Anda di halaman 1dari 33

Fungsi jaringan lemak putih

Anda mungkin sudah mengetahui fungsi dan tugas jaringan lemak putih (JLP) dalam
metabolisme tubuh. Ya benar, JLP ini berfungsi menyimpan kelebihan energi dari makanan
yang kita makan sehari-hari dalam bentuk lemak trigliserida untuk digunakan kemudian,
ketika suplai energi relatif berkurang. Namun sayang, banyak diantara kita, manusia moderen
sekarang ini yang suplai energinya secara kronis (jangka panjang) melebihi energi yang
terpakai, sehingga simpanan energi dalam bentuk lemak itu susah berkurang, malah
bertambah alias makin gemuk. Ini tidak saja terjadi pada orang dewasa, namun juga pada
anak-anak yang masih bertumbuh kembang. Penyebabnya adalah kebanyakan gaya hidup dan
lingkungan hidup sehari-hari. Kita semakin banyak makan dan kurang bergerak atau
beraktivitas untuk membakar kalori. Dan lebih celakanya lagi, banyak makanan yang tersedia
sehari-hari pada zaman moderen ini adalah jenis makanan yang padat kalori, yang merupakan
hasil olahan pabrik dalam bentuk instan. Memang rasanya mungkin lebih enak dan praktis,
namun kalorinya sangat tinggi tapi justru miskin zat gizi. Coba bayangkan, kandungan energi
dari coklat (chocolate bar) per 100 gramnya saja sudah bisa lewat 500 kkal, sementara satu
sajian nasi (75-100 gram) hanya sekitar 135 kalori. Untuk makan siang, mungkin kita hanya
mengkonsumsi 1-2 saji nasi sudah merasa kenyang, namun kita butuh banyak coklat untuk
merasa kenyang, malah tak pernah merasa kenyang berapapun yang dimakan.

Nah, kalau ada orang yang gemuk yang bingung dan mengeluh pada Anda susah menurunkan
berat badan, padahal sudah tidak makan nasi atau mengurangi konsumsi nasinya, mungkin
sekarang Anda sudah tahu jawabannya, bukan? Ya benar, lihat kudapannya. Banyak orang
gemuk yang makan nasinya sedikit atau malah cuma makan nasi sekali sehari, tapi di laci
kantornya tersimpan banyak coklat dan makanan ringan lain yang dia konsumsi berkali-kali
tanpa merasa bersalah, sambil minum teh manis dan mengetik laporan atau tugas kantornya.
Wah, bisa habis sampai 4-5 coklat batang untuk menyelesaikan laporan. Makanya tidak heran
jika JLP-nya semakin mengembang. Apalagi ditambah kebiasaan naik becaknya ke kedai
untuk membeli coklat, meski jarak yang ditempuh cuma 200 meter!

Fungsi jaringan lemak coklat

Sebenarnya ketertarikan para ahli terhadap fungsi jaringan lemak coklat (JLC) pada orang
dewasa baru mulai sekitar sepuluh tahun belakangan ini[2]. Dulu dianggap bahwa JLC yang
signifikan jumlahnya hanya ada pada janin dan anak bayi yang baru lahir, sementara
jumlahnya pada manusia dewasa dianggap tidak signifikan karena telah mengalami
penyusutan. Sebenarnya penemuannya pada orang dewasa pun tidak direncanakan, namun
terpantau ketika para ahli berusaha memantau sel kanker atau neoplasma dengan memakai
glukosa radioaktif. Sel kanker bisa divisualisasi dengan dengan memakai Positron Emitting
Tomography/Computerized Tomography karena menyerap glukosa radioaktif tersebut.
Namun ternyata ada jaringan lain selain sel kanker yang juga terdeteksi menyerap glukosa
radioaktif tersebut secara sangat aktif dan ternyata terbukti adalah JLC[3].

Nah, berbeda dengan JLP, jaringan lemak coklat berfungsi sebaliknya, yaitu membakar energi
untuk menghasilkan panas. Ini bisa dilakukan oleh JLC berkat fungsi gen UCP1 (Uncoupling
Protein 1) yang banyak terdapat dalam JLC[1]. UCP1 ini sangat penting untuk pembakaran
energi makanan menjadi panas. UCP1 ini salah satu pembeda utama antara JLC dan JLP serta
sel-sel lainnya, dan sering dipakai untuk membedakan sel-sel tersebut secara
immunohistologis. Kalau sel-sel lain termasuk JLP memproses makanan menjadi energi
berupa ATP yang dibutuhkan oleh tubuh untuk semua proses biologis, termasuk dalam
membuat dan menyimpan Trigliserida, JLC memproses makanan untuk menjadi panas[4].
Proses menghasilkan panas ini disebut thermogenesis. Thermogenesis ini sangat diperlukan
oleh tubuh kita termasuk hewan dalam mempertahankan suhu tubuh ketika berespon terhadap
rangsangan suhu dingin.

Coba bayangkan kalau kita bisa memamfaatkan JLC ini secara optimal, mungkin kita bisa
sedikit bebas makan apa saja tanpa terlalu khawatir untuk menjadi gemuk. Toh, yang kita
makan hanya akan menjadi panas saja.

Nah, para ilmuwan sekarang ini sedang giat-giatnya mempelajari perilaku JLC untuk mencari
kemungkinan pemamfaatannya dalam memerangi obesitas atau kegemukan[5, 6]. Meski
peran JLC ini masih diperdebatkan, sekarang telah ada data-data yang cukup
menggembirakan meski masih awal tentang mamfaatnya bagi kesehatan metabolisme dan
pencegahan obesitas.

Sebuah studi menunjukkan adanya korelasi negatif antara jumlah JLC ini dengan kegemukan
pada manusia[7]. Studi ini menunjukkan bahwa indeks massa tubuh yang lebih rendah pada
orang yang memiliki jumlah JLC lebih banyak. Studi lain juga menunjukkan bahwa dengan
mengaktifkan JLC pada orang dewasa yang memiliki JLC yang kurang jumlahnya atau
kurang aktif, mengakibatkan pengurangan massa JLP[8]. Studi ini membuka peluang
kemungkinan intervensi medik untuk mengaktifkan JLC untuk melawan kegemukan.

Penelitian tentang peranan dan mamfaat JLC pada hewan malah lebih komplit lagi. Banyak
sekali studi yang telah menunjukkan bahwa pengaktifan JLC pada hewan menyebabkan efek
anti gemuk meski hewan diberi makanan tinggi lemak. Sebaliknya pengurangan JLC akan
menyebabkan berkurangnya pemakaian energi dan membuat hewan coba lebih mudah
menjadi gemuk ketika diberi makanan tinggi lemak[6].

Apakah semua orang dewasa memiliki JLC?

Tadi disebutkan bahwa JLC itu lebih banyak terdapat pada janin dan bayi, dan setelah dewasa
akan mengalami penyusutan atau regresi. Namun demikian, para ilmuwan sekarang
menyadari bahwa JLC ini tetap ada pada orang dewasa dan yang lebih menggembirakan lagi,
JLC pada orang dewasa bisa diaktivasi[8]. Ada ilmuwan yang yakin bahwa prevalensi JLC
pada orang dewasa adalah 30-100%[9], atau boleh dikatakan hampir sebagian besar orang
dewasa mungkin memiliki JLC ini. Dimana saja lokasinya, bisa Anda lihat di gambar
skematik dibawah ini. Pada gambar tersebut kita bisa lihat daerah sekitar leher dan di atas
tulang selangka (clavicula) adalah daerah JLC yang paling aktif yang direpresentasikan oleh
warna yang lebih coklat.

Bagaimana cara mengaktifkan JLC?

Pertanyaan yang paling penting untuk dijawab sebenarnya, apakah berguna pengaktifan JLC
ini untuk kesehatan manusia terutama dalam memerangi kegemukan? Saat ini jawabannya
masih samar-samar alias tidak jelas. Masih butuh waktu untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Namun demikian, cukup banyak ilmuwan yang cukup optimistis akan kemungkinan
memamfaatkan JLC ini dalam memerangi kegemukan.

Dari berbagai percobaan, JLC pada orang dewasa bisa diaktifkan dengan berbagai cara. Yang
pertama dengan memberikan pemaparan hawa dingin pada orang coba. Dalam satu studi
pemaparan orang coba dengan suhu 19 derajat Celcius selama dua jam sudah cukup bagi
sebagian orang coba untuk mengaktifkan JLCnya dan menyebabkan pengurangan massa
JLP[8].
Yang kedua, pengaktifan JLC bisa dengan cara farmakologis dengan berbagai obat. Yang
sering diuji adalah golongan perangsang reseptor beta-adrenergik[10] dan berbagai obat-obat
lain. Kita masih harus menunggu untuk memastikan apakah obat-obat ini betul bisa
bermamfaat bagi manusia dalam mengaktifkan JLC dalam rangka memerangi kegemukan.

Nah, untuk sementara ini saya menyarankan Anda barangkali lebih baik memilih daerah-
daerah dingin atau sejuk untuk bertamasya jika ada hari libur. Mungkin saja ada mamfaatnya,
namun bisa juga tidak. Tidak ada salahnya mencoba, bukan? Paling tidak bisa menghindari
polusi udara kota yang sudah mengkhawatirkan.

