metode deskriptif
yaitu dengan mengumpulkan data-data yang diambil dari sumber buku
Page
8
perpustakaan dan internet, diskusi kelompok, serta konsultasi dengan dosen
pembimbing
D. sistematika Penulisan
Makalah ini disusun berdasarkan sistematika penulisan dalam 4 BAB yaitu :
BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan,
metode penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan teori yang terdiri dari konsep dasar teori
BAB III : Konsep asuhan keperawatan pada klien dengan kehilangan dan
berduka.
BAB IV : Penutup yang terdiridari kesimpulandan saran.
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN TEORI
Menurut Iyus yosep dalam buku keperawatan jiwa 2007, Kehilangan adalah
suatu keadaan Individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada,
kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan.
Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu
selama rentang kehidupan, sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan
Page
9
dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang
berbeda.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kehilangan
merupakan suatu keadaan gangguan jiwa yang biasa terjadi pada orang- orang
yang menghadapi suatu keadaan yang berubah dari keadaan semula (keadaan
yang sebelumya ada menjadi tidak ada)
Kehilangan dan kematian adalah peristiwa dari pengalaman manusia yang
bersifat universal dan unik secara individu.
Kehilangan pribadi adalah segala kehilangan signifikan yang
membutuhkan adaptasi melalui proses berduka. Kehilangan terjadi ketika
sesuatu atau seseorang tidak dapat lagi ditemui, diraba, didengar,
diketahui, atau dialami.
Kehilangan maturasional adalah kehilangan yang diakibatkan oleh
transisi kehidupan normal untuk pertama kalinya.
Kehilangan situasional adalah kehilangan yang terjadi secara tiba-tiba
dalam merespon kejadian eksternal spesifik seperti kematian mendadak
orang yang dicintai atau keduanya.Anak yang mulai belajar berjalan
kehilanga citra tubuh semasa bayinya,wanita yang mengalami
menopause kehilangan kemampuan untuk mengandung, dan seorang
pria yang tidak bekerja mungkin akan kehilangan harga dirinya.
Kehilangan karena kematian adalah suatu keadaan pikiran, perasaan,
dan aktivitas yang mengikuti kehilangan. Keadaan ini mencakup duka
cita dan berkabung. Dukacita adalah proses mengalami psikologis, social
dan fisik terhadap kehilangan yang dipersepsikan(Rando, 1991).
Berkabung adalah proses yang mengikuti suatu kehilangan dan
mencakup berupaya untuk melewati dukacita.
B. Bentuk-Bentuk Kehilangan
Page
10
C. Sifat Kehilangan
D. Tipe Kehilangan
1. Actual Loss
Kehilangan yang dapat dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, sama dengan
individu yang mengalami kehilangan.
Page
12
cidera atau penyakit dan kehilangan rumah akibat bencana alam.
3. Kehilangan orang terdekat
Orang terdekat mencakup orangtua, pasangan, anak-anak, saudara
sekandung, guru, teman, tetangga, dan rekan kerja.Artis atau atlet terkenal
mumgkin menjadi orang terdekat bagi orang muda. Riset membuktikan bahwa
banyak orang menganggap hewan peliharaan sebagai orang terdekat.
Kehilangan dapat terjadi akibat perpisahan atau kematian.
4. Kehilangan aspek diri
Kehilangan aspek dalam diri dapat mencakup bagian tubuh, fungsi fisiologis,
atau psikologis.Kehilangan anggota tubuh dapat mencakup anggota gerak ,
mata, rambut, gigi, atau payu dara. Kehilangan fungsi fsiologis mencakupo
kehilangan control kandung kemih atau usus, mobilitas, atau fungsi sensori.
Kehilangan fungsi fsikologis termasuk kehilangan ingatan, harga diri, percaya
diri atau cinta.Kehilangan aspek diri ini dapat terjadi akibat penyakit, cidera,
atau perubahan perkembangan atau situasi.Kehilangan seperti ini dapat
menghilangkan sejatera individu.Orang tersebut tidak hanya mengalami
kedukaan akibat kehilangan tetapi juga dapat mengalami perubahan permanen
dalam citra tubuh dan konsep diri.
