Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH KEPERAWATAN JIWA :

Gangguan pada klien dengan


kehilangan

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SALAH SATU TUGAS MATA KULIAH KEPERWATAN


JIWA

DISUSUN OLEH :

WARDAH FAUZIAH ASEP RAISMAN

RIZKI DEASYIE HIKMAH K

DIAN HERLINA ENJANG BUNYAMIN

HABIBULLAH M.ILMANULFIKRY

STIKES YPIB MAJALENGKA

PRODI SI KEPERAWATAN

2013/2014

HALAMAN JUDUL

Page
1
MAKALAH INI DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SALAH SATU TUGAS MATA KULIAH
KEPERAWATAN JIWA DENGAN JUDUL :

GANGGUAN PADA KLIEN DENGAN KEHILANGAN

DISUSUN OLEH :

WARDAH FAUZIAH ASEP RAISMAN

RIZKI DEASYIE HIKMAH K

DIAN HERLINA ENJANG BUNYAMIN

HABIBULLAH M.ILMANULFIKRY

Page
2
HALAMAN PENGESAHAN

Makalah yang berjudul Keperawatan Jiwa: Gangguan Pada Klien dengan

Kehilangan disusun untuk menyelesaikan salah satu tugas mata kuliah

Keperawatan Jiwa.Dan telah disetujui serta disahkan pada hari Jumat, tanggal

09 Mei 2014.

Mengetahui dan Mengesahkan:

Dosen Keperawatan Jiwa

Suharno S.Kep Ners

Page
3
MOTTO

Always be yourself and never be anyone


else even if they look better than you.

To get a success, your courage must be


greater than your fear.

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
Page
4
MOTTO
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Tujuan Penulisan
C. Metode Penulisan
D. Sistematika Penulisan
BAB II TINJAUAN TEORI
A. Pengertian Kehilangan (Loss)
B. Bentuk-Bentuk Kehilangan
C. Sifat Kehilangan
D. Tipe Kehilangan
E. Lima Kategori Kehilangan
F. Tahapan Proses Kehilangan Dan Berduka
G. Faktor Yang Mempengaruhi Cara Setiap Individu Merespon Kehilangan
H. Dukacita, Berkabung, Dan Kehilangan Karena Kematiaan
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KEHILANGAN
1. Pengkajian
2. Analisa data
3. Diagnosa keperawatan
4. Intervensi
5. Evaluasi
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Assalamu alaikum wr. Wb.

Alhamdulillah segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena
atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas
Mata Kuliah Kep. Jiwa . Tugas ini disusun sebagai salah satu tugas dari mata
kuliah Kep. Jiwa .

Page
5
Dalam penyusunan Tugas ini penulis banyak mendapat saran, dorongan,
bimbingan serta keterangan-keterangan dari berbagai pihak yang merupakan
pengalaman yang tidak dapat diukur secara materi, namun dapat
membukakan mata penulis bahwa sesungguhnya pengalaman dan
pengetahuan tersebut adalah guru yang terbaik bagi penulis. Oleh karena itu
dengan segala hormat dan kerendahan hati perkenankanlah penulis
mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Suharno S.Kep Ners selaku dosen mata kuliah Kep. Jiwa

2. Bapak Yopi S.Kep Ners selaku dosen wali kami di tingkat 3

3. Keluarga kami yang selalu memberikan dukungan dan doanya.

4. Rekan-rekan satu kelompok kami yang telah membantu dan memberikan


kontribusinya

5. Seluruh temanteman di tingkat 3 prodi S1 Keperawatan yang telah


memberikan motivasi.

6. Semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu yang
telah terlibat banyak membantu sehingga tugas akhir ini dapat
diselesaikan.

Dalam penyusunan tugas ini, penulis menyadari masih terdapat banyak


kekurangan yang dibuat baik sengaja maupun tidak sengaja, dikarenakan
keterbatasan ilmu pengetahuan dan wawasan serta pengalaman yang penulis
miliki. Untuk itu penulis mohon maaf atas segala kekurangan tersebut tidak
menutup diri terhadap segala saran dan kritik serta masukan yang bersifat
kontruktif bagi diri penulis.

Akhir kata semoga dapat bermanfaat bagi penulis sendiri, institusi pendidikan
dan masyarakat luas. Amiiiiiiin!

Wassalamu alaikum Wr. Wb

Page
6
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Page
7
Pengalaman kehilangan dan duka cita adalah hal yang esensial dan
normal dalam kehidupan manusia membiarkan pergi melepaskan dan terus
melangkah terus terjadi ketika individu menjalani tahap pertumbuhan dan
perkembangan normal dengan mengucapkan selamat tinggal kepada tempat
orang, impian dan benda-benda yang disayangi.Kehilangan memungkinkan
individu berupa dan terus berkembang serta memenuhi potensi diri.
Kehilangan dapat direncanakan diharapkan atau terjadi tiba-tibadan proses
berduka yang mengikutinya jarang terjadi dengan nyaman atau
menyenangkan. Walaupun tidak nyaman kehilangan kadang-kadang
bermanfaat dan namun kehilangan juga dapat menghancurkan individu.
Oleh karena itu, memenuhi kebutuhan spiritual individu yang berduka
merupakan aspek Asuhan Keperawatan yang sangat penting.Respon emosional
dan spiritual klien saling terkait ketika klien menghadapi penderitiaan dengan
kesadaran akan kemampuan mengkaji penderitaan klien, perawat dapat
meningkatkan rasa sejahtera. Memberi klien kesempatan untuk menceritakan
penderitaanya

B. Tujuan Penulisan
1. TujuanUmum
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Keperawatan Jiwa pada semester
VI, dan diharapkan bagi mahasiswa agar mampu memahami tentang gangguan
atas kehilangan dan dapat membuat asuhan keperawatan pada pasien dengan
kehilangan dan duka cita.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan tentang konsep dasar asuhan keperawatan
kehilangan dan berduka
b. Mahasiswa mampu menjelaskan proses dari kehilangan dan berduka
c. Mahasiswa mampu menjelaskan pengkajian, analisa data, diagnosa
keperawatan, intervensi dan evaluasi dari asuhan keperawatan kehilangan dan
berduka.
C. Metode Penulisan
Dalam pembuatan makalah ini tim penulis menggunakan metode deskriptif
yaitu dengan mengumpulkan data-data yang diambil dari sumber buku