Mungkin suatu saat saya akan meminta mahasiswa saya untuk meneliti perbandingan
keaktifan JLC ini pada penduduk yang tinggal di pegunungan dan daerah pantai. Mungkin
saja orang-orang yang hidup di daerah pegunungan atau daerah yang sejuk memiliki JLC
yang lebih aktif sehingga mereka tidak gampang gemuk dibanding dengan orang yang tinggal
di daerah pantai yang temperatur udaranya lebih panas.

Toksikologi adalah pemahaman mengenai pengaruh pengaruh bahan kimia


yang merugikan bagi organisme hidup. Pengaruh yang merugikan ini timbul
sebagai akibat terjadinya interaksi di antara toksikan (bahan yang memiliki
kemampuan untuk menimbulkan kerusakan pada organisme hidup) dengan
sistem biologi dari organisme. Pada beberapa racun ,yang bereaksi itu bukan
agentnya sendiri,tetapi hasil metabolismenya.Proses pengrusakan ini baru terjadi
apabila pada target organ telah menumpuk satu jumlah yang cukup dari toksikan
ataupun metabolitnya,begitupun hal ini bukan berarti bahwa penumpukan yang
tertinggi dari toksikan itu berada di target organ ,tetapi bisa juga di tempat
lain.Sebagai contoh,inektisida hidrokarbon yang di klorinasi mencapai
konsentrasi dalam depot lemak dari tubuh,tetapi di sana tidak menghasilkan
efek-efek keracunan yang di kenal.
Selanjutnya, untuk kebanyakan racun-racun, konsentrasi yang tinggi dalam
badan akan menimbulkan kerusakan yang lebih banyak.Konsentrasi dalam
badan ini merupakan fungsi dari jumlah racun yang di paparkan,yang berkaitan
dengan kecepatan absorpsinya dan jumlah yang di serap, juga berhubungan
dengan distribusi,metabolisme maupun ekskresi toksikan tersebut
Keracunan suatu bahan kimia tergantung pada pengaturan dosis,apakah pada
dosis tinggi atau dosis rendah.Dalam hal distribusi,absorpsi,metabolisme,dan
ekskresi toksikan,akan memperjelas konsep tentang dosis yang menggambarkan
bahwa konsep terakhir pengertian dosis adalah bukan pengaturan dosis bahan
kimia, tetapi lebih kepada konsentrasi racun kimia dalam tubuh.Konsentrasi
bahan racun dalam tubuh tergantung pada sifat kimianya, yang dapat diketahui
melalui proses absorpsi, distribusi, biotransformasi, dan ekskresi.
Kebanyakan bahan kimia waktu mengali rmelalui proses absorpsi, distribusi,
biotransformasi, dan ekskresi di tunjukkkan oleh adanya bahan kimia kinetik dan
sering di sebut pharmacokinetic dan atau toxicokinetic.
Bahan kimia yang menembus suatu membran dapat melalui satu dan atau dua
proses yang umum yaitu proses difusi atau transport pasif bahan kimia yang
tidak memerlukan pengiriman energi dalam sel dan proses pengangkutan,
sedangkan bagian sel yang menerima bahan racun secara tranport aktif akan
menembus membran dan memerlukan energi.
A. ALIRAN TOKSIKAN
Suatu bahan yang bersifat toksik (toksikan) dapat di tinjau dari beberapa hal
yaitu Terjadinya toksikan tersebut, pemakaian, selektivitas, dan aplikasi bahan
toksikan.
Adanya bahan toksikan tersebut sangat erat hubungannya dengan paparan,
dosis, efek biologis toksikan terhadap organisme dan apa yang terjadi/menimpa
bahan toksik tersebut dalam organisme.Ada empat proses yang di alami oleh
bahan toksikan dalam suatu organisme, yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme,
dan ekskresi. Dengan adanya empat proses tersebut,maka timbul
pertanyaan:berapa banyak toksikan tersebut dapat menimbulkan efek negatif
dan bagaimana mekanisme terjadinya.
Sebelum bahan toksikan masuk ke dalam tubuh makhluk hidup,terlebih dulu
perlu di ketahui bagaimana nasib dan aliran bahan toksikan tersebut dalam
lingkungan.Oleh sebab itu aliran toksikan di bagi menjadi 2,yaitu :
a) Aliran toksikan dalam lingkungan
Bahan kimia yang mengandung toksik dapat di hasilkan oleh suatu kegiatan
termasuk industri.Bahan toksik tersebut dapat di gunakan namun dalam jumlah
yang terbatas serta di lakukan recycling untuk mengubah bahan yang bersifat
toksik menjadi non toksik.Sebagian toksikan tersebut dengan pola emisi akan
masuk ke dalam lingkungan.Selanjutnya toksikan akan masuk ke dalam troposfer
dan terus ke stratosfer. Selain itu toksikan masuk ke dalam tanah ke air bawah
tanah,samudra dan air terbenam di dalamnya.Pada waktu toksikan masuk ke air
dan samudra,maka toksikan tersebut akan masuk ke dalam biota air yang nanti
akan di konsumsi oleh manusia dan biota air lainnya.Bahan toksik yang sudah
berada di air tanah akan masuk ke dalam tanaman dan masuk pula ke
troposfer,akhirnya dengan proses tertentu akan sampai pada manusia dan
makhluk hidup lainnya.
Berdasarkan gaya thermodinamika maka pergerakan toksikan dapat di
gambarkan seperti di bawah ini:
Di bawah ini akan di tunjukkan perjalanan toksikan mulai masuknya ke dalam
kompartemen lingkungan,terus mengalami proses transfer dan akhirnya
mengalami proses transformasi.
b) Aliran toksikan dalam tubuh makhluk hidup
Setelah mengalami perjalanan panjang dalam lingkungan,maka toksikan
akhirnya secara umum akan masuk ke dalam tubuh manusia melalui 3 jalur yaitu
jalur pencernaan (ingestion),pernafasan (inhalation),dan kulit (dermal).Namun
secara khusus dengan rekayasa manusia sendiri,toksikan dapat pula masuk ke
dalam tubuh dengan jalan intravenous,intraperitonial,subcutaneous,dan
intramuscular.
Secara garis besar proses perjalanan toksikan dapat di periksa pada gambar di
bawah ini:
Secara umum komponen bahan kimia(toksikan) akan di distribusi ke dalam
beberapa kompartmeman termasuk di distribusi ke dalam air,udara,tanah dan ke
dalam biota.Proses distribusi tersebut seperti tergambar di bawah ini:

B. ABSORPSI TOKSIKAN
Absorpsi merupakan perpindahan xenobiotik dari luar organisme. Umumnya
mengikuti proses pemaparan dan menujukkan dosis zat xenobiotik yang di
terima oleh organisme. Proses absorpsi toksikan dalam tubuh dapat melalui
saluran pencernaan, saluran pernafasan(paru) dan kulit serta dapat juga melalui
beberapa proses penyerapan yaitu:
a. Fase absorpsi (masuknya zat toksik)
Yang perlu di tinjau kembali secara singkat adalah morfologi membrane atau
lipid bilayer (lipoprotein) dan molekul dapat melintasi lipid bilayer dengan cara
difusi atau di angkut melintas oleh protein pembawa.
Untuk hewan, proses penyerapan zat toksik adalah pada saluran pencernaan
makanan (gastrointestinal).Usus merupakan bagian dari gastrointestinal di mana
kebanyakan xenobiotik terserap.Lambung mengandung zat asam
sehingga,makanan bersifat asam lemah akan terserap dengan
mudah.Sehubungan permukaan lambung memiliki area permukaan yang sempit
maka penyerapan kurang efektif.Hal ini merupakan satu alas an mengapa secara
fisik isi lambung akan terpompa keluar setelah zat toksik di serap.Selanjutnya zat
toksik di salurkan ke dalam intestine dan di serap lebih lanjut.
b. Model untuk manusia
Laju penyerapan di peroleh dari hasil studi terhadap hewan seperti
anjing,kera,dan kelinci.Extrapolasi data toksisitas dermal dari tikus dan kelinci
terhadap manusia tidak dapat di percaya,terutama karena perbedaan
penyerapan.
Kera terbukti sebagai model terbaik untuk proses penyerapan melalui kulit.
Secara umum di ketahui bahwa kulit manusia kurang permiabel di banding
kebanyakan hewan.Sehingga paparan melalui kulit tidak begitu efektif.
Paru-paru merupakan organ yang dapat melakukan pertukaran bahan toksik
secara baik.Jarak dari sisi udara ke sisi darah sangat pendek dan area
permukaanya sangat luas(50 100 m2) yang artinya sekitar 50 kali di banding
kulit dan selanjutnya proses penyerapan dapat segera berlangsung.
c. Model untuk Tumbuhan
Secara umum proses penyerapan pada daun dan tumbuhan adalah sebagai
berikut:
1.Zat toksik gas dan uap air masuk ke daun melalui stomata.
2.Bahan lipofilik non-gas dapat masuk ke daun melalui kutikula
Akar merupakan jalur utama masuknya logam berat ke dalam tanaman.Proses
untuk bahan organik dan anorganik untuk masuk melalui akar mirip dengan
proses pada daun.
d. Model untuk binatang
Ekokutikula serangga memiliki pintu sebagai lubang kanal yang melintaasi
epidermis tempat masuknya toksikan ke dalam tubuh serangga.
Ikan mempunyai insang yang merupakan jalan masuk oksigen dan toksikan ke
dalam tubuh ikan.Di dalam insang terdapat banyak kapiler untuk memastikan
penyerapan oksigen yang memadai,karena itu bahan lipofilik dalam air sangat
memungkinkan untuk masuk ke dalam tubuh ikan.
Absorpsi toksikan dalam tubuh secara umum dapat melalui 3 jalur yaitu:
a) Absorpsi Toksikan pada saluran pencernaan makanan
Saluran pencernaan makanan merupakan salah satu jalur penting dari absorpsi
toksikan.Banyak toksikan dari lingkungan masuk melalui rantai makanan dan di
serap melalui saluran pencernaan.Proses absorpsi tersebut tidak menimbulkan
efek toksik kecuali jika di serap oleh tubuh.Lambung merupakan tempat
penyerapan yang baik untuk asam lemah dengan bentuk-bentuk ion yang larut
dalam lemak.Untuk basa lemah yang mengion dan larut dalam lemak tidak
mudah di serap oleh lambung,pada umumnya di serap oleh usus.Sebaliknya
untuk basa organik lebih banyak di serap di usus daripada di lambung.Usus kecil
merupakan organ penting dalam proses penyerapan karena:
a) Banyak fili (bulu)
b) Pertukaran dengan darah berlangsung baik
c) Mempunyai lapisan sel tipis (sebagai barier) dengan tebal satu lapis sel.
Basa-basa organik cenderung di serap dalam usus lebih dari lambung.Untuk
contoh, karena hanya satu persen dari asam benzoat ada dalam bentuk larut
lipid dalam usus,seseorang bisa menyimpulkan bahwa usus memiliki
kemampuan yang kecil untuk menyerap asam asam organik.
Sistem pencernaan mamalia memiliki sistem sistem pengangkutan yang
khusus untuk penyerapan bahan bahan gizi dan elektrolit elektrolit. Disana
ada satu sistem pembawa untuk penyerapan glukosa dan galaktosa, tiga sitem
pengangkut terpisah untuk penyerapan asam amino, satu sistem pengangkut
aktif untuk penyerapan penyerapan pirimidin pirimidin dan sistem
pengangkut terpisah untuk penyerapan besi, kalsium, dan natrium.
Zat zat larut lemak lebih cepat di serap dan lebih luas melalui diffusi sederhana
dari pada zat zat larut yang non lipid.Pada penelanan melalui mulut, kira kira
10 % timah hitam di serap, 4 % mangan, 1,5 % kadmium dan 1 % kromium. Jika
senyawa itu sangat toksis jumlah penyerapan yang kecil ini dapat menghasilkan
efek efek yang serius.
Contoh contoh penyerapan :
1. Penyerapan besi, tergantung atas kebutuhan besi dan penyerapannya
berlangsung dalam dua langkah.Mula mula besi memasuki sel sel mukosa,
yang kemudian masuk ke dalam darah, langkah pertama relatif cepat dan kedua
lambat.Akibatnya besi menumpuk di dalam sel mukosa sebagai satu kompleks
besi protein yang di istilahkan sebagai FERRITRIN. Jika besi darah di turunkan di
bawah nilai nilai normal, unsur ini akan di lepaskan dari penyimpanan besi
besi ferritrin dalam lebih banyak besi di serap dari usus untuk mengisi kembali
tempat tempat penyimpanan ini.
2. Penyerapan kalsium melalui satu proses dua langkah, mula mula kalsium di
serap dari lumen kemudian melemparkannya ke dalam cairan intersisial.,
Langkah pertama adalah lebih cepat dari kedua, dan karena itu kalsium intrasel
meningkat selama penyerapan.
3. 5-fluoro urasil di serap oleh sistem pengangkutan pirimidin.
4. Talium di angkut oleh sistem yang secara normal menyerap besi.
5. Timah hitam bisa di serap oleh sistem yang secara normal mengangkut
kalsium.
6. Kobalt dan Mangan berlomba untuk sistem penyerapan besi.
b) Absorpsi Toksikan pada Paru
Toksikan yang di absorpsi di paru biasanya berupa gas karbon
dioksida,nitrit,sulfit,uap benzena,uap karbon tetraklorida dan aerosol berupa
silika.Proses penimbunan aerosoll di tentukan oleh ukuran partikelnya.
Absorpsi gas karbon dioksida oleh paru sering menyebabkan kematian.Demikian
pula di tempat kerja penyebab kesakitan adalah absorpsi dan deposisi partikel
bahan silikon oleh paru yang menyebabkan penyakit silikosis.
Partikel dengan penampang 5 mikronmeter akan di deposit pada daerah
nesofaringeal. Partikel tersebut akan melekat pada silia hidung bagian belakang
dan dapat di keluarkan melalui proses bersin.Partikel tersebut selanjutnya akan
masuk ke dalam faring dan melekat pada selaput lendir dengan bantuan epithel
akan masuk ke dalam darah.
Partikel dengan penampang 2-5 mikron meter deposit pada daerah
trakeobronkiolar yang secara fisiologis di bersihkan dengan dengan gerakan silia
pada selaput lendir trakeobronkiolar.Nasib partikel sebagian akan di keluarkan
dengan proses batuk atau bersin dan sebagian lagi tertelan di absorpsi oleh
traktus grastointestinal.
Partikel dengan penampang 1 mikron meter atau yang lebih kecil akan
mengalami penetrasi pada saccus alveolaris yang sebagian dari partikel akan
mengalami pembersihan oleh machropage dan sebagian lainnya akan diaborpsi
oleh darah.
Zona alveolar merupakan bagian dalam paru dengan permukaan seluas 50 100
meter persegi.Gas pada alveoli hampir selalu menyatu dengan aliran darah yang
tergantung pada kelarutan gas tersebut.Gas kloroform mempunyai kelarutan
yang tinggi sedangkan gas etilen mempunyai kelarutan yang rendah dalam
darah.
Penyingkiran toksikan dari alveolus terjadi oleh tiga jalan besar:
a. Penyingkiran secara fisik
Partikel partikel di endapkan di atas lapisan cairan dalam alveoli di isap ke atas
tangga berjalan bulu bulu mukosa dari daerah trancheobronkiolar ke saluran
pencernaan.
b. Penyingkiran oleh fagositosis
Sel sel yang utama yang bertanggung jawab untuk menelan kotoran pada
alveoli adalah fagosit mono nuklear atau makrofag.Sel sel ini di jumpai dalam
jumlah besar dalam paru paru normal dan berisi beberapa partikel partikel
yang di fago sitosir oleh yang berasal dari luar ke dalam.
c. Penyingkiran melalui limfatik limfatik
Secara normal air bersama dengan elektrolit dan protein yang larut hingga
ukuran albumin bebas lewat bolak balik dari kapiler ke ruang celah dan ruang
alveoli dan kembali melalui sistem limfatik.
c) Absorpsi Toksikan pada Kulit
Absorpsi toksikan oleh kulit relatif kurang baik dan merupakan pelindung yang
baik untuk mempertahankan fungsi kulit manusia dari pengaruh lingkungan.Zat
kimia dalam jumlah yang cukup besar apabila di serap oleh kulit dapat
menimbulkan efek sistematik.
Kulit merupakan bagian tubuh yang di raancang untuk mencegah penyerapan
supaya tidak mudah terjadi keracunan.Kerja kulit sebagai barier karena beberapa
faktor sebagai berikut
1.Area permukaannya terbatas.
2.Terdiri atas beberapa lapisan sel yang cukup tebal.
3.Stratum corneum adalah pemisah yang berbeda antara lapisan keratin dengan
sel kering yang terbungkus rapat bahan lipofilik dan dapat berpindah karena sifat
yang di milikinya.
Kulit tidak dapat melakukan pertukaran zat dengan darah.Perpindahan bahan
dari luar lapisan yang terserap ke dalam vaskuler sangat lambat hal tersebut
karena luas pori > 100 mikron meter.Jika penyerapan secara perlahan maka kulit
berperan penting dalam efek lolos pertama.Hal ini berarti transformasi biologis
zat toksik dalam epidermis,meskipun aktivitasnya hanya 2-6 % dari kegiatan
yang di lakukan liver.
Untuk contoh, gas gas syaraf seperti Siarin siap di serap oleh kulit dan Karbon
tetraklorida dapat di serap oleh kulit untuk menghasilkan kerusakan pada liver.
Kulit seorang lelaki adalah sekitar 18.000 centi meter persegi atau sekitar 10 %
berat tubuh.Pestisida organopospat di serap melalui kulit oleh pekerja
kebun,klorofenol di temukan dalam hewan liar dan banyak solven industri yang
di serap oleh semua species. Bahan kimia deterjen dapat meningkatkan
penetrasi bahan toksik sedangkan ester dan alkohol rantai panjang dapat
menurunkan penetrasi zat toksik ke dalam kulit.
Penyerapan toksikan di kulit dapat melalui 2 fase yaitu:
1.Fase Pertama
Diffusi toksikan melalui epidermis.Dalam epidermis terdapat rintangan yang
membatasi kecepatan penyerapan toksikan melalui kulit yang biasanya di sebut
sebagai Stratum Corneum. Proses penyerapan fase ini biasanya meliputi
dehidrasi dan polimerisasi.Ciri ciri kulit yang mampu melakukan penyerapaan
melalui epidermis adalah bermembran multisellular,kohesif,tipis yang terdiri dari
lapisan permukaan yang mati dari kulit.Contoh: Telapak tangan manusia
2.Fase Kedua
Diffusi toksikan melalui dermis, yang letaknya di bawah Stratum Corneum
sebagai perintang diffusi.Ciri ciri kulit yang mampu melakukan penyerapan
melalui dermis adalah mengandung air, tidak pemilih dan berpori. Contoh: Kitin
pada serangga.
Absorbsi Toksikan dalam tubuh secara khusus dapat melalui tiga jalan antara
lain:
1. Intraperitonial
Senyawa senyawa yang di berikan secara intraperitonial di serap melalui
sirkulasi portal sehingga harus melewati liver sebelum mencapai organ organ
lain.
2. Intravena
Pemberian intra vena memasukkan toksikan langsung ke dalam darah dan
proses penyerapan di singkirkan.
3. Sub cutan dan Intramascular
Toksikan yang di berikan secara sub cular dan intramascular biasanya di serap
dengan kecepatan rendah. Kecepatan penyerapan dengan jalur ini dapat di ubah
oleh kecepatan aliran darah pada daerah yang terkena toksikan.