5. Kehilangan hidup
Kehilangan dirasakan oleh orang yang menghadapi detik-detik dimana orang
tersebut akan meninggal. Doka (1993) menggambarkan respon terhadap
penyakit yang mengancam- hidup kedalam enpat fase. Fase presdiagnostik
terjadi ketika diketahui ada gejala klien atau factor resiko penyakit. Fase akut
berpusat pada krisis diagnosis. Dalam fase kronis klien bertempur dengan
penyakit dan pengobatanya ,yang sering melibatkan serangkain krisis yang
diakibatkan. Akhirnya terdapat pemulihan atau fase terminal Klien yang
mencapai fase terminal ketika kematian bukan hanya lagi kemungkinan, tetapi
pasti terjadi.Pada setiap hal dari penyakit klien dan keluarga dihadapkan
dengan kehilangan yang beragam dan terus berubah Seseorsng dapat tumbuh
dari pengalaman kehilangan melalui keterbukaan, dorongan dari orang lain,
dan dukungan adekuat.
1. Pada fase ini individu menyangkal realitas kehilangan dan mungkin menarik
diri, duduk tidak bergerak atau menerawang tanpa tujuan. Reaksi fisik dapat
berupa pingsan, diare, keringat berlebih.
2.Pada fase kedua ini individu mulai merasa kehilangan secara tiba-tiba dan
mungkin mengalami keputusasaan secara mendadak terjadi marah, bersalah,
frustasi dan depresi.
3. Fase realistis kehilangan. Individu sudah mulai mengenali hidup, marah dan
depresi, sudah mulai menghilang dan indivudu sudah mulai bergerak ke
berkembangnya keasadaran.
Page
14
Sedangkan, menurut Kubler Ross ( 1969 ) terdapat 5 tahapan proses
kehilangan:
1. Denial ( Mengingkari )
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak
percaya atau menolak kenyataan bahwa kehilangan itu terjadi, dengan
mengatakan Tidak, saya tidak percaya bahwa itu terjadi, itu tidak mungkin.
Bagi individu atau keluarga yang mengalami penyakit terminal, akan terus
menerus mencari informasi tambahan.
Reaksi fisik yang terjadi pada fase pengingkaran adalah letih, lemah, pucat,
mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis gelisah,
tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi tersebut diatas cepat berakhir dalam
waktu beberapa menit sampai beberapa tahun.
2. Anger ( Marah )
Sadar kenyataan kehilangan Proyeksi pada org sekitar tertentu, diri sendiri dan
obyek Fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan terjadinya
kehilangan. Individu menunjukkan perasaan yang meningkat yang sering
diproyeksikan kepada orang yang ada di lingkungannya, orang tertentu atau
ditujukan kepada dirinya sendiri. Tidak jarang ia menunjukkan perilaku agresif,
bicara kasar, menolak pengobatan , dan menuduh dokter dan perawat yang
tidak becus. Respon fisik yang sering terjadi pada fase ini antara lain, muka
Page
15
merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
5. Acceptance (menerima)
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran selalu
terpusat kepada objek atau orang lain akan mulai berkurang, atau hilang,
individu telah menerima kenyataan kehilangan yang dialaminya, gambaran
objek atau orang lain yang hilang mulai dilepaskan dan secara bertahap
perhatian beralih pada objek yang baru. Fase menerima ini biasanya
dinyatakan dengan kata-kata seperti saya betul-betul menyayangi baju saya
yang hilang tapi baju baru saya manis juga, atau apa yang dapat saya
lakukan supaya saya cepat sembuh.
Apabila individu sudah dapat memulai fase-fase tersebut dan masuk pada fase
damai atau fase penerimaan maka dia akan dapat mengakhiri proses berduka
dan mengatasi perasaan kehilangan secara tuntas. Tapi apabila individu tetap
berada pada salah satu fase dan tidak sampai pada fase penerimaan, jika
mengalami kehilangan lagi maka akan sulit baginya masuk pada fase
Page
16
penerimaan.
Reorganisasi rasa kehilangan, dapat merima kenyataan kehilangan, sudah
dapat lepas pd obyek yg hilang beralih ke obyek baru apa yang dapat saya
lakukan.
1. Penghindaran
Pada fase ini terjadi syok, menyangkal, dan ketidak percayaan
2. Konfrontasi
Pada fase ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara
berulang melawan kehilangan mereka dan kedudukan mereka paling dalam.
3. Akomodasi
Pada fase ini klien secara bertahap terjadi penurunan duka yang akut dan
mulai memasuki kembali secara emosional dan social sehari-hari dimana klien
belajar hidup dengan kehidupan mereka.
1. Repudiation ( Penolakan )
2. Recognition ( Pengenalan )
3. Reconciliation (Pemulihan /reorganisasi )
Karakteristik Personal
Usia. Usia memainkan peran dalam pengenalan dan reaksi individu yerhadap
kehilangan. Respon anak beragam sesuai dengan usia, pengalaman kehilangan
sebelumnya, hubungan dengan yang meninggal, kepribadian, persepsi tentang
kehilangan, makna tertentu dari kehilangan yang mereka miliki dan yang
terpenting respon kelarga mereka terhadap kehilangan. Meskipun anak-anak
mungkin tidak memahami konsep kematian karena usia mereka, mereka tetap
mengembangkan persepsi tentang apa makna kehilangan bagi mereka. Anak-
anak mungkin merasa bersalah karena tetap hidup, tetap sehat, atau
mempunyai permintaan untuk kematian orang yang mereka cintai (Wheeler 7
pike,1993).
