Anda di halaman 1dari 25

“ANALISIS FUNDAMENTAL SECARA EKONOMI, INDUSTRI DAN PERUSAHAAN.


Analisis Sekuritas Dan Manajemen Portofolio
Dosen Pengampu Mata Kuliah: Prof. Dr. Ni Luh Putu Wiagustini, S.E., M.Si.

Oleh Kelompok 6:

1. Ni Made Wira Dwi Ratna Pradnyani (1907521035)


2. Putu Eka Maharani (1907521108)
3. Nyoman Devi Novita Sri Jayati (1907521109)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya dengan rahmat-
Nyalah kami akhirnya bisa menyelesaikan tugas terstruktur berkelompok yang berjudul “ Analisis
Fundamental Secara Ekonomi, Industri Dan Perusahaan.” ini dengan baik tepat pada waktunya.
Tidak lupa kami menyampaikan rasa terima kasih kepada dosen pembimbing, Ibu Prof. Dr.
Ni Luh Putu Wiagustini, S.E, M.Si. yang telah memberikan banyak bimbingan. Rasa terima kasih
juga hendak kami ucapkan kepada rekan kelompok satu yang telah memberikan kontribusinya
baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga tugas terstruktur berkelompok mata kuliah
ini bisa selesai pada waktu yang telah ditentukan.
Meskipun kami sudah mengumpulkan banyak referensi untuk menunjang penyusunan
tugas terstruktur berkelompok mata kuliah ini, tetapi kami menyadari bahwa di dalam tugas
terstruktur berkelompok yang telah kami susun ini masih terdapat banyak kesalahan serta
kekurangan. Maka dari itu, kami mengharapkan saran serta masukan dari para pembaca demi
tersusunnya tugas terstruktur berkelompok lain yang lebih baik lagi. Akhir kata, kami berharap
agar tugas terstruktur berkelompok ini bisa memberikan banyak manfaat.

Denpasar, 03 Desember 2021


Tim Penyusun

(Kelompok 6)

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................................................. ii
BAB I.............................................................................................................................................. 1
1.1. LATAR BELAKANG ...................................................................................................... 1
1.2. RUMUSAN MASALAH.................................................................................................. 1
1.3. TUJUAN........................................................................................................................... 1
BAB II ............................................................................................................................................ 2
2.1. KONDISI EKONOMI DAN PASAR MODAL............................................................... 2
2.2. VARIABEL MAKRO EKONOMI .................................................................................. 3
2.3. PENGERTIAN INDUSTRI.............................................................................................. 5
2.4. PENGERTIAN ANALISIS INDUSTRI .......................................................................... 7
2.5. TINGKAT PERSAINGAN DALAM INDUSTRI DAN EFEKNYA TERHADAP
RETURN INDUSTRI YANG DIHARAPKAN.............................................................. 11
2.6. OVERVIEW ANALISIS PERUSAHAAN PT UNILEVER INDONESIA Tbk ................. 13
BAB III......................................................................................................................................... 21
3.1. KESIMPULAN............................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................. 22

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Analisis industri merupakan salah satu bagian dalam analisis fundamental. Analisis industri
biasanya dilakukan setelah kita melakukan analisis ekonomi. Dalam analisis industri, investor
mencoba memperbandingkan kinerja dari berbagai industri, untuk bisa mengetahui jenis industri
apa saja yang memberikan prospek paling menjanjikan ataupun sebaliknya. Setelah melakukan
analisis industri, investor nantinya akan dapat menggunakan informasi tersebut sebagai masukan
untuk mempertimbangkan saham-saham dari kelompok industri mana sajakah yang akan
dimasukkan dalam portofolio yang akan dibentuknya.
Analisis industri harus diikuti dengan analisis perusahaan. Tujuannya
agar pemimpin perusahaan dapat mengetahui kondisi perusahaan, baik secara internal maupun
eksternal. Sehingga ketika terdapat indikasi perusahaan dibawah industry lain, perusahaan dapat
segera mengambil tindakan selanjutnya.
Berdasarkan uraian tersebut, penulis membuat makalah berjudul “analisis dunfamental secara
ekonomi, industri, dan perusahaan.” untuk mengetahui lebih lanjut mengenai variabel-variabel
makro ekonomi, industri serta perusahaan dalam melakukan analisis penilaian saham dan
membuat keputusan alokasi investasi.

1.2. RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana kondisi ekonomi dan pasar modal?
2. Apa saja variabel makro ekonomi?
3. Bagaimana konsep dasar dan arti penting klasifikasi industri?
4. Bagaimana arti penting analisis industri untuk menyeleksi sekuritas?
5. Bagaimana tingkat persaingan dalam industri dan efeknya terhadap return industri yang
diharapkan?
6. Bagaimana overview analisis perusahaan?

1.3. TUJUAN
1. Untuk mengetahui kondisi ekonomi dan pasar modal
2. Untuk mengetahui variabel makro ekonomi
3. Untuk mengetahui konsep dasar dan arti penting klasifikasi industri
4. Untuk mengetahui arti penting analisis industri untuk menyeleksi sekuritas
5. Untuk mengetahui tingkat persaingan dalam industri dan efeknya terhadap return industri
yang diharapkan
6. Untuk mengetahui overview analisis perusahaan

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. KONDISI EKONOMI DAN PASAR MODAL


Analisis ekonomi adalah salah satu dari tiga analisis yang perlu dilakukan investor dalam
penentuan keputusan investasinya. Analisis ekonomi perlu dilakukan karena kecenderungan
adanya hubungan yang kuat antara apa yang terjadi pada lingkungan ekonomi makro dan kinerja
suatu pasar modal. Pasar modal mencerminkan apa yang terjadi pada perekonomian makro karena
nilai investasi ditentukan oleh aliran kas yang diharapkan serta tingkat return yang disyaratkan atas
investasi tersebut, dan kedua faktor tersebut sangat dipengaruhi oleh perubahan lingkungan
ekonomi makro. Dengan demikian, jika kita ingin mengestimasi aliran kas, bunga, ataupun premi
risiko dari suatu sekuritas, maka kita harus mempertimbangkan analisis ekonomi makro.
Tabel berikut memperlihatkan perkembangan IHSG di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari tahun
2010 sampai dengan Novernber 2016. Pada akhir tahun 2010 IHSG berada pada level 3.789,10
dan meningkat dengan sangat pesat sampai dengan bulan November 2016, yaitu menjadi 5.231,97.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), 2010 s.d. November 2016


