A. Pendahuluan
Filsafat Pendidikan bukanlah cabang ilmu yang berdiri sendiri atau tiba-tiba ada,
melainkan adalah perkembangan dari pemikiran filsafat. Karena memang pemikiran filsafat yang
diarahkan oleh Filosof meliputi berbagai bidang kehidupan manusia, seperti politik, ekonomi,
hukum, dan juga pendidikan. Dari sini dapat dipahami bahwa memang ruang lingkup filsafat itu
sendiri tidak terbatas. Ia menyangkut segala hal yang berkaitan dengan manusia dan
kehidupannya, sehingga filsafat itu kemudian melahirkan berbagai disiplin ilmu, termasuk di
dalamnya adalah Filsafat Pendidikan.
Dalam kaitannya dengan pendidikan, filsafat memiliki makna sebagai pemikiran yang
rasional, mendalam, sistematis, universial, dan spekulasi tentang pendidikan. Karena pendidikan
menyangkut problem manusia dengan kehidupannya yang berhubungan dengan aktivitas
pendidikan, maka secara garis besarnya filsafat pendidikan meliputi pemikiran mengenai
bagaimana terhadap manusia, hubungan dengan lingkungan, potensi yang dimilikinya,
kemungkinan-kemungkinannya untuk dididik dan sebagainya.
Oleh karena itu, dalam tulisan yang sederhana ini, penulis ingin mencoba memaparkan
dan memberikan sumbangsih pemikiran yang sederhana tentang apa sebenarnya Filsafat
Pendidikan itu? Aliran-aliran yang terdapat dalam Filsafat Pendidikan? Dan bagaimana
pengaruhnya dalam Filsafat Pendidikan Islam, atau mungkin bagaimana pandangan Filsafat
Pendidikan Islam terhadap aliran-aliran tersebut?
B. Pengertian Filsafat Pendidikan
Filsafat Pendidikan secara etimologi mengandung dua pengertian yaitu: (1) Filsafat, dan
(2) Filsafat Pendidikan. Dalam bentuk kesatuan Filsafat Pendidikan mempunyai pengertian
sendiri dalam bentuk umum. Untuk memberi gambaran dan pemahaman tentan pengertian
Filsafat Pendidikan berikut diuraikan makna kedua pengertian tersebut.
Istilah Filsafat berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas dua kata, yaitu: (1) philen
yang berarti cinta, dan (2) shopos yang berarti hikmah (wisdom). Perkataan philosophio
merupakan perkataan bahasa Yunani yang dipindahkan oleh orang-orang Arab dan disesuaikan
dengan tabiat susunan kata-kata orang Arab, yaitu falsafah pola : faala dan fila yang kemudian
menjadi kata falsafah dan filsaf. Adapun sebutan filsafat yang diucapkan dahlam bahasa
Indonesia kemungkinan besar merupakan gabungan kata Arab falsafah dan bahasa Inggris
philosophi yang kemudian menjadi filsafat.1[1]
Imam Barnadib mengatakan bahwa kata filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu philar
dan Sophia. Philar adalah berarti cinta dan Sophia yang berarti kebenaran atau kebajikan. Jadi
kata filsafat berarti cinta akan kebenaran atau kebajikan. Selanjutnya dari segi istilah, atau
filsafat sebagai sebuah ilmu, beliau menjelaskan bahwa filsafat adalah ilmu yang berusaha untuk
memahami segala hal yang timbul di dalam keseluruhan lingkup pengalaman manusia. 2[2]
Dengan pendekatan ini diharapkan manusia dapat mengerti dan mempunyai pandangan yang
menyeluruh dan sistematis mengenai Tuhan, alam semesta dan manusia.
Adapun yang dimaksud dengan Filsafat Pendidikan, banyak ahli merumuskan pengertian
filsafat Pendidikan dengan rumusan yang berbeda-beda. Ali Khalil Abu al-Ainaini, umpanyanya
merumuskan pengertian Filsafat Pendidikan sebagai kegiatan-kegiatan pemikiran yang
sistematis, diambil dari system filsafat sebagai cara untuk mengatur dn menerangkan nilai-nilai
tujuan pendidikan yang akan dicapai (direalisasikan).3[3]
Sedangkan menurut Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan adalah ilmu yang pada
hakekatnya merupakan jawaban-jawaban pandangan dalam lapangan pendidikan dan merupakan
suatu penerapan analisa filosofis terhadap lapangan pendidikan.4[4]
Pengertian-pengertian Filsafat Pendidikan yang telah banyak dirumuskan oleh para ahli
tersebut, meskipun rumusannya berbeda-beda, namun yang dapat penulis tangkap dari
kesemuanya itu, selain dua rumusan di atas adalah bahwa secara umum Filsafat Pendidikan
adalah sebuah pandangan falsafi yang menyeluruh dan mendalam tentang pendidikan.