Page
8
perpustakaan dan internet, diskusi kelompok, serta konsultasi dengan dosen
pembimbing
D. sistematika Penulisan
Makalah ini disusun berdasarkan sistematika penulisan dalam 4 BAB yaitu :
BAB I : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan,
metode penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II : Tinjauan teori yang terdiri dari konsep dasar teori
BAB III : Konsep asuhan keperawatan pada klien dengan kehilangan dan
berduka.
BAB IV : Penutup yang terdiridari kesimpulandan saran.
DAFTAR PUSTAKA

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Kehilangan (Loss)

Menurut Iyus yosep dalam buku keperawatan jiwa 2007, Kehilangan adalah
suatu keadaan Individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada,
kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan.
Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu
selama rentang kehidupan, sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan

Page
9
dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang
berbeda.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kehilangan
merupakan suatu keadaan gangguan jiwa yang biasa terjadi pada orang- orang
yang menghadapi suatu keadaan yang berubah dari keadaan semula (keadaan
yang sebelumya ada menjadi tidak ada)
Kehilangan dan kematian adalah peristiwa dari pengalaman manusia yang
bersifat universal dan unik secara individu.
Kehilangan pribadi adalah segala kehilangan signifikan yang
membutuhkan adaptasi melalui proses berduka. Kehilangan terjadi ketika
sesuatu atau seseorang tidak dapat lagi ditemui, diraba, didengar,
diketahui, atau dialami.
Kehilangan maturasional adalah kehilangan yang diakibatkan oleh
transisi kehidupan normal untuk pertama kalinya.
Kehilangan situasional adalah kehilangan yang terjadi secara tiba-tiba
dalam merespon kejadian eksternal spesifik seperti kematian mendadak
orang yang dicintai atau keduanya.Anak yang mulai belajar berjalan
kehilanga citra tubuh semasa bayinya,wanita yang mengalami
menopause kehilangan kemampuan untuk mengandung, dan seorang
pria yang tidak bekerja mungkin akan kehilangan harga dirinya.
Kehilangan karena kematian adalah suatu keadaan pikiran, perasaan,
dan aktivitas yang mengikuti kehilangan. Keadaan ini mencakup duka
cita dan berkabung. Dukacita adalah proses mengalami psikologis, social
dan fisik terhadap kehilangan yang dipersepsikan(Rando, 1991).
Berkabung adalah proses yang mengikuti suatu kehilangan dan
mencakup berupaya untuk melewati dukacita.

B. Bentuk-Bentuk Kehilangan

1. Kehilangan orang yang berarti


2. Kehilangan kesejahteraan
3. Kehilangan milik pribadi

Page
10
C. Sifat Kehilangan

1. Tiba tiba (Tidak dapat diramalkan)


Kehilangan secara tiba-tiba dan tidak diharapkan dapat mengarah pada
pemulihan dukacita yang lambat. Kematian karena tindak kekerasan, bunuh
diri, pembunuhan atau pelalaian diri akan sulit diterima.
2. Berangsur angsur (Dapat Diramalkan)
Penyakit yang sangat menyulitkan, berkepanjangan, dan menyebabkan yang
ditinggalkan mengalami keletihan emosional (Rando:1984). Penelitian
menunjukan bahwa yang ditinggalkan oleh klien yang mengalami sakit selama
6 bulan atau kurang mempunyai kebutuhan yang lebih besar terhadap
ketergantungan pada orang lain, mengisolasi diri mereka lebih banyak, dan
mempunyai peningkatan perasaan marah dan bermusuhan.

Kemampuan untuk meyelesaikan proses berduka bergantung pada makna


kehilangan dan situasi sekitarnya. Kemampuan untuk menerima bantuan
menerima bantuan mempengaruh apakah yang berduka akan mampu
mengatasi kehilangan. Visibilitas kehilangan mempengaruh dukungan yang
diterima. Durasi peubahan (mis. Apakah hal tersebut bersifat sementara atau
permanen) mempengaruhi jumlah waktu yang dibutuhkan dalam menetapkan
kembali ekuilibrium fisik, pshikologis, dan social.

D. Tipe Kehilangan

1. Actual Loss
Kehilangan yang dapat dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, sama dengan
individu yang mengalami kehilangan.

2. Perceived Loss ( Psikologis )


Perasaan individual, tetapi menyangkut hal hal yang tidak dapat diraba atau
dinyatakan secara jelas.
3. Anticipatory Loss
Perasaan kehilangan terjadi sebelum kehilangan terjadi.Individu
Page
11
memperlihatkan perilaku kehilangan dan berduka untuk suatu kehilangan yang
akan berlangsung. Sering terjadi pada keluarga dengan klien (anggota)
menderita sakit terminal.
Tipe dari kehilangan dipengaruhi tingkat distres. Misalnya, kehilangan benda
mungkin tidak menimbulkan distres yang sama ketika kehilangan seseorang
yang dekat dengan kita. Nanun demikian, setiap individunberespon terhadap
kehilangan secara berbeda.kematian seorang anggota keluargamungkin
menyebabkan distress lebih besar dibandingkan kehilangan hewan peliharaan,
tetapi bagi orang yang hidup sendiri kematian hewan peliharaan
menyebaabkan disters emosional yang lebih besar dibanding saudaranya yang
sudah lama tidak pernah bertemu selama bertahun-tahun. Kehilangan dapat
bersifat aktual atau dirasakan. Kehilangan yang bersifat actual dapat dengan
mudah diidentifikasi, misalnya seorang anak yang teman bermainya pindah
rumah. Kehilangan yang dirasakan kurang nyata dan dapat di salahartikan
,seperti kehilangan kepercayaan diri atau prestise.

