Anda di halaman 1dari 18

RENCANA INDUK LATIHAN BOLA BASKET

Dalam penyusunan Rencana iduk Latihan pelatih harus pandai menyusun bahan-bahanya sendiri yang
akan mengisi dan memenuhi kebutuhan regunya dalam batas waktu dari rencananya. Tetapi pada
pokoknya setiap rencana induk harus teknis seorang pemain basket.Unsur-unsur teknis itu adalah :
1. Pembinaan fisik (conditioning).
2. Tehnik dasar permainan (fundamentals).
Passing-dribbling-shooting-footwork-rebounding-individual offence/defence.
3. Pembinaan penyerangan dan pertahanan regu penyerang tanpa lawan, dengan 1 lawan dan dengan 2
lawan-tiga penyerang tanpa lawan, dengan 1 lawan dengan 2 lawan dan lawan 3 lawan-empat
penyerang tanpa lawan, dengan 1, 2, 3, dan 4 lawan.
4. Penyerangan dengan kelima pemain.
Penyerangan setengah lapangan satu lawan satu
atau man to man.
Penyerangan setengah lapang terhadap berbagai pertahanan
daerah (zone deffence).
Penyerangan terhadap pertahanan press (press deffence).
Penyerangan kilat (fast break).
Penyerangan dari jump-ball.
Penyerangan dari tembakan hukuman.
Penyerangan (permainan) dari bola out (out of bound).
5. Pertahanan (cara melakukan).
Penyerangan melawan pertahanan yang khusus bertugas.
Pertahanan man to man tanpa switching.
Pertahanan dengan berbagai bentuk zone.
Pertahana setengah lapangan.
Pertahanan melawan serangan kilat.
Pertahana khusus dalam jump-ball.
Pertahanan khusus dalam menghadapi tembakan hukuman.
6. Cara melakukan pembekuan permainan.
7. Bentuk dan gaya-gaya permainan khusus.
Rencana Latihan Mingguan
1. Pembinaan fisik (conditioning)
2. Tehnik dasar permainan fundamental :
Passing-dribbling rebuonding-shooting-footwork-individual offence
3. Dasar penyerangan.
4. Penyerangan kilat (fast break) .
5. Dasar pertahanan regu.
Rencana Latihan Harian
1. 16.00 - 16.10 : Pemanasan dengan olah kaki-merubah arah (loncatan ditempat-pivot-lalu melakukan
jump-shoot)
2. 16.10 - 16.20 : Tembakan lay-up
3. 16.20 - 16.30 : Tembakan loncatan (jump-shoot).
4. 16.30 - 16.45 : Latihan pengembangn fisik.
5. 16.45 - 16.55 : Merayah atau rebound dalam bertahan.
6. 16.55 - 17.05 : Penyerangan kilat 2 lawan 1, dilapangan depan.
7. 17.05 - 17.25 : Penyerangan regu berlima melawan pertahanan man to man tanpa penahanan.
8. 17.15 - 17-25 : Bertahan melawan pemain pivot.
9. 17.25 - 17.35 : Permainan setengah lapangan.
10. 17.35 - 17.45 : Tembakan hukuman.
11. 17.45 - 17.50 : Petunjuk-petunjuk khusus bagi beberapa pemain.
Dengan melaksanakan latihan yang sesuai dengan rencana latihan harian dan beberapa pada rencana
mingguan yang bersumber pada proyek rencana untuk latihan, maka dapatlah dikontrol dan akan
terjamin bahwa pelaksanaan latihan itu betul-betul mengarah kepada tujuan seperti yang ditetapkan
oleh induk rencana latihan dan inilah yang harus menjadi kebiasaan kerja sehari-hari dari para
coach/pelatih bola basket.

pola serang
POLA PENYERANGAN DALAM BOLA BASKET
Perkembangan basket dari tahun ketahun sangat pesat dan persaingan tim-tim basket dari tingkat
sekolah sampai tingkat nasional semakin ketat, hal ini mendorong platih-platih untuk membuat strategi-
strategi atau pola-pola permainan yang lebih kreatif dan inovatif,Pola penyerangan merupakan rencana
penyerangan yang bertujuan untuk membentuk serangan yang lebih tajam, Pola penyerangan dalam
bola basket dapat diklakukan dengan cara :
1.Set offens
Serangan yang direncanakan dan dibangun dari awal sampai penyelesaian akhirnya (finishing
tought),merupakan kebalikan dari serangan fast break.

2. Fast break.
Serangan yang dilakukan secara serentak dan cepat sebelum lawan sempat membuat pola
pertahanannya (mencapai balans pertahan).Tujuannya menempatkan satu atau dua orang penyerang
dalam posisi bebas untuk mencetak gol.

3. Shuffele.
Suatu sistem penyeranagn yang dilakukan oleh semua pemain dari satu regu bergerak dsri satu posisi
ketempat lain dengan teratur sesuai rencana guna membuka/mendapatkan kesempatan mencetak gol.

4.double pivot offence.


Cara menyerang suatu tim dengan menempatkan dua pemain masing-masing (biasanya pemain
jangkung) berada jauh disudut daerah pertahanan lawan,satu diujung kiri dan satu diujung kanan.

5.Give and go weave.


Serangan bergerombolpergi dan datang.
Cara menyerangsuatu regu yang melibatkan lima pemai untuk terus bergerak sambil saling mengoper
guna mencapai lubang pertahanan lawan. Playmaker:Pengatur serangan,biasanya dilakukan oleh
seorang pemain inti.