Dewasa muda menghubungkan kehilangan signifikasinya terhadap status,
peran, dan gaya hidup. Kehilangan pekerjaan, perceraiandan kerusakan fisik
menyebabkan dukacita lebih mendalam dan mengan cam keberhasilan. Konsep
dewasa muda tentang kematian sebagian besar merupakan produk dari
keyakinan keagamaan dan cultural. Kematian seorang dewasa muda terutama
sekali dipandang sebagai hal yang tragis oleh masyarakatkarena kematian
tersebut adalah kehilangan kehidupan seseorang yang disadari sbg suatu
potensi. Kehilangan seseorang yang mempunyai hubungan dekat
Page
18
menyebabkan ancaman bermakna terhadap gaya hidup. Setiap kehilangan
pekerjaaan atau kemampuan untuk melakukan pekerjaan menyebabkan duka
cita yang sangat besar bagi orang dewasa.
Lansia mengalami kepenumpukan kedukaan akibat dari banyak perubahan.
Lansia sering takut tentang kejadoan sekitar kematian melebihi kematian itu
sendiri. Mereka mungkin merasa kesepian, isolasi, kehilangan peran social,
penyakit yang berkepanjangan dan kehilangan determinasi diri dan jati diri
sebagai sesuatu yang lebih buruk dari kematian(Rando, 1986, Kastenbaum,
1991).
Peran jenis kelamin. Reaksi kehilangn dipengaruhi oleh harapan social tentang
peran pria dan wanita. Dalam banyak budaya di Amerika Serikat dan
Kanada,umunya lebiah sulit bagi pria disbanding dengan wanita untuk
mengespresikan dukacita secara terbuka. Pria dan wanita melekatkan makna
berbeda terhadap bagian tubuh, fungsi, hubungan interpersonal, dan benda.
Pendidikan dan status sosioekonomi. Kehilanhgan adalah universal, dialami
oleh setiap orang apapun status ekonominya.Umunyan, kekurangan sumber
financial, pendidikan atau keteramoilan pekerjaan memperbesar tuntutan
kepada pihak yang mengalmi dukacita.
Sifat hubungan
Pepatah mengatakan bahwa kehilangan orang tua berarti kehilanga masa lalu,
kehilangan pasangan berati kehilangan masa kini dan kehilangan anak berarti
kehilangan masa depan. Litelatur mendukung keyakinan bahwa kehilangan
akan menciptakan respon kehilangn yang paling dalam (Saunders, 1992).
Reaksi terhadap kehilangan di pengaruhi oleh kualitas hubungan. Makna
hubungan pada hubungan duka akan mempengaruhi respon dukacita, apakah
kehilangan tersebut akibat kematian, perpisahan atu bercerai. Hubungan yang
ditandai dengan ambivalen yang ekstrem lebih sulit untuk diselesaikan
dibandingkan hubungan yang normal.
Salah satu peristiwa yang paling memyulitkan dalam hidup aslah kehilangan
pasangan. Kehilangan pasangan dapat menyebabkan pasangannya menjadi
kurang terampil dalam menghadapi tangung jawab keseluruhan. Kehilangna
Page
19
pasangan juga menimbulkan kesulitan bagi pasangan yang ditinggalkan untuk
membina hubungan baru atau untuk mempertahankan hubungan yang
sebelumnya sudah terbina atau dibentuk bersama.
Page
20
Kehilangan karena kematian adalah suatu keadaan pikiran, perasaan, dan
aktivitas yang mengikuti kehilangan. Keadaan ini mencakup duka cita dan
berkabung. Dukacita adalah proses mengalami psikologis, social dan fisik
terhadap kehilangan yang dipersepsikan(Rando, 1991). Dukacita merupakan
respon individu atau reaksi emosi dari kehilangan dan terjadi karena
kehilangan seperti : kehilangan hak, kehilangan hak hidup, menuju kematian.
Berkabung adalah keadaan berduka yang ditunjukkan selama individu
melewati reaksi berduka, seperti mengabaikan keadaan kesehatan secara
ekstrim. Berkabung merupakan proses yang mengikuti suatu kehilangan dan
mencakup berupaya untuk melewati dukacita.