Fluktuasi yang terjadi di pasar modal akan terkait dengan perubahan yang terjadi pada
berbagai variabel ekonomi makro. Seperti kita ketahui bahwa harga obligasi akan sangat
tergantung dari ungkat bunga yang berlaku, dan tingkat bunga ini akan dipengaruhi oleh perubahan
ekonomi makro ataupun kebijakan ekonomi makro yang ditentukan pemerintah. Sedangkan di sisi
lainnya, harga saham merupakan cerminan dari ekspektasi investor terhadap faktor-faktor earning,

2
aliran kas dan tingkat return yang disyaratkan investor, yang mana ketiga faktor tersebut juga
sangat dipengaruhi oleh kinerja ekonomi makro.
Siegel (1991), menyimpulkan adanya hubungan yang kuat antara harga saham dan kinerja
ekonomi makro, dan menemukan bahwa perubahan pada harga saham selalu terjadi sebelum
terjadinya perubahan ekonomi. Mengapa perubahan harga saham mendahului perubahan ekonomi,
mengapa bukan sebaliknya? Ada dua alasan yang mendasarinya. Pertama, harga saham yang
terbentuk merupakan cerminan ekspektasi investor, terhadap earning, dividen, maupun tingkat
bunga yang akan terjadi. Hasil estimasi investor terhadap ketiga variabel tersebut akan menentukan
berapa harga saham yang sesual. Dengan demikian, harga saham yang sudah terbentuk itu akan
merefleksikan ekspektasi investor atas kondisi ekonomi di masa datang, bukannya kondisi
ekonomi saat ini. Kedua, kinerja pasar modal akan bereaksi terhadap perubahan-perubahan
ekonomi makro seperti perubahan tingkat bunga, inflasi, ataupun jumlah uang beredar. Ketika
investor menentukan harga saham yang tepat sebagai refleksi perubahan variabel ekonomi makro
yang akan terjadi, maka masuk akal jika dikatakan harga saham terjadi sebelum perubahan
ekonomi makro benar-benar terjadi.

2.2. VARIABEL MAKRO EKONOMI


Lingkungan ekonomi makro adalah lingkungan yang memengaruhi operasi perusahaan
sehari-hari. Kemampuan investor dalam memahami dan meramalkan kondisi ekonomi makro di
masa datang, akan sangat berguna dalam pembuatan keputusan investasi yang menguntungkan
sehingga investor harus memperhatikan beberapa indikator ekonomi makro yang bisa membantu
mereka dalam memahami dan meramalkan kondisi ekonomi makro, Berikut ini akan dibahas
beberapa variabel ekonomi makro yang perlu diperhatikan investor.
1. Produk Domestik Bruto (PDB)
Produk domestik bruto (PDB) adalah ukuran produksi barang dan jasa total suatu negara.
Pertumbuhan PDB yang cepat merupakan indikasi tecjadinya pertumbuhan ekonomi. Jika
pertumbuhan ekonomi membaik, maka daya beli masyarakat pun akan meningkat, dan ini
merupakan kesempatan bagi perusahaan-perusahaan untuk meningkatkan penjualannya.
Dengan meningkatnya penjualan perusahaan, maka kesempatan perusahaan memperoleh
keuntungan juga akan semakin meningkat.
2. Tingkat Pengangguran
Tingkat pengangguran ditunjukkan oleh persentase dari total jumlah tenaga kerja yang
masih belum bekerja (meliputi pula pengangguran tak kentara maupun pengangguran
kentara). Tingkat pengangguran ini mencerminkan sejauh mana kapasitas operasi ekonomi
suatu negara bisa dijalankan. Semakin besar tingkat pengangguran di suatu negara, semakin
besar kapasitas operasi ekonomi yang belum dimanfaatkan secara penuh. Jika hal ini terjadi
maka tenaga kerja sebagai salah satu faktor produksi utama tidak termanfaatkan secara penuh.
3. Inflasi
Inflasi adalah kecenderungan terjadinya peningkatan harga produk-produk secara
keseluruhan. Tingkat inflasi yang tinggi biasanya dikaitkan dengan kondisi ekonomi yang

3
terlalu panas (overheated). Artinya, kondisi ekonomi mengalami permintaan atas produk yang
melebihi kapasitas penawaran produknya, sehingga harga-harga cenderung mengalami
kenaikan. Inflasi yang terlalu tinggi juga akan menyebabkan penurunan daya beli uang
(parchasing power of money). Di samping itu, inflasi yang tinggi juga bisa mengurangi tingkat
pendapatan real yang diperoleh investor dari investasinya. Sebaliknya jika tingkat inflasi suatu
negara mengalami penurunan, maka hal ini akan merupakan sinyal yang positif bagi investor
seiring dengan turunnya risiko daya beli uang dan risiko penurunan pendapatan rill.
4. Tingkat Bunga
Tingkat bunga yang terlalu tinggi akan memengaruhi nilai sekarang (present value) aliran
kas perusahaan sehingga kesempatan-kesempatan investasi yang ada tidak akan menarik lagi.
Tingkat bunga yang tinggi juga akan meningkatkan biaya modal yang harus ditanggung
perusahaan. Disamping itu tingkat bunga yang tinggi juga akan menyebabkan return yang
disyaratkan investor dari suatu investasi akan meningkat.
Faktor-faktor ekonomi perkembangan investasi di beberapa negara mempunyai pengaruh
terhadap perkembangan investasi di beberapa negara. Tandelilin (1998), merangkum beberapa
faktor ekonomi makro yang berpengaruh terhdap investasi suatu negara, sebagai: tingkat
perutumbuhan Prduk Domestik Bruto (PDB)’ laju pertumbuhan inflasi, tingkat suku bunga dan
nilai tukar mata uang (exchange rate). Tabel berikut ini memperlihatkan hubungan faktor-faktor
tersebut dan dampaknya terhadap investasi di suatu negara.

Matriks Hubungan Beberapa Faktor Makro Ekonomi Terhadap Profitabilitas Perusahaan

Indikator Penjelasan
Pengaruh
Ekonomi
PDB Meningkatnya PDB merupakan Meningkatnya PDB mempunyai pngaruh
sinyal yang baik (positif) untuk
positif terhadap daya beli konsumen
investasi dan sebaliknya jika sehingga dapat meningkatkan permintaan
PDB menurun. terhadap produk perusahaan.
Inflasi Peningkatan inflasi secara Inflasi meningkatkan pendapatan dan biaya
relative merupakan sinal
perusahaan. Jika peningkatan biaya
megatif bagi pemodal di pasar produksi lebih tinggi dari peningkatan
modal. harga yang dapat dinikmati oleh perusahaan
maka profitabilitas perusahaan akan turun.
Tingkat Tingkat bunga yang tinggi Tingkat suku bunga yang meningkat akan
bunga merupakan sinyal negatif menyebabkan peningkatan suku bunga
terhadap harga saham. yang disyaratkan atas investasi pada suatu
saham. Disamping itu tingkat suku bunga
yang meningkat bisa juga menyebabkan
investor menarik investasinya pada saham
dan memindahkannya pada investasi berupa
tabungan ataupun deposito.