6.Drive,driving
Gerakan cepat dan agresif seorang penyerang yang mendribble bola sambil menerobos ke basket lawan
dengan keinginan besar untuk mencetak gol.

Buat jadi Playmaker postur tubuh tidak jadi masalah bro. . .


yang jadi mnasalah cuman passing, drible, sama resposebility yang tinggi buat ngeliat peluang . . .
soalnya playmaker tugasnya berat(jadi Kepala Team di lapangan basket)
jadi u harus latihan bener2 . . .
buat latihan spin :
1. harus sering jogging.
2. waktu maen basket pakai alat banding yang berisi pasir
kalo gak berenang juga bisa bro.(g pernah nyoba kok)
buat ofense n def ok
1. latihan turun tangga secara rutin bro. . .
latihan ini supana otot paha u kenceng dan kuat buat melakukan offence dan defend bro . ..

RENCANA PROGRAM LATIHAN EXSTAKULIKULAR BASKET


PROGRAM HARIAN
NO JENIS KEGIATAN WAKTU KETERANGAN
1 Doa bersama 10 menit Memohon keselamatan agar selamat dalam melakukan kegiatan
2 Penjelasan mengenai latihan 10 menit Agar atlet mengerti tujuan dan teknikdari latihan
2 Jogging 5 menit 3x keliling lapangan basket
3 Peregangan statis dan dinamis 30 menit Warming up untuk menghindari terjadinya cedera
4 Kegiatan Utama Max 11/2 jam Mengacu kepada latihan yang sedang di fokuskan
6 Cooling down 10 menit Masa pemulihan kembali
7 Hasil evaluasi 15 menit Mengoreksi dan memberikan arahan yang benar mengenai latihan
8 Doa bersama 5 menit Mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
Diposting oleh tut andi (sport c)

LATIHAN BASKET
MENYUSUN PROGRAM LATIHAN

MENYUSUN PROGRAM LATIHAN


July 3, 2015 by coachmoses444

Beberapa waktu lalu saya diminta menyusun sebuah program latihan dengan alternatif jangka
waktu 3 (tiga) dan 6 (bulan). Setelah tersusun, dipresentasikan di depan panel yang menilai
program tersebut untuk diuraikan dan disempurnakan, disesuaikan pula dengan sumberdaya yang
tersedia.

Setelah mendapatkan persetujuan, kami mulai menyusun tim pelatih dan bersama-sama
menyusun kalender latihan serta breakdown jadual untuk menentukan bagaimana, kapan,
dimana, apa dan siapa yang bertugas dalam eksekusi program.

Sebelum dimulai, kami tim pelatih juga wajib menguraikan seluruh isi program kepada atlet
yang terlibat. Dalam hemat saya, mereka adalah partisipan yang harus tahu apa yang akan
mereka jalani, bagaimana melaksanakannya dan apa maksud serta tujuan yang ingin dicapai
dalam proses kerjasama tersebut.

Karena beberapa di antaranya benar-benar awam dengan sebagian besar isi program, terbersitlah
niat saya untuk menuliskan dan berbagi lewat posting kali ini. Program dan uraian berikut ini
jauh dari sempurna, untuk itu segala masukan dan diskusi yang sehat tentunya akan membuat
tulisan ini lebih bermanfaat.

Sepemahaman saya, dua kata kunci hakekat proses latihan adalah manipulasi kondisi dan
adaptasi tubuh. Artinya sebuah program adalah berupa pengkondisian overload yang disusun
sedemikian rupa sehingga menuntut adaptasi tubuh agar kapasitas dan level performa atlet
meningkat secara terukur hingga mencapai suatu level yang diinginkan. Misalnya setelah tahu
bahwa rerata jarak lari seorang atlet yang bermain selama 4 (empat) kuarter dengan pertahanan
man to man dan pola serang agresif berkisar 11 km hingga 12 km dengan variasi gerak yang
sangat dinamis. Maka kita sudah mendapat gambaran target performa fitness minimal yang harus
mampu ditampilkan pemain. Maka dalam program yang disusun diberikan porsi overload untuk
membuat tubuh beradaptasi dengan tuntutan minimal performa pada suatu pertandingan. Jika
waktu yang kita miliki tak cukup memadai untuk meningkatkan treshold sang atlet, minimal kita
bisa memikirkan komposisi tim bagaimana yang akan disusun. Komponen biomotorik mana
yang ingin kita bentuk pada masing-masing atlet bisa kita lihat unsur-unsurnya dari gambar
berikut ini.

Jika bicara periodisasi latihan,


mau tak mau kita bongkar-bongkar lagi bukunya Mbah Bompa yang sakti itu. Meski terasa
kurang karena pedoman di situ belum tentu sesuai dengan porsi dan postur atlet Asia, setidaknya
ada banyak riset serupa dari teknokrat olahraga dari Jepang dan Korea yang bisa menjadi
tambahan referensi kita.

Tidak mungkin rasanya kita menyusun sebuah tim basket yang seluruhnya memiliki level
endurance, kekuatan, kelincahan dan kemampuan biomotorik yang sama pada sebuah tim.
Tentunya ada variasi spesifik sesuai kebutuhan kita. Mungkin ada satu dua pemain yang kita
perlukan memiliki power lebih, mungkin endurance dan agility sedikit kurang dari pemain yang
lain. Mungkin satu dua pemain kita tuntut memiliki endurance lebih di atas rerata meski power-
nya tak sekuat pemain lain. Acuan untuk itu mungkin bisa digunakan ajaran Mbah Bompa
seperti berikut ini.
Penjelasan atas gambar segitiga-segitiga di atas
ada pada gambar berikut ini.

Ditambah beberapa keterangan dari referensi lain, akhirnya tersusunlah sebuah program yang
terurai berikut kalendernya seperti di bawah ini.
Atas breakdown program ke dalam jadual dan pembagian tugas tim pelatih, dan di bawah ini
kalender latihan.
Secara sederhana periodisasi dalam latihan merupakan pengorganisasian dan perencanaan
program latihan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan daya tahan, kecepatan dan kekuatan
tubuh serta membawa tubuh pada kemampuan terbaiknya, sembari membentuk ketangguhan
mental, ketahanan mental serta kemantapan asupan nutrisi.
Pengaturan periodisasi dan penempatan siklus latihan menjadi poin penting untuk memetakan
seluruh program latihan mental selama rentang waktu yang ditentukan untuk mencapai goal yang
ingin Anda raih.
Secara umum ada empat tingkatan periodisasi yakni fase hipertofi, maximum strength, power dan
peaking. Fase-fase tersebut merupakan faktor penting dalam peningkatan stamina,
perkembangan dan kekuatan otot. Pada masing-masing fase ini diperlukan nutrisi yang sesuai,
tidak berlebihan namun tidak boleh kurang.

Fase Hipertrofi

Hipertrofi adalah bertambahnya ukuran suatu sel atau jaringan sebagai bentuk reaksi adaptif
yang terjadi apabila terdapat peningkatan beban kerja suatu sel (sel otot). Kebutuhan sel akan
oksigen dan zat gizi meningkat, menyebabkan pertumbuhan sebagian besar struktur intrasel,
termasuk mitokondria, retikulum endoplasma, vesikel intrasel, dan protein kontraktil. Kondisi ini
akan membuat sintesis protein meningkat sehingga otot pun akan mengalami pertumbuhan
dengan pesat.
Program latihan fase hipertofi biasanya berlangsung antara 4-6 minggu. Menggunakan beban 50-
65 persen dari beban maksimal (1RM= One-rep Max) yang bisa Anda angkat. Lakukan 4 set dan
10-20 repetisi. Interval antar set 1-2 menit.

Fase Maximum Strength

Tujuan dari fase srength dalam periodisasi adalah meningkatkan kekuatan dan kecepatan otot
dalam bereaksi. Kondisi ini biasanya dibutuhkan para atlet sepakbola, basket, dan baseball.
Fase ini berguna untuk meningkatkan kemampuan otot-otot tubuh terutama pada saat melakukan
sprint, melompat, mengubah arah dengan cepat, meningkatkan respon otot dan masih banyak
lagi.
Program latihan biasanya berlangsung antara 4-5 minggu. Menggunakan beban 75-85 persen dari
beban maksimal (1RM= One-rep Max) yang bisa Anda angkat. Lakukan dalam 4 set dan 4-6
repetisi. interval antar set 3-4 menit.
Fase Power

Periodisasi selanjutnya adalah fase Power atau biasa juga disebut dengan conversion phase.
Tujuan fase ini adalah mengkonversi hasil yang didapat dari fase maximum strength menjadi
power, terutama untuk cabang latihan Power lifting, Plyometric dan latihan ballistic (melontar).
Konversi dari strength menjadi power bertujuan untuk memberikan efek yang lebih eksplosif
pada otot baik untuk mengangkat ataupun melempar/melontar lebih jauh di cabang olahraga
tertentu.
Program latihan biasanya berlangsung antara 3-4 minggu. Menggunakan beban 85-95 persen dari
beban maksimal (1RM= One-rep Max) yang bisa Anda angkat. Lakukan 3 set dan 3 repetisi.
Interval antar set 4-5 menit.

Fase Peaking

Fase ini merupakan kondisi puncak di mana atlet berada dalam performa terbaik. Baik secara
fisik, emosional, dan mental sesaat menjelang pertandingan digelar. Fase ini dapat bertahan 1-2
minggu dan ini merupakan puncak dari program latihan periodisasi.
Program latihan biasanya berlangsung antara 2-3 minggu. Menggunakan beban 95-100 persen
dari beban maksimal (1RM= One-rep Max) yang bisa Anda angkat. Lakukan 2 set dan 1-2
repetisi. Interval antar set 5-7 menit.

Pada saat awal dan akhir periode dilakukan tes dan pengukuran yang teliti. Dalam tes,
pengukuran dan evaluasi juga dilakukan tes darah. Sebagian aplkasi latihan dalam fase ini
dilakukan di sasana fitness di bawah pengawasan instruktur fitness terdidik dan terlatih. Pada
masing-masing fase akan disipkan program pembinaan mental dan nutrisi.

Sebagai catatan, jika diberikan secara berlebihan tiga fase pertama dari keempat fase latihan
tersebut di atas akan mengurangi daya tahan, sehingga sesuai prinsip FITT latihan akan diberikan
dengan tetap menjaga aspek endurance. Kemudian sesuai prinsip pelatihan yang specific dan
overload, porsi latihan akan diberikan secara spesifik dan proporsional untuk masing-masing
atlet.

PROGRAM PEMBINAAN MENTAL

Program pembinaan mental merupakan bagian penting dari program pelatihan tim bolabasket.
Dalam program yang direncanakan selama 6 (enam) bulan ini, tim pelatih harus senantiasa
melakukan pembinaan mental. Pembinaan mental dilakukan sepanjang atlet menjalani latihan
olahraga, karena seharusnya latihan mental merupakan bagian tidak terpisahkan dari program
latihan tahunan atau periodesasi latihan. Latihan-latihan tersebut ada yang memerlukan waktu
khusus (terutama saat-saat pertama mempelajari latihan relaksasi dan konsentrasi), namun pada
umumnya tidak terikat oleh waktu sehingga dapat dilakukan kapan saja.

Pelatih dan pembina tim bolabasket untuk tim Pra Pon Kalimantan Selatan harus menyadari
bahwa latihan mental sangat diperlukan untuk mendapatkan prestasi puncak, dan untuk
melakukan latihan mental tersebut diperlukan proses dan alokasi waktu tersendiri.

Untuk dapat meningkatkan prestasi atau performa olahraganya, sang atlet perlu memiliki mental
yang tangguh, sehingga ia dapat berlatih dan bertanding dengan semangat tinggi, dedikasi total,
pantang menyerah, tidak mudah terganggu oleh masalah-masalah non-teknis atau masalah
pribadi. Dengan demikian ia dapat menjalankan program latihannya dengan sungguh-sungguh,
sehingga ia dapat memiliki fisik prima, teknik tinggi dan strategi bertanding yang tepat, sesuai
dengan program latihan yang dirancang oleh pelatihnya. Dengan demikian terlihatlah bahwa
latihan mental bertujuan agar atlet dapat mencapai prestasi puncak, atau prestasi yang lebih baik
dari sebelumnya.

Untuk dapat memiliki mental yang tangguh tersebut, atlet perlu melakukan latihan mental yang
sistimatis, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari program latihan olahraga secara umum,
dan tertuang dalam perencanaan latihan tahunan atau periodesasi latihan. Seringkali dijumpai,
bahwa masalah mental atlet sesungguhnya bukan murni merupakan masalah psikologis, namun
disebabkan oleh faktor teknis atau fisiologis. Contohnya: jika kemampuan atlet menurun karena
faktor kesalahan teknik gerakan, maka persepsi sang atlet terhadap kemampuan dirinya juga
akan berkurang. Jika masalah kesalahan gerak ini tidak segera teridentifikasi dan tidak segera
diperbaiki, maka kesalahan gerak ini akan menetap. Akibatnya, kemampuan atlet tidak
meningkat, sehingga atlet menjadi kecewa dan lama kelamaan bisa menjadi frustrasi bahkan
memiliki pikiran dan sikap negative terhadap prestasi olahraganya.

Demikian juga dengan masalah yang disebabkan oleh faktor fisik. Masalah yang seringkali
terjadi adalah masalah overtrained atau kelelahan yang berlebihan, sehingga menimbulkan
perubahan penampilan atlet yang misalnya menjadi lebih lambat, sehingga atlet tersebut
kemudian dianggap sebagai atlet yang memiliki motivasi rendah. Kedua contoh tersebut
menunjukkan bahwa masalah mental tidak selalu disebabkan oleh faktor mental atau faktor
psikologis. Jika penyebab masalahnya tidak terlebih dahulu diatasi, maka masalah mentalnya
juga akan sulit untuk dapat diperbaiki. Dengan demikian, jika akan menerapkan latihan mental
untuk mengatasi masalah mental psikologis, maka atlet, pelatih maupun psikolog olahraga harus
pasti bahwa penyebab masalahnya adalah masalah mental.

Secara rutin dalam latihan harian, tim pelatih memberikan motivasi, penguatan dan arahan agar
atlet binaan yang tergabung dalam tim bolabasket yang disiapkan untuk ajang Pra Pon
Kalimantan Selatan 2015 ini memiliki drive yang kuat sejak berlatih hingga bertanding. Perlu
menjadi catatan juga bahwa sikap, kematangan dan kemampuan pelatih berpengaruh besar pula
bagi performa atlet binaannya. Hal lain yang juga memiliki andil besar terhadap sikap mental
atlet adalah pola hubungan antar pelatih dengan pemain dan pemain dengan pemain.

Kondisi psikis atau mental akan mempengaruhi performance atlet baik saat latihan maupun saat
bertanding. Jika sebelum bertanding sang atlet kurang memiliki kesiapan mental menghadapi
lawan yang berat sehingga timbul keraguan yang besar dan rasa tidak percaya diri yang
menghalangi kemampuannya untuk tampil optimal.

Oleh karena itu, pembinaan mental atlet penting agar masalah kepribadian dan konflik-konflik
sang atlet dapat dikelola dengan baik sehingga ia tetap tampil optimum.

Pentingnya Kesiapan Mental Bagi Atlet

Stress sebelum bertanding adalah hal yang lumrah, namun mampu mengelola stress atau tidak
adalah sebuah kemampuan yang harus ditumbuhkan. Stress bisa jadi pemicu semangat dan
motivasi untuk maju, namun stress berlebihan bisa berdampak negatif. Tanpa kesiapan mental,
sang atlet akan sulit mengubah energi negatif (misal, yang dihasilkan dari keraguan penonton
terhadap kemampuan sang atlet) menjadi energi positif (motivasi untuk berprestasi) sehingga
akan menurunkan performancenya (dengan gejala-gejala sulit berkonsentrasi, tegang, cemas
akan hasil pertandingan, mengeluarkan keringat dingin, dll). Bahkan sangat mungkin jika sang
atlet terpengaruh oleh energi negatif para penonton.

Faktor penentu
Urusan energi dan emosi begitu signifikan dampaknya bagi prestasi dan penampilan sang atlet,
sementara kita tidak bisa mensterilkan atlet dari masalah yang datang dan pergi dalam
kehidupannya. Namun jika ditelaah, rupanya menurut Nasution (2007) ada beberapa faktor yang
menentukan mudah tidaknya seorang atlet terpengaruh oleh masalah.

1. Berpikir positif
Bisa atau tidaknya seorang atlet berpikir positif, bisa mempengaruhi mentalitasnya di lapangan.
Kemampuan menemukan makna dari tiap peluang, event, situasi, serta orang yang dihadapi
adalah cara untuk menimbulkan pikiran positif. Sering terdengar bahwa pemain A atau B tidak
terduga bisa memenangkan pertandingan padahal targetnya adalah berusaha main sebaik
mungkin. Alasannya, karena lawannya bagus dan pertandingan ini jadi moment penting untuk
meng up grade kualitas diri dan permainannya. Artinya, sang atlet mampu melihat sisi lain
yang membuat dirinya tidak terbebani ambisi. Pikiran rileks dan fokus pada permainan
berkualitas akhirnya mempengaruhi sikap atlet tersebut saat bertanding dimana ia jadi berhati-
hati dan cermat dalam proses, dan tidak buru-buru ingin cepat-cepat mencetak skor.

Jadi, pikiran positif bisa menggerakkan motivasi yang tepat, sehingga mengeluarkan besaran
energi dan tekanan yang tepat untuk menghasilkan tindakan konstruktif. Dampaknya bisa
beragam, bisa kerja sama yang baik, performance yang optimum, atau pun kemenangan.

2. Motivasi
Tingkat motivasi dan sumber motivasi atlet akan mempengaruhi daya juangnya. Kalau kurang
termotivasi, otomatis daya juangnya pun kurang. Kalau highly motivated, maka daya juangnya
juga tinggi. Kalau sumber motivasi ada di luar (ekstrinsik), maka kuat lemahnya daya juang sang
atlet pun sangat situasional, tergantung kuat lemah pengaruh stimulus. Contoh, makin besar
hadiahnya, makin kuat daya juangnya. Makin kecil hadiahnya, makin kecil usahanya.

Atlet yang memiliki motivasi berprestasi tinggi, maka sejak awal berlatih dia sudah secara
konsisten dan persisten mengusahakan yang terbaik. Kepuasannya terletak pada keberhasilannya
untuk mencapai yang terbaik di setiap tahap proses latihan, bukan hanya saat bertanding.
Masalah yang ada pasti punya pengaruh, namun selama motivasi internalnya kuat, atlet tersebut
mampu untuk sementara waktu menyingkirkan beban emosi yang dirasa memperberat
gerakannya.

3. Sasaran yang jelas


Mengetahui sejauh mana dan setinggi apa sasaran yang harus dicapai, mempengaruhi tingkat
daya juang, usaha dan kualitas tempur atlet. Sementara, ketidakpastian bisa melemahkan
motivasi. Ketidakpastian ini bentuknya beragam. Kalau tidak jelas siapa musuhnya, sasarannya,
medan perangnya, tingkat kesulitannya, targetnya, waktunya, akan membuat sang atlet
kebingungan dan energi nya juga tidak fokus, strategi nya pun tidak spesifik dan standar kualitas
nya jadi tidak bisa ditentukan, bisa terlalu rendah bisa juga terlalu tinggi. Dalam keadaan
membingungkan seperti ini, atlet jadi sangat rentan terhadap masalah.

4. Pengendalian emosi
Ketidakmampuan mengendalikan emosi bisa mengganggu konsentrasi dan keseimbangan
fisiologis. Pengendalian emosi tidak bisa muncul dalam semalam, karena sudah menjadi bagian
dari kepribadian atlet. Hal ini bukan berarti tak bisa dirubah, namun perlu proses untuk
mengembangkan kemampuan mengelola emosi dengan proporsional. Jadi, kalau atlet tersebut
masih punya masalah dalam pengendalian emosi, maka dia lebih mudah terstimulasi oleh
berbagai masalah apapun bentuknya, entah itu kelakuan penonton / supporter, sikap pelatih,
tindakan teman-temannya, dsb.

5. Daya tahan terhadap stress


Jika tingkat stres berada di atas ambang kemampuan sang atlet dalam memanage stresnya
maka akan mengakibatkan prestasi atlet menurun, namun jika tingkat stres berada dibawah
ambang maka atlet tidak akan termotivasi untuk berprestasi. Jika tingkat stres berada pada level
toleransi kemampuannya maka atlet akan mampu berprestasi.

5. Rasa percaya diri


Kurangnya rasa percaya diri akan mempengaruhi keyakinan dan daya juang sang atlet. Masalah
yang muncul saat berlatih maupun bertanding bisa saja memperlemah rasa percaya dirinya,
meski sang atlet sudah berlatih dengan baik. Apalagi jika masalah yang dihadapi berkaitan
dengan konsep dirinya. Misalnya, sang atlet selalu memandang dirinya kurang baik, kurang
sempurna, maka seruan penonton bisa dianggap konfirmasi atas kekurangan dirinya, meskipun
pada kenyataannya atlet tersebut tergolong berprestasi.

6. Daya konsentrasi
Atlet yang punya kemampuan konsentrasi tinggi, cenderung mampu mempertahankan
performance meski ada gangguan, interupsi atau masalah. Kalau daya konsetrasi atlet rendah,
maka ia mudah melakukan kesalahan jikalau terjadi interupsi baik saat latihan maupun
pertandingan.

7. Kemampuan evaluasi diri


Kemampuan evaluasi ini juga diperlukan untuk melihat hubungan antara masalah dengan
performance-nya. Tanpa kemampuan untuk melihat ke dalam, atlet akan terjebak dalam
masalah dan kesalahan yang berulang.

8. Minat
Jika si atlet memang memiliki minat yang tinggi pada cabang olahraga yang dipilihnya maka ia
akan melakukan olahraga tersebut sebagai suatu kesenangan bukan sebagai beban.

9. Kecerdasan (emosional dan intelektual)


Kecerdasan emosional dan intelektual merupakan elemen yang dapat memproduksi
kemampuan berpikir logis, obyektif, rasional serta memampukannya mengambil hikmah yang
bijak atas peristiwa apapun yang dialami atau siapapun yang dihadapi.
Faktor-faktor tersebut di atas menjadi PR bagi setiap atlet dan bukan semata-mata PR pelatih
karena justru faktor tersebut berkaitan erat dengan dunia internal sang atlet. Keberadaan pelatih
sangat penting, namun kemauan dan usaha keras pihak atlet lebih menentukan tingkat
keberhasilan maupun prestasinya. Inisiatif untuk memperbaiki diri atau mengembangkan sikap
mental positif lebih terletak pada atlet dari pada pelatih. Bagaimana pun juga, perubahan yang
dipaksakan dari luar, hasilnya tidak efektif, malah bisa menimbulkan problem serius.

Peran pelatih dalam membina kesiapan mental atlet


Tidak ada jalan pintas untuk membina kesiapan mental seseorang termasuk atlet, dan tidak ada
jalan pintas bagi atlet untuk sampai pada prestasi puncak. Perlu kerja sama yang baik antara atlet
dengan Pembina atau pelatihnya. Menurut Karyono (2006), pelatih diharapkan menjadi konselor
yang mampu memahami karakter atlet asuhannya dan bisa memberikan bimbingan yang
konstruktif terutama untuk membangun kesiapan dan kekuatan mental. Beberapa hal yang
dibutuhkan oleh atlet:

1. Giving encouragement than criticism


Sikap dan kata-kata pelatih most likely akan didengar dan dipercaya oleh atlet asuhannya. Jika
pelatih mengatakan atletnya buruk, lemah, payah, bisa ditunggu dalam beberapa waktu
kemudian kemungkinan atlet tersebut akan lemah dan payah. Meski pelatih dituntut untuk
tetap jujur dalam memberikan opini dan penilaian, namun hendaknya opini dan penilaian
tersebut sifatnya obyektif dan rasional, bukan emosional. Kata-kata kasar yang bersifat
melecehkan atau menghina, lebih menjatuhkan moral daripada menggugah semangat.

2. Respect
Relasi yang sehat antara pelatih dan atlet jika di antara keduanya ada sikap saling menghargai.
Pelatih memotivasi, menempa mental dan skill ke arah pengembangan diri atlet. Kemampuan
untuk menghargai, membuat hubungan antara keduanya tidak bersifat manipulative, saling
memanfaatkan. Terkadang tanpa sadar, atlet memanfaatkan pelatih maupun bakatnya sendiri
untuk ambisi yang keliru dan pelatih juga menggunakan atlet sebagai extension of her/his
image. True respect, mendorong pelatih untuk tahu apa kebutuhan sang atlet; dan mendorong
atlet untuk menghargai eksistensi pelatih sebagai orang yang mendukungnya mencapai
aktualisasi diri.

3. Realistic Goal
Sasaran realistik harus ditentukan dari awal supaya baik pelatih dan atlet, bisa menyusun break
down planning & target. Sasaran harus menantang tapi realistis untuk dicapai. Sasaran yang
tidak realistik bisa membuat atlet minder, inferior, atau jadi terlalu percaya diri, overconfidence
karena terlalu yakin dirinya sanggup dan pantas untuk jadi juara.

4. Problem Solving
Siapapun bisa terkena masalah, baik pelatih maupun atletnya. Pelatih yang bijak mampu
mendeteksi perubahan sekecil apapun dari atlet asuhannya yang bisa mempengaruhi kestabilan
emosi, konsentrasi dan prestasi. Perlu pendekatan yang tulus untuk membicarakan kendala atau
problem yang dialami atlet supaya bisa menemukan sumber masalah dan mencari penyelesaian
yang logis. Jika sang atlet punya masalah dalam mengendalikan kecemasan sebelum bertanding,
maka pelatih bisa mengajaknya menemukan sumber kecemasan dan mengajarkan untuk
berpikir logis dan rasional. Pelatih bisa memotivasi atlet mengingat momen-momen paling
berkesan yang dialaminya dan me review proses yang mendorong keberhasilan di masa lalu.
Selain itu, relaksasi progresif (relaksasi otot) dan latihan pernafasan juga bermanfaat
menurunkan ketegangan.

5. Self awareness
Atlet perlu dibekali cara-cara pengendalian emosi yang sehat supaya ia bisa me-manage
kesuksesan maupun kegagalan secara rasional dan proporsional. Ketidakmampuan me-manage
kesuksesan bisa membuat atlet lupa daratan karena self esteemnya melambung, sementara
kegagalan bisa membuat atlet depresi karena melupakan kemampuan aktualnya. Oleh sebab
itu, atlet juga perlu didorong untuk mengenal siapa dirinya, mengetahui dimana kelemahan dan
kelebihannya secara realistik, dan memahami di mana titik rentan diri yang perlu di kelola
dengan baik. Jika atlet punya pengenalan diri yang proporsional, ia cenderung lebih aware dan
prepare terhadap berbagai kemungkinan yang bisa terjadi.

6. Managing stress and emotion


Managing emotion juga terkait erat dengan pengenalan diri. Atlet yang bisa mengenal dirinya,
akan tahu kecenderungan reaksinya dan dampak dari emosinya terhadap diri sendiri maupun
orang lain. Oleh karena itu, pelatih perlu berdiskusi bersama atletnya, hal-hal apa saja yang
membuat atlet-atletnya merasa senang, marah, sedih, cemas, dll dan mengenalkan alternative
pengendalian emosi. Pengendalian emosi yang sehat, akan mengembangkan ketahanan
terhadap stress karena tidak ada penumpukan emosi yang membebani diri dan membuat energi
bisa digunakan untuk hal-hal yang produktif.

6. Good interpersonal relation


Hubungan baik dan tulus, jujur dan terbuka antara atlet dan pelatih, bisa memotivasi atlet
secara positif. Rasa tidak percaya, tidak mau terbuka, jaim (jaga image), akan mendorong
hubungan kearah yang tidak sehat di antara kedua belah pihak. Sikap terbuka dan jujur ini
hendaknya sejak awal di tunjukkan oleh pelatih sebagai role model bagi para atlet binaannya.
Mengkomunikasikan tujuan, harapan, kritikan (konstruktif), masukan, perasaan, pendapat,
kendala bahkan terbuka terhadap kekurangan dan kelebihan diri sendiri akhirnya bisa jadi
budaya positif yang membantu para atlet membangun sikap mental positif.

Bagaimana pun juga, menang atau kalah merupakan hal yang biasa dalam sebuah pertandingan.
Oleh karenanya, setiap pelatih perlu mentransfer tidak hanya keahlian dan ketrampilan namun
juga sikap mental yang benar. Punya keahlian namun tidak didukung sikap mental yang dewasa
salah-salah bisa membawa dampak yang tidak diharapkan.

Beberapa kegiatan ekstra untuk pembinaan mental yang perlu dilakukan antara lain:

1. Try out melawan tim lebih kuat yang relatif merupakan kandidat terkuat, bertujuan untuk
menetapkan self concept, menambah pengalaman, menilai dan mengevaluasi kesiapan tim
sekaligus untuk memotivasi kemauan berlatih.
2. Try out melawan tim relatif setara setelah peningkatan level pelatihan, bertujuan untuk
bertujuan untuk meneguhkan self confidence, menambah pengalaman, menilai dan
mengevaluasi kesiapan tim sekaligus untuk memotivasi kemauan berlatih.

PROGRAM NUTRISI ATLET


Latihan tanpa dibarengi istirahat cukup dan kecukupan asupan nutrisi bisa menjadi bumerang
bagi atlet. Dalam program pelatihan tim bolabasket yang disusun untuk jangka waktu selama 6
(enam) bulan ini, harus diperhatikan pula program nutrisi atlet.

Untuk itu perlu diberi pembekalan dan pengayaan pemahaman bagi setiap atlet yang terlibat
pengetahuan dasar mengenai nutrisi. Nutrisi yang tepat merupakan dasar utama bagi penampilan
prima seorang atlet pada saat bertanding. Selain itu nutrisi ini dibutuhkan pula pada kerja
biologis tubuh, untuk penyediaan energi tubuh pada saat seorang atlet melakukan berbagai
aktivitas fisik, misalnya pada saat latihan (training), bertanding dan saat pemulihan, baik setelah
latihanmaupun setelah bertanding. Nutrisi juga dibutuhkan untuk memperbaiki atau mengganti
sel tubuh yang rusak. Banyak pelatih atau atlet yang menganggap bahwa asupan nutrisi pada
atlet sama saja dengan yang bukan atlet. Kenyataannya tidak demikian, asupan nutrisi pada atlet
disiapkan berdasarkan pengetahuan tentang takaran energi yang akan digunakan, peran sumber
nutrisi tertentu pada proses penyediaan energi. Dalam hal ini termasuk pula tentang pemberian
suplemen dan usaha khusus berupa modifikasi yang dilakukan terhadap asupan nutrisi pada
waktu tertentu, dalam upaya meningkatkan performa atlet.

Untuk menangani program nutrisi diperlukan kerjasama dengan ahli gizi, sekurangnya dilakukan
kegiatan edukasi umum tentang gizi agar setiap atlet yang tergabung dalam Tim Pra Pon
Kalimantan Selatan 2015 memiliki pengetahuan dasar tentang gizi, dalam kelanjutannya
diharapkan timbul kesadaran dan disiplin untuk menjaga kebugaran berkaitan dengan kebutuhan
nutrisi.

Kebutuhan nutrisi atlet perlu diperhatikan mengingat kebutuhan energi tubuhnya lebih tinggi
dibandingkan non atlet. Kebutuhan nutrisi yang memadai dibutuhkan tidak hanya pada saat
bertanding tetapi juga pada waktu latihan. Tidak ada yang khusus dalam asupan makanan atau
diet saat latihan namun ada beberapa hal yang perlu diawasi, yaitu: Makanan sebaiknya
bervariasi, jumlah lemak dan karbohidrat dalam makanan disesuaikan dengan kebutuhan atlet.
Selain itu perlu diperhatikan asupan serat yang membantu kelancaran sistem pencernaan dan
minum air yang cukup agar tidak timbulkeluhan yang tidak diinginkan terutama bila latihan di
lingkungan panas.

Dalam Situasi Bertanding (Kompetisi)

Setiap atlet biasanya memperisapkan diri sebaik-baiknya untuk menghadapi suatu pertandingan,
termasuk mempersiapkan asupan makanan yang harus dikonsumsinya pada saat bertanding agar
kebutuhan nutrisi tubuh terpenuhi. Kelelahan yang timbul saat bertanding umumnya tergantung
dari jenis dan durasi olahraga, namun faktor lingkungan perlu pula dipertimbangkan. Kelelahan
pada saat bertanding dapat disebabkan oleh diplesi cadangan karbohidrat akibat kadar glukosa
darah rendah, dehidrasi dan akibat gangguan keseimbangan natrium darah. Gangguan
keseimbangan natrium ini ditemukan pada atlet yang berolahraga kira-kira 6 jam atau lebih
misalnya atlet triatlon dan minum air putih (bukan larutan elektrolit) sebagai pengganti cairan
yang hilang. Untuk menghindari adanya gangguan pada kinerja atlet, sebelum pertandingan perlu
dipersiapkan beberapa hal, yaitu:
a. Pastikan cadangan glikogen tubuh penuh baik di hati maupun di otot. Keadaan ini dapat
dicapai dengan carbohydrate loading (untuk atlet jarak jauh).
b. Pada olahraga angkat besi pastikan bahwa pencapaian berat badan dilakukan tanpa melalui
cara-cara yang dapat mengorbankan kinerja atlet
c. Cairan tubuh cukup
d. Hindari gangguan atau cegah timbulnya masalah pada saluran pencernaan
e. Perhatikan makanan sebelum pertandingan (pre-event meal)
f. Minum dan makan saat bertanding pada olahraga lama, namun tidak boleh mengganggu
pengosongan lambung sebab akan menghambat pengosongan cairan dari lambung serta dapat
menyebabkan timbulnya keluhan sakit perut.

Dalam Situasi Pemulihan (Recovery)

Atlet dari beberapa cabang olahraga tertentu dapat bertanding lebih dari satu kali dalam sehari.
Agar kinerja atlet tetap optimal pada saat bertandin, dapat dilakukan berbagai cara antara lain
pemijatan, tidur dan dari aspek nutrisi perlu dilakukan:
a. Penggantian cairan atau elektrolit yang hilang melalui keringat
b. Mengganti cadangan glikogen yang habis digunakan selama olahraga
c. Memberikan suplemen yang diperlukan untuk pemulihan dan penggantian sel-sel yang rusak.

Referensi:

Azhar, Muzammilul, Ahmad. 2006. Pengaruh Motivasi Ekstrinsik Dan Motivasi Intrinsik
Terhadap Performance Pemain Sepak Bola Di PS UNIOR UINMalang. Skripsi S1. Universitas
Islam Negeri Malang

Bompa, Tudor. 2000. Total Training For Young Champions. York University. Canada

Bompa,Tudor. 1994. Theory and Methodology of Training. USA: Kendall/Hunt Publishing


Company.
Dinata, Marta. 2008. Bola basket: Konsep Dan Teknik Bermain Bola Basket.Jakarta: Cerdas Jaya

Harsuki. 2012. Pengantar Manajemen Olahraga. Jakarta : Rajawali Pers.

KEMENPORA, RI. 2007. Pelatihan Pelatih Fisik Level 1. Jakarta : Asdep Pengembangan
Tenaga dan Pembinaan Keolahragaan Deputi Bidang Peningkatan Prestasi dan IPTEK Olahraga
KEMENPORA. RI

Soekarman.1987. Dasar Olahraga Untuk Pembina, Pelatih, dan Atlet. Jakarta : Inti Idayu Press.
Subardjah, H. 2000. Psikologi Olahraga. Jakarta : DEPDIKNAS

Sudarwati, Lilik, Adisasmito. 2007. Mental Juara: Modal Atlet Berprestasi. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada

Wissel, H. 2000. Bola Basket Dilengkapi dengan Program Pemahiran Teknik dan Taktik. Jakarta
: Raja Grafindo Persada.

William MH. 1991. Nutrition for Fitness and Sport. Brown Publisher: Iowa

Wolinsky I, Hickson JF. 1994. Nutrition in Exercise and Sport. CRC Press: London

Yessis M, Trubo R. 1993. Rahasia Kebugaran Dan Pelatihan Olahraga Soviet. ITB: Bandung

Anda mungkin juga menyukai