C. TRANSPORT AKTIF
Pada umumnya xenobiotik berpindah dengan transport pasif yang di kendalikan
oleh perbedaan konsentrasi dan tidak memerlukan energi.Tetapi ada juga
beberapa xenobiotik terserap dengan menggunakan protein pembawa yang
tertanam dalam struktur membran yang berlaku sebagai kendaraan
pengangkut.Hal ini di sebut transport aktif dan memerlukan energi.
Sebagai contoh adalah transport aktif dari timbal (Pb),
Dalam gastrointestinal tract ada protein pengangkut untuk Ca++ yang juga di
gunakan timbal karena kesamaan kimiawinya dengan kalsium.Hal tersebut
merupakan satu alasan toksisitas berbagai unsur,yaitu karena kesamaanya
dengan unsur esensial

D. EFEK TOKSIKAN PADA TUBUH


1. LOKAL DAN SISTEMIK
-Lokal :bahan yang bersifat korosif, iritatif
- Sistemik : terjadi setelah bahan kimia masuk, diserap dan distribusikan ke
tubuh.
- Konsentrasi bahan berbahaya tidak selalu paling tinggi dalam target organ (ex.
Target organ methyl merkuri adalah otak, tapi konsentrasi tertinggi ada di hati
dan ginjal, DDT target organnya adalah susunan pusat syaraf pusat tapi
konsentrasi tertinggi pada jaringan lemak)
2. EFEK YANG REVERSIBLE DAN IRREVERSIBLE
- Reversible : bila efek yang terjadi hilang dengan dihentikannya paparan bahan
berbahaya. Biasanya konsentrasi masih rendah dan waktu singkat.
- Irreversible : bila efek yang terjadi terus menerus bahkan jadi parah walau
pajanan telah dihentikan (ex. Karsinoma, penyakit hati), biasanya konsentrasi
tinggi dan waktu lama
3.EFEK LANGSUNG DAN TERTUNDA
- efek langsung : segera terjadi setelah pajanan (ex. Sianida)
- efek tertunda : efek yang terjadibeberapa waktu setelah pajanan (efek
karsinogenik)
4. REAKSI ALERGI DAN IDIOSYNKRASI
- Reaksi alergi (hipersensitivitas) terjadi karena adanya sensitisasi sebelumnya
yang menyebabkan dibentuknya antibodi oleh tubuh
- Reaksi Idiosynkrasi : merupakan reaksi tubuh yang abnormal terhadap karena
genetik (ex. Kekurangan enzim succynicholin)

E. DISTRIBUSI TOKSIKAN
Kadar toksikan yang terkandung dalam darah tergantung pada cairan plasma,
cairan intertitial, dan cairan intraceluler. Setelah toksikan memasuki darah akan
didistribusi dengan cepat ke seluruh tubuh. Sesudah toksikan memasuki air
plasma, melalui penyerapan atau langsung melalui pemberian intra vena, dia
dapat disebar keseluruh tubuh. Distribusi biasanya terjadi secara cepat, dan
kecepatan distribusi ke jaringan masing-masing organ ditentukan oleh aliran
darah melalui organ dan kemudahan zat-zat kimia melawati alas kapillair dan
menembus sel-sel dari jaringan-jaringan khusus. Penyebaran akhir sangat
tergantung atas kemampuan zat kimia untuk melewati membran sel dari
berbagai jaringan-jaringan dan affinitas dari beberapa jaringan-jaringan dalam
tubuh kezat-zat kimia tersebut.
Penembusan toksikan-toksikan kedalam sel-sel tergantung pada beberapa
mekanisme-mekanisme seperti yang dibicarakan sebelumnya untuk penyerapan
gastro intestinal. Ion-ion dan molekul-molekul kecil yang larut dalam air berdiffusi
melalui saluran-saluran berair atau pori-pori dalam membran sel. Molekul-
molekul yang larut dalam lipid dengan mudah menembus membran. Molekul-
molekul air dan ion-ion ukuran sedang (berat-berat molekul dari 50 atau lebih)
tidak dapat memasuki sel dengan mudah kecuali oleh mekanisme pengangkutan
yang khusus. Mudah tidaknya zat kimia melewati dinding kapiler dan membran
sel dan suatu jaringan sangat ditentukan oleh aliran darah ke organ tersebut.
Beberapa toksikan-toksikan tidak mudah melewati membran-membran sel dan
karena itu memiliki distibusi-distribusi yang terbatas, sedangkan toksikan-
toksikan lain dengan mudah menembus sel-sel membran dan menyebar
keseluruhan tubuh.
Bagian Tubuh yang Berhubungan dengan Distribusi Toksikan
1. Protein Plasma
Beberapa protein-protein dalam plasma dapat mengikat penyusun-penyusun
fisiologis yang normal didalam tubuh sebagaimana beberapa senyawa-senyawa
asing. Seperti albumin mempunyai kekuatan untuk mengikat berbagai senyawa-
senyawa. Satu Beta1 globulin, TRANSFERRIN, penting untuk pengangkutan besi
dalam tubuh. Proteinlain yang merupakan pengikat logam yang utama adalah
CERULO PLASMIN, yang membawa kebanyakan Cu dalam serum. ALFA dan BETA
LIPOPROTEIN-PROTEIN sangat penting untuk pengangkutan senyawa-senyawa
larut lipid seperti vitamin-vitamin, kolesterol dan hormon-hormon
steroid.Peningkatan bahan kimia pada protein plasma mempunyai arti penting
dalam toksikologi karena beberapa reaksi racun dapat dihasilkan jika agen
dipindahkan dalam protein plasma.
Kebanyakan zat-zat kimia asing yang terikat keprotein-protein plasma adalah
diikat oleh ALBUMIN. Ikatan-ikatan itu melibatkan ikatan-ikatan yang reversible
seperti ikatan-ikatan hydrogen, van der Walls dan ikatan-ikatan ion. Protein
plasma dengan B.M. yang tinggi mencegah melintasnya toksikan-toksikan
melewati dinding-dinding sel dan cenderung membatasi zat kimia ke ruang
vascular. Bagian toksikan dalam plasma mengikat ke protein-protein plasma
tidak segera didapati menyebar kedalam ruang extra vasculera atau filtrasi pada
ginjal. Bagaimanapun, saling pengaruhi dari satu zat kimia dengan protein-
protein plasma adalah satu proses reversible yang cepat.
2. Liver dan Ginjal
Organ liver dan ginjal tersebut memiliki kapasitas yang lebih tinggi dalam
mengikat bahan kimia, sehingga bahan kimia lebih banyak terkonsentrasi pada
organ ini jika dibandingkan dengan organ lainnya. Hal ini berhubungan dengan
fungsi kedua organ ini dalam mengeliminasi toksikan dalam tubuh. Ginjal dan
liver mempunyai kemampuan untuk mengeluarkan toksikan. Organ liver cukup
tinggi kapasitasnya dalam proses biotransformasi toksikan.
Pengangkutan aktif dan pengikatan protein, telah diusulkan sebagai mekansime-
mekansime yang mungkin digunakan oleh liver dan ginjal untuk membuang
bahan-bahan toksis dari darah. Laporan-laporan terbaru dalam literature
menyarankan bahwa protein-protein pengikat dalam sel bisa jadi penting dalam
penumpukkan toksikan-toksikan dalam liver dan ginjal.
Satu protein dalam sitoplasma dari liver (protein Y atau LIGANDIN) telah
ditmapilkan memiliki satu affinitas yang tinggi untuk bebrapa asam-asam
organic dan telah diusulkan bahwa protein ini bisa jadi penting dalam pengiriman
anion-anion organic dari plasma keliver. (Levi dkk 1971). Protein-protein ini juga
mengikat carsinogen zat warna AZO dan cortico steroid-steroid LITWACK dkk
1971).
3. Lemak
Jaringan lemak merupakan tempat penyimpanan yang penting bagi zat yang
larut dalam lemak seperti chlordane, DDT, polychlorinated biphenyl (PCB), dan
polybrominated biphenyl (PBB). Zat ini disimpan dalam jaringan lemak dengan
pelarut yang sederhana dalam lemak netral. Lemak netral ini kira-kira 50% dari
berat badan orang yang gemuk dan 20% dari orang yang kurus.
Jadi satu toksikan yang memiliki koeffisien Partisi lemak/air yang tinggi dapat
ditimbun dalam lemak tubuh dalam satu luas yang besar, dan penimbunan ini
akan merendahkan konsentrasi toksikan dalam organ sasaran dan jadi
menyediakan satu mekanisme perlindungan. Seseorang bisa menduga bahwa
daya racun beberapa senyawa-senyawa yang menghimpun dalam lemak tidak
sama seorang yang gemuk dengan seorang bentuk atletis.
Toksikan yang daya larutnya tinggi dalam lemak memungkinkan konsentrasinya
rendah dalam target organ, sehingga dapat dianggap sebagai mekanisme
perlindungan. Toksisitas zat tersebut pada orang yang gemuk menjadi lebih
rendah jika disbanding dengan orang yang kurus.
4. Tulang
Tulang dapat berfungsi sebagai tempat penyimpanan untuk senyawa seperti
Fluride, Pb, dan strontium. Untuk beberapa toksikan, tulang merupakan tempat
penyimpanan utama, contohnya 90% dari Pb dalam tubuh ditemukan dalam
skeleton. Penyimpanan toksikan pada tulang dapat atau tidak mengakibatkan
kerusakan. Contoh : Pb tidak toksik pada tulang, tetapi penyimpanan fluoride
dalam tulang dapat menunjukan efek kronik(skeletal fluorosis).
Senyawa-senyawa asing yang diendapkan ditulang, tidak diasingkan secara
irreversible oleh jaringan ini. Toksikan-toksikan dapat dilepaskan oleh pertukaran
ion pada permukaan kristal dan oleh pelarutan kristal-kristal oleh pertukaran
kerja osteoklast.