E. Lima Kategori Kehilangan

1. Kehilangan objek eksternal.


Kehilangan benda eksternal mencakup segala kepemilikan yang telah menjadi
usang berpinda tempat, dicuri, atau rusak karena bencana alam. Kedalaman
berduka yang dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang bergantung
pada nilai yang dimiliki orng tersebut terhadap nilai yang dimilikinya, dan
kegunaan dari benda tersebut.
2. Kehilangan lingkungan yang telah dikenal
Kehilangan yang berkaitan dengan perpisahan dari lingkungan yang telah
dikenal mencakup lingkungan yang telah dikenal Selma periode tertentu atau
kepindahan secara permanen. Contohnya pindah ke kota baru atau perawatan
diruma sakit. Kehilangan melalui perpisahan dari lingkungan yang telah dikenal
dapat terjadi melalui situasi maturaasionol, misalnya ketika seorang lansia
pindah kerumah perawatan, atau situasi situasional, contohnya mengalami

Page
12
cidera atau penyakit dan kehilangan rumah akibat bencana alam.
3. Kehilangan orang terdekat
Orang terdekat mencakup orangtua, pasangan, anak-anak, saudara
sekandung, guru, teman, tetangga, dan rekan kerja.Artis atau atlet terkenal
mumgkin menjadi orang terdekat bagi orang muda. Riset membuktikan bahwa
banyak orang menganggap hewan peliharaan sebagai orang terdekat.
Kehilangan dapat terjadi akibat perpisahan atau kematian.
4. Kehilangan aspek diri
Kehilangan aspek dalam diri dapat mencakup bagian tubuh, fungsi fisiologis,
atau psikologis.Kehilangan anggota tubuh dapat mencakup anggota gerak ,
mata, rambut, gigi, atau payu dara. Kehilangan fungsi fsiologis mencakupo
kehilangan control kandung kemih atau usus, mobilitas, atau fungsi sensori.
Kehilangan fungsi fsikologis termasuk kehilangan ingatan, harga diri, percaya
diri atau cinta.Kehilangan aspek diri ini dapat terjadi akibat penyakit, cidera,
atau perubahan perkembangan atau situasi.Kehilangan seperti ini dapat
menghilangkan sejatera individu.Orang tersebut tidak hanya mengalami
kedukaan akibat kehilangan tetapi juga dapat mengalami perubahan permanen
dalam citra tubuh dan konsep diri.
5. Kehilangan hidup
Kehilangan dirasakan oleh orang yang menghadapi detik-detik dimana orang
tersebut akan meninggal. Doka (1993) menggambarkan respon terhadap
penyakit yang mengancam- hidup kedalam enpat fase. Fase presdiagnostik
terjadi ketika diketahui ada gejala klien atau factor resiko penyakit. Fase akut
berpusat pada krisis diagnosis. Dalam fase kronis klien bertempur dengan
penyakit dan pengobatanya ,yang sering melibatkan serangkain krisis yang
diakibatkan. Akhirnya terdapat pemulihan atau fase terminal Klien yang
mencapai fase terminal ketika kematian bukan hanya lagi kemungkinan, tetapi
pasti terjadi.Pada setiap hal dari penyakit klien dan keluarga dihadapkan
dengan kehilangan yang beragam dan terus berubah Seseorsng dapat tumbuh
dari pengalaman kehilangan melalui keterbukaan, dorongan dari orang lain,
dan dukungan adekuat.

F. Tahapan Proses Kehilangan Dan Berduka


Page
13
Proses kehilangan terdiri dari berbagai macam proses, diantaranya:

1. Stressor internal atau eksternal gangguan dan kehilangan individu


berfikir positif kompensasi positif terhadap kegiatan yang dilakukan
perbaikan mampu beradaptasi dan merasa nyaman.
2. Stressor internal atau eksternal gangguan dan kehilangan individu
berfikir negatif tidak berdaya marah dan berlaku agresif diekspresikan ke
dalam diri ( tidak diungkapkan) muncul gejala sakit fisik.
3. Stressor internal atau eksternal gangguan dan kehilangan individuberfikir
negatif tidak berdaya marah dan berlaku agresif diekspresikan ke luar diri
individu berperilaku konstruktif perbaikan mampu beradaptasi dan merasa
kenyamanan.
4. Stressor internal atau eksternal gangguan dan kehilangan individuberfikir
negatiftidak berdaya marah dan berlaku agresif diekspresikan ke luar diri
individu berperilaku destruktif perasaan bersalah ketidakberdayaan.

Inti dari kemampuan seseorang agar dapat bertahan terhadap kehilangan


adalah pemberian makna (personal meaning) yang baik terhadap kehilangan
(husnudzon) dan kompensasi yang positif (konstruktif).

Fase kehilangan menurut Engel:

1. Pada fase ini individu menyangkal realitas kehilangan dan mungkin menarik
diri, duduk tidak bergerak atau menerawang tanpa tujuan. Reaksi fisik dapat
berupa pingsan, diare, keringat berlebih.
2.Pada fase kedua ini individu mulai merasa kehilangan secara tiba-tiba dan
mungkin mengalami keputusasaan secara mendadak terjadi marah, bersalah,
frustasi dan depresi.
3. Fase realistis kehilangan. Individu sudah mulai mengenali hidup, marah dan
depresi, sudah mulai menghilang dan indivudu sudah mulai bergerak ke
berkembangnya keasadaran.

Page
14
Sedangkan, menurut Kubler Ross ( 1969 ) terdapat 5 tahapan proses
kehilangan:

Fase Marah Fase Depresi

Fase Pengingkaran Fase Tawar-menawar Fase


Menerima

Gambar rentang respon individu terhadap kehilangan (Kublier-rose,1969)

1. Denial ( Mengingkari )
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak
percaya atau menolak kenyataan bahwa kehilangan itu terjadi, dengan
mengatakan Tidak, saya tidak percaya bahwa itu terjadi, itu tidak mungkin.
Bagi individu atau keluarga yang mengalami penyakit terminal, akan terus
menerus mencari informasi tambahan.
Reaksi fisik yang terjadi pada fase pengingkaran adalah letih, lemah, pucat,
mual, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis gelisah,
tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi tersebut diatas cepat berakhir dalam
waktu beberapa menit sampai beberapa tahun.