4
Kurs Rupiah Menguatnya kurs rupiah Menguatnya kurs rupiah terhadap mata
terhadap mata uang asing uang asing akan menurunkan biaya impor
merupakan sinyal positif bagi bahan baku untuk produksi, dan akan
perekonomian yang mengalami menurunkan tingkat suku bunga yang
investasi berlaku.
Anggaran Anggaran yang defisit Anggaran defisit akan mendorong
Defisit merupakan sinyal positif bagi konsumsi dan investasi pemerintah,
ekonomi yang sedang sehingga dapat meningkatkan permintaan
mengalami resesi, tetapi terhadap | i d Lo ap produk perusahaan.
merupakan sinyal yang negatif Akan tetapi, anggaran defisit di sisi lain
bagi ekonomi yang mengalami justru akan meningkatkan jumlah uang
inflasi beredar dan akibatnya akan mendorong
inflasi.
Investasi Meningkatnya investasi swasta Meningkatnya investasi swasta akan
Swasta adalah sinyal positif bagi meningkatkan PDB sehingga dapat
pemodal meningkatkan pendapat konsumen
Neraca Defisit neraca perdagangan dan Defisit neraca perdagangan dan
perdagangan pembayaran merupakan sinyal pembayaran harus dibiayai dengan menarik
dan negatif bagi pemodal modal asing. Untuk melakukan hal ini, suku
pembayaran bunga harus dinaikkan.

2.3. PENGERTIAN INDUSTRI


Istilah industri ataupun sektor/kelompok industry telah begitu dikenal luas oleh masyarakat,
misalnya industry otomatif, makanan, dan lain sebagainya. Tetapi pada dasarnya,
pengelompokkan industry tidaklah sesederhana seperti yang dibayangkan. Sebagai contoh, untuk
mengelompokkan suatu perusahaan uang memproduksi produk makanan kaleng, terkadang
mengalami kebingungan apakah perusahaan itu akan dikelompokkan ke dalam industry makanan
ataukah industry alumunium. Masalah pengelompokkan industry juga akan menjadi semakin rumit
ketika kita berhadapan dengan banyak perusahaan yang mempunyai sekian banyak ragam lini
bisnis. Kita akan semakin sulit menentukan jenis industry apakah yang benar – benar sesuai dengan
jenis industry perusahaan bersangkutan.
Berkenan dengan masalah tersebut analisis dengan investor memerlukan metode yang dapat
digunakan untuk mengklasifikasikan indutri dengan tepat. Salah satu sistem klasifikasi industry
yang telah dikenal dan digunakan secara luas adalah sistem Standard Industry Classification (SIC)
yang didasarkan pada data sensus dan pengklasifikasian perusahaan berdasarkan produk dasar
yang dihasilkan. Standard Industry Classification (SIC) mempunyai 11 divisi dan masing – masing
divisi deberi tanda A sampai K. sebagai contoh, misalnya perkebunan, pertanian dan perikanan
dikelompokan dalam divisi A, pertambangan dalam divisi B, perdagangan eceran G dan kelompok
terakhir yaitu yang belum terklasifikasi tersebut dengan divisi K. Masing – masing divisi akan

5
terdiri dari beberapa kelompok industry utama dan diberi kode dua digit. Sebagai contoh, misalnya
industry logam yang termasuk dalam divisi D yaitu industry pertambangan, akan diberi kode 33.
Kelompok industry utama pada masing – masing divisi dalam SIC akan dibagi lagi dalam tiga,
empat sampai lima digit kode SIC. Semakin banyak kode digit SIC, semakin spesifik
pengelompokan industry tersebut. Disamping standard klasifikasi SIC, ada beberapa sistem
klasifikasi lainnya yang juga digunakan untuk mengelompokan industry, diantaranya adalah
indeks industry yang dikeluarkan oleh standard & Poor Corporation yang mengelompokan
industry dalam 113 kelompok, dan klasifikasi industry versi value line yang mengklasifikasikan
perusahaan kedalam 90 industry.
Pengelompokan industry untuk kasus di Indonesia juga dilakukan dengan berdasarkan suatu
standard klasifikasi industry tertentu. Salah satu standard yang banyak dipakai untuk
mengelokpokan industry bagi perusahaan – parusahaan yang terdaftar dibursa efek jakarata adalah
Jakarta stock Exchange Sectoral Industry Classification (JASICA). Klasifikasi (JASICA) ini
terdiri dari 9 divisi dan masing – masing divisi tersebut dibagi lagi menjadi kelompok industry
utama dan diberi kode 2 digit. Contoh klasifikasi industry (JASICA) di BEJ dapat dilihat pada
table berikut ini:

6
2.4. PENGERTIAN ANALISIS INDUSTRI
Analisis industry merupakan tahap penting yang perlu dilakukan investor, karena analisis
tersebut dipercaya bisa membantu investor untuk mengidentifikasi peluang-peluang investasi
dalam industry yang mempunyai karakteristik risiko dan return yang menguntungkan bagi
investor.
Beberapa penelitian yang terkait dengan analisis industry, telah didokumentasikan oleh Reilly
dan Brown (1997), dan menghasilkan kesimpulan-kesimpulan seperti berikut ini:
1. Studi mengenai kinerja tahunan industry, menunjukkan bahwa industry yang berbeda
mempunyai tingkat return yang berbeda pula. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
analisis industry itu penting, dan perlu dilakukan untuk mengetahui perbedaan kinerja antar
industry, sehingga akan membantu investor dan para analisis untuk mengidentifikasi peluang-
peluang yang menguntungkan dan yang tidak menguntungkan