C. Aliran-Aliran dalam Filsafat Pendidikan
Karena memang Filsafat Pendidikan bukanlah ilmu yang berdiri sendiri, dan filsafat itu
sendiri dengan berbagai tokoh dan pendirinya memberikan pandangan yang berbeda-beda
1[1] Harun Nasution, Filsafat Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1983), hal. 9
2[2] Imam Barnadib, Filsafat Pendidikan Pengantar Mengenai Sistem dan Konsep,
(Yogyakarta, t.p, 1982), hal. 1-12
3[3] Ali Khalil Abu al-Ainain, Falsafah al-Tarbiyah al-Islamiyah fil al-Quran al-Karim, (Mishr:
Dar al-Fikr al-Arabi, 1980), hal 57
4[4] Imam Barnadib, loc.cit
tentang segala sesuatu baik Tuhan, alam semesta dan manusia, yang adakalanya bersifat saling
mendukung, tetapi tak jarang pula saling bertentangan5[5], maka perbedaan pandangan tersebut
berimbas pada Filsafat Pendidikan sehingga menimbulkan berbagai aliran dalam Filsafat
Pendidikan yang dilatarbelakangi oleh aliran-aliran filsafat itu sendiri. Berikut adalah aliran-
aliran dalam Filsafat Pendidikan:
[1] Idealisme
Idealisme termasuk dalam kelompok filsafat tertua. Tokoh aliran ini adalah Plato (427-34
SM) yang secara umum dipandang sebagai bapak idealisme di Barat yang hidup kira-kira 2500
tahun yang lalu.6[6] Aliran ini menurut Poedjawijatna memandang dan menganggap yang nyata
hanya idea. Idea tersebut selalu tetap dan tidak mengalami perubahan atau pergeseran. Aliran
filsafat idealisme menekankan moral dan ralitas spiritual sebagai sumber-sumber utama di alam
ini.7[7]
Ramayulis dan Samsul Nizar menjelaskan bahwa aliran filsafat ini memandang
pendidikan bukan hanya mengembangkan atau menumbuhkan tetapi juga harus digerakkan ke
arah tujuan yaitu menjaga keunggulan kultural, sosial dan spiritual, sehingga manusia bisa
mencapai kesempurnaan dirinya, yaitu mencapai nilai-nilai dan ide-ide yang diperlukan oleh
semua manusia secara bersama-sama. Oleh karenanya kurikulum pendidikan seyogyanya bersifat
tetap, dan tidak menerima perkembangan.8[8]
[2] Realisme
5[5] Hal ini dapat dimaklumi karena hasil pemikiran seorang Filosof bukan merupakan
komponen yang berdiri sendiri, akan tetapi senantiasa dipengaruhi oleh banyak faktor,
seperti pendekatan yang dipakai serta situasi dan kondisi sosial pemikiran Filosof itu
dimunculkan.
6[6] Murni Jamal, Ringkasan Hasil Penelitian Fak. Tarbiyah IAIN Raden Fatah Palembang
tentang Lima Aliran Filsafat Pendidikan Populer Masa Kini dan Filsafat Pendidikan Islam
menurut al-Quran (Studi Komperatif), t.th, h. 22-46, dalam Filsafat Pendidikan Islam,
Telaah Sistem Pendidikan dan Pemikiran Para Tokohnya, Ramayulis dan Samsul Nizar, cet. ke
3 (Jakarta: Kalam Mulia, 2011), pp. 15
7[7] Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Telaah Sistem Pendidikan dan
Pemikiran Para Tokohnya, cet. ke 3 (Jakarta: Kalam Mulia, 2011), pp. 16
8[8] Ramayulis dan Samsul Nizar, Ibid. pp. 16-17
Realisme berasal dari kata real yang berarti aktual atau yang ada. Realisme adalah aliran
yang patuh kepada yang ada (fakta).9[9] Realisme termasuk dalam kelompok pemikiran klasik.
Aliran ini memandang dunia dari sudut materi. Menurut mereka, realitas dunia ini adalah alam.