Proses dukacita dan berkabung bersifat mendalam, internal, menyedihkan dan
berkepanjangan.Tujuan duka cita adalah untuk mencapai fungsi yang lebih
efektif dengan mengintekgrasikan kehilangan kedalam pengalaman hidup
klien. Worden (1982), empat tugas dukacita yang memudahkan penyesuaian
yang sehat terhadap kehilangan , dan Harper (1987) merancang tugas dalam
akronimTEAR:
Tugas ini tidak terjadi pada urutan yang khusus. Pada kenyataanya orang yang
berduka mungkin melewati keempat tugas tersebut secara bersamaan atau
hanya satu atau dua yang menjadi preoritas.
Dukacita adaptif termasuk proses berkabung, koping, interaksi, perencanaan,
dan pengenalan psikososial. Hal ini dimulai dalam merespons terhadap
kesadaran tentang suatu ancaman kehilangan dan pengenalan tentang
kehilangan yang berkaitan dengan masa lalu, saat ini, dan masa dating.
Dukacita adaptif terjadi pada mereka yang menerima diagnosis yang
mempunyai efek jangka panjang terhadap fungsi tubuh, seperti pada lupus
eritomatosus sistemik.
Page
21
Dukacita terselubung terjadi ketika seseorang mengalami kehilangan yang
tidak dapat dikenali, rasa berkabung yang luas, atau didukung secara social.
Dukacita mungkin terselubung dalam situasi dimana hubungan antara berduka
dan meninggalkan tidak didasarkan pada ikatan keluarga yang dikenal.
Seseorang dapat tumbuh dari pengalaman kehilangan melalui keterbukaan,
dorongan dari orang lain, dan dorongan yang adekuat. Dalam kasus lain
kehilangan itu sendiri tidak didefinisikan secara secara social sebagai sesuatu
yang signifikan, seperti halnya kematian perinatal, aborsi, atau
adopsi.Kehilangan hewan peliharaan mungkin dipandang sebagai sesuatu yang
signifikan.
BAB III
1. Pengkajian
Pengkajian meliputi upaya mengamati dan mendengarkan isi duka cita klien:
apa yang dipikirkan, dikatakan, dirasakan, dan diperhatikan melalui perilaku.
Beberapa percakapan yang merupakan bagian pengkajian agar mengetahui
apa yang mereka pikir dan rasakan adalah :
o Persepsi yang adekuat tentang kehilangan
o Dukungan yang adekuat ketika berduka akibat kehilangan
o Perilaku koping yang adekuat selama proses
a. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon kehilangan adalah:
1) Faktor Genetic : Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam
keluarga yang mempunyai riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap
optimis dalam menghadapi suatu permasalahan termasuk dalam menghadapi
perasaan kehilangan.
2) Kesehatan Jasmani : Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang
teratur, cenderung mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih tinggi
dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan fisik
3) Kesehatan Mental : Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama
yang mempunyai riwayat depresi yang ditandai dengan perasaan tidak
berdaya pesimis, selalu dibayangi oleh masa depan yang suram, biasanya
sangat peka dalam menghadapi situasi kehilangan.
4) Pengalaman Kehilangan di Masa Lalu : Kehilangan atau perpisahan
dengan orang yang berarti pada masa kana-kanak akan mempengaruhi
individu dalam mengatasi perasaan kehilangan pada masa dewasa (Stuart-
Sundeen, 1991).
5) Struktur Kepribadian
Individu dengan konsep yang negatif, perasaan rendah diri akan menyebabkan
rasa percaya diri yang rendah yang tidak objektif terhadap stress yang
dihadapi.
Page
23
b. Faktor presipitasi
1) Kehilangan kesehatan
2) Kehilangan fungsi seksualitas
3) Kehilangan peran dalam keluarga
4) Kehilangan posisi di masyarakat
5) Kehilangan harta benda atau orang yang dicintai
6) Kehilangan kewarganegaraan
c. Mekanisme koping
Koping yang sering dipakai individu dengan kehilangan respon antara
lain: Denial, Represi, Intelektualisasi, Regresi, Disosiasi, Supresi dan
Proyeksi yang digunakan untuk menghindari intensitas stress yang dirasakan
sangat menyakitkan. Regresi dan disosiasi sering ditemukan pada pasien
depresi yang dalam. Dalam keadaan patologis mekanisme koping tersebut
sering dipakai secara berlebihan dan tidak tepat.