7
2. Tingkat return masing-masing industry berbeda di setiap tahunnya. Dengan demikian, return
industry di masa yang akan datang tidak bisa diestimasi dengan hanya menggunakan data
return industry masa lalu. Oleh karena itu, analisis dan investor disamping menggunakan data
return industry di masa lalu, juga perlu menambahkan dengan beberapa data lain yang relevan
untuk mengestimasi return industry di masa yang datang.
3. Tingkat return perusahaan-perusahaan di suatu industry yang sama terlihat cukup beragam.
Hal ini menunjukkan bahwa analisis industry juga perlu diikuti dengan analisis perusahaan.
4. Tingkat risiko berbagai industry juga beragam, sehingga analisis dan investor perlu
mempelajati dan mengestimasi faktor-faktor risiko yang relevan untuk suatu industry tertentu
seperti halnya estimasi return.
5. Tingkat risiko suatu industry relative stabil sepanjang waktu, sehingga analisis risiko
berdasarkan data historis dapat digunakan untuk mengestimasi risiko industry di masa datang.
a. Estimasi Tingkat Keuntungan Industri
Dalam melakukan analisis industry, investor perlu menilai suatu industry dan menentukan
return yang diharapkan dari suatu industry yang akan dianalisis. Dengan menilai dan menentukan
return yang diharapkan dari suatu industry, investor akan dapat menentukan peluang investasi pada
industry – industry yang punya prospek terbaik. Untuk menilai suatu industry, ada dua langkah
yang perlu dilakukan yaitu yang pertama, mengestimasi Earing Per Share (EPS)yang diharapkan
dari suatu industry, kedua, mengestimasi Price Earing Ratio (P/E) yang diharapkan atau disebut
juga sebagai expected earning multiplier industry. Selanjutnya, jika hasil kedua estimasi tersebut
dikalikan, maka kita akan memperoleh nilai akhir yang diharapkan dari suatu industry (expected
ending value of industry).
Dengan mengetahui nilai akhir yang diharapkan dari suatu industry, selanjutnya akan dapat
ditentukan tingkat return yang diharapkan dari suatu industry. Caranya adalah dengan membagi
nilai akhir yang diharapkan dari suatu industry ditambah dividen yang diharapkan dari suatu
industry, dengan nilai awal industry tersebut pada periode sebelumnya. Selanjutnya dengan
membandingkan tingkat return yang diharapkan dari industry terhadap tingkat return yang
diisyaratkan oleh investor, investor akan dapat menentukan industry mana saja yang layak
dijadikan pilihan investasinya. Dalam penentuan keputusan investasi industry tersebut, pilihan
investor sebaiknya pada industry – industry yang mampu memberikan return diharapkan yang
lebih besar dibandingkan tingkat return yang diisyaratkan investor.
b. Estimasi Earning Per Share
Industri Untuk mengestimasi EPS kita perlu mengestimasi penjualan per lembar saham dari
suatu industry terlebih dahulu. Ada tiga teknik yang dapat digunakan untuk mengestimasi tingkat
penjualan suatu industry, yaitu dengan daur hidup industry (Industry Life Cycle), analisis input –
output, serta hubungan antara industry dengan ekonomi secara keseluruhan. Ketiga teknik tersebut
sifatnya saling melengkapi sehingga investor dapat mengkombinasikan ketiga teknik tersebut
untuk mendapatkan gabaran lengkap mengenai posisi dan prospek industry dalam berbagai
scenario.

8
Perkiraan penjualan dan daur hidup industry. Tahap perkembangan industry dapat digunakan
untuk mengestimasi besarnya penjualan dari suatu Industri. Tahap perkembangan industry
umumnya dapat dibagi jadi lima yaitu, tahap permulaan, pertumbuhan yang cepat, tahap
kedewasaan (mature), stabil, dan penurunan. Tahapan perkembangan industry dapat dilihat dari
gambar berikut ini.

Untuk mengestimasi penjualan industry kita perlu menentukan lamanya waktu masing-
masing tahap dalam daur hidup industry, dan lamanya waktu untuk masing – masing industry akan
berbeda satu dengan yang lain. Masing-masing tahap tersebut memiliki dampak terhadap
pertumbuhan penjualan dan keuntungan industry.
1. Tahap Permulaan. Tahap ini merupakan masa awal perkembangan sebuah industry. Pada tahap
ini pertumbuhan penjualan sangat kecil dan profit yang dihasilkan kemungkinan akan
menunjukan angka negative karena perusahaan harus mengeluarkan dana yang cukup besar
untuk menutupi biaya promosi dan pengembangan produk di awal – awal pertumbuhan
industry.
2. Tahap Pertumbuhan. Pada tahap ini, penjualan tumbuh sangat cepat. Permintaan semakin
meningkat, sedangkan persaingan belum begitu ketat, sehingga profit dalam tahap
pertumbuhan akan tumbuh dengan tinggi. Pertumbuhan industry pada tahap ini akan
cenderung lebih besar dari pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
3. Tahap Kedewasaan (mature). Pada tahap ini, pertumbuhan penjualan mulai menurun, karena
banyaknya pesaing yang mulai masuk dan permintaan yang sudah relative stabil. Oleh karena
itu, profit pada tahap ini akan mengalami pertumbuhan yang mulai menurun dan menuju
tingkat keuntungan yang normal. Pertumbuhan industry pada tahap ini sedikit lebih besar dari
pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.8
4. Tahap Stabil. Tahap ini adalah tahap paling panjang dalam daur hidup industry. Pertumbuhan
industry akan cenderung sama dengan pertumbuhan ekonomi pada keseluruhan atau segmen
ekonomi di mana industry tersebut berada. Pada tahap ini investor dapat mengestimasi
pertumbuhan penjualan secara mudah karena penjualan berkorelasi tinggi dengan kondisi
ekonomi. Meskipun penjualan terkait erat dengan kondisi ekonomi, tetapi besarnya
pertumbuhan penjualan masing-masing perusahaan berbeda-beda satu dengan yang lain,
tergantung dari kemampuan manajerial dari masing-masing perusahaan.
9
5. Tahap Penurunan. Pada tahap ini, tingkat penjualan dan profit industry semakin menurun. Oleh
karena itu, pada tahap ini perusahaan akan mulai keluar dari industry dan investor mulai
berpikie untuk mencari alternatif industry lain yang lebih menguntungkan. Pertumbuhan
industry pada tahap ini akan jauh dibawah pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Dengan mengetahui tahap daur hidup suatu industry, secara umum kita dapat mengestimasi
tingkat pertumbuhan penjualan suatu industry. Untuk melengkapi analisis terhadap tahap daur
hidup industry kita juga dapat membandingkan pertumbuhan industry tersebut dengan
pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Prakiraan penjualan dan analisis input-output. Analsis input-output adalah suatu cara
alternative untuk mengetahui gambaran prospek penjualan suatu industry di masa yang akan
datang, dengan cara mengidentifikasi pemasok dan konsumen dari suatu industry. Dengan
melakukan analisis ini, kita dapat mengestimasi permintaan konsumen dimasa yang akan datang,
serta kemampuan pemasok untuk menyediakan barang dan jasa yang diperlukan dalam suatu
industry. Informasi tersebut nantinya dapat digunakan untukmemperkirakan tingkat penjualan dan
keuntungan suatu industry di masa depan.
Prakiraan penjualan dan hubungan industry dan ekonomi. Teknik yang ketiga ini dilakukan
dengan cara membandingkan tingkat penjualan industry dengan kondisi perekonomian secra
keseluruhan yang berhubungan dengan barang dan jasa yang diproduksi oleh industry tersebut.
Teknik ini didasari oleh asumsi bahwa kondisi perekonomian dimana suatu industry beroperasi
akan terkait dengan penjualan dan9 keuntungan suatu industry.
c. Estimasi Earning Multiplier
Suatu Industri Teknik untuk melakukan estimasi earning multiplier industry ada dua yaitu,
analisis makro dan analisis mikro. Dalam analisis makro, investor mempelajari hubungan antara
earning multiplier untuk industry dengan earning multiplier pasar. Sedangkan dalam analisis
mikro, estimasi earning multiplier industri dilakukan dengan cara mengamati variabelvariabel
yang mempengaruhi earning multiplier industri seperti, dividen payout ratio (DPR), tingkat return
yang diisyaratkan dalam industri (k), dan tingkat pertumbuhan earning dan dividen industri yang
diharapkan (g).
Analisis makro mengasumsikan adanya hubungan antara perubahan dalam k dan g untuk
industri tertentu dengan pasar keseluruhan. Asumsi ini ini sama halnya dengan hubungan atara
perubahan dalam P/E rasio industri dengan P/E pasar secara keseluruhan. Tetapi perlu diingat
bahwa hubungan antara industri dengan pasar tidaklah sama untuk setiap industri, bahkan untuk
industri tertentu hubungan tersebut tidak signifikan. Oleh karena itu, sebelum menggunakan
analsis makro untuk mengestimasi earning multiplier untuk industri, kita perlu mengevalusi
terlebih dahulu kualitas hubungan antara rasio P/E industri yang akan dianalisis dengan P.E pasar.
Disamping itu kita perlu melengkapi analisis makro dengan analsisi mikro.
Estimasi earning multiplier industri dengan analisis mikro dilakukan dengan cara
mengestimasi tiga variabel yang menentukan earning mutiplier industri (dividen payout ratio,
tingkat return yang diisyaratkan dan tingkat pertumbuhan earning dan dividen yang diharapkan)
dan membandingkan ketiga variabel tersebut dengan P/E pasar. Dari hasil analisis tersebut,