Segala sesuatu berasal dari alam dan yang menjadi subjek adalah hukum alam (dunia nyata, alam
dan benda). Oleh karenanya suatu pengetahuan akan dikatakan benar atau tepat apabila sesuai
dengan kenyataan.
Dalam bidang pendidikan, perhatian aliran realisme ini tertuju pada pemenuhan akal
peserta didik dengan peraturan-peraturan dan hakikat-hakikat yang terlihat dalam alam. Oleh
karenanya pendidikan realism mengutamakan pendidikan akal (rasio) atas dasar bahwa
pendidikan adalah tujuan dan sasaran untuk mendapat segala sesutu yang diperoleh melalui
porses berfikir yang didapat melalui metode latihan yang benar. Karena hal itu merupakan
perhatian terhadap studi-studi dasar yang punya hubungan dengan segi-segi akhlak, rasio dan
logika kemanusiaan maka kewajiban guru adalah berupaya menciptakan model-model dalam
pengajaran dengan pendekatan pada kenyataan yang inderawi, kemudia berpindah kepada hal-
hal yang abstrak.10[10]
[3] Pragmatisme
Aliran Pragmatisme timbul pada abad 20. Pendiri aliran ini adalah Charks E. Peirce.
Pemikiran Peirce mendapat pengaruh dari Kant dan Hegel. Aliran Pragmatisme adalah suatu
aliran yang memandang realitas sebagai sesuatu yang secara tetap mengalami perubahan (terus
menerus berubah). Untuk itu realitas hanya dapat dikenal melalui pengalaman. Tidak ada
pengetahuan yang absolute (permanen). Realitas atau kenyataan hanyala apa yang dapat diamati
dan dirasakan. Pengetahuan bersifat sementara dan demikian juga dengan nilai-nilai. Bagi
pragmatism semua yang mengalami perubaan tidak ada yang kekal (tetap). Adapun yang kekal
adalah perubahan itu sendiri.11[11]
Pragmatisme mementingkan orientasinya kepada pandangan anthroposentris (berpusat
kepada manusia), kemampuan kreativitas dan pertumbuhan manusia ke arah yang bersifat
praktis, kemampuan kecerdasan dan individualitas serta perbuatan dalam masyarakat.
Barnadib, Imam, Filsafat Pendidikan Pengantar Mengenai Sistem dan Konsep, Yogyakarta, t.p,
1982
Horald H Titus, dkk, Persoalan-persoalan Filsafat, Terjemahan H.M. Rasyidi, Jakarta: Bulan
Bintang, 1984
Khalil Abu al-Ainain, Ali, Falsafah al-Tarbiyah al-Islamiyah fil al-Quran al-Karim, Mishr: Dar
al Fikr al-Arabi, 1980
Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Telaah Sistem Pendidikan dan
Pemikiran Para Tokohnya, cet. ke 3, Jakarta: Kalam Mulia, 2011
http://rumahuus.blogspot.co.id/2012/12/aliran-aliran-dalam-filsafat-pendidikan.html
Filsafat pendidikan perlu dikuasai oleh para pendidik, adapun alasannya antara lain:
Pertama , karena pendidikan bersifat normatif, maka dalam rangka pendidikan diperlukan asumsi
yang bersifat normatif pula. Asumsi-asumsi pendidikan yang bersifat normatif itu antara lain
dapat bersumber dari filsafat. Filsafat pendidikan yang bersifat preskriptif dan normatif akan
memberikan petunjuk tentang apa yang seharusnya di dalam pendidikan atau apa yang dicita-
citakan dalam pendidikan.
Kedua, bahwa pendidikan tidak cukup dipahami hanya melalui pendekatan ilmiah yang
bersifat parsial dan deskriptif saja, melainkan perlu dipandang pula secara holistik. Adapun
kajian pendidikan secara holistik dapat diwujudkan melalui pendekatan filosofis.
Ada berbagai aliran filsafat pendidikan, antara lain Idealisme, Realisme, Pragmatisme,
dan sebagainya. Namun demikian, bangsa Indonesia sesungguhnya memiliki filsafat pendidikan
nasional tersendiri, yaitu filsafat pendidikan yang berdasarkan Pancasila.
Sehubungan dengan hal ini berbagai aliran filsafat pendidikan perlu kita pelajari, namun
demikian bahwa pendidikan yang kita selenggarakan hendaknya tetap berlandaskan Pancasila.
