Anda di halaman 1dari 2

Paradigma Critical Theory Menurut Guba and Lincoln

(1994) dalam Tinjauan Ontologis

Disusun oleh : Kelompok 6

1. Achmad Maulana D.
2. Faisal Rifki
3. Rizky Tri Aries
4. Japo Satya
5. Mohamad Juliandri
6. Achmadio Noor S
7. Rico Ardika Panjaitan
8. Sheila Anwar

Paradigma Critical Theory hukum dimaknai sebagai Law as


Historycal or Virtual Realities, dimana hukum adalah kenyataan virtual
atau sejarah. Karenanya hukum pada dasarnya adalah kesadaran tidak
benar atau, dengan kata lain, disadari secara salah (Law as false
consciousness or as falsely realised).

Dalam Critical Theory ini, hukum dianggap sebagai sesuatu yang


historis atau wujud dari kenyataan, sesuatu yang bersejarah dan dalam
wujud yang bisa dimengerti atau dipercaya, namun hukum bisa juga
dianggap sebagai kesadaran yang melenceng. Ciri-ciri hukum dari konsep
pemahaman hukum tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

serangkaian struktur sebagai suatu realitas virtual atau historis, yang


merupakan hasil proses panjang kristalisasi nilai-nilai politik, ekonomi,
sosial, budaya, etnik, gender dan agama

sebagai instrument hegemoni yang cenderung dominan, diskriminatif


dan eksploitatif

setiap saat terbuka bagi kritik, revisi dan transformasi, guna menuju
emansipasi.
Dalam pembahasan ontologis, aliran Critical Legal Theory, Critical Legal
Studies, dan Feminist Jurisprudence pada dasarnya masih termasuk
ontologi realisme, namun berbeda dengan aliran-aliran sebelumnya,
realisme mereka adalah realisme historis. Maksudnya adalah, hukum
merupakan realitas virtual yang terbentuk oleh faktor sosial, ekonomi,
politik, budaya, etnis, dan gender. Dalam ontologis dari paradigma Critical
Theory ini menjelaskan bahwa setiap saat hukum semestinya terbuka bagi
kritik, revisi, dan transformasi guna menuju emansipasi.

Anda mungkin juga menyukai