10
selanjutnya dapat diketahui apakah earning multiplier industri berada diatas, dibawah ataupun
sama dengan earning multiplier pasar.

2.5. TINGKAT PERSAINGAN DALAM INDUSTRI DAN EFEKNYA TERHADAP


RETURN INDUSTRI YANG DIHARAPKAN.
Faktor penting lain yang mempengaruhi besarnya profit yang bisa diperoleh suatu industri
adalah intensitas persaingan dalam industri tersebut. Michael Porter telah banyak menulis tentang
strategi kompetitif, yaitu suatu strategi yang berguna untuk mencapai posisi kompetitif dalam
industri. Intensitas persaingan dalam suatu industri akan menentukan kemampuan industri untuk
tetap memperoleh tingkat return di atas rata-rata. Intensitas persaingan merupakan gambaran dari
lima faktor utama persaingan, dan pengaruh masing-masing faktor tersebut untuk masing-masing
industri akan berbeda-beda. Lima kekuatan persaingan akan menentukan profitabilitas industri
karena lima faktor tersebut mempunyai pengaruh terhadap komponen return on investment (ROI)
dalam suatu industri. Kekuatan masing-masing faktor tersebut merupakan fungsi dari struktur
industri. Analisis yang dilakukan Porter menunjukkan bahwa profitabilitas industri adalah fungsi
dari struktur industri itu sendiri. Investor harus menganalisis struktur industri untuk menilai
kekuatan dari lima faktor persaingan, sehingga investor dapat menentukan profitabilitas dari suatu
industri. Struktur industri cenderung berubah, sehingga investor perlu terus memperbarui analisis
lingkungan industri sesuai dengan perubahan yang terjadi.
Gambar 14.3 menunjukkan lima faktor yang menentukan intensitas persaingan dalam suatu
industri tersebut:
1. ancaman adanya pemain baru,
2. daya tawar (bargaining power) pembeli,
3. persaingan di antara pemain yang ada,
4. ancaman adanya barang atau jasa substitusi,
5. daya tawar (bargaining power) pemasok.

Persaingan antara perusahaan yang ada dalam industri akan semakin meningkat jika terdapat
banyak perusahan yang ukurannya relatif sama bersaing dalam industri tersebut. Di samping itu,
persaingan juga akan dipengaruhi oleh pertumbuhan industri dan biaya tetap, serta hambatan untuk
keluar dari industri tersebut. Pertumbuhan yang lambat akan membuat perusahaan semakin ketat
bersaing memperebutkan pangsa pasar yang relatif kecil. Tingginya biaya tetap juga akan
mendorong peningkatan persaingan, karena dengan tingginya biaya tetap akan mengharuskan
perusahaan untuk memproduksi dengan kapasitas penuh. Hal itu akan membuat penawaran di
pasar akan semakin meningkat yang kemudian akan menyebabkan harga barang semakin
menurun, sehingga persaingan akan semakin ketat.

