Anda di halaman 1dari 13

FILSAFAT ILMU

Upah dan Tenaga Kerja dalam Perspektif Islam


A. KETENAGAKERJAAN
Meningkatkan skill ataupun dalam menghasilkan suatu barang maupun
jasa memerlukan faktor produksi salah satunyan tenaga kerja. Di Indonesia tenaga
kerja sangat penting dalam hal produksi sehingga banyak membutuhkan karyawan
agar produksi lebih maksimal.
Menurut UU No.13 tahun 2013, tenaga kerja yaitu setiap orang yang
mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk
memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Lebih lanjut
Sastrohadiwiryo (2005: 27) menyatakan bahwa tenaga kerja merupakan istilah
yang identik dengan istilah personalia, didalamnya meliputi buruh, karyawan dan
pegawai.
Al Quran telah memberi penekanan yang lebih terhadap tenaga manusia.
Ini dapat dilihat dari petikan surat An Najm:




Artinya: Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang
diusahakannya.(An Najm: 39)
Siapa yang bekerja keras akan mendapat ganjaran masing-masing yang
sewajarnya. Prinsip tersebut belaku bagi individu dan juga Negara. Al Quran
menunjukkan prinsip asas tersebutdalam surat Al Anfaal:



Artinya: Demikian itu karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan
mengubah suatu nikmat yang telah dianugerahkan terhadap suatu kaum hingga
kaumitu merubah apa yng ada pada mereka sendiri dan sesungguhnyaAllah
Maha Mendengar Lagi Maha Mengetahui. Al Anfaal:53)
Islam mendorong umatnya untuk bekerja dan memproduksi, bahkan
menjadikannya sebagai sebuah kewajiban terhadap orang-orang yang mampu,
lebih dari itu Allah akan memberi balasan yang setimpal yang sesuai dengan
amal/kerja sesuai dengan firman Allah dalam QS an-Nahl(16) ayat 97:



Artinya: Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki
maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami
berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri
balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah
mereka kerjakan.
Sedangkan Hadis Nabi yang berkaitan dengan bekerja dapat dikemukakan
antara lain:
1. Dari Ibnu Umar r.a ketika Nabi ditanya: Usaha apakah yang paling baik?
Nabi menjawab yaitu pekerjaan yang dilkukan oleh dirinya sendiri dan
semua jual beli yang baik.
2. HR. Imam Bukhari Sebaik-baiknya makanan yang dikonsumsi
seseorang adalah makanan yang dihasilkan oleh kerja kerasnya dan
sesungguhnya Nabi Daud as mengonsumsi makanan dari hasil
keringatnya (kerja keras).
Al- Quran memberi penekanan utama terhadap pekerjaan dan menerangkan
dengan jelas bahwa manusia diciptakan di bumi ini untuk bekerja keras untuk
mencari penghidupan masing-masing.Allah berfirman dalam QS. Al-Balad ayat
4:



Artinya: Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam
susah payah
Bentuk-bentuk kerja yang disyariatkan dalam Islam adalah pekerjaan yang
dilakukan dengan kemampuannya sendiri dan bermanfaat, antara lain (an-
Nabhani: 2002:74):
a) Menghidupkan tanah mati (tanah yang tidak ada pemiliknya dan tidak
dimanfaatkan oleh satu orang pun). HR. Imam Bukhari dari Umar Bin
Khattab siapa saja yang menghidupkan tanah mati, maka tanah( mati yang
telah dihidupkan) tersebut adalah miliknya.
b) Menggali kandungan bumi
c) Berburu
d) Makelar (samsarah)
e) Peseroan antara harta dengan tenaga (mudarabah)
f) Mengairi lahan pertanian (musyaqah)
g) Kontrak tenaga kerja (ijarah)

B. UPAH
Di dalam Pekerja/ Buruh ialah setiap orang yang bekerja dengan menerima
upah atau imbalan dalam bentuk lainnya. Dalam bekerja agar dapat meningkatkan
proses (tahap produksi), maupun output seorang pekerja diberi berupa upah dalam
bentuk upah atau gaji.
Menurut Afzalurrahman memberikan pengertian bahwa upah merupakan
sebagian harga dari tenaga (pekerjaan) yang dibayarkan atas jasanya dalam
produksi. Sedangkan menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan, yang dimaksud
dengan upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam
bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja (majikan) kepada
buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, atau
peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja atau buruh dan
keluarganya atas suatu pekerjaan dan atau jasa yang telah atau akan dilakukannya.
Upah adalah balas jasa yang diterima oleh pekerja berdasarkan lama waktu
yang ia habiskan untuk menyelesaikan pekerjaannya. Beberapa ahli mengenai
upah diantaranya:
a. Teori Upah Alam (Wajar)
Menurut David Ricardo, upah yang wajar adalah yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan hidup pekerja sesuai dengan kemapuan perusahaan.
Besarnya upah wajar berdasarkan permintaan dan penawaran dari luar.
b. Teori Upah Besi
Menurut Ferdinand lassale, uopah tenaga kerja yang ditentukan oleh hukum
permintaan dan penawaran di pasarkan tertekan ke bawah, disebabkan oleh
pengusaha ingin sellau mendapatkan laba yang sebesar-besarnya. Ditinjau
dari segi penawaran, posisi pekerja berada pihak yang paling lemah.
Sehingga pekerja seolah-olah menghadapi hukum upah besi yang sukar
ditembus. Akhirnya mereka terpaksa menerima upah yang rendah
c. Teori Upah Etika
Pembayaran upah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum
merupakan perbuatan yang tidak etis. Upah ideal besarnya harus cukup
untuk memmenuhi kebutuhan hidup yang layak bagi pekerja dan
keluarganya.
Upah dalam bahasa Arab sering disebut dengan ajrun/ajrn yang berarti
memberi hadiah/ upah. Kata ajrn mengandung dua arti, yaitu balasan atas
pekerjaan dan pahala. Sedangkan upah menurut istilah adalah uang dan
sebagainya yang dibayarkan sebagai balas jasa atau bayaran atas tenaga yang telah
dicurahkan untuk mengerjakan sesuatu. Upah diberikan sebagai balas jasa atau
penggantian kerugian yang diterima oleh pihak buruh karena atas pencurahan
tenaga kerjanya kepada orang lain yang berstatus sebagai majikan.
Islam menegaskan bahwa Upah adalah imbalan yang diterima seseorang
atas pekerjaannya dalam bentuk imbalan materi di dunia (Adil dan Layak) dan
dalam bentuk imbalan pahala di akhirat (imbalan yang lebih baik). Selain itu
menurut Tanjung, upah dalam islam dikaitkan dengan imbalan yang diterima
seseorang yang bekerja, baik imbalan dunia (finansial mapun nonfinansial),
maupun imbalan akhirat (pahala sebagai investasi akhirat).
Pada zaman Abu Sinn, pada masanya Rasululllah adalah pribadi yang
menetapkan upah bagi para pegawainya sesuai dengan kondisi, tanggung jawab,
dan jenis pekerjaan. Proses penetapan gaji pertama kali dalam islam bisa dilihat
dari kebijakan Rasulullah untuk memberi gaji satu dirham setiap hari kepada Itab
bin Usaid yang diangkat sebagai gubernur Mekkah. Pada masa Khalifah Umar ra.,
gaji pegawai disesuaikan dengan tingkat kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat
setempat. Jika tingkat biaya hidup masyarakat setempat meningkat, upah para
pegawai harus dinaikkan sehingga mereka bisa memmenuhi kebutuhan hidup.
Lebih lanjut, Berikut beberapa landasan dalam upah-mengupah dalam al-Quran
1. Q.S. Az Zukhruf ayat 32







Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah
menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia,
dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain
beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian
yang lain. dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka
kumpulkan.
2. Di dalam Hadist Nabi di jelaskan bahwasannya,
a. Dahulu kami menyewa tanah dengan jalan membayar dari tanaman
yang tumbuh.Lalu Rasulullah SAW melarang kami cara itu dan
memerintahkan kami agar membayarnya dengan dinar dan dirham.
(HR Ahmad dan Abu Dawud).
b. Rasulullah Saw bersabda, Berikanlah olehmu upah orang sewaan
sebelum keringatnya kering. (HR. Ibnu Majah)
c. Rasulullah Saw bersabda, Berbekamlah kamu, kemudian berikanlah
olehmu upahnya kepada orang yang membekamnya. (HR. Bukhari
dan Muslim)