d. Respon Spiritual
1) Kecewa dan marah terhadap Tuhan
2) Penderitaan karena ditinggalkan atau merasa ditinggalkan
3) Tidak memilki harapan; kehilangan makna
e. Respon Fisiologis
Page
24
f. Respon Emosional
g. Respon Kognitif
1) Gangguan asumsi dan keyakinan
2) Mempertanyakan dan berupaya menemukan makna kehilangan
3) Berupaya mempertahankan keberadaan orang yang meninggal
4) Percaya pada kehidupan akhirat dan seolah-olah orang yang meninggal
adalah pembimbing.
h. Perilaku
Individu dalam proses berduka sering menunjukkan perilaku seperti :
1) Menangis tidak terkontrol
2) Sangat gelisah; perilaku mencari
3) Iritabilitas dan sikap bermusuhan
4) Mencari dan menghindari tempat dan aktivitas yang dilakukan bersama
orang yang telah meninggal.
5) Menyimpan benda berharga orang yang telah meninggal padahal ingin
membuangnya
6) Kemungkinan menyalahgunakan obat atau alkohol
7) Kemungkinan melakukan gestur, upaya bunuh diri atau pembunuhan
8) Mencari aktivitas dan refleksi personal selama fase reorganisasi
Page
25
2. Analisa data
Page
27
o Beri dukungan pada pasien untuk mengungkapkan rasa marahnya
secara verbal tanpa melawan dengan kemarahan.
c) Fase tawar menawar
o Bantu pasien untuk mengidentifikasi rasa bersalah dan perasaan
takutnya.
d)Fase depresi
o Identifikasi tingkat depresi dan resiko merusak diri pasien.
o Bantu pasien mengurangi rasa bersalah.
e) Fase penerimaan
o Bantu pasien untuk menerima kehilangan yang tidak bisa dihindari.
j. Prinsip Intervensi Keperawatan pada Anak dengan Respon Kehilangan
1) Beri dorongan kepada keluarga untuk menerima kenyataan serta
menjaga anak selama masa berduka.
2) Gali konsep anak tentang kematian, serta membetulkan konsepnya yang
salah.
3) Bantu anak melalui proses berkabung dengan memperhatikan perilaku
yang diperhatikan oleh orang lain.
4) Ikutsertakan anak dalam upacara pemakaman atau pergi ke rumah duka.
k. Prinsip Intervensi Keperawatan pada Orangtua dengan Respon Kehilangan
(Kematian Anak)
1) Bantu untuk diakan sarana ibadah, termasuk pemuka agama.
2) Menganjurkan pasien untuk memegang/ melihat jenasah anaknya.
3) Menyiapkan perangkat kenangan.
4) Menganjurkan pasien untuk mengikuti program lanjutan bila diperlukan.
5) Menjelaskan kepada pasien/ keluarga ciri-ciri respon yang
patologissertatempatmerekamintabantuanbiladiperlukan.
5. Evaluasi
a. Klien mampu mengungkapkan perasaannya secara spontan
b. Klien menunjukkan tanda-tanda penerimaan terhadap kehilangan
c. Klien dapat membina hubungan yang baik dengan orang lain
d. Klien mempunyai koping yang efektif dalam menghadapi masalah akibat
kehilangan
e. Klien mampu minum obat dengan cara yang benar
Page
28
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Page
29
aspekdiri, dan kehilangan hidup.
Page
30
Di dalam menangani pasien dengan respon kehilangan, diperlukan prinsip-
prinsip keperawatan yang sesuai, misalnya pada anak atau pada orang tua
dengan respon kehilangan (kematiananak).
Pengkajian yang dapat dilakukan yaitu dengan mengidentifikasi factor
predisposisi dan factor presipitasi.
Dimana factor predisposisi meliputi :
1. Genetic
2. Kesehatan Jasmani
3. Kesehatan Mental
4. Pengalaman Kehilangan di Masa Lalu
5. Struktur Kepribadian
B. Saran
Setelah kami membuat kesimpulan tentang asuhan keperawatan pada klien
dengan respon kehilangandan berduka (Loss and Grief), maka kami
menganggap perlu adanya sumbang saran untuk memperbaiki dan
meningkatkan mutu asuhan keperawatan.
Adapun saran-saran yang dapat kami sampaikansebagaiberikut:
1. Dalam perencanaan tindakan, harus disesuaikan dengan kebutuhan klien
pada saat itu.
2. Dalam perumusan diagnose keperawatan, harus diprioritaskan sesuai
dengan kebutuhan maslow ataupun kegawatan dari masalah.
3. Selalu mendokumentasikan semua tindakan keperawatan baik yang kritis
maupun yang tidak.
Page
31
DAFTAR PUSTAKA
Rando TA. 1986. Loss and Anticipatory Grief. Lexington: Lexiton Mass
Stuart and Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, ed.3. Jakarta: ECG.
Page
32