2. Anger ( Marah )
Sadar kenyataan kehilangan Proyeksi pada org sekitar tertentu, diri sendiri dan
obyek Fase ini dimulai dengan timbulnya kesadaran akan kenyataan terjadinya
kehilangan. Individu menunjukkan perasaan yang meningkat yang sering
diproyeksikan kepada orang yang ada di lingkungannya, orang tertentu atau
ditujukan kepada dirinya sendiri. Tidak jarang ia menunjukkan perilaku agresif,
bicara kasar, menolak pengobatan , dan menuduh dokter dan perawat yang
tidak becus. Respon fisik yang sering terjadi pada fase ini antara lain, muka

Page
15
merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.

3. Bergaining ( Tawar Menawar )


Apabila individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara sensitif,
maka ia akan maju ke fase tawar menawar dengan memohon kemurahan
Tuhan. Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata kalau saja kejadian itu
bisa ditunda maka saya akan sering berdoa. Apabila proses berduka ini
dialami oleh keluarga maka pernyataannya sebagai berikut sering dijumpai
kalau yang sakit bukan anak saya.

4. Depression ( Bersedih yang mendalam)


Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap antara lain menarik diri, tidak
mudah bicara, kadang-kadang bersikap sebagai pasien yang sangat baik dan
menurut, atau dengan ungkapan yang menyatakan keputusasaan, perasaan
tidak berharga. Gejala fisik yang sering diperlihatkan adalah menolak
makanan, ,susah tidur, letih, dorongan libido menurun.

5. Acceptance (menerima)
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran selalu
terpusat kepada objek atau orang lain akan mulai berkurang, atau hilang,
individu telah menerima kenyataan kehilangan yang dialaminya, gambaran
objek atau orang lain yang hilang mulai dilepaskan dan secara bertahap
perhatian beralih pada objek yang baru. Fase menerima ini biasanya
dinyatakan dengan kata-kata seperti saya betul-betul menyayangi baju saya
yang hilang tapi baju baru saya manis juga, atau apa yang dapat saya
lakukan supaya saya cepat sembuh.

Apabila individu sudah dapat memulai fase-fase tersebut dan masuk pada fase
damai atau fase penerimaan maka dia akan dapat mengakhiri proses berduka
dan mengatasi perasaan kehilangan secara tuntas. Tapi apabila individu tetap
berada pada salah satu fase dan tidak sampai pada fase penerimaan, jika
mengalami kehilangan lagi maka akan sulit baginya masuk pada fase
Page
16
penerimaan.
Reorganisasi rasa kehilangan, dapat merima kenyataan kehilangan, sudah
dapat lepas pd obyek yg hilang beralih ke obyek baru apa yang dapat saya
lakukan.

Fase berduka menurut Rando:

1. Penghindaran
Pada fase ini terjadi syok, menyangkal, dan ketidak percayaan
2. Konfrontasi
Pada fase ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara
berulang melawan kehilangan mereka dan kedudukan mereka paling dalam.
3. Akomodasi
Pada fase ini klien secara bertahap terjadi penurunan duka yang akut dan
mulai memasuki kembali secara emosional dan social sehari-hari dimana klien
belajar hidup dengan kehidupan mereka.

Menurut Lambert and Lambert ( 1985 ) 3 fase :

1. Repudiation ( Penolakan )
2. Recognition ( Pengenalan )
3. Reconciliation (Pemulihan /reorganisasi )

PERBANDINGAN EMPAT TEORI PROSES BERDUKA


ENGEL (1964) KUBLER-ROSS LAMBERT-LAMBERT RANDO
(1969) (1985) (1991)
Shock dan tidak Menyangkal Repudiation(Penolaka Penghindaran
percaya n)
Berkembangnya Marah Recognition(Pengenal Konfrontasi
kesadaran an)
Restitusi Tawar- Reconciliation(Pemulih akomodasi
menawar an /reorganisasi )
Page
17
Idealization Depresi
Reorganization / the Penerimaan
out come

G. Faktor Yang Mempengaruhi Cara Setiap Individu Merespon


Kehilangan

Ada beberapa factor yang mempengaruhi setiap individu dalam merespon


kehilangan. Karakteristik personal termasuk usia, jenis kelamin, setatus social
ekonomi, yang hilang, karakteristik kehilangan, keyakinan cultural, dan
spiritual, system pendukung, dan potensi pencapaian tujuan mempengaruhi
respon terhadap kehilangan.

Karakteristik Personal
Usia. Usia memainkan peran dalam pengenalan dan reaksi individu yerhadap
kehilangan. Respon anak beragam sesuai dengan usia, pengalaman kehilangan
sebelumnya, hubungan dengan yang meninggal, kepribadian, persepsi tentang
kehilangan, makna tertentu dari kehilangan yang mereka miliki dan yang
terpenting respon kelarga mereka terhadap kehilangan. Meskipun anak-anak
mungkin tidak memahami konsep kematian karena usia mereka, mereka tetap
mengembangkan persepsi tentang apa makna kehilangan bagi mereka. Anak-
anak mungkin merasa bersalah karena tetap hidup, tetap sehat, atau
mempunyai permintaan untuk kematian orang yang mereka cintai (Wheeler 7
pike,1993).
Dewasa muda menghubungkan kehilangan signifikasinya terhadap status,
peran, dan gaya hidup. Kehilangan pekerjaan, perceraiandan kerusakan fisik
menyebabkan dukacita lebih mendalam dan mengan cam keberhasilan. Konsep
dewasa muda tentang kematian sebagian besar merupakan produk dari
keyakinan keagamaan dan cultural. Kematian seorang dewasa muda terutama
sekali dipandang sebagai hal yang tragis oleh masyarakatkarena kematian
tersebut adalah kehilangan kehidupan seseorang yang disadari sbg suatu
potensi. Kehilangan seseorang yang mempunyai hubungan dekat
Page
18
menyebabkan ancaman bermakna terhadap gaya hidup. Setiap kehilangan
pekerjaaan atau kemampuan untuk melakukan pekerjaan menyebabkan duka
cita yang sangat besar bagi orang dewasa.
Lansia mengalami kepenumpukan kedukaan akibat dari banyak perubahan.
Lansia sering takut tentang kejadoan sekitar kematian melebihi kematian itu
sendiri. Mereka mungkin merasa kesepian, isolasi, kehilangan peran social,
penyakit yang berkepanjangan dan kehilangan determinasi diri dan jati diri
sebagai sesuatu yang lebih buruk dari kematian(Rando, 1986, Kastenbaum,
1991).
Peran jenis kelamin. Reaksi kehilangn dipengaruhi oleh harapan social tentang
peran pria dan wanita. Dalam banyak budaya di Amerika Serikat dan
Kanada,umunya lebiah sulit bagi pria disbanding dengan wanita untuk
mengespresikan dukacita secara terbuka. Pria dan wanita melekatkan makna
berbeda terhadap bagian tubuh, fungsi, hubungan interpersonal, dan benda.
Pendidikan dan status sosioekonomi. Kehilanhgan adalah universal, dialami
oleh setiap orang apapun status ekonominya.Umunyan, kekurangan sumber
financial, pendidikan atau keteramoilan pekerjaan memperbesar tuntutan
kepada pihak yang mengalmi dukacita.

Sifat hubungan

Pepatah mengatakan bahwa kehilangan orang tua berarti kehilanga masa lalu,
kehilangan pasangan berati kehilangan masa kini dan kehilangan anak berarti
kehilangan masa depan. Litelatur mendukung keyakinan bahwa kehilangan
akan menciptakan respon kehilangn yang paling dalam (Saunders, 1992).
Reaksi terhadap kehilangan di pengaruhi oleh kualitas hubungan. Makna
hubungan pada hubungan duka akan mempengaruhi respon dukacita, apakah
kehilangan tersebut akibat kematian, perpisahan atu bercerai. Hubungan yang
ditandai dengan ambivalen yang ekstrem lebih sulit untuk diselesaikan
dibandingkan hubungan yang normal.
Salah satu peristiwa yang paling memyulitkan dalam hidup aslah kehilangan
pasangan. Kehilangan pasangan dapat menyebabkan pasangannya menjadi
kurang terampil dalam menghadapi tangung jawab keseluruhan. Kehilangna
Page
19
pasangan juga menimbulkan kesulitan bagi pasangan yang ditinggalkan untuk
membina hubungan baru atau untuk mempertahankan hubungan yang
sebelumnya sudah terbina atau dibentuk bersama.

Sistem pendukung social


Vasibilitas kehilanga, seperti kehilanga rumah akibat bencana alam, sering
memunculkan dukungan dari sumber yang tidak diperkirakan. Vasibilitas
kehlangan, seperti deformitas wajah, dapat menyebabkan kehilangan
dukungan dari teman atau keluarga sehinga menambah proses kehilangan
tersebut. Seperti seorang anggota keluarga yang dipenjara atau kematian
pasangan gay-nya, sering mengalami kurang dukungan dari teman atau
keluarganya. Kurangnya dukungan biasanya menyebabkan kesulitan dalm
keberhasilan resolusi berduka (Rando, 1991).
Ketepata waktu dalam pemberian dukungan sangat penting. Dukungan harus
tersedia ketika klien yang berduka melalui proses berkabung. Berbagai
pengalaman dengan individu yang pernah berkabung dan pendukung
bermanfaat sebagai dukungan yang dibutuhkan. Namun, bahkan ketika hal ini
di berikan, umunya klien yang berduka belum dapat memanfaatkan
kesempatan tersebut.
Keyakinan spiritual dan budaya
Nilai, sikap, keyakinan, dan kebiasaan adalah aspek cultural yang
mempengaruhi reaksi terhadap kehilangan, dukacita, dan kematian. Latar
belakang budaya dan dinamika keluarga mempengaruhi pengekspresian
berduka. Seseorang mungkin akan menemukan dukungan, ketenangan dan
makna dalam kehilangan melalui keyakinan-keyakinan spiritual. Bagi sebagian
klien kehilangan menimbulkan pertanyaan tentang makna hidup, nilai pribadi,
dan keyakinan. Secara khas hal ini di tunjukan dengan responmengapa saya?
Konflik internal mengenai keyakinan keagamaan dapat juga terjadi.

H. Dukacita, Berkabung, Dan Kehilangan Karena Kematiaan

Page
20
Kehilangan karena kematian adalah suatu keadaan pikiran, perasaan, dan
aktivitas yang mengikuti kehilangan. Keadaan ini mencakup duka cita dan
berkabung. Dukacita adalah proses mengalami psikologis, social dan fisik
terhadap kehilangan yang dipersepsikan(Rando, 1991). Dukacita merupakan
respon individu atau reaksi emosi dari kehilangan dan terjadi karena
kehilangan seperti : kehilangan hak, kehilangan hak hidup, menuju kematian.
Berkabung adalah keadaan berduka yang ditunjukkan selama individu
melewati reaksi berduka, seperti mengabaikan keadaan kesehatan secara
ekstrim. Berkabung merupakan proses yang mengikuti suatu kehilangan dan
mencakup berupaya untuk melewati dukacita.
Proses dukacita dan berkabung bersifat mendalam, internal, menyedihkan dan
berkepanjangan.Tujuan duka cita adalah untuk mencapai fungsi yang lebih
efektif dengan mengintekgrasikan kehilangan kedalam pengalaman hidup
klien. Worden (1982), empat tugas dukacita yang memudahkan penyesuaian
yang sehat terhadap kehilangan , dan Harper (1987) merancang tugas dalam
akronimTEAR:

1. T: Untuk menerima realitas dari kehilangan


2. E; Mengalami kepedihan akibat kehilangan
3. A: Menyesuaikan lingkungan yang tidak lagi mencakup orang, benda atau
aspek diri yang hilang
4. R: Memberdayakan kembali energy emosional kedalam hubungan yang baru.

Tugas ini tidak terjadi pada urutan yang khusus. Pada kenyataanya orang yang
berduka mungkin melewati keempat tugas tersebut secara bersamaan atau
hanya satu atau dua yang menjadi preoritas.
Dukacita adaptif termasuk proses berkabung, koping, interaksi, perencanaan,
dan pengenalan psikososial. Hal ini dimulai dalam merespons terhadap
kesadaran tentang suatu ancaman kehilangan dan pengenalan tentang
kehilangan yang berkaitan dengan masa lalu, saat ini, dan masa dating.
Dukacita adaptif terjadi pada mereka yang menerima diagnosis yang
mempunyai efek jangka panjang terhadap fungsi tubuh, seperti pada lupus
eritomatosus sistemik.

Page
21
Dukacita terselubung terjadi ketika seseorang mengalami kehilangan yang
tidak dapat dikenali, rasa berkabung yang luas, atau didukung secara social.
Dukacita mungkin terselubung dalam situasi dimana hubungan antara berduka
dan meninggalkan tidak didasarkan pada ikatan keluarga yang dikenal.
Seseorang dapat tumbuh dari pengalaman kehilangan melalui keterbukaan,
dorongan dari orang lain, dan dorongan yang adekuat. Dalam kasus lain
kehilangan itu sendiri tidak didefinisikan secara secara social sebagai sesuatu
yang signifikan, seperti halnya kematian perinatal, aborsi, atau
adopsi.Kehilangan hewan peliharaan mungkin dipandang sebagai sesuatu yang
signifikan.

BAB III

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KEHILANGAN

Contoh Stressor dan Bentuk Kehilangan di Indonesia


No Jenis Stressor JenisKehilangan
1 Gempa dan Tsunami di Rumah, orang yang berarti, pekerjaan,
Aceh bagian tubuh.
2 Lumpur Lapindo Rumah, tetangga yang baik
3 Gempa di Yogjakarta Rumah, makna rumah yang lama, orang
yang berarti, bagian tubuh, pekerjaan.
4 Jatuhnya pesawat Orang yang berarti, bagiantubuh
Adam Air
5 TenggelamnyaKapal Orang yang berarti
Levina
6 Sampah longsor Orang yang berarti
7 Banjir bandang Harta benda, orang tercinta, lingkungan
Page
22
yang baik, kesehatan.
8 PHK di IPTN Pekerjaan, status, hargadiri
9 Banjir Jakarta Harta benda, orang tercinta, lingkungan
yang baik, kesehatan.

1. Pengkajian
Pengkajian meliputi upaya mengamati dan mendengarkan isi duka cita klien:
apa yang dipikirkan, dikatakan, dirasakan, dan diperhatikan melalui perilaku.
Beberapa percakapan yang merupakan bagian pengkajian agar mengetahui
apa yang mereka pikir dan rasakan adalah :
o Persepsi yang adekuat tentang kehilangan
o Dukungan yang adekuat ketika berduka akibat kehilangan
o Perilaku koping yang adekuat selama proses
a. Faktor predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi rentang respon kehilangan adalah:
1) Faktor Genetic : Individu yang dilahirkan dan dibesarkan di dalam
keluarga yang mempunyai riwayat depresi akan sulit mengembangkan sikap
optimis dalam menghadapi suatu permasalahan termasuk dalam menghadapi
perasaan kehilangan.
2) Kesehatan Jasmani : Individu dengan keadaan fisik sehat, pola hidup yang
teratur, cenderung mempunyai kemampuan mengatasi stress yang lebih tinggi
dibandingkan dengan individu yang mengalami gangguan fisik
3) Kesehatan Mental : Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama
yang mempunyai riwayat depresi yang ditandai dengan perasaan tidak
berdaya pesimis, selalu dibayangi oleh masa depan yang suram, biasanya
sangat peka dalam menghadapi situasi kehilangan.
4) Pengalaman Kehilangan di Masa Lalu : Kehilangan atau perpisahan
dengan orang yang berarti pada masa kana-kanak akan mempengaruhi
individu dalam mengatasi perasaan kehilangan pada masa dewasa (Stuart-
Sundeen, 1991).
5) Struktur Kepribadian
Individu dengan konsep yang negatif, perasaan rendah diri akan menyebabkan
rasa percaya diri yang rendah yang tidak objektif terhadap stress yang
dihadapi.

Page
23
b. Faktor presipitasi

Ada beberapa stressor yang dapat menimbulkan perasaan kehilangan.


Kehilangan kasih sayang secara nyata ataupun imajinasi individu seperti:
kehilangan sifat bio-psiko-sosial antara lain meliputi;

1) Kehilangan kesehatan
2) Kehilangan fungsi seksualitas
3) Kehilangan peran dalam keluarga
4) Kehilangan posisi di masyarakat
5) Kehilangan harta benda atau orang yang dicintai
6) Kehilangan kewarganegaraan
c. Mekanisme koping
Koping yang sering dipakai individu dengan kehilangan respon antara
lain: Denial, Represi, Intelektualisasi, Regresi, Disosiasi, Supresi dan
Proyeksi yang digunakan untuk menghindari intensitas stress yang dirasakan
sangat menyakitkan. Regresi dan disosiasi sering ditemukan pada pasien
depresi yang dalam. Dalam keadaan patologis mekanisme koping tersebut
sering dipakai secara berlebihan dan tidak tepat.
d. Respon Spiritual
1) Kecewa dan marah terhadap Tuhan
2) Penderitaan karena ditinggalkan atau merasa ditinggalkan
3) Tidak memilki harapan; kehilangan makna

e. Respon Fisiologis

1) Sakit kepala, insomnia


2) Gangguan nafsu makan
3) Berat badan turun
4) Tidak bertenaga
5) Palpitasi, gangguan pencernaan
6) Perubahan sistem imune dan endokrin

Page
24
f. Respon Emosional

1) Merasa sedih, cemas


2) Kebencian
3) Merasa bersalah
4) Perasaan mati rasa
5) Emosi yang berubah-ubah
6) Penderitaan dan kesepian yang berat
7) Keinginan yang kuat untuk mengembalikan ikatan dengan individu atau
benda yang hilang
8) Depresi, apati, putus asa selama fase disorganisasi dan keputusasaan
9) Saat fase reorganisasi, muncul rasa mandiri dan percaya diri

g. Respon Kognitif
1) Gangguan asumsi dan keyakinan
2) Mempertanyakan dan berupaya menemukan makna kehilangan
3) Berupaya mempertahankan keberadaan orang yang meninggal
4) Percaya pada kehidupan akhirat dan seolah-olah orang yang meninggal
adalah pembimbing.

h. Perilaku
Individu dalam proses berduka sering menunjukkan perilaku seperti :
1) Menangis tidak terkontrol
2) Sangat gelisah; perilaku mencari
3) Iritabilitas dan sikap bermusuhan
4) Mencari dan menghindari tempat dan aktivitas yang dilakukan bersama
orang yang telah meninggal.
5) Menyimpan benda berharga orang yang telah meninggal padahal ingin
membuangnya
6) Kemungkinan menyalahgunakan obat atau alkohol
7) Kemungkinan melakukan gestur, upaya bunuh diri atau pembunuhan
8) Mencari aktivitas dan refleksi personal selama fase reorganisasi

Page
25
2. Analisa data

1) Merasa putus asa dan kesepian


2) Kesulitan mengekspresikan perasaan
3) Konsentrasi menurun
b. Data objektif:
1) Menangis
2) Mengingkari kehilangan
3) Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain
4) Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan
5) Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat aktivitas
3. Diagnosa keperawatan
Lynda Carpenito (1995), dalam Nursing Diagnostic Application to Clinicsl
Pratice, menjelaskan tiga diagnosis keperawatan untuk proses berduka yang
berdasarkan pada pada tipe kehilangan. NANDA 2011 diagnosa keperawatan
yang berhibungan dengan asuhan keperawatan kehilangan dan berduka adalah
:
a. Duka cita
b. Duka cita terganggu
c. Risiko duka cita terganggu
4. Intervensi
Intervensi untuk klien yang berduka :
a. Kaji persepsi klien dan makna kehilangannya. Izinkan penyangkalan yang
adaptif.
b. Dorong atau bantu klien untuk mendapatkan dan menerima dukungan.
c. Dorong klien untuk mengkaji pola koping pada situasi kehilangan masa
lalu saat ini.
d. Dorong klien untuk meninjau kekuatan dan kemampuan personal.
e. Dorong klien untuk merawat dirinya sendiri.
f. Tawarkan makanan kepada klien tanpa memaksanya untuk makan.
g. Gunakan komunikasi yang efektif.
1) Tawarkan kehadiran dan berikan pertanyaan terbuka
2) Dorong penjelasan
Page
26
3) Ungkapkan hasil observasi
4) Gunakan refleksi
5) Cari validasi persepsi
6) Berikan informasi
7) Nyatakan keraguan
8) Gunakan teknik menfokuskan
9) Berupaya menerjemahkan dalam bentuk perasaan atau menyatakan hal
yang tersirat

h. Bina hubungan dan pertahankan keterampilan interpersonal seperti :


1) Kehadiran yang penuh perhatian
2) Menghormati proses berduka klien yang unik
3) Menghormati keyakinan personal klien
4) Menunjukan sikap dapat dipercaya, jujur, dapat diandalkan, konsisten
5) Inventori diri secara periodik akan sikap dan masalah yang berhubungan
dengan kehilangan

i. Prinsip Intervensi Keperawatan pada Pasien dengan Respon Kehilangan


1) Bina dan jalin hubungan saling percaya
2) Diskusikan dengan klien dalam mempersepsikan suatu kejadian yang
menyakitkan dengan pemberian makna positif dan mengambil hikmahnya
3) Identifikasi kemungkinan faktor yang menghambat proses berduka
4) Kurangi atau hilangkan faktor penghambat proses berduka
5) Beri dukungan terhadap repon kehilangan pasien
6) Tingkatkan rasa kebersamaan antara anggota keluarga
7) Ajarkan teknik logotherapy dan psychoreligious therapy
8) Tentukan kondisi pasien sesuai dengan fase berikut :
a) Fase Pengingkaran
o Beri kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan perasaannya.
o Dorong pasien untuk berbagi rasa, menunjukkan sikap menerima, ikhlas
dan memberikan jawaban yang jujur terhadap pertanyaan pasien tentang
sakit, pengobatan dan kematian.
b)Fase marah

Page
27
o Beri dukungan pada pasien untuk mengungkapkan rasa marahnya
secara verbal tanpa melawan dengan kemarahan.
c) Fase tawar menawar
o Bantu pasien untuk mengidentifikasi rasa bersalah dan perasaan
takutnya.
d)Fase depresi
o Identifikasi tingkat depresi dan resiko merusak diri pasien.
o Bantu pasien mengurangi rasa bersalah.
e) Fase penerimaan
o Bantu pasien untuk menerima kehilangan yang tidak bisa dihindari.
j. Prinsip Intervensi Keperawatan pada Anak dengan Respon Kehilangan
1) Beri dorongan kepada keluarga untuk menerima kenyataan serta
menjaga anak selama masa berduka.
2) Gali konsep anak tentang kematian, serta membetulkan konsepnya yang
salah.
3) Bantu anak melalui proses berkabung dengan memperhatikan perilaku
yang diperhatikan oleh orang lain.
4) Ikutsertakan anak dalam upacara pemakaman atau pergi ke rumah duka.
k. Prinsip Intervensi Keperawatan pada Orangtua dengan Respon Kehilangan
(Kematian Anak)
1) Bantu untuk diakan sarana ibadah, termasuk pemuka agama.
2) Menganjurkan pasien untuk memegang/ melihat jenasah anaknya.
3) Menyiapkan perangkat kenangan.
4) Menganjurkan pasien untuk mengikuti program lanjutan bila diperlukan.
5) Menjelaskan kepada pasien/ keluarga ciri-ciri respon yang
patologissertatempatmerekamintabantuanbiladiperlukan.
5. Evaluasi
a. Klien mampu mengungkapkan perasaannya secara spontan
b. Klien menunjukkan tanda-tanda penerimaan terhadap kehilangan
c. Klien dapat membina hubungan yang baik dengan orang lain
d. Klien mempunyai koping yang efektif dalam menghadapi masalah akibat
kehilangan
e. Klien mampu minum obat dengan cara yang benar
Page
28
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan

Kehilangan adalah suatu keadaan Individu berpisah dengan sesuatu yang


sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau
keseluruhan. Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh
setiap individu selama rentang kehidupan, sejak lahir individu sudah
mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun
dalam bentuk yang berbeda. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kehilangan
merupakan suatu keadaan gangguan jiwa yang biasa terjadi pada orang- orang
yang menghadapi suatu keadaan yang berubah dari keadaan semula (keadaan
yang sebelumya ada menjadi tidak ada).

Dukacita adalah proses mengalami psikologis, social dan fisik terhadap


kehilangan yang dipersepsikan(Rando, 1991). Dukacita merupakan respon
individu atau reaksi emosi dari kehilangan dan terjadi karena kehilangan
seperti : kehilangan hak, kehilangan hak hidup, menuju kematian. Berkabung
adalah keadaan berduka yang ditunjukkan selama individu melewati reaksi
berduka, seperti mengabaikan keadaan kesehatan secara ekstrim. Berkabung
adalah proses yang mengikuti suatu kehilangan dan mencakup berupaya untuk
melewati dukacita.

Berdasarkan data-data yang diperoleh, akhirnya dapat disimpulkan bahwa


kehilangan merupakan suatu keadaan gangguan jiwa yang bias terjadi pada
orang-orang yang menghadapi suatu keadaan yang berubah dari keadaan
semula (keadaan yang sebelumnya ada menjadi tidak ada).Kehilangan bias
meliputi kehilangan objek eksternal, lingkungan yang dikenal, orang terdekat,

Page
29
aspekdiri, dan kehilangan hidup.

Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA


merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka
disfungsional.

Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu


dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang,
hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum
terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.

Berduka disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman


individu yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara
aktual maupun potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional.
Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau
kesalahan/kekacauan.

Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka,


mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan
dalam bentuk empati.

Tipe dari kehilangan mempengaruhi tingkat distres. Misalnya, kehilangan


benda mungkin tidak menimbulkan distres yang sama ketika kehilangan
seseorang yang dekat dengan kita. Nanun demikian, setiap individu berespon
terhadap kehilangan secara berbeda. Kematian seorang anggota keluarga
mungkin menyebabkan distress lebih besar dibandingkan kehilangan hewan
peliharaan, tetapi bagi orang yang hidup sendiri kematian hewan peliharaan
menyebaabkan disters emosional yang lebih besar dibanding saudaranya yang
sudah lama tidak pernah bertemu selama bertahun-tahun.
Kehilangan yang bersifat actual dapat dengan mudah diidentifikasi, misalnya
seorang anak yang teman bermainya pindah rumah. Kehilangan yang
dirasakan kurang nyata dan dapat di salahartikan ,seperti kehilangan
kepercayaan. Seseorang dapat tumbuh dari pengalaman kehilangan melalui
keterbukaan, dorongan dari orang lain, dan dukungan yang adekuat.

Page
30
Di dalam menangani pasien dengan respon kehilangan, diperlukan prinsip-
prinsip keperawatan yang sesuai, misalnya pada anak atau pada orang tua
dengan respon kehilangan (kematiananak).
Pengkajian yang dapat dilakukan yaitu dengan mengidentifikasi factor
predisposisi dan factor presipitasi.
Dimana factor predisposisi meliputi :
1. Genetic
2. Kesehatan Jasmani
3. Kesehatan Mental
4. Pengalaman Kehilangan di Masa Lalu
5. Struktur Kepribadian

B. Saran
Setelah kami membuat kesimpulan tentang asuhan keperawatan pada klien
dengan respon kehilangandan berduka (Loss and Grief), maka kami
menganggap perlu adanya sumbang saran untuk memperbaiki dan
meningkatkan mutu asuhan keperawatan.
Adapun saran-saran yang dapat kami sampaikansebagaiberikut:
1. Dalam perencanaan tindakan, harus disesuaikan dengan kebutuhan klien
pada saat itu.
2. Dalam perumusan diagnose keperawatan, harus diprioritaskan sesuai
dengan kebutuhan maslow ataupun kegawatan dari masalah.
3. Selalu mendokumentasikan semua tindakan keperawatan baik yang kritis
maupun yang tidak.

Page
31
DAFTAR PUSTAKA

Rando TA. 1986. Loss and Anticipatory Grief. Lexington: Lexiton Mass

Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan volume 1. Jakarta: EGC.

Suseno, Tutu April. 2004. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia: Kehilangan,


Kematian dan Berduka dan Proses keperawatan. Jakarta: Sagung Seto.

Townsend, Mary C. 1998. Diagnosa Keperawatan pada Keperawatn Psikiatri,


Pedoman Untuk Pembuatan Rencana Perawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.

Stuart and Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, ed.3. Jakarta: ECG.

Budi, Anna Keliat. 2009. Model PraktikKeperawatanProfesionalJiwa. Jakarta :


EGC

Iyus, Yosep. 2007. KeperawatanJiwa. RefikaAditama : Bandung

NANDA.2011. Diagnosis Keperawatan : Defenisi dan Klasifikasi. Jakarta

Page
32

Anda mungkin juga menyukai