C. PERSOLAN TENAGA KERJA DAN UPAH


Pokok persoalan yang dihadapi saat ini bagaimana kaitannya tenaga keja
dan upah. Bayak pekerja (buruh) yang masih mendapatkan upah minimuim dan
kurang dalam hal memenuhi kebutuhan, maka dari itu perlunya peran pemerintah,
masyarakat, untuk memakmurkan masyarakat di Indonesia untuk
menanggulanginya. Selain itu dalam hal kaitannya tenaga kerja dan upah adalah
contoh dalam persoalan pada zaman kenabian hingga zaman sekarang yang masih
marak terjadi yaitu jual-beli perbudakan. Derajat kemanusiaan budak dipandang
rendah dan hak asasinya terabaikan. Jika ingin mememerdekan seorang budak
tidak ada cara lain kecuali dengan membelinya, Hal ini pernah dilakukan sahabat
Abu Bakar As-Siddiq ketika membebaskan Bilal bin Rabah dari tuannya.
Pada hakikatnya Islam telah menghapus praktik perbudakan, namun dalam
kenyataannya di negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam sendiri
masih terjadi praktik perbudakan secara terang-terangan. Hal ini mengisyaratkan
bahwa umat Muslim harus berupaya untuk menghapus perbudakan manusia.
Perbudakan saat ini mungkin tidak sekejam perbudakan di masa lalu yang benar-
benar tidak memanusiakan manusia. Perbudakan masa kini sebagian besar terjadi
dalam bentuk sistem kerja yang tidak berkeadilan yang dialami pekerja rumah
tangga migran Indonesia di luar negeri. Umat Muslim sebagai agen utama
perbaikan peradaban manusia, sekali lagi, hendaknya terus berjuang agar sistem
kerja yang tidak berkeadilan terhapus dari muka bumi, sehingga kaum pekerja
mendapat jaminan kemerdekaan, derajat kemanusiaan, kesetaraan dan
pengupahan yang layak. Jika saja keempat prinsip atau nilai pemuliaan pekerja
tersebut terterapkan dalam dunia ketenagakerjaan secara global, kasus
perdagangan tenaga kerja Indonesia (TKI) yang menjadi preseden buruk bagi
pekerja migran Indonesia tidak akan terulang.
Dan bagaimana persoalan tenaga kerja dan upah dalam perspektif islam
sendiri yang sudah ada di dalam al-Quran dan Hadist.

Empat Prinsip Ketenagakerjaan

Dari penghapusan perbudakan yang dikombinasikan dengan perpspektif


Islam tentang ketenagakerjaan, maka dapat disebutkan setidaknya ada empat
prinsip untuk memuliakan hak-hak pekerja.

1. kemerdekaan manusia.
Ajaran Islam yang direpresentasikan dengan aktivitas kesalehan sosial
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam yang dengan tegas mendeklarasikan
sikap antiper budakan untuk membangun tata kehidupan masyarakat yang toleran
dan berkeadilan. Islam tidak mentolerir sistem perbudakan dengan alasan apa pun.
Terlebih lagi adanya praktik jual-beli pekerja dan pengabaian hak-haknya yang
sangat tidak menghargai nilai kemanusiaan.
Penghapusan perbudakan menyiratkan pesan bahwa pada hakikatnya
manusia ialah makhluk merdeka dan berhak menentukan kehidupannya sendiri
tanpa kendali orang lain. Penghormatan atas independensi manusia, baik sebagai
pekerja maupun berpredikat apa pun, menunjukkan bahwa ajaran Islam mengutuk
keras praktik jual-beli tenaga kerja.
2. prinsip kemuliaan derajat manusia.
Allah menciptakan manusia sangat sempurna memopunyai akal dan
pikiran, maka dari itu dengan kesempuraan Alllah yang berikan, sebagai manusia
kita wajib berusaha atau bekerja untuk memenuhi kebutuhan. Tidak dibenarkan
seorang muslim malas dalam mencari rezeki, dengan alasan konsentrasi ibadah
atau tawakal kepada Allah. Yang demikian itu karena langit tidak akan
mencurahkan hujan emas ataupun perak. Tidak dibenarkan jika seseorang
mengandalkan pemberian, padahal seseorang tersebut memiliki kekuatan untuk
berusaha sendiri, mecukupi keluarga dan tanggungannya.
Allah menegaskan dalam QS. Al-Jumuah: 10, yang artinya, Apabila
telah ditunaikan sholat, maka bertebaranlah kalian di muka bumi, dan carilah
karunia Allah, dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kalian beruntung. Ayat
ini diperkuat hadis yang diriwayatkan Imam Al-Baihaqi: Tidaklah seorang di
antara kamu makan suatu makanan lebih baik daripada memakan dari hasil
keringatnya sendiri.
Kemuliaan orang yang bekerja terletak pada kontribusinya bagi
kemudahan orang lain yang mendapat jasa atau tenaganya. Salah satu hadis yang
populer untuk menegaskan hal ini adalah Sebaik-baik manusia di antara kamu
adalah yang paling banyak manfaatnya bagi orang lain. (HR. Bukhari dan
Muslim).
Dari beberapa dalil tersebut, dapat dipahami bahwa Islam sangat
memuliakan nilai kemanusiaan setiap insan. Selain itu, tersirat dalam dalil-dalil
tersebut bahwa Islam menganjurkan umat manusia agar menanggalkan segala
bentuk stereotype atas berbagai profesi atau pekerjaan manusia. Kecenderungan
manusia menghormati orang yang memiliki pekerjaan, yang menghasilkan banyak
uang, serta meremehkan orang yang berprofesi rendahan. Padahal nasib setiap
insan berbeda sesuai skenario dari Allah Subhanahu wa taala. Sikap
merendahkan orang lain karena memandang pekerjaannya sangat ditentang dalam
Islam.
3. keadilan dan anti-diskriminasi.
Nabi saw. menghapuskan pemikiran yang merendahkan sebagian orang
karena profesi dan pekerjaan tertentu. Nabi saw mengajarkan kepada para
sahabatnya bahwa kehormatan, bahkan segalan kehormatan, ada pada pekerjaan,
pekerjaan apa pun tanpa memandang strata dari pekerjaan.
Maka dari itu Islam tidak mengenal sistem kelas atau kasta di masyarakat,
begitu juga berlaku dalam memandang dunia ketenagakerjaan. Dalam sistem
perbudakan, seorang pekerja atau budak dipandang sebagai kelas kedua di bawah
majikannya. Hal ini dilawan oleh Islam karena ajaran Islam menjamin setiap
orang yang bekerja memiliki hak yang setara dengan orang lain, termasuk atasan
atau pimpinannya. Bahkan hingga hal-hal kecil dan sepele, Islam mengajarkan
umatnya agar selalu menghargai orang yang bekerja.
Misalnya dalam hal pemanggilan atau penyebutan, Islam melarang
manusia memanggil pekerjanya dengan panggilan yang tidak baik atau
merendahkan. Sebaliknya, Islam menganjurkan pemanggilan kepada orang yang
bekerja dengan kata-kata yang baik seperti Wahai pemudaku untuk laki-laki
atau Wahai pemudiku untuk perempuan.
Dalam sejarahnya, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pernah
memiliki budak dan pembantu. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam
memperlakukan para budak dan pembantunya dengan adil dan penuh
penghormatan. Rasulullah pernah mempunyai pembantu seorang Yahudi yang
melayani keperluan beliau, namun beliau tidak pernah memaksakan agama
kepadanya. Isteri beliau, Aisyah Radhiyallahu anha, juga memiliki pembantu
yang bernama Barirah yang diperlakukan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa
sallam dan isterinya dengan lemah lembut dan tanpa kekerasan.
4. kelayakan upah pekerja
Upah atau gaji adalah hak pemenuhan ekonomi bagi pekerja yang menjadi
kewajiban dan tidak boleh diabaikan oleh para majikan atau pihak yang
mempekerjakan. Sebegitu pentingnya masalah upah pekerja ini, Islam memberi
pedoman kepada para pihak yang mempekerjakan orang lain bahwa prinsip
pemberian upah harus mencakup dua hal, yaitu adil dan mencukupi.
Prinsip tersebut terangkum dalam sebuah hadis Nabi yang diriwayatkan
Imam Al-Baihaqi, Berikanlah gaji kepada pekerja sebelum kering keringatnya,
dan beritahukan ketentuan gajinya, terhadap apa yang dikerjakan.
Seorang pekerja berhak menerima upahnya ketika sudah mengerjakan
tugas-tugasnya, maka jika terjadi penunggakan gaji pekerja, hal tersebut selain
melanggar kontrak kerja juga bertentangan dengan prinsip keadilan dalam Islam.
Selain ketepatan pengupahan, keadilan juga dilihat dari proporsionalnya tingkat
pekerjaan dengan jumlah upah yang diterimanya.
Selain adanya perbudakan yang telah dijelaskan, pada masa sekarang,
proporsioanlitas tersebut terbahasakan dengan sistem UMR (Upah Minimum
Regional). Lebih dari itu, Islam juga mengajarkan agar pihak yang
mempekerjakan orang lain mengindahkan akad atau kesepakatan mengenai sistem
kerja dan sistem pengupahan, antara majikan dengan pekerja. Jika adil dimaknai
sebagai kejelasan serta proporsionalitas, maka kelayakan berbicara besaran upah
yang diterima haruslah cukup dari segi kebutuhan pokok manusia, yaitu pangan,
sandang serta papan.
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam mempertegas pentingnya
kelayakan upah dalam sebuah hadis: Mereka (para budak dan pelayanmu)
adalah saudaramu, Allah menempatkan mereka di bawah asuhanmu, sehingga
barangsiapa mempunyai saudara di bawah asuhannya maka harus diberinya
makan seperti apa yang dimakannya (sendiri) dan memberi pakaian seperti apa
yang dipakainya (sendiri), dan tidak membebankan pada mereka tugas yang
sangat berat, dan jika kamu membebankannya dengan tugas seperti itu, maka
hendaklah membantu mereka (mengerjakannya). (HR. Muslim).
dari keseluruhan penjelasan diatas mengenai upah menurut prinsip Islam
adalah, dalam penentuan upah, Islam menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan
dari tenaga kerja. Selama ini hak-hak tenaga kerja selalu dipinggirkan. Model
Asia Timur misalnya, tenaga kerja tidak dilindungi hak-haknya. Upah yang
mereka terima rendah, tidak cukup untuk menghidupi mereka dan keluarganya.
Hal ini sangat bertentangan dengan pandangan Islam, karena syarat upah dalam
Islam adalah adil. Adil itu tidak hanya dilihat dari sisi tenaga kerja (ajir), tetapi
juga dari sisi majikan (mustajir). Oleh sebab itu Islam tidak membenarkan
penetapan upah yang hanya memperhatikan tenaga kerja, yaitu bertujuan hanya
untuk mensejahterakan tenaga kerja semata. Di sisi lain pihak produsen atau
majikan juga diperhatikan kesejahteraannya.
Ada alternatif yang ditawarkan oleh Islam, jika penentuan upah melalui
mekanisme pasar dan kebijakan upah minimum pemerintah tidak berjalan
sebagaimana mestinya. Ada dua alternatif yang ditawarkan. Yakni: (1)
Memberikan subsidi kepada pihak produsen. Subsidi tersebut diberikan agar
produsen tetap dapat memberikan upah yang layak kepada tenaga kerja. (2)
Memberikan subsidi kepada pihak tenaga kerja. Subsidi ini lebih tepatnya disebut
dengan jaminan sosial. Jadi tenaga kerja tetap mendapat tingkat upah pasar,
namun mereka juga mendapat jaminan sosial sebagai bentuk perhatian pemerintah
terhadap kesejahteraan mereka.
Dalam langkahnya pemerintah dapat menggunakan dana baitul maal
(keuangan negara). Contoh dari subsidi dapat dari, misalnya, masa pemerintahan
Umar, subsidi itu diberikan dalam bentuk: (1) Ransum atau jatah tetap setiap
orang; dan (2) Subsidi tahunan tunai yang bersifat tetap bagi mereka yang ikut
berjihad.
Sama halnya dengan Tanjung, bahwa sistem pengupuhan agar adil dan
tidak terjadi diskrimanasi pekerja yang ada di bawah UMR di lihat dari perspektif
Islam , solusinya seperti:
1. Pembayaran upah lembur dan kerja ekstra (HR. Muslim dan Ibnu
Hibban)
2. Pemberian hak cuti dan istirahat sebagaimana lazimnya
3. Penilaian lerja secara objektif, komprehensif, dan adil yang
mengutamakan empat aspek yaitu kejujuran, kehati-hatian, sikap rasa
hormat pada atasan, dan kesetiaan
4. Pekerja berhak mendapatkan jaminan di hari tua (Al- Isra 23-24)
5. Jaminan keselamatan kerja serta pemberian kompensasi bagi
kecelakaan dan risiko kerja.
Jika dilihat secara kasat mata, tenaga kerja di negara-negara berkembang,
sangat memerlukan kepastian akan perlindungan hak-haknya. Indonesia misalnya,
mengadopsi dua model kebijakan mengenai tenaga kerja. Yakni model Amerika
Latin dan Asia Timur. Dan penerapan kedua model ini dilakukan Indonesia pada
dua periode berbeda. Yakni pada masa Orde Baru dan setelah itu Orde Reformasi.
Pada saat sebelum terjadi krisis ekonomi atau dikenal juga dengan masa Orde
Baru, Indonesia lebih condong ke model Asia Timur, dengan mengabaikan
undang-undang perlindungan tenaga kerja, pengkerdilan peran serikat pekerja
oleh pemerintah, dll. Sedangkan saat ini pemerintah menggunakan model
Amerika Latin, denganmelindungi buruh di sektor modern secara ekstensif , luas,
atau agresif.
Namun sebenarnya kebijakan upah minimum dan perlindungan tenaga
kerja yang agresif bisa saja merugikan kepentingan sebagian besar pekerja.
Bahaya yang dapat ditimbulkan dari kebijakan yang agresif adalah bahwa
kesenjangan antara pekerja disektor modern dan tradisional akan makin melebar,
dan pertumbuhan kesempatan kerja dalam pekerjaan lebih baik (better jobs) akan
melambat. Begitu juga surplus tenaga kerja dari sektor tradisional ke sektor
modern juga akan ikut melambat. Hal yang sangat dibutuhkan adalah kebijakan
upah minimum dan kebijakan perlindungan buruh yang paling efektif bagi semua
pekerja, baik yang berada di sektor modern dan tradisional.
Dalam perjalanannya penerapan konsep-konsep konvensional ini
menemukan kebuntuan, karena konsep-konsep konvensional ini juga memiliki
kekurangan. Oleh karena itu Islam bisa dijadikan alternatif sebagai solusi
memecah kebuntuan tersebut. Misal, masih banyak hak-hak tenaga kerja yang
belum terpenuhi. Standar kesejahteraan tenaga kerja yang masih rendah. Islam
sangat menentang hal-hal tersebut. Dalam Islam, hak-hak manusia telah dijamin
oleh Allah Subhanahu wa taala. Allah telah memberikan semua apa yang kita
butuhkan untuk hidup di dunia ini, udara untuk bernafas, air untuk minum, dll.
Dari sini dapat kita lihat perbedaan yang mendasar antara pandangan Islam
dan konvensional. Perbedaan tersebut ada dua. Yakni (1) Islam melihat upah
sangat besar kaitannya dengan konsep moral atau kemanusiaan sedangkan
konvensional tidak. (2) Upah dalam Islam tidak hanya sebatas materi. Tetapi juga
menembus batas kehidupan, yaitu dimensi akhirat yang disebut juga dengan
pahala sedangkan konvensional tidak dan Islam Islam adalah solusi dari berbagai
macam problema yang ada didunia ini, tak terkecuali problema dalam bidang
ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA

Fami, Siswanto, Farid, Arijulmanan, HRD Syariah Teori dan Implementasi,


(Jakarta: Gramedia, 2014)

Hermansyah dan Priyanti, Instansi Ekonomi, (Bandung: Pustaka Setia, 2013)

Qardhawi, yusuf, Halal Haram dalamn Islam, (Surakarta: Intermedia, 2003)

Nurul , dkk., Ekonomi Makro Islam, Jakarta:Kencana, 2008.


P3EI UIN Yogyakart,Ekonomi Islam, Jakarta: Rajawali Pers,2009
Karim, Adiwarman, Ekonomi Islam : Suatu Kajian Ekonomi Makro, : IIIT
Indonesia, Jakarta, 2002
Marthon,Said Saadalah, Ekonomi Islam di Tengah Krisis Ekonomi
Global, Cet. I, Zikrul Hakim, Jakarta, 2004
Bramantyo Djohanputro, Prinsip-prinsip Ekonomi Makro, (Jakarta : PPM,
2006)

Anda mungkin juga menyukai