Pemahaman atas berbagai aliran filsafat pendidikan akan dapat membantu pendidik untuk tidak
terjerumus ke dalam aliran filsafat lain.
Di samping itu, sepanjang tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, kita pun
dapat mengambil hikmah dari berbagai aliran filsafat pendidikan lainnya, dalam rangka
memperkokoh landasan filsafat pendidikan kita. Dengan memahami landasan filsafat pendidikan
diharapkan tidak terjadi kesalahan konsep tentang pendidikan yang akan mengakibatkan
terjadinya kesalahan dalam praktek pendidikan.
Paper ini akan membantu Anda untuk memahami pengertian filsafat, pengertian filsafat
pendidikan dan konsep filsafat pendidikan menurut berbagai aliran filsafat. Adapun aliran filsafat
yang dimaksud yaitu: Idealisme, Realisme, Pragmatisme, dan filsafat pendidikan nasional yang
berdasarkan Pancasila. Lebih khusus lagi paper ini akan membantu pendidik untuk memahami
implikasi konsep filsafat umum setiap aliran filsafat terhadap konsep pendidikan.
PEMBAHASAN
KESIMPULAN
Istilah filsafat berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani kuno, yaitu philein atau philos
yang berarti cinta atau sahabat, dan sophia atau s ophos yang berarti kebijaksanaan. Dengan
demikian, berdasarkan asal usul katanya filsafat berarti cinta kepada kebijaksanaan atau sahabat
kebijaksanaan. Adapun secara operasional filsafat mengandung dua pengertian, yakni sebagai
proses (berfilsafat) dan sebagai hasil berfilsafat (sistem teori atau system gagasan). Di pihak lain
jika ditinjau secara leksikal filsafat berarti sikap hidup atau pandangan hidup.
Berkenaan dengan objek studi, proses studi, tujuan studi, hasil studi, penyajian dan sifat
kebenaran filsafat dapat diidentifikasi karakteristik sebagai berikut: 1) komprehensif mendasar,
2) kontemplatif/radikal dan sinoptik, 3) normatif atau preskriptif dan individualitistik-unik, 4)
tematik sistematis dalam bentuk naratif atau profetik, dan 5) subjektif-paralelistik. Berdasarkan
objek yang dipelajarinya filsafat dapat diklasifikasi ke dalam: 1) Filsafat Umum atau Filsafat
Murni, dan 2) Filsafat Khusus atau Filsafat Terapan.Cabang Filsafat Umum.
Filsafat umum terdiri atas: a. Metafisika yang meliputi: (1) Metafisika Umum atau
Ontologi, dan (2) Metafisika Khusus yang meliputi cabang: (a) Kosmologi, (b) Teologi, dan (c)
Antropologi. b. Epistemologi. c. Logika. d. Aksiologi yang meliputi cabang: (1) Etika dan (2)
Estetika. Adapun cabang Filsafat Khusus antara lain: (1) Filsafat Hukum, (2) Filsafat Ilmu, (3)
Filsafat Pendidikan, dsb. Di dalam filsafat dikenal adanya berbagai aliran seperti Idealisme,
Realisme, Pragmatisme, dsb.
Idealisme: hakikat realitas bersifat kejiwaan/spiritual/rohaniah/ideal. Manusia
memperoleh pegetahuan melalui berpikir, intuisi, atau mengingat kembali. Kebenaran
pengetahuan diuji melalui koherensi/konsistensi ide-idenya. Adapun hakikat nilai diturunkan
dari realitas absolute (Tuhan). Implikasinya: pendidikan hendaknya bertujuan untuk
mengembangkan bakat, kepribadian, dan kebajikan sosial para siswa, agar mereka dapat
melaksanakan kehidupan yang baik di dalam masyarakat/negara sesuai nilai-nilai yang
diturunkan dari Yang Absolut. Untuk itu kurikulum berisikan pendidikan liberal dan pendidikan
vokasional/praktis; kurikulum harus memuat pengetahuan dan nilai-nilai esensial kebudayaan;
sebab itu kurikulum pendidikan cenderung sama untuk semua siswa. Kurikulum Idealisme
bersifat subject matter centered . Metode dialektik diutamakan, namun demikian beberapa
metode yang efektif yang mendorong belajar dapat diterima; kecenderungannya mengabaikan
dasar-dasar fisiologis dalam belajar. Guru harus unggul dalam hal intelektual maupun moral;
bekerjasama dengan alam dalam proses pengembangan manusia; dan bertanggung jawab
menciptakan lingkungan pendidikan bagi para siswa. Adapun siswa berperan bebas
mengembangkan kepribadian dan bakat-bakatnya.
