Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

I. Konsep penyakit
1.1 Definisi/deskripsi penyakit
Overdosis atau kelebihan dosis terjadi akibat tubuh mengalami
keracunan akibat obat. Od sering terjadi bila menggunakan
narkoba dalam jumlah banyak dengan rentang waktu terlalu
singkat, biasanya digunakan secara bersamaan antara putaw, pil,
heroin digunakan bersama alkohol. Atau menelan obat tidur
seperti golongan barbiturat (luminal) atau obat penenang
(valium, xanax, mogadon/bk).

Intoksikasi atau keracunan adalah masuknya zat atau senyawa


kimia dalam tubuh manusia yang menimbulkan efek merugikan
pada yang menggunakannya.
Istilah peptisida pada umumnya dipakai untuk semua bahan yang
dipakai manusia untuk membasmi hama yang merugikan
manusia.termasuk peptisida ini adalah insektisida. Ada 2 macam
insektisuda yang paling benyak digunakan dalam pertanian :
a. Insektisida hidrokarbon khorin (ihk=chlorinated
hydrocarbon)
b. Isektida fosfat organic (ifo =organo phosphatase insectisida)
Yang paling sering digunakan adalah ifo yang pemakaiannya
terus menerus meningkat. Sifat dari ifo adalah insektisida poten
yang paling banyak digunakan dalam pertanian dengan toksisitas
yang tinggi. Salah satu derivatnya adalah tabun dan sarin. Bahan
ini dapat menembusi kulit yang normal (intact) juga dapaat
diserap diparu dan saluran makanan,namun tidak berakumulasi
dalam jaringan tubuh seperti golongan ihk.
Macam-macam ifo adalah malathion ( tolly )
Paraathion,diazinon,basudin,paraoxon dan lain-lain. Ifo ada 2
macam adalah ifo murni dan golongan carbamate.salah satu
contoh gol.carbamate adalah baygon.

1.2 Etiologi
Penggunaan obat yang tidak sesuai dosis atau berlebihan dosis.

1.3 Tanda gejala


a. Yang paling menonjol adalah kelainan visus,hiperaktifitas
kelenjar ludah,keringat dan gangguan saluran
pencernaan,serta kesukaran bernafas. Gejala ringan meliputi
: anoreksia, nyeri kepala, rasa lemah,rasa takut, tremor pada
lidah,kelopak mata,pupil miosis.
b. Keracunan sedang : nausea, muntah-muntah, kejang atau
kram perut, hipersaliva, hiperhidrosis,fasikulasi otot dan
bradikardi.
c. Keracunan berat : diare, pupil pi- poin, reaksi cahaya
negatif,sesak nafas, sianosis, edema paru .inkontenesia urine
dan feces, kovulsi,koma, blokade jantung akhirnya meningal.

1.4 Patofisiologi
Ifo bekerja dengan cara menghambat (inaktivasi) enzim
asetikolinesterase tubuh (khe).dalam keadaan normal enzim khe
bekerja untuk menghidrolisis arakhnoid(akh) dengan jalan
mengikat akh khe yang bersifat inaktif.bila konsentrasi racun
lebih tinggi dengan ikatan ifo- khe lebih banyak terjadi.
Akibatnya akan terjadi penumpukan akh ditempat-tempat
tertentu, sehingga timbul gejala gejala ransangan akh yang
berlebihan,yang akan menimbulkan efek muscarinik, nikotinik
dan ssp (menimbulkan stimulasi kemudian depresi ssp )

Pada keracunan ifo,ikatan ikatan ifo khe bersifat menetap


(ireversibel),sedangkan keracunan carbamate ikatan ini bersifat
sementara (reversible).secara farmakologis efek akh dapat dibagi
3 golongan :
a. Muskarini,terutama pada saluran pencernaan,kelenjar ludah dan
keringat,pupil,bronkus dan jantung.
b. Nikotinik,terutama pada otot-otot skeletal,bola
mata,lidah,kelopak mata dan otot pernafasan.
c. Ssp, menimbulkan nyeri kepala,perubahan emosi,kejang-
kejang(konvulsi) sampai koma.

1.5 Pemeriksaan penunjang


a. Laboratorik.
Pengukuran kadar khe dengan sel darah merah dan plasma,
penting untuk memastikan diagnosis keracunan ifo akut maupun
kronik (menurun sekian % dari harga normal ).
Kercunan akut :
Ringan : 40 - 70 %
Sedang : 20 - 40 %
Berat : < 20 %
Keracunan kronik bila kadar khe menurun sampai 25 - 50 %
setiap individu yang berhubungan dengan insektisida ini harus
segara disingkirkan dan baru diizinkan bekerja kemballi kadar
khe telah meningkat > 75 %
b. Patologi anatomi ( pa ).
Pada keracunan acut,hasil pemeriksaan patologi biasanya tidak
khas.sering hanya ditemukan edema paru,dilatsi kapiler,hiperemi
paru,otak dan organ-oragan lainnya.

1.6 Komplikasi
a. Gagal ginjal
b. Kerusakan hati
c. Gangguan pencernaan
d. Gangguan pernafasan

1.7 Penatalaksanaan
a. Tindakan emergensi
Airway : bebask an jalan nafas, kalau perlu lakukan intubasi.
Breathing : berikan pernafasan buatan bila penderita tidak
bernafas spontanatau pernapasan tidak adekuat.
Circulation: pasang infus bila keadaan penderita gawat dan
perbaiki perfusi jaringan.
b. Identifikasi penyebab keracunan
Bila mungkin lakukan identifikasi penyebab keracunan, tapi
hendaknya usahamencari penyebab keracunan ini tidak sampai
menunda usaha-usaha penyelamatan penderita yang harus segera
dilakukan.
c. Eliminasi racun.
Racun yang ditelan, dilakukan dengan cara:
1) Rangsang muntah akan sangat bermanfaat bila dilakukan
dalam 1 jam pertama sesudah menelanbahan beracun, bila
sudah lebih dari 1 jam tidak perlu dilakukan
rangsangmuntah kecuali bila bahan beracun tersebut
mempunyai efek yang menghambatmotilitas
(memperpanjang pengosongan) lambung. Rangsang muntah
dapat dilakukan secara mekanis dengan merangsang
palatum mole atau dinding belakang faring,atau dapat
dilakukan dengan pemberian obat- obatan : a) sirup ipecac,
diberikan sesuai dosis yang telah ditetapkan.
2) Apomorphine
Sangat efektif dengan tingkat keberhasilan hampir
100%,dapat menyebabkanmuntah dalam 2 - 5 menit. Dapat
diberikan dengan dosis 0,07 mg/kg bb secara subkutan.
Kontraindikasi rangsang muntah :
a. Keracunan hidrokarbon, kecuali bila hidrokarbon
tersebut mengandungbahan-bahan yang berbahaya
seperti camphor, produk-produk yang
mengandunghalogenat atau aromatik, logam berat dan
pestisida. Keracunan bahan korossif keracunan bahan
- bahan perangsang cns ( cns stimulant,
seperti strichnin)
b. Penderita kejang
c. Penderita dengan gangguan kesadaran
3) Kumbah lambung akan berguna bila dilakukan dalam 1-2
jam sesudah menelan bahan beracun, kecuali bila menelan
bahan yang dapat menghambat pengosonganl ambung.
Kumbah lambung seperti pada rangsang muntah tidak boleh
dilakukan pada :
a) Keracunan bahan korosif
b) Keracunan hidrokarbon
c) Kejang pada penderita dengan gangguan kesadaran atau
penderita- penderita dengan resiko aspirasi jalan nafas
harus dilindungi dengan cara pemasangan pipa
endotracheal.
Penderita diletakkan dalam posisi trendelenburg dan
miring kekiri, kemudian di masukkan pipa orogastrik
dengan ukuran yang sesuai dengan pasien, pencucian
lambung dilakukan dengan cairan garam fisiologis (
normal saline/ pz ) atau normal saline 100 ml atau
kurang berulang-ulang sampai bersih
4) Pemberian norit ( activated charcoal )jangan diberikan
bersama obat muntah, pemberian norit harus menunggu
paling tidak 30 - 60 menit sesudah emesis.
Indikasi pemberian norit untuk keracunan :
a. Obat2 analgesik/ antiinflammasi : acetamenophen,
salisilat, antiinflamasi non steroid, morphine,
propoxyphene.
b. anticonvulsants/sedative: barbiturat, carbamazepine,
chlordiazepoxide, diazepam phenytoin, sodium
valproate.
c. lain-lain : amphetamine, chlorpheniramine, cocaine,
digitalis,quinine, theophylline, cyclic anti depressants
norit tidak efektif pada keracunan fe, lithium, cyanida,
asam basa kuat dan alkohol.
d. Catharsis efektivitasnya masih dipertanyakan. Jangan
diberikan bila ada gagal ginjal,diare yang berat (severe
diarrhea), ileus paralitik atau trauma abdomen.
e. Diuretika paksa (forced diuretic)diberikan pada
keracunan salisilat dan phenobarbital (alkalinisasi
urine).tujuan adalah untuk mendapatkan produksi urine
5,0 ml/kg/jam,hati-hatijangan sampai terjadi overload
cairan. Harus dilakukan monitor dari elektrolit serum
pada pemberian diuresis paksa.kontraindikasi : udema
otak dan gagal ginjal
d. Pemberan antidotum kalau mungkin
f. Pengobatan supportif pemberian cairan dan
elektrolitperhatikan nutrisi penderita pengobatan
simtomatik (kejang, hipoglikemia, kelainan
elektrolitdsb.)

1.8 Pathway
II. Rencana asuhan klien dengan overdosis
Pengkajian
1.8.1 Riwayat keperawatan
Pengkajian difokusakan pada masalah yang mendesak seperti
jalan nafas dan sirkulasi yang mengancam jiwa. Adanya
gangguan asam basa, keadaan status jantung, status
kesadaran.
Riwayat kesadaran: riwayat keracunan,bahan racun yang
digunakan,berapa lama diketahui setelah keracunan ada
masalah lain sebagi pencetus keracunan dan sindroma toksis
yang ditimbulkan dan kapan terjadinya.
1.8.2 Pemeriksaan fisik: data fokus
Pertama-tama pemeriksaan fisik harus ditekankan
pada tanda vital, sistim kardiopulmoner,dan status
neurologis. Berdasarkan nadi, tensi, frekuensi
nafas, dan suhu serta status mental, status fisiologik
penderita dapat digolongkan menjadi excited, depresi, respon
tidak sesuai, atau normal. Pemeriksaan mata (menilai adakah
nistagmus, menilai ukuran dan reaksi pupil, pemeriksaan
abdomen (bising usus dan ukuran kandung empedu, dan
pemeriksaan kulit (untuk luka bakar, bulae, 5arna,
kehangatan, kelembaban, luka bekas tekanan dan
tanda1tanda tusukan dapat mempersempit
diagnosis. Menentukan derajat keracunan adalah
penting untuk menilai respon terapi. Penderita juga
harus diperiksa terhadap adanya riwayat trauma dan
penyakit dasarnya. manifestasi neurologis keracunan
biasanya berupa kejang nonfokal, kecuali keracunan
yang disebabkan : teofilin, dan obat1obat yang menyebabkan
hipoglikemi).
1.8.3 Pemeriksaan Penunjang
a. Penilaian laboratorium dapat membantu
mendiagnosis banding keracunan. Metabolik
asidosis dengan meningkatnya anion gap adalah
karakteristik untuk keracunan methanol, etilen
glikol, dan salisilat, walaupun bisa saja terjadi
pada keracunan agen lain (kadar laktat serum <
anion): keracunan methanol, etilen glikol dan
salisilat, walaupun bisa saja terjadi pada
keracunan agen lain (kadar laktat serum < anion gap);
serta keracunan yang terjadi pada gagal hati, gagal
ginjal, atau gagal nafas, kejang, atau syok
(kadar laktat serum = atau h a m p i r > d e n g a n
anion gap. Anion gap yang rendah secara
a b n o r m a l d a p a t t e r j a d i karena tingginya kadar
bromida, kalsium, iodine, litium, magnesium, atau nitrat
dalam darah.

Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1
Tidak efektifnya pola nafas
Definisi
Pertukaran udara inspirasi dan/atau ekspirasi tidak adekuat
Batasan Karakteristik
II. Penurunan tekanan inspirasi/ekspirasi
III. Penurunan pertukaran udara per menit
IV. Menggunakan otot pernafasan tambahan
V. Nasal flaring
VI. Dyspnea
VII. Orthopnea
VIII. Perubahan penyimpangan dada
IX. Nafas pendek
X. Assumption of 3-point position
XI. Pernafasan pursed-lip
XII. Tahap ekspirasi berlangsung sangat lama
XIII. Peningkatan diameter anterior-posterior
XIV. Pernafasan rata-rata/minimal
Faktor yang berhubungan
Hiperventilasi
Deformitas tulang
Kelainan bentuk dinding dada
Penurunan energi/kelelahan
Perusakan/pelemahan muskulo-skeletal
Obesitas
Posisi tubuh
Kelelahan otot pernafasan
Hipoventilasi sindrom
Nyeri
Kecemasan
Disfungsi Neuromuskuler
Kerusakan persepsi/kognitif
Perlukaan pada jaringan syaraf tulang belakang
Imaturitas Neurologis

Diagnosa 2
Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh
Definisi
suatu keadaan dimana tubuh mengalami kekurangan volume cairan
Batasan karakteristik
Perubahan status mental
Penurunan turgor kulit dan lidah
Penurunan haluaran urin
Penurunan pengisian vena
Kulit dan membrane mukosa kering
Kematokrit meningkat
Suhu tubuh meningkat
Peningkatan frekuensi nadi, penurunan TD, penurunan volume
dan tekanan nadi
Konsentrasi urin meningkat
Penurunan berat badan yang tiba-tiba
Kelemahan
Haus
Faktor yang berhubungan
Kehilangan volume cairan aktif
Konsumsi alcohol yang berlebihan terus menerus
Kegagalan mekanisme pangaturan
Asupan cairan yang tidak adekuat

2.3 Perencanaan
Diagnosa 1: pola nafas tidak efektif
2.3.1 Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam,
pasien menunjukkan pola nafas yang efektif dengan
kriteria hasil pasien mampu:
Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas
yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu
mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan
mudah, tidak ada pursed lips)
Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak
merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan
dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal
Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan
darah, nadi, pernafasan)
2.3.2 Intervensi Keperawatan
Airway Management
Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift atau jaw
thrust bila perlu
Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan
nafas buatan
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada jika perlu
Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
Lakukan suction pada mayo
Berikan bronkodilator bila perlu
Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2
Terapi Oksigen
Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
Pertahankan jalan nafas yang paten
Atur peralatan oksigenasi
Monitor aliran oksigen
Pertahankan posisi pasien
Onservasi adanya tanda tanda hipoventilasi
Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
Vital sign Monitoring
Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
Catat adanya fluktuasi tekanan darah
Monitor VS saat pasien berbaring, duduk, atau berdiri
Auskultasi TD pada kedua lengan dan bandingkan
Monitor TD, nadi, RR, sebelum, selama, dan setelah
aktivitas
Monitor kualitas dari nadi
Monitor frekuensi dan irama pernapasan
Monitor suara paru
Monitor pola pernapasan abnormal
Monitor suhu, warna, dan kelembaban kulit
Monitor sianosis perifer
Monitor adanya cushing triad (tekanan nadi yang
melebar, bradikardi, peningkatan sistolik)
Identifikasi penyebab dari perubahan vital sign

DIAGNOSA 2: Resiko tinggi kekurangan cairan tubuh


2.3.3 Tujuan dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam,
volume cairan tidak mengalami kekurangan dengan
kriteria hasil pasien mampu:
Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan
BB, BJ urine normal, HT normal
Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor
kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa
haus yang berlebihan.
2.3.4 Intervensi Keperawatan
Pantau warna, jumlah dan frekuensi kehilangan cairan
Observasi khususna terhadap kehilangan cairan yang
tinggi elektrolit
Pantau perdarahan
Identifikasi factor pengaruh terhadap bertambah
buruknya dehidrasi
Pantau hasil laboratorium yang relevan dengan
keseimbangan cairan
Kaji adanya vertigo atau hipotensi postural
Kaji orientasi terhadap orang, tempat dan waktu
Cek arahan lanjut klien untuk menentukan apakah
penggantian cairan pada pasien sakit terminal tepat
dilakukan
Manajemen cairan (NIC):
Pantau status hidrasi
Timbang berat badan setiap hari dan pantau
kecenderungannya
Pertaruhkan keakuratan catatan asupan dan haluaran
Daftar pustaka

http://www.askepkeperawatan.com/2015/09/kekurangan-volume-cairan.html
(Diakses tanggal 15 Januari 2017, pukul 12.30 WITA)

http://www.askepkeperawatan.com/2015/09/pola-nafas-tidak-efektif-nanda-nic-
noc-2010.html (Diakses tanggal 15 Januari 2017, pukul 13.00 WITA)

Banjarmasin, Januari 2017

Preseptor Akademik, Preseptor Klinik,

(.....) (..)

Anda mungkin juga menyukai