F. DISTRIBUSI / PERSEBARAN ZAT XENOBIOTIK


1) Pada Tubuh Manusia
Pada proses penyerapan dan distribusi bahan xenobiotic dalam tubuh manusia,
kemungkinan keberadaan bahan xenobiotic adalah sebagai berikut:
1. Pada keracunan bahan neurotoksik, maka bahan racun tersebut akan menuju
otak.
2. Bahan toksik akan dapat ditimbun pada tubuh, missal terjadi akumulasi pada
jaringan lemak, otot dan tulang.
3. Metabolism semua bahan toksik akan diproses dan dilakukan dalam liver.
4. Setelah melalui proses didalam tubuh sisanya akan diekskresi.
2) Pada tanaman
1. Jika zat toksik berada dalam xylem , ada kecenderungan berpindah ke daun
(berkaitan dengan transpirasi).
2. Untuk zat toksik dalam floem, setiap bahan dalam system ini cenderung
berpindah ke area di mana pertumbuhan berlangsung cepat.

G. EFEKTIVITAS SEL SEBAGAI BARIER


Ada beberapa barrier/pembatas pada tempat pertemuan (junction) antar sel. Jika
junction sel mengendur, mengakibatkan menjadi jalan yag mudah bagi zat toksik
untuk memasuki sel atau organ. Untuk barrier antara darah dan otak,
dihubungan oleh sel endotel dan xenobiotic yang bersifat lipofilik (mudah larut
dalam lemak) akan dengan mudah melintasi sel endothelial dan memasuki
jaringan otak.
Bayi tidak memiliki ikatan yang kuat antar sel sehingga lebih sensitive terhadap
zat toksik dibandingkan pada orang dewasa. Walaupun plasenta memiliki barrier
yang erat, namun bahan yang bersifat lipofilik akan tetap dapat
melintasinya.Bahan toksik pestisida yang bersifat lipofoilik akan mudah melintasi
barrier pada glandula mama sehingga dengan mudah pula pestiida akan masuk
ke dalam air susu yang mengandung 1% lemak. Namun saat xenobiotic berada
dalam air susu, ginjal tidak mampu mengekskresinya dan satu-satunya jalan
keluar adalah melaui bayi. Jaringan lemak merupakan jaringan yang miskin
dengan vaskularisasi darah, yang berakibat pada adanya perbedaan tangkapan
bahan zenobiotik dengan jaringan lain.
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Lingkungan merupakan tempat hidup makhluk hidup. Kualitas lingkungan sangat

mempengaruhi kondisi makhluk hidup, terutama manusia. Bila interksi antara manusia

dengan lingkungan berada dalam keadaan seimbang, maka kondisinya akan berada dalam

keadaan sehat. Tetapi karena sesuatu sebab yang mengganggu keseimbangan lingkungan ini,

maka akan menimbulkan dampak yang merugikan bagi kesehatan (Pallar, 1994).

Zat atau senyawa hasil kegiatan industri (limbah) biasanya berbahaya dan mempunyai

sifat beracun (toksik). Keberadaan zat atau senyawa tersebut di lingkungan akan sangat

membahayakan dan menurukan kualitas lingkungan (Darmono, 1995).

Risiko toksisitas berarti besarnya kemungkinan zat kimia untuk menimbulkan

keracunan, hal ini tergantung dari besarnya dosis, konsentrasi, lamanya dan seringnya

pemaparan, juga cara masuk dalam tubuh 12 , dan gejala keracunan antara lain disebabkan

oleh adanya pencemaran atau polusi Pencemaran atau polusi adalah keadaan yang berubah

menjadi lebih buruk, keadaan yang berubah karena akibat masukan dari bahan- bahan

pencemar . Bahan pencemar umumnya mempunyai sifat racun (toksik) yang berbahaya bagi
organism hidup. Toksisitas atau daya racun dari polutan itulah yang kemudian menjadi

pemicu terjadinya pencemaran (wardhayani, 2006).

Bapak Toksikologi Modern, Paracelsus (1493-1541) menyatakan bahwa "semua zat

adalah racun; tidak ada yang bukan racun. Dosis yang tepat membedakan suatu racun

dengan obat". Toksikan (zat toksik) adalah bahan apapun yang dapat memberikan efek yang

berlawanan (merugikan). Racun merupakan istilah untuk toksikan yang dalam jumlah sedikit

(dosis rendah) dapat menyebabkan kematian atau penyakit (efek merugikan) yang secara

tiba-tiba. Zat toksik dapat berada dalam bentuk fisik (seperti radiasi), kimiawi (seperti arsen,

sianida) maupun biologis (bisa ular). Juga terdapat dalam beragam wujud (cair, padat, gas).

Beberapa zat toksik mudah diidentifikasi dari gejala yang ditimbulkannya, dan banyak zat

toksik cenderung menyamarkan diri (Budiman, 2008).

Sulit untuk mengkategorisasi suatu bahan kimia sebagai aman atau beracun. Tidak

mudah untuk membedakan apakah suatu zat beracun atau tidak. Prinsip kunci dalam

toksikologi ialah hubungan dosis-respon/Efek. Kontak zat toksik (paparan) terhadap

organisme/tubuh dapat melalui jalur tertelan (ingesti), terhirup (inhalasi) atau terabsorpsi

melalui kulit. Zat toksik umumnya memasuki organisme/tubuh dalam dosis tunggal dan besar

(akut), atau dosis rendah namun terakumulasi hingga jangka waktu tertentu (kronis)

(Budiman, 2008).

I.2 Tujuan

Tujuan dari pembuatan maklah ini ialah untuk mengetahui salah satu zat toksik atau

toksikan yaitu timbal (pb) serta cara metabolime timbal dalam tubuh manusia melaui proses

adsorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Timbal atau dalam keseharian lebih dikenal dengan nama timah hitam. Dalam bahasa

ilmiahnya dinamakan Plumbum, dan logam ini disimbolkan dengan Pb. Logam ini termasuk

kedalam kelompok logam-logam golongan IV-A pada tabel periodik unsur kimia.

Mempunyai unsur atom (NA)82 dengan bobot atau berat atom (BA)207,2 (Anonim a, 2013).

Timbal merupakan bahan alami yang terdapat dalam kerak bumi. Timbal (Pb)

dimanfaatkan manusia untuk bahan pembuat baterai, membuat amunisi, produk logam

(logam lembaran, solder, dan pipa), perlengkapan medis (penangkal radiasi dan alat bedah),

cat, keramik, peralatan kegiatan ilmiah/praktek (papan sirkuit (CB) untuk computer) untuk

campuran minyak bahan-bakar untuk meningkatkan nilai oktan (Wardhayani, 2006)

Berikut merupakan ciri-ciri dari timbal ialah ( Anonim a, 2013):

a. Merupakan logam yang lunak, sehingga dapat dipotong dengan menggunakan pisau atau

tangan dan dapat dibentuk dengan mudah.


b. bersifat anorganik dan umumnya dalam bentuk garam anorganik yang umumnya kurang larut

dalam air
c. Tahan terhadap korosi atau karat, sehingga logam timbal sering digunakan sebagai coating
d. Titik lebur rendah, hanya 327,5 derajat C.
e. Merupakan penghantar listrik yang tidak baik.
f. Mempunyai kerapatan yang lebih besar dibandingkan dengan logam-logam biasa, kecuali

emas dan mercuri


g. tidak mengalami degradasi (penguraian) dan tidak dapat dihancurkan
h. tidak mengalami penguapan namun dapat ditemukan di udara sebagai partikel

Timbal (Pb) merupakan mineral yang tergolong mikroelemen, merupakan logam berat

dan berpotensi menjadi bahan toksik. Jika terakumulatif dalam tubuh, maka berpotensi
menjadi bahan toksik pada mahluk hidup. Masuknya unsur timbale (Pb) ke dalam tubuh

mahluk hidup dapat melalui saluran pencernaan (gastrointestinal), saluran pernafasan

(inhalasi), dan penetrasi melalui kulit (topikal) (Wardhayani, 2006).

Efek Pb terhadap kesehatan terutama terhadap sistem haemotopoetic (sistem

pembentukan darah), adalah menghambat sintesis hemoglobin dan memperpendek umur sel

darah merah sehingga akan menyebabkan anemia. Pb juga menyebabkan gangguan

metabolisme Fe dan sintesis globin dalam sel darah merah dan menghambat aktivitas

berbagai enzim yang diperlukan untuk sintesis heme (Anonim a, 2013).

Anak yang terpapar Pb akan mengalami degradasi kecerdasan alias idiot. Pada orang

dewasa Pb mengurangi kesuburan, bahkan menyebabkan kemandulan atau keguguran pada

wanita hamil, kalaupun tidak keguguran, sel otak tidak bisa berkembang. Dampak Pb pada

ibu hamil selain berpengaruh pada ibu juga pada embrio/ janin yang dikandungnya. Selain

penyakit yang diderita ibu sangat menentukan kualitas janin dan bayi yang akan dilahirkan

juga bahan kimia atau obat-obatan, misalnya keracunan Pb organik dapat meningkatkan

angka keguguran, kelahiran mati atau kelahiran premature (Anonim a, 2013).

Timbal (Plumbum) beracun baik dalam bentuk logam maupun garamnya. Garamnya

yang beracun adalah : timbal karbonat ( timbal putih ); timbal tetraoksida ( timbal merah );

timbal monoksida; timbal sulfida; timbal asetat ( merupakan penyebab keracunan yang

paling sering terjadi ). Ada beberapa bentuk keracunan timbal, yaitu keracunan akut, subakut

dan kronis. Nilai ambang toksisitas timbal ( total limit values atau TLV ) adalah 0,2

miligram/m3. Berikut tipe keracunan timbal yang terjadi ialah (Anonim b, 2013):

a. Keracunan akut

Keracunan timbal akut jarang terjadi. Keracunan timbal akut secara tidak sengaja

yang pernah terjadi adalah karena timbal asetat. Gejala keracunan akut mulai timbul 30 menit

setelah meminum racun. Berat ringannya gejala yang timbul tergantung pada dosisnya.
Keracunan biasanya terjadi karena masuknya senyawa timbal yang larut dalam asam atau

inhalasi uap timbal. Efek adstringen menimbulkan rasa haus dan rasa logam disertai rasa

terbakar pada mulut. Gejala lain yang sering muncul ialah mual, muntah dengan muntahan

yang berwarna putih seperti susu karena Pb Chlorida dan rasa sakit perut yang hebat. Lidah

berlapis dan nafas mengeluarkan bau yang menyengat. Pada gusi terdapat garis biru yang

merupakan hasil dekomposisi protein karena bereaksi dengan gas Hidrogn Sulfida. Tinja

penderita berwarna hitam karena mengandung Pb Sulfida, dapat disertai diare atau

konstipasi. Sistem syaraf pusat juga dipengaruhi, dapat ditemukan gejala ringan berupa

kebas dan vertigo. Gejala yang berat mencakup paralisis beberapa kelompok otot sehingga

menyebabkan pergelangan tangan terkulai ( wrist drop ) dan pergelangan kaki terkulai (foot

drop).

b. Keracunan subakut

Keracunan sub akut terjadi bila seseorang berulang kali terpapar racun dalam dosis

kecil, misalnya timbal asetat yang menyebabkan gejala-gejala pada sistem syaraf yang lebih

menonjol, seperti rasa kebas, kaku otot, vertigo dan paralisis flaksid pada tungkai. Keadaan

ini kemudian akan diikuti dengan kejang-kejang dan koma. Gejala umum meliputi

penampilan yang gelisah, lemas dan depresi. Penderita sering mengalami gangguan sistem

pencernaan, pengeluaran urin sangat sedikit, berwarna merah. Dosis fatal : 20 - 30 gram.

Periode fatal : 1-3 hari.

c. Keracunan kronis

Keracunan timbal dalam bentuk kronis lebih sering terjadi dibandingkan keracunan

akut. Keracunan timbal kronis lebih sering dialami para pekerja yang terpapar timbal dalam

bentuk garam pada berbagai industri, karena itu keracunan ini dianggap sebagai penyakit

industri. seperti penyusun huruf pada percetakan, pengatur komposisi media cetak, pembuat

huruf mesin cetak, pabrik cat yang menggunakan timbal, petugas pemasang pipa gas. Bahaya
dan resiko pekerjaan itu ditandai dengan TLV 0,15 mikrogram/m3, atau 0,007 mikrogram/m3

bila sebagai aerosol. Keracunan kronis juga dapat terjadi pada orang yang minum air yang

dialirkan melalui pipa timbal, juga pada orang yang mempunyai kebiasaan menyimpan Ghee

(sejenis makanan di India) dalam bungkusan timbal. Keracunan kronis dapat mempengaruhi

system syaraf dan ginjal, sehingga menyebabkan anemia dan kolik, mempengaruhi fertilitas,

menghambat pertumbuhan janin atau memberikan efek kumulatif yang dapat muncul

kemudian.

Proses Masuknya Timbal (pb) dalam Tubuh Manusia

Dalam menentukan jenis zat toksik yang menyebabkan keracunan, seringkali menjadi

rumit karena adanya proses yang secara alamiah terjadi dalam tubuh manusia. Jarang sekali

suatu bahan kimia bertahan dalam bentuk asalnya didalam tubuh. Bahan kimia, ketika

memasuki tubuh akan mengalami proses ADME, yaitu absorpsi, distribusi, metabolisme dan

ekskresi. Misalnya, setelah memasuki tubuh, heroin dengan segera termetabolisme menjadi

senyawa lain dan akhirnya menjadi morfin, menjadikan investigasi yang lebih detil perlu

dilakukan seperti jenis biomarker (petanda biologik) zat racun tersebut, jalur paparan zat,

letak jejak injeksi zat pada kulit dan kemurnian zat

tersebut untuk mengkonfirmasi hasil diagnosa. Zat toksik juga kemungkinan dapat

mengalami pengenceran dengan adanya proses penyebaran ke seluruh tubuh sehingga sulit

untuk terdeteksi. Walaupun zat racun yang masuk dalam ukuran gram atau miligram, sampel

yang diinvestigasi dapat mengandung zat racun atau biomarkernya dalam ukuran mikrogram

atau nanogram, bahkan hingga pikogram (Budiawan, 2008) .

Pada dasarnya disposisi senyawa toksik meliputi beberapa fase di antaranya absorbsi,

distribusi, metabolisme, dan eliminasi (Maharani, 2013):


a. Absorbsi
Absorbsi senyawa toksik sama dengan absorbsi dengan senyawa obat dalam hal ini

absorbsinya sangat bergantung terhadap membran sel. Agar mampu dilalui oleh suatu

senyawa maka suatu membran haruslah bersifat semi permeabel. Sebagaimana kita ketahui

membran sel bersifat lipid bilayer, yakni terdiri atas lapisan fosfolipid dan bagian yang

bersifat lifofobik. Pada bagian fosfolipid tersebut terdapat protein yang tertanam diantara

lapisan-lapisan lipid ini, tentu saja protein ini memiliki fungsi tersendiri yang akan dibahas

kemudian. Seanyawa yang mudah larut dalam lemak akan snagat mudah melewati lapisan ini

dibandingkan dengan senyawa sifatnya mudah larut dalam air. Kelarutan suatu senyawa

dipengaruhi pula dengan koefissien partisi dari senyawa tersebut. Koefisien partisi dalam hal

ini diartikan sebagai perbandingan kelarutan suatu zat dalam air dan dalam pelarut organik.

Pengangkutan senyawa dalam melintasi membran dapat dibagi dengan beberapa cara

diantaranya:

1. Filtarsi melalui pori-pori


Senyawa dengan molekul kecil mungkin melewati membran sel dengan melalui

protein yang ada pada membran. Perpindahan ini akan menurunkan gradient konsentrasi dan

substansi-substansi seperti urea dan etanol.


2. Difusi passive melaui membran fosfolipid
Proses terjadinya diffusi pasif harus melalui beberapa kondisi diantaranya:
Gradient konsentrasi harus mampu melewati membran
Senyawa harus larut dalam lipid
Senyawa bersifat non-ion

Difusi pasif tidak sama halnya dengan transpor aktif yang membutuhkan energi, yang

dibutuhkan dalam difusi pasif hanyalah gradient konsentrasi, gradient konsentrasi harus

melewati membran sel. Selain itu kelarutan senyawa dalam lipid juga mnejadi hal yang tidak

kalah penting, sebagaimana diketahui bahwa membran sel terdiri atas membran lipid bilayer

yang terdiri atas fosfolipid yang bersifat non-polar. Senyawa yang dapat melintasi lapisan

lemak ini adalah senyawa yang sifatnya sama atau hampir sama dengan membran yakni

bersifat nonpolar. Dan yang tidak kalah penting sifat dari senyawa tersebut apakah bersifat
ion tau non ion. Senyawa yang mudah melintasi membran adalah senyawa yang bersifat non-

ion karena senyawa yang bersifat non-ion molekulnya lebih kecil dibandingkan dengan

senyawa ionik. Sebagaimana teori pH partision menjelaskan hanya senyawa non-ionik yang

larut lemak ynag mampu diabsorbsi oleh membran sel secara difusi pasif melalui penurunan

radient konsentrasi

3. Transport aktif
Transport aktif sangat berbeda dengan difusi pasif, difusi pasif terjadi tanpa harus

melawan gradient konsentrasi. Sedangkan transport aktif dapat terjadi dengan cara melawan

gradient konsentrasi dan adanya energi yang diperoleh dari hasil metabolisme. Energi

dibutuhkan untuk memompa natrium-kalium, masuk dan keluar dari sel. Proses ini tidak akan

terjadi tanpa adanya protein sebagai perantara, ketika ada ATP atau energi maka pompa

natrium akan terbuka dan ion Na akan masuk kedalam sel bersamaan dengan masuknya pula

senyawa-senyawa lain dan dikeluarkannya kalium. Jadi pada dasranya transport aktif ini

sanagt dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya:


a. Carrier spesifik dari membran
b. Energi
c. Proses yang mungkin dihambat dngan adanya metabolic racun
d. Proses yang lebih mengikuti orde nol dibandingkan dengan orde satu
e. Transport yang melawan gradient konsentrasi
f. Substart yang sama kemungkinan akan berkompetisi
4. Difusi terfasilitasi
Dalam difusi terfasilitasi faktor-faktor yang mempengaruhi adalah carrier spesifik dari

membran, gardient konsentrasi yang melewati membran, dan proses yang mungkin jenuh

karena tingginya konsentrasi dari sibstrat.


5. Fagositosis dan pinositosis

Fagositosis adalah kemampuan suatu membran untuk memasukkan senyawa dari luar

dengan cara membentuk semacam kantong kemudian melepaskannya kedalam sel. Yang

membedakan antara fagositosis dan pinositosis hanyalah jenis zatnya, fagositosis biasanya

berupa bahan padat sedangkan pinositosis berupa bahan cair.


Adapun proses absorbsi ini dapat berlangsung melalui kulit, paru-paru dan saluran

pencernaan.

b. Distribusi senyawa toksik

Setelah terabsorbi senyawa kemudian akan didistribusikan ke jaringan tubuh, proses

pendistribusian ini kembali lagi pada sifat fisiko-kimia dari sneyawa. Hanya bentuk yang

tidak terionisasi yang akan melewati aliran darah dan masuk ke jaringan tubuh secara difusi

pasif, sedangkan transport spesifik dibutuhkan untuk senyawa-senyawa tententu, dan adapun

fagositosis dan pinositosis dibutuhkan untuk senyawa yang molekulnya besar. Parameter

penting dari distribusi suatu senyawa kedalam jaringan tubuh adalah volume distribusi.

Volume distribusi ini dapat menunjukkan keberadaan suatau senyawa di dalam jaringan, jadi

apabila subtansi didistribusikan kedalam jaringan adiposa maka konsentrasi plasma akan

menjadi rendah, akibatnya volume distribusi semakin besar.

Selain volume distribusi, faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi senyawa ke

jaringan adalah waktu paruh. Waktu yang dibutuhkan oleh suatu bahan atau senyawa untuk

meluruh setengahnya di dalam plasma. Senyawa yang memiliki waktu paruh panjang akan

mengalami kontak dengan sistem biologi lebih lama akibatnya dibandingakan dengan

senyawa yang waktu paruhnya pendek, akibatnya ada kemungkinan senyawa tersebut

terakumulasi kembali.

Aspek lain dari distribusi yang memungkinkan adanya implikasi toksikoligi adalah

interaksi antara senyawa asing dengan protein plasma. Banyak senyawa asing yang terikat

dengan protein plasma nonkovalen, hal ini menyebabkan distribusi berubah. Distribusi ke

jaringan akan berkurang karena adanya pengikatan dengan molekul plasma, dan dapat pula

membatasi sistem ekskresi.

c. Ekskresi Senyawa Toksik


Eliminasi senyawa asing dari tubuh sangat penting bagi efek biologis, ekskresi yang

cepat dapat mengurangi tosisitas yang mungkin terjadi, dan mengurangi pula durasi efek

terhadap sistem biologis.

1. Ekskresi melalui urinaria


Ekskresi ini melalui organ ginjal, dimana sisa metabolisme dari senyawa asing akan

dibawah ke ginjal kemudian diolah sedemikian rupa hingga akhirnya dikeluarkan melalui

urin.
2. Ekskresi melalui empedu
Ada beberapa kemungkinan yang dapat terjadi jika melalui ekskresi empedu yaitu:

peningkatan waktu paruh senyawa, kemungkinan dihasilkan toksik metabolit pada saluran

cerna, meningkatkan pengeluaran pada siklus enterohepatik, dan gangguan pada hati.

Jalur masuknya timbal (Pb) ke tubuh manusia melalui saluran pernapasan (respirasi),

juga melalui saluran pencernaan (gastrointestinal), kemudian di distribusikan ke dalam darah,

dan terikat pada sel darah. Sebagian Pb disimpan dalam jaringan lunak dan tulang, sebagian

diekskresikan lewat kulit, ginjal dan usus besar, skematis dapat dilihat di bawah ini

(Wardhayani, 2006):

Timbal (Pb) bersirkulasi dalam darah setelah diabsorbsi dari usus, terutama

berhubungan dengan sel darah merah (eritrosit). Pertama didistribusikan kedalam jaringan
lunak dan berinkorporasi dalam tulang, gigi, rambut untuk dideposit (storage).17,20 Timbal

(Pb) 90 % dideposit dalam tulang dan sebagian kecil tersimpan dalam otak, pada tulang

timbal (Pb) dalam bentuk Pb fosfat / Pb3(PO4)2. Secara teori selama timbal (Pb) terikat

dalam tulang tidak akan menyebabkan gejala sakit pada penderita. Tetapi yang berbahaya

ialah toksisitas Pb yang diakibatkan gangguan absorbsi Ca karena terjadi desorpsi Ca dari

tulang yang menyebabkan penarikan deposit timbal (Pb) dari tulang tersebut (Wardhayani,

2006).

Timbal bersifat kumulatif. Dengan waktu paruh timbal dalam sel darah merah adalah

35 hari, dalam jaringan ginjal dan hati selama 40 hari, sedangkan dalam tulang selama 30 hari

(Wikipedia, 2013).

Risiko Timbal (Pb) Pada Organ Tubuh

Timbal (Pb) adalah logam toksik yang bersifat komulatif sehingga mekanisme

toksisitasnya dibedakan menurut organ yang dipengaruhi yaitu (Wardhayani, 2006):

1. Risiko timbal (Pb) pada sistem hemopoietik.

Timbal (Pb) mempengaruhi sistem darah dengan cara:

a. memperlambat pematangan normal sel darah merah (eritrosit) dalam sumsum tulang yang

menyebabkan terjadinya anemi.


b. mempengaruhi kelangsungan hidup sel darah merah. Eritrosit yang diberi perlakuan dengan

timbal (Pb), memperlihatkan peningkatan tekanan osmosis dan kelemahan pergerakan. Selain

itu juga memperlihatkan penghambatan Na-K-ATP ase yang meningkatkan kehilangan

kalium intraseluler. Hal ini membuktikan bahwa kejadian anemi karena keracunan timbal

(Pb) disertai dengan penyusutan waktu hidup eritrosit.


c. menghambat biosintesis hemoglobin dengan cara menghambat aktivitas enzim delta-ALAD

dan enzim ferroketalase 15


Proses kehidupan organisme merupakan rangkain proses fisiologis, maka dibutuhkan

enzim-enzim untuk kelancaran rangkaian-rangkaian reaksi yang dibentuknya. Enzim adalah

katalisator protein (zat yang mempercepat reaksi biokimia dalam sistem biologis). Pada

umumnya semua reaksi biokimia dikatalisasi oleh enzim. Sifat enzim yang paling bermakna

adalah kesanggupannya untuk mengkatalisis suatu reaksi spesifik, dan pada hakekatnya tidak

mengkatalisis reaksi lain.

Keberadaan suatu zat racun dapat mempengaruhi aktifitas enzim fisiologis tubuh.

Logam berat mempunyai kemampuan untuk berikatan dengan enzim. Ikatan itu dapat terjadi

karena logam berat mempunyai kemampuan untuk menggantikan gugus logam yang

berfungsi sebagai ko-faktor enzim. Enzim-enzim tertentu memiliki gugus sulfihidril (- SH)

sebagai pusat aktifnya .Enzim-enzim yang mempunyai gugus sulfihidril ini merupakan

kelompok enzim yang paling mudah terhalang daya kerjanya . Keadaan ini disebabkan gugus

sulfihidril dengan mudah berikatan dengan ion-ion logam berat. Akibat dari ikatan yang

dibentuk antara gugus sulfihidril dengan ion logam berat, daya kerja yang dimiliki oleh enzim

menjadi sangat berkurang atau sama sekali tidak bekerja .

Timbal (Pb) mengganggu sistem sintesis Hb dengan cara menghambat konversi delta

aminolevulinik acid (delta ALAD) menjadi forfobilinogen dan menghambat korporasi dari Fe

ke protoporfirin IX untuk membentuk Hb, dengan cara menghambat enzim delta

aminolevulinik asid dehidratase (delta ALAD) dan feroketalase yang akhirnya meningkatkan

ekskresi koproporfirin dalam urin dan delta ALA serta mensintesis Hb. Pembentukan

senyawa porfirin seperti pada skema di bawah ini.


Kompensasi penurunan sintesis Hb karena terhambat timbal (Pb) adalah peningkatan

produksi erithrofoesis. Sel darah merah muda (retikulosit) dan sel stipel kemudian

dibebaskan. Ditemukannya sel stipel basofil (basophilic stippling) merupakan gejala dari

adanya gangguan metabolik dari pembentukan Hb. Hal ini terjadi karena adanya tanda-tanda

keracunan Pb. Sel darah merah gagal untuk menjadi dewasa dan sel tersebut menyisakan

organel yang biasanya menghilang pada proses kedewasaan sel, akhirnya poliribosoma

ireguler pada agregat RNA membentuk sel stipel.

2. Risiko Timbal (Pb) pada Sistem Saraf.

Sistem saraf merupakan sistem yang paling sensitif terhadap daya racun . Risiko dari

keracunan keracunan timbal (Pb) dapat menimbulkan keruskan pada otak. Penyakit-penyaakit

yang berhubungan dengan otak sebagai akibat dari keracunan timbal (Pb) adalah epilepsi,

halusinasi, kerusakan pada otak besar dan delirium, yaitu sejenis penyakit gula.

Sistem saraf yang kena pengaruh timbal (Pb) dengan konsentrasi timbal dalam darah

diatas 80 g / 100 ml, dapat terjadi ensefalopati. Hal ini dapat dilihat melalui gejala seperti

gangguan mental yang parah, kebutaan dan epilepsi dengan atrofi kortikal, atau dapat secara

tidak langsung berkurangnya persepsi sensorik sehingga menyebabkan kurangnya

kemampuan belajar, penurunan intelegensia (IQ), atau mengalami gangguan perilaku seperti

sifat agresif, destruktif, atau jahat. Kerusakan saraf motorik menyebabkan kelumpuhan saraf
lanjutan dikenal dengan lead palsy. Keracunan kandungan timbal (Pb) dapat merusak saraf

mata pada anak-anak dan berakhir pada kebutaan. Centers for disease Control (CDC)

menyatakan bahwa kandungan timbal (Pb) dalam darah 70 g / 100 ml merupakan batas

darurat medis akut pada pasien anak.

3. Risiko Timbal (Pb) pada Sistem ginjal.

Senyawa timbal (Pb) yang terlarut dalam darah dibawa ke seluruh system tubuh .

Sirkulasi darah masuk ke glomerolus merupakan bagian dari ginjal. Glomerolus merupakan

tempat proses pemisahan akhir dari semua bahan yang dibawa darah. Timbal (Pb) yang

terlarut dalam darah akan berpindah ke sistem urinaria (ginjal) sehingga dapat mengakibatkan

terjadinya kerusakan pada ginjal. Kerusakan terjadi karena terbentuknya intranuclear

inclusion bodies disertai dengan gejala aminociduria, yaitu terjadinya kelebihan asam amino

dalam urine. Nefropatis (kerusakan nefron pada ginjal) dapat di deteksi dari ketidak

seimbangnya fungsi renal dan sering diikuti hipertensi.

4. Risiko Timbal (Pb) pada Sistem Gastrointestinal

Gejala awal muncul pada konsentrasi timbal (Pb) dalam darah sekitar 80 g / 100 ml,

gejala-gejala tersebut meliputi kurangnya nafsu makan, gangguan pencernaaan, gangguan

epigastrik setelah makan, sembelit dan diare. Jika kadar timbal (Pb) dalam darah melebihi

100 g / 100 ml, maka kecenderungan untuk munculnya gejala lebih parah lagi, yaitu bagian

perut kolik terus menerus dan sembelit yang lebih parah. Jika gejala ini tidak segera

ditangani, maka akan muncul kolik yang lebih spesifik. Konsentrasi timbal (Pb) dalam darah

diatas 150 g / 100 ml penderita menderita nyeri dan melakukan reaksi kaki ditarik-tarik

kearah perut secara terus menerus dan menggeretakkan gigi, diikuti keluarnya keringat pada

kening. Jika tidak dilakukan penanganan lebih lanjut, maka kolik dapat terjadi selama

beberapa hari, bahkan hingga satu minggu.

5. Risiko Timbal (Pb) pada Sistem Kardiovaskuler.


Tahap akut keracuan timbal (Pb) khususnya pada pasien yang menderita kolik,

tekanan darah akan naik. Jika terjadi hal demikian, maka pasien tersebut akan mengalami

hipotonia. Kemungkinan kerusakan miokardial harus diperhatikan. Dalam penelitian

ditemukan jenis kelainan perubahan elektrokardiografis pada 70 % dari total pasien yang

ditangani. Temuan utama dari penelitian adalah takhikardia, atrial disritmia, gelombang T

dan atau sudut QRS-T yang melebar secara tidak normal.

6. Risiko Timbal (Pb) pada Sistem Reproduksi dan Endokrin.

Efek reproduktif meliputi berkurangnya tingkat kesuburan bagi wanita maupun pria

yang terkontaminasi Timbal (Pb), logam tersebut juga dapat melewati placenta sehingga

dapat menyebabkan kelainan pada janin. Dapat menimbulkan berat badan lahir rendah dan

prematur. Timbal (Pb) juga dapat menyebabkan kelainan pada fungsi tiroid dengan mencegah

masuknya iodine.

7. Risiko Karsinogenik.

International Agency for Research on Center (IARC) menyatakan bahwa timbal (Pb)

inorganic dan senyawanya termasuk dalam grup 2B, kemungkinan menyebabkan kanker pada

manusia. Tahap awal proses terjadinya kanker adanya kerusakan DNA yang menyebabkan

peningkatan lesi genetik herediter yang menetap atau disebut mutasi. Timbal (Pb)

diperkirakan mempunyai sifat toksik pada gen sehingga dapat mempengaruhi terjadinya

kerusakan DNA / mutasi gen dalam kultur sel mamalia. Patogenesis kanker otak akibat

terpapar timbal (Pb) adalah sebagai berikut : timbal (Pb) masuk kedalam darah melalui

makanan dan akan tersimpan dalam organ tubuh yang mengakibatkan gangguan sintesis

DNA, proliferensi sel yang membentuk nodul selanjutnya berkembang menjadi tumor ganas.
BAB III

KESIMPULAN

Timbal (plumbum /Pb ) atau timah hitam adalah satu unsur logam berat yang lebih

tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik lainnya. Kadarnya dalam lingkungan

meningkat karena penambangan, peleburan dan berbagai penggunaannya dalam industri.

Timbal (Pb) adalah logam yang mendapat perhatian khusus karena sifatnya yang toksik

(beracun) terhadap manusia Timbal (Pb) dapat masuk ke dalam tubuh melalui konsumsi

makanan, minuman, udara, air, serta debu yang tercemar Pb.

Jalur masuknya timbal (Pb) ke tubuh manusia melalui saluran pernapasan (respirasi),

juga melalui saluran pencernaan (gastrointestinal), kemudian di distribusikan ke dalam darah,

dan terikat pada sel darah. Sebagian Pb disimpan dalam jaringan lunak dan tulang, sebagian

diekskresikan lewat kulit, ginjal dan usus besar.

Keracunan akibat kontaminasi Pb bisa menimbulkan berbagai macam hal diantaranya:

1. Menghambat aktivitas enzim yang terlibat dalam pembentukan hemoglobin (Hb)

2. Meningkatnya kadar asam -aminolevulinat dehidratase (ALAD) dan kadar

protoporphin dalam sel darah merah

3. Memperpendek umur sel darah merah


4. Menurunkan jumlah sel darah merah dan retikulosit, serta meningkatkan kandungan

logam Fe dalam plasma darah.

Mekanisme toksisitas Pb berdasarkan organ yang dipengaruhinya adalah:

1. Sistem haemopoietik; dimana Pb menghambat sistem pembentukan hemoglobin (Hb)

sehingga menyebabkan anemia.

2. Sistem saraf; di mana Pb dapat menyebabkan kerusakan otak dengan gejala epilepsi,

halusinasi, kerusakan otak besar, dan delirium.

3. Sistem urinaria; dimana Pb bisa menyebabkan lesi tubulus proksimalis, lengkung henle, serta

menyebabkan aminosiduria.

4. Sistem pencernaan; di mana Pb dapat menyebabkan kolik dan konstipasi.

5. Sistem kardiovaskular; di mana Pb dapat menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh

darah.

6. Sistem reproduksi; di mana Pb dapat menyebabkan keguguran, tidak berkembangnya sel otak

embrio, kematian janin waktu lahir, serta hipospermia dan teratospermia pada pria.

7. Sistem endokrin; di mana Pb dapat menyebabkan gangguan fungsi tiroid dan fungsi adrenal

8. Bersifat karsinogenik dalam dosis tinggi.

3. Biomagnification

Biomagnifikasi merupakan proses perpindahan polutan pestisida yang mengikuti

arah dari rantai makanan dan akhirnya akan terakumulasi pada karnivora tingkat paling atas

(manusia). Proses ini menyebabkan kelainan pada sistem tubuh hewan. Pada beberapa burung

dapat menyebabkan terhambatnya pembentukan Ca (kalsium) pada telur. (Taylor, 1998).

Biomagnifikasi adalah masuknya zat kimia dari lingkungan melalui rantai makanan

yang pada akhirnya tingkat konsentrasi zat kimia di dalam organisme sangat tinggi dan lebih

tinggi dari bioakumulasi yang sederhana (Soemirat, 2003).


Biomagnifikasi berkaitan dengan peningkatan konsentrasi suatu zat kimia

(kontaminan) pada setiap tingkat tropik dari rantai makanan (Palar, 2004).

Anda mungkin juga menyukai