11
Ancaman pemain baru. Meskipun sebuah industri mempunyai jumlah pesaing yang sedikit,
investor juga perlu mengidentifikasi perusahan-perusahaan yang potensial menjadi pemain baru
dalam industri. Besarnya ancaman pemain baru ini akan dipengaruhi oleh adanya hambatan-
hambatan masuk (barrier to entry) dalam suatu industri, seperti tingginya biaya investasi, peraturan
pemerintah dan harga barang yang relatif kecil dibandingkan dengan biaya produksi. Jika
hambatan masuk suatu industri relatif tinggi maka kemungkinan adanya pemain baru yang masuk
dalam industri tersebut akan semakin kecil.
Ancaman adanya produk substitusi. Produk substitusi akan membatasi profit potensial
suatu industri karena barang subtitusi akan memunculkan alternatif bagi produk perusahaan.
Dalam kondisi seperti ini, kemampuan perusahaan untuk menentukan harga produk akan semakin
berkurang, karena dibatasi adanya produk substitusi. Artinya, jika harga produk perusahaan terlalu
tinggi, konsumen bisa saja berpindah ke produk substitusi yang ditawarkan di pasar.
Bargaining power pembeli. Daya tawar pembeli di pasar yang kuat bisa memengaruhi
profitabilitas industri. Hal ini terjadi jika konsumen dapat menawar harga atau meminta kualitas
yang lebih tinggi dengan kemungkinan pilihan dari produk yang diberikan oleh pesaing lain. Bila
jumlah konsumen lebih banyak dari jumlah industrinya maka bargaining power konsumen akan
rendah, Sebaliknya jika jumlah industri lebih banyak dari konsumennya maka bargaining power
konsumen akan besar.
Bargaining power pemasok. Pemasok dapat mempengaruhi return industri di masa yang
datang karena mereka mempunyai kekuatan untuk menentukan harga dan kualitas dari produknya.
Jika jumlah pemasok lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah industrinya, maka pemasok
memiliki bargaining power yang besar. Begitu juga sebaliknya, jika pemasok lebih banyak dari
industrinya maka bargaining power pemasok akan berkurang.
Analisis lima faktor yang menentukan persaingan industri dapat digunakan untuk menilai
profit potensial dari suatu industri untuk jangka panjang. Seperti dijelaskan di atas bahwa masing-
masing industri mempunyai profit struktur industri yang berbeda, sehingga investor perlu
menganalisis lima faktor yang memengaruhi persaingan untuk masing-masing industri. Di

12
samping itu investor juga bisa mengamati perubahan lingkungan yang terjadi setiap saat, karena
bisa jadi struktur industri akan berubah akibat adanya perubahan lingkungan tersebut.

2.6. OVERVIEW ANALISIS PERUSAHAAN PT UNILEVER INDONESIA Tbk


1. Analisis Makro Ekonomi

PT Unilever Indonesia, Tbk (“Perseroan”) mengumumkan laporan kinerja keuangan


Perseroan kuartal I 2019 (tidak diaudit). Pada kuartal I 2019 Perseroan mencatat
penjualan bersih sebesar Rp 10,7 triliun, terdiri atas penjualan domestik Rp 10,2 triliun

13
dan penjualan ekspor Rp 0,5 triliun. Tanpa memperhitungkan penjualan kategori Spreads
yang telah didivestasi pada kuartal III 2018, Perseroan membukukan pertumbuhan
penjualan domestik sebesar 4,9%.. Pada kuartal kedua 2018, perusahaan mencatat
penjualan bersih sebesar Rp 21 Triliun (dua puluh satu triliun rupiah). Perseroan juga
mencatat laju pertumbuhan majemuk yang baik selama 10 tahun terakhir, sejak 2007,
yakni sebesar 12,6%. Hal ini perusahaan capai berkat penerapan model bisnis ‘4G’, atau
pertumbuhan yang konsisten, kompetitif, menguntungkan dan berkelanjutan (consistent
growth, competitive growth, profitable growth dan sustainable growth)”.
Inflasi diperkirakan menurun yang akan mendorong belanja konsumen. Selain
itu pemerintah telah mengisyarakatkan peningkatan belanja infrastruktur di 2018, yang
akan menguntungkan bagi kegiatan distribusi dan pengembangan Perseroan. Penjabaran
mata uang asing : Transaksi dalam mata uang asing di jabarkan ke mata uang Rupiah
dengan menggunakan kurs yang berlaku pada tanggal transaksi. IHK (indeks harga
konsumen) kategori food and refreshment melampaui perkiraan perusahaan dengan
pertumbuhan dua digit yang kuat, membukukan penjualan sebesar Rp.11.1triliun;
sementara kategori Home and personal care mencatat penjualan sebesar Rp. 25,4triliun.
Menutup total pertumbuhan di 5.7%
2. Analisa PT Unilever Indonesia Tbk Terhadap Sektor-Sektor Tertentu dalam Pasar
Modal
Pelemahan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang terjadi selama sebulan terakhir
membuat beberapa indeks sektoral ikut melemah. Meski begitu, masih ada beberapa
indeks sektoral yang mencatatkan pertumbuhan cukup baik. Merujuk pada data dari Bursa
Efek Indonesia (BEI), hingga Rabu (21/3), beberapa sektor seperti sektor aneka industri
telah mencatatkan penurunan sebesar 9,83% year-to-date (ytd) dan juga sektor konsumer
yang turun 7,51% ytd. Di sisi lain, sektor infrastruktur, utilitas,dan transportasi juga
mencatatkan penurunan sebesar 8,52% ytd, sementara sektor perdangangan, jasa, dan
investasi turun tipis 0,09% ytd dan sektor manufaktur turun 4,53% ytd. Sementara itu,
beberapa sektor seperti sektor industri dasar dan kimia, sektor properti, real estate,dan
konstruksi, serta sektor keuangan berhasil mencatatkan pertumbuhan positif ytd di tengah
pelemahan IHSG belakangan ini. Ambil contoh sektor konsumer. Saham-saham berbobot
besar seperti PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) dan PT HM Sampoerna Tbk (HMSP)
yang masuk ke dalam sektor ini sejak awal tahunmencatatkan pertumbuhan minus
lantaran pertumbuhan kinerja mereka yang tidak terlalu baiktahun 2017 lalu.Di sisi lain,
Bobot kedua saham ini yang besar ikut membuat sektor ini mencatat pertumbuhanminus
sepanjang tahun ini. Hal yang sama juga terjadi pada indeks sektor yang
mencatatkenaikan. Sektor pertambangan, misalnya, berhasil mencatat kenaikan 15,88%
ytd lantaranterdorong harga batubara yang terus menanjak sejak tahun 2017 lalu. Hal ini
membuat saham-saham pertambangan seperti PT Adaro Energy Tbk (ADRO) dan PT
Bukit Asam Tbk (PTBA)yang memiliki bobot cukup besar mendorong pergerakan sektor
ini.

14
3. Analisis Fundamental PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR)

a. ROE yang sangat Besar


Sebagai investor, selalu fokus ke ROE, karena ROE adalah ukuran yang menunjukkan
seberapa besar pemegang saham (pemilik equity) mendapatkan earning/laba
15
perusahaan. Fantastik, ROEdi atas 100%, dan terus naik dari waktu ke waktu.
Perusahaan seperti Unilever ini benar-benar telah menjadi mesin pelipat ganda uang.
Mari kita lihat, dari mana ROE yang sangat besar ini berasal.
b. ROA dari Net Margin dan Asset Turnover yang besar dan stabil
Seperti yang dibahas di Rasio Dupont, ROE = Net Margin x Asset Turnover x
FinancialLeverage. Dengan ROA = Net Margin x Asset Turnover, maka ROE = ROA
x FinancialLeverage. Dari tabel 1 di atas, Unilever berhasil menjaga Net Margin rata-
rata 17%, dan GrossMargin 51%. Bisnis dengan margin sebesar itu termasuk bagus.
Apalagi di industry FMCG,angka margin tersebut termasuk sangat bagus. Sebagai
pemimpin pasar (Market Leader) Unilever mampu mempertahan margin yang tinggi,
yang artinya bisa menentukan harga produk- produk tidak perlu membanting harga
demi memenangkan persaingan.Asset turnover rata-rata 2,3. Sehingga memberikan
rata-rata ROA 39%. Asset turnovermenunjukkan kecepatan perusahaan dalam
memanfaatkan asetnya untuk bisnis. Di sektorkonsumsi, rata-rata asset turnover
memang tinggi, karena perputaran uang di sini sangat cepat,namun Unilever tetap jauh
di atas rata-rata para kempetitornya.Dalam jangka Panjang, Unilever berhasil menjaga
Net Margin, Asset Turnover, dan ROA sangat stabil di angka rata-rata tersebut. Sebuah
kemampuan bisnis yang luar biasa, bertahun-tahunmampu mempertahankan daya
saingnya (competitive advantage).
c. Financial Leverage yang besar dan senantiasa Naik
Tidak hanya berhenti sampai di situ, dengan kehebatannya, Unilever meningkatkan
profitability-nya lebih tinggi lagi dengan mengekploitasi Leverage (utang). Financial
Leverage sama denganAsset/Equity. Rasio Financial Leverage-nya sangat tinggi,
beberapa tahun terakhir nilainya di atas 3, itu artinya sebagian besar asetnya dibiayai
oleh utang. Dan Tidak seperti Margin danTurnover yang stabil, Financial Leverage ini
naik terus dari tahun ke tahun.
d. Beban Bunga yang sangat kecil
Dari sisi yang lain, dengan bertambahnya hutang tentu saja akan menambah ancaman
resiko dari beban hutang (bunga). Namun di bisnis ada semacam threshold, di titik
manakah hutang itu akan semakin meningkatkan return atau memperpuruk kinerja?
Titik itu ada di trade-off antara ROA [sebelum bunga] dan bunga pinjaman. ROA
[sebelum bunga] adalah rasio antara labasebelum bunga dan pajak (disebut juga laba
usaha atau operating profit) dan total asset. Bunga pinjaman adalah rasio antara beban
bunga dan total hutang (liquidity).Beban bunga berasal dari pinjaman bank maupun
surat hutang. Dari laporan keuangan 2017,Unilever tidak punya hutang jangka
Panjang. Hutang jangka pendek kepada bank hanya berbunga sekitar 6%. Jangan lupa,
utang dagang dan utang pajak, itu adalah bentuk utang yangtidak berbunga. Dari tabel
1 di atas, lihat rasio DER sebesar 2,7 dan DER(berbunga) sebesar 0,7. DER(berbunga)
adalah rasio antara Hutang yang berbunga dan total liablity. Jadi total beban bunga
ritel adalah= Bunga pinjaman x DER(berbunga)/DER= 6% x 0,7/2,7= sekitar 2%Jadi,

16
dengan memperbesar komposisi hutang tanpa bunga (Hutang dagang), maka dampak
dari bunga bank (6%) secara riel menjadi semakin kecil (2%).
e. Modal Kerja yang sangat efesien
Dari tabel 1 di atas, lihat rasio Payable Period, Receivable Period, dan selisih antara
PayablePeriod dan Receivable Period. Payable periode menunjukkan berapa hari
hutang dagang (kepada supplier) itu dibayar. Receivable Period menunjukkan berapa
hari piutang dagang (dari customer) diterima pembayarannya. Dari data diketahui
bahwa Receivable period lebih besar daripada Payable period, artinya Unilever
mampu untuk mengulur waktu membayar utang danmampu untuk mempercepat
menagih piutangnya. Artinya, Unilever memegang cash dari selisih waktu tersebut.
Dan lihat lagi, dari tahun ke tahun, selisih Payable dan receivable periode inisemakin
besar. Itulah kenapa Unilever tidak perlu hutang yang besar (dan juga tidak
perlumenahan laba) untuk modal kerjanya karena uang cash dari selisih Payable dan
receivable periodsangat besar juga untuk menambah modal kerja.
f. Mengembalikan semua keuntungan kepada pemegang saham
Unilever mengembalikan semua keuntungan kepada pemegang saham dalam bentuk
Dividen. Dengan pertumbuhan penjualan yang tidak terlalu agresif karena perusahaan
sudah sangatmature, maka tidak diperlukan dana yang besar untuk ekspansi.
Logikanya, mestinya tetap adasebagian laba yang ditahan untuk mensupport modal
kerja buat pertumbuhan penjualanmeskipun tidak agresif tersebut. Namun, dengan
kemampuannya untuk mendapatkan dana yanglebih murah dari pinjaman seperti di
bahas di atas (tentang Financial Leverage), maka Unilever mampu membayar deviden
dengan payout ratio 100%.

4. Analisa Pertumbuhan Bisnis Unilever

17
Ada dua pertumbuhan yang perlu untuk di Analisa, yaitu YoY growth (YoY: Year on
Year, tahun ini dibandingkan dengan tahun kemarin) dan CAGR (Compound Annual
Growth Rate, Rata-rata pertumbuhan per tahun). Orientasi YoY adalah lebih kepada
Analisa jangka pendek, untuk memonitor kinerja tahun per tahun. Sementara CAGR
berorientasi jangka panjang,misalnya CAGR 9 tahun adalah rata-rata pertumbuhan 9
tahun ke belakang (dalam case UNVR ini adalah dari tahun 2008 sampai 2017).
Dalam menganalisa pertumbuhan bisnis, yang paling utama untuk dilihat adalah
pertumbuhan penjualan (pendapatan/omset), karena penjualan merupakan ukuran bisnis
yang sebenarnya. Rata-rata pertumbuhan (CAGR 9 tahun) penjualan adalah 11%, cukup
tinggi untuk ukuran bisnis sebesar Unilever. Namun pertumbuhan setahun terakhir hanya
3%. Memang secara makro, sektor konsumsi (Consumer industry) sedang mengalami
tekanan. Secara umum,dalam jangka yang lebih panjang lagi, ketika market sudah benar-
benar saturasi, perusahaan besar sekelas Unilever ini paling tidak akan tumbuh di sekitar
pertumbuhan GDP Indonesia. Sementara itu, pertumbuhan (CAGR 9 tahun) laba bersih
adalah 13%, sama dengan pertumbuhan Aset.
Seperti telah di bahas di atas, dari ketahun ke tahun, Unilever selalu mempertahankan
kinerja ROA yang stabil. Dari tabel pertumbuhan ini kita juga bisa melihat strategi
kebijakan permodalan perusahaan. Dengan pertumbuhan (CAGR 9 tahun) asset yang
13% itu, pertumbuhan equity hanya 6%,komposisi permodalan perusahaan lebih
didominasi oleh hutang yang pertumbuhannya 17%. Sudah dibahas di atas juga, laba yang
dihasilkan lebih banyak dibagikan ke pemegang saham sebagai dividen daripada ditahan.

18
Dengan kekuatan bisnisnya (dan daya saing/competitive advantage yang hebat)
menjadikan Unilever mampu mengeksploitasi hutang (Leverage) untuk memaksimalkan
keuntungan (ROE) nya.
5. Kinerja Harga Saham
Kehebatan bisnis Unilever tercermin dari pertumbuhan harga saham yang tinggi, di mana
CAGR9 tahun (dari 2008 – 2017) sebesar 24%. Bandingkan dengan pertumbuhan net
profit, CAGR 9 tahun yang sebesar 13%, hampir setengahnya. Untuk bisnis dengan
ekspektasi market yang biasa saja, pertumbuhan harga saham biasanya akan sebesar
dengan pertumbuhan net profitnya. Namun karena luar biasanya bisnis
Unilever,menyebabkan ekspektasi market semakin jauh melebihi kinerja bisnis itu
sendiri. Selain terlihat dari CAGR harga saham yang lebih tinggi dari net profit, terlihat
juga dari nilai PBV dan PERyang semakin tinggi juga.
6. Valuasi Harga Saham Unilever
Dengah melihat pertumbuhan harga saham yang hamper dua kali lipat pertumbuhan net
profit,terlihat jelas sekali kalau harga saham Unilever ini kemahalan. Mari kita lihat
berapa valuasi harga wajar dari Unilever ini.

a. Metode relative PER

19
Harga ekspektasi saham UNVR tahun 2018 = Rata-rata PER x ekspektasi EPS tahun
2018 = Rata-rata PER x EPS tahun 2017 x (1 + rata-rata growth EPS) = 39.2 x 918 x
(1 + 13% )= 40,550.
Catatan: Rata-rata PER yang dipakai adalah rata-rata dari tahun 2008-2017. Rata-
rata pertumbuhan EPS = rata-rata pertumbuhan net profit = CAGR dari tahun
2008-2017.
Dengan harga saham UNVR per 27 April 2018 yang sebesar 46,150, maka Margin
of Safety(MOS) adalah = (Intrinsic Value - Harga Saham) / Harga Saham = (40,550
- 46,150)/ 46,150 = -12 %
b. Metode Discounted Free Cash Flow
Dengan asumsi pertumbuhan Free Cashflow 13% selama 10 tahun, dan 1% setelah
itu (terminal growth); dan Discount rate (WACC) 10%; diperoleh Intrinsic value
42,224.
Margin of Safety (MOS) adalah = (Harga Saham intrinsic Value) / Harga Saham=
(42,224 - 46,150) / 46,150 = -9%

20
BAB III
PENUTUP

3.1. KESIMPULAN
Analisis ekonomi adalah salah satu dari tiga analisis yang perlu dilakukan investor dalam
penentuan keputusan investasinya. Analisis ekonomi perlu dilakukan karena kecenderungan
adanya hubungan yang kuat antara apa yang terjadi pada lingkungan ekonomi makro dan kinerja
suatu pasar modal. Pasar modal mencerminkan apa yang terjadi pada perekonomian makro karena
nilai investasi ditentukan oleh aliran kas yang diharapkan serta tingkat return yang disyaratkan atas
investasi tersebut.
Lingkungan ekonomi makro adalah lingkungan yang memengaruhi operasi perusahaan
sehari-hari. Kemampuan investor dalam memahami dan meramalkan kondisi ekonomi makro di
masa datang, akan sangat berguna dalam pembuatan keputusan investasi yang menguntungkan
sehingga investor harus memperhatikan beberapa indikator ekonomi makro yang bisa membantu
mereka dalam memahami dan meramalkan kondisi ekonomi makro seperti Produk Domestik Bruto
(PDB), tingkat pengangguran, inflasi, tingkat bunga.
Analisis dengan investor memerlukan metode yang dapat digunakan untuk
mengklasifikasikan indutri dengan tepat. Salah satu sistem klasifikasi industry yang telah dikenal
dan digunakan secara luas adalah sistem Standard Industry Classification (SIC) yang didasarkan
pada data sensus dan pengklasifikasian perusahaan berdasarkan produk dasar yang dihasilkan.
Analisis industri merupakan tahap penting yang perlu dilakukan investor, karena analisis
tersebut dipercaya bisa membantu investor untuk mengidentifikasi peluang-peluang investasi
dalam industri yang mempunyai karakteristik risiko dan return yang menguntungkan bagi investor.
Analisis industri terdiri dari beberapa tahap yaitu Estimasi Tingkat Keuntungan Industri, Estimasi
Earning Per Share, dan Estimasi Earning Multiplier
Faktor penting lain yang mempengaruhi besarnya profit yang bisa diperoleh suatu industri
adalah intensitas persaingan dalam industri tersebut. Intensitas persaingan merupakan gambaran
dari lima faktor utama persaingan, dan pengaruh masing-masing faktor tersebut untuk masing-
masing industri akan berbeda-beda. Lima kekuatan persaingan akan menentukan profitabilitas
industri karena lima faktor tersebut mempunyai pengaruh terhadap komponen return on investment
(ROI) dalam suatu industri. lima faktor yang menentukan intensitas persaingan dalam suatu
industri tersebut adalah ancaman adanya pemain baru, daya tawar (bargaining power) pembeli,
persaingan di antara pemain yang ada, ancaman adanya barang atau jasa substitusi, daya tawar
(bargaining power) pemasok.

21
DAFTAR PUSTAKA

Tandelilin, Eduardus. 2017. Pasar Modal Manajemen Portofolio dan Investasi. Yogyakarta:
PT Kanisius Yogyakarta.
unilever.co.id. Publikasi Perusahaan. Diakses pada 02 Desember 2021, dari
https://www.unilever.co.id/hubungan-investor/publikasi-perusahaan/

22

Anda mungkin juga menyukai