Realisme: Hakikat realitas bersifat fisik/material dan objektif; keberadaan dan
perkembangan realitas diatur dan diorganisasikan oleh hukum alam. Manusia adalah bagian dan
dihasilkan dari alam itu sendiri; hakikat pribadi tertentukan dari apa yang dapat dikerjakannya;
manusia mampu berpikir tetapi ia dapat bebas atau tidak bebas. Pengetahuan diperoleh manusia
melalui pengalaman pendriaan; kebenaran pengetahuan diuji melalui korespondensinya dengan
fakta. Nilai hakikatnya diturunkan dari hukum alam dan konvensi/kebiasaan serta adat istiadat
masyarakat. Implikasinya: pendidikan bertujuan agar siswa mampu menyesuaikan diri dengan
lingkungannya, dan mampu melaksanakan tanggungjawab sosial. Kurikulum pendidikan
berpusat kepada isi mata pelajaran; adapun mata pelajarannya terdiri atas sains/ IPA, matematika,
ilmu kemanusiaan dan IPS, serta nilai-nilai. Kurikulum tersebut harus memuat pengetahuan dan
nilai-nilai esensial kebudayaan yang diberlakukan sama untuk semua siswa. Kurikulum
direncanakan dan ditentukan oleh guru. Kurikulum Realisme bersifat subject matter centered.
Metode mengajar yang utama adalah pembiasaan; para siswa hendaknya belajar melalui
pengalaman langsung ataupun pengalaman tidak langsung. Peranan guru cenderung bersifat
otoriter; guru harus menguasai pengetahuan dan keterampilan teknik-teknik mengajar; Guru
memiliki kewenangan dalam membentuk prestasi siswa. Adapun siswa berperan untuk
menguasai pengetahuan, harus taat pada aturan dan disiplin.
Realisme dan Idealisme memiliki kesamaan dalam orientasi pendidikannya, yaitu
Essensialisme. Namun demikian karena kedua aliran ini memiliki gagasan yang berbeda
mengenai filsafat umumnya, maka kedua aliran ini tetap memiliki perbedaan pula dalam hal
tujuan pendidikan, isi kurikulumnya, metode pendidikan, serta peranan pendidik dan peranan
peserta didik/siswanya.
Pragmatisme: Realitas hakikatnya adalah sebagaimana dialami manusia; bersifat plural,
dan terus menerus berubah. Manusia adalah hasil evolusi biologis, psikologis dan sosial.
Pengetahuan diperoleh manusia melalui pengalaman (metode sains), pengetahuan bersifat relatif;
teori uji kebenaran pengetahuan dikenal sebagai pragmatisme/ instrumentalisme, sebab
pengetahuan dikatakan benar apabila dapat diaplikasikan.
Hakikat nilai berada dalam proses, yaitu dalam perbuatan manusia, bersifat kondisonal,
relatif, dan memiliki kualitas individual dan sosial. Pendidikan bertujuan agar siswa dapat
memecahkan permasalahan hidup individual maupun sosial. Tidak ada tujuan akhir pendidikan.
Kurikulum pendidikan hendaknya berisi pengalaman-pengalaman yang telah teruji, yang sesuai
dengan minat dan kebutuhan siswa (child centered) dan berpusat pada aktifitas siswa (activity
centered) . Adapun kurikulum tersebut mungkin berubah. Pragmatisme mengutamakan metode
pemecahan masalah (problem solving method) serta metode penyelidikan dan penemuan (inquiry
and discovery method). Guru hendaknya berperan sebagai fasilitator, yaitu memimpin dan
membimbing siswa belajar tanpa ikut campur terlalu jauh atas minat dan kebutuhan siswa.
Adapun siswa berperan bebas untuk mengembangkan minat dan bakatnya. Orientasi pendidikan
Pragmatisme adalah Progresivisme dan atau Rekonstruksionisme.
DAFTAR PUSTAKA
Syaripudin, T. dan Kurniasih, (2008), Pengantar Filsafat Pendidikan , Bandung, Percikan Ilmu.
Fileupi.edu : Tatang
http://siindonesiacerdas.blogspot.co.id/2014/06/paper-filsafat